lap_osling_kel6_15313050

Upload: evafy

Post on 05-Jul-2018

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    1/58

    LAPORAN KULIAH LAPANGAN PULAU PARI, KEPULAUAN SERIBU PROVINSI

    DKI JAKARTA

    OSEANOGRAFI LINGKUNGAN  –  0S3106

    Dosen Mata Kuliah:

    Ivonne M. Radjawane, Ph.D

    Oleh:

     Nada Nailah 10114009

    Derfansyah G K 10512094

    Rani Santa Clara 12913014

    Faizal Ardianto 12913023

    Andri Fauzan A 12913025

    Rinaldi Oky S 12913038

    Farida Nurul I Y 15312068

    Putri Juliana 15313025

    Eva Fatonah Yunus 15313050

    Widi Ajeng L 15313076

    PROGRAM STUDI OSEANGRAFI

    FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN

    INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

    2016

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    2/58

     

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Perairan laut merupakan sumber daya alam yang memiliki peranan vital di bumi

    karena memiliki sejumlah peran penting seperti pengaturan iklim, penangkapan dan

     pendistribusian energi matahari, penyerapan karbon dioksida, dan pertahanan kontrol

     biologis. Laut beserta ekosistem yang ada di dalamnya merupakan keanekaragaman hayati

    terbesar di bumi.

    Pulau Pari merupakan bagian dari Kepulauan Seribu yang terdiri dari 105 gugus pulau

    terbentang vertikal dari Teluk Jakarta hingga ke utara yang berujung di Pulau Sebira yang

     berjarak kurang lebih 150 km dari pantai Jakarta Utara. Pulau Pari dengan luas daratan

    sekitar 897,71 Ha, memiliki luas perairan sekitar 6.997,50 km2. Kondisi perairan di

    Kepulauan Seribu mengikuti kondisi umum perairan Indonesia yang di pengaruhi oleh

    monsun barat atau monsun timur dan musim peralihan (Mardesyawati dan Timotius, 2010).

    Sementara itu, penurunan kualitas perairan terus terjadi dan perlu mendapat perhatian,

    terlebih lagi adanya berbagai jenis mikroba di dalam perairan. Pengetahuan mengenai

    mikroba yang menunjang keberhasilan budidaya masih sangat kurang, oleh karenanya tulisan

    ini bertujuan untuk mengukur kualitas air berdasar parameter mikroba terhadap kegiatan

     budidaya di perairan Pulau Pari.

    Untuk menentukan kualitas air, pengamatan dilakukan berdasarkan berbagai

     parameter air baik fisika, kimia, dan biologinya. Dari segi parameter fisika yaitu suhu, tingkat

    kecerahan, tingkat kekeruhan dan tingkat kedalaman,. Parameter kimia yaitu pH, O 2  terlarut

    dan CO2 bebas, sedangkan untuk parameter biologi yaitu plankton dan bentos. Dilakukannya

     pengukuran kualitas air untuk mengetahui kelayakan dari air tersebut. Analisis yangdilakukan menggunakan analisis secara insitu yaitu analisis sampel yang dilakukan langsung

    dilokasi pengamatan.

    Lokasi Survei: Pulau Pari, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Jakarta Utara,

    Provinsi DKI Jakarta, Indonesia

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    3/58

     

    2

    1.2. Tujuan

    Modul Garis Pantai

    Mengukur parameter-parameter lingkungan pada Pulau Pari secara kualitatif dan

    kuantitatif

    Modul KAL (Kualitas Air Laut)

    -  Mengetahui parameter fisis pantai yang meliputi temperatur, salinitas, DO, dan

     pH air laut.

    -  Mengetahui cara kerja alat pengukuran parameter fisis pantai dan mampu

    menggunakannya.

    -  Menganalisis distribusi parameter-parameter fisis pantai Perairan Pulau Pari

    secara spasial dan temporal.

    Modul Mangrove

    -  Menentukan ekosistem mangrove yang terdapat di pulau pari bagian barat, serta

    melakukan analisis terhadap kepadatan dan jenis dari ekosistem mangrove

    Modul Sanitasi dan Sampah

    -  Mengidentifikasi kondisi eksisting sanitasi di Pulau Pari

    -  Menentukan pengaruh kondisi eksisting sanitasi dengan perubahan lingkungan

     pesisir

    Modul Wawancara

    -  Mengidentifikasi kondisi lingkungan wilayah pesisir pulau.

    -  Mengidentifikasi permasalahan masyarakat di wilayah pesisir.

    Mengidentifikasi perilaku masyarakat yang berpengaruh terhadap lingkungan

     pesisir.

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    4/58

     

    3

    BAB II

    TEORI DASAR

    2.1. Modul Garis Pantai

    Pantai merupakan daerah yang membatasi wilayah daratan dengan wilayah lautan.

    Dimana daerah daratan adalah daerah yang terletak diatas dan dibawah permukaan

    daratan dimulai dari batas garis pasang tertinggi. Sedangkan daerah lautan adalah

    daerah yang terletak diatas dan dibawah permukaan laut dimulai dari sisi laut pada

    garis surut terendah, termasuk dasar laut dan bagian bumi dibawahnya. Pada suatu peta yang

    menyertakan laut di dalamnya, garis pantai dibuat berdasarkan batas air tinggi (high water

    line), sedangkan untuk kedalaman digunakan batas air rendah (low water line), dengan

     penjelasan seperti pada Gambar dibawah.

    Gambar 1.1 Kedudukan garis pantai berdasarkan muka air laut

    Untuk mendapatkan bentuk garis pantai berdasarkan daerah yang diinginkan, maka

    dilakukanlah pengukuran garis pantai. Pengukuran garis pantai ini dapat dilakukan dengan

     berbagai metode yaitu metode Oriented Open Traverse  dan  Extra-Terestris. Prinsip dari

    metode Oriented Open Traversei adalah dengan mengukur besarnya jarak dan sudut dari satu

    titik acuan yang sudah diketahui arahnya ke titik lain yang belum diketahui arahnya, dan

    menggabungkan titik-titik tersebut sehingga membentuk suatu garis. Sedangkan prinsip dari

    metode Extra-Terestris adalah dengan menggunakan GPS, kemudian pengguna GPS berjalan

    menyusuri bagian terluar dari pantai dan menandai bagian tersebut menggunakan GPS, dan

    nantinya koordinat titik tersebut akan tersimpan di GPS. Kedua metode ini digunakan saat

    kondisi tertentu, yaitu bergantung keadaan di lapangan seperti keadaan cuaca, bentuk pantai,

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    5/58

     

    4

    dan keadaan sekitar. Terdapat berbagai macam bentuk pantai berdasarkan unsur

     pembentuknya, diantaranya:

      Pantai lumpur,

     

    Pantai pasir,  Pantai batu,

      Pantai karang,

      Pantai curam,

      Pantai dengan vegetasi, dan

      Pantai buatan

    Gambar 1.2 Karakteristik Pantai (sumber: Saputra, 2013) 

    Untuk mengatasi permasalahan ini, penentuan garis pantai dilakukan dengan

    ketentuan sebagai berikut:

      Pada daerah pantai berpasir, garis pantai ditentukan dari jejak atau bekas genangan air

    tertinggi,

      Pada pantai berlumpur, garis pantai diwakili oleh pertemuan antara tanah keras dengan

    lautan, atau dapat pula seperti pantai berpasir dengan jejak air tertinggi,

      Pada pantai dengan tebing terjal, garis pantainya adalah ujung tebing terjun

      Pada pantai dengan vegetasi, garis pantai adalah batas terluar dari vegetasi tersebut,

      Pada pantai buatan, garis pantainya ditentukan berdasarkan batas terluar suatu bangunan

     permanen di pinggir pantai.

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    6/58

     

    5

    2.2. Modul KAL (Kualitas Air Laut)

    a.  Definisi Air Laut

    Air adalah penyusun utama laut. Air laut tersusun dari sekitar 97% air, dan

    mempunyai beberapa karakteristik yang luar biasa dan sangat penting. Air memiliki titik

    didih yang tinggi sehingga air umumnya dijumpai pada fase cair. Air laut adalah air dari laut

    atau samudera. Air laut mempunyai sifat asin, karena mengandung garam NaCl. Kadar garam

     NaCl dalam air laut 3%, gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan partikel-partikel tak

    terlarut. Dengan keadaan ini, maka air laut tidak memenuhi syarat untuk air minum.

    Air dari daratan masuk ke laut melalui aliran sungai-sungai dan air tanah. Di daratan,

    dalam perjalanan ke laut, air mengerosi batuan dan tanah, dan secara perlahan-lahan

    melarutkan bermacam-macam mineral dalam jumlah besar untuk selanjutnya dibawa masuk

    ke laut. Berkaitan dengan sifat-sifat air laut yang luar biasa itu.

    Terdapat beberapa aspek penting perlunya dilakukan kajian khusus tentang

    samudera/lautan. Pertama adalah laut merupakan sumber makanan. Adanya faktor-faktor

    fisik air laut, sepeti temperatur dan perubahan arus dapat menyuburkan laut. Kedua laut

    digunakan oleh manusia untuk berbagi aktvitas. Manusia banyak menggunakan laut, seperti

    untuk transportasi, pengeboran minyak dan gas, rekreasi, berenang, perikanan dan lain-lain.

    Ketiga laut mempengaruhi kondisi cuaca dan iklim. Laut mempengaruhi distribusi hujan,

    kemarau, banjir dan kondisi lingkungan suatu daerah. Beberapa sifat atau karakteristik air

    laut dibagi menjadi sifat fisika dan sifat kimia air laut. Dimana air laut menampung aliran/

    drainase dari sungai, maka komposisi kimia air sungai akan sama dengan komposisi kimia air

    laut. Sedangkan sifat fisika air laut meliputi suhu, cahaya, densitas, dan tegang permukaan.

    Baku Mutu Air Laut adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi atau

    komponen yang terkandung atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggangkeberadaannya di dalam air laut. Baku mutu air laut meliputi baku mutu pelabuhan, wisata

     bahari,dan biota laut. Untuk lingkungan digunakan baku mutu untuk biota laut. Baku mutu air

    laut biasanya mengacu kepada paramter yang ditentukan dari Kementerian Lingkungan

    Hidup Republik Indonesia.

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    7/58

     

    6

     b.  Parameter Fisis Air Laut

    1.  Salinitas

    Salinitas adalah ukuran yang dipergunakan untuk mengukur kandungan garam

    (saltiness) di dalam ai laut. Unsur-unsur dalam bentuk ion yang melimpah menyusun

    kandungan garam di dalam air laut adalah Cl-, Na+, Mg2+, SO.2-, Ca2+, dan K +. Ion-ion

    tersebut proporsinya di dalam air laut adalah konstan karena konsentrasinya ditentukan oleh

     proses-proses fisika. Karena sifatnya yang demikian itu, ion-ion tersebut disebut ion

    konservatif (conservative ions). Secara keseluruhan, semua unsur tersebut menyusun lebih

    dari 99,8% material yang terlarut di dalam air laut. Di antara ion-ion itu, sodium (natrium,

     Na) dan klorin (Cl) menyusun sekitar 86%. Secara teoritis, salinitas didefinisikan sebagai

     banyak gram total ion-ion garam yang terlarut di dalam 1 kg air laut.

    Pengukuran salinitas berdasarkan teori itu sangat sulit dilakukan dan terlalu lambat

    untuk dilakukan sebagai pekerjaan rutin. Hal itu terutama bila dilakukan di lapangan ketika

     penelitian dilakukan dengan menggunakan kapal. Cara yang paling akurat dan teliti untuk

    mengukur salinitas adalah dengan menggunakan salinometer induktif, yang mengukur

    konduktifitas sampel air laut.

