laporansampah_28122011
DESCRIPTION
LaporanSampah_28122011TRANSCRIPT
1
DAFTAR ISI hal 01 Pendahuluan 2 02 Pengalaman Singapura dalam Mengelola Sampah 5 Padat Perkotaan 03 Kunci Keberhasilan Singapura dalam Mengelola 11 Sampah Padat Perkotaan 04 Rekomendasi WJP-MDM: 14
Pengelolaan Sampah Padat Perkotaan di Wilayah Metropolitan di Jawa Barat
05 Penutup 17
Daftar Pustaka 18 Lampiran 19
2
01 PENDAHULUAN
Sampah merupakan salah satu isu perkotaan yang perlu mendapatkan perhatian serius dari seluruh pemangku kepentingan di Wilayah Metropolitan di Provinsi Jawa Barat. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat, volume sampah, khususnya sampah padat, yang dihasilkan oleh kawasan perkotaan terus mengalami peningkatan. Peningkatkan ini tentunya akan berimplikasi pada peningkatan kebutuhan akan pelayanan pengelolaan sampah padat perkotaan yang efektif, efiesien dan berkelanjutan. Hingga saat ini, pengelolaan sampah padat perkotaan di Wilayah Metropolitan di Jawa Barat masih dilakukan dengan cara-cara konvensional yang tergolong kurang direkomendasikan dalam jangka panjang. Sampah-sampah yang dihasilkan oleh rumah tangga dikumpulkan tanpa melalui tahap pemisahan jenis sampah terlebih dahulu. Sampah ini selanjutnya di bawa ke TPS (Tempat Penampungan Sementara) di tingkat RW, Kelurahan maupun Kecamatan; sebelum diangkut ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Idealnya, TPA digunakan sebagai tempat penampungan akhir dari sampah-sampah yang tidak bisa diolah kembali (di daur ulang atau di konversikan
3
menjadi energi). Namun dalam konteks Metropolitan di Jawa Barat, TPA masih digunakan sebagai tempat untuk menampung seluruh sampah padat perkotaan yang dihasilkan oleh masyarakat. Dengan kondisi seperti ini, TPA-TPA yang ada umumnya membutuhkan lahan yang relatif luas, tetapi hanya dapat beroperasi dalam jangka waktu yang relatif singkat. Kondisi ini diperparah dengan mekanisme pengelolaan sampah di TPA yang umumnya masih dilakukan dengan metode open dumping (sampah ditumpuk begitu saja, tanpa ada upaya untuk memadatkannya/ melapisinya dengan tanah). Sistem controlled landfill dan sanitary landfill yang banyak dianjurkan hingga saat ini hanya dilakukan di beberapa TPA. Dengan metode open dumping, umur operasi TPA yang sudah relatif singkat akan bertambah singkat, sehingga dalam jangka waktu yang pendek, Pemerintah di Wilayah Metropolitan di Jawa Barat perlu menetapkan lokasi TPA baru. Namun dengan adanya keterbatasan lahan, upaya untuk mencari lokasi TPA baru tersebut seringkali menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi pihak pemerintah, baik di tingkat Provinsi, Kabupaten maupun Kota. Untuk memperbaiki kondisi tersebut, pemerintah di lingkungan Wilayah Metropolitan di Jawa Barat sudah berusaha melakukan beberapa terobosan, misalnya dengan memperkenalkan ide pemilahan sampah, pengurangan sampah dari sumbernya, daur ulang, hingga ide untuk mengkonversikan sampah menjadi salah satu sumber energi masyarakat. Namun hingga saat ini, terobosan tersebut sulit untuk diimplementasikan, karena masalah kelembagaan dan kesiapan masyarakat untuk melakukan perubahan kultur di bidang persampahan. Lebih lanjut, pihak pemerintah juga sudah memiliki rencana untuk membangun TPA Regional yang dilengkapi dengan sistem pengolahan sampah modern di Wilayah Legok Nangka dan Nambo. Namun sama halnya dengan berbagai terobosan tersebut, rencana ini sulit untuk direalisasikan. Berbagai masalah, baik yang bersifat teknis dan non-teknis menghambat upaya perwujudan rencana tersebut. Melihat situasi tersebut, tim West Java Province Metropolitan Development Management (WJP-MDM) berinisiatif untuk melakukan kajian terhadap pengalaman negara lain di bidang pengelolaan sampah padat perkotaan yang efektif, efisien dan berkelanjutan, seperti Singapura. Harapannya, dengan belajar dari pengalaman pengelolaan sampah padat di Singapura, tim WJP-MDM dapat memberikan rekomendasi dan memfasilitasi percepatan perbaikan sistem pengelolaan sampah padat perkotaan di Wilayah Metropolitan di Provinsi Jawa Barat.
