lapsus chfedit.docx

89
BAB I LAPORAN KASUS A. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. N Jenis kelamin : Perempuan Umur : 62 tahun Masuk Rumah Sakit : 25 Februari 2016 Nomor Rekam Medik : 604928 Perawatan : Palem atas B2/7/1 B. ANAMNESIS Keluhan utama : Sesak napas Anamnesis terpimpin : Dialami sejak 2 minggu yang lalu dan memberat 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak terutama saat beraktifitas tetapi 2 hari sebelum masuk rumah sakit sesaknya dirasakan walaupun saat beristirahat. Pasien mengeluh susah tidur karena sesak bertambah berat jika berbaring. Pasien juga sering terbangun pada malam hari karena tiba-tiba sesak napas. Ada pembengkakan di kedua kaki pasien. Mual tidak ada, muntah tidak ada, nyeri ulu hati tidak ada. Dispnea On Effort (DOE) ada, Paroxismal Nocturnal Dispnea (PND) ada. 1

Upload: gerald-josep-ediyon

Post on 09-Jul-2016

216 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: LAPSUS CHFedit.docx

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. N

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 62 tahun

Masuk Rumah Sakit : 25 Februari 2016

Nomor Rekam Medik : 604928

Perawatan : Palem atas B2/7/1

B. ANAMNESIS

Keluhan utama : Sesak napas

Anamnesis terpimpin :

Dialami sejak 2 minggu yang lalu dan memberat 2 hari sebelum masuk rumah

sakit. Sesak terutama saat beraktifitas tetapi 2 hari sebelum masuk rumah sakit

sesaknya dirasakan walaupun saat beristirahat. Pasien mengeluh susah tidur

karena sesak bertambah berat jika berbaring. Pasien juga sering terbangun pada

malam hari karena tiba-tiba sesak napas. Ada pembengkakan di kedua kaki

pasien. Mual tidak ada, muntah tidak ada, nyeri ulu hati tidak ada. Dispnea On

Effort (DOE) ada, Paroxismal Nocturnal Dispnea (PND) ada.

Riwayat penyakit dahulu:

Penyakit Diabetes Melitus tidak ada

Riwayat penyakit jantung dalam keluarga tidak ada

Riwayat Hipertensi ada, tidak terkontrol.

Riwayat penyakit Gout Arthritis ada

1

Page 2: LAPSUS CHFedit.docx

C. PEMERIKSAAN FISIS

Status generalis :

Sakit berat / gizi baik / komposmentis

GCS 15 (E4M6V5)

Tanda vital :

Tekanan darah : 130/ 60 mmHg

Nadi : 100 x / menit, Irreguler, Kuat angkat

Pernapasan : 32 x / menit, Tipe Thoracoabdominal

Suhu : 36.5oC

Mata : Anemis (-), ikterus (-), pupil isokor,diameter 2,5 /2,5 mm

Leher : JVP - R+0 cmH2O ; pembesaran kelenjar (-)

Thorax :

Inspeksi: simetris kiri dan kanan

Palpasi: Massa tumor (-), nyeri tekan (-)

Perkusi: Sonor kiri = kanan

Auskultasi: BP: vesikular, bunyi tambahan: Rh Wh -/-

COR :

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak pada sela iga V, linea

medioclavicularis sinistra

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba pada sela iga V, linea

medioclavicularis sinistra

Perkusi : Batas kanan jantung garis parasternalis kanan

Batas kiri jantung garis medioclavicularis kiri

Batas atas jantung setinggi ICS 2 kiri

2

-/--/-+/+

Page 3: LAPSUS CHFedit.docx

Batas bawah jantung setinggi ICS 6 kiri

Auskultasi : BJ: S I/II iregular, bising sistolik 3/6 di apeks.

Abdomen :

Inspeksi : Cembung, ikut gerak nafas

Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal

Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Timpani (+) ascites (-) shifting dullness (-)

Ekstremitas : edema pretibial +/+

Edema dorsum pedis -/-

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

EKG tanggal 27 Februari 2016

3

Page 4: LAPSUS CHFedit.docx

Interpretasi EKG:

Asinus

Heart Rate : 100x/menit

Regularitas : Irregular

Axis : Normoaxis

P Wave : Tidak Ada

PR interval : Sulit dinilai

QRS complex :

Konfigurasi : S(V3) + R(aVL) > 20mm (Cornell)

Durasi QRS: 0,08 detik,

ST segment : 0,08s

Gelombang T: T inverted di lead I,II,III, V4, V5, V6

Kesan:

Atrial Fibrilasi Normal Ventricular Response, Heart rate 100 x/menit,

Normoaxis, Left Ventricle Hypertophy, Iskemik Anterolateral et inferior.

4

Page 5: LAPSUS CHFedit.docx

Thoraks X-Ray (5 Desember 2015)

Kesan :

Cardiomegaly dengan dilatasi et artherosclerosis aortae

Pulmo normal

5

Page 6: LAPSUS CHFedit.docx

Echocardiography (24 Juli 2015)

Kesimpulan :

Fungsi sistolik ventrikel kiri baik

Ejection fraction : 67%

Dilatasi atrium kiri

Hipertrofi ventrikel kiri konsentrik

Mitral regurgitation sedang

6

Page 7: LAPSUS CHFedit.docx

Laboratorium (25 Februari 2016)

Test Hasil Nilai Normal

WBC 10,8 x 103/ul 4.0 – 10.0 x 103/ul

RBC 3,91 x 106/µl 4.0 – 6.0 x 106/ul

HGB 12,4 gr/dl 12 – 16 gr/dl

HCT 38 % 37 – 48 %

PLT 287 x 103 /µl 150 – 400 x 103 /ul

GDS 118 mg/dl 140 mg/dl

Ureum 29 mg/dl 10 – 50

Creatinine 0,790 mg/dl < 1.3

SGOT 37 u/l <38

SGPT 29 u/l <41

PT 10,6 10-14 seconds

APTT 31,8 22,0-30,0 seconds

CK 63 u/L <187 (perempuan)

CKMB 8 u/L <25

Troponin I <0,01 ng/dL <0,01

Natrium 137 136 – 145 mmol/l

Kalium 3,4 3,5 – 5,1 mmol/l

Klorida 101 97 – 111 mmol/l

E. DIAGNOSA :

CHF NYHA II

MITRAL REGURGITASI

F. TERAPI :7

Page 8: LAPSUS CHFedit.docx

O2 2 - 4 lpm via Nasal Kanul

IVFD NaCl 0,9% 500cc/24 jam

Valsartan 80mg/24 jam/oral

Simarc 2 mg/24 jam/oral

Bisoprolol 2,5mg/24jam/oral

Lasix 40mg/12jam/IV

G. RENCANA TINDAKAN :

Echocardiography control

EKG kontrol

8

Page 9: LAPSUS CHFedit.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN

Jantung merupakan organ yang terpenting dalam sistem sirkulasi.

Pekerjaan jantung adalah memompa darah ke seluruh tubuh untuk memenuhi

kebutuhan metabolisme tubuh pada setiap saat, baik saat beristirahat maupun saat

bekerja atau menghadapi beban. Dengan bertambahnya kemajuan teknologi

kedokteran, sejak tahun 1968 kematian karena penyakit jantung menurun. Hal ini

barangkali disebabkan karena sebagian besar penderita hidup setelah serangan

jantung tapi kemudian menderita gagal jantung. Penderita yang telah mengalami

gagal jantung tetap bertahan hidup sampai beberapa tahun dengan pengobatan

yang baik. Penelitian Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar 62%

pada pria dan 42% pada wanita. 1

Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang progresif dengan

angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi di negara maju maupun negara

berkembang termasuk Indonesia. Berdasarkan perkiraan tahun 1989, di amerika

Serikat terdapat 3 juta penderita gagal jantung dan setiap tahunnya bertambah

400.000 orang. Di Indonesia, usia pasien gagal jantung relatif lebih muda

dibanding Eropa dan Amerika disertai dengan tampilan klinis yang lebih berat.

Walaupun angka-angka yang pasti belum ada untuk seluruh Indonesia, tetapi

dengan bertambah majunya fasilitas kesehatan dan pengobatan dapat

diperkirakan jumlah penderita gagal jantung akan bertambah setiap tahunnya. 1,3

Pada keadaan normal, jantung menerima darah pada tekanan pengisian

yang rendah selama diastolik yang kemudian memompa dengan tekanan tinggi

selama sistolik. Gagal jantung adalah sekumpulan tanda ketika jantung tidak

mampu untuk memompa darah keluar dengan kecepatan/volume yang cukup

untuk kebutuhan metabolik ( fordward failure) atau mampu melakukan hal

9

Page 10: LAPSUS CHFedit.docx

tersebut asal dengan tekanan pengisian jantung yang lebih tinggi dari normal

(backward failure), atau kedua-duanya. 1,2

Gagal jantung merupakan manifestasi terberat dan tahap akhir pada

hampir semua penyakit jantung, mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi,

penyakit jantung bawaan, dan macam-macam kardiomiopati. Gagal jantung

sebagian besar meupakan hasil dari kondisi dimana terjadi gangguan fungsi

vetrikel kiri. 2

II. DEFINISI GAGAL JANTUNG

Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana seorang pasien

harus memiliki tampilan berupa: Gejala gagal jantung (nafas pendek yang tipikal

saat istrahat atau saat melakukan aktifitas disertai / tidak kelelahan); tanda retensi

cairan (kongesti paru atau edema pergelangan kaki); adanya bukti objektif dari

gangguan struktur atau fungsi jantung saat istrahat (Tabel 1 dan 2). 3

Tabel 1. Definisi gagal jantung berdasarkan tanda dan gejala

10

Page 11: LAPSUS CHFedit.docx

Tabel 2. Manifestasi klinis gagal jantung

III. ETIOLOGI

Beberapa etiologi dari penyakit gagal jantung kongestif ialah :

a. Penyakit Jantung Koroner

Seseorang dengan penyakit jantung koroner (PJK) rentan untuk

menderita penyakit gagal jantung, terutama penyakit jantung koroner

dengan hipertrofi ventrikel kiri. Lebih dari 36% pasien dengan penyakit

jantung koroner selama 7-8 tahun akan menderita penyakit gagal jantung

kongestif (Hellerman, 2003). Pada negara maju, sekitar 60-75% pasien

penyakit jantung koroner menderita gagal jantung kongestif (Mann, 2008).