    Sebanyak 99% air laut di samudera mempunyai salinitas antara 33‰ sampai 37‰,dengan rata-rata 35‰ yang ekivalen dengan larutan garam 3,5%. Di Laut Baltik, yang

     banyak curah hujan dan aliran sungai masuk ke dalamnya, tercatat salinitas terrendah, yaitu

    12‰. Di Laut Merah, yang sedikit masukan air tawar dan berevaporasi tinggi, tercatat

    salinitas tertinggi, yaitu 40 sampai 42‰. 

    Salinitas air permukaan laut sangat ditentukan oleh evaporasi dan presipitasi. Salinitas

    akan naik bila evaporasi naik dan presipitasi turun. Faktor-faktor lain yang dapat juga

    mempengaruhi salinitas air laut adalah pembekuan es, masuknya air sungai ke laut, dan

     pencairan es. Profil salinitas memperlihatkan adanya tiga atau empat zona (Gambar 14),

    yaitu:

      Lapisan campuran (mixed layer). Ketebalannya 50 sampai 100 meter, dan mempunyai

    salinitas seragam. Daerah tropis dan daerah berlintang tinggi dan menengah, memiliki

    salinitas permukaan tinggi, sedang daerah berlintang tinggi memiliki salinitas rendah.

      Haloklin (halocline), adalah zona dimana salinitas mengalami perubahan besar.

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    8/58

     

    7

      Zona dalam (deep zone) adalah zona di bawah haloklin sampai dasar laut, dan

    memiliki salinitas relatif seragam.

    Di daerah berlintang rendah dan menengah, terdapat salinitas minimu pada kedalaman

    600 sampai 1000 meter.

    2.  Suhu

    Permukaan samudera mendapat panas dari tiga sumber, yaitu radiasi sinar matahari,

    konduksi panas dari atmosfir, dan kondensasi uap air. Sebaliknya, permukaan laut menjadi

    dingin karena tiga sebab, yaitu radiasi balik dari permukaan laut ke atmosfer, konduksi panas

     balik ke atmosfer, dan evaporasi. Sementara itu di bawah permukaan laut arus-arus horizontal

    dapat mentransfer panas dari satu kawasan ke kawasan lain. Distribusi temperatur secara

    vertikal dapat dibagi menjadi tiga zona yaitu:

      Lapisan campuran (mixed layer). Zona ini adalah zona homogen. Temperatur dan

    kedalaman zona ini dikontrol oleh insolasi lokal dan pengadukan oleh angin. Zona ini

    mencapai kedalaman 50 sampai 200 meter.

      Termoklin (thermocline). Di dalam zona transisi ini, temperatur air laut dengan cepat

    turun seiring dengan bertambahnya kedalaman. Zona ini berkisar dari kedalaman 200

    sampai 1000 meter.

      Zona dalam (deep zone). Zona ini temperatur berubah sangat lambat atau relatif

    homogen.

    3.   pH

     pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau

    kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Ia didefinisikan sebagai kologaritma aktivitas ion

    hidrogen (H+) yang terlarut. Koefisien aktivitas ion hidrogen tidak dapat diukur secara

    eksperimental, sehingga nilainya didasarkan pada perhitungan teoritis. Skala pH bukanlah

    skala absolut. Ia bersifat relatif terhadap sekumpulan larutan standar yang pH-nya ditentukan

     berdasarkan persetujuan internasional.

    Air akan bersifat asam atau basa tergantung besar kecilnya pH. Bila pH di bawah pH

    normal, maka air tersebut bersifat asam, sedangkan air yang mempunyai pH di atas pH

    normal bersifat basa. Air limbah dan bahan buangan industri akan mengubah pH air yang

    akhirnya akan mengganggu kehidupan biota akuatik. Sebagian besar biota akuatik sensitif

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    9/58

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    10/58

     

    9

    2.3. Modul Mangrove

    Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di air

     payau,dan dipengaruhi oleh  pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-

    tempat di mana terjadi  pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang

    terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar  muara sungai di mana air melambat dan

    mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu. Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik

    karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya abrasi tanah,  salinitas tanahnya

    yang tinggi serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit

     jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan

     bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi.  Jenis-jenis

    tumbuhan hutan bakau ini bereaksi berbeda terhadap variasi-variasi lingkungan fisik di atas,

    sehingga memunculkan zona-zona vegetasi tertentu. Beberapa faktor lingkungan fisik

    tersebut adalah sebagai berikut :

    1.  Jenis tanah

    Sebagai wilayah pengendapan, substrat di pesisir pantai bisa sangat berbeda. Yang

     paling umum adalah hutan bakau tumbuh di atas lumpur  tanah liat bercampur dengan

     bahan organik. Akan tetapi di beberapa tempat, bahan organik ini memiliki proporsi

    yang banyak, bahkan ada pula hutan bakau yang tumbuh di atas tanah bergambut.

    Substrat yang lain adalah lumpur dengan kandungan  pasir yang tinggi, atau bahkan

    dominan pecahan karang, di pantai-pantai yang berdekatan dengan terumbu karang. 

    2.  Terpaan ombak

    Bagian luar atau bagian depan hutan bakau yang berhadapan dengan laut terbuka

    sering mengalami terpaan ombak yang keras dan aliran air yang kuat. Tidak seperti

     bagian dalamnya yang lebih tenang. Persamaan dengan daerah lain adalah bagian-

     bagian hutan yang berhadapan langsung dengan aliran air sungai, yakni yang terletak

    di tepi sungai. Perbedaannya, salinitas di bagian ini tidak begitu tinggi, terutama di

     bagian-bagian yang agak jauh dari muara. Hutan bakau juga merupakan salah satu

     perisai alam yang menahan laju ombak besar.

    Jenis-jenis  bakau ( Rhizophora  spp.) biasanya tumbuh di bagian terluar yang kerap

    digempur ombak. Bakau  Rhizophora apiculata  dan  R. mucronata  tumbuh di atas tanah

    lumpur. Sedangkan bakau  R. stylosa  dan  perepat (Sonneratia alba) tumbuh di atas pasir berlumpur. Pada bagian laut yang lebih tenang hidup api-api hitam ( Avicennia alba) di zona

    https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Payau&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pasang-surut&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Lumpurhttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Organik&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Telukhttps://id.wikipedia.org/wiki/Ombakhttps://id.wikipedia.org/wiki/Muarahttps://id.wikipedia.org/wiki/Sungaihttps://id.wikipedia.org/wiki/Huluhttps://id.wikipedia.org/wiki/Abrasihttps://id.wikipedia.org/wiki/Salinitashttps://id.wikipedia.org/wiki/Adaptasihttps://id.wikipedia.org/wiki/Evolusihttps://id.wikipedia.org/wiki/Vegetasihttps://id.wikipedia.org/wiki/Tanah_liathttps://id.wikipedia.org/wiki/Pasirhttps://id.wikipedia.org/wiki/Terumbu_karanghttps://id.wikipedia.org/wiki/Bakauhttps://id.wikipedia.org/wiki/Perepathttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Api-api_hitam&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Api-api_hitam&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Perepathttps://id.wikipedia.org/wiki/Bakauhttps://id.wikipedia.org/wiki/Terumbu_karanghttps://id.wikipedia.org/wiki/Pasirhttps://id.wikipedia.org/wiki/Tanah_liathttps://id.wikipedia.org/wiki/Vegetasihttps://id.wikipedia.org/wiki/Evolusihttps://id.wikipedia.org/wiki/Adaptasihttps://id.wikipedia.org/wiki/Salinitashttps://id.wikipedia.org/wiki/Abrasihttps://id.wikipedia.org/wiki/Huluhttps://id.wikipedia.org/wiki/Sungaihttps://id.wikipedia.org/wiki/Muarahttps://id.wikipedia.org/wiki/Ombakhttps://id.wikipedia.org/wiki/Telukhttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Organik&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Lumpurhttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pasang-surut&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Payau&action=edit&redlink=1

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    11/58

     

    10

    terluar atau zona pionir ini. Di bagian lebih ke dalam, yang masih tergenang pasang tinggi,

     biasa ditemui campuran bakau  R. mucronata  dengan jenis-jenis kendeka ( Bruguiera  spp.),

    kaboa ( Aegiceras corniculata) dan lain-lain. Sedangkan di dekat tepi sungai, yang lebih tawar

    airnya, biasa ditemui nipah ( Nypa fruticans), pidada (Sonneratia caseolaris) dan  bintaro

    (Cerbera  spp.). Pada bagian yang lebih kering di pedalaman hutan didapatkan nirih

    ( Xylocarpus  spp.),  teruntum ( Lumnitzera racemosa), dungun kecil ( Heritiera littoralis) dan

    kayu buta-buta ( Excoecaria agallocha).

    Menghadapi lingkungan yang ekstrem di hutan bakau, tetumbuhan beradaptasi

    dengan berbagai cara. Secara fisik, kebanyakan vegetasi mangrove menumbuhkan organ khas

    untuk bertahan hidup. Seperti aneka bentuk akar dan kelenjar  garam di daun. Namun ada pula

     bentuk-bentuk adaptasi fisiologis.  Pohon-pohon bakau ( Rhizophora  spp.), yang biasanya

    tumbuh di zona terluar, mengembangkan akar tunjang ( stilt root ) untuk bertahan dari

    ganasnya gelombang. Jenis-jenis api-api ( Avicennia  spp.) dan  pidada (Sonneratia  spp.)

    menumbuhkan akar napas ( pneumatophore) yang muncul dari pekatnya lumpur untuk

    mengambil oksigen dari udara. Pohon kendeka ( Bruguiera spp.) mempunyai akar lutut (knee

    root ), sementara pohon-pohon nirih ( Xylocarpus  spp.) berakar papan yang memanjang

     berkelok-kelok; keduanya untuk menunjang tegaknya pohon di atas lumpur, sambil pula

    mendapatkan udara bagi pernapasannya. Ditambah pula kebanyakan jenis-jenis vegetasi

    mangrove memiliki lentisel , lubang pori pada pepagan untuk bernapas.

    Untuk mengatasi salinitas yang tinggi, api-api mengeluarkan kelebihan garam melalui

    kelenjar di bawah daunnya. Sementara jenis yang lain, seperti  Rhizophora mangle,

    mengembangkan sistem perakaran yang hampir tak tertembus air garam. Air yang terserap

    telah hampir-hampir tawar,  sekitar 90-97% dari kandungan garam di air laut tak mampu

    melewati saringan akar ini. Garam yang sempat terkandung di tubuh tumbuhan,

    diakumulasikan di daun tua dan akan terbuang bersama gugurnya daun. Pada pihak yang lain,

    mengingat sukarnya memperoleh air tawar, vegetasi mangrove harus berupaya

    mempertahankan kandungan air di dalam tubuhnya. Padahal lingkungan lautan tropika yang

     panas mendorong tingginya penguapan. Beberapa jenis tumbuhan hutan bakau mampu

    mengatur bukaan mulut daun ( stomata) dan arah hadap permukaan daun di siang hari terik,

    sehingga mengurangi evaporasi dari daun.

    https://id.wikipedia.org/wiki/Kendekahttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kaboa&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Nipahhttps://id.wikipedia.org/wiki/Bintarohttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Nirih&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Teruntumhttps://id.wikipedia.org/wiki/Dungun_kecilhttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kayu_buta-buta&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Vegetasihttps://id.wikipedia.org/wiki/Garamhttps://id.wikipedia.org/wiki/Fisiologihttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Akar_tunjang&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Api-apihttps://id.wikipedia.org/wiki/Pidadahttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Akar_napas&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Oksigenhttps://id.wikipedia.org/wiki/Kendekahttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Akar_lutut&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Nirih&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Pepaganhttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tawar&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Daunhttps://id.wikipedia.org/wiki/Evaporasihttps://id.wikipedia.org/wiki/Evaporasihttps://id.wikipedia.org/wiki/Daunhttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Tawar&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Pepaganhttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Nirih&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Akar_lutut&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Kendekahttps://id.wikipedia.org/wiki/Oksigenhttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Akar_napas&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Pidadahttps://id.wikipedia.org/wiki/Api-apihttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Akar_tunjang&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Fisiologihttps://id.wikipedia.org/wiki/Garamhttps://id.wikipedia.org/wiki/Vegetasihttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kayu_buta-buta&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Dungun_kecilhttps://id.wikipedia.org/wiki/Teruntumhttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Nirih&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Bintarohttps://id.wikipedia.org/wiki/Nipahhttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Kaboa&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Kendeka

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    12/58

     

    11

    a.  Suksesi hutan bakau

    Tumbuh dan berkembangnya suatu hutan dikenal dengan istilah suksesi hutan ( forest

     succession  atau  sere). Hutan bakau merupakan suatu contoh suksesi hutan di lahan basah

    (disebut hydrosere). Dengan adanya proses suksesi ini, perlu diketahui bahwa zonasi hutan

     bakau pada uraian di atas tidaklah kekal, melainkan secara perlahan-lahan bergeser. Suksesi

    dimulai dengan terbentuknya suatu paparan lumpur (mudflat ) yang dapat berfungsi sebagai

    substrat hutan bakau. Hingga pada suatu saat substrat baru ini diinvasi oleh propagul-

     propagul vegetasi mangrove, dan mulailah terbentuk vegetasi  pionir hutan bakau.