4
Hasil dari kajian dan rekomendasi tersebut selanjutnya tim susun dalam bentuk buku laporan Pengelolaan Sampah Padat Perkotaan di Wilayah Metropolitan di Provinsi Jawa Barat: Belajar dari Pengalaman di Singapura. Buku laporan ini terdiri atas tiga bagian utama. Pada bagian pertama, tim akan menjelaskan detail pengalaman Singapura dalam menangani masalah persampahan secara efektif, efisien dan berkelanjutan. Selanjutnya, tim akan menganalisis faktor-faktor kunci penentu keberhasilan Singapura dalam melakukan pengelolaan sampah padat perkotaannya. Terakhir, tim akan memberikan rekomendasi dan saran percepatan untuk memperbaiki sistem pengelolaan sampah padat perkotaan yang saat ini digunakan di Wilayah Metropolitan di Jawa Barat, khususnya terkait dengan rencana pembangunan TPA Regional di Legok Nangka dan Nambo. Lebih lanjut tim WJP-MDM berharap buku laporan ini dapat memberikan pencerahan dan memperkaya wawasan masyarakat, akademisi, analis kebijakan serta para pengambil keputusan di bidang pengelolaan sampah padat perkotaan yang efektif, efisien dan berkelanjutan.
5
02 PENGALAMAN SINGAPURA DALAM MENGELOLA SAMPAH PADAT PERKOTAAN
Singapura merupakan satu dari sedikit negara di dunia yang memiliki sistem pengelolaan sampah padat perkotaan yang efektif, efisien dan berkelanjutan. Pada tahun 2010, Pemerintah Singapura mencatat, bahwa dari total 6,5 juta ton sampah padat yang mereka hasilkan; 3,8 juta ton berhasil mereka daur ulang, sementara 2,7 juta ton sisanya mereka olah menjadi energi (melalui proses pembakaran/ insenerasi) dan hanya sebagian kecil dari sampah ini (2 persen) yang akhirnya dibuang di tempat pembuangan akhir sampah (TPA). Pencapaian ini tentu tidak mereka raih dalam waktu singkat. Berbagai upaya perbaikan dari masa ke masa telah mereka lakukan untuk membuat sistem yang semula sangat bergantung pada peran TPA, menjadi seperti saat ini. Namun upaya Singapura untuk memperbaiki sistem pengelolaan sampah padat perkotaannya tidak berhenti sampai di sini. Pemerintah Singapura saat ini terus melakukan berbagai upaya untuk mencapai kondisi zero landfill, di mana pada akhirnya TPA tidak lagi diperlukan dan semua
6
sampah padat perkotaan bisa didaur ulang dan ditransformasikan menjadi energi. Perjalanan panjang Singapura dalam memperbaiki sistem pengelolaan sampah padat perkotaannya ini kami sajikan dalam tiga bagian: dulu, kini dan nanti. Harapannya, pengalaman ini dapat menjadi bahan pelajaran bagi kita semua dalam upaya memperbaiki sistem pengelolaan sampah padat perkotaan di Wilayah Metropolitan di Jawa Barat. 2.1 DULU
Pada sekitar tahun 1960-1970an, pengelolaan sampah padat perkotaan di Singapura dilakukan dengan cara-cara konvensional, seperti yang saat ini dilakukan di Wilayah Metropolitan di Jawa Barat. Sampah-sampah padat dikumpulkan tanpa dipilah-pilah terlebih dahulu, kemudian diangkut ke beberapa Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang tersebar di sekeliling pulau. Namun seiring dengan berjalannya waktu, Singapura mengalami peningkatan penduduk dan perkembangan kegiatan ekonomi yang cukup pesat. Peningkatan dan perkembangan ini memberikan kontribusi signifikan terhadap jumlah sampah padat yang dihasilkan di wilayah perkotaan. Sampah-sampah yang semula dapat ditampung di TPA-TPA tersebut, kini tidak dapat ditampung lagi, sehingga Pemerintah Singapura pada masa itu dihadapkan pada isu pencarian dan penentuan lokasi TPA baru di lahan Singapura yang sangat terbatas. Pada akhir tahun 1970an, Singapura menyadari bahwa dengan keterbatasan lahan seperti itu, Singapura tidak bisa lagi bergantung pada sistem pengelolaan sampah padat yang selama ini mereka gunakan. Berbagai upaya untuk mencari metode pengelolaan sampah alternatif mereka lakukan. Dan berdasarkan hasil kajian serta riset yang intensif, mereka menemukan bahwa metode pengolahan sampah padat menjadi energi listrik (WTE), melalui proses pembakaran (insenerasi) merupakan alternatif yang paling efektif dan efisien, karena mampu mereduksi sekitar 90 persen volume sampah padat perkotaan dengan biaya yang tidak terlalu mahal. Sejak saat itu, Singapura mulai berupaya membangun instalasi pembakaran sampah. Dan akhirnya pada tahun 1978, mereka berhasil membuka dan mengoperasikan instalasi pembakaran sampahnya yang pertama di kawasan Ulu Pandan. Sejak saat itu, sampah-sampah yang bisa dibakar tidak lagi dibuang langsung ke TPA, melainkan
7
dikumpulkan untuk segera dibakar di instalasi pembakaran sampah dan dikonversikan menjadi salah satu sumber energi listrik perkotaan.
