lapsus chfedit.docx
TRANSCRIPT
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 62 tahun
Masuk Rumah Sakit : 25 Februari 2016
Nomor Rekam Medik : 604928
Perawatan : Palem atas B2/7/1
B. ANAMNESIS
Keluhan utama : Sesak napas
Anamnesis terpimpin :
Dialami sejak 2 minggu yang lalu dan memberat 2 hari sebelum masuk rumah
sakit. Sesak terutama saat beraktifitas tetapi 2 hari sebelum masuk rumah sakit
sesaknya dirasakan walaupun saat beristirahat. Pasien mengeluh susah tidur
karena sesak bertambah berat jika berbaring. Pasien juga sering terbangun pada
malam hari karena tiba-tiba sesak napas. Ada pembengkakan di kedua kaki
pasien. Mual tidak ada, muntah tidak ada, nyeri ulu hati tidak ada. Dispnea On
Effort (DOE) ada, Paroxismal Nocturnal Dispnea (PND) ada.
Riwayat penyakit dahulu:
Penyakit Diabetes Melitus tidak ada
Riwayat penyakit jantung dalam keluarga tidak ada
Riwayat Hipertensi ada, tidak terkontrol.
Riwayat penyakit Gout Arthritis ada
1
C. PEMERIKSAAN FISIS
Status generalis :
Sakit berat / gizi baik / komposmentis
GCS 15 (E4M6V5)
Tanda vital :
Tekanan darah : 130/ 60 mmHg
Nadi : 100 x / menit, Irreguler, Kuat angkat
Pernapasan : 32 x / menit, Tipe Thoracoabdominal
Suhu : 36.5oC
Mata : Anemis (-), ikterus (-), pupil isokor,diameter 2,5 /2,5 mm
Leher : JVP - R+0 cmH2O ; pembesaran kelenjar (-)
Thorax :
Inspeksi: simetris kiri dan kanan
Palpasi: Massa tumor (-), nyeri tekan (-)
Perkusi: Sonor kiri = kanan
Auskultasi: BP: vesikular, bunyi tambahan: Rh Wh -/-
COR :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak pada sela iga V, linea
medioclavicularis sinistra
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba pada sela iga V, linea
medioclavicularis sinistra
Perkusi : Batas kanan jantung garis parasternalis kanan
Batas kiri jantung garis medioclavicularis kiri
Batas atas jantung setinggi ICS 2 kiri
2
-/--/-+/+
Batas bawah jantung setinggi ICS 6 kiri
Auskultasi : BJ: S I/II iregular, bising sistolik 3/6 di apeks.
Abdomen :
Inspeksi : Cembung, ikut gerak nafas
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Palpasi : Massa tumor (-), nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani (+) ascites (-) shifting dullness (-)
Ekstremitas : edema pretibial +/+
Edema dorsum pedis -/-
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
EKG tanggal 27 Februari 2016
3
Interpretasi EKG:
Asinus
Heart Rate : 100x/menit
Regularitas : Irregular
Axis : Normoaxis
P Wave : Tidak Ada
PR interval : Sulit dinilai
QRS complex :
Konfigurasi : S(V3) + R(aVL) > 20mm (Cornell)
Durasi QRS: 0,08 detik,
ST segment : 0,08s
Gelombang T: T inverted di lead I,II,III, V4, V5, V6
Kesan:
Atrial Fibrilasi Normal Ventricular Response, Heart rate 100 x/menit,
Normoaxis, Left Ventricle Hypertophy, Iskemik Anterolateral et inferior.
4
Thoraks X-Ray (5 Desember 2015)
Kesan :
Cardiomegaly dengan dilatasi et artherosclerosis aortae
Pulmo normal
5
Echocardiography (24 Juli 2015)
Kesimpulan :
Fungsi sistolik ventrikel kiri baik
Ejection fraction : 67%
Dilatasi atrium kiri
Hipertrofi ventrikel kiri konsentrik
Mitral regurgitation sedang
6
Laboratorium (25 Februari 2016)
Test Hasil Nilai Normal
WBC 10,8 x 103/ul 4.0 – 10.0 x 103/ul
RBC 3,91 x 106/µl 4.0 – 6.0 x 106/ul
HGB 12,4 gr/dl 12 – 16 gr/dl
HCT 38 % 37 – 48 %
PLT 287 x 103 /µl 150 – 400 x 103 /ul
GDS 118 mg/dl 140 mg/dl
Ureum 29 mg/dl 10 – 50
Creatinine 0,790 mg/dl < 1.3
SGOT 37 u/l <38
SGPT 29 u/l <41
PT 10,6 10-14 seconds
APTT 31,8 22,0-30,0 seconds
CK 63 u/L <187 (perempuan)
CKMB 8 u/L <25
Troponin I <0,01 ng/dL <0,01
Natrium 137 136 – 145 mmol/l
Kalium 3,4 3,5 – 5,1 mmol/l
Klorida 101 97 – 111 mmol/l
E. DIAGNOSA :
CHF NYHA II
MITRAL REGURGITASI
F. TERAPI :7
O2 2 - 4 lpm via Nasal Kanul
IVFD NaCl 0,9% 500cc/24 jam
Valsartan 80mg/24 jam/oral
Simarc 2 mg/24 jam/oral
Bisoprolol 2,5mg/24jam/oral
Lasix 40mg/12jam/IV
G. RENCANA TINDAKAN :
Echocardiography control
EKG kontrol
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
Jantung merupakan organ yang terpenting dalam sistem sirkulasi.
Pekerjaan jantung adalah memompa darah ke seluruh tubuh untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme tubuh pada setiap saat, baik saat beristirahat maupun saat
bekerja atau menghadapi beban. Dengan bertambahnya kemajuan teknologi
kedokteran, sejak tahun 1968 kematian karena penyakit jantung menurun. Hal ini
barangkali disebabkan karena sebagian besar penderita hidup setelah serangan
jantung tapi kemudian menderita gagal jantung. Penderita yang telah mengalami
gagal jantung tetap bertahan hidup sampai beberapa tahun dengan pengobatan
yang baik. Penelitian Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar 62%
pada pria dan 42% pada wanita. 1
Gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang progresif dengan
angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi di negara maju maupun negara
berkembang termasuk Indonesia. Berdasarkan perkiraan tahun 1989, di amerika
Serikat terdapat 3 juta penderita gagal jantung dan setiap tahunnya bertambah
400.000 orang. Di Indonesia, usia pasien gagal jantung relatif lebih muda
dibanding Eropa dan Amerika disertai dengan tampilan klinis yang lebih berat.
Walaupun angka-angka yang pasti belum ada untuk seluruh Indonesia, tetapi
dengan bertambah majunya fasilitas kesehatan dan pengobatan dapat
diperkirakan jumlah penderita gagal jantung akan bertambah setiap tahunnya. 1,3
Pada keadaan normal, jantung menerima darah pada tekanan pengisian
yang rendah selama diastolik yang kemudian memompa dengan tekanan tinggi
selama sistolik. Gagal jantung adalah sekumpulan tanda ketika jantung tidak
mampu untuk memompa darah keluar dengan kecepatan/volume yang cukup
untuk kebutuhan metabolik ( fordward failure) atau mampu melakukan hal
9
tersebut asal dengan tekanan pengisian jantung yang lebih tinggi dari normal
(backward failure), atau kedua-duanya. 1,2
Gagal jantung merupakan manifestasi terberat dan tahap akhir pada
hampir semua penyakit jantung, mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi,
penyakit jantung bawaan, dan macam-macam kardiomiopati. Gagal jantung
sebagian besar meupakan hasil dari kondisi dimana terjadi gangguan fungsi
vetrikel kiri. 2
II. DEFINISI GAGAL JANTUNG
Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana seorang pasien
harus memiliki tampilan berupa: Gejala gagal jantung (nafas pendek yang tipikal
saat istrahat atau saat melakukan aktifitas disertai / tidak kelelahan); tanda retensi
cairan (kongesti paru atau edema pergelangan kaki); adanya bukti objektif dari
gangguan struktur atau fungsi jantung saat istrahat (Tabel 1 dan 2). 3
Tabel 1. Definisi gagal jantung berdasarkan tanda dan gejala
10
Tabel 2. Manifestasi klinis gagal jantung
III. ETIOLOGI
Beberapa etiologi dari penyakit gagal jantung kongestif ialah :
a. Penyakit Jantung Koroner
Seseorang dengan penyakit jantung koroner (PJK) rentan untuk
menderita penyakit gagal jantung, terutama penyakit jantung koroner
dengan hipertrofi ventrikel kiri. Lebih dari 36% pasien dengan penyakit
jantung koroner selama 7-8 tahun akan menderita penyakit gagal jantung
kongestif (Hellerman, 2003). Pada negara maju, sekitar 60-75% pasien
penyakit jantung koroner menderita gagal jantung kongestif (Mann, 2008).