    Tumbuhnya hutan bakau di suatu tempat bersifat menangkap lumpur. Tanah halus yang

    dihanyutkan aliran sungai, pasir yang terbawa arus laut, segala macam sampah dan hancuran

    vegetasi, akan diendapkan di antara perakaran vegetasi mangrove. Dengan demikian lumpur

    lambat laun akan terakumulasi semakin banyak dan semakin cepat. Hutan bakau pun semakin

    meluas. Pada saatnya bagian dalam hutan bakau akan mulai mengering dan menjadi tidak

    cocok lagi bagi pertumbuhan jenis-jenis pionir seperti  Avicennia alba  dan  Rhizophora

    mucronata. Ke bagian ini masuk jenis-jenis baru seperti  Bruguiera  spp. Maka terbentuklah

    zona yang baru di bagian belakang.

    Demikian perubahan terus terjadi, yang memakan waktu berpuluh hingga beratus

    tahun. Sementara zona pionir terus maju dan meluaskan hutan bakau, zona-zona berikutnya

     pun bermunculan di bagian pedalaman yang mengering. Uraian di atas adalah

     penyederhanaan, dari keadaan alam yang sesungguhnya jauh lebih rumit. Karena tidak selalu

    hutan bakau terus bertambah luas, bahkan mungkin dapat habis karena faktor-faktor alam

    seperti abrasi.  Demikian pula munculnya zona-zona tak selalu dapat diperkirakan. Di

    wilayah-wilayah yang sesuai, hutan mangrove ini dapat tumbuh meluas mencapai ketebalan 4

    km atau lebih; meskipun pada umumnya kurang dari itu.

    b.  Fungsi dan manfaat 

    Dari segi ekonomi, hutan mangrove menghasilkan beberapa jenis kayu yang

     berkualitas baik, dan juga hasil-hasil non-kayu atau yang biasa disebut dengan Hasil Hutan

    Bukan Kayu (HHBK), berupa arang kayu; tanin, bahan pewarna dan kosmetik; serta bahan

     pangan dan minuman. Termasuk pula di antaranya adalah hewan-hewan yang biasa

    ditangkapi seperti  biawak air (Varanus salvator ), kepiting bakau (Scylla serrata), udang

    lumpur (Thalassina anomala), siput bakau (Telescopium telescopium), serta berbagai jenis

    https://id.wikipedia.org/wiki/Lahan_basahhttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pionir&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Abrasihttps://id.wikipedia.org/wiki/Kilometerhttps://id.wikipedia.org/wiki/Kayuhttps://id.wikipedia.org/wiki/Aranghttps://id.wikipedia.org/wiki/Taninhttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Biawak_air&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Kepiting_bakauhttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Udang_lumpur&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Udang_lumpur&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Siput_bakau&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Siput_bakau&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Udang_lumpur&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Udang_lumpur&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Kepiting_bakauhttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Biawak_air&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Taninhttps://id.wikipedia.org/wiki/Aranghttps://id.wikipedia.org/wiki/Kayuhttps://id.wikipedia.org/wiki/Kilometerhttps://id.wikipedia.org/wiki/Abrasihttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pionir&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Lahan_basah

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    13/58

     

    12

    ikan belodok. Manfaat yang lebih penting dari hutan bakau adalah fungsi ekologisnya sebagai

     pelindung pantai, habitat berbagai jenis satwa, dan tempat pembesaran (nursery ground )

     banyak jenis ikan laut.

    Salah satu fungsi utama hutan bakau adalah untuk melindungi garis pantai dari abrasi

    atau pengikisan, serta meredam gelombang besar termasuk tsunami.  Di Jepang,  salah satu

    upaya mengurangi dampak ancaman tsunami adalah dengan membangun  green belt   atau

    sabuk hijau berupa hutan mangrove. Sedangkan di Indonesia,  sekitar 28 wilayah

    dikategorikan rawan terkena tsunami karena hutan bakaunya sudah banyak beralih fungsi

    menjadi tambak, kebun kelapa sawit dan alih fungsi lain.

    2.4. 

    Modul Sanitasi dan Sampaha.  Pesisir

    Berdasarkan Permen KP no 34 tahun 2014 pasal 1, menyebutkan bahwa pesisir

    merupakan suatu wilayah yang khas, yaitu peralihan antara ekosistem darat dan laut yang

    masih dipengaruhi oleh dinamika –  dinamika yang terjadi di dalamnya. Dinamika  –  dinamika

    tersebut mencakup aktivitas pasang surut, arus, gelombang, erosi, abrasi, maupun transpor

    sedimen.

    Gambar 1.3 Ekosistem pesisir

    https://id.wikipedia.org/wiki/Belodokhttps://id.wikipedia.org/wiki/Abrasihttps://id.wikipedia.org/wiki/Tsunamihttps://id.wikipedia.org/wiki/Jepanghttps://id.wikipedia.org/wiki/Indonesiahttps://id.wikipedia.org/wiki/Tambakhttps://id.wikipedia.org/wiki/Kelapa_sawithttps://id.wikipedia.org/wiki/Kelapa_sawithttps://id.wikipedia.org/wiki/Tambakhttps://id.wikipedia.org/wiki/Indonesiahttps://id.wikipedia.org/wiki/Jepanghttps://id.wikipedia.org/wiki/Tsunamihttps://id.wikipedia.org/wiki/Abrasihttps://id.wikipedia.org/wiki/Belodok

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    14/58

     

    13

    b.  Sanitasi

    Sanitasi, yang dikaitkan dengan suatu lingkungan, merupakan upaya perseorangan

    maupun masyarakat dalam mengendalikan serta mengawasi lingkungan hidup dalam lingkup

    eksternal yang berisiko mengancam kesehetan dan kelangsungan hidup manusia. Usaha  –  

    usaha yang acapkali dilakukan antara lain penyediaan air bersih, mencegah terjadinya

     pencemaran udara, air dan tanah serta memutuskan rantai penularan penyakit infeksi dan

    lain-lain yang dapat membahayakan serta menimbulkan kesakitan pada manusia atau

    masyarakat (Ismail, 2009).

    Bentuk nyata dari implementasi kebijakan tersebut Departemen Kesehatan

    Republik Indonesia mengeluarkan kebijakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

    (STBM) melalui keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

    852/MENKES/SK/IX/2008 tentang strategis nasional STBM dengan target utama

    menurunkan angka kesakitan penyakit berbasis lingkungan termasuk pada daerah

     pesisir (Anonim, 2010).

    Dalam upaya membangun suatu sanitasi lingkungan pesisir yang berkesinambungan,

    ada beberapa hal yang harus diperhatikan guna tercapainya hasil yang optimum bagi

    masyarakat pesisir, antara lain : air tanah, topografi pesisir, serta ketersediaan tanah. Airtanah seringkali menjadi lebih dangkal, terlebih ketika musim penghujan yang menyulitkan

    dalam pembuatan sanitasi bawah tanah. Topografi pesisir yang relatif datar menimbulkan

    kesulitan dalam sistem drainase dan penyaluran air limbah. Dalam hal ketersediaan tanah,

    hampir seluruh tanah di daerah pemukiman merupakan milik perseorangan, sehingga akan

    dipermasalahkan dalam pembuatan pengolahan limbah secara komunal.

    Selain itu, masalah sumber daya manusia (SDM) menjadi salah satu yang paling

    mempengaruhi mengenai pengembangan sanitasi di kawasan pesisir. Rendahnya pengetahuan

    masyarakat akan sanitasi dan kebersihan lingkungan yang didukung dengan latar belakang

    ekonomi yang menengah ke bawah menjadi penghambat bagi mereka dalam mengusahakan

    terbentuknya sistem sanitasi di lingkungan pesisir.

    Sanitasi pada kawasan pesisir menitikberatkan mengenai tiga masalah pokok : sampah

    laut, limbah cair, dan air bersih. Sampah laut dapat disebabkan oleh berbagai hal, mulai dari

    tidak tersedianya tempat pembuangan sampah yang memadai, bencana alam, maupun sampah

    kiriman dari suatu pulau akibat adanya adveksi dan difusi oleh air laut. Limbah cair

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    15/58

     

    14

    merupakan limbah yang dihasilkan oleh aktivitas rumah tangga seperti mencuci

    menggunakan detergen dan MCK maupun akibat adanya industri di kawasan pesisir maupun

     budidaya laut yang dilakukan di sekitarnya. Ketersediaan air bersih juga menjadi hal yang

    vital dalam kaitannya dengan sanitasi pesisir. Limbah cair dan sampah laut dapat memicu

    terjadinya kelangkaan air bersih di kawasan pesisir, karena kandungan zat  –   zat yang

    terkandung di dalamnya yang dapat membahayakan manusia.

    2.5. Modul Wawancara

    Pulau Pari merupakan salah satu pulau di gugusan Kepulauan Seribu yang dapat

    dijadikan tempat wisata sekaligus tempat yang memungkinkan anda untuk belajar tentang

    kekayaan laut. Pulau Pari difungsikan sebagai tempat penelitian oleh Lembaga Ilmu

    Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang melakukan penelitian demi kepentingan kelestarian alamdi pulau ini.

    Pulau Pari terletak di Propinsi DKI Jakarta, Kabupaten Kepulauan Seribu, Kecamatan

    Kepulauan Seribu Selatan, Kelurahan Pulau Pari. Jika dilihat dari letak geografis, Pulau Pari

     berada pada koordinat 5o50’20”-5o50’25” LS dan 106o34’30”-106o38’20” BT. Berdasarkan

    sejarahnya,

    Pulau Pari memiliki topografi yang berbentuk datar (ketinggian ± 0-3 mdpl) dengan

    tipe pantai berpaasir putih dan bervegetasi mangrove (bagian utara dan barat). Pulau Pari

    merupakan pulau karang timbul yang jika dilihat dari citra satelit bentuknya mirip ikan pari.

    Pulau ini memiliki perairan yang dangkal dengan substrat pasir. Penggunaan lahan di Pulau

    Pari digunakan untuk kepentigan perumahan, konservasi mangrrove, dan kepentingan wisata

     bahari. Penutupan lahannya masih didominasi oleh semak belukar dan pepohonan. Hal ini

    disebabkan wilayah Pulau Pari dimiliki sebagian besar oleh pihak swasta secara sah sehingga

     penduduk Pulau Pari statusnya masih hanya menumpang dan tidak boleh membuka lahan

     baru.

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    16/58

     

    15

    BAB III

    METODOLOGI

    3.1. 