11

Page 12: LAPSUS CHFedit.docx

Bahkan dua per tiga pasien yang mengalami disfungsi sistolik ventrikel kiri

disebabkan oleh Penyakit Jantung Koroner (Doughty dan White, 2007).

b. Hipertensi

Peningkatan tekanan darah yang bersifat kronis merupakan

komplikasi terjadinya gagal jantung (Riaz, 2012). Berdasarkan studi

Framingham dalam Cowie tahun 2008 didapati bahwa 91% pasien gagal

jantung memiliki riwayat hipertensi. Studi terbaru Waty tahun 2012 di

Rumah Sakit Haji Adam Malik menyebutkan bahwa 66.5% pasien gagal

jantung memiliki riwayat hipertensi. Hipertensi menyebabkan gagal jantung

kongestif melalui mekanisme disfungsi sistolik dan diastolik dari ventrikel

kiri. Hipertrofi ventrikel kiri menjadi predisposisi terjadinya infark miokard,

aritmia atrium dan ventrikel yang nantinya akan berujung pada gagal

jantung kongestif (Lip G.Y.H., Gibbs C.R., BeeversD.G., 2000).

c. Kardiomiopati

Kardiomiopati merupakan kelainan pada otot jantung yang tidak

disebabkan oleh penyakit jantung koroner, hipertensi atau kelainan

kongenital. Kardiomiopati terdiri dari beberapa jenis, diantaranya ialah

dilated cardiomiopathy yang merupakan salah satu penyebab tersering

terjadinya gagal jantung kongestif. Dilated cardiomiopathy berupa dilatasi

dari ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Dilatasi ini

disebabkan oleh hipertrofi sel miokardium dengan peningkatan ukuran dan

penambahan jaringan fibrosis (Lip G.Y.H., Gibbs C.R., Beevers D.G.,

2000). Hipertrophic cardiomiopathy merupakan salah satu jenis

cardiomiopathy yang bersifat herediter autosomal dominan. Karakteristik

dari jenis ini ialah abnormalitas pada serabut otot miokardium. Tidak

hanya miokardium tetapi juga menyebabkan hipertrofi septum. Sehingga

12

Page 13: LAPSUS CHFedit.docx

terjadi obstruksi aliran darah ke aorta (aortic outflow). Kondisi ini

menyebabkan komplians ventrikel kiri yang buruk, peningkatan tekanan

diastolik disertai aritmia atrium dan ventrikel (Scoote M., Purcell I.F.,

Wilson P.A., 2005).

Jenis lain yaitu Restrictive and obliterative cardiomiopathy.

Karakteristik dari jenis ini ialah berupa kekakuan ventrikel dan komplians

yang buruk, tidak ditemukan adanya pembesaran dari jantung. Kondisi ini

berhubungan dengan gangguan relaksasi saat diastolik sehingga pengisian

ventrikel berkurang dari normal. Kondisi yang dapat menyebabkan

keadaan ini ialah Amiloidosis, Sarcoidosis, Hemokromasitomatosis dan

penyakit resktriktif lainnya (Scoote M., Purcell I.F., Wilson P.A., 2005).

d. Kelainan Katup Jantung

Dari beberapa kasus kelainan katup jantung, yang paling sering

menyebabkan gagal jantung kongestif ialah Regurgitasi Mitral.

Regurgitasi mitral meningkatkan preload sehingga terjadi peningkatan

volume di jantung. Peningkatan volume jantung memaksa jantung untuk

berkontraksi lebih kuat agar darah tersebut dapat didistribusi ke seluruh

tubuh. Kondisi ini jika berlangsung lama menyebabkan gagal jantung

kongestif (Lip G.Y.H., Gibbs C.R., Beevers D.G., 2000).

e. Aritmia

Artial Fibrilasi secara independen menjadi pencetus gagal jantung

tanpa perlu adanya faktor concomitant lainnya seperti PJK atau hipertensi.

31% dari pasien gagal jantung ditemukan gejala awal berupa atrial fibrilasi

dan ditemukan 60% pasien gagal jantung memiliki gejala atrial fibrilasi

setelah dilakukan pemeriksaan echocardiografi. Aritmia tidak hanya

13

Page 14: LAPSUS CHFedit.docx

sebagai penyebab gagal jantung tetapi juga memperparah prognosis

dengan meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Cowie et.al., 1998).

f. Alkohol dan Obat-obatan

Alkohol memiliki efek toksik terhadap jantung yang menyebabkan

atrial fibrilasi ataupun gagal jantung akut. Konsumsi alkohol dalam jangka

panjang menyebabkan dilated cardiomiopathy. Didapati 2-3% kasus gagal

jantung kongestif yang disebabkan oleh konsumsi alkohol jangka panjang.

Sementara itu beberapa obat yang memiliki efek toksik terhadap

miokardium diantaranya ialah agen kemoterapi seperti doxorubicin dan

zidovudine yang merupakan antiviral (Cowie, 2008).

g. Penyebab Lainnya

Merokok merupakan faktor resiko yang kuat dan independen untuk

menyebabkan penyakit gagal jantung kongestif pada laki-laki sedangkan

pada wanita belum ada fakta yang konsisten (Lip G.Y.H., Gibbs C.R.,

Beevers D.G., 2000). Sementara diabetes merupakan faktor independen

dalam mortalitas dan kejadian rawat inap ulang pasien gagal jantung

kongestif melalui mekanisme perubahan struktur dan fungsi dari

miokardium. Selain itu, obesitas menyebabkan peningkatan kolesterol

yang meningkatkan resiko penyakit jantung koroner yang merupakan

penyebab utama dari gagal jantung kongestif. Berdasarkan studi

Framingham disebutkan bahwa diabetes merupakan faktor resiko yang

untuk kejadian hipertrofi ventrikel kiri yang berujung pada gagal jantung

(Lip G.Y.H., Gibbs C.R., Beevers D.G., 2000).

14

Page 15: LAPSUS CHFedit.docx

IV. PATOFISIOLOGI

Gambar 1. kondisi-kondisi yang menyebabkan gagal jantung kiri 2

Gagal jantung kronik merupakan hasil dari beragam penyakit kardiovaskular.

Etiologinya bisa di bagi ke dalam kelompok berikut: 2

1. Gangguan kontraktilitas ventrikuler:

a. Coronary artery disease (CAD) infark miokard, transient myocard

ischemia

b. Overload volume kronik mitral regurgitasi, aorta regurgitasi

c. Kardiomiopati dilatasi

2. Peningkatan afterload

a. Stenosis aorta tahap lanjut

b. Hipertensi berat tak terkontrol15

Gagal jantung

Gangguan pengisian siastolik

Peningkatan afterload

Gangguan kontaktilitas

Preserved ejection

Reduced ejection fraction

(Disfungsi sistolik)

Page 16: LAPSUS CHFedit.docx

3. Gangguan relaksasi dan pengisian ventrikuler

a. Hipertrofi ventrikel kiri

b. Kardiomiopati restriktif

c. Myocardial fibrosis

d. Transient myocardial ischemia

e. Konstriksi pericard atau tamponade

Dalam kepentingan klinis, kita membagi gagal jantung berdasarkan fraksi ejeksi

ventrikel kiri: 2

Gagal jantung dengan penurunan fraksi ejeksi (Primarily Systolic

Dysfunction)

Gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal (Primarily Dyastolic Dysfunction)

A. Gagal Jantung Dengan Penurunan Fraksi Ejeksi (Heart Failure With

Reduced EF)

Jika mengalami disfungsi sistolik, ventrikel terkait akan mengalami

penurunan kapasitas dalam mengejeksi darah akibat gangguan kontraktilitas

miokard atau tekanan yang overload (kelebihan afterload). Penurunan

kontraktilitas dapat diakibatkan oleh destruksi miosit, abnormalitas fungsi

miosit, atau fibrosis. Tekanan yang overload dapat memengaruhi fraksi ejeksi

akibat peningkatan resistensi aliran. 2

16

Page 17: LAPSUS CHFedit.docx

Gambar 2. Kurva Tekanan-Volume Pada Disfungsi Sistolik Dan Diastolik.

A) Pada disfungsi sistolik, Hubungan tekanan-volume pada akhir

diastolik (ESPVR/ End Systolic Pressure-Volume Relation) bergeser

ke bawah dan ke kanan (downward-rightward). Hasilnya, ESV (End

Systolic Volume) meningkat. Dan ketika aliran balik vena datang

menambah ESV yang sudah meningkat, semakin jelas meningkatkan

EDV.