11
Bahkan dua per tiga pasien yang mengalami disfungsi sistolik ventrikel kiri
disebabkan oleh Penyakit Jantung Koroner (Doughty dan White, 2007).
b. Hipertensi
Peningkatan tekanan darah yang bersifat kronis merupakan
komplikasi terjadinya gagal jantung (Riaz, 2012). Berdasarkan studi
Framingham dalam Cowie tahun 2008 didapati bahwa 91% pasien gagal
jantung memiliki riwayat hipertensi. Studi terbaru Waty tahun 2012 di
Rumah Sakit Haji Adam Malik menyebutkan bahwa 66.5% pasien gagal
jantung memiliki riwayat hipertensi. Hipertensi menyebabkan gagal jantung
kongestif melalui mekanisme disfungsi sistolik dan diastolik dari ventrikel
kiri. Hipertrofi ventrikel kiri menjadi predisposisi terjadinya infark miokard,
aritmia atrium dan ventrikel yang nantinya akan berujung pada gagal
jantung kongestif (Lip G.Y.H., Gibbs C.R., BeeversD.G., 2000).
c. Kardiomiopati
Kardiomiopati merupakan kelainan pada otot jantung yang tidak
disebabkan oleh penyakit jantung koroner, hipertensi atau kelainan
kongenital. Kardiomiopati terdiri dari beberapa jenis, diantaranya ialah
dilated cardiomiopathy yang merupakan salah satu penyebab tersering
terjadinya gagal jantung kongestif. Dilated cardiomiopathy berupa dilatasi
dari ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Dilatasi ini
disebabkan oleh hipertrofi sel miokardium dengan peningkatan ukuran dan
penambahan jaringan fibrosis (Lip G.Y.H., Gibbs C.R., Beevers D.G.,
2000). Hipertrophic cardiomiopathy merupakan salah satu jenis
cardiomiopathy yang bersifat herediter autosomal dominan. Karakteristik
dari jenis ini ialah abnormalitas pada serabut otot miokardium. Tidak
hanya miokardium tetapi juga menyebabkan hipertrofi septum. Sehingga
12
terjadi obstruksi aliran darah ke aorta (aortic outflow). Kondisi ini
menyebabkan komplians ventrikel kiri yang buruk, peningkatan tekanan
diastolik disertai aritmia atrium dan ventrikel (Scoote M., Purcell I.F.,
Wilson P.A., 2005).
Jenis lain yaitu Restrictive and obliterative cardiomiopathy.
Karakteristik dari jenis ini ialah berupa kekakuan ventrikel dan komplians
yang buruk, tidak ditemukan adanya pembesaran dari jantung. Kondisi ini
berhubungan dengan gangguan relaksasi saat diastolik sehingga pengisian
ventrikel berkurang dari normal. Kondisi yang dapat menyebabkan
keadaan ini ialah Amiloidosis, Sarcoidosis, Hemokromasitomatosis dan
penyakit resktriktif lainnya (Scoote M., Purcell I.F., Wilson P.A., 2005).
d. Kelainan Katup Jantung
Dari beberapa kasus kelainan katup jantung, yang paling sering
menyebabkan gagal jantung kongestif ialah Regurgitasi Mitral.
Regurgitasi mitral meningkatkan preload sehingga terjadi peningkatan
volume di jantung. Peningkatan volume jantung memaksa jantung untuk
berkontraksi lebih kuat agar darah tersebut dapat didistribusi ke seluruh
tubuh. Kondisi ini jika berlangsung lama menyebabkan gagal jantung
kongestif (Lip G.Y.H., Gibbs C.R., Beevers D.G., 2000).
e. Aritmia
Artial Fibrilasi secara independen menjadi pencetus gagal jantung
tanpa perlu adanya faktor concomitant lainnya seperti PJK atau hipertensi.
31% dari pasien gagal jantung ditemukan gejala awal berupa atrial fibrilasi
dan ditemukan 60% pasien gagal jantung memiliki gejala atrial fibrilasi
setelah dilakukan pemeriksaan echocardiografi. Aritmia tidak hanya
13
sebagai penyebab gagal jantung tetapi juga memperparah prognosis
dengan meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Cowie et.al., 1998).
f. Alkohol dan Obat-obatan
Alkohol memiliki efek toksik terhadap jantung yang menyebabkan
atrial fibrilasi ataupun gagal jantung akut. Konsumsi alkohol dalam jangka
panjang menyebabkan dilated cardiomiopathy. Didapati 2-3% kasus gagal
jantung kongestif yang disebabkan oleh konsumsi alkohol jangka panjang.
Sementara itu beberapa obat yang memiliki efek toksik terhadap
miokardium diantaranya ialah agen kemoterapi seperti doxorubicin dan
zidovudine yang merupakan antiviral (Cowie, 2008).
g. Penyebab Lainnya
Merokok merupakan faktor resiko yang kuat dan independen untuk
menyebabkan penyakit gagal jantung kongestif pada laki-laki sedangkan
pada wanita belum ada fakta yang konsisten (Lip G.Y.H., Gibbs C.R.,
Beevers D.G., 2000). Sementara diabetes merupakan faktor independen
dalam mortalitas dan kejadian rawat inap ulang pasien gagal jantung
kongestif melalui mekanisme perubahan struktur dan fungsi dari
miokardium. Selain itu, obesitas menyebabkan peningkatan kolesterol
yang meningkatkan resiko penyakit jantung koroner yang merupakan
penyebab utama dari gagal jantung kongestif. Berdasarkan studi
Framingham disebutkan bahwa diabetes merupakan faktor resiko yang
untuk kejadian hipertrofi ventrikel kiri yang berujung pada gagal jantung
(Lip G.Y.H., Gibbs C.R., Beevers D.G., 2000).
14
IV. PATOFISIOLOGI
Gambar 1. kondisi-kondisi yang menyebabkan gagal jantung kiri 2
Gagal jantung kronik merupakan hasil dari beragam penyakit kardiovaskular.
Etiologinya bisa di bagi ke dalam kelompok berikut: 2
1. Gangguan kontraktilitas ventrikuler:
a. Coronary artery disease (CAD) infark miokard, transient myocard
ischemia
b. Overload volume kronik mitral regurgitasi, aorta regurgitasi
c. Kardiomiopati dilatasi
2. Peningkatan afterload
a. Stenosis aorta tahap lanjut
b. Hipertensi berat tak terkontrol15
Gagal jantung
Gangguan pengisian siastolik
Peningkatan afterload
Gangguan kontaktilitas
Preserved ejection
Reduced ejection fraction
(Disfungsi sistolik)
3. Gangguan relaksasi dan pengisian ventrikuler
a. Hipertrofi ventrikel kiri
b. Kardiomiopati restriktif
c. Myocardial fibrosis
d. Transient myocardial ischemia
e. Konstriksi pericard atau tamponade
Dalam kepentingan klinis, kita membagi gagal jantung berdasarkan fraksi ejeksi
ventrikel kiri: 2
Gagal jantung dengan penurunan fraksi ejeksi (Primarily Systolic
Dysfunction)
Gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal (Primarily Dyastolic Dysfunction)
A. Gagal Jantung Dengan Penurunan Fraksi Ejeksi (Heart Failure With
Reduced EF)
Jika mengalami disfungsi sistolik, ventrikel terkait akan mengalami
penurunan kapasitas dalam mengejeksi darah akibat gangguan kontraktilitas
miokard atau tekanan yang overload (kelebihan afterload). Penurunan
kontraktilitas dapat diakibatkan oleh destruksi miosit, abnormalitas fungsi
miosit, atau fibrosis. Tekanan yang overload dapat memengaruhi fraksi ejeksi
akibat peningkatan resistensi aliran. 2
16
Gambar 2. Kurva Tekanan-Volume Pada Disfungsi Sistolik Dan Diastolik.
A) Pada disfungsi sistolik, Hubungan tekanan-volume pada akhir
diastolik (ESPVR/ End Systolic Pressure-Volume Relation) bergeser
ke bawah dan ke kanan (downward-rightward). Hasilnya, ESV (End
Systolic Volume) meningkat. Dan ketika aliran balik vena datang
menambah ESV yang sudah meningkat, semakin jelas meningkatkan
EDV.
B) Pada disfungsi diastolik, Hubungan tekanan-volume pada akhir
diastolik (ESPVR/ End Systolic Pressure-Volume Relation) bergeser
ke atas (upward). Hasilnya, EDV (End Diastolic Volume) menurun
akibat tekanan ventrikel di akhir diastolik meningkat dari normal. 2
Selama diastol, tekanan ventrikel kiri yang meningkat persisten
ditransmisikan juga ke atrium kiri (ketika katup mitral terbuka) dan ke vena
hingga kapiler pulmonal. Tekanan hidrostatik kapiler pulmolar yang
meningkat mengakibatkan transudasi cairan ke interstitial pulmonal dan
keluhan bendungan paru pun muncul. 2
B. Gagal Jantung Dengan Fraksi Ejeksi Normal (Heart Failure With
Preserved EF)
Pasien yang mengalami gagal jantung dengan EF normal sering
memperlihatkan abnornalitas fungsi diastolik dini, baik gangguan relaksasi
17
diastolik dini (proses aktif, membutuhkan energy), peningkatan kekakuan
dinding ventrikel (proses pasif), maupun keduanya. Iskemia miokard akut
merupakan contoh kondisi dimana terjadi penghambatan tiba-tiba proses
penghantaran energi dan relaksasi diastolik. Selain itu, hipertrofi ventrikel
kiri, fibrosis dan kardiomiopati restriktif menyebabkan dinding ventrikel kiri
mengalami semacam kekakuan kronik. Penyakit perikardial (seperti
tamponade jantung dan konstriksii perikardium) menghasilkan tahanan
eksternal dan membatasi pengisian ventrikel sehingga mengakibatkan
disfungsi diastolik reversibel. 2
Efek dari gangguan fungsi diastolik tercermin pada perubahan kurva
tekanan-volume (lihat gambar). Pasien dengan disfungsi diastolik sering
memperlihatkan tanda-tanda bendungan vaskular karena tekanan diastolik
yang meningkat ditransmisikan secara retrograd ke vena pulmonal dan
sistemik. 2
GAGAL JANTUNG KANAN
Dibandingkan dengan ventrikel kiri, ventrikel kanan memiliki dinding
yang lebih tipis, komplians yang besar yang menerima volume darah pada
tekanan yang rendah dan mengejeksi melawan resistensi vaskular pulmonal
yang rendah. Akibat kompliansnya yang besar, ventrikel kanan menjadi
sedikit kesulitan dalam menerima volume pengisian dalam rentang yang luas
tanpa terjadi perubahan tekanan pengisian yang signifikan. Selain itu,
ventrikel kanan rentan mengalami gagal jantung dalam situasi dimana terjadi
peningkatan afterload yang tiba-tiba, seperti emboli pulmonal akut.2
Penyebab utama gagal jantung kanan adalah akibat gagal jantung kiri.