    Modul Garis PantaiMetode Extra Terestris menggunakan GPS (Global Positioning System) 

    Peralatan dan bahan yang digunakan:

    Nama Alat Gambar

    GPS OREGON 550

    Baterai cadangan

    Pelindung cuaca

    Sebelum memulai pengukuran persiapkan peralatan, terutama baterai harus dipastikan

    dalam kondisi yang cukup minimal untuk satu sesi pengukuran tersebut. Kemudian tentukan jalur yang akan dikerjakan (garis pantai yang diinginkan), dan perhatikan topografi daerah

    yang akan disurvei.Ikuti garis pantai berdasarkan prinsip yang ada, dengan titik ping atau titik

    record sekitar tiap sepuluh hingga 15 langkah, dan lakukan rekam data hingga titik akhir

    survei.

    Setelah pengukuran, data diunduh langsung dari GPS dan ETS yang digunakan,

    kemudian diolah dengan bantuan software Ms. Excel, ArcGIS, dan Global Mapper dengan

    langkah sebagai berikut:

    1.  Unduh data garis pantai dari GPS dan ETS.

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    17/58

     

    16

    2.  Sortir data untuk mencuplik data koordinat menggunakan Ms. Excel dengan fitur

    Data>From Text, kemudian susun data menjadi dua kolom, bujur dan lintang, dan

    3. 

    Impor data menggunakan ArcGIS dengan fitur Add XY Data pada Peta Gondol yang

    telah di Georeferencing.

    4.  Untuk data dengan format (.gpx), buka data di Global Mapper. Kemudian export data

    kedalam format .shp (shapefile). Kemudian buka di ArcGIS dengan fitur Add Data.

    Setelah muncul, Overlay dengan data Peta Gondol yang telah di Georeferencing.

    3.2. Modul KAL (Kualitas Air Laut)

    1.  Mobilisasi ke tempat yang telah ditentukan, sesuai waktu yang telah diberikan.

    2.  Mencatat waktu dan koordinat pengambilan sampel air

    3. 

    Mengambil sampel air laut seperti pada Gambar 2 (jangan sampai sedimen dasarterbawa), isi botol sampel/wadah hingga penuh

    Gambar 3.1 Cara mengambil sampel air permukaan

    4. 

    Melakukan pengukuran parameter fisis air laut menggunakan WQC sesuai prosedur

     penggunaan alat

    5.  Melakukan pengambilan sampel dan pengukuran sebanyak dua kali pada titik

     pengukuran yang sama dengan jeda waktu ±3 menit.

    6.  Hasil dituliskan di logsheet.

    7.  Sharing logsheet dilakukan secara langsung setelah semua titik melakukan

     pengukuran dengan tiap perwakilan kelompoknya menuliskan hasil yang dilakukan

    kelompok lain pada logsheetnya.

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    18/58

     

    17

    3.3. Modul Mangrove

    Metode Pengukuran Lapangan

    Metode yang digunakan adalah belt transect tegak lurus garis pantai. Setiap

    transek dilakukan dengan pembuatan plot-plot sesuai skema. Terdapat beberapa ukuran plot

    dan pada tiap ukuran plot tersebut dilakukan pengamatan.

    Gambar 3.2 Skema Plot Pengamatan

    Tabel Luasan Plot dan Kriteria Vegetasi yang Diamati 

    Luasan Plot  Kriteria Vegetasi 10mx10m Pohon dewasa/ Trees (DBH ≥ 10 cm)

    5mx5mPohon muda/ Saplings (0

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    19/58

     

    18

    Pengukuran Kerapatan dengan menggunakan Kerapatan spesies i (Di), adapun

    formulasinya adalah sebagai berikut :

     ()  ═   

       

    Penentuan Kriteria Baku Mutu Mangrove dimana kriteria baku mutu mangrove

    ditentukan sesuai pengelompokkan pada tabel dibawah menurut Kepmen LH no 201/ 2004.

    Tabel Pengelompokan Kriteria Baku Mutu Mangrove

    Analisis Potensi Regenerasi

    Nama Spesies Jml 

    Individu 

    Jml Individu 

    Pohon Muda 

    Jml Individu 

    Pohon Dewasa 

    Kategori Potensi 

    Regenerasi 

     Rhizopora 

    apiculata 50 35 20 G

    Sonneratia alba  40 40 35 F

    vicennia sp. 0 32 30 P

    3.4. Modul Sanitasi dan Sampah

    a.  Identifikasi Kondisi Eksisting Sanitasi Limbah Padat (Persampahan)

    Komposisi sampah di lautan dianalisis dan dilakukan sampling menurut pedoman

     NOAA (Chesire et al., 2009) namun tidak mencakup analisis dan sampling permasalahan

    sampah di lautan, namun sampah diambil di sepanjang pantai dengan membentangkan

    transek garis 100 meter sejajar garis pantai dengan panjang 10 meter tiap kelompok. Sampah

    yang berada di sebelah kiri dan kanan transek garis dimulai dari batas air pasang dan batas

     pantai. Kemudian dilakukan sampling sampah dan dilakukan perhitungan terhadap masing-

    masing jenis sampah berukuran >2,5 cm yang ada di area sampling.

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    20/58

     

    19

     b.  Identifikasi Kondisi Eksisting Sanitasi Limbah Cair

    Identifikasi adanya fasilitas pengolahan limbah cair domestik melalui wawancara dan

    observasi di lingkungan pemukiman serta observasi permasalahan yang dialami

    masyarakat.

    c.  Identifikasi Kondisi Eksisting Sanitasi Air Bersih

    Identifikasi adanya sistem pengolahan maupun penyaluran air bersih melalui

    wawancara untuk mengetahui permasalahan yang terjadi terkait sumber air bersih

    yang digunakan.

    d. 

    Identifikasi Kondisi Eksisting Sanitasi Drainase

    Identifikasi adanya sistem pengaliran air hujan maupun air laut melalui saluran

    drainase dengan melakukan observasi untuk mengetahui permasalahan yang terjadi

    dan potensi masalah yang dapat terjadi.

    3.5. Modul Wawancara

    1. 

    Melakukan wawancara langsung terhadap penduduk sekitar.

    Ketentuan:

    a.  Jumlah narasumber untuk wawancara 2 orang.

     b.  Setiap narasumber dan kegiatan wawancara didokumentasikan.

    c.  Untuk narasumber bukan merupakan mahasiswa dan perangkat akademik dari

    Institut Teknologi Bandung.

    d.  Penjelasan harus rinci dan sesuai dengan pertanyaan yang disiapkan.

    2.  Menganalisis hasil wawancara.

    3.  Menarik kesimpulan dan membuat saran.

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    21/58

     

    20

    BAB IV

    HASIL DAN ANALISIS

    4.1. Modul Garis Pantai

    - Hasil Pengolahan Data

    Gambar 4.1 Overlay Hasil Tracking GPS dengan Google Earth tahun 2014 dan 2016

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    22/58

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    23/58

     

    22

    4.2. Modul KAL (Kualitas Air Laut)

    -  Hasil Pengamatan dan Pengolahan Data

    Gambar 4.2 Pengukuran DO di Pulau Pari

    Gambar 4.3 Pengukuran Temperatur di Pulau Pari

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    24/58

     

    23

    Gambar 4.4 Pengukuran Salinitas di Pulau Pari

    Gambar 4.5 Pengukuran pH di Pulau Pari

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    25/58

     

    24

    Gambar 4.6  Pulau Pari

    Daerah pengukuran dilakukan di Pulau Pari, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta.

    Pengukuran parameter kualitas air laut dilakukan di 10 titik pengamatan di setiap sisi Pulau

    Pari. 1 kelompok hanya mengambil di 1 titik pengamatan. Pengambilan sampel air berada di

    5  –   10 m lepas pantai titik pengamatan (disesuaikan kondisi kemiringan pantai). Posisi

     pengambilan sampel air laut untuk mengukur kualitas air laut dapat dilihat di Gambar 2.

    Data yang diukur adalah DO,temperatur,Salinitas dan pH. Data hasil sampling pada 10 titik

    sampling dapat dilihat di Tabel 1. 

    Tabel 4.1. Data hasil sampling kualitas air laut

    St Waktu Lintang BujurPengambila

    n ke pH

    DO

    (mg/l)

    Temperatur

    (oC)

    Salinitas

    H R

    1 12.5105o51'47

    .83"

    106o36'35.

    97"

    1 6,97 5,42 33,51 28,3 29

    2 8,18 5,43 34,26 28,2 30

    Rata-rata 7,575 5,425 33,885 28,25 29,5

    2 13.4005o51'23

    "

    106o37'1.5

    "

    1 8,96 11,03 32,35 13,4 28

    2 8,71 9,56 32,73 17 28

    Rata-rata 8,835 10,295 32,54 15,2 28

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    26/58

     

    25

    3 16.0005o51'27

    .9"

    106o37'18.

    4"

    1 8,93 9,38 35,78 27,7 29,025

    2 8,72 6,98 35,58 26,6 27,02

    Rata-rata 8,825 8,18 35,68 27,1528,022

    5

    4 15.25 05o

    51'16.5"

    106o

    37'53.8"

    1 8,9 7,19 35,59 28,9 29

    2 9,09 8,27 35,72 28,7 29

    Rata-rata 8,995 7,73 35,655 28,8 29

    5 16.2005o51'33

    .9"

    106o37'5.3

    "

    1 8,78 7,77 34,26 25,4 28,5

    2 8,72 8,04 34,36 25,3 29

    Rata-rata 8,75 7,905 34,31 25,35 28,75

    6 14.5505o51'16

    .8"

    106o37'29.

    4"

    1 8,22 9,44 34,61 25,6 23,018

    2 8,71 6,63 35,42 27,5 27,021

    Rata-rata 8,465 8,035 35,015 26,5525,019

    5

    7 16.50 05o51'39.9"

    105o36'52.9"

    1 8,92 5,97 34,87 27,5 28

    2 8,73 6,73 35,02 26,8 27

    Rata-rata 8,825 6,35 34,945 27,15 27,5

    8 14.3505o51'17

    .1"

    106o37'20.

    7"

    1 8,34 5,48 35,3 28,2 29

    2 8,29 5,7 35,24 27,9 29

    Rata-rata 8,315 5,59 35,27 28,05 29

    9 17.1805o51'51

    .0"

    106o36'40.

    8"

    1 8,89 6,78 33,01 27,5 30

    2 8,9 6,71 32,12 28,7 29

    Rata-rata 8,895 6,745 32,565 28,1 29,5

    10 14.1005o51'32

    "

    106o36'51.

    1"

    1 8,6 10,97 32,86 17 27

    2 8,1 6,23 34,21 28,2 28Rata-rata 8,35 8,6 33,535 22,6 27,5

    -  Analisis

    Berdasarkan data yang telah dicantumkan pada Tabel 4.1 Dapat dianalisis data untuk

    setiap parameter sebagai berikut:

    Analisis hubungan antara nilai yang didapat dengan kondisi lingkungan sekitar.

    Dissolved Oxygen (DO) 

    Menurut Effendi (2008), kadar oksigen yang terlarut dalam perairan alami bervariasi,

    tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan

    ketinggian (altitude) serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin

    kecil. Kadar oksigen juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada

     percampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi,

    dan limbah (effluent) yang masuk ke badan air. 

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    27/58

     

    26

    Mukhtasor (2007) mengatakan bahwa oksigen terlarut akan menurun apabila banyak

    limbah, terutama limbah organik, yang masuk ke perairan. Hal ini dikarenakan oksigen

    tersebut digunakan oleh bakteri-bakteri aerobik dalam proses pemecahan bahan-bahan

    organik yang berasal dari limbah yang mencemari perairan tersebut.

    Hasil pengukuran DO air laut di Pulau Pari menunjukkan nilai yang cukup fluktuatif.

    Kadar oksigen terlarut (DO) di 10 titik penelitian berkisar antara 5,425 mg/l –  10,295 mg/l.