B) Pada disfungsi diastolik, Hubungan tekanan-volume pada akhir

diastolik (ESPVR/ End Systolic Pressure-Volume Relation) bergeser

ke atas (upward). Hasilnya, EDV (End Diastolic Volume) menurun

akibat tekanan ventrikel di akhir diastolik meningkat dari normal. 2

Selama diastol, tekanan ventrikel kiri yang meningkat persisten

ditransmisikan juga ke atrium kiri (ketika katup mitral terbuka) dan ke vena

hingga kapiler pulmonal. Tekanan hidrostatik kapiler pulmolar yang

meningkat mengakibatkan transudasi cairan ke interstitial pulmonal dan

keluhan bendungan paru pun muncul. 2

B. Gagal Jantung Dengan Fraksi Ejeksi Normal (Heart Failure With

Preserved EF)

Pasien yang mengalami gagal jantung dengan EF normal sering

memperlihatkan abnornalitas fungsi diastolik dini, baik gangguan relaksasi

17

Page 18: LAPSUS CHFedit.docx

diastolik dini (proses aktif, membutuhkan energy), peningkatan kekakuan

dinding ventrikel (proses pasif), maupun keduanya. Iskemia miokard akut

merupakan contoh kondisi dimana terjadi penghambatan tiba-tiba proses

penghantaran energi dan relaksasi diastolik. Selain itu, hipertrofi ventrikel

kiri, fibrosis dan kardiomiopati restriktif menyebabkan dinding ventrikel kiri

mengalami semacam kekakuan kronik. Penyakit perikardial (seperti

tamponade jantung dan konstriksii perikardium) menghasilkan tahanan

eksternal dan membatasi pengisian ventrikel sehingga mengakibatkan

disfungsi diastolik reversibel. 2

Efek dari gangguan fungsi diastolik tercermin pada perubahan kurva

tekanan-volume (lihat gambar). Pasien dengan disfungsi diastolik sering

memperlihatkan tanda-tanda bendungan vaskular karena tekanan diastolik

yang meningkat ditransmisikan secara retrograd ke vena pulmonal dan

sistemik. 2

GAGAL JANTUNG KANAN

Dibandingkan dengan ventrikel kiri, ventrikel kanan memiliki dinding

yang lebih tipis, komplians yang besar yang menerima volume darah pada

tekanan yang rendah dan mengejeksi melawan resistensi vaskular pulmonal

yang rendah. Akibat kompliansnya yang besar, ventrikel kanan menjadi

sedikit kesulitan dalam menerima volume pengisian dalam rentang yang luas

tanpa terjadi perubahan tekanan pengisian yang signifikan. Selain itu,

ventrikel kanan rentan mengalami gagal jantung dalam situasi dimana terjadi

peningkatan afterload yang tiba-tiba, seperti emboli pulmonal akut.2

Penyebab utama gagal jantung kanan adalah akibat gagal jantung kiri.

Dalam kasus ini, terjadi kelebihan afterload pada ventrikel kanan akibat

peningkatan tekanan vaskular paru, yang merupakan akibat dari disfungsi

ventrikel kiri. Gagal jantung kanan yang berdiri sendiri (Isolated Right- Heart

18

Page 19: LAPSUS CHFedit.docx

Failure) jarang terjadi dan biasanya peningkatan afterload ventrikel kanan

tersebut akibat dari penyakit parenkim atau vaskular paru. Gagal jantung

kanan yang akibat dari penyakit paru primer dikenal dengan sebutan Cor-

pulmonale.

Ketika ventrikel kanan telah gagal, peningkatan tekanan diastolik

ditransmisikan secara retrograde ke atrium kanan disertai bendungan vena

sistemik. Secara tidak langsung, Isolated Right- Heart Failure dapat

memengaruhi fungsi ventrikel kiri: penurunan output ventrikel kanan akan

mengurangi darah balik di ventrikel kiri (preload menurun), sehingga

menyebabkan stroke volume ventrikel kiri berkurang.

Tabel 3. Penyebab Gagal Jantung Kanan

Penyebab kardiak

Gagal jantung kiri

Stenosis katup pulmonal

Infark ventrikel kanan

Penyakit parenkim paru

Penyakit paru obstrukstif kronik

Penyakit paru interstitial (mis. Sarkoidosis)

Sindrom distress napas

Infeksi paru kronik atau bronkiektasis

Penyakit vaskular paru

Emboli paru

Hipertensi pulmonal primer

MEKANISME KOMPENSASI

Terdapat mekanisme kompensasi alami yang berperan sebagai penyangga

akibat berkurangnya cardiac output dan membantu memelihara tekanan darah

19

Page 20: LAPSUS CHFedit.docx

yang cukup untuk perfusi organ vital. Tiga mekanisme kompensasi ini adalah

sebagai berikut:

1. Mekanisme Frank Starling.

Penurunan stroke volume mengakibatkan pengosongan ventrikel yang

tidak sempurna sewaktu jantung berkontraksi, sehingga volume darah

menumpuk dalam ventrikel semasa diastol lebih tinggi dibandingkan

normal. Sebagai kompensasi dari kenaikan preload (end dyastolic

volume) menyebabkan peregangan miofibril yang selanjutnya

merangsang kontraksi sehingga stroke volume menjadi lebih besar

pada kontraksi berikutnya.

2. Hipertrofi ventrikel dan remodelling

Pada gagal jantung, stress pada dinding ventrikel meningkat, baik

akibat dilatasi atau beban akhir yang tinggi. Peningkatan stress

terhadap dinding ventrikel yang terus menerus merangsang

perkembangan hipertrofi ventrikel dan kenaikan massa ventrikel.

Peningkatan ketebalan dinding ventrikel merupakan mekanisme

kompensasi untuk mengurangi stress dinding, dan peningkatan massa

serabut otot membantu memelihara kekuatan kontraksi ventrikel.

Gambar 3. Mekanisme kompensasi gagal jantung. Baik mekanisme Frank-Starling (yang dipicu oleh kenaikan end dyastolic volume ventrikel) dan hipertrofi miokardial (sebagai respon

20

Page 21: LAPSUS CHFedit.docx

terhadap overload volume dan tekanan) berperan dalam memelihara stroke volume (garis putus-putus). Namun demikian, kenaikan end diastolic volume dari normal secara kronik akan meningkatkan kekakuan dinding ventrikel yang selanjutnya tekanan tersebut ditransmisikan ke atrium kiri dan vaskular pulmonal.

Gambar 4. Pola remodelling jantung yang terjadi karena respon terhadaphemodinamik berlebih.

3. Perubahan neurohormonal

21

Page 22: LAPSUS CHFedit.docx

Gambar 5. Mekanisme kompensasi neuro-hormonal pada gagal jantung

V. KLASIFIKASI

Klasifikasi gagal jantung didasarkan pada kelainan struktural jantung atau

berdasarkan gejala yang berkaitan dengan kapasitas fungsional NYHA.

22

Page 23: LAPSUS CHFedit.docx

Tabel 4. Klasifikasi gagal jantung

VI. DIAGNOSIS

A. ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIS

Gejala kardinal gagal jantung adalah sesak nafas, intoleransi saat

aktivitas, dan lelah. Keluhan lelah secara tradisional dianggap diakibatkan

oleh rendahnya kardiak output pada gagal jantung, abnormalitas pada otot

skeletal dan komorbiditas non-kardiak lainnya seperti anemia dapat pula

memberikan kontribusi. Gagal jantung pada tahap awal, sesak hanya dialami

saat pasien beraktivitas berat, seiring dengan semakin beratnya gagal jantung,

sesak terjadi pada aktivitas yang semakin ringan dan akhirnya dialami pada

23

Page 24: LAPSUS CHFedit.docx

saat istirahat. Penyebab dari sesak ini kemungkinan besar multifaktorial,

mekanisme yang paling penting adalah kongesti paru, yang diakibatkan oleh

akumulasi cairan pada jaringan intertisial atau intraalveolar alveolus. Hal

tersebut mengakibatkan teraktivasinya reseptor juxtacapiler J yang

menstimulasi pernafasan pendek dan dangkal yang menjadi karakteristik

cardiac dypnea. Faktor lain yang dapat memberikan kontribusi pada

timbulnya sesak antara lain adalah kompliance paru, meningkatnya tahanan

jalan nafas, kelelahan otot respiratoir dan diagfragma, dan anemia. Keluhan

sesak bisa jadi semakin berkurang dengan mulai timbulnya gagal jantung

kanan dan regurgitasi trikuspid.

Berdasarkan studi Framingham, diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan

apabila diperoleh:

Kriteria Framingham dalam penegakan diagnosis gagal jantung kongestif

Kriteria Mayor

1. orthopnea / Dispnea Nocturnal Parkosismal

2. Distensi vena leher

3. Ronki (>10 cm diatas basal paru)

4. Kardiomegali pada foto thorax

5. Edema pulmonary akut

6. Gallop-S3

7. Peningkatan tekanan vena (>12 cmH2O)

8. Disfungsi ventrikel kiri pada ekokardiogram

24

Dua Kriteria Majoratau

Satu kriteria major + Dua Kriteria Minor

Page 25: LAPSUS CHFedit.docx

9. Penurunan berat badan >4,5 kg sebagai respon terhadap pengobatan

CHF

Kriteria Minor

1. Edema pretibial bilateral

2. Batuk malam

3. Dispnea saat aktivitas (DOE)

4. Hepatomegali

5. Efusi pleura

6. Takikardia (>120 kali/menit)

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Elektrokardiogram

Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua

pasien yang diduga gagal jantung. Abnormalitas EKG sering dijumpai

pada gagal jantung (tabel 4). Abnormalitas EKG memiliki nilai prediktif

yang kecil dalam mendiagnosis gagal jantung, jika EKG normal, diagnosis

gagal jantung khususnya dengan disfungsi sistolik sangat kecil (<10%). 3

b. Pemeriksaaan Radiologi

Foto thorax merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal

jantung. Rontgen thoraks dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru,

efusi pleura dan mendeteksi penyakit atau infeksi paru yang menyebabkan

atau memperberat sesak napas. (tabel 5). Kardiomegali dapat tidak

ditemukan pada gagal jantung akut dan kronik.