Dalam kasus ini, terjadi kelebihan afterload pada ventrikel kanan akibat
peningkatan tekanan vaskular paru, yang merupakan akibat dari disfungsi
ventrikel kiri. Gagal jantung kanan yang berdiri sendiri (Isolated Right- Heart
18
Failure) jarang terjadi dan biasanya peningkatan afterload ventrikel kanan
tersebut akibat dari penyakit parenkim atau vaskular paru. Gagal jantung
kanan yang akibat dari penyakit paru primer dikenal dengan sebutan Cor-
pulmonale.
Ketika ventrikel kanan telah gagal, peningkatan tekanan diastolik
ditransmisikan secara retrograde ke atrium kanan disertai bendungan vena
sistemik. Secara tidak langsung, Isolated Right- Heart Failure dapat
memengaruhi fungsi ventrikel kiri: penurunan output ventrikel kanan akan
mengurangi darah balik di ventrikel kiri (preload menurun), sehingga
menyebabkan stroke volume ventrikel kiri berkurang.
Tabel 3. Penyebab Gagal Jantung Kanan
Penyebab kardiak
Gagal jantung kiri
Stenosis katup pulmonal
Infark ventrikel kanan
Penyakit parenkim paru
Penyakit paru obstrukstif kronik
Penyakit paru interstitial (mis. Sarkoidosis)
Sindrom distress napas
Infeksi paru kronik atau bronkiektasis
Penyakit vaskular paru
Emboli paru
Hipertensi pulmonal primer
MEKANISME KOMPENSASI
Terdapat mekanisme kompensasi alami yang berperan sebagai penyangga
akibat berkurangnya cardiac output dan membantu memelihara tekanan darah
19
yang cukup untuk perfusi organ vital. Tiga mekanisme kompensasi ini adalah
sebagai berikut:
1. Mekanisme Frank Starling.
Penurunan stroke volume mengakibatkan pengosongan ventrikel yang
tidak sempurna sewaktu jantung berkontraksi, sehingga volume darah
menumpuk dalam ventrikel semasa diastol lebih tinggi dibandingkan
normal. Sebagai kompensasi dari kenaikan preload (end dyastolic
volume) menyebabkan peregangan miofibril yang selanjutnya
merangsang kontraksi sehingga stroke volume menjadi lebih besar
pada kontraksi berikutnya.
2. Hipertrofi ventrikel dan remodelling
Pada gagal jantung, stress pada dinding ventrikel meningkat, baik
akibat dilatasi atau beban akhir yang tinggi. Peningkatan stress
terhadap dinding ventrikel yang terus menerus merangsang
perkembangan hipertrofi ventrikel dan kenaikan massa ventrikel.
Peningkatan ketebalan dinding ventrikel merupakan mekanisme
kompensasi untuk mengurangi stress dinding, dan peningkatan massa
serabut otot membantu memelihara kekuatan kontraksi ventrikel.
Gambar 3. Mekanisme kompensasi gagal jantung. Baik mekanisme Frank-Starling (yang dipicu oleh kenaikan end dyastolic volume ventrikel) dan hipertrofi miokardial (sebagai respon
20
terhadap overload volume dan tekanan) berperan dalam memelihara stroke volume (garis putus-putus). Namun demikian, kenaikan end diastolic volume dari normal secara kronik akan meningkatkan kekakuan dinding ventrikel yang selanjutnya tekanan tersebut ditransmisikan ke atrium kiri dan vaskular pulmonal.
Gambar 4. Pola remodelling jantung yang terjadi karena respon terhadaphemodinamik berlebih.
3. Perubahan neurohormonal
21
Gambar 5. Mekanisme kompensasi neuro-hormonal pada gagal jantung
V. KLASIFIKASI
Klasifikasi gagal jantung didasarkan pada kelainan struktural jantung atau
berdasarkan gejala yang berkaitan dengan kapasitas fungsional NYHA.
22
Tabel 4. Klasifikasi gagal jantung
VI. DIAGNOSIS
A. ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIS
Gejala kardinal gagal jantung adalah sesak nafas, intoleransi saat
aktivitas, dan lelah. Keluhan lelah secara tradisional dianggap diakibatkan
oleh rendahnya kardiak output pada gagal jantung, abnormalitas pada otot
skeletal dan komorbiditas non-kardiak lainnya seperti anemia dapat pula
memberikan kontribusi. Gagal jantung pada tahap awal, sesak hanya dialami
saat pasien beraktivitas berat, seiring dengan semakin beratnya gagal jantung,
sesak terjadi pada aktivitas yang semakin ringan dan akhirnya dialami pada
23
saat istirahat. Penyebab dari sesak ini kemungkinan besar multifaktorial,
mekanisme yang paling penting adalah kongesti paru, yang diakibatkan oleh
akumulasi cairan pada jaringan intertisial atau intraalveolar alveolus. Hal
tersebut mengakibatkan teraktivasinya reseptor juxtacapiler J yang
menstimulasi pernafasan pendek dan dangkal yang menjadi karakteristik
cardiac dypnea. Faktor lain yang dapat memberikan kontribusi pada
timbulnya sesak antara lain adalah kompliance paru, meningkatnya tahanan
jalan nafas, kelelahan otot respiratoir dan diagfragma, dan anemia. Keluhan
sesak bisa jadi semakin berkurang dengan mulai timbulnya gagal jantung
kanan dan regurgitasi trikuspid.
Berdasarkan studi Framingham, diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan
apabila diperoleh:
Kriteria Framingham dalam penegakan diagnosis gagal jantung kongestif
Kriteria Mayor
1. orthopnea / Dispnea Nocturnal Parkosismal
2. Distensi vena leher
3. Ronki (>10 cm diatas basal paru)
4. Kardiomegali pada foto thorax
5. Edema pulmonary akut
6. Gallop-S3
7. Peningkatan tekanan vena (>12 cmH2O)
8. Disfungsi ventrikel kiri pada ekokardiogram
24
Dua Kriteria Majoratau
Satu kriteria major + Dua Kriteria Minor
9. Penurunan berat badan >4,5 kg sebagai respon terhadap pengobatan
CHF
Kriteria Minor
1. Edema pretibial bilateral
2. Batuk malam
3. Dispnea saat aktivitas (DOE)
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Takikardia (>120 kali/menit)
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Elektrokardiogram
Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua
pasien yang diduga gagal jantung. Abnormalitas EKG sering dijumpai
pada gagal jantung (tabel 4). Abnormalitas EKG memiliki nilai prediktif
yang kecil dalam mendiagnosis gagal jantung, jika EKG normal, diagnosis
gagal jantung khususnya dengan disfungsi sistolik sangat kecil (<10%). 3
b. Pemeriksaaan Radiologi
Foto thorax merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal
jantung. Rontgen thoraks dapat mendeteksi kardiomegali, kongesti paru,
efusi pleura dan mendeteksi penyakit atau infeksi paru yang menyebabkan
atau memperberat sesak napas. (tabel 5). Kardiomegali dapat tidak
ditemukan pada gagal jantung akut dan kronik.
Tabel 5. Abnormalitas EKG yang umum ditemui pada gagal jantung
25
Tabel 6. Abnormalitas foto thorax yang umum ditemukan pada gagal jantung 3
Abnormalitas Penyebab Implikasi klinis
Kardiomegali
Dilatasi ventrikel kiri,
ventrikel kanan, atrium, efusi
perikard
Ekokardiografi, doppler
Hipertrofi ventrikelHipertensi, stenosis aorta,
kardiomiopati hipertrofiEkokardiografi, doppler
Tampak paru normal Bukan kongesti paru Nilai ulang diagnosis
Kongesti vena paru Peningkatan tekanan Mendukung diagnosis
26
pengisian ventrikel kiri gagal jantung kiri
Edema interstitialPeningkatan tekanan
pengisian ventrikel kiri
Mendukung diagnosis
gagal jantung kiri
Efusi pleura
Gagal jantung dengan
peningkatan tekanan
pengisian jika efusi bilateral,
infeksi paru ,pasca bedah/
keganasan
Pikirkan etiologi non-
kardiak (bila efusi
banyak)
Garis kerley B Peningkatan tekanan limfatikMitral stenosis/ gagal
jantung kiri
Area paru hiperlusen Emboli paru atau emfisemaPemeriksaan CT-scan,
spirometri, ekokardiografi
Infeksi paruPneumonia sekunder akibat
kongesti paru
Tatalaksana kedua
penyakit: gagal jantung
dan infeksi paru
Infiltrat paru Penyakit sistemikPemeriksaan diagnostik
lanjutan
c. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung
adalah darah perifer lengkap (hemo-globin, leukosit, trombosit), elektrolit,
kreatinin, laju filtrasi glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan
urinalisis. Pemeriksaan tambahan laindipertimbangkan sesuai tampilan
klinis. Gangguan hematologis atau elektrolit yang bermakna jarang
dijumpai pada pasien dengan gejala ringan sampai sedang yang belum
diterapi, meskipun anemia ringan, hiponatremia, hiperkalemia dan
penurunan fungsi ginjal sering dijumpai terutama pada pasien dengan
27
terapi menggunakan diuretik dan/atau ACEI (Angiotensin Converting
Enzime Inhibitor), ARB (Angiotensin Receptor Blocker), atau antagonis
aldosterone.