    Berdasarkan referensi kadar oksigen terlarut (DO) di perairan laut berkisar antara 11

    mg/l pada suhu 00C dan 7 mg/l pada suhu 250C (McNeely et al., 1979 dalam Effendi,

    2008).Sehingga berdasarkan nilai yang tertera pada Tabel 1. ,Secara umum kadar oksigen

    terlarut (DO) di 10 titik ini tergolong baik akan tetapi terdapat ketidaksesuaian antara kadar

    DO dengan temperatur sesuai referensi yang digunakan, hal ini dikarenakan temperatur di 10

    titik mencapai 32,540C -35,6550C. Hal tersebut disebabkan karena pengukuran yang

    dilakukan pada saat siang hari , sehingga suhu meningkat menyebabkan air laut memiliki DO

    yang rendah .

    Pada suhu air laut yang tinggi aktifitas metabolisme akan meningkat sehingga pada

    kondisi demikian konsumsi oksigen akan bertambah pula, sedangkan kelarutan oksigen (DO)

    dalam air akan mengalami penurunan dengan bertambahnya suhu sehingga hal tersebut bisasaja menyebabkan kematian bagi organisme tertentu.

    Temperatur 

    Hasil pengukuran suhu air laut di Pulau Pari menunjukkan nilai yang cukup relevan.

    Berdasarkan referensi pada tahun 2009, suhu permukaan di Kepulauan Seribu pada saat angin

    muson Barat (Angin muson barat terjadi pada bulan Oktober  –   Februari)  berkisar antara

    28,5°C-30,0°C. Sedangkan pada saat angin muson Timur (Angin ini disebut juga angin

    muson tenggara dan bertiup pada bulan April sampai dengan Agustus)   berkisar antara

    28,5°C-31,0°C, sementara pengukuran yang kami lakukan pada tahun 2016 menunjukkan

    nilai yang lebih tinggi dengan rentang 32,54 oC –  35,68 oC.

    Berkaitan dengan pemanasan global maupun adanya siklus alam, bumi menjadi lebih

     panas pada 10 tahun terakhir, selain itu pengukuran ini dilakukan pada siang hari sehingga

    intensitas cahaya matahari cukup tinggi, oleh karena itu hasil pengukuran suhu air laut pun

    tinggi. Hal yang menyebabkan variasi suhu dari 10 titik pemantauan ini adalah lingkungan

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    28/58

     

    27

    yang lebih terbuka atau tidak sehingga permukaan air laut yang lebih mudah terkena sinar

    matahari atau tidak. Dimana pada suatu lokasi , misalkan di daerah mangrove, tempat

     pengambilan sample sangat terbuka dan terkena langsung cahaya matahari, sehingga suhu air

    laut yang diambil menjadi sangat tinggi, yaitu rata-rata 35.68  oC. Dibandingkan dengan

    daerah lain yang lebih rendah suhu air lautnya. Di samping itu, hasil pengukuran sangat

    dipengaruhi oleh faktor lain seperti ketinggian permukaan laut, cuaca, kedalaman

     pengambilan sample, sirkulasi udara dan penutupan awan.Oleh karena itu dapat kami

    simpulkan bahwa hasil pengamatan suhu air laut yang diambil kurang merepresentasikan

    karakteristik suhu air laut Pulau Pari yang sebenarnya.

    Salinitas

    Berdasarkan pembagian per titik pengamatan , pada pengamatan dalam menentukan

    nilai salinitas ini digunakan dua buah alat yaitu WQC Horiba dan Refraktometer.Hasil

     pengukuran menggunakan alat WQC Horiba menunjukkan perubahan nilai yang cukup

    fluktuatif sedangkan hasil pengukuran dari Refraktometer lebih konstan. Menurut referensi,

    variasi salinitas di perairan laut berkisar antara 30 – 35 ppt ().

    Berdasarkan Tabel 1. Dapat dilihat bahwa dari 10 titik pemantauan pengukuran

    menggunakan WQC Horiba terdapat 2 titik yang memiliki nilai salinitas jauh dari normalyaitu titik 2 dan titik 10. Hal ini mungkin disebabkan karena kesalahan pengamat saat

    mengukur , sehingga menghasilkan nilai salinitas yang kurang tepat. Sedangkan pada

     pemantauan pengukuran menggunakan refraktometer dapat dilihat bahwa 10 titik

     pemantauan menghasilkan nilai yang mendekati konstan.

    pH 

    Secara sederhana nilai keasaman (pH) merupakan indikasi atau tanda air tersebut

     bersifat asam, basa, atau netral. Keasaman sangat menentukan kualitas air karena sangat

    menentukan proses kimia dalam air. Pada umumnya pH perairan laut lebih stabil,namun di

     perairan pinggir pantai, nilai pH ditentukan oleh kuantitas bahan organic yang masuk ke

     perairan tersebut.Perubahan nlai pH perairan pesisir (laut) yag kecil saja dari nilai alaminya

    menunjukkan system penyangga perairan tersebut terganggu, sebab sebenarnya air

    laut mempunyai kemampuan untuk mencegah perubahan pH. Perubahan pH sedikit saja dari

     pH alami akan memberikan petunjuk terganggunya sistem penyangga. Hal ini dapat

    menimbulkan perubahan dan ketidak seimbangan kadar CO2 yang dapat membahayakan

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    29/58

     

    28

    kehidupan biota laut. pH air laut permukaan di Indonesia umumnya bervariasi dari lokasi ke

    lokasi antara 6.0  –   8,5.Perubahan pH dapat mempunyai akibat buruk terhadap kehidupan

     biota laut, baik secara langsung maupun tidak langsung. Akibat langsung adalah kematian

    ikan, burayak, telur, dan lain-lainnya, serta mengurangi produktivitas primer.

    Dari data yang telah diperoleh, melihat persebaran nilai pH yang berada di Pulau Pari

    menunjukkan perubahan nilai yang relatif konstan antar titik pemantauan. Nilai pH yang

    seharusnya dimiliki oleh air laut adalah sekitar 6-8,5 (toleransi variasi pH) , pada Tabel 1

    dapat dilihat bahwa nilai pH untuk setiap titik besarnya berkisar 7,575-8,995.

    Analisis Spasial yaitu analisis dengan melihat posisi tiap titik kajian misal bagian utara

    cenderung lebih rendah salinitasnya daripada di selatan.

    Titik-titik kajian yang terletak di sebelah utara cenderung memiliki nilai dissolved

    oxygen  (DO) yang lebih tinggi dibandingkan titik-titik yang terletak di selatan pulau Pari

    karena beberapa faktor yaitu:

    a. limbah organik dan sampah yang berasal dari daratan kota Jakarta berakhir di

    sebelah selatan pulau Pari sehingga menurunkan nilai oksigen terlarut (DO)

     b. adanya wilayah konservasi lamun dan tumbuhan laut lainnya di sebelah selatan

     pulau Pari yang akan menurunkan nilai pH sehingga akan menurunkan nilai oksigen

    terlarut

     Nilai pH di sebelah utara dan selatan juga berbeda. Titik-titik kajian di sisi selatan

    cenderung memiliki nilai lebih rendah. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:

    a.  limbah organik dan sampah yang berasal dari daratan kota Jakarta berakhir di

    sebelah selatan pulau Pari sehingga menurunkan pH

    b.  adanya wilayah konservasi lamun dan tumbuhan laut lainnya di sebelah selatan

     pulau Pari yang akan menurunkan nilai pH sehingga akan menurunkan pH

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    30/58

     

    29

    Analisis temporal yaitu menghubungkan parameter dengan waktu pengambilan.

    Bandingkan pada saat siang hari atau sore hari. Bandingkan juga dengan waktu

    pasang surut 

    Hasil penampakan peta dengan Google earth menunjukan bahwa daerah utara

    memiliki tingkat kebersihan lebih tinggi dibandingkan dengan daerah selatan. Hal tersebut

    dapat diamati dengan nilai kelarutan oksigen (Dissolved Oxygen/ DO) di daerah utara lebih

     besar dari daerah selatan .Hal ini disebabkan karena luas area tanaman hijau di utara lebih

     besar dari daerah selatan.

    Kondisi oksigen terlarut teringgi (DO) berada di daerah 2 dengan nilai 10.295 mg/l

    air. Pengukuran di daerah 5 memberikan nilai terendah meksipun berlangsung di daerah

    hijau. Kondisi ini berasal dari tumpukan sampah yang mengganggu proses fotosintesis

    tanaman. Proses fotosintesis yang terganggu mengurangi jumlah oksigen yang dihasilkan

    sebelum terlarut dalam air. Ini akan memperkecil nilai DO yang terukur.

    Proses pengukuran temporal waktu menjelaskan bahwa air laut di daerah tersebut

    mempunyai kisaran 7.5-8.9 dan nilai terendan berada di stasiun 1. Pengukuran di stasiun 1

     berlangsung pada jam 12.51, waktu dimana matahari mulai memancarkan panas. Kondisi

    tersebut menurunkan jumlah pH yang terbentuk akibat dari penurunan kelarutan air.

    Pengukuran tersebut memberikan nilai pH 8.995 untuk pengukuran stasiun 4 yang

     berlangsung pada pukul 15.25 . Nilai tersebut menjadi nilai pH tertinggi yang diukur alat.

    Pengukuran di stasiun itu memberikan nilai tempratur 35. Dampak dari tempratur tersebut

    adalah peningkatan nilai kondisi air.

    Analisis hasil pengukuran dan dibandingkan dengan baku mutu air laut Kementerian

    Lingkungan Hidup

    Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004

    tentang Baku Mutu Air Laut didapatkan bahwa parameter kualitas air laut untuk wisata

     bahari sebagai berikut:

    1. 

     pH = 7-8,5 dimana diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    31/58

     

    30

    2.  Salinitas, bernilai alami dimana kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap

    saat (siang, malam dan musim) dan diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan

    5 mg/l 

    4.  Temperatur, bernilai alami dimana kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap

    saat (siang, malam dan musim) dimana diperbolehkan terjadi perubahan sampai

    dengan

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    32/58

     

    31

    Analisis perbandingan pengukuran parameter kualitas air laut menggunakan 2 alat

    berbeda

    Pada survey yang dilakukan di Pantai Pari ini, pengukuran salinitas menggunakan 2

    alat yaitu refraktometer dan "water quality checker " seperti Horiba. Pengukuran

    menggunakan refraktometer menggunakan prinsip dimana cahaya yang menembus

     permukaan antara dua zat yang berbeda berat jenisnya akan mengalami pembelokan arah

     penjalarannya. Peristiwa ini dikenal dengan nama pembiasan cahaya. Perbandingan antara

    sinus sudut datang dan sinus sudut bias cahaya disebut indeks bias. Indeks bias air laut

    merupakan fungsi dari suhu dan salinitas serta panjang gelombang cahaya. Dengan mengukur

    suhu dan indeks bias air laut untuk suatu panjang gelombang cahaya tertentu, nilai salinitas

    air laut dapat ditentukan. Refraktometer memerlukan contoh air laut antara beberapa tetes

    hingga sekitar 15 ml, tergantung pada jenis alatnya. Ketelitian alat ukur ini berkisar antara 0,5

    ‰ hingga 0,05 ‰ Alat ukur ini ringkas dan sangat praktis untuk digunakan di lapangan. 

    Refraktometer sebenarnya alat ukur mengukur indek bias suatu zat. Definisi indek

     bias cahaya suatu zat adalah kecepatan cahaya didalam hampa dibagi dengan kecepatan

    cahaya dalam zat tersebut. Kebanyakan obyek yang dapat kita lihat, tampak karena obyek itu

    memantulkan cahaya kemata kita. Pada pantulan yang paling umum terjadi, cahaya memantul

    kesemua arah, disebut pantulan baur. Untuk keperluan ini cukup kita melukiskan satu sinar

    saaja, mustahil ada atau hanya merupakan abstrasi geometrical saja (Sear,1994).

    Refraktometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur kadar/ konsentrasi bahan

    terlarut. Misalnya gula, garam, protein, dsb. Prinsip kerja dari refraktometer sesuai dengan

    namanya adalah memanfaatkan refraksi cahaya. Refraktometer ditemukan oleh Dr. Ernest

    Abbe seorang ilmuan dari German pada permulaan abad 20 (Khopkar, S.M. 2007).