Tabel 5. Abnormalitas EKG yang umum ditemui pada gagal jantung

25

Page 26: LAPSUS CHFedit.docx

Tabel 6. Abnormalitas foto thorax yang umum ditemukan pada gagal jantung 3

Abnormalitas Penyebab Implikasi klinis

Kardiomegali

Dilatasi ventrikel kiri,

ventrikel kanan, atrium, efusi

perikard

Ekokardiografi, doppler

Hipertrofi ventrikelHipertensi, stenosis aorta,

kardiomiopati hipertrofiEkokardiografi, doppler

Tampak paru normal Bukan kongesti paru Nilai ulang diagnosis

Kongesti vena paru Peningkatan tekanan Mendukung diagnosis

26

Page 27: LAPSUS CHFedit.docx

pengisian ventrikel kiri gagal jantung kiri

Edema interstitialPeningkatan tekanan

pengisian ventrikel kiri

Mendukung diagnosis

gagal jantung kiri

Efusi pleura

Gagal jantung dengan

peningkatan tekanan

pengisian jika efusi bilateral,

infeksi paru ,pasca bedah/

keganasan

Pikirkan etiologi non-

kardiak (bila efusi

banyak)

Garis kerley B Peningkatan tekanan limfatikMitral stenosis/ gagal

jantung kiri

Area paru hiperlusen Emboli paru atau emfisemaPemeriksaan CT-scan,

spirometri, ekokardiografi

Infeksi paruPneumonia sekunder akibat

kongesti paru

Tatalaksana kedua

penyakit: gagal jantung

dan infeksi paru

Infiltrat paru Penyakit sistemikPemeriksaan diagnostik

lanjutan

c. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung

adalah darah perifer lengkap (hemo-globin, leukosit, trombosit), elektrolit,

kreatinin, laju filtrasi glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan

urinalisis. Pemeriksaan tambahan laindipertimbangkan sesuai tampilan

klinis. Gangguan hematologis atau elektrolit yang bermakna jarang

dijumpai pada pasien dengan gejala ringan sampai sedang yang belum

diterapi, meskipun anemia ringan, hiponatremia, hiperkalemia dan

penurunan fungsi ginjal sering dijumpai terutama pada pasien dengan

27

Page 28: LAPSUS CHFedit.docx

terapi menggunakan diuretik dan/atau ACEI (Angiotensin Converting

Enzime Inhibitor), ARB (Angiotensin Receptor Blocker), atau antagonis

aldosterone.

Peptida Natriuretik

Pada saat ini terdapat metode baru yang mempu menentukan

gagal jantung yaitu pemeriksaan laboratorium BNP (Brain Natriuretic

Peptide) dan NT-pro BNP (N Terminal protein BNP). Protein NT-pro

BNP merupakan penanda sensitif untuk fungsi jantung. Menurut situs

web Endolab Selandia Baru, kadar NT-pro BNP orang sehat di bawah

40 pmol/L. Peningkatan kadar NT-proBNP di atas 220 pmol/L

menunjukkan adanya gangguan fungsi jantung dalam tahap dini yang

perlu pemeriksaan lebih lanjut.

Tes NT-proBNP mampu mendeteksi gagal jantung tahap dini

yang belum terdeteksi dengan pemeriksaan elektrokardiografi. Hal ini

memungkinkan dokter membedakan gagal jantung dengan gangguan

pada paru yang memiliki gejala serupa, sehingga pengobatan lebih

terarah. Kadar NT- proBNP yang berkorelasi dalam darah itu bisa

digunakan untuk mengidentifikasi pasien gagal jantung yang perlu

pengobatan intensif serta memantau pasien risiko tinggi. Di sisi lain,

kadar NT-proBNP bisa turun jika penderita minum obat, sehingga

pemeriksaan rutin NT-proBNP bisa digunakan untuk mengetahui

kemajuan pengobatan.

Troponin I atau T

Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal jantung

jika gambaran klinisnya disertai dugaan sindroma koroner akut.

Peningkatan ringan kadar troponin kardiak sering pada gagal jantung

28

Page 29: LAPSUS CHFedit.docx

berat atau selama episode dekompensasi gagal jantung pada penderita

tanpa iskemia miokard.

d. Ekokardiogram

Istilah ekokardiograf digunakan untuk semua teknik pencitraan

ultrasound jantung termasuk pulsed and continuous wave Doppler, colour

Doppler dan tissue Doppler imaging (TDI). Konfirmasi diagnosis gagal

jantung dan/atau disfungsi jantung dengan pemeriksaan ekokardiografi

adalah keharusan dan dilakukan secepatnya pada pasien dengan dugaan

gagal jantung. Pengukuran fungsi ventrikel untuk membedakan antara

pasien disfungsi sistolik dengan pasien dengan fungsi sistolik normal

adalah fraksi ejeksi ventrikel kiri (normal > 45 - 50%).3

Ekokardiografi mempunyai peran penting dalam mendiagnosis

gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal (HFPEF/ heart failurewith

preserved ejection fraction). Diagnosis harus memenuhi tiga kriteria: 3

1. Terdapat tanda dan/atau gejala gagal jantung

2. Fungsi sistolik ventrikel kiri normal atau hanya sedikit terganggu

(fraksi ejeksi > 45 - 50%)

3. Terdapat bukti disfungsi diastolik (relaksasi ventrikel kiri abnormal /

kekakuan diastolik)

Ekokardiografi transesofagus

Direkomendasikan pada pasien dengan ekokardiografi

transtorakal tidak adekuat (obesitas, pasien dengan ventlator), pasien

dengan kelainan katup, pasien endokardits, penyakit jantung bawaan

atau untuk mengeksklusi trombus di left atrial appendagepada pasien

fibrilasi atrial.

29

Page 30: LAPSUS CHFedit.docx

Ekokardiografi beban

Ekokardiografi beban (dobutamin atau latihan) digunakan

untuk mendeteksi disfungsi ventrikel yang disebabkan oleh iskemia

dan menilai viabilitas miokard pada keadaan hipokinesis atau akinesis

berat.

30

Page 31: LAPSUS CHFedit.docx

Gambar 6. Algoritma diagnostik gagal jantung

VII. PENATALAKSANAAN

A. TATALAKSANA NON-FARMAKOLOGI

Manajemen Perawatan Mandiri

Manajemen perawatan mandiri mempunyai peran dalam

keberhasilan pengobatan gagal jantung dan dapat memberi dampak

bermakna perbaikan gejala gagal jantung, kapasitas fungsional, kualitas

31

Page 32: LAPSUS CHFedit.docx

hidup, morbiditas dan prognosis. Manajemen perawatan mandiri dapat

didefnisikan sebagai tindakan-tindakan yang bertujuan untuk menjaga

stabilitas fisik, menghindari perilaku yang dapat memperburuk kondisi

dan mendeteksi gejala awal perburukan gagal jantung.

Ketaatan pasien berobat

Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas

dan kualitas hidup pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60%

pasien yang taat pada terapi farmakologi maupun non-farmakologi.

Pemantauan berat badan mandiri

Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika

terdapat kenaikan berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus

menaikan dosis diuretik atas pertmbangan dokter (kelas rekomendasi I,

tingkatan bukti C).

Asupan cairan

Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama

pada pasien dengan gejala berat yang disertai hiponatremia. Restriksi

cairan rutin pada semua pasien dengan gejala ringan sampai sedang

tidak memberikan keuntungan klinis (kelas rekomendasi IIb, tingkatan

bukti C).

Pengurangan berat badan

Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2)

dengan gagal jantung dipertimbangkan untuk mencegah perburukan

gagal jantung, mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup

(kelas rekomendasi IIa, tingkatan bukti C).

Kehilangan berat badan tanpa rencana

Malnutrisi klinis atau subklinis umum dijumpai pada gagal

jantung berat. Kaheksia jantung (cardiac cachexia) merupakan

prediktor penurunan angka kelangsungan hidup. Jika selama 6 bulan

32

Page 33: LAPSUS CHFedit.docx

terakhir berat badan > 6 % dari berat badan stabil sebelumnya tanpa

disertai retensi cairan, pasien didefinisikan sebagai kaheksia. Status

nutrisi pasien harus dihitung dengan hati-hati (kelas rekomendasi I,

tingkatan bukti C)

Latihan fisik

Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal

jantung kronik stabil. Program latihan fisik memberikan efek yang

sama baik dikerjakan di rumah sakit atau di rumah (kelas rekomendasi

I, tingkatan bukti A)

Aktvitas seksual

Penghambat 5-phosphodiesterase (contoh: sildenafil)

mengurangi tekanan pulmonal tetapi tidak direkomendasikan pada

gagal jantung lanjut dan tidak boleh dikombinasikan dengan preparat

nitrat (kelas rekomendasi III, tingkatan bukti B)

B. TATALAKSANA FARMAKOLOGI

Tujuan diagnosis dan terapi gagal jantung yaitu untuk mengurangi

morbiditas dan mortalitas. Tindakan preventif dan pencegahan perburukan

penyakit jantung tetap merupakan bagian penting dalam tata laksana

penyakit jantung. Sangatlah penting untuk mendeteksi dan

mempertimbangkan pengobatan terhadap kormorbid kardiovaskular dan

non kardiovaskular yang sering dijumpai.

33

Page 34: LAPSUS CHFedit.docx

Tabel 7. Tujuan Pengobatan Gagal Jantung Kronik

Terdapat 5 target terapi pasien gagal jantung keonik dan penurunan fraksi ejeksi

1. Mengidentifikasi dan segera menindaklanjuti penyakit yang mendasari.

Beberapa pasien membutuhkan operaso perbaikan atau penggantian katup

jantung, revaskularisasi koroner, pengobatan hipertensi secara agresif, atau

penghentian konsumsi alkohol.

2. Eliminasi gejala-gejala akut pada pasien gagal jantung yang sebelumnya

dalam fase kompensasi. Ini mungkin termasuk, misalnya, mengobati infeksi

akut atau aritmia, menghentikan asupan garam berlebihan, atau

menghilangkan obat yang dapat memperburuk gejala-gejala (Misalnya

calcium channel tertentu blocker, yang memiliki efek inotropik negatif, atau

obat-obatan anti inflamasi non steroid, yang dapat berkontribusi terhadap

retensi volume).

3. Manajemen gejala gagal jantung:

a. Manajemen bendungan vaskular sistemik dan pulmonal. Obat yang

digunakan untuk mengatasi retensi dan kelebihan cairan adalah diuretika.

