lp r 13 trauma wajah,,,,,,,,,,, edit

39
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA WAJAH (MAKSILOFASIAL) RUANG IGD RSUD WAHIDIN SUDIROHUSODO KOTA MOJOKERTO Oleh : Faris Aditiya P, S.Kep NIM. 1401.14901.016

Upload: zieraf-arek-oblo

Post on 13-Sep-2015

426 views

Category:

Documents


113 download

DESCRIPTION

a

TRANSCRIPT

ii

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

KLIEN DENGAN TRAUMA WAJAH (MAKSILOFASIAL)

RUANG IGD RSUD WAHIDIN SUDIROHUSODOKOTA MOJOKERTO

Oleh :Faris Aditiya P, S.Kep

NIM. 1401.14901.016

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYAGAMA HUSADA

MALANG

2015LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA WAJAH (MAKSILOFASIAL)

RUANG IGD RSUD WAHIDIN SUDIROHUSODOKOTA MOJOKERTO

Laporan Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners

Disetujui Pada :

Hari

:

Tanggal:

Mahasiswa

Faris Aditiya P, S.Kep

NIP. 1401.14901.016

Pembimbing Institusi

Pembimbing Klinik

NIP.

NIP.

Kepala Ruangan

NIP.

LAPORAN PENDAHULUANTRAUMA WAJAH (MAKSILOFASIAL)

1. Definisi Trauma MaksilofasialFraktur maksilofasial ialah fraktur yang terjadi pada tulang-tulang pembentuk wajah. Berdasarkan anatominya wajah atau maksilofasial dibagi menjadi tiga bagian, ialah sepertiga atas wajah, sepertiga tengah wajah, dan sepertiga bawah wajah. Bagian yang termasuk sepertiga atas wajah ialah tulang frontalis, regio supra orbita, rima orbita dan sinus frontalis. Maksila, zigomatikus, lakrimal, nasal, palatinus, nasal konka inferior, dan tulang vomer termasuk ke dalam sepertiga tengah wajah sedangkan mandibula termasuk ke dalam bagian sepertiga bawah wajah.

Trauma pada jaringan maksilofasial dapat mencakup jaringan lunak dan jaringan keras. Yang dimaksud dengan jaringan lunak wajah adalah jaringan lunak yang menutupi jaringan keras wajah. Sedangkan yang dimaksud dengan jaringan keras wajah adalah tulang kepala yang terdiri dari : tulang hidung, tulang arkus zigomatikus, tulang mandibula, tulang maksila, tulang rongga mata, gigi, tulang alveolus. Yang dimaksud dengan trauma jaringan lunak adalah: Abrasi kulit, tusukan, laserasi, tato

Cedera saraf, cedera saraf fasial

Cedera kelenjar paratiroid atau duktus Stensen

Cedera kelopak mata

Cedera telinga

Cedera hidung

2. Anatomi MaksilofasialPertumbuhan kranium terjadi sangat cepat pada tahun pertama dan kedua setelah lahir dan lambat laun akan menurun kecepatannya. Pada anak usia 4-5 tahun, besar cranium sudah mencapai 90% cranium dewasa. Maksilofasial tergabung dalam tulang wajah yang tersusun secara baikdalam membentuk wajah manusia. Daerah maksilofasial dibagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama adalah wajah bagian atas, di mana patah tulang melibatkan frontal dan sinus. Bagian kedua adalah midface tersebut. Midface dibagi menjadi bagian atas dan bawah. Para midface atas adalah di mana rahang atas Le Fort II dan III Le Fort fraktur terjadi dan / atau di mana patah tulang hidung, kompleks nasoethmoidal atau zygomaticomaxillary, dan lantai orbit terjadi. Bagian ketiga dari daerah maksilofasial adalah wajah yang lebih rendah, di mana patah tulang yang terisolasi ke rahang bawah.