    Refraktometer adalah alat ukur untuk menentukan indeks cairan atau padat, bahan

    transparan dengan refrektometry. Prinsip pengukuran: oleh cahaya, penggembalaan kejadian,

    total refleksi. Ini adalah pembiasan (refraksi) atau refleksi total cahaya yang digunakan.

    Sebagai prisma umum menggunakan 3 prinsip, satu dengan indeks bias disebut prisma.

    Cahaya merambat dalam transisi antara pengukuran prisma dan media sampel (cairan)

    dengan kecepatan yang berbeda indeks bias diketahui dari media sampel diukur dengan

    refleksi cahaya (Anonim, 2010).

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    33/58

     

    32

    Refraktometer analog tradisional sering digunakan sebagai sumber cahaya sinar

    matahari atau lampu pijar untuk berpisah dengan filter warna detektor adalah skala yang

    dapat dibaca dengan sistem optik, optik dengan mata. Contoh refraktometer adalah Obbe

    refraktometer, Pulfrich refraktometer, Woltan Stans refraktometer (1802),Jellay refraktometer

    (Khopkar, S.M. 2007).

    Kelebihan:

      Refraktometer alat ini bekerja berdasarkan indeks bias, dimana indeks bias berubah

    untuk setiap perubahan brix.

    Kekurangan:

      Zat yang terlarut dianggap seluruhnya gula (untuk refraktometer sucrose) sedangkan

    untuk refraktometer garam (salt) zat terlarutnya dianggap sebagai garam (NaCl)

    seluruhnya.

    Horiba U 50 series merupakan salah satu alat ukur kualitas air dengan berbagai

    macam parameter dimana hasil pengukurannya dapat diperlihatkan secara bersamaan.

    Parameter-parameter tersebut adalah pH, ORP, DO, konduktivitas, salinitas, TDS, Suhu,

    kekeruhan, dll. Tak terbatas pada kemampuan tersebut diatas, untuk horiba tipe U 52G dan U53G disertai kemampuan GPS.

    Alat ukur kualitas air horiba U 50 series ini mempunyai cover yang tahan terhadat

    goncangan dan sangat mudah dari sisi operasional. Dengan ukuran layar yang lebar sehingga

    hasil pengukuran dapat mudah untuk dilihat secara bersamaan. Selain itu fitur auto

    calibration untuk pH, DO, dan turbidimeter juga dibenamkan pada horiba U 50 series ini.

    4.3. Modul Mangrove

    -  Hasil Observasi Mangrove

    Kerapatan Pohon

    1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

    1Aegiceras corniculatum (L.)

    Blanco21 4 25

    2 Avicennia sp. 7 7

    3 Lumnitzera racemosa Willd. 1 1 4 6

    4 Rhizophora mucronata Lmk. 5 1 6

    5 Rhizophora stylosa Griff. 33 79 65 11 11 6 6 10 221

    265

    Jumlah

    Total

    Jumlah

     No. Nama SpesiesJumlah Individu per plot

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    34/58

     

    33

    Jumlah individu total adalah 265 individu. Sedangkan luas area pengamatan

    yang diambil berdasarkan kalkulasi Google Earth adalah 1190 m 2. Setelah dimasukkan

    ke dalam rumus kerapatan didapat kerapatan pohon 0.22268 individu/m 2.

    Jika dalam 1190 m

    2

      terdapat 265 individu, maka dalam 1 ha (hektar) terdapat2226.8  2227 individu. Berdasarkan Tabel Kriteria Baku Kerusakan Mangrove (tabel

    2), kriteria baku mutu mangrove adalah baik (sangat padat) karena kerapatannya 1500

     pohon/ha.

    Potensi Regenerasi

    Kriteria:

    G = Good regeneration (semai  pohon muda  pohon dewasa)

    F = Fair regeneration (semai  atau ≤ pohon muda ≤ pohon dewasa)  

    P = Poor regeneration (tidak ada semai, pohon muda atau = pohon dewasa)

    Kriteria Baku Mutu per Individu

    Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa kriteria baku mutu semua spesies yang

    ditemukan di region barat Pulau Pari adalah rusak (jarang) karena kerapatan pohonnya

    < 50%.

    Semai Pohon Muda Pohon Dewasa

    Aegiceras corniculatum (L.)

    Blanco 13 6 2 G

    Avicennia sp. 7 0 0 P

    Lumnitzera racemosa Willd. 0 1 5 P

    Rhizophora mucronata Lmk. 0 0 6 P

    Rhizophora stylosa Griff. 34 174 17 G

     Nama SpesiesJumlah Individu Kriteria

    Regenerasi

     No. Nama Spesies Penutupan (%) Kriteria

    1 Aegiceras corniculatum (L.) Blanco 6.896551724 Rusak (jarang)

    2 Avicennia sp. 0 Rusak (jarang)

    3 Lumnitzera racemosa Willd. 17.24137931 Rusak (jarang)

    4 Rhizophora mucronata Lmk. 20.68965517 Rusak (jarang)

    5 Rhizophora stylosa Griff. 37.93103448 Rusak (jarang)

    6 Rhizophora sp. 17.24137931 Rusak (jarang)

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    35/58

     

    34

    -  Analisis

    Menurut literatur (Noor, Yus),

      Aegiceras corniculatum (L.) Blanco memiliki toleransi yang tinggi terhadap

    salinitas, tanah dan cahaya yang beragam. Mereka umum tumbuh di tepi daratan

    daerah mangrove yang tergenang oleh pasang naik yang normal, serta di bagian

    tepi dari jalur air yang bersifat payau secara musiman.

      Avicennia sp. merupakan tumbuhan pionir pada lahan pantai yang terlindung,

    memiliki kemampuan menempati dan tumbuh pada berbagai habitat pasang-

    surut, bahkan di tempat asin sekalipun. Jenis ini merupakan salah satu jenis

    tumbuhan yang paling umum ditemukan di habitat pasang-surut.

     

    Lumnitzera racemosa Willd. tumbuh di sepanjang tepi vegetasi mangrove.

    Menyukai substrat berlumpur padat. Mereka juga terdapat di sepanjang jalur air

    yang dipengaruhi oleh air tawar.

      Rhizophora stylosa Griff. tumbuh pada habitat yang beragam di daerah pasang

    surut: lumpur, pasir dan batu. Menyukai pematang sungai pasang surut, tetapi

     juga sebagai jenis pionir di lingkungan pesisir atau pada bagian daratan dari

    mangrove.

    Pada umumnya hampir semua jenis mangrove yang ditemukan di region barat Pulau

    Pari cocok di habitat pasang-surut, sesuai dengan kondisi pantai Pulau Pari. Itu artinya

    secara ekologi, jenis-jenis tersebut seharusnya tumbuh baik di region barat Pulau Pari

    namun dari hasil observasi didapat kriteria baku mutu semua jenis adalah rusak. Hal

    tersebut disebabkan oleh jumlah pohon dewasa yang masih terlalu sedikit di region

    tersebut.

    Berdasarkan hasil observasi kerapatan pohon mangrove di region barat Pulau

    Pari, Kepulauan Seribu, didapat bahwa kriteria baku mutu mangrove adalah baik

    (sangat padat) dan dipadati oleh beberapa spesies mangrove, yaitu  Aegiceras

    corniculatum (L.) Blanco,  Avicennia  sp.,  Lumnitzera racemosa Willd.,  Rhizophora

    mucronata Lmk., dan Rhizophora stylosa Griff. Dilihat dari jumlah individu semai, pohon

    muda, dan pohon dewasa, didapat potensi regenerasi mangrove yang baik pada spesies

     Aegiceras corniculatum (L.) Blanco dan Rhizophora stylosa Griff.

    Sampah yang ada di kawasan mangrove akan menyebabkan pH air laut menjadi

    asam, sedangkan baku mutu daerah mangrove yang baik ada pada kisaran pH 7-8. Kawasan

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    36/58

     

    35

    mangrove yang menjadi daerah pengamatan kelompok kami terkontaminasi beberapa

    sampah, yang kebanyakan terdiri dari sampah-sampah plastik dan alumunium. Sampah-

    sampah tersebut dapat mengakibatkan mangrove menjadi rusak dan sulit untuk bertumbuh.

    Dari literatur (Noor, Yus R., 2006)

      Sebagian besar jenis-jenis mangrove tumbuh dengan baik pada tanah berlumpur,

    terutama di daerah dimana endapan lumpur terakumulasi (Chapman, 1977).

      Jenis Rhizopora stylosa tumbuh dengan baik pada substrat berpasir, bahkan pada pulau

    karang yang memiliki substrat berupa pecahan karang, kerang dan bagian-bagian dari

    Halimeda (Ding Hou, 1958).

     

    Beberapa jenis dapat tumbuh pada salinitas tinggi seperti  Aegiceras corniculatum  pada

    salinitas 20  –   40 o/oo dan R. Stylosa pada salinitas 55 o/oo (Chapman, 1976a).

    Pernyataan ini sesuai dengan kondisi air laut di region barat Pulau Pari yang memiliki

    salinitas 28 - 30 ‰. 

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    37/58

     

    36

    4.4. Modul Sanitasi dan Sampah

    4.4.1  Hasil Transek Sampah sepanjang 100 m

    Hasil sampling sampah yang dilakukan melalui transek area sepanjang 100 meter terdapat pada Tabel 4.2

    Kategori Jenis

    Jumlah Sampah

    Kelompok 1Kelompok

    2

    Kelompok

    3

    Kelompok

    4

    Kelompok

    5

    Kelompok

    6

    Kelompok

    7

    Kelompok

    8

    Kelompok

    9

    Kelompok

    10

    Plastik

    KresekKantong

    hitam

    - - 1 - 1 - 6 2 10

    Tali rafia tali rafia 1 - - - - - - - -

    Botol kacabotol

    minuman- 2 - - 5 - - 2 -

    Tambang plastik tali jemuran - - - - - - - - -

    Tutup botol

    plastiktutup aqua - - - 5 2 - - 12 1

    Karung karung - - 1 2 1 - - - 1

    Botol aqua tipisbotol dan

    gelas plastik20 10 5 6 5 - 4 15 1

    Plastik mikapembungkus

    makanan- 6 - 20 - - - - 1

    Sedotan sedotan 9 12 5 - - 3 - 2 1

    Botol shampobotol

    shampo- - - - - 1 - - 1

    Jerigen - - - - - - - 17 -

    Plastik kemasan

    tebaltutup ember 1 - - 1 1 - - 7 4

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    38/58

     

    37

    Kemasan/sachetkemasan

    mie117 31 44 33 88 13 26 18 44

    Styrofoambekas

    makanan- 3 2 10 5 7 - 25 5

    Ember ember - - - - - - - - -

    Spanduk - - - - - - - 1 -

    Lain-lainsandal,

    sepatu2 19 5 3 1 - - 30 1

    Logam

    Alat makan

    sendok

    garpu - - - - - - - - -

    Tutup botol

    logam

    tutup botol

    obat- - - - - - - - -

    Alat masak centong - - - - - - - - -

    Lain-lain - - - - - 1 - - - -

    Kertas

    Buku - - - - - - - - - -

    Kertas nasi

    bungkuskertas nasi - - - - - - - - -

    Bungkus rokokbungkus

    kertas rokok- - - - - - - - 1

    Tetrapack susu dan teh - - - - 2 1 - - 1

    Tekstil - - - 6 - - - 30 1

    Kaca

    Alat makan - - - - - 2 - - - -

    Cermin - - - - - - - - - -Botol kaca

    botol

    sambal- - 2 6 1 1 - 1 -

    B3

    Lampu dan

    elektronikbohlam - - - 2 3 - - 1 -

    Aki dan baterai baterai - - - - - - - - -

    Medis - - - - - - - - -

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    39/58

     

    38

    4.4.2 

    AnalisisBerdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu melalui analisis sampling

    sampah melalui transek sejajar dengan garis pantai sepanjang 100 meter, di area ujung garis

    transek yang terdapat mangrove di dalamnya memiliki jenis sampah yang relatif lebih

     beragam dibandingkan dengan area yang berada di tengah. Area yang berada di tengah tidak

    memiliki mangrove dan jenis sampah yang dihasilkan berdasar hasil sampling didominasi

    oleh kemasan plastik. Hal ini diakibatkan oleh adanya mekanisme filtrasi oleh mangrove

    sehingga sampah yang berasal dari darat maupun sampah kiriman dari pulau lain terbawa

    gelombang yaitu sampah yang berukuran menengah hingga ukuran besar sehingga tertahan

    di permukaan akar-akar mangrove seperti jenis sampah botol plastik, tutup ember, hingga

    sepatu. Sedangkan di area yang tidak memiliki mangrove akan memiliki jenis sampah yang

    ragamnya lebih sedikit karena sampah dapat dengan mudah terbawa gelombang dari daratan

    menuju lautan lepas. Selain filtrasi, mangrove juga memiliki kemampuan mengendapkan

    sedimen yang terbentuk sebagai output degradasi polutan ataupun sedimen hasil degradasi

     biota perairan yang sudah mati sehingga dapat menurunkan turbiditas air laut (Furukawa et

    al., 1997; Wolanski et al., 1997). 