Selain itu, perlu dilakukan restriksi asupan sodium dalam makanan

34

Page 35: LAPSUS CHFedit.docx

b. Meningkatkan cardiac output dan perfusi ke organ vital. Obat yang

digunakan untuk memperkuat kontraktilitas (inotropik positif) adalah

preparat digitalis, simpatomimetik, seperti dopamin dan dobutamin. Dan

untuk meningkatkan perfusi dengan vasodilator

4. Pengaturan respon neurohormonal untuk mencegah remodelling jantung

dalam arti memperlambat progesivitas disfungsi ventrikel kiri

5. Memperpanjang angka survival rate.

Tabel 8. Rekomendasi terapi farmakologik untuk semua pasien gagal jantung sistolik

simtomatik (NYHA II-IV)

Tabel 9. Rekomendasi terapi farmakologik lain dengan keuntungan yang kurang pasti

pada pasien gagal jantung dengan NYHA fc II-IV

35

Page 36: LAPSUS CHFedit.docx

ANGIOTENSIN-CONVERTING ENZYME INHIBITORS (ACEI)

Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua pasien gagal

jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %.ACEI memperbaiki

fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena

perburukan gagal jantung, dan meningkatkan angka kelangsungan hidup (kelas

rekomendasi I, tingkatan bukti A). ACEI kadang-kadang menyebabkan

perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, hipotensi simtomatik, batuk dan

angioedema (jarang), oleh sebab itu ACEI hanya diberikan pada pasien dengan

fungsi ginjal adekuat dan kadar kalium normal.

Indikasi pemberian ACEI

a. Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, dengan atau tanpa gejala

b. Riwayat angioedema

c. Stenosis renal bilateral

d. Kadar kalium serum > 5,0 mmol/L

36

Page 37: LAPSUS CHFedit.docx

e. Serum kreatinin > 2,5 mg/dL

f. Stenosis aorta berat

Cara pemberian ACEI pada gagal jantung

Inisiasi pemberian ACEI

1. Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit

2. Periksa kembali fungsi ginjal dan serum elektrolit 1 - 2 minggu setelah terapi

ACEI

3. Naikan dosis secara titrasi

4. Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 - 4 minggu.

5. Jangan naikan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau hiperkalemia.

Dosis titrasi dapat dinaikan lebih cepat saat dirawat di rumah sakit

6. Jika tidak ada masalah diatas, dosis dititrasi naik sampai dosis target atau

dosis maksimal yang dapat di toleransi

7. Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit 3 dan 6 bulan setelah mencapai

dosis target atau yang dapat ditoleransi dan selanjutnya tiap 6 bulan sekali

PENYEKAT β

Kecuali kontraindikasi, penyekat β harus diberikan pada semua pasien

gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. Penyekat β

memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah

sakit karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan kelangsungan hidup

Indikasi pemberian penyekat β

a. Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %

b. Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA)

c. ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah diberikan

d. Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak ada

kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat)

37

Page 38: LAPSUS CHFedit.docx

Kontraindikasi pemberian penyekat β

a. Asma

b. Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit (tanpa pacu

jantung permanen), sinus bradikardia (nadi < 50x/menit)

Cara pemberian penyekat β pada gagal jantung

Inisiasi pemberian penyekat β

1. Penyekat β dapat dimulai sebelum pulang dari rumah sakit pada pasien

dekompensasi secara hati-hati.

2. Naikan dosis secara titrasi

3. Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 – 4 minggu. Jangan

naikan dosis jika terjadi perburukan gagal jantung, hipotensi simtomatik atau

bradikardi (nadi < 50 x/menit)

4. Jika tidak ada masalah diatas, gandakan dosis penyekat β sampai dosis target

atau dosis maksimal yang dapat di toleransi.

Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian penyekat β:

1. Hipotensi simtomatik

2. Perburukan gagal jantung

3. Bradikardia

ANTAGONIS ALDOSTERON

Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron dosis kecil

harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi ≤ 35 % dan gagal

jantung simtomatik berat (kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa hiperkalemia

dan gangguan fungsi ginjal berat. Antagonis aldosteron mengurangi perawatan

rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan meningkatkan kelangsungan

hidup.

38

Page 39: LAPSUS CHFedit.docx

Indikasi pemberian antagonis aldosteron

a. Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %

b. Gejala sedang sampai berat (kelas fungsional III- IV NYHA)

c. Dosis optimal penyekat β dan ACEI atau ARB (tetapi tidak ACEI dan ARB)

Kontraindikasi pemberian antagonis aldosteron

a. Konsentrasi serum kalium > 5,0 mmol/L

b. Serum kreatinin> 2,5 mg/dL

c. Bersamaan dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium

d. Kombinasi ACEI dan ARB

Cara pemberian spironolakton (atau eplerenon) pada gagal jantung

Inisiasi pemberian spironolakton

1. Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit.

2. Naikan dosis secara titrasi

3. Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 4 – 8 minggu. Jangan

naikan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau hiperkalemia.

4. Periksa kembali fungsi ginjal dan serum elektrolit 1 dan 4 minggu setelah

menaikan dosis.

5. Jika tidak ada masalah diatas, dosis dititrasi naik sampai dosis target atau

dosis maksimal yang dapat di toleransi (Tabel 11)

Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian spironolakton:

1. Hiperkalemia

2. Perburukan fungsi ginjal

3. Nyeri dan/atau pembesaran payudara

39

Page 40: LAPSUS CHFedit.docx

ANGIOTENSIN RECEPTOR BLOCKERS (ARB)

Kecuali kontraindikasi, ARB direkomendasikan pada pasien gagal

jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % yang tetap simtomatik

walaupun sudah diberikan ACEI dan penyekat β dosis optimal, kecuali juga

mendapat antagonis aldosteron. Terapi dengan ARB memperbaiki fungsi

ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi angka perawatan rumah sakit karena

perburukan gagal jantung ARB direkomedasikan sebagai alternatif pada

pasien intoleran ACEI. Pada pasien ini, ARB mengurangi angka kematian

karena penyebab kardiovaskular.

Indikasi pemberian ARB

a. Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %

b. Sebagai pilihan alternatif pada pasien dengan gejala ringan sampai berat

(kelas fungsional II - IV NYHA) yang intoleran ACEI

c. ARB dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, dan

hipotensi simtomatik sama sepert ACEI, tetapi ARB tidak menyebabkan

batuk

Kontraindikasi pemberian ARB

a. Sama seperti ACEI, kecuali angioedema

b. Pasien yang diterapi ACEI dan antagonis aldosteron bersamaan

c. Monitor fungsi ginjal dan serum elektrolit serial ketika ARB digunakan

bersama ACEI

Cara pemberian ARB pada gagal jantung (Tabel 10)

Inisiasi pemberian ARB

1. Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit.

40

Page 41: LAPSUS CHFedit.docx

2. Dosis awal lihat Tabel 11

3. Naikan dosis secara titrasi

4. Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 – 4 minggu. Jangan

naikan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau hiperkalemia

5. Jika tidak ada masalah diatas, dosis dititrasi naik sampai dosis target atau

dosis maksimal yang dapat ditoleransi (Tabel 11)

6. Periksa fungsi ginja l dan serum elektrolit 3 dan 6 bulan setelah mencapai

dosis target atau yang dapat ditoleransi dan selanjutnya tiap 6 bulan sekali

Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian ARB yaitu

sama seperti ACEI, kecuali ARB tidak menyebabkan batuk.

HYDRALAZINE DAN ISOSORBIDE DINITRATE (H-ISDN)

Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %,

kombinasi H-ISDN digunakan sebagai alternatif jika pasien intoleran terhadap

ACEI dan ARB (kelas rekomendasi IIa, tingkatan bukti B).

Indikasi pemberian kombinasi H-ISDN

a. Pengganti ACEI dan ARB dimana keduanya tidak dapat ditoleransi

b. Sebagai terapi tambahan ACEI jika ARB atau antagonis aldosteron tidak

dapat ditoleransi

c. Jika gejala pasien menetap walaupun sudah diterapi dengan ACEI,

penyekat β dan ARB atau antagonis aldosteron

Kontraindikasi pemberian kombinasi H-ISDN

a. Hipotensi simtomatik

b. Sindroma lupus

c. Gagal ginjal berat

41

Page 42: LAPSUS CHFedit.docx

Cara pemberian kombinasi H-ISDN pada gagal jantung

Inisiasi pemberian kombinasi H-ISDN

1. Dosis awal: hydralazine 12,5 mg dan ISDN 10 mg, 2 - 3 x/hari

2. Naikan dosis secara titrasi

3. Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 – 4 minggu.

4. Jangan naikan dosis jika terjadi hipotensi simtomatik

5. Jika toleransi baik, dosis dititrasi naik sampai dosis target (hydralazine 50

mg dan ISDN 20 mg, 3-4 x/hari)

Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian kombinasi H-

ISDN:

1. Hipotensi simtomatik

2. Nyeri sendi atau nyeri otot

DIGOKSIN

Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat

digunakan untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain

(seperti penyekat beta) lebih diutamakan. Pada pasien gagal jantung

simtomatik, fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % dengan irama sinus, digoksin

dapat mengurangi gejala, menurunkan angka perawatan rumah sakit karena

perburukan gagal jantung,tetapi tidak mempunyai efek terhadap

angkakelangsungan hidup (kelas rekomendasi IIa, tingkatan bukti B)

Indikasi Pemberian Digoksin

Fibrilasi atrial dengan irama ventrikular saat istrahat > 80 x/menit atau

saat aktifitas> 110 - 120 x/menit

Irama sinus

42

Page 43: LAPSUS CHFedit.docx

Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %

Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II-IV NYHA)

Dosis optimal ACEI dan/atau ARB, penyekat β dan antagonis aldosteron

jika ada indikasi.