2.2 KINI Pada perkembangan selanjutnya, Pemerintah Singapura menyadari bahwa upaya pembakaran sampah dan mentransformasikan energi pembakarannya sebagai sumber energi listrik perkotaan tidak cukup untuk mengatasi volume sampah yang terus meningkat. Volume sampah yang sebelumnya hanya mencapai 1.200 ton per harinya pada tahun 1972 meningkat secara drastis dan mencapai angka 7.700 ton per harinya pada tahun 2001. Dan hal ini tentunya memerlukan penanganan yang lebih serius, dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2001, Pemerintah Singapura mulai memperkenalkan konsep daur ulang sampah rumah tangga. Pada awalnya, upaya ini tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Namun dengan dukungan sosialisasi dan edukasi publik yang memadai, konsep ini akhirnya diterima oleh masyarakat. Saat ini, tingkat daur ulang sampah padat perkotaan di Singapura sudah mencapai 58 persen.
DAUR ULANG SAMPAH PADAT PERKOTAAN DI SINGAPURA TAHUN 2010
Jenis Sampah Jumlah
sampah yang dihasilkan(ton)
Total sampah yang didaur ulang (ton)
Persentase Daur Ulang
(%)
Sisa makanan 640.500 102.400 16
Kertas 1.383.900 738.299 53
Plastik 740.400 78.100 11
Sisa Konstruksi 921.800 912.400 99
Kayu 270.000 190.000 70
Sisa hasil pertanian 251.000 99.200 40
Besi 1.194.600 1.127.500 94
Logam non besi 85.500 73.100 85
Baja 382.700 378.900 99
Endapan kotoran 114.400 0 0
Gelas 79.900 19.200 24
Tekstil/Kulit 120.900 14.700 12
Ban Bekas 24.000 20.000 83
Lainnya 307.400 3.800 1
Total 6.517.000 3.757.500 58 Sumber: NEA, 2011
8
Pada tanggal 1 Juli 2002, Pemerintah Singapura membentuk NEA (National Environment Agency) di bawah Kementerian Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Air untuk menangani masalah kebersihan dan kelestarian lingkungan, termasuk pengelolaan sampah padat perkotaan di Singapura. NEA pada dasarnya tidak terjun secara langsung dalam kegiatan pengumpulan dan pengelolaan sampah padat di Singapura. NEA bertanggung jawab dalam menetapkan konsep pengelolaan dan standar-standar mutu pelayanan persampahan perkotaan serta mengelola kegiatan konversi sampah menjadi energi dan pembuangan sisa sampah yang tidak bisa diolah lebih lanjut ke satu-satunya TPA yang tersisa di Singapura (TPA Semakau). Sementara itu, kegiatan pengumpulan sampahnya mereka serahkan ke pihak swasta melalui proses tender. Pihak swasta yang terpilih selanjutnya akan menerima lisensi dari NEA untuk melakukan pengumpulan sampah di Singapura dalam kurun waktu tujuh tahun. Setelah waktu tujuh tahun tersebut berakhir, NEA akan kembali mempersiapkan proses tender selanjutnya. Pengumpulan sampah di Singapura dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu pengumpulan sampah rumah tangga dan sampah publik (domestik) serta pengumpulan sampah industri (non-domestik). Pengumpulan sampah domestik dilakukan oleh Public Waste Collector (PWC). Sementara pengumpulan sampah non-domestik dilakukan oleh General Waste Collector (GWC). PWC dan GWC ini dipilih melalui proses tender NEA. PWC memiliki tanggung jawab untuk mengumpulkan sampah dari rumah-rumah masyarakat dan dari kotak sampah yang terdapat di ruang-ruang publik. PWC juga memiliki tanggung jawab untuk melakukan kegiatan daur ulang sampah dari sampah yang mereka kumpulkan. Dengan demikian, sampah yang sebelumnya sudah disortir oleh masyarakat akan dapat langsung di kirimkan ke tempat daur ulang yang dikelola oleh PWC-PWC tersebut. Saat ini, Singapura memberikan lisensi PWC kepada empat perusahaan swasta, yaitu: SembWaste, Veolia ES, 800 Super dan Colex. Setiap perusahaan memiliki daerah pelayanannya masing-masing, seperti ditunjukkan oleh gambar berikut:
9
WILAYAH PELAYANAN PWC DI SINGAPURA
Sumber: NEA, 2011
Pada tahun 2007, NEA menginisasi upaya pengurangan sampah dari sumbernya dengan cara membuat kesepakatan mengenai kemasan produk dengan berbagai asosiasi industi, NGO dan pebisnis. Hasilnya, volume sampah kemasan setiap tahunnya (sejak tahun 2007) berkurang sebanyak 1.700 ton. Selain itu, NEA juga secara intensif memberikan pengarahan dan kampanye kelestarian lingkungan kepada masyarakat dan pelajar, dengan harapan, kesadaran masyarakat akan pentingnya upaya mengurangi sampah dari sumbernya, pemilahan dan daur ulang sampah. Dengan adanya kebijakan-kebijakan tersebut, saat ini Singapura memiliki setidaknya tiga cara untuk mengelola sampah padat perkotaan yang jumlahnya terus meningkat. Pertama adalah dengan melakukan pemilahan dan pengurangan sampah dari sumbernya. Kedua, sampah yang sudah dipiilah selanjutnya ada yang didaur ulang dan ada juga yang dibakar di instalasi-instalasi Waste to Energy (WTE). Ketiga, abu sisa pembakaran dan sampah yang tidak dapat didaur ulang maupun dikonversikan menjadi energi dikumpulkan di Tuas Marine Transfer Station untuk selanjutnya diangkut ke TPA Semakau menggunakan kapal tongkang.