Peptida Natriuretik
Pada saat ini terdapat metode baru yang mempu menentukan
gagal jantung yaitu pemeriksaan laboratorium BNP (Brain Natriuretic
Peptide) dan NT-pro BNP (N Terminal protein BNP). Protein NT-pro
BNP merupakan penanda sensitif untuk fungsi jantung. Menurut situs
web Endolab Selandia Baru, kadar NT-pro BNP orang sehat di bawah
40 pmol/L. Peningkatan kadar NT-proBNP di atas 220 pmol/L
menunjukkan adanya gangguan fungsi jantung dalam tahap dini yang
perlu pemeriksaan lebih lanjut.
Tes NT-proBNP mampu mendeteksi gagal jantung tahap dini
yang belum terdeteksi dengan pemeriksaan elektrokardiografi. Hal ini
memungkinkan dokter membedakan gagal jantung dengan gangguan
pada paru yang memiliki gejala serupa, sehingga pengobatan lebih
terarah. Kadar NT- proBNP yang berkorelasi dalam darah itu bisa
digunakan untuk mengidentifikasi pasien gagal jantung yang perlu
pengobatan intensif serta memantau pasien risiko tinggi. Di sisi lain,
kadar NT-proBNP bisa turun jika penderita minum obat, sehingga
pemeriksaan rutin NT-proBNP bisa digunakan untuk mengetahui
kemajuan pengobatan.
Troponin I atau T
Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal jantung
jika gambaran klinisnya disertai dugaan sindroma koroner akut.
Peningkatan ringan kadar troponin kardiak sering pada gagal jantung
28
berat atau selama episode dekompensasi gagal jantung pada penderita
tanpa iskemia miokard.
d. Ekokardiogram
Istilah ekokardiograf digunakan untuk semua teknik pencitraan
ultrasound jantung termasuk pulsed and continuous wave Doppler, colour
Doppler dan tissue Doppler imaging (TDI). Konfirmasi diagnosis gagal
jantung dan/atau disfungsi jantung dengan pemeriksaan ekokardiografi
adalah keharusan dan dilakukan secepatnya pada pasien dengan dugaan
gagal jantung. Pengukuran fungsi ventrikel untuk membedakan antara
pasien disfungsi sistolik dengan pasien dengan fungsi sistolik normal
adalah fraksi ejeksi ventrikel kiri (normal > 45 - 50%).3
Ekokardiografi mempunyai peran penting dalam mendiagnosis
gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal (HFPEF/ heart failurewith
preserved ejection fraction). Diagnosis harus memenuhi tiga kriteria: 3
1. Terdapat tanda dan/atau gejala gagal jantung
2. Fungsi sistolik ventrikel kiri normal atau hanya sedikit terganggu
(fraksi ejeksi > 45 - 50%)
3. Terdapat bukti disfungsi diastolik (relaksasi ventrikel kiri abnormal /
kekakuan diastolik)
Ekokardiografi transesofagus
Direkomendasikan pada pasien dengan ekokardiografi
transtorakal tidak adekuat (obesitas, pasien dengan ventlator), pasien
dengan kelainan katup, pasien endokardits, penyakit jantung bawaan
atau untuk mengeksklusi trombus di left atrial appendagepada pasien
fibrilasi atrial.
29
Ekokardiografi beban
Ekokardiografi beban (dobutamin atau latihan) digunakan
untuk mendeteksi disfungsi ventrikel yang disebabkan oleh iskemia
dan menilai viabilitas miokard pada keadaan hipokinesis atau akinesis
berat.
30
Gambar 6. Algoritma diagnostik gagal jantung
VII. PENATALAKSANAAN
A. TATALAKSANA NON-FARMAKOLOGI
Manajemen Perawatan Mandiri
Manajemen perawatan mandiri mempunyai peran dalam
keberhasilan pengobatan gagal jantung dan dapat memberi dampak
bermakna perbaikan gejala gagal jantung, kapasitas fungsional, kualitas
31
hidup, morbiditas dan prognosis. Manajemen perawatan mandiri dapat
didefnisikan sebagai tindakan-tindakan yang bertujuan untuk menjaga
stabilitas fisik, menghindari perilaku yang dapat memperburuk kondisi
dan mendeteksi gejala awal perburukan gagal jantung.
Ketaatan pasien berobat
Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas
dan kualitas hidup pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60%
pasien yang taat pada terapi farmakologi maupun non-farmakologi.
Pemantauan berat badan mandiri
Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika
terdapat kenaikan berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus
menaikan dosis diuretik atas pertmbangan dokter (kelas rekomendasi I,
tingkatan bukti C).
Asupan cairan
Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama
pada pasien dengan gejala berat yang disertai hiponatremia. Restriksi
cairan rutin pada semua pasien dengan gejala ringan sampai sedang
tidak memberikan keuntungan klinis (kelas rekomendasi IIb, tingkatan
bukti C).
Pengurangan berat badan
Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2)
dengan gagal jantung dipertimbangkan untuk mencegah perburukan
gagal jantung, mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup
(kelas rekomendasi IIa, tingkatan bukti C).
Kehilangan berat badan tanpa rencana
Malnutrisi klinis atau subklinis umum dijumpai pada gagal
jantung berat. Kaheksia jantung (cardiac cachexia) merupakan
prediktor penurunan angka kelangsungan hidup. Jika selama 6 bulan
32
terakhir berat badan > 6 % dari berat badan stabil sebelumnya tanpa
disertai retensi cairan, pasien didefinisikan sebagai kaheksia. Status
nutrisi pasien harus dihitung dengan hati-hati (kelas rekomendasi I,
tingkatan bukti C)
Latihan fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal
jantung kronik stabil. Program latihan fisik memberikan efek yang
sama baik dikerjakan di rumah sakit atau di rumah (kelas rekomendasi
I, tingkatan bukti A)
Aktvitas seksual
Penghambat 5-phosphodiesterase (contoh: sildenafil)
mengurangi tekanan pulmonal tetapi tidak direkomendasikan pada
gagal jantung lanjut dan tidak boleh dikombinasikan dengan preparat
nitrat (kelas rekomendasi III, tingkatan bukti B)
B. TATALAKSANA FARMAKOLOGI
Tujuan diagnosis dan terapi gagal jantung yaitu untuk mengurangi
morbiditas dan mortalitas. Tindakan preventif dan pencegahan perburukan
penyakit jantung tetap merupakan bagian penting dalam tata laksana
penyakit jantung. Sangatlah penting untuk mendeteksi dan
mempertimbangkan pengobatan terhadap kormorbid kardiovaskular dan
non kardiovaskular yang sering dijumpai.
33
Tabel 7. Tujuan Pengobatan Gagal Jantung Kronik
Terdapat 5 target terapi pasien gagal jantung keonik dan penurunan fraksi ejeksi
1. Mengidentifikasi dan segera menindaklanjuti penyakit yang mendasari.
Beberapa pasien membutuhkan operaso perbaikan atau penggantian katup
jantung, revaskularisasi koroner, pengobatan hipertensi secara agresif, atau
penghentian konsumsi alkohol.
2. Eliminasi gejala-gejala akut pada pasien gagal jantung yang sebelumnya
dalam fase kompensasi. Ini mungkin termasuk, misalnya, mengobati infeksi
akut atau aritmia, menghentikan asupan garam berlebihan, atau
menghilangkan obat yang dapat memperburuk gejala-gejala (Misalnya
calcium channel tertentu blocker, yang memiliki efek inotropik negatif, atau
obat-obatan anti inflamasi non steroid, yang dapat berkontribusi terhadap
retensi volume).
3. Manajemen gejala gagal jantung:
a. Manajemen bendungan vaskular sistemik dan pulmonal. Obat yang
digunakan untuk mengatasi retensi dan kelebihan cairan adalah diuretika.
Selain itu, perlu dilakukan restriksi asupan sodium dalam makanan
34
b. Meningkatkan cardiac output dan perfusi ke organ vital. Obat yang
digunakan untuk memperkuat kontraktilitas (inotropik positif) adalah
preparat digitalis, simpatomimetik, seperti dopamin dan dobutamin. Dan
untuk meningkatkan perfusi dengan vasodilator
4. Pengaturan respon neurohormonal untuk mencegah remodelling jantung
dalam arti memperlambat progesivitas disfungsi ventrikel kiri
5. Memperpanjang angka survival rate.
Tabel 8. Rekomendasi terapi farmakologik untuk semua pasien gagal jantung sistolik
simtomatik (NYHA II-IV)
Tabel 9. Rekomendasi terapi farmakologik lain dengan keuntungan yang kurang pasti
pada pasien gagal jantung dengan NYHA fc II-IV
35
ANGIOTENSIN-CONVERTING ENZYME INHIBITORS (ACEI)
Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua pasien gagal
jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %.ACEI memperbaiki
fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena
perburukan gagal jantung, dan meningkatkan angka kelangsungan hidup (kelas
rekomendasi I, tingkatan bukti A). ACEI kadang-kadang menyebabkan
perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, hipotensi simtomatik, batuk dan
angioedema (jarang), oleh sebab itu ACEI hanya diberikan pada pasien dengan
fungsi ginjal adekuat dan kadar kalium normal.