Kontraindikasi penggunaan Digoksin

Blok AV derajat 2 dan 3 (tanpa pacu jantung tetap); hati-hati jika pasien

diduga sindroma sinus sakit

Sindroma pre-eksitasi

Riwayat intoleransi digoksin

Cara pemberian digoksin pada gagal jantung

Inisiasi pemberian digoksin

1. Dosis awal: 2,5 mg, 1 x/hari pada pasien dengan fungsi ginjal normal.

Pada pasien usia lanjut dan gangguan fungsi ginjal dosis diturunkan

menjadi 1,25 atau 0,625 mg, 1 x/hari

2. Periksa kadar digoksin dalam plasma segera saat terapi kronik. Kadar

terapi digoksin harus antara 0,6 - 1,2 ng/mL

3. Beberapa obat dapat menaikan kadar digoksin dalam darah (amiodaron,

diltiazem, verapamil, kuinidin)

Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian digoksin:

1. Blok sinoatrial dan blok AV

2. Aritmia atrial dan ventrikular, terutama pada pasien hipokalemia

3. Tanda keracunan digoksin: mual, muntah, anoreksia dan gangguan

melihat warna.

43

Page 44: LAPSUS CHFedit.docx

DIURETIK

Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda

klinis atau gejala kongesti (kelas rekomendasi I, tingkatan bukit B). Tujuan

dari pemberian diuretik adalah untuk mencapai status euvolemia (kering dan

hangat) dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai

kebutuhan pasien, untuk menghindari dehidrasi atau reistensi.

Cara pemberian diuretik pada gagal jantung

Pada saat inisiasi pemberian diuretik periksa fungsi ginjal dan serum

elektrolit

Dianjurkan untuk memberikan diuretik pada saat perut kosong

Sebagain besar pasien mendapat terapi diuretik loop dibandingkan tiazid

karena efisiensi diuresis dan natriuresis lebih tinggi pada diuretik loop.

Kombinasi keduanya dapat diberikan untuk mengatasi keadaan edema

yang resisten

Dosis diuretik

Mulai dengan dosis kecil dan tingkatkan sampai perbaikan gejala dan

tanda kongesti

Dosis harus disesuaikan, terutama setelah tercapai berat badan kering

(tanpa retensi cairan) untuk mencegah risiko gangguan ginjal dan

dehidrasi. Tujuan terapi adalah mempertahankan berat badan kering

dengan dosis diuretik minimal

Pada pasien rawat jalan, edukasi diberikan agar pasien dapat mengatur

dosis diuretik sesuai kebutuhan berdasarkan pengukuran berat badan

harian dan tanda-tanda klinis dari retensi cairan

44

Page 45: LAPSUS CHFedit.docx

Tabel 10. Dosis obat diuretik yang biasa digunakan pada pasien gagal jantung

Tabel 11. Dosis obat yang umum dipakai pada penyakit gagal jantung

45

Page 46: LAPSUS CHFedit.docx

46

TidakYa

Irama sinus & HR≥ 70 x/mnt?

TidakYa

LVEF ≤ 35%

TidakYa

Masih NYHA II-IV ?

Tambahkan MR antagonist

Tidakya

Masih NYHA II-IV ?

Tambahkan beta blocker

Diuretik untuk gejala/tanda kongesti+

ACEI (atau ARB jika tidak tertoleransi)

Pertimbangkan digoksin dan/atau H-ISDNJika tahap terminal, pertimbangkan LVAD dan/atau transplantasi

TidakYa

Masih NYHA II-IV ?

PertimbangkanICD

PertimbangkanCRT-P/CRT-D

TidakYa

Durasi QRS ≥120ms ?

TidakYa

Masih NYHA II-IV dan LVEF ≤ 35% ?

Tambah ivabradine

Tanpa terapi spesifik lebih lanjutLanjutkan tatalaksana

Gambar 2. Algoritma pengobatan gagal jantung

Page 47: LAPSUS CHFedit.docx

PEMBAHASAN ETIOLOGI:

REGURGITASI MITRAL

I. DEFINISI

Regurgitasi mitral adalah suatu keadaan di mana terdapat aliran darah balik dari

ventrikel kiri ke dalam atrium kiri pada saat sistol, akibat tidak dapat menutupnya

katup mitral secara sempurna. Dengan demikian, aliran darah saat sistol akan

terbagi dua:

Ke aorta dan seterusnya ke aliran sistemik (fungsi utama).

Ke atrium kiri.

II. STRUKTUR DAN FUNGSI KOMPONEN KATUP MITRAL

Katup mitral terdiri dari empat komponen utama:

Anulus katup mitral:

o Terdiri dari bagian yang kaku (fixed) yang berhubungan dengan annulus

katup aorta.

o Terdiri dari jaringan fibrosa dan merupakan bagian dari pangkal katup

mitral bagian anterior.

o Bagian anulus mitralis yang lain: bagian yang dinamik, bagian yang

terbesar dan tempat pangkal dari daun katup mitral bagian posterior.

Kedua daun katup:

o Terdiri dari katup anterior dan posterior yang asimetris

o Celah dari kedua katup ini disebut komisura, bagian antero medial dan

postero lateral.

Chordae tendinea:

o Terdiri dari dua berkas, berpangkal pada muskulus papilaris.

47

Page 48: LAPSUS CHFedit.docx

o Berkas corda tendinea ini menempel pada masing-masing daun katup,

yang berfungsi untuk menopang daun katup mitral dalam berkoaptasi.

o Setiap berkas corda terdiri dari beberapa serabut yang fleksibel.

Muskulus papillaris:

o Terdiri dari dua buah, tempat berpangkalnya kedua chordae tendinea, dan

berhubungan langsung dengan dinding ventrikel kiri.

o Berfungsi untuk menyanggah kedua chordae.

o Muskulus papillaris adalah bagian dari endokardium yang menonjol, satu

di medial, dan satu lagi di dinding lateral.

III. ETIOLOGI

Etiologi regugirtasi mitral sangat banyak, erat hubungannya dengan gambaran

klinisnya baik itu Mitral Regurgitasi akut atau Mitral Regurgitasi kronik.

Etiologi REGURGITASI MITRAL akut

Mitral Regurgitasi akut secara garis besar ada tiga bentuk:

REGURGITASI MITRAL primer akut non iskemia yang terdiri dari:

o Ruptur korda spontan

o Endokarditis infektif

o Degenerasi miksomatous dari valvular

o Trauma

o Hipovolemia pada mitral valve prolapse (MVP)

Mitral Regurgitasi karena iskemia akut: REGURGITASI MITRAL yang

terjadi karena iskemia akut dapat dijelaskan sebagai berikut. Akibat adanya

iskemia kut, maka akan terjadi gangguan fungsi ventrikel kiri, annular

geometri atau gangguan fungsi muskulus papilaris. Pada infark akut, dapat

terjadi ruptur dari muskulus papilaris, satu atau keduanya. Selanjutnya timbul

edema paru, syok dan kematian. Namun apabila hanya satu muskulus

48

Page 49: LAPSUS CHFedit.docx

papilaris yang ruptur, biasanya walau klinisnya berat, namun kemungkinan

masih bisa diatasi. Ruptur muskulus papilaris pada infark akut biasanya

timbul antara hari kedua sampai hari kelima, klinisnya berat, biasanya perlu

tindakan operasi. REGURGITASI MITRAL juga bisa timbul sebagai

kelanjutan dari infark akut, di mana terjadi remodelling miokard, gangguan

fungsi muskulus papilaris, dan dilatasi annulus, gangguan koaptasi katup

mitral, selanjutnya timbul REGURGITASI MITRAL.

REGURGITASI MITRAL akut sekunder pada kardiomiopati: Pada

kardiomiopati terdapat penebalan dari miokard yang tidak proporsional dan

bisa asimetris, yang berakibat kedua muskulus papilaris berobah posisi,

akibatnya tidak berfungsi dengan sempurna, selanjutnya penutupan katup

mitral tidak sempurna.

Etiologi Regurgitasi Mitral kronik

Etiologi regurgitasi mitral kronik sangat banyak. Regurgitasi mitral kronik

dapat terjadi pada penyakit jantung valvular yang berlangsung secara “slowly

progressive”, seperti pada penyakit jantung rematik. Dapat juga terjadi sebagai

konsekuensi lesi akut seperti perforasi katup atau ruptur korda yang tidak pernah

memperlihatkan gejala-gejala akut, namun dapat diadaptasi sampai timbul bentuk

kronis dari Regurgitasi Mitral. Beberapa jenis etiologi Regurgitasi mitral kronik

terdiri dari hal-hal sebagai berikut:

Regurgitasi mitral karena reumatik

Biasanya disertai juga dengan stenosis mitral berbagai tingkatan dan fusi dari

“commisura”, hanya sekitar 10% kasus rematik mitral murni regurgitasi

mitral tanpa ada stenosis. Regurgitasi mitral berat karena rheuma yang

memerlukan tindakan operasi masih sering ditemukan pada negara-negara

yang sedang berkembang, tetapi sudah jarang di negara-negara yang sudah

49

Page 50: LAPSUS CHFedit.docx

maju. Biasanya lesi rematik dapat berupa retraksi fibrosis pada apparatus

valvuler, yang mengakibatkan koaptasi dari katup mitral tidak berfungsi

secara sempurna. Pada kasus-kasus regurgitasi mitral yang mengalami

koreksi operasi, terdapat 3-40% karena atas dasar reumatik.

Regurgitasi Mitral Degeneratif

Yang paling sering penyebabnya adalah Mitral Valve Prolapse (MVP), di

mana terjadi gerakan abnormal dari daun katup mitral ke dalam atrium kiri

saat sistol, diakibatkan oleh tidak adekuatnya sokongan (“support”) dari

korda, memanjang atau ruptur, dan terdapat jaringan valvular yang berlebihan.

Di negara-negara maju, lesi MVP merupakan lesi yang terbanyak didapatkan,

20-70% dari kasus-kasus REGURGITASI MITRAL yang mendapat tindakan

koreksi dengan operasi.

Regurgitasi mitral karena endokarditis infektif

Endokarditis infektif dapat menyebabkan destruksi dan perforasi dari daun

katup.