Tulang pembentuk wajah pada manusia bentuknya lebih kecil dari tengkorak otak. Didalam tulang wajah terdapat rongga-rongga yang membentukrongga mulut (cavum oris), dan rongga hidung (cavum nasi) dan rongga mata(orbita).

a. Bagian hidung terdiri atas :Os Lacrimal (tulang mata) letaknya di sebelah kiri/kanan pangkal hidung disudut mata. Os Nasal (tulang hidung) yang membentuk batang hidung sebelah atas. Dan Os Konka nasal (tulang karang hidung), letaknya di dalam rongga hidung dan bentuknya berlipat-lipat. Septum nasi (sekat rongga hidung) adalah sambungan dari tulang tapis yang tegak.

b. Bagian rahang terdiri atas tulang-tulang seperti :Os Maksilaris (tulang rahang atas), Os Zigomaticum, tulang pipi yangterdiri dari dua tulang kiri dan kanan. Os Palatum atau tulang langit-langit, terdiri dari dua dua buah tulang kiri dan kanan. Os Mandibularis atau tulang rahang bawah, terdiri dari dua bagian yaitu bagian kiri dan kanan yang kemudian bersatu di pertengahan dagu. Dibagian depan dari mandibula terdapat processus coracoids tempat melekatnya otot.

3. Facial danger zones (Zona bahaya wajah)Secara anatomi, wajah memiliki beberapa serabut-serabut saraf yang tersebar di beberapa lokasi di wajah, ada 7 lokasi-lokasi penting di sekitar wajah yang apabila terjadi trauma atau kesalahan dalam penanganan trauma maksilofasial akan berakibat fatal, lokasi-lokasi tersebut disebut dengan facialdanger zone.4. EpidemiologiDari data penelitian itu menunjukan bahwa kejadian trauma maksilofasial sekitar 6% dari seluruh trauma yang ditangani oleh SMF Ilmu Bedah RS Dr.Soetomo. Kejadian fraktur mandibula dan maksila terbanyak diantara 2 tulang lainnya, yaitu masing-masing sebesar 29,85 %, disusul fraktur zigoma 27,64 % danfraktur nasal 12, 66 %.Penderita fraktur maksilofasial ini terbanyak pada laki-laki usia produktif,yaitu usia 21-30 tahun, sekitar 64,38 % disertai cedera di tempat lain, dan trauma penyerta terbanyak adalah cedera otak ringan sampai berat, sekitar 56%. Penyebab terbanyak adalah kecelakaan lalu lintas dan sebagian besar adalah pengendara sepeda motor.5. Etiologi Trauma MaksilofasialTrauma wajah di perkotaan paling sering disebabkan olehperkelahian, diikuti oleh kendaraan bermotor dan kecelakaan industri. Para zygoma dan rahang adalah tulang yang paling umum patah selama serangan. Trauma wajah dalam pengaturan masyarakat yang paling sering adalah akibat kecelakaan kendaraan bermotor, maka untuk serangan dan kegiatan rekreasi. Kecelakaan kendaraan bermotor menghasilkan patah tulang yang sering melibatkanmidface, terutama pada pasien yang tidak memakai sabuk pengaman mereka. Penyebab penting lain dari trauma wajah termasuk trauma penetrasi, kekerasan dalam rumah tangga, dan pelecehan anak-anak dan orang tua.

Bagi pasien dengan kecelakaan lalu lintas yang fatal menjadi masalah karena harus rawat inap di rumah sakit dengan cacat permanen yang dapat mengenai ribuan orang per tahunnya. Berdasarkan studi yang dilakukan, 72% kematian oleh trauma maksilofasial paling banyak disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas (automobile).Berikut ini tabel etiologi trauma maksilofasial :

Penyebab pada orang dewasaPersentase (%)

Kecelakaan lalu lintas40-45

Penganiayaan / berkelahi10-15

Olahraga5-10

Jatuh5

Lain-lain5-10

Penyebab pada orang anakPersentase (%)Kecelakaan lalu lintas

10-15

Penganiayaan / berkelahi

5-10

Olahraga (termasuk naik sepeda)

50-65

Jatuh

5-10

6. Klasifikasi Trauma MaksilofasialTrauma maksilofasial dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu trauma jaringan keras wajah dan trauma jaringan lunak wajah. Trauma jaringan lunak biasanya disebabkan trauma benda tajam, akibat pecahan kaca pada kecelakaan lalu lintas atau pisau dan golok pada perkelahian.