Indikasi pemberian ACEI
a. Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, dengan atau tanpa gejala
b. Riwayat angioedema
c. Stenosis renal bilateral
d. Kadar kalium serum > 5,0 mmol/L
36
e. Serum kreatinin > 2,5 mg/dL
f. Stenosis aorta berat
Cara pemberian ACEI pada gagal jantung
Inisiasi pemberian ACEI
1. Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit
2. Periksa kembali fungsi ginjal dan serum elektrolit 1 - 2 minggu setelah terapi
ACEI
3. Naikan dosis secara titrasi
4. Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 - 4 minggu.
5. Jangan naikan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau hiperkalemia.
Dosis titrasi dapat dinaikan lebih cepat saat dirawat di rumah sakit
6. Jika tidak ada masalah diatas, dosis dititrasi naik sampai dosis target atau
dosis maksimal yang dapat di toleransi
7. Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit 3 dan 6 bulan setelah mencapai
dosis target atau yang dapat ditoleransi dan selanjutnya tiap 6 bulan sekali
PENYEKAT β
Kecuali kontraindikasi, penyekat β harus diberikan pada semua pasien
gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. Penyekat β
memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah
sakit karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan kelangsungan hidup
Indikasi pemberian penyekat β
a. Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
b. Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA)
c. ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah diberikan
d. Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak ada
kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat)
37
Kontraindikasi pemberian penyekat β
a. Asma
b. Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit (tanpa pacu
jantung permanen), sinus bradikardia (nadi < 50x/menit)
Cara pemberian penyekat β pada gagal jantung
Inisiasi pemberian penyekat β
1. Penyekat β dapat dimulai sebelum pulang dari rumah sakit pada pasien
dekompensasi secara hati-hati.
2. Naikan dosis secara titrasi
3. Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 – 4 minggu. Jangan
naikan dosis jika terjadi perburukan gagal jantung, hipotensi simtomatik atau
bradikardi (nadi < 50 x/menit)
4. Jika tidak ada masalah diatas, gandakan dosis penyekat β sampai dosis target
atau dosis maksimal yang dapat di toleransi.
Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian penyekat β:
1. Hipotensi simtomatik
2. Perburukan gagal jantung
3. Bradikardia
ANTAGONIS ALDOSTERON
Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron dosis kecil
harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi ≤ 35 % dan gagal
jantung simtomatik berat (kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa hiperkalemia
dan gangguan fungsi ginjal berat. Antagonis aldosteron mengurangi perawatan
rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan meningkatkan kelangsungan
hidup.
38
Indikasi pemberian antagonis aldosteron
a. Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
b. Gejala sedang sampai berat (kelas fungsional III- IV NYHA)
c. Dosis optimal penyekat β dan ACEI atau ARB (tetapi tidak ACEI dan ARB)
Kontraindikasi pemberian antagonis aldosteron
a. Konsentrasi serum kalium > 5,0 mmol/L
b. Serum kreatinin> 2,5 mg/dL
c. Bersamaan dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium
d. Kombinasi ACEI dan ARB
Cara pemberian spironolakton (atau eplerenon) pada gagal jantung
Inisiasi pemberian spironolakton
1. Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit.
2. Naikan dosis secara titrasi
3. Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 4 – 8 minggu. Jangan
naikan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau hiperkalemia.
4. Periksa kembali fungsi ginjal dan serum elektrolit 1 dan 4 minggu setelah
menaikan dosis.
5. Jika tidak ada masalah diatas, dosis dititrasi naik sampai dosis target atau
dosis maksimal yang dapat di toleransi (Tabel 11)
Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian spironolakton:
1. Hiperkalemia
2. Perburukan fungsi ginjal
3. Nyeri dan/atau pembesaran payudara
39
ANGIOTENSIN RECEPTOR BLOCKERS (ARB)
Kecuali kontraindikasi, ARB direkomendasikan pada pasien gagal
jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % yang tetap simtomatik
walaupun sudah diberikan ACEI dan penyekat β dosis optimal, kecuali juga
mendapat antagonis aldosteron. Terapi dengan ARB memperbaiki fungsi
ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi angka perawatan rumah sakit karena
perburukan gagal jantung ARB direkomedasikan sebagai alternatif pada
pasien intoleran ACEI. Pada pasien ini, ARB mengurangi angka kematian
karena penyebab kardiovaskular.
Indikasi pemberian ARB
a. Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
b. Sebagai pilihan alternatif pada pasien dengan gejala ringan sampai berat
(kelas fungsional II - IV NYHA) yang intoleran ACEI
c. ARB dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, dan
hipotensi simtomatik sama sepert ACEI, tetapi ARB tidak menyebabkan
batuk
Kontraindikasi pemberian ARB
a. Sama seperti ACEI, kecuali angioedema
b. Pasien yang diterapi ACEI dan antagonis aldosteron bersamaan
c. Monitor fungsi ginjal dan serum elektrolit serial ketika ARB digunakan
bersama ACEI
Cara pemberian ARB pada gagal jantung (Tabel 10)
Inisiasi pemberian ARB
1. Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit.
40
2. Dosis awal lihat Tabel 11
3. Naikan dosis secara titrasi
4. Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 – 4 minggu. Jangan
naikan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau hiperkalemia
5. Jika tidak ada masalah diatas, dosis dititrasi naik sampai dosis target atau
dosis maksimal yang dapat ditoleransi (Tabel 11)
6. Periksa fungsi ginja l dan serum elektrolit 3 dan 6 bulan setelah mencapai
dosis target atau yang dapat ditoleransi dan selanjutnya tiap 6 bulan sekali
Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian ARB yaitu
sama seperti ACEI, kecuali ARB tidak menyebabkan batuk.
HYDRALAZINE DAN ISOSORBIDE DINITRATE (H-ISDN)
Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %,
kombinasi H-ISDN digunakan sebagai alternatif jika pasien intoleran terhadap
ACEI dan ARB (kelas rekomendasi IIa, tingkatan bukti B).
Indikasi pemberian kombinasi H-ISDN
a. Pengganti ACEI dan ARB dimana keduanya tidak dapat ditoleransi
b. Sebagai terapi tambahan ACEI jika ARB atau antagonis aldosteron tidak
dapat ditoleransi
c. Jika gejala pasien menetap walaupun sudah diterapi dengan ACEI,
penyekat β dan ARB atau antagonis aldosteron
Kontraindikasi pemberian kombinasi H-ISDN
a. Hipotensi simtomatik
b. Sindroma lupus
c. Gagal ginjal berat
41
Cara pemberian kombinasi H-ISDN pada gagal jantung
Inisiasi pemberian kombinasi H-ISDN
1. Dosis awal: hydralazine 12,5 mg dan ISDN 10 mg, 2 - 3 x/hari
2. Naikan dosis secara titrasi
3. Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 – 4 minggu.
4. Jangan naikan dosis jika terjadi hipotensi simtomatik
5. Jika toleransi baik, dosis dititrasi naik sampai dosis target (hydralazine 50
mg dan ISDN 20 mg, 3-4 x/hari)
Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian kombinasi H-
ISDN:
1. Hipotensi simtomatik
2. Nyeri sendi atau nyeri otot
DIGOKSIN
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat
digunakan untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain
(seperti penyekat beta) lebih diutamakan. Pada pasien gagal jantung
simtomatik, fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % dengan irama sinus, digoksin
dapat mengurangi gejala, menurunkan angka perawatan rumah sakit karena
perburukan gagal jantung,tetapi tidak mempunyai efek terhadap
angkakelangsungan hidup (kelas rekomendasi IIa, tingkatan bukti B)
Indikasi Pemberian Digoksin
Fibrilasi atrial dengan irama ventrikular saat istrahat > 80 x/menit atau
saat aktifitas> 110 - 120 x/menit
Irama sinus
42
Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II-IV NYHA)
Dosis optimal ACEI dan/atau ARB, penyekat β dan antagonis aldosteron
jika ada indikasi.
Kontraindikasi penggunaan Digoksin
Blok AV derajat 2 dan 3 (tanpa pacu jantung tetap); hati-hati jika pasien
diduga sindroma sinus sakit
Sindroma pre-eksitasi
Riwayat intoleransi digoksin
Cara pemberian digoksin pada gagal jantung
Inisiasi pemberian digoksin
1. Dosis awal: 2,5 mg, 1 x/hari pada pasien dengan fungsi ginjal normal.
Pada pasien usia lanjut dan gangguan fungsi ginjal dosis diturunkan
menjadi 1,25 atau 0,625 mg, 1 x/hari
2. Periksa kadar digoksin dalam plasma segera saat terapi kronik. Kadar
terapi digoksin harus antara 0,6 - 1,2 ng/mL
3. Beberapa obat dapat menaikan kadar digoksin dalam darah (amiodaron,
diltiazem, verapamil, kuinidin)
Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian digoksin:
1. Blok sinoatrial dan blok AV
2. Aritmia atrial dan ventrikular, terutama pada pasien hipokalemia
3. Tanda keracunan digoksin: mual, muntah, anoreksia dan gangguan
melihat warna.