    Berdasarkan hasil sampling sampah di lautan dihasilkan identifikasi jenis sampah

    yaitu sebagian besar berupa sampah plastik yang dihasilkan dari sampah domestik rumah

    tangga. Namun pada penelitian ini belum dapat diperkirakan secara pasti timbulan sampah

    dominan penduduk Pulau Pari karena metode sampling harus dilakukan di area sumber

     penghasil limbah secara langsung. Jenis sampah plastik menjadi dominasi dikarenakan

    tingkat dekomposisinya lebih rendah dibandingkan jenis sampah organik. Semakin

    kompleks senyawa pembentuk materi maka laju dekomposisi yang terjadi akan semakin

    Hasil Komposisi Sampah Transek 100 meter

    Pulau Pari

    Plastik

    Logam

    Kertaas

    Tekstil

    Kaca

    B3

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    40/58

     

    39

    lambat (Petersen and Cummins, 1974). Dekomposisi material di laut dilakukan oleh detritus

    natif yang berasal dari lautan. Laju dekomposisi sampah di lautan juga sangat dipengaruhi

    oleh keberadaan oksigen terlarut (dissolved oxygen), semakin sedikit kadar oksigen terlarut

    dapat menghambat aktivitas dekomposisi oleh detritus (Chauvet, 1997). Semakin tinggi

    gelombang yang terjadi, dapat meningkatkan laju dekomposisi material sampah. Hal ini

    dikarenakan pergerakan air akibat gelombang akan menyebabkan kontak antara air dan

    udara sehingga dapat meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam air. 

    Di Pulau Pari sudah terdapat tempat sampah terpilah untuk pewadahan sampah yang

    dihasilkan, namun untuk proses pengelolaan sampah selanjutnya seperti pengumpulan dan

     pengangkutan menuju ke Tempat Penampungan Sementara (TPS) tidak dilakukan karena

    tidak terdapat TPS di Pulau Pari. Sedangkan pengangkutan sampah dari Pulau Pari menuju

    TPS yang berada di tempat lain yang belum terjangkau pelayanannya, sehingga masyarakat

    Pulau Pari melakukan pengelolaan sampah melalui pembakaran dan dikubur di dalam tanah. 

    Jika sampah yang ada di lautan terlalu banyak dan melebihi daya tampung

    lingkungan akan pencemaran, maka keadaan perairan berubah menjadi kondisi bentik

    (anaerob) sehingga nutrien didalam air akan terdegradasi secara anaerobik sehingga

    menghasilkan metana yang merupakan gas rumah kaca 21 kali lipat lebih banyak

    dibandingkan karbon dioksida yang merupakan produk dari degradasi aerobik. Selain itu,

     jika perairan dalam keadaan bentik, maka akan tumbuh algae dalam keadaan berlebihan dan

    menyebabkan kompetisi konsumsi oksigen dengan biota perairan. Jika terus berlanjut akan

    menyebabkan kematian biota laut. 

    Masyarakat Pulau Pari belum memiliki sistem pengolahan air limbah yang layak,

    karena teknologi yang digunakan hanya cubluk, sehingga efluen limbah cair langsung

    mengalir ke tanah hingga ke perairan lepas dan nutrien yang terkandung dalam efluen

    limbah cair akan sangat mempengaruhu kualitas air laut. Untuk memenuhi kebutuhan air

     bersih masyarakat Pulau Pari menggunakan air tanah untuk keperluan mandi dan cuci,

    sedangkan kebutuhan air minum menggunakan air mineral karena air tanah yang ada di

    Pulau Pari memiliki salinitas tinggi sehingga tidak memenuhi standar baku mutu air minum. 

    Di Pulau Pari belum tersedia saluran drainase sama sekali walaupun jika terjadi

    hujan pemukiman penduduk tidak mengalami banjir, namun air yang menggenang terlalu

    lama dapat mengakibatkan erosi terhadap fasilitas jalan dan berkurangnya nilai estetika serta

    timbulnya jentik-jentik nyamuk yang dapat menularkan penyakit demam berdarah, malaria,

    dan sebagainya. 

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    41/58

     

    40

    Proses dekomposisi material di ekosistem akuatik terdiri dari tiga tahap yaitu

    leaching , conditioning, dan fragmentation (Petersen and Cummins, 1974). Material sampah

    dan limbah cair yang masuk ke perairan akan melepaskan senyawa-senyawa anorganik dan

    organik yang akan mempengaruhi kualitas air laut. Sampah memiliki berbagai jenis senyawa

    termasuk logam berat dan senyawa organik. Lahan basah (wetland ) yang terdiri dari

    mangrove merupakan sumber daya yang melibatkan mekanisme-mekanisme pada vegetasi,

    tanah, dan aktivitas mikroorganisme untuk terjadinya proses purifikasi (Obarska-

    Pempkowiak and Klimkowska, 1999). Ekosistem wetland mangrove ini berperan untuk

    mendegradasi nutrien, logam berat, dan polutan lain yang ada di perairan. Nutrien dan

    logam berat akan terakumulasi pada mangrove dan dikonversi menjadi biomassa (Jia-En

    Zhang, 2009). 

    4.5  Modul Wawancara

    5. Hasil

    Data Narasumber 1

     Nama : Minen

    Usia : 60 tahun

    Jenis Kelamin : LPekerjaan : Nelayan

    Tempat Tinggal : di sekitar pantai perawan

    Lama Tinggal : ± 4 tahun

    Gambar 4.7 Eva dan Putri bersama Bapak Minen

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    42/58

     

    41

    Data Narasumber 2

     Nama : Yuniharti

    Usia : 33 tahun

    Jenis Kelamin : P

    Pekerjaan : Pedagang

    Tempat Tinggal : di sekitar pantai perawan

    Lama Tinggal : ± 33 tahun

    *cat : dokumentasi bersama Ibu Yuniharti tidak kami dapatkan saat wawancara

    No PertanyaanJawaban

    Narasumber 1 Narasumber 2

    Kondisi Alam

    1

    Bagaimana kondisi Pulau Pari

    sekarang? (keadaan pulaunya,

    tercemar lingkungannya atau masih

    cukup terjaga, terjadi erosi atau

    tidak)

    Cukup terjaga, banyak

    orang memanfaatkan

     pantai untuk mencari

    ikan. Tidak pernah

    terjadi erosi.

    Cukup terjaga, hanya

    sampah yang hanyut

    dari suatu kawasan

    tertentu.

    2

    Apa bencana alam yang pernah

    terjadi dan adakah bencana alam

    yang baru pertama terjadi di Pulau

    Pari?

    Belum ada bencana

    apapun yang terjadi.Tidak ada.

    3Reklamasi (penambahan daratan

     baru) di sekitar Pulau Pari.

    Skala : ± 4 –  5 m

    Alasan : Ada reklamasiuntuk kebutuhan

     pengunjung, contohnya

     berfoto-foto.

    Skala : -

    Alasan : -

    4

    Bagaimana keadaan laut di sekitar

     pulau (apa ada perbedaan

    kecerahan laut antara dahulu

    dengan sekarang? Hubungkan juga

    dengan sampah).

    Karena hanya terdapat

    nelayan saja yang

    mencari ikan, dulu

    kondisinya gelap karena

    masih merupakan

    hutan, jalan setapak

    sekarang sudah seperti

    di kota dan lebih cerah.Sampah dulu tidak ada,

    sekarang banyak.

    Tidak ada pemukiman

     pada dulu kala,

    sekarang banyak usaha

    home stay jadi banyak

    sampah.

    5Bagaimana dampak konservasi

    mangrove di sekitar Pulau Pari?

    6

    Apakah terasa ada penambahan

     penumpukan sampah disekitar

     pulau? (Kapan waktu terjadinya

     jumlah sampah kiriman itu paling

     banyak)

    Ya, setiap hari. Konstan.

    7 Bagaimana dampak sampahterhadap jumlah tangkapan ikan Susah dalammemperoleh ikan, jadi

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    43/58

     

    42

    nelayan di Pulau Pari? harus mencari ikan di

    daerah bersih.

    8

    Bagaimana pengaruh pariwasata

    terhadap kondisi alam Pulau Pari?

    (tetap bisa dijaga atau semakin

    rusak setiap tahun akibatwisatawan)

    Menjadi banyak

    sampah.

    Tidak ada pengaruh.

    Tetap bisa dijaga.

    Kehidupan Penduduk

    1

    Apakah seluruh masyarakat di

     pulau merupakan orang asli Pulau

    Pari atau berasal dari tempat lain?

    (Kalau beragam, bagaimana

    interaksi antar penduduknya)

    Ada beberapa berasal

    dari tempat lain.

    Ada pendatang dari

    Jawa, Bugis,

    Tangerang, dsb.

    2

    Apa keseharian dan mata

     pencaharian penduduk di Pulau

    Pari?

     Nelayan & Pedagang Nelayan & Pedagang

    3Fasilitas yang ada di Pulau Pari

    sudah memadai.

    Skala : -

    Alasan : -

    Skala : -

    Alasan : Belum terdapat

    mushola

    4

    Bagaimana kondisi sosial ekonomi

    masyarakat sebelum ada

     pengembangan pariwisata bahari di

    Pulau Pari?

    Ekonomi masyarakat

    masih tinggi pada

    dahulu.

    Lebih buruk, hanya

     pencari rumput laut.

    5

    Bagaimana kondisi sosial ekonomi

    masyarakat sesudah adanya

     pengembangan pariwisata bahari di

    Pulau Pari?

    Dulu ekonominya lebih

     baik dari sekarang.

    Kalau sekarang kapalnelayan banyak yang

    dialihfungsikan.

    Lebih baik, banyak

    untuk dari berdagang.

    6

    Bagaimana pengelolaan sampah di

    Pulau Pari? (Kaitannya dengan

    TPA dan sistem pembuangan

    sampah)

    Sampah dikumpulkan

    lalu kemudian dibakar.Sampah dikubur.

    7

    Bagaimana partisipasi masyarakat

    dalam menjaga lingkungan Pulau

    Pari?

    Tidak ada gotong

    royong, hanya kegiatan

    masing-masing

    individu.

    Tidak ada partisipasi

    setelah ada petugas

    kebersihan, dulu ada

    kegiatan Jumat Bersih.

    8

    Bagaimana pendidikan bagi anak-

    anak di Pulau Pari? Adakah sekolah

    SD-SMP-SMA?

    Ada, hanya SD saja,

    kalau SMP&SMA ke

     pulau lain.

    Hanya ada SD & SMP,

    SMA terdapat di pulau

    lain.

    9

    Penyakit parah apa yang pernah

    terjadi pada penduduk Pulau Pari?

    Jelaskan!

    Tidak ada.