Regurgitasi mitral karena iskemia (Regurgitasi Mitral Fungsional)

Timbul sebagai akibat adanya disfungsi muskulus papilaris yang bersifat

transient atau permanen akibat adanya iskemia kronis. Regurgitasi fungsional

dapat juga terjadi akibat dilatasi ventrikel kiri, aneurisma ventrikel,

miokardiopati atau miokarditis.

Regurgitasi Mitral Akibat Penyebab Lain

Masih sangat banyak, walau sangat jarang ditemukan, seperti penyakit

jaringan ikat (“connective tissue disorders”), seperti sindrom Marfan, sindrom

antikardiolipin, sindrom SLE dan lain-lain.

50

Page 51: LAPSUS CHFedit.docx

III. PATOFISIOLOGI

Regurgitasi Mitral Akut

Pada regurgitasi mitral primer akut, atrium kiri dan vetrikel kiri yang

sebelumnya normal-normal saja, tiba-tiba mendapat beban yang berlebihann

(severe volume overload). Pada saat sistol atrium kiri akan mengalami

pengisian yang berlebihan, di samping aliran darah yang biasa dari vena-vena

pulmonalis, juga mendapat aliran darah tambahan dari ventrikel kiri akibat

regurgitasi tadi. Sebaliknya pada saat diastol, volume darah yang masuk ke

ventrikel kiri akan mengalami peningkatan yang berasal dari atrium kiri yang

mengalami volume overload tadi. Dinding ventrikel kiri cukup tebal tidak

akan sempat berdilatasi, namun akan mengakibatkan mekanisme Frank-

Starling akan berlangsung secara maksimal, yang selanjutnya pasien masuk

dalam keadaan dekompensasi jantung kiri akut. Tekanan atau volume

ventrikel kiri yang berlebih diteruskan ke atrium kiri, selanjutnya ke vena-

vena pulmonalis dan timbullah edema paru yang akut. Pada saat yang

bersamaan pada fase sistol di mana ventrikel kiri mengalami volume

overload dan tekanan di ventrikel kiri mengalami volume overload dan

tekanan di ventrikel kiri meningkat, tekanan after load berkurang akibat

regurgitasi ke atrium kiri yang bisa mencapai 50% dari strok volume

ventrikel kiri. Aliran darah ke aorta (sistemik) akan berkurang karena berbagi

ke atrium kiri. Akibatnya cardiac output akan berkurang walaupun fungsi

ventrikel kiri sebelumnya masih normal atau bahkan diatas normal. Pada

keadaan seperti ini, pasien akan memperlihatkan gejala-gejala gagal jantung

kiri akut, kongesti paru, dan penurunan cardiac output.

REGURGITASI MITRAL kronik

Tidak sempurnanya koaptasi dari kedua daun katup mitral pada fase

sistol, menimbulkan ada pintu/celah terbuka (regurgitant orifice) untuk aliran

51

Page 52: LAPSUS CHFedit.docx

darah balik ke atrium kiri. Adanya “systolic pressure gradient” antara

ventrikel kiri dengan atrium kiri, akan mendorong darah balik ke atrium kiri.

Volume darah yang balik ke atrium kiri disebut “volume regurgitatant”, dan

presentase regurgitant volume dibanding dari total ejeksi ventrikel kiri,

disebut sebagai fraksi regurgitan. Dengan demikian pada fase sistol, akan

terdapat beban pengisian atrium kiri yang meningkat, dan pada fase diastol,

beban pengisian ventrikel kiri juga akan meningkat, yang lama kelamaan akan

memperburuk kemampuan ventrikel kiri yang akhirnya akan terjadi

perubahan struktur ventrikel kiri.

Pada regurgasi mitral kronis, terjadi dilatasi ventrikel kiri, walau lebih

ringan ketimbang pada regurgitasi aorta (AR), pada tingkat regurgitasi yang

sama. Tekanan volume akhir diastol (end diastolic volume) dan regangan

dinding ventrikel (wall stress) akan meningkat. Volume akhir sistol akan

meningkat pada REGURGITASI MITRAL kronik, meskipun demikian,

regangan akhir sistole dinding ventrikel kiri biasanya masih normal.

Selanjutnya massa ventrikel kiri pada REGURGITASI MITRAL akan

meningkat sejajar dengan besarnya dilatasi ventrikel kiri.

Fungsi ventrikel kiri sulit dinilai karena ada perubahan pada preload

dan after load. After load lebih sulit lagi dinilai karena ada aliran darah

regurgitasi ke atrium kiri, yang sedikit banyak akan mengurangi tahanan

pengeluaran darah dari ventrikel kiri, padahal pengukuran after load dan

regangan akhir dinding ventrikel kiri masih dalam batas normal.

Bagaimanapun juga, terdapat korelasi terbalik antara tekanan akhir dinding

ventrikel dengan fraksi ejeksi pada regurgitasi mitral.

Petunjuk yang cukup kompleks dengan memakai after load seperti

regangan akhir sistolik dinding ventrikel kiri atau elastan maksimum yang

disejajarkan dengan volume ventrikel kiri, dapat dipakai sebagai pengukur

52

Page 53: LAPSUS CHFedit.docx

perubahan fungsi ventrikel kiri yang cukup sensitif. Disfungsi ventrikel kiri

akibat regurgitasi mitral merupakan pertanda prognosis yang tidak baik.

Fungsi diastolik pada regurgitasi mitral sangat sulit dianalisis akibat

peningkatan volume pengisian. Relaksasi ventrikel kiri biasanya memanjang

dan kekakuan (stiffness) ventrikel kiri juga biasanya berkurang akibat

bertambahnya diameter rongga ventrikel kiri.

Pada pasien regurgitas mitral fungsional akibat penyakit jantung

koroner atau kardiomiopati, kelainan primer terdapat pada ventrikel kiri, di

mana kontraktilitas dinding ventrikel sangat berkurang, padahal daun katup

mitral itu sendiri masih normal. Regurgitasi mitral kebanyakan tidak sejajar

dengan derajat disfungsi ventrikel kiri, tetapi lebih berhubungan dengan

remodeling ventrikel kiri secara regional. Regurgitasi mitral fungsional agak

berbeda dengan regurgitasi mitral organik (valvular). Pada regurgitasi mitral

fungsional, volume regurgitasi biasanya sedikit dan dilatasi ventrikel kiri

biasanya tidak proporsional dengan derajat regurgitasi mitral. Tetapi

regurgitasi mitral fungsional memiliki arti klinis yang penting, berhubungan

dengan peninggian volume dan tekanan di atrium kiri, dan suatu pertanda

penyakit miokardium yang sudah lanjut. Regurgitasi mitral fungsional sangat

efektif diobati dengan vasodilator.

IV. MANIFESTASI KLINIS

Regurgitasi Mitral Akut

Pasien regurgitasi mitral akut hampir semuanya simptomatik. Pada

beberapa kasus dapat diperberat oleh adanya ruptur chordae, umumnya

ditandai oleh sesak nafas dan rasa lemas yang berlebihan, yang timbul secara

tiba-tiba. Kadang ruptur korda ditandai oleh adanya nyeri dada, orthopnea,

53

Page 54: LAPSUS CHFedit.docx

paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) dan lelah kadang ditemukan pada

regurgitasi mitral akut.

Dari anamnesis juga kemungkinan dapat diperoleh perkiraan etiologi

dari regurgitasi mitral akut. Regurgitasi mitral akut akibat iskemia berat, dapat

diperkirakan pada kasus dengan syok atau gagal jantung kongestif pada pasien

dengan infark akut, terutama bila didapatkan adanya murmur sistolik yang

baru, walau kadang tidak ditemukan murmur sistolik pada regurgitasi mitral

akut akibat iskemia, karena dapat terjadi keseimbangan tekanan darah di

dalam ventrikel kiri dan atrium kiri, yang dapat menimbulkan lamanya

murmur memendek sehingga pada auskultasi sulit dideteksi.

Regurgitasi Mitral Kronik

Pasien dengan regurgitasi mitral ringan biasanya asimptomatik.

Regurgitasi mitral berat dapat asimptomatik atau gejala minimal untuk

bertahun-tahun. Rasa cepat lelah karena cardiac output yang rendah dan sesak

nafas ringan pada saat beraktivitas, biasanya segera hilang apabila aktivitas

segera dihentikan.

Sesak nafas bertambah berat saat beraktifitas, paroxysmal nocturnal

dyspnea (PND) atau edema paru bahkan hemoptisis dapat juga terjadi. Gejala-

gejala berat tersebut dapat dipicu oleh fibrilasi atrial yang baru timbul atau

karena peningkatan derajat regurgitasi, atau ruptur korda atau menurunnya

kemampuan ventrikel kiri.

Sedangkan periode transisi dari akut menjadi kronik regurgitasi mitral,

dapat juga terjadi misalnya dari gejala akut seperti edema paru dan gagal

jantung dapat mereda secara progresif akibat perbaikan kemampuan ventrikel

kiri atau akibat pemberian diuretika.

54

Page 55: LAPSUS CHFedit.docx

V. PEMERIKSAAN FISIK

Tekanan darah biasanya normal. Pada pemeriksaan palpasi, apeks biasanya

terdorong ke lateral/kiri sesuai dengan pembesaran ventrikel kiri. Thrill pada apeks

pertanda terdapatnya regurgitasi mitral berat. Juga bisa terdapat right ventricular

heaving, bisa juga didapatkan pembesaran ventrikel kanan.

Bunyi jantung pertama biasanya bergabung dengan murmur. Umumnya

normal, namun dapat mengeras pada regurgitasi mitral karena penyakit jantung

rematik. Bunyi jantung kedua biasanya normal. Bunyi jantung ketiga terdengar

terutama pada regurgitasi mitral akibat kelainan organik, di mana terjadi

peningkatan volume dan dilatasi ventrikel kiri. Murmur diastolik yang bersifat

rumbling pada awal diastolik bisa juga terdengar akibat adanya peningkatan aliran

darah pada fase diastol, walau tidak disertai oleh adanya stenosis mitral. Namun

perlu diingat bahwa bunyi jantung ketiga dan murmur diastolik ini biasanya

bunyinya bersifat low pitch, sulit dideteksi, perlu auskultasi yang hati-hati, lebih

jelas terdengar pada posisi dekubitus lateral kiri, dan pada saat ekspirasi.