43
DIURETIK
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda
klinis atau gejala kongesti (kelas rekomendasi I, tingkatan bukit B). Tujuan
dari pemberian diuretik adalah untuk mencapai status euvolemia (kering dan
hangat) dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai
kebutuhan pasien, untuk menghindari dehidrasi atau reistensi.
Cara pemberian diuretik pada gagal jantung
Pada saat inisiasi pemberian diuretik periksa fungsi ginjal dan serum
elektrolit
Dianjurkan untuk memberikan diuretik pada saat perut kosong
Sebagain besar pasien mendapat terapi diuretik loop dibandingkan tiazid
karena efisiensi diuresis dan natriuresis lebih tinggi pada diuretik loop.
Kombinasi keduanya dapat diberikan untuk mengatasi keadaan edema
yang resisten
Dosis diuretik
Mulai dengan dosis kecil dan tingkatkan sampai perbaikan gejala dan
tanda kongesti
Dosis harus disesuaikan, terutama setelah tercapai berat badan kering
(tanpa retensi cairan) untuk mencegah risiko gangguan ginjal dan
dehidrasi. Tujuan terapi adalah mempertahankan berat badan kering
dengan dosis diuretik minimal
Pada pasien rawat jalan, edukasi diberikan agar pasien dapat mengatur
dosis diuretik sesuai kebutuhan berdasarkan pengukuran berat badan
harian dan tanda-tanda klinis dari retensi cairan
44
Tabel 10. Dosis obat diuretik yang biasa digunakan pada pasien gagal jantung
Tabel 11. Dosis obat yang umum dipakai pada penyakit gagal jantung
45
46
TidakYa
Irama sinus & HR≥ 70 x/mnt?
TidakYa
LVEF ≤ 35%
TidakYa
Masih NYHA II-IV ?
Tambahkan MR antagonist
Tidakya
Masih NYHA II-IV ?
Tambahkan beta blocker
Diuretik untuk gejala/tanda kongesti+
ACEI (atau ARB jika tidak tertoleransi)
Pertimbangkan digoksin dan/atau H-ISDNJika tahap terminal, pertimbangkan LVAD dan/atau transplantasi
TidakYa
Masih NYHA II-IV ?
PertimbangkanICD
PertimbangkanCRT-P/CRT-D
TidakYa
Durasi QRS ≥120ms ?
TidakYa
Masih NYHA II-IV dan LVEF ≤ 35% ?
Tambah ivabradine
Tanpa terapi spesifik lebih lanjutLanjutkan tatalaksana
Gambar 2. Algoritma pengobatan gagal jantung
PEMBAHASAN ETIOLOGI:
REGURGITASI MITRAL
I. DEFINISI
Regurgitasi mitral adalah suatu keadaan di mana terdapat aliran darah balik dari
ventrikel kiri ke dalam atrium kiri pada saat sistol, akibat tidak dapat menutupnya
katup mitral secara sempurna. Dengan demikian, aliran darah saat sistol akan
terbagi dua:
Ke aorta dan seterusnya ke aliran sistemik (fungsi utama).
Ke atrium kiri.
II. STRUKTUR DAN FUNGSI KOMPONEN KATUP MITRAL
Katup mitral terdiri dari empat komponen utama:
Anulus katup mitral:
o Terdiri dari bagian yang kaku (fixed) yang berhubungan dengan annulus
katup aorta.
o Terdiri dari jaringan fibrosa dan merupakan bagian dari pangkal katup
mitral bagian anterior.
o Bagian anulus mitralis yang lain: bagian yang dinamik, bagian yang
terbesar dan tempat pangkal dari daun katup mitral bagian posterior.
Kedua daun katup:
o Terdiri dari katup anterior dan posterior yang asimetris
o Celah dari kedua katup ini disebut komisura, bagian antero medial dan
postero lateral.
Chordae tendinea:
o Terdiri dari dua berkas, berpangkal pada muskulus papilaris.
47
o Berkas corda tendinea ini menempel pada masing-masing daun katup,
yang berfungsi untuk menopang daun katup mitral dalam berkoaptasi.
o Setiap berkas corda terdiri dari beberapa serabut yang fleksibel.
Muskulus papillaris:
o Terdiri dari dua buah, tempat berpangkalnya kedua chordae tendinea, dan
berhubungan langsung dengan dinding ventrikel kiri.
o Berfungsi untuk menyanggah kedua chordae.
o Muskulus papillaris adalah bagian dari endokardium yang menonjol, satu
di medial, dan satu lagi di dinding lateral.
III. ETIOLOGI
Etiologi regugirtasi mitral sangat banyak, erat hubungannya dengan gambaran
klinisnya baik itu Mitral Regurgitasi akut atau Mitral Regurgitasi kronik.
Etiologi REGURGITASI MITRAL akut
Mitral Regurgitasi akut secara garis besar ada tiga bentuk:
REGURGITASI MITRAL primer akut non iskemia yang terdiri dari:
o Ruptur korda spontan
o Endokarditis infektif
o Degenerasi miksomatous dari valvular
o Trauma
o Hipovolemia pada mitral valve prolapse (MVP)
Mitral Regurgitasi karena iskemia akut: REGURGITASI MITRAL yang
terjadi karena iskemia akut dapat dijelaskan sebagai berikut. Akibat adanya
iskemia kut, maka akan terjadi gangguan fungsi ventrikel kiri, annular
geometri atau gangguan fungsi muskulus papilaris. Pada infark akut, dapat
terjadi ruptur dari muskulus papilaris, satu atau keduanya. Selanjutnya timbul
edema paru, syok dan kematian. Namun apabila hanya satu muskulus
48
papilaris yang ruptur, biasanya walau klinisnya berat, namun kemungkinan
masih bisa diatasi. Ruptur muskulus papilaris pada infark akut biasanya
timbul antara hari kedua sampai hari kelima, klinisnya berat, biasanya perlu
tindakan operasi. REGURGITASI MITRAL juga bisa timbul sebagai
kelanjutan dari infark akut, di mana terjadi remodelling miokard, gangguan
fungsi muskulus papilaris, dan dilatasi annulus, gangguan koaptasi katup
mitral, selanjutnya timbul REGURGITASI MITRAL.
REGURGITASI MITRAL akut sekunder pada kardiomiopati: Pada
kardiomiopati terdapat penebalan dari miokard yang tidak proporsional dan
bisa asimetris, yang berakibat kedua muskulus papilaris berobah posisi,
akibatnya tidak berfungsi dengan sempurna, selanjutnya penutupan katup
mitral tidak sempurna.
Etiologi Regurgitasi Mitral kronik
Etiologi regurgitasi mitral kronik sangat banyak. Regurgitasi mitral kronik
dapat terjadi pada penyakit jantung valvular yang berlangsung secara “slowly
progressive”, seperti pada penyakit jantung rematik. Dapat juga terjadi sebagai
konsekuensi lesi akut seperti perforasi katup atau ruptur korda yang tidak pernah
memperlihatkan gejala-gejala akut, namun dapat diadaptasi sampai timbul bentuk
kronis dari Regurgitasi Mitral. Beberapa jenis etiologi Regurgitasi mitral kronik
terdiri dari hal-hal sebagai berikut:
Regurgitasi mitral karena reumatik
Biasanya disertai juga dengan stenosis mitral berbagai tingkatan dan fusi dari
“commisura”, hanya sekitar 10% kasus rematik mitral murni regurgitasi
mitral tanpa ada stenosis. Regurgitasi mitral berat karena rheuma yang
memerlukan tindakan operasi masih sering ditemukan pada negara-negara
yang sedang berkembang, tetapi sudah jarang di negara-negara yang sudah
49
maju. Biasanya lesi rematik dapat berupa retraksi fibrosis pada apparatus
valvuler, yang mengakibatkan koaptasi dari katup mitral tidak berfungsi
secara sempurna. Pada kasus-kasus regurgitasi mitral yang mengalami
koreksi operasi, terdapat 3-40% karena atas dasar reumatik.
Regurgitasi Mitral Degeneratif
Yang paling sering penyebabnya adalah Mitral Valve Prolapse (MVP), di
mana terjadi gerakan abnormal dari daun katup mitral ke dalam atrium kiri
saat sistol, diakibatkan oleh tidak adekuatnya sokongan (“support”) dari
korda, memanjang atau ruptur, dan terdapat jaringan valvular yang berlebihan.
Di negara-negara maju, lesi MVP merupakan lesi yang terbanyak didapatkan,
20-70% dari kasus-kasus REGURGITASI MITRAL yang mendapat tindakan
koreksi dengan operasi.
Regurgitasi mitral karena endokarditis infektif
Endokarditis infektif dapat menyebabkan destruksi dan perforasi dari daun
katup.
Regurgitasi mitral karena iskemia (Regurgitasi Mitral Fungsional)
Timbul sebagai akibat adanya disfungsi muskulus papilaris yang bersifat
transient atau permanen akibat adanya iskemia kronis. Regurgitasi fungsional
dapat juga terjadi akibat dilatasi ventrikel kiri, aneurisma ventrikel,
miokardiopati atau miokarditis.
Regurgitasi Mitral Akibat Penyebab Lain
Masih sangat banyak, walau sangat jarang ditemukan, seperti penyakit
jaringan ikat (“connective tissue disorders”), seperti sindrom Marfan, sindrom
antikardiolipin, sindrom SLE dan lain-lain.