10
TPA SEMAKAU
Sumber: NEA, 2011
2.3 NANTI
Upaya Singapura untuk mengelola sampah padat perkotaannya secara efektif, efisien dan berkelanjutan tidak berhenti sampai di sana. Saat ini pemerintah Singapura sedang giat melakukan berbagai upaya untuk mencapai target jangka panjang: Zero Landfill dan 70 persen daur ulang pada tahun 2030.
11
03 KUNCI KEBERHASILAN SINGAPURA DALAM MENGELOLA SAMPAH PADAT PERKOTAAN
Sumber: NEA, 2011
Berdasarkan paparan di atas, kita bisa melihat bahwa keberhasilan Singapura dalam menciptakan sistem pengelolaan sampah padat perkotaan yang efektif, efisien dan berkelanjutan ditopang oleh empat aspek kunci, yaitu: 1) visi jangka panjang yang terintegrasi, 2) kelembagaan yang menunjang, 3) swastanisasi kegiatan pengumpulan dan pengolahan sampah, serta 4) sosialisasi dan kampanye kepada masyarakat. 3.1 VISI JANGKA PANJANG YANG TERINTEGRASI
Keberhasilan Singapura dalam mengelola sampah padat perkotaannya didukung oleh visi jangka panjang yang terintegrasi. Meskipun tidak dibangun secara langsung, Singapura secara perlahan tapi pasti mengarahkan semua kebijakan di bidang persampahannya untuk mengurangi jumlah sampah padat perkotaan yang harus dibuang ke TPA. Diawali dengan ide tentang transformasi sampah menjadi sumber energi, pemilahan sampah rumah tangga, daur ulang, swastanisasi kegiatan pengumpulan dan daur ulang sampah domestik serta pengurangan sampah dari sumbernya, Singapura berusaha mencapai kondisi zero landfill di masa yang akan datang.
12
Hingga saat ini, kondisi zero landfill memang belum bisa mereka capai sepenuhnya. Namun mereka yakin, dengan riset yang intensif, konversi sampah menjadi energi dan upaya daur ulang, suatu saat nanti mereka akan mencapai kondisi yang mereka harapkan tersebut.
3.2 KELEMBAGAAN YANG MENUNJANG Kegiatan pengelolaan sampah padat perkotaan di Singapura dilakukan secara terintegrasi oleh satu lembaga, bernama NEA. Lembaga ini memiliki kewenangan untuk menentukan kebijakan-kebijakan mendasar di bidang persampahan, termasuk untuk menswastanisasi kegiatan pengumpulan sampah domestik dan non-domestik perkotaan. Dengan pengelolaan di bawah satu lembaga seperti ini, SIngapura tidak dipusingkan dengan masalah tumpang tindih kewenangan dan konflik antara berbagai pemangku kepentingan, seperti yang saat ini sering terjadi di Wilayah Metropolitan di Provinsi Jawa Barat. Lebih lanjut, dukungan sumber daya manusia yang kompeten di lembaga tersebut membuat kualitas kebijakan yang mereka hasilkan menjadi lebih efektif dan efisien.
3.3 SWASTANISASI KEGIATAN PENGUMPULAN DAN PENGELOLAAN SAMPAH Untuk dapat mencapai kondisi pelayanan persampahan yang efektif, efisien dan berkelanjutan seperti saat ini, Singapura tidak ragu untuk menyerahkan tanggung jawab pengumpulan sampah serta pengelolaan daur ulang sampah padat ke pihak swasta. Pemerintah Singapura melihat bahwa kedua hal tersebut akan berjalan lebih efektif dan efisien apabila dilaksanakan oleh pihak swasta. Namun pemerintah juga menyadari bahwa untuk beberapa hal krusial, seperti pengelolaan beberapa instalasi WTE dan TPA Semakau, swastanisasi agak sulit untuk diterapkan, sehingga pengelolaan dari dua hal tersebut hingga saat ini tetap dipegang oleh pemerintah.
3.4 SOSIALISI DAN KAMPANYE PUBLIK Dukungan dari seluruh elemen masyarakat merupakan salah satu kunci keberhasilan Singapura dalam mengembangkan sistem pengelolaan sampah padat perkotaan seperti sekarang ini. Namun dukungan tersebut tidak muncul begitu saja. Kegiatan sosialisasi dan kampanye publik tentang pentingnya melakukan pengurangan sampah dari sumbernya, pemilahan sampah dan daur ulang sampah sudah sejak lama mereka lakukan. Hingga saat ini, kegiatan sosialisasi dan
13
kampanye publik ini terus mereka lakukan secara berkala untuk menanamkan kesadaran tentang pentingnya mengurangi jumlah sampah yang dbuang ke TPA dalam upaya mencapai kondisi zero landfill.