a. Trauma jaringan lunak wajahLuka adalah kerusakan anatomi, diskontinuitas suatu jaringan oleh karena trauma dari luar.Trauma pada jaringan lunak wajah dapat diklasifikasikan berdasarkan :

Berdasarkan jenis luka dan penyebab: Ekskoriasi Luka sayat, luka robek , luka bacok Luka bakar Luka tembak Berdasarkan ada atau tidaknya kehilangan jaringan Dikaitkan dengan unit estetikb. Trauma jaringan keras wajahKlasifikasi trauma pada jaringan keras wajah di lihat dari fraktur tulang yang terjadi dan dalam hal ini tidak ada klasifikasi yg definitif. Secara umum dilihat dari terminologinya, trauma pada jaringan keras wajah dapat diklasifikasikan berdasarkan: Dibedakan berdasarkan lokasi anatomic dan estetika Berdiri Sendiri :fraktur frontal, orbita, nasal, zigomatikum, maxilla, mandibulla, gigi dan alveolus

Bersifat Multiple :Fraktur kompleks zigoma, fronto nasal danfraktur kompleks mandibular Berdasarkan Tipe fraktur : Fraktur simple

Merupakan fraktur sederhana, liniear yang tertutup misalnya pada kondilus, koronoideus, korpus dan mandibula yang tidak bergigi. Fraktur tidak mencapai bagian luar tulang atau rongga mulut. Termasukgreenstikfraktur yaitu keadaan retak tulang, terutama pada anak dan jarang terjadi. Fraktur kompounFraktur lebih luas dan terbuka atau berhubungan dengan jaringan lunak. Biasanya pada fraktur korpus mandibula yang mendukung gigi, dan hampir selalu tipe fraktur kompoun meluas dari membran periodontal ke rongga mulut, bahkan beberapa luka yang parah dapat meluas dengan sobekan pada kulit. Fraktur komunisiBenturan langsung terhadap mandibula dengan objek yang tajam seperti peluru yang mengakibatkan tulang menjadi bagian bagian yang kecil atau remuk. Bisa terbatas atau meluas, jadi sifatnya juga seperti fraktur kompoun dengan kerusakan tulang dan jaringan lunak.

Fraktur patologiskeadaan tulang yang lemah oleh karena adanya penyakit penyakit tulang, seperti Osteomyelitis, tumor ganas, kista yang besar dan penyakit tulang sistemis sehingga dapat menyebabkan fraktur spontan.

7. Lokasi Anatomis Fraktur Maksilofasiala. Fraktur Sepertiga Bawah Wajah (Fonseca, 2005)Mandibula termasuk kedalam bagian sepertiga bawah wajah.Klasifikasi fraktur berdasarkan istilah :

SimpleatauClosed: merupakan fraktur yang tidak menimbulkan luka terbuka keluar baik melewati kulit, mukosa, maupun membran periodontal. CompoundatauOpen: merupakan fraktur yang disertai dengan luka luar termasuk kulit, mukosa, maupun membran periodontal , yang berhubungan dengan patahnya tulang. Comminuted: merupakan fraktur dimana tulang hancur menjadi serpihan. Greenstick: merupakan fraktur dimana salah satu korteks tulang patah, satu sisi lainnya melengkung. Fraktur ini biasa terjadi pada anak-anak. Pathologic: merupakan fraktur yang terjadi sebagai luka yang cukup serius yang dikarenakan adanya penyakit tulang. Multiple: sebuah variasi dimana ada dua atau lebih garis fraktur pada tulang yang sama tidak berhubungan satu sama lain. Impacted: merupakan fraktur dimana salah satu fragmennya terdorong ke bagian lainnya. Atrophic: merupakan fraktur yang spontan yang terjadi akibat dari atropinya tulang, biasanya pada tulang mandibula orang tua. Indirect: merupakan titik fraktur yang jauh dari tempat dimana terjadinya luka. Complicated atau Complex: merupakan fraktur dimana letaknya berdekatan dengan jaringan lunak atau bagian-bagian lainnya, bisasimpleataucompound.Klasifikasi Fraktur Mandibula berdasarkan lokasi anatominya:

Midline: fraktur diantaraincisalsentral Parasymphyseal: dari bagian distal symphysis hingga tepat pada garis alveolar yang berbatasan dengan otot masseter (termasuk sampai gigi molar 3) Symphysis: berikatan dengan garis vertikal sampai distal gigi kaninus Angle: area segitiga yang berbatasan dengan batas anterior otot masseter hingga perlekatan poesterosuperior otot masseter (dari mulai distal gigi molar 3) Ramus : berdekatan dengan bagian superior angle hingga membentuk dua garis apikal pada sigmoid notch Processus Condylus: area pada superior prosesus kondilus hingga regio ramus Processus Coronoid: termasuk prosesus koronoid pada superior mandibula hingga regio ramus Processus Alveolaris: regio yang secara normal terdiri dari gigi.b. Fraktur Sepertiga Tengah WajahSebagian besar tulang tengah wajah dibentuk oleh tulang maksila, tulang palatina, dan tulang nasal. Tulang-tulang maksila membantu dalam pembentukan tiga rongga utama wajah : bagian atas rongga mulut dan nasal dan juga fosa orbital. Rongga lainnya ialah sinus maksila. Sinus maksila membesar sesuai dengan perkembangan maksila orang dewasa. Banyaknya rongga di sepertiga tengah wajah ini menyebabkan regio ini sangat rentan terkena fraktur.Fraktur tulang sepertiga tengah wajah berdasarkan klasifikasi Le Fort : Fraktur Le Fort tipe I (Guerins)Fraktur Le Fort I merupakan jenis fraktur yang paling sering terjadi, dan menyebabkan terpisahnya prosesus alveolaris dan palatum durum. Fraktur ini menyebabkan rahang atas mengalami pergerakan yang disebutfloating jaw. Hipoestesia nervus infraorbital kemungkinan terjadi akibat dari adanya edema. Fraktur Le Fort tipe II

Fraktur Le Fort tipe II biasa juga disebut dengan fraktur piramidal. Manifestasi dari fraktur ini ialah edema di kedua periorbital, disertai juga dengan ekimosis, yang terlihat sepertiracoon sign. Biasanya ditemukan juga hipoesthesia di nervus infraorbital. Kondisi ini dapat terjadi karena trauma langsung atau karena laju perkembangan dari edema. Maloklusi biasanya tercatat dan tidak jarang berhubungan dengan open bite. Pada fraktur ini kemungkinan terjadinya deformitas pada saat palpasi di area infraorbital dan sutura nasofrontal. Keluarnya cairan cerebrospinal dan epistaksis juga dapat ditemukan pada kasus ini.

Fraktur Le Fort II (Fonseca, 2005) Fraktur Le Fort IIIFraktur ini disebut juga fraktur tarnsversal. Fraktur Le Fort III (gambar 2.6) menggambarkan adanya disfungsi kraniofasial. Tanda yang terjadi pada kasus fraktur ini ialah remuknya wajah serta adanya mobilitas tulang zygomatikomaksila kompleks, disertai pula dengan keluarnya cairan serebrospinal, edema, dan ekimosis periorbital.

Fraktur Le Fort III (Fonseca, 2005)c. Fraktur Sepertiga Atas WajahFraktur sepertiga atas wajah mengenai tulang frontalis, regio supra orbita, rima orbita dan sinus frontalis. Fraktur tulang frontalis umumnya bersifatdepressedke dalam atau hanya mempunyai garis fraktur linier yang dapat meluas ke daerah wajah yang lain.8. Patofisiologi Trauma MaksilofasialKehadiran energi kinetik dalam benda bergerak adalah fungsi dari massa dikalikan dengan kuadrat kecepatannya. Penyebaran energi kinetik saat deselerasi menghasilkan kekuatan yang mengakibatkan cedera. Berdampak tinggi dan rendah-dampak kekuatan didefinisikan sebagai besar atau lebih kecil dari 50 kali gaya gravitasi. Ini berdampak parameter pada cedera yang dihasilkan karena jumlah gaya yang dibutuhkan untuk menyebabkan kerusakan pada tulang wajah berbeda regional. Tepi supraorbital, mandibula (simfisis dan sudut), dan tulang frontal memerlukan kekuatan tinggi-dampak yang akan rusak. Sebuah dampak rendah-force adalah semua yang diperlukan untuk merusak zygoma dan tulang hidung.Patah TulangFrontal: initerjadi akibatdari pukulan beratpadadahi.Bagiananterior dan / atau posterior sinus frontal mungkin terlibat.Gangguan lakrimasi mungkin dapat terjadi jikadinding posterior sinus frontal retak. Duktus nasofrontal sering terganggu.