50
III. PATOFISIOLOGI
Regurgitasi Mitral Akut
Pada regurgitasi mitral primer akut, atrium kiri dan vetrikel kiri yang
sebelumnya normal-normal saja, tiba-tiba mendapat beban yang berlebihann
(severe volume overload). Pada saat sistol atrium kiri akan mengalami
pengisian yang berlebihan, di samping aliran darah yang biasa dari vena-vena
pulmonalis, juga mendapat aliran darah tambahan dari ventrikel kiri akibat
regurgitasi tadi. Sebaliknya pada saat diastol, volume darah yang masuk ke
ventrikel kiri akan mengalami peningkatan yang berasal dari atrium kiri yang
mengalami volume overload tadi. Dinding ventrikel kiri cukup tebal tidak
akan sempat berdilatasi, namun akan mengakibatkan mekanisme Frank-
Starling akan berlangsung secara maksimal, yang selanjutnya pasien masuk
dalam keadaan dekompensasi jantung kiri akut. Tekanan atau volume
ventrikel kiri yang berlebih diteruskan ke atrium kiri, selanjutnya ke vena-
vena pulmonalis dan timbullah edema paru yang akut. Pada saat yang
bersamaan pada fase sistol di mana ventrikel kiri mengalami volume
overload dan tekanan di ventrikel kiri mengalami volume overload dan
tekanan di ventrikel kiri meningkat, tekanan after load berkurang akibat
regurgitasi ke atrium kiri yang bisa mencapai 50% dari strok volume
ventrikel kiri. Aliran darah ke aorta (sistemik) akan berkurang karena berbagi
ke atrium kiri. Akibatnya cardiac output akan berkurang walaupun fungsi
ventrikel kiri sebelumnya masih normal atau bahkan diatas normal. Pada
keadaan seperti ini, pasien akan memperlihatkan gejala-gejala gagal jantung
kiri akut, kongesti paru, dan penurunan cardiac output.
REGURGITASI MITRAL kronik
Tidak sempurnanya koaptasi dari kedua daun katup mitral pada fase
sistol, menimbulkan ada pintu/celah terbuka (regurgitant orifice) untuk aliran
51
darah balik ke atrium kiri. Adanya “systolic pressure gradient” antara
ventrikel kiri dengan atrium kiri, akan mendorong darah balik ke atrium kiri.
Volume darah yang balik ke atrium kiri disebut “volume regurgitatant”, dan
presentase regurgitant volume dibanding dari total ejeksi ventrikel kiri,
disebut sebagai fraksi regurgitan. Dengan demikian pada fase sistol, akan
terdapat beban pengisian atrium kiri yang meningkat, dan pada fase diastol,
beban pengisian ventrikel kiri juga akan meningkat, yang lama kelamaan akan
memperburuk kemampuan ventrikel kiri yang akhirnya akan terjadi
perubahan struktur ventrikel kiri.
Pada regurgasi mitral kronis, terjadi dilatasi ventrikel kiri, walau lebih
ringan ketimbang pada regurgitasi aorta (AR), pada tingkat regurgitasi yang
sama. Tekanan volume akhir diastol (end diastolic volume) dan regangan
dinding ventrikel (wall stress) akan meningkat. Volume akhir sistol akan
meningkat pada REGURGITASI MITRAL kronik, meskipun demikian,
regangan akhir sistole dinding ventrikel kiri biasanya masih normal.
Selanjutnya massa ventrikel kiri pada REGURGITASI MITRAL akan
meningkat sejajar dengan besarnya dilatasi ventrikel kiri.
Fungsi ventrikel kiri sulit dinilai karena ada perubahan pada preload
dan after load. After load lebih sulit lagi dinilai karena ada aliran darah
regurgitasi ke atrium kiri, yang sedikit banyak akan mengurangi tahanan
pengeluaran darah dari ventrikel kiri, padahal pengukuran after load dan
regangan akhir dinding ventrikel kiri masih dalam batas normal.
Bagaimanapun juga, terdapat korelasi terbalik antara tekanan akhir dinding
ventrikel dengan fraksi ejeksi pada regurgitasi mitral.
Petunjuk yang cukup kompleks dengan memakai after load seperti
regangan akhir sistolik dinding ventrikel kiri atau elastan maksimum yang
disejajarkan dengan volume ventrikel kiri, dapat dipakai sebagai pengukur
52
perubahan fungsi ventrikel kiri yang cukup sensitif. Disfungsi ventrikel kiri
akibat regurgitasi mitral merupakan pertanda prognosis yang tidak baik.
Fungsi diastolik pada regurgitasi mitral sangat sulit dianalisis akibat
peningkatan volume pengisian. Relaksasi ventrikel kiri biasanya memanjang
dan kekakuan (stiffness) ventrikel kiri juga biasanya berkurang akibat
bertambahnya diameter rongga ventrikel kiri.
Pada pasien regurgitas mitral fungsional akibat penyakit jantung
koroner atau kardiomiopati, kelainan primer terdapat pada ventrikel kiri, di
mana kontraktilitas dinding ventrikel sangat berkurang, padahal daun katup
mitral itu sendiri masih normal. Regurgitasi mitral kebanyakan tidak sejajar
dengan derajat disfungsi ventrikel kiri, tetapi lebih berhubungan dengan
remodeling ventrikel kiri secara regional. Regurgitasi mitral fungsional agak
berbeda dengan regurgitasi mitral organik (valvular). Pada regurgitasi mitral
fungsional, volume regurgitasi biasanya sedikit dan dilatasi ventrikel kiri
biasanya tidak proporsional dengan derajat regurgitasi mitral. Tetapi
regurgitasi mitral fungsional memiliki arti klinis yang penting, berhubungan
dengan peninggian volume dan tekanan di atrium kiri, dan suatu pertanda
penyakit miokardium yang sudah lanjut. Regurgitasi mitral fungsional sangat
efektif diobati dengan vasodilator.
IV. MANIFESTASI KLINIS
Regurgitasi Mitral Akut
Pasien regurgitasi mitral akut hampir semuanya simptomatik. Pada
beberapa kasus dapat diperberat oleh adanya ruptur chordae, umumnya
ditandai oleh sesak nafas dan rasa lemas yang berlebihan, yang timbul secara
tiba-tiba. Kadang ruptur korda ditandai oleh adanya nyeri dada, orthopnea,
53
paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) dan lelah kadang ditemukan pada
regurgitasi mitral akut.
Dari anamnesis juga kemungkinan dapat diperoleh perkiraan etiologi
dari regurgitasi mitral akut. Regurgitasi mitral akut akibat iskemia berat, dapat
diperkirakan pada kasus dengan syok atau gagal jantung kongestif pada pasien
dengan infark akut, terutama bila didapatkan adanya murmur sistolik yang
baru, walau kadang tidak ditemukan murmur sistolik pada regurgitasi mitral
akut akibat iskemia, karena dapat terjadi keseimbangan tekanan darah di
dalam ventrikel kiri dan atrium kiri, yang dapat menimbulkan lamanya
murmur memendek sehingga pada auskultasi sulit dideteksi.
Regurgitasi Mitral Kronik
Pasien dengan regurgitasi mitral ringan biasanya asimptomatik.
Regurgitasi mitral berat dapat asimptomatik atau gejala minimal untuk
bertahun-tahun. Rasa cepat lelah karena cardiac output yang rendah dan sesak
nafas ringan pada saat beraktivitas, biasanya segera hilang apabila aktivitas
segera dihentikan.
Sesak nafas bertambah berat saat beraktifitas, paroxysmal nocturnal
dyspnea (PND) atau edema paru bahkan hemoptisis dapat juga terjadi. Gejala-
gejala berat tersebut dapat dipicu oleh fibrilasi atrial yang baru timbul atau
karena peningkatan derajat regurgitasi, atau ruptur korda atau menurunnya
kemampuan ventrikel kiri.
Sedangkan periode transisi dari akut menjadi kronik regurgitasi mitral,
dapat juga terjadi misalnya dari gejala akut seperti edema paru dan gagal
jantung dapat mereda secara progresif akibat perbaikan kemampuan ventrikel
kiri atau akibat pemberian diuretika.
54
V. PEMERIKSAAN FISIK
Tekanan darah biasanya normal. Pada pemeriksaan palpasi, apeks biasanya
terdorong ke lateral/kiri sesuai dengan pembesaran ventrikel kiri. Thrill pada apeks
pertanda terdapatnya regurgitasi mitral berat. Juga bisa terdapat right ventricular
heaving, bisa juga didapatkan pembesaran ventrikel kanan.
Bunyi jantung pertama biasanya bergabung dengan murmur. Umumnya
normal, namun dapat mengeras pada regurgitasi mitral karena penyakit jantung
rematik. Bunyi jantung kedua biasanya normal. Bunyi jantung ketiga terdengar
terutama pada regurgitasi mitral akibat kelainan organik, di mana terjadi
peningkatan volume dan dilatasi ventrikel kiri. Murmur diastolik yang bersifat
rumbling pada awal diastolik bisa juga terdengar akibat adanya peningkatan aliran
darah pada fase diastol, walau tidak disertai oleh adanya stenosis mitral. Namun
perlu diingat bahwa bunyi jantung ketiga dan murmur diastolik ini biasanya
bunyinya bersifat low pitch, sulit dideteksi, perlu auskultasi yang hati-hati, lebih
jelas terdengar pada posisi dekubitus lateral kiri, dan pada saat ekspirasi.