14
04 REKOMENDASI WJP-MDM: PENGELOLAAN SAMPAH PADAT PERKOTAAN DI WILAYAH METROPOLITAN DI JAWA BARAT
Belajar dari pengalaman Singapura dalam mewujudkan sistem pengelolaan sampah padat perkotaan secara efektif, efisien dan berkelanjutan, tim WJP-MDM merekomendasikan agar ke depannya sistem pengelolaan sampah padat perkotaan di Wilayah Metropolitan di Jawa Barat dilakukan dengan visi jangka panjang yang terintegrasi dan berkelanjutan, didukung oleh upaya daur ulang dan pengurangan sampah dari sumbernya, serta swastanisasi kegiatan pengumpulandan daur ulang sampah. Belum lama ini, pihak Pemerintah Provinsi Jawa Barat, yang diwakili oleh Dinas Permukiman dan Perumahan menyusun rencana pembangunan TPA Regional baru di Legok Nangka dan Nambo. Latar belakang dari penyusunan rencana ini adalah untuk mengatasi masalah persampahan di lahan perkotaan yang semakin terbatas. Beberapa proposal dan usulan bentuk pengelolaan TPA Regional baru tersebut muncul dari berbagai pihak, baik
15
dari dalam maupun luar negeri. Namun hingga saat ini, rencana pembangunan tersebut belum juga direalisasikan. Salah satu dari sekian banyak kendala yang menghambat upaya realisasi rencana ini adalah konflik kepentingan antara para pemangku kepentingan yang terkait di dalamnya. Konflik ini terjadi karena sejak awal tidak ada kesepakatan mengenai visi jangka panjang dari pengelolaan sampah padat perkotaan di Wilayah Metropolitan di Jawa Barat. Apabila kita lihat contoh kasus di Singapura, Singapura memang memiliki keuntungan dari adanya satu kelembagaan terpusat yang bergerak di bidang kebijakan persampahan. Oleh karena itu, tidak heran jika upaya-upaya perbaikan sistem pengelolaan sampah di Singapura bisa berjalan cukup efektif dan efisien. Namun hal tersebut tidak mungkin terjadi tanpa kejelasan visi pengelolaan jangka panjang yang terintegrasi. Oleh karena itu, sebelum kita mulai bicara tentang rencana pembangunan TPA Regional baru dan bentuk pengelolaan di dalamnya, tim WJP-MDM mengusulkan agar para pemangku kepentingan di bidang persampahan duduk bersama untuk merumuskan visi pengelolaan sampah padat perkotaan jangka panjang di Wilayah Metropolitan di Jawa Barat. Dengan visi yang jelas dan terintegrasi, para pemangku kepentingan akan memperoleh gambaran tentang posisi TPA Regional tersebut dalam konstelasi pengelolaan sampah yang lebih luas. Dengan demikian, para pemangku kepentingan akan dapat menentukan bentuk pengelolaan TPA Regional yang sesuai untuk masing-masing calon TPA ini. Terkait dengan visi jangka panjang dan terintegrasi tersebut, tim WJP-MDM juga mengusulkan agar kegiatan pengelolaan sampah padat perkotaan di Wilayah Metropolitan di Jawa Barat tidak lagi dilakukan dengan cara-cara konvensional yang tidak berkelanjutan. Ketergantungan terhadap TPA juga secara perlahan tapi pasti harus mulai dikurangi, karena dalam jangka panjang jumlah lahan yang tersedia tidak akan mungkin mampu menampung volume sampah padat perkotaan yang terus meningkat. Upaya-upaya alternatif seperti mengurangi sampah dari sumbernya, mendaur ulang sampah serta mengkonversikan sampah menjadi energi juga perlu untuk diperhatikan oleh para pemangku kepentingan. Berbagai sosialisasi dan kampanye publik terkait dengan upaya ini juga perlu pemerintah lakukan. Namun tentunya semua hal ini memerlukan waktu. Upaya pengembangan TPA Regional Legok Nangka dan Nambo perlu kita dukung dan percepat realisasinya. Namun pada saat bersamaan, upaya pengelolaan lain yang sifatnya jangka panjang juga harus mulai diperhatikan oleh para pemangku kepentingan.
16
Jangan takut untuk melakukan swastanisasi di bidang pengelolaan sampah padat perkotaan. Swastanisasi tidak selamanya memberikan dampak negatif terhadap pelayanan sampah perkotaan. Swastanisasi, khususnya di bidang pengumpulan dan pengangkutan sampah, dapat membantu meningkatkan efektiviatas dan efisiensi kegiatan pengangkutan sampah dari sumbernya ke TPA. Apabila swastanisasi tersebut dilakukan dalam proses daur ulang sampah, kegiatan daur ulang akan bisa berkembang lebih baik. Sementara itu, pemerintah dan pemangku kepentingan publik lainnya bisa lebih berkonsentrasi untuk: 1) merumuskan kebijakan-kebijakan persampahan yang efektif dan efisien dalam jangka panjang, 2) memantau dan mengevaluasi kualitas pelayanan di bidang persampahan, serta 3) memperbaiki kekurangan kualitas pelayanan yang ada.
17
05 PENUTUP
Upaya perbaikan sistem pengelolaan sampah padat perkotaan di Wilayah Metropolitan di Jawa Barat tidak akan berlangsung optimal tanpa dukungan dari seluruh pemangku kepentingan dan elemen masyarakat. Oleh karena itu, pada tahap awal, tim WJP-MDM mengundang seluruh pihak yang memiliki kepentingan dan kepedulian di bidang pengelolaan sampah padat perkotan untuk duduk bersama dan berdiskusi tentang arah kebijakan pengelolaan sampah padat perkotaan di masa yang akan datang. Lebih lanjut, tim WJP-MDM juga mengajak seluruh pihak untuk merumuskan langkah-langkah strategis untuk mencapai kondisi jangka panjang yang dihasilkan dan mengimplementasikan langkah-langkah strategis tersebut ke dalam bentuk nyata di lapangan. Jika Singapura bisa mewujudkan sistem pengelolaan sampah padat perkotaan yang efektif, efisien dan berkelanjutan; kita, Jawa Barat, juga pasti bisa!!
18
DAFTAR PUSTAKA
Bai, R. and Sutanto, M. 2002. The Practice and Challenges of Solid Waste
Management in Singapore. Waste Management 22 (2002), pp. 557-569
Heng, L. S. 2010. Towards Sustainable Solid Waste Management System in Singapore. Presentation in WTERT Meeting, Oct. 7th 2010, NEA (didownload dari: http:// www. wtert.com.br/ home2010/ arquivo/ noticias_eventos/HENG.pdf, pada tanggal 11 Desember 2011)
JICA, 2011. Preparatory Survey for the Indonesian West java Province Intermediate Waste Treatment
MEWR, 2011. Key Environment Statistics. The Government of Singapore MEWR, 2009. A Lively and Liveable Singapore: Strategies for Sustainable
Growth. The Government of Singapore NEA, 2006. Integrated Solid Waste Management in Singapore. Presentation
in Asia 3R Conference, Oct 30th – Nov 1st 2006 (didownload dari: http://www.asianhumannet.org/db/datas/Integrated_en.pdf)
PT. Kluster, 2007. Dokumen Studi Kelayakan Teknis Lingkungan dan Sosial Rencana Lokasi TPA Sampah di Desa Citiis dan Desa Legok Nangka
Website: National Environment Agency (NEA-Singapore) www.nea.gov.sg
19
LAMPIRAN A. KRONOLOGIS RENCANA PEMBANGUNAN TPA LEGOK NANGKA DAN NAMBO
Tahun Kronologis Peristiwa
2005 Bencana longsor TPA Leuwigajah
2006 Pembangunan TPA Sarimukti
2007 Dinas Permukiman dan Perumahan Provinsi Jawa Barat memprakarsai Studi Kelayakan Teknis Lingkungan dan Sosial Rencana Lokasi TPA Sampah di Desa Citiis dan Desa Legok Nangka – pihak pelaksana: PT Kluster
2008 Pemerintah Provinsi Jawa Barat memprakarsai kegiatan Pre Feasibility Study TPA Regional Nambo – pihak pelaksana: PT. Maza
2009 Pemerintah Provinsi Jawa Barat memprakarsai kegiatan Pre Feasibility Study TPA Regional Legok Nangka – pihak pelaksana: PT Maza
2009
Kesepakatan Bersama Antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Kota Bandung, Pemerintah Kota Cimahi, Pemerintah Kabupaten Bandung, Pemerintah Kabupaten Bandung Barat, Pemerintah Kabupaten Sumedang dan Pemerintah Kabupaten Garut tentang Kerjasama Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah Regional di Wilayah Metropolitan Bandung
20
Tahun Kronologis Peristiwa
2009 Keputusan Bersama Gubernur Jawa Barat, Bupati Bogor , Walikota Bogor dan Walikota Depok tentang penunjukkan tempat pengolahan dan pemrosesan akhir sampah regional untuk wilayah Kabupaten Bogor, Kota Bogor dan Kota Depok
2009 Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Kabupaten Bogor, Pemerintah Kota Bogor, Pemerintah Kota Depok tentang Kerjasama Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah Regional untuk Kabupaten Bogor, Kota Bogor dan Kota Depok
2011 TPA Sarimukti seharusnya berhenti beroperasi - tetapi kemudian masa aktifnya diperpanjang hingga tahun 2015 karena pada tahun 2011, TPA penggantinya belum tersedia
2011
Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Kabupaten Bogor, PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk dan PT Cibinong Center Industrial Estate tentang Penyediaan Akses Jalan Menuju ke Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Regional di Desa Nambo dan Desa Lulut Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor (Bulan Januari)
2011 Nota Kesepahaman Bersama antara PT Jasa Sarana dengan PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk tentang Kerjasama Studi Kelayakan untuk Mempersiapkan Pembangunan Pengelolaan Tempat Pembuangan Sampah Akhir di Wilayah Nambo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Bulan Januari)