    Sempat ada penyakit

    malaria cukup lama,

     banyak yang meninggal

     pada saat itu.

    10

    Bagaimana keadaan sumber air

     bersih untuk masyarakat Pulau

    Pari?

    Air bersih dari sumur.

    Mencuci, memasak dari

    air sumur, sedangkan

    untuk air minum

    membeli air galon.

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    44/58

     

    43

    ANALISIS

     Kondisi Pulau Pari

    Pulau Pari ini awalnya adalah tempat mencari ikan bagi nelayan Pulau Tidung yang

    lama kelamaan akhirnya menetap di Pulau Pari hingga turun temurun sampai sekarang.

    Sebelumnya, pulau ini merupakan pulau pengungsian bagi pelarian warga sekitar yang

    menolak dijadikan pekerja paksa oleh Belanda. Kini, Pulau Pari menjadi sentra di bagian

    Timur pulau ini merupakan wilayah pemukiman masyarakat, dan di Bagian Barat pulau ini

    merupakan wilayah yang diperuntukan bagi kelestarian hayati dan penelitian di bawah

    Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

    Gambar 4.8 Kondisi Pulai Pari (Pantai Perawan)

    Pulau Pari memiliki luas 41,32 ha yang peruntukannya menurut Perda Provinsi DKI

    Jakarta No.6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi DKI

    Jakarta difungsikan untuk perumahan walaupun sekarang pengembangan Pulau Pari lebih ke

    arah wisata mengingat usaha budidaya rumput laut yang merupakan mata pencaharian utama

    masyarakat Pulau Pari sudah mengalami penurunan.

     Bencana alam yang pernah terjadi 

    Dari hasil wawancara, kedua narasumber menyebutkan bahwa tidak pernah terjadi

     bencana serius di Pulau Pari. Berdasarkan referensi berita pada Oktober 2015, Blooming

    Algae sempat terjadi di Pulau Pari. Blooming Algae merupakan kejadian pertumbuhan lebat

     plankton/fitoplankton di air laut yang dapat menyebabkan kematian massal dan

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    45/58

     

    44

    mengontaminasi ikan atau biota laut dengan toxic yang dikeluarkan oleh fitoplankton.

    Adanya fitoplankton beracun yang muncul didalam perairan dapat membahayakan

    kehidupan organisme konsumen seperti ikan dan biota laut lainnya, bahkan sampai pada

    manusia yang kebetulan memakan produk laut yang mengandung racun yang berasal dari

    fitoplankton. Hal ini disebabkan oleh suhu dan arus laut dan pencahayaan yang membuat

    kondisi jenis fitoplankton tertentu hidup dan tumbuh lebih banyak dari biasanya.

    Menurut Kepala Kantor Penanggulangan Bencana Kabupaten Kepulauan Seribu,

    terjadi Blooming Algae di Perairan bagian selatan Pulau Pari, sehingga masyarakat sekitar

    dihimbau agar tidak mengkonsumsi ikan yang ditemukan dalam keadaan mati karena dapat

    mengakibatkan keracunan, mual, sakit kepala, bahkan dapat mengakibatkan kematian.

    Kantor Penanggulangan Bencana Kabupaten Kepulauan Seribu pun telah

     berkoordinasi dengan pihak LIPI untuk mengantisipasi dan menangani kejadian ini serta

    telah mensosialisasikan kepada Camat, Lurah, RW, RT dan masyarakat di wilayah yang

    terdampak agar nantinya dapat bahu-mambahu mengantisipasi dampak dari kejadian.

     Reklamasi (penambahan daratan baru) di sekitar Pulau Pari

    Pulau Pari tidak pernah mengalami reklamasi disekitar wilayahnya sesuai dengan hasil

    wawancara. Malahan terdapat 4 pulau di sekitar Pulau Pari yang kabarnya menghilang

    akibat terjadinya muka laut naik dan dataran pulau mengalami penurunan.

     Penambahan penumpukan sampah disekitar pulau, dan Dampak sampah terhadap

     jumlah tangkapan ikan nelayan di Pulau Pari

    Dampak lain yang menjadi perhatian dalam pengembangan wisata di Pulau Pari,

    adalah soal sampah. Setiap hari dan akhir pekan, sampah dari wisata ini semakin bertambah

    dan harus dikelola secara lebih komprehensif. Masih terkait sampah, ratusan bahkan ribuan

    sampah plastik dari kiriman gelombang dari Kota Jakarta sampai saat ini masih terus

    menyerang pesisir Pulau Pari. Setiap pagi, sebagian warga harus memunguti sampah yang

    terdampar di pantai Pulau Pari yang dikirimkan dari Jakarta. Bahkan anak-anak terpaksa

    harus ikut membantu memunguti sampah yang terdampar.

     Dampak konservasi mangrove di sekitar Pulau Pari 

     Narasumber masih belum mengetahui mengenai konservasi mangrove dan merasa

    tidak menerima dampak yang besaar. Akan tetapi, perlindungan daerah mangrove yang

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    46/58

     

    45

     berdekatan dengan muara-muara sungai dilakukan untuk menjaga keseimbangan daerah

    estuaria yang merupakan ekosistem produktif, tetapi bersifat mudah terganggu (fragile)

    sehingga sangat perlu untuk konservasi.

    Perlindungan daerah mangrove yang berdekatan dengan aktivitas kegiatan nelayan di

    mana daerah tersebut merupakan daerah kegiatan pengambilan ikan dan udang. Hal ini

    dimaksudkan untuk melindungi tempat pembiakan, berpijah, maupun daerah ruaya dari

     berbagai jenis ikan dan udang.

    Perlindungan daerah mangrove yang berdekatan dengan pemukiman yang

    masyarakatnya sangat menggantungkan kebutuhan hidupnya dari hasil kayu bakar.

    Perlindungan daerah-daerah mangrove rawan dalam arti kata jika daerah tersebut

    dibuka/dikonversi akan menimbulkan dampak negatif yang besar, seperti timbulnya intrusi

    air asin, abrasi, erosi, banjir dan lain-lain.

    Perlindungan daerah mangrove yang masih asli, utuh dan mempunyai permudaan yang

     baik. Hal ini sangat penting untuk menjaga keseimbangan ekologis. Perlindungan daerah

    mangrove di pulau-pulau kecil yang khas dan luasnya kurang dari 10.000 hektar.

    Perlindungan daerah mangrove yang untik sebagai contoh antara lain mangrove yang hidup

    di atas terumbu karang dan mangrove yang hidup di air tawar. Daerah mangrove yang

    merupakan habitat satwa seperti mamalia dan burung air.

     Pengaruh pariwasata terhadap kondisi alam Pulau Pari 

    Rendahnya kesadaran wisatawan yang datang ke Pulau Pari, masih menjadi

     pemandangan yang banyak ditemui oleh Mongabay-Indonesia. Membuang sampah

    sembarangan, menjadi ritual keseharian para wisatawan yang berdandan sangat modis saat

     berwisata. Tanpa sadar, mereka memutus rezeki wisata warga Pulau Pari secara pelan-pelan.

     Daerah asal masyarakat Pulau Pari dan interaksi sesama masyarakatnya 

    Pulau Pari memiliki 1 RW yaitu RW 04 dan terdiri dari 4 RT degan jumlah penduduk

    seanyak 930 jiwa serta jumlah kepala keluarga sebanyak 265 KK. Penduduk Pulau Pari

    merupakan pencampuran dari berbagai macam suku, yaitu Bugis, Betawi, Jaawa, Sunda, dan

    Bima, sehingga penduduk setempat menggunakan bahasa khas Kepulauan Seribu yang

    merupakan perpaduan bahasa dari suku-suku tersebut. Penduduk Pulau Pari 100% memeluk

    Agama Islam, sehingga kehidupan sosial-budayanya banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur

    Agama Islam.

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    47/58

     

    46

     Keseharian dan mata pencaharian penduduk di Pulau Pari 

    Penduduk Pulau Pari mayoritas bermata pencahayaan sebagai nelayan sekitar 80%

    yang setiap weekend beralih profesi sebagai tour guide. Sedangkan sisanya adalah pedagang,

     buruh, PNS, wiraswasta, dan petani. Sejak pariwisata dikembangkan di Pulau Pari, roda

    ekonomi penduduk Pulau Pari yang asalnya terpuruk kini sudah mulai bangkit lagi. hal ini

    dikarenakan hancurnya sektor budidaya rumput laut.

     Fasilitas yang ada di Pulau Pari

    Jenis sarana transportasi yang ada di Pulau Pari terdiri dari transportasi darat dan

    transportasi laut. Sarana transportasi darat meliputi sepeda motor, semeda, motor gerobak,

    dan gerobak. Sarana transportasi tersebut didukung dengan prasarana jalan yang terbuat dari

     paving block dengan lebar jalan untuk jalan desa 2m dan untuk jalan gang 1m. Jalan tersebut

    dibangun pada tahun 2001 oleh Pemda DKI Jakarta dan hingga saat ini kondisinya terbilang

    masih cukup baik.

    Sarana penerangan yang ada di Pulau Pari awalnya menggunakan listrik dari PLTD

    namun sekarang sudah melalui jaringan kabel listrik bawah laut sehingga listrik dapat

    menyala selama 24 jam. Sistem pembayaran listrik melalui listrik prabayar dengan voucher,

    masing-masing rumah sudah dilengkapi dengan instalasi listrik dengan besaran 900 watt per

    rumah. Sarana penerangan jalan di Pulau Pari masih sangat minim sehingga jalan-jalan

    mayoritas masih gelap pada saat malam hari.

    Sarana kesehatan terdiri dari sebuah Pos Kesehatan dan sebuah Posyandu, sementara

    untuk Puskesmas harus menempuh perjalanan laut selama satu jam menggunakan kapal

    motor ke Pulau Lancang Besar. Petugas kesehatan yang ada di Pulau Pari terdiri 1 orang

    dokter umum, 3 orang bidan, dan 1 orang paramedis.

    Gambar 4.9 Puskesmas yang terdapat di Pulau Pari

  • 8/16/2019 LAP_Osling_Kel6_15313050

    48/58

     

    47

    Sarana peribadatan yang ada di Pulau Pari terdiri dari 1 buah masjid dan 2 buah

    musholla, tidak terdapat fasilitas peribadatanagama lain karena 100% penduduk Pulau Pari

    memeluk Agama Islam. Masjid yang berada di Pulau Pari bernama Masjid Al-Ikhlas yang

    dibangun pada tahun 1991 hasil swadaya masyarakat.

    Sarana pendukung wisata bahari yang terdapat di Pulau Pari terdiri dari home stay

    yang berjumlah 42 rumah, catering, kapal motor sewa, tempat penyewaan snorekling,

     banana boat, dan tempat penyewaan sepeda.

    Sarana sanitasi lingkungan di Pulau Pari sudah cukup baik. Sudah terdapat saluran

     pembuangan air kotor dari rumah-rumah warga langsung ke laut sehingga air kotor limbah

    rumah tangga tidak menggenang di sekitar rumah, namun sayang sekali masih belum ada

    instalasi pengolahan untuk air buangan tersebut.

     Kondisi sosial ekonomi masyarakat sebelum dan sesudah adanya pengembangan

     pariwisata bahari di Pulau Pari 

    Kegiatan pengelolaan wilayah perairan yang ada adalah budidaya dalam karamba

     jaring apung (KJA) di bagian utara pulau, jenis-jenis ikan yang dibudidayakan adalah kerapu

    macan, kerapu lumpur, dan kerapu sunu. Pemda DKI melalui Subdit Perikanan pada tahun

    2012 ini memberikan bantuan KJA kepada kelompok masyarakat Pulau Pari yang berjumlah

    4 kelompok.

    Kegiatan investasi yang saat ini masih berjalan adalah budidaya KJA untuk ikan

    kerapu sementara untuk jenis budidaya yang lain seperti rumput laut yang sempat menjadi

     primadona bagi penduduk Pulau Pari sudah tidak bisa dil