Gallop atrial biasanya terdengar pada regurgitasi mitral dengan awitan yang

masih baru dan pada regurgitasi mitral fungsional atau iskemia serta pada irama

yang masih sinus. Pada regurgitasi mitral karena mitral valve prolapse (MVP)

dapat terdengar mid systolic click yang merupakan petanda mitral valve prolapse

(MVP), bersamaan dengan murmur sistolik. Hal ini terjadi sebagai akibat

peregangan yang tiba-tiba dari chordae tendinea.

Petanda utama dari regurgitasi mitral adalah murmur sistolik, minimal derajat

sedang, berupa murmur holosistolik yang meliputi bunyi jantung pertama sampai

bunyi jantung kedua. Murmur biasanya bersifat blowing, tetapi bisa juga bersifat

kasar (harsh) terutama pada mitral valve prolapse (MVP). Pada regurgitasi mitral

karena penyakit jantung valvular dan mitral valve prolapse (MVP) dari daun katup 55

Page 56: LAPSUS CHFedit.docx

anterior, punctum maximum terdengar di apeks, menjalar ke aksila. Sedangkan

pada mitral valve prolapse (MVP) katup posterior arah “jet” dari murmur menuju

superior dan medial. Akibatnya murmur menjalar ke basis jantung dan sulit

dibedakan dengan murmur karena stenosis aorta atau kardiomiopati obstruktif.

Murmur juga bisa terdengar di punggung. Murmur biasanya paralel dengan derajat

regurgitasi mitral, namun tidak demikian pada regurgitasi mitral karena iskemia

atau fungsional.

VI. ELEKTROKARDIOGRAFI

Gambaran EKG pada REGURGITASI MITRAL tidak ada yang spesifik,

namun fibrilasi atrial sering ditemukan pada regurgitasi mitral karena kelainan

organik. Regurgitasi mitral karena iskemia, Q patologis dan LBBB bisa terlihat

sedangkan pada mitral valve prolapse (MVP) bisa terlihat perubahan segmen ST-

T yang tidak spesifik. Pada keadaan dengan irama sinus, tanda-tanda dilatasi

atrium kiri (LAH) dan dilatasi atrium kanan (RAH) bisa ditemukan apabila sudah

ada hipertensi pulmonal yang berat. Tanda-tanda hipertrofi ventrikel kiri (LVH)

bisa juga ditemukan pada regurgitasi mitral kronik.

VII. FOTO TORAKS

Bisa memperlihatkan tanda-tanda pembesaran atrium kiri dan ventrikel

kiri. Juga tanda-tanda hipertensi pulmonal atau edema paru bisa ditemukan pada

regurgitasi mitral kronik. Sedangkan pada regurgitasi mitral akut, biasanya

pembesaran jantung belum jelas, walaupun sudah ada tanda-tanda gagal jantung

kiri.

VIII. EKOKARDIOGRAFI

Ekokardiografi Doppler saat ini merupakan alat diagnostik yang utama

pada pemeriksaan pasien dengan regurgitasi mitral. Dengan Eko Doppler,

56

Page 57: LAPSUS CHFedit.docx

dapat diketahui morfologi lesi katup mitral, derajat atau beratnya regurgitasi

mitral. Juga mengetahui beratnya regurgitasi mitral. Juga mengetahui fungsi

ventrikel kiri dan atrium kiri. Dengan eko bisa diketahui etiologi dari

regurgitasi MITRAL.

Color Flow Doppler Imaging merupakan pemeriksaan non-invasive

yang sangat akurat dalam mendeteksi dan estimasi dari regurgitasi mitral.

Atrium kiri biasanya dilatasi, sedangkan ventrikel kiri cenderung hiperdinamik.

Dengan Guided M-mode diameter, dapat diukur besarnya ventrikel kiri, massa

ventrikel kiri dan tekanan dinding ventrikel, dan fraksi ejeksi dapat dikalkulasi

atau diestimasi. Volume ventrikel juga dapat diukur dengan Ekokardografi dua

dimensi.

IX. PENATALAKSANAAN

Terapi Medikamentosa pada REGURGITASI MITRAL akut

Terapi regurgitasi mitral akut adalah secepatnya menurunkan volume

regurgitan, yang seterusnya akan mengurangi hipertensi pulmonal dan

tekanan atrial dan meningkatkan stroke volume. Vasodilator arterial seperti

sodium nitroprusid merupakan terapi utama untuk tujuan ini. Vasodilator

arterial dapat mengurangi resistensi valvuler, meningkatkan aliran

pengeluaran dan bersamaan dengan ini akan terjadi juga pengurangan dari

aliran regurgitasi. Pada saat bersamaan dengan berkurangya volume ventrikel

kiri dapat membantu perbaikan kompetensi katup mitral.

Sodium nitroprusid diberikan secara intravena, sangat bermanfaat

karena waktu paruh sangat pendek, sehingga mudah dititrasi, apalagi bila

diberikan dengan pemasangan Swan Ganz catheter. Pada pasien regurgitasi

mitral berat dengan hipotensi, sebaiknya pemberian sodium nitroprusid harus

dihindari. Intra Aortic Balloon Counter Pulsation dapat dipergunakan untuk

57

Page 58: LAPSUS CHFedit.docx

memperbaiki mean arterial blood pressure (MABP), di mana diharapkan

dapat mengurangi after load dan meningkatkan forward output (pengeluaran

darah dari ventrikel kiri). Penggantian katup mitral baru bisa dipertimbangkan

sesudah hemodinamik stabil.

Terapi Medikamentosa pada Regurgitasi Mitral Kronik

Prevensi terhadap endokarditis infektif pada regurgitasi mitral sangat

penting. Pasien usia muda dengan regurgitasi mitral karena penyakit jantung

rematik harus mendapat profilaksis terhadap demam rematik. Untuk pasien

dengan AF perlu diberikan digoksin dan atau beta blocker untuk kontrol

frekuensi detak jantung (rate control).

Antikoagulan oral harus diberikan pada pasien dengan AF. Penyekat

beta merupakan obat pilihan utama pada sindrom mitral valve prolapse

(MVP), di mana sering ditemukan keluhan berdebar dan nyeri dada. Diuretika

sangat bermanfaat untuk kontrol gagal jantung, dan untuk kontrol keluhan

terutama sesak nafas. ACE inhibitor dilaporkan bermanfaat pada regurgitasi

mitral dengan disfungsi ventrikel kiri, memperbaiki survival dan memperbaiki

simptom. Juga regurgitasi mitral fungsional sangat bermanfaat dengan ACE

inhibitor ini.

Terapi Operasi

Ada dua pilihan yaitu rekonstruksi dari katup mitral dan penggantian

katup mitral. Ada beberapa pendekatan dengan rekonstruksi valvular ini,

tergantung dari morfologi lesi dan etiologi regurgitasi mitral, dapat berupa

58

Page 59: LAPSUS CHFedit.docx

valvular repair misalnya pada mitral valve prolapse (MVP), annuloplasty,

memperpendek korda dan sebagainya.

Sebelum rekontruksi atau penggantian perlu penilaian aparatus mitral

secara cermat, dan performance dari ventrikel kiri. Namun kadang saat

direncanakan rekonstruksi, sesudah dibuka, ternyata harus diganti.

Penggantian katup mitral, dipastikan apabila dengan rekonstruksi tidak

mungkin dilakukan. Apabila diputuskan untuk penggantian, maka pilihannya

adalah apakah memakai katup mekanikal di mana ketahanan dari katup

mekanik ini sudah terjamin, namun terdapat risiko tromboemboli dan harus

mengkonsumsi antikoagulan seumur hidup, atau katup bioprotese (biologic

valve) di mana umur katup sulit diprediksi, namun tidak perlu pemberian

antikoagulan lama.

Kapan tindakan penggantian katup dilakukan masih banyak para ahli

yang berbeda pendapat, namun ada kecenderungan semakin cepat semakin

baik, sebelum terjadi disfungsi ventrikel kiri. Disfungsi ventrikel kiri biasanya

irreversible, walau katupnya telah diganti.

59

Page 60: LAPSUS CHFedit.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Rilantono LI, Baraas F, Karo Karo S, Roebiono PS. Buku Ajar Kardiologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2003.

2. Lilly LS. Pathophysiology Of Heart Disease: A Collaborative Project Of Medical Students And Faculty. 5th Ed. Lippincot Williams & Wilkins. 2011.

3. Siswanto BB, Hersunawati N, Etc. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2015.

4. Figueroa, MS And Peters JI. Congestive Heart Failure: Diagnosis, Pathophysiology, Therapy, And Implications For Respiratory Care. Respir Care 2006;51(4):403– 412.

5. Prof.dr. Peter kabo PhD, MD (Melb. Uni). In: Bagaimana menggunakan obat-obat kardiovaskular secara rasional. Balai penerbitan; FKUI

6. Mann DL. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, editor. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th ed. New York: Mc graw hill; 2008. p. 1443.

7. Shah RV. Fifer MA. Heart Failure. In: Lilly LS, editor. Pathophysiology of Heart Disease A Collaborative Project of Medical Students and Faculty. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2007; p. 225-251.

8. Sonnenblick EH, LeJemtel YH. Pathophysiology of congestive heart failure. Role of angiotensin converting enzyme inhibitors. Am J Med. 1989; 87 : 88-91.

9. Rodeheffer R. Cardiomyopathies in the adult (dilated, hypertrophic, and restrictive). In: Dec GW, editor. Heart Failure a Comprehensive Guide to Diagnosis and Treatment. New York: Marcel Dekker; 2005. p.137-156.

10. Mc Murray. John et al. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012. European Heart Journal. (2012) 33, 1787-1847

60