FrakturDasarOrbital: Cederadasarorbital dapat menyebabkan suatu fraktur yang terisolasi atau dapat disertai dengan fraktur dinding medial. Ketika kekuatan menyerangpinggiran orbital, tekanan intraorbital meningkat dengan transmisi ini kekuatan dan merusakbagian-bagianterlemah daridasardan dinding medialorbita. Herniasi dari isi orbit ke dalam sinus maksilaris adalah mungkin. Insiden cedera okularcukuptinggi, namun jarang menyebabkan kematian.

Patah TulangHidung: Ini adalah hasil dari kekuatan diakibatkan olehtrauma langsung.Fraktur Nasoethmoidal(noes):akibatperpanjangan kekuatan traumadari hidung ke tulang ethmoid dan dapat mengakibatkan kerusakan pada canthus medial, aparatuslacrimalis, atau saluran nasofrontal.Patah tulang lengkung zygomatic: Sebuah pukulan langsung ke lengkung zygomatic dapat mengakibatkan fraktur terisolasi melibatkan jahitan zygomaticotemporal.Patah TulangZygomaticomaxillary kompleks(ZMCs): ini menyebabkan patah tulang dari trauma langsung. Garis fraktur jahitan memperpanjang melalui zygomaticotemporal, zygomaticofrontal, dan zygomaticomaxillary dan artikulasi dengan tulang sphenoid. Garis fraktur biasanya memperpanjang melalui foramen infraorbital dan lantai orbit. Cedera mata serentak yang umum.

Fraktur mandibula: Ini dapat terjadi di beberapa lokasi sekunder dengan bentuk U-rahang dan leher condylar lemah. Fraktur sering terjadi bilateral di lokasi terpisah dari lokasi trauma langsung.Patah tulang alveolar: Ini dapat terjadi dalam isolasi dari kekuatan rendah energi langsung atau dapat hasil dari perpanjangan garis fraktur melalui bagian alveolar rahang atas atau rahang bawahFraktur Panfacial: Ini biasanya sekunder mekanismekecepatantinggi mengakibatkan cedera pada wajah atas, midface, dan wajah yang lebih rendah9. Manifestasi Klinis

Gejala klinis gejala dan tanda trauma maksilofasial dapat berupa : Dislokasi, berupa perubahan posisi yg menyebabkan maloklusi terutama pada fraktur mandibular

Pergerakan yang abnormal pada sisi fraktur

Rasa nyeri pada sisi fraktur Perdarahan pada daerah fraktur yang dapat menyumbat saluran napas Pembengkakan dan memar pada sisi fraktur sehingga dapat menentukan lokasi daerah fraktur

Krepitasi berupa suara pada saat pemeriksaan akibat pergeseran

Laserasi yg terjadi pada daerah gusi, mukosa mulut dan daerah sekitarfraktur

Diskolorisasi perubahan warna pada daerah fraktur akibat pembengkakan

Numbness, kelumpuhan dari bibir bawah, biasanya bila fraktur terjadi dibawah nervus alveolaris

Pada fraktur orbita dapat dijumpai penglihatan kabur atau ganda, penurunan pergerakan bola mata dan penurunan visus

10. Pemeriksaan Penunjanga. Wajah Bagian Atas : CT-scan 3D dan CBCT-scan 3D (Cone Beam CT-scan 3D) CT-scan aksial koronal

Imaging Alternatif diantaranya termasuk CT Scan kepala dan X-ray kepalab. Wajah Bagian Tengah : CT-scan 3D dan CBCT-scan 3D (Cone Beam CT-scan 3D) CT scan aksial koronal Imaging Alternatif diantaranya termasuk radiografi posisi waters dan posteroanterior (Caldwells), