laporan_aspi.docx
TRANSCRIPT
-
7/22/2019 laporan_ASPI.docx
1/21
ANALISIS KUALITAS SPERMA IKAN
Oleh :
Nama : Cikha Farahdiba Iman
NIM : B1J0111157
Rombongan : IV
Kelompok : 4
Asisten : Wawat Carwati
LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2012
-
7/22/2019 laporan_ASPI.docx
2/21
I. PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Analisis kualitas sperma pada ikan adalah pemeriksaan tentang sifat-sifat,
kualitas dan kuantitas sperma ikan. Analisa sperma biasanya dilakukan pada pria
pasangan suami istri yang telah lebih sekurang-kurangnya 3 tahun setelah menikah
belum memiliki keturunan, lebih-lebih bagi pasangan yang istrinya belum pernah
hamil sama sekali selama waktu itu. Pemeriksaan ini untuk menentukan tindakan apa
yang perlu dilakukan untuk menolong pasangan tersebut agar bisa memperoleh
keturunan.
Dalam reproduksi sering diperlukan adanya standar kualitas spermatozoa.
Salah satu pemeriksaan yang penting untuk penilaian kesuburan pria, yaitu analisis
sperma (semen). Analisis semen berguna bagi pasangan yang ingin melakukan
program Keluarga Berencana. Analisis semen penting untuk mengetahui apakah
semen mereka masih fertil atau tidak. Perbandingan dan standardisasi analisis semen
diperoleh dengan analisis semen. Standardisasi penting untuk memperoleh
penyeragaman, karena analisis semen merupakan pemeriksaan yang memerlukan
suatu ketepatan, dapat diulang kembali, relevan, dan dapat dipakai dimana pun.
Spermatozoid atau sel sperma atau spermatozoa (berasal dari Bahasa Yunani
Kuno yang berarti benih dan makhluk hidup) adalah sel dari system reproduksi laki-
laki. Sel sperma akan membentuk zigot. Zigot adalah sebuah sel dengan kromosom
lengkap yang akan berkembang menjadi embrio. Peran aktif spermatozoon sebagai
gamet jantan sehingga penting pada keberhasilan munculnya individu baru, oleh
karenanya didalam reproduksi sering diperlukan adanya standar kualitas
spermatozoa. Analisis sperma yang dimaksud meliputi pemeriksaan jumlah milt
-
7/22/2019 laporan_ASPI.docx
3/21
yang dapat distripping dari seekor ikan jantan masak kelamin, kekentalan sperma,
warna, bau, jumlah spermatozoa mati, motilitas (bila mungkin kemampuan gerak per
menit), morfologi (ukuran dan bentuk kepala, ukuran ekor, berbagai penyimpangan,
ada tidaknya akrosoma).
Acara praktikum kali ini digunakan Ikan Nilem (Osteochillus hasselti).
Analisis sperma pada Ikan Nilem (Osteochillus hasselti) dapat diaplikasikan pada
spesies lain, contohnya pada mamalia, termasuk manusia. Kriteria kesuburan pria
secara umum didasarkan pada jumlah spermatozoa motil per ml ejakulat.
Spermatozoa diperoleh dari semen hasil masturbasi atau dari koilus interuptus. Pria
yang akan diperiksa biasanya dianjurkan untuk puasa tidak melakukan hubungan
intim selama 3 hari sebelumnya dan harus segera diperiksa setelah ejakulasi.
Praktikum analisis sperma ini tidak menggunakan sperma manusia karena
sampel dan bahan pewarnanya sangat mahal. Sampel sperma manusia mudah
diperoleh, namun tetap saja bahan pewarna tidak mudah didapat, oleh karena itu
digunakan spermatozoa ikan nilem, karena mudah didapat dan dicoba serta dapat
menggunakan pewarna standar seperti Larutan Giemsa. Memeriksa kualitas
spermatozoa ikan memang jarang dilakukan, namun kali ini dilakukan untuk
mempelajari bagaimana mengetahui kualitas dan kuantitas spermatozoa tersebut.
B.Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk melakukan analisis sperma dan
menentukan kualitas spermatozoa Ikan Nilem (Osteochillus hasselti).
-
7/22/2019 laporan_ASPI.docx
4/21
II. TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Nilem (Osteochillus hasselti) adalah jenis ikan yang hidup diair tawar. Ikan
Nilem hidup di tempat-tempat yang dangkal dengan arus yang tidak begitu deras seperti
danau atau sungai. Ikan ini mudah berkembang biak menurut aturan air mengalir. Ikan ini
memakan jasad yang menempel pada tanaman air (Setiadi, 2011).
Ikan jantan dan ikan betina dapat dibedakan dengan cara memijit bagian
perut ke arah anus. Ikan jantan akan mengeluarkan cairan putih susu dari lubang
genitalnya. Induk betina yang sudah matang telurnya dicirikan dengan perut yang
relatif besar dan lunak bila diraba (Sumantadinata, 1981).
Tubuh ikan dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu caput (kepala), truncus
(badan), dan cauda (ekor). Anatomi ikan nilem (Osteochius hasselti) dimulai kepala
yaitu mulai dari moncong sampai dengan batas tutup insang, badan ikan dimulai dari
belakang tutup insang sampai dengan anus, sedangkan ekor dimulai dari belakang
anus sampai dengan bagian ujung sirip ekor (Brotowidjoyo, 1990).
Ikan nilem memiliki organa urop cetica yang terdiri dari ren, ureter, vesica
urinaria, dan sinus urogenitalis. Ureter merupakan saluran keluar dari ren (ginjal).
Sinus urogenitalis bermuara keluar melalui porus umgenibilis yang terdapat caudal
dari anus, cranial dari pangkal pinna analis. Alat ekskresi ikan nilem berupa sepasang
ginjal yang berwarna kemerah-merahan terletak diantara gelembung udara depan dan
belakang. Ginjal ini dilengkapi dengan saluran urine yang muaranya menyatu dengan
muara kelaminnya dan disebut dengan saluran urogenitalia (Huet, 1971).
Sistem genital ikan nilem berfungsi untuk perkelaminan, organ utamanya
adalah gonad. Gonad jantan disebut dengan testis dan sepasang yang didalamnya
terbentuk spermatozoid. Tiap-tiap testis berhubungan dengan ductus diferentia yang
-
7/22/2019 laporan_ASPI.docx
5/21
pendek, kemudian bagian belakangnya bersatu dan bermuara di porus urogenital
(Djuhanda, 1981).
Hewan uji yang memenuhi syarat dalam praktikum kali ini adalah Ikan Nilem
jantan masak kelamin setelah berumur 8 bulan. Berat testis lebih ringan dibanding
berat ovarium pada ikan yang sama umurnya. Sepasang testis dapat menghasilkan
sekitar 1-1,5 ml milt dalam keadaan ejakulasi alami, tetapi pada striping hanya 1 ml.
Setiap 1 ml milt mengandung 200-300 juta spermatozoa. Milt Ikan Nilem setelah
diejakulasikan dan bersentuhan dengan air lalu menggumpal. Milt harus diencerkan
dengan larutan Ringer sampai 100 kali. Pengenceran ini dapat memperpanjang daya
hidup spermatozoa Ikan Nilem (Rugh, 1962).
Praktikum analisis sperma memerlukan suatu alat yang dapat digunakan
untuk menghitung jumlah sperma normal dan abnormal. Alat yang dimaksud adalah
haemocytometer. Haemocytometer berbentuk persegi panjang dimana terdapat dua
liang sebagai tempat cairan sperma. Haemocytometer sangat diperlukan dalam
praktikum analisis sperma karena dapat digunakan dalam menghitung jumlah sperma
yang normal dan abnormal dan juga sperma yang motil dan non motil (Jamieson,
1990).
Penentuan persentase hidup sperma dilakukan dengan metode pewarnaan. Cara
ini menggunakan pengencer berupa larutan pewarna eosin negrosin. Satu tetes sperma (
0,01 ml) yang telah diencerkan, diletakkan pada obyek glasskemudian ditambah dengan
cairan pewarna eosin negrosin dan dihomogenkan. Pengamatan menggunakan
mikroskop dengan perbesaran 400x. (Herdianto et al., 2012).
-
7/22/2019 laporan_ASPI.docx
6/21
III. MATERI DAN METODE
A. Materi
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah mikroskop cahaya, bilik
hitung (haemocytometer), spluit injeksi, gelas objek, gelas penutup, pH
indicator/kertas pH, kertas penghisap/tissue, bak preparat, dan label.
Bahan-bahan yang digunakan adalah sperma/milt segar, larutan NaCl,
larutan Ringer, larutan George, larutan Giemsa, dan ether alcohol.
B. Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum analisis sperma adalah sebagai
berikut :
1. Cara strippinga. Ikan dipegang dengan bagian ventral ada di bawah dan bagian dorsal
menghadap ke atas.
b. Tangan kanan menutupi kepala, sedangkan tangan kiri menyangga ekor.c. Bagian lubang urogenital dilap dengan tissue. Abdomen ikan diurut dari
anterior ke arah posterior menuju lubang urogenital hingga pada lubang
tersebut keluar cairan berwarna putih susu (milt).
d. Milt yang keluar langsung disedot dengan menggunakan spluit injeksi tanpajarum.
2. Volumea. Milt Ikan Nilem yang tertampung pada spluit injeksi diukur volumenya dengan
langsung membaca skalanya.
-
7/22/2019 laporan_ASPI.docx
7/21
b. Volume sperma Ikan Nilem juga dapat diukur dengan menggunakan gelas ukurvolume 5 atau 10 ml.
3. Warna
Diamati secara visual dengan latar belakang warna putih.
4. pHDerajat keasaman (pH) diukur dengan menggunakan kertas pH, dengan cara
mencelupkan kertas pH ke dalam sampel sperma, diamkan beberapa saat,
kemudian cocokkan perubahan warna yang terjadi dengan tube.
5. Cara pengenceran milta. Sampel sperma diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam cawan.
b. Larutan Ringer sebanyak 9 ml dicampurkan ke dalam cawan (perbandinganantara sampel dengan larutan pengencer harus selalu 1: 9).
c. Diaduk-aduk dengan menggunakan batang pengaduk sampai benar-benarhomogen.
d. Sperma yang sudah diencerkan ini merupakan sperma dengan pengenceran10x.
e. Sperma pengenceran 10x diambil dengan menggunakan spluit yang lainsebanyak 1 ml ke dalam cawan yang berbeda.
f. Larutan Ringer 9 ml dimasukkan ke dalam sperma tersebut.g. Sperma dengan pengenceran dua kali ini merupakan sperma dengan
pengenceran 100x.
h. Pengenceran dilakukan lagi untuk mendapatkan sperma dengan pengenceran1.000x dan 10.000x.
-
7/22/2019 laporan_ASPI.docx
8/21
6. Motilitas spermatozoaa. Milt yang sudah diencerkan 1.000x diambil dengan menggunakan pipet
tetes.
b. Milt diteteskan di atas objek glass.c. Ditetesi dengan aquades, kemudian dihomogenkan.d. Ditutup dengan cover glass dan diamati dengan menggunakan mikroskop.e. Bergerak atau tidak bergerak, ditentukan prosentase motilitasnya.
7. Menghitung jumlah total spermatozoaa. Milt yang sudah diencerkan 10.000x diambil dengan menggunakan pipet
tetes.
b. Diteteskan di bilik hitung Haemocytometer yang sudah ditutup dengan coverglass melalui sela-sela paritnya.
c. Hitung jumlah sperma menggunakan lima kotak sedang di dalam kotak besaryang di bagian tengah.
d. Jumlah total spermatozoa dihitung dengan rumus: total Spermatozoa = (Rata-rata 5 kotak sedang x pengenceran x 2,5.105) sel/ml
8. Morfologi Spermatozoaa. Miltencer diteteskan pada salah satu ujung object glass.
b. Object milt glass yang lain diletakkan secara vertikal membentuk sudutruncing dan diteteskan pada sudut runcing tersebut.
c. Kedua object glakss didekatkan hingga menyentuh tetesan milt.d. Kedua object glass didorong ke sisi menjauhi tetesan milt sehingga tetesan
milt tersebut terulas di atas objeck glass pertama.
e. Diteteskan lauratan giemsa atau eosin di atas ulasan milt dan diratakandengan mengubah posisi pada object glass.
-
7/22/2019 laporan_ASPI.docx
9/21
f. Diletakkan di atas hot plate hangat hingga bagian tepi pewarna agakmengering.
g. Dicuci kelebihan pewarna dalam air mengalir dan dikeringkan diudara.
-
7/22/2019 laporan_ASPI.docx
10/21
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Volume : 0,94 ml
2. Viskositas : 20 menit
3. PH : 7 (netral)
Tabel 1. Akumulasi Data Pengamatan Viskositas Spermatozoa Rombongan IV
NO Kelompok Waktu menggumpal (menit)
1 1 8
2 2 8
3 3 16
4 4 20
5 5 18
4. Warna : Putih susu
5. Motilitas : a. Sperma motil = 80%
b. Sperma non motil = 20%
Tabel 2. Akumulasi Data Pengamatan Motilitas Spermatozoa Rombongan IV
Persentase sperma motil (%)
K1 K2 K3 K4 K5 Rata-rata
30 30 70 80 95 61
-
7/22/2019 laporan_ASPI.docx
11/21
Persentase sperma non motil
(%)70 70 30 20 5 39
Keterangan :
K = Kelompok
6. Pengamatan Bilik Hitung:
Gambar 1. Bilik Hitung Haemocytometer
-
7/22/2019 laporan_ASPI.docx
12/21
7. Jumlah Total Spermatozoa
Tabel 3. Akumulasi Data Pengamatan Total Spermatozoa Rombongan IV
K1 K2 K3 K4 K5 Rata-rata
Total
Spermatozo
a (sel/ml)
5,15x
1010
2,65x
5,65x
10103,35x 1010
1,9x
10103,734 x1010
Keterangan :
K = Kelompok
Perhitungan:
Diketahui : L1 = 13
L2 = 13
L3 = 13
L4 = 16
L5 = 12
Pengenceran = 1000x
total spermatozoa = rata-rata 5 kotak x pengenceran x 2,5 x 105sel/ml
= L1+L2+L3+L4+L5 /5 x pengenceran x 2,5 x 105sel/ml
= 13+13+13+16+12 /5 x 1000 x 2,5 x 105sel/ml
=13,4 x 1000 x 2,5 x 105sel/ml
=3,35 x 1010sel/ml
-
7/22/2019 laporan_ASPI.docx
13/21
8. Morfologi Spermatozoa
Gambar 2. Mikroskopis Morfologi Sperma Ikan Nilem
Pembesaran 4x10
Keterangan:
1. Kepala
2. Ekor
3. Leher
2
3
1
-
7/22/2019 laporan_ASPI.docx
14/21
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil percobaan didapatkan bahwa warna sperma Ikan Nilem
(Osteochillus hasselti)berwarna putih susu. Hal itu sesuai dengan pernyataan Lagler
(1977) bahwa ikan nilem jantan dapat mengeluarkan cairan semen yang berwarna
putih susu. Menurut Asmawi (1989), bau sperma ikan adalah langu.
Berdasarkan pengamatan pH, didapatkan bahwa pH dari sperma ikan adalah
7 berarti bersifat netral. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Sutisna dan Yatim
(1990) bahwa pH berkisar antara 7,2-7,8. Pengamatan volume sperma Ikan Nilem
(Osteochillus hasselti) sebanyak 0,94 ml. Menurut Yatim (1990), volume kurang dari
1 ml disebut hypospermia. Hypospermia dapat terjadi oleh beberapa hal yaitu sampel
tumpah pada saat ditampung, gangguan patologis dan genetis pada genitalia, vesikula
seminalis tak ada atau tak berfungsi, dan gangguan hormonal atau karena radang
kelenjar.
Pengamatan mikroskopis meliputi jumlah molilitas dan morfologi sperma.
Jumlah motilitas yang dihasilkan oleh masing-masing kelompok berbeda-beda.
Kelompok pertama sampai kelompok enam pengamatan motilitas sperma dihasilkan
30%, 30%, 70%, 80%, 95%. Faktor yang menyebabkan perbedaan tersebut adalah
pada waktu pengenceran terkena air. Air menyebabkan milt menggumpal dan sperma
cepat mati. Penurunan motilitas yang normal ada dua macam yaitu 2-3 jam sesudah
ejakulasi 50% - 60% spermatozoa motil/ml dan 7 jam sesudah ejakulasi 50%
spermatozoa motil maju/ml (Soeminto, 2002).
Setelah 3 jam, spermatozoa yang motil kurang dari 50% menandakan adanya
gangguan atau kelainan genitalia. Spermatozoa yang motilitasnya rendah disebut
asthenozoospermia. Abstinensi yang lama dapat mempercepat penurunan motilitas.
Viabilitas spermatozoa diukur dari prosentase motilitas dan progresivits motilitas
-
7/22/2019 laporan_ASPI.docx
15/21
sesuai dengan Cosson (1999) dari 0-5 yaitu 0 = tidak ada pergerakan, 1 = ekor
bergetar lemah, 2 = gerakan ke depan lemah terutama dengan arah membelok
(kurva), 3 = gerakan ke depan sedang terutama dengan arah membelok (kurva), 4 =
gerakan ke depan dengan kecepatan sedang hingga cepat dengan arah lurus, 5 =
gerakan ke depan dengan sangat cepat dengan arah lurus.
Hasil morfologi sperma yaitu sperma yang telihat pada mikroskop berkepala
bulat. Menurut referensi sperma ikan yang normal berkepala bulat. Ini berarti sperma
Ikan Nilem (Oateochillus hasselti) yang diamati normal. Ciri-ciri ikan jantan masak
kelamin adalah jika dilakukan uji fertilitas dengan dilakukan stripping Ikan Nilem
jantan (Osteochillus hasselti) mengeluarkan milt, yang berarti bahwa testis sudah
masak (Soeminto, 2002).
Morfologi spermatozoa pada ikan berbeda dengan manusia. Manusia memiliki
spermatozoa yang berkepala lonjong (dilihat dari atas) dan pyriform (dilihat dari
samping). Lebih tebal dekat leher dan menggepeng ke ujung. Panjang kepala 4-5
mikro meter dan lebar 2,5-3,5 mikro meter. Panjang ekor seluruhnya sekitar 55 miro
meter dan tebalnya berbagai dari 1 mikro meter dekat pangkal ke 0,1 mikro meter
dekat ujung. Ikan memiliki spermatozoa yang berflagelata dan tak berakrosoma.
Spermatozoa hasil suspensi testis keadaannya sama dengan spermatozoa hasil
sripping. Kepala berbentuk bulan, dengan diameter sekitar 2,86-0,16 mikro meter,
panjang sekitar 25,86 mikro meter. Pada pangkal flagella ada bangunan seperti
cincin, annulus. Spermatozoa yang normal terdiri dari kepala, leher, bagian tengah
dan ekor yang utuh, serta ada penyimpangan-penyimpangan dari struktur
spermatozoa ikan yang normal. Kerusakan yang terjadi pada milt yang disimpan
pada umumnya adalah ekor tanpa kepala, ekor tidak utuh atau kepala dan ekor putus
(Jamienson, 1991).
-
7/22/2019 laporan_ASPI.docx
16/21
Macam-macam spermaozoa menurut stukturnya ada dua macam yaitu yang
memiliki flagel dan tidak. Spermatozoa yang tidak berflagel terdapat pada beberapa
jenis avetebrata, sedangkan yang memiliki flagel terdapat pada hewan vetebrata,
termasuk ikan (Yatim, 1990). Sel-sel sperma sebenarnya hanya merupakan inti yang.
Sperma dihasilkan dalam testis oleh sel-sel khusus yang disebut dengan
spermatogonia. Sebuah sel sperma terdiri atas kepala yang mengandung kromosom
dalam suatu keadaan kompak dan inaktif, leher yang merupakan daerah genting
sperma, di dalamnya terdapat sentriol depan dan bagian depan terdapat filamen
poros. Badan mengandung filament poros, mitokondria dan sentriol belakang
berbentuk cincin. Ekor terdiri dari dua daerah yakni bagian utama dan bagian ujung .
ekor sedikit mengandung sitoplasma, pada bagian ujung ekor sama sekali tidak
mengandung sitoplasma (Asmawi, 1981).
Djanuar (1985) menyatakan bahwa pada umumnya semua penyimpangan
morfologi dari kerangka normal spermatozoa dianggap sebagai bentuk-bentuk
abnormal. Abnormal ini diklasifikasikan dalam abnormalitas primer dan sekunder.
Abnormal primer disebabkan oleh gangguan dalam testis (kelainan spermatogenesis
di dalam tubuli seminiferus). Bentuk yang termasuk abnormalitas primer yaitu :
kepala berukuran kecil, kepala rangkap dan membunyai dua ekor. Abnormalitas
sekunder disebabkan karena perlakuan terlalu kasar, terlalu panas atau terlalu cepat
didinginkan. Bentuknya yaitu : kepala lepas, ekornya patah dan ekornya bergelung,
bengkok atau melipat.
Praktikum analisis sperma menggunakan larutan-larutan sebagai pendukung.
Larutan ringer dapat digunakan untuk memperpanjang viabilitas spermatozoa di
dalam milt menjadi sekitar 9-10 menit. Larutan george digunakan sebagai pencampur
milt spermatozoa dapat bereaksi, digunakan saat menghitung jumlah spermatozoa.
-
7/22/2019 laporan_ASPI.docx
17/21
Larutan giemsa digunakan sebagai pewarna spermatozoa saat mengamati morfologi
spermatozoa, dimana sperma yang kecil dan transparan dapat terlihat lebih jelas
(Mulyadi, 1990).
Syarat pengenceran yang ideal adalah isotonik, mempunyai kemampuan
menyangga yang baik, mengandung nutrisi yang menstabilkan koloid-koloid dan anti
oksidan, anti bakteri serta mampu melindungi spermatozoa dari kejutan dingin.
Praktikum kali ini sperma ikan diencerkan dengan pengenceran 1000x dengan
menggunakan larutan ringer. Digunakannya larutan ringer karena larutan ini mudah
didapat dan relatif murah dan dapat mempertahankan viabiliti sperma selama satu
(Asmawi, 1981).
Semen atau milt yang cukup jumlahnya dan baik kualitasnya adalah salah satu
faktor yang harus tersedia agar proses fertilisasi terjadi secara baik bagi spesies ikan.
Beberapa studi sudah dapat mendeskripsikan karakteristik dari semen atau milt yang
berkualitas. Contohnya adalah daya tahan, motilitas dan komposisi cairan sperma.
Cairan sperma memiliki komposisi yang unik, yaitu terdiri dari komponen organik
dan anorganik. Kedua komponen tersebut sangat mempengaruhi kualitas dari
sperma. Contoh dari komponen-komponen tersebut adalah mineral (potasium,
sodium, magnesium, kalsium dan klorida), pH, protein, glukosa dan trigliserida.
Bagaimanapun, komposisi cairan semen, motilitas dan daya tahan spermatozoa
sangat mempengaruhi kemampuan spermatozoa itu sendiri dalam melakukan proses
fertilisasi nantinya (Hajirezaee et al., 2009).
Motilitas, viabilitas dan lama gerak spermatozoa sangat dipengaruhi persediaan
energi di dalam sel (Salisbury dan VanDemark, 1985). Spermatozoa dapat
menggunakan karbohidrat dari susunan gula sederhana secara langsung dalam bentuk
fruktosa untuk menghasilkan energi pada metabolismenya (Salisbury dan
-
7/22/2019 laporan_ASPI.docx
18/21
VanDemark, 1985). Fruktosa diubah menjadi asam laktat dan energi dengan bantuan
enzim fruktolisin. Penggunaan fruktosa dalam pengencer sperma ikan dimaksudkan
untuk memberikan sumber energi yang dapat diubah menjadiATP untuk mendukung
motilitas, viabilitas dan lama gerak spermatozoa (Setyana et al., 2011)
Kelebihan reaktif oksigen spesies (ROS) dalam semen dapat berdampak pada
kesuburan sperma. Penetapan kualitas semen menggambarkan parameter dari
kelengkapan plasma seminal sperma. Stuktur testis dibebaskan bersih dan
spermatozoa tidak memenuhi kesatuan bentuk semua testis. Sperma motil tidak
berpengaruh dengan konsentrasi sperma karena seluruh waktu bertelur tidak
mengubah konsentrasi sperma (Sundadarajan et al., 2009).
Viabilitas adalah daya tahan spermatozoa atau telur untuk hidup, membuahi
dan dan dibuahi setelah dilepaskan dari induknya. Pada Ikan Nilem, viabilitas
spermatozoa dan telur hanya sekitar 5 menit setelah ejakulasi atau oviposisi. Hal ini
sangat mempengaruhi daya fertilitas telur ikan kerena telur dapat terbuahi apabila
viabilitas telur dan spermatozoa baik. Dengan sangat pendeknya waktu viabilitas ini
maka akan sulit dikembangkan manipulasi untuk reproduksi (Yatim, 1990).
-
7/22/2019 laporan_ASPI.docx
19/21
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya dapat diambil kesimpulan
bahwa :
1 Warna sperma hasil striping pada ikan nilem (Osteochillus hasselti) adalah putihsusu, hal ini menunjukkan bahwa sperma ikan nilem yang digunakan pada
praktikum adalah sehat.
2 Volume hasil striping adalah 0,94 ml yang menunjukkan bahwa ikan nilem yangdigunakan unutk praktikum mengalami hypospermia.
3 Sperma ikan nilem yang diamati menunjukkan pH 7 bersifat netral.4 Perhitungan motilitas spermatozoa ikan nilem diperoleh jumlah spermatozoa
yang motil adalah 80%, sedangkan jumlah spermatozoa yang non motil adalah
20%. Hal ini menunjukkan bahwa spermatozoa ikan nilem yang diamati
normal.
5 Viabilitas spermatozoa ikan nilem 20 menit setelah ejakulasi.6 Hasil perhitungan jumlah spermatozoa 3,35 1010spermatozoa/ml semen.
B. Saran
Pengamatan melalui mikroskop, morfologi sperma kurang begitu jelas hanya
terlihat bagian kepala, ini dimungkinkan adanya keabnormalan pada ekor
spermatozoa. Sedangkan untuk perhitungan sperma pada haemocytometer harus
benar-benar teliti.
-
7/22/2019 laporan_ASPI.docx
20/21
DAFTAR REFERENSI
Asmawi. 1981.Pemeliharaan Ikan dalam Keramba. Gramedia, Jakarta.
. 1989.Pemeliharaan Ikan dalam Keramba. Gramedia, Jakarta.
Brotowidjoyo, Mukayat Djarubito. 1990.Zoologi Dasar. Erlangga, Jakarta.
Christopher Pateman-Jones, Maria Berica Rasotto, Martin Reichard, Caiping Liao,
Huanzhang Liu, Grzegorz ZieBa Dan Carl Smith. 2010. Variation in male
reproductive traits among three bitterling fishes (Acheilognathinae:
Cyprinidae) in relation to the mating system. (103) : 622632.
Condro, Herdianto Sapto, A. Shofy Mubarak dan Laksmi Sulmartiwi. 2012.
Pengaruh Penambahan Madu Pada Media Pengenceran NaCl FisiologisDalam Proses Penyimpanan Sperma Terhadap Kualitas Sperma Ikan Komet
(Carassius auratus auratus). 1(1) : 112.
Cosson J, Billard R, Cibert C, Dreanno C. 1999.Ionic Factor regilating the Motility
of fish sperm. Villefranch, France.
Djanuar, R. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi pada Sapi. Gajah Mada
University Press, Yogyakarta.
Djuhanda, T. 1981.Pengantar Anatomi Perbandingan. Armico, Bandung.
Hajirezaee, S, B.M Amiri and A.R Mirvaghefi. 2009. Effects of Stripping Frequency
on Semen Quality of Endongered Caspian Brown Trout, Salmo trutta caspius .
American Journal of Veterinary Sciences 4 (3): 65-71.
Huet, M. 1971. Text Book of Fish Culture Breeding and Cultiation of Fish. Fishing
News Book Ltd, England.
Meirnawati, Setyana, Laksmi Sulmartiwi dan Hari Suprapto. 2011. Daya Fertilisasi
Sperma Beku Ikan Tawes (Puntius javanicus) Setelah Disimpan Dengan
Fruktosa Dan Tris Aminomrethan. 88-89.
Mulyadi, Mukhsin dan Jayadi . 1990. Budidaya Ikan Mas, Nila, Tawes, Gurame,
Nilem. CV Yasaguna, Jakarta.
Rugh, R. 1962.Experimental Emrbryology. Burger Publishing Company, Minnesota.
Setiadi. 2011.Anatomi Ikan Nilem (Osteochillus hasselti).http://aepcute .blogspot.
com /2011/02/anatomi-ikan-nilem-osteochillus.html. Di akses tanggal 9
Oktober 2012.
-
7/22/2019 laporan_ASPI.docx
21/21
Soeminto. 2002. Pembentukan Ikan Jantan Homogamet (XX) lewat Ginosenis dan
Pemberian Andriol pada Ikan Nilem (Osteocillus hasselti CV). Fakultas
Biologi Unsoed, Purwokerto.
Sumantadinata, K. 1981. Pengembangan Ikan-Ikan Peliharaan Di Indonesia. Sastra
Hudaya, Jakarta.
Sundararajan V, Pharm M, Singh G, Gupta N.P,Kumar R, Deecaraman M and Dada
R. 2009. Correlation of sperm morphology and oxidative stress in infertile
men. (7): 29-34.
Yatim, W. 1990. Embryologi untuk Mahasiswa Biologi dan Kedokteran. Tarsito ,
Bandung.