2011 JICA melakukan Feasibility Study TPA Regional Legok Nangka dan Nambo (Bulan Agustus)
21
B. STAKEHOLDER YANG TERLIBAT DALAM KEGIATAN PERENCANAAN TPA LEGOK NANGKA DAN NAMBO
Stakeholder Level Tugas dan Tanggung Jawab
Kementerian Lingkungan Hidup Deputi Pengelolaan Sampah Beracun dan Berbahaya
Nasional menyusun kebijakan pengelolaan lingkungan dan pencegahan dampak buruk terhadap lingkungan
Kementerian Pekerjaan Umum Sub Direktorat Pengembangan Sistem Pengelolaan Sampah Padat
Nasional mendukung, mengelola dan memantau upaya pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pemerintah lokal
Kementerian Perdagangan dan Perindustrian
Nasional
Kementerian Pertanian
Nasional eco labeling, dst
BPPT
Nasional pengembangan teknologi pengelolaan sampah
Dinas Permukiman dan Perumahan Provinsi Jawa Barat
BPSR (Badan Pengelolaan Sampah Regional)
Regional
1) mengatur kegiatan operasional dan manajemen dari tempat pembuangan sampah regional (dari mulai merencanakan, melakukan pengelolaan secara kelembagaan, serta melakukan manajemen finansial), 2) mendukung upaya pengelolaan sampah yang dilakukan oleh setiap kota dan kabupaten
22
Stakeholder Level Tugas dan Tanggung Jawab
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Jawa Barat
Regional menyusun rencana pembangunan di level regional
Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi Jawa Barat
Regional melakukan analisa dampak lingkungan dan upaya-upaya proteksi lingkungan lainnya
Perusahaan Daerah Kebersihan, Pemerintah Kota Bandung
Lokal menyelenggarakan pelayanan pengololaan sampah Kota Bandung
Dinas Kebersihan dan Pertamanan Pemerintah Kota Cimahi
Lokal melakukan pengelolaan sampah di Kota Cimahi
Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Bandung Barat
Lokal melakukan pengelolaan sampah di Kabupaten Bandung Barat
Dinas Permukiman Tata Wilayah dan Kebersihan Kabupaten Bandung
Lokal melakukan pengelolaan sampah di Kabupaten Bandung
Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sumedang
Lokal melakukan pengelolaan sampah di Kabupaten Sumedang
Dinas Perumahan, Tata Ruang dan Cipta Karya Kabupaten Garut
Lokal melakukan pengelolaan sampah di Kabupaten Garut
23
Stakeholder Level Tugas dan Tanggung Jawab
Badan Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Garut
Lokal
1) merumuskan dan melaksanakan kebijakan teknis operasional di bidang pencegahan dan pengendalian pencemaran lingkungan, pengelolaan dampak lingkungan, 2) melakukan pengendalian kegiatan pembuangan sampah yang berwawasan kelestarian lingkungan, 3) memelihara kelestarian lingkungan dari pencemaran yang diakibatkan oleh sampah
Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok
Lokal melakukan pengelolaan sampah di Kota Depok
Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor
Lokal melakukan pengelolaan sampah di Kota Bogor
Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor
Lokal melakukan pengelolaan sampah di Kabupaten Bogor
24
C. PEMBAGIAN KEWENANGAN ANTARA PEMERINTAH NASIONAL, PROVINSI DAN KOTA/ KABUPATEN DI BIDANG PENGELOLAAN SAMPAH PADAT PERKOTAAN
Kota dan Kabupaten Provinsi Nasional
mengelola sampah rumpah tangga di wilayah administratifnya
melakukan pengelolaan sampah di level regional
PU : meberikan dukungan teknis dan finansial, pedoman serta arahan bagi upaya pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pemerintah daerah
memantau upaya pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pemerintah kota dan kabupaten
KLH : mempromosikan inisiatif pengurangan sampah dari sumbernya (3R) memonitor proyek-proyek pengelolaan
sampah regional
25
D. ASPEK LEGAL TERKAIT RENCANA PEMBANGUNAN TPA LEGOK NANGKA DAN NAMBO
Peraturan Perundangan Keterangan
RPJM Nasional menyebutkan pentingnya upaya mengurangi sampah dari sumbernya (3R)
Peraturan Kementerian Pekerjaan Umum No. 21 Tahun 2006 tentang Strategi dan Kebijakan Pengelolaan Sampah
PP No. 38 Tahun 2007 tentang pembagian tugas dan wewenang pemerintah pusat, provinsi dan lokal
UU No. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 12 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Sampah (di tingkat regional)
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kota Bandung 2005-2025
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kota Bandung 2009 - 2013