Gallop atrial biasanya terdengar pada regurgitasi mitral dengan awitan yang
masih baru dan pada regurgitasi mitral fungsional atau iskemia serta pada irama
yang masih sinus. Pada regurgitasi mitral karena mitral valve prolapse (MVP)
dapat terdengar mid systolic click yang merupakan petanda mitral valve prolapse
(MVP), bersamaan dengan murmur sistolik. Hal ini terjadi sebagai akibat
peregangan yang tiba-tiba dari chordae tendinea.
Petanda utama dari regurgitasi mitral adalah murmur sistolik, minimal derajat
sedang, berupa murmur holosistolik yang meliputi bunyi jantung pertama sampai
bunyi jantung kedua. Murmur biasanya bersifat blowing, tetapi bisa juga bersifat
kasar (harsh) terutama pada mitral valve prolapse (MVP). Pada regurgitasi mitral
karena penyakit jantung valvular dan mitral valve prolapse (MVP) dari daun katup 55
anterior, punctum maximum terdengar di apeks, menjalar ke aksila. Sedangkan
pada mitral valve prolapse (MVP) katup posterior arah “jet” dari murmur menuju
superior dan medial. Akibatnya murmur menjalar ke basis jantung dan sulit
dibedakan dengan murmur karena stenosis aorta atau kardiomiopati obstruktif.
Murmur juga bisa terdengar di punggung. Murmur biasanya paralel dengan derajat
regurgitasi mitral, namun tidak demikian pada regurgitasi mitral karena iskemia
atau fungsional.
VI. ELEKTROKARDIOGRAFI
Gambaran EKG pada REGURGITASI MITRAL tidak ada yang spesifik,
namun fibrilasi atrial sering ditemukan pada regurgitasi mitral karena kelainan
organik. Regurgitasi mitral karena iskemia, Q patologis dan LBBB bisa terlihat
sedangkan pada mitral valve prolapse (MVP) bisa terlihat perubahan segmen ST-
T yang tidak spesifik. Pada keadaan dengan irama sinus, tanda-tanda dilatasi
atrium kiri (LAH) dan dilatasi atrium kanan (RAH) bisa ditemukan apabila sudah
ada hipertensi pulmonal yang berat. Tanda-tanda hipertrofi ventrikel kiri (LVH)
bisa juga ditemukan pada regurgitasi mitral kronik.
VII. FOTO TORAKS
Bisa memperlihatkan tanda-tanda pembesaran atrium kiri dan ventrikel
kiri. Juga tanda-tanda hipertensi pulmonal atau edema paru bisa ditemukan pada
regurgitasi mitral kronik. Sedangkan pada regurgitasi mitral akut, biasanya
pembesaran jantung belum jelas, walaupun sudah ada tanda-tanda gagal jantung
kiri.
VIII. EKOKARDIOGRAFI
Ekokardiografi Doppler saat ini merupakan alat diagnostik yang utama
pada pemeriksaan pasien dengan regurgitasi mitral. Dengan Eko Doppler,
56
dapat diketahui morfologi lesi katup mitral, derajat atau beratnya regurgitasi
mitral. Juga mengetahui beratnya regurgitasi mitral. Juga mengetahui fungsi
ventrikel kiri dan atrium kiri. Dengan eko bisa diketahui etiologi dari
regurgitasi MITRAL.
Color Flow Doppler Imaging merupakan pemeriksaan non-invasive
yang sangat akurat dalam mendeteksi dan estimasi dari regurgitasi mitral.
Atrium kiri biasanya dilatasi, sedangkan ventrikel kiri cenderung hiperdinamik.
Dengan Guided M-mode diameter, dapat diukur besarnya ventrikel kiri, massa
ventrikel kiri dan tekanan dinding ventrikel, dan fraksi ejeksi dapat dikalkulasi
atau diestimasi. Volume ventrikel juga dapat diukur dengan Ekokardografi dua
dimensi.
IX. PENATALAKSANAAN
Terapi Medikamentosa pada REGURGITASI MITRAL akut
Terapi regurgitasi mitral akut adalah secepatnya menurunkan volume
regurgitan, yang seterusnya akan mengurangi hipertensi pulmonal dan
tekanan atrial dan meningkatkan stroke volume. Vasodilator arterial seperti
sodium nitroprusid merupakan terapi utama untuk tujuan ini. Vasodilator
arterial dapat mengurangi resistensi valvuler, meningkatkan aliran
pengeluaran dan bersamaan dengan ini akan terjadi juga pengurangan dari
aliran regurgitasi. Pada saat bersamaan dengan berkurangya volume ventrikel
kiri dapat membantu perbaikan kompetensi katup mitral.
Sodium nitroprusid diberikan secara intravena, sangat bermanfaat
karena waktu paruh sangat pendek, sehingga mudah dititrasi, apalagi bila
diberikan dengan pemasangan Swan Ganz catheter. Pada pasien regurgitasi
mitral berat dengan hipotensi, sebaiknya pemberian sodium nitroprusid harus
dihindari. Intra Aortic Balloon Counter Pulsation dapat dipergunakan untuk
57
memperbaiki mean arterial blood pressure (MABP), di mana diharapkan
dapat mengurangi after load dan meningkatkan forward output (pengeluaran
darah dari ventrikel kiri). Penggantian katup mitral baru bisa dipertimbangkan
sesudah hemodinamik stabil.
Terapi Medikamentosa pada Regurgitasi Mitral Kronik
Prevensi terhadap endokarditis infektif pada regurgitasi mitral sangat
penting. Pasien usia muda dengan regurgitasi mitral karena penyakit jantung
rematik harus mendapat profilaksis terhadap demam rematik. Untuk pasien
dengan AF perlu diberikan digoksin dan atau beta blocker untuk kontrol
frekuensi detak jantung (rate control).
Antikoagulan oral harus diberikan pada pasien dengan AF. Penyekat
beta merupakan obat pilihan utama pada sindrom mitral valve prolapse
(MVP), di mana sering ditemukan keluhan berdebar dan nyeri dada. Diuretika
sangat bermanfaat untuk kontrol gagal jantung, dan untuk kontrol keluhan
terutama sesak nafas. ACE inhibitor dilaporkan bermanfaat pada regurgitasi
mitral dengan disfungsi ventrikel kiri, memperbaiki survival dan memperbaiki
simptom. Juga regurgitasi mitral fungsional sangat bermanfaat dengan ACE
inhibitor ini.
Terapi Operasi
Ada dua pilihan yaitu rekonstruksi dari katup mitral dan penggantian
katup mitral. Ada beberapa pendekatan dengan rekonstruksi valvular ini,
tergantung dari morfologi lesi dan etiologi regurgitasi mitral, dapat berupa
58
valvular repair misalnya pada mitral valve prolapse (MVP), annuloplasty,
memperpendek korda dan sebagainya.
Sebelum rekontruksi atau penggantian perlu penilaian aparatus mitral
secara cermat, dan performance dari ventrikel kiri. Namun kadang saat
direncanakan rekonstruksi, sesudah dibuka, ternyata harus diganti.
Penggantian katup mitral, dipastikan apabila dengan rekonstruksi tidak
mungkin dilakukan. Apabila diputuskan untuk penggantian, maka pilihannya
adalah apakah memakai katup mekanikal di mana ketahanan dari katup
mekanik ini sudah terjamin, namun terdapat risiko tromboemboli dan harus
mengkonsumsi antikoagulan seumur hidup, atau katup bioprotese (biologic
valve) di mana umur katup sulit diprediksi, namun tidak perlu pemberian
antikoagulan lama.
Kapan tindakan penggantian katup dilakukan masih banyak para ahli
yang berbeda pendapat, namun ada kecenderungan semakin cepat semakin
baik, sebelum terjadi disfungsi ventrikel kiri. Disfungsi ventrikel kiri biasanya
irreversible, walau katupnya telah diganti.
59
DAFTAR PUSTAKA
1. Rilantono LI, Baraas F, Karo Karo S, Roebiono PS. Buku Ajar Kardiologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2003.
2. Lilly LS. Pathophysiology Of Heart Disease: A Collaborative Project Of Medical Students And Faculty. 5th Ed. Lippincot Williams & Wilkins. 2011.
3. Siswanto BB, Hersunawati N, Etc. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2015.
4. Figueroa, MS And Peters JI. Congestive Heart Failure: Diagnosis, Pathophysiology, Therapy, And Implications For Respiratory Care. Respir Care 2006;51(4):403– 412.
5. Prof.dr. Peter kabo PhD, MD (Melb. Uni). In: Bagaimana menggunakan obat-obat kardiovaskular secara rasional. Balai penerbitan; FKUI
6. Mann DL. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, editor. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 17th ed. New York: Mc graw hill; 2008. p. 1443.
7. Shah RV. Fifer MA. Heart Failure. In: Lilly LS, editor. Pathophysiology of Heart Disease A Collaborative Project of Medical Students and Faculty. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. 2007; p. 225-251.
8. Sonnenblick EH, LeJemtel YH. Pathophysiology of congestive heart failure. Role of angiotensin converting enzyme inhibitors. Am J Med. 1989; 87 : 88-91.
9. Rodeheffer R. Cardiomyopathies in the adult (dilated, hypertrophic, and restrictive). In: Dec GW, editor. Heart Failure a Comprehensive Guide to Diagnosis and Treatment. New York: Marcel Dekker; 2005. p.137-156.
10. Mc Murray. John et al. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012. European Heart Journal. (2012) 33, 1787-1847
60