Pedoman Pengelolaan Sampah Kota Bandung 2007 - 2011
Standar Operasi bagi Proses Pengomposan d Kota Cimahi
26
Peraturan Perundangan Keterangan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Bandung Barat 2008 – 2013
Master Plan Pengelolaan Sampah di Kabupaten Bandung Barat 2009 - 2029
Dokumen Rencana Pengelolaan Sampah Padat Jangka Panjang di Kabupaten Bandung 2008 – 2028
Masterplan Pengelolaan Akhir Sampah di Kabupaten Bandung tahun 2011
Peraturan Daerah Kabupaten Bandung No. 21 tahun 2009 tentang Pedoman Pengeloaan Sampah
Peraturan Daerah Kabupaten Bandung No. 31 Tahun 2000 tentang Kebersihan, Ketertiban, Keindahan dan Kesehatan Lingkungan;
Keputusan Bupati Bandung No. 13 Tahun 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah No. 31 Tahun 2000;
Strategic Plan Badan Perencanaan dan Pengelolaan Lingkungan Kabupaten Sumedang 2008 - 2013
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Sumedang 2009 – 2013
27
Peraturan Perundangan Keterangan
Master Plan tentang Sampah Padat di Kabupaten Sumedang Tahun 2011
Peraturan Derah Kabupaten Garut No. 9 Tahun 1999
Master Plan Pengelolaan Sampah Kota Depok 2008
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kota Depok 2010 - 2011
Master Plan Pengelolaan Sampah Kota Bogor
Pedoman proses pengumpulan, pengelolaan antara, 3R dan pembuangan akhir sampah Kota Bogor
Dokumen Rencana , Strategi dan Action Plan Pengelolaan Sampah Kabupaten Bogor
Keputusan Bersama Gubernur Jawa Barat, Bupati Bogor, Walikota Bogor dan Walikota Depok No. 658.1/Kep.01-Diskimrum/2009; 658.1/1/Kepber/Huk/2009; 658.1.45-28 Tahun 2009; 658.1/I/Kep.Ber/Huk/2009 tentang Penunjukkan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah Regional untuk Wilayah Kabupaten Bogor, Kota Bogor dan Kota Depok
28
Peraturan Perundangan Keterangan
Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Kabupaten Bogor, Pemerintah Kota Bogor, Pemerintah Kota Depok No. 658.1/01/Diskimrum; 658.1/2/NK/Huk/2009; 658.1/KK.1-Huk/2009; 659.1/1/NK/Huk/2009 tentang Kerjasama Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah Regional untuk Kabupaten Bogor, Kota Bogor dan Kota Depok
Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Kabupaten Bogor, PT Indocement Tunggal Perkasa Tbk dan PT Cibinong Center Industrial Estate No. 581.1/01/Otdaksm; 658.1/1/PK/KSD/2011; 006/MOU-ITP/HO/I/2011; 002/KNT-CCIE/I/2011 tentang Penyediaan Akses Jalan Menuju ke Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Regional di Desa Nambo dan Lulut Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor
Nota Kesepahaman Bersama antara PT Jasa Sarana dengan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk No. 01/DU/HK.02-JS/11; 011/MOU-ITP/I/2011 tentang Kerjasama Studi Kelayakan Untuk Mempersiapkan Pembangunan Pengelolaan Tempat Pembuangan Sampah Akhir di Wilayah Nambo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat
29
Peraturan Perundangan Keterangan
Kesepakatan Bersama Antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Kota Bandung, Pemerintah Kota Cimahi, Pemerintah Kabupaten Bandung Barat, Pemerintah Kabupaten Sumedang dan Pemerintah Kabupaten Garut No. 658.1/02/Diskimrum; 658.1/154-PD.Kbr; 180/20-Perj/2009; 658.1/01-BPLH/2009; 658.1/KB.01-Diskimrum/2009; 658.1/MoU.02-Huk/2009 tentang Kerjasama Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah Regional di Wilayah Metropolitan Bandung
30
E. KEGIATAN DAUR ULANG DI PROVINSI JAWA BARAT
Lokasi Jenis Pelaksana Keterangan
Kota Bandung Public Community Recycling Site
Bio-Metha Green Plant didukung oleh Yayasan Saung Kadeudeuh, Bank BJB, PD Kebersihan Kota Bandung dan UNPAD
Kota Cimahi Public Community Recycling Site
Kelompok Masyarakat NABILA
mendaur ulang gelas dan melakukan upaya pengomposan
TPS Indramayu Kota Bandung Public Recycling Site PD Kebersihan Kota Bandung TPS sekaligus lokasi pengomposan sampah
TPS Jelengkong Kota Bandung Public Recycling Site PD Kebersihan Kota Bandung sampah dari Pasar Ciroyom dan TPS Tegal Lega di komposkan di lokasi ini
Kota Bekasi Private Collection and Recycling Plant
PT Mittran
Kabupaten Bandung Lapak (informal) Mathondang PVC Plastic Recycling Center
fokus pada upaya daur ulang plastik PVC
Kota Bandung Private Recycling Plant Jon Peter mendaur ulang plastik dan metal
Kabupaten Bogor Private Recycling Plant Geocycle merupakan unit bisnis dari PT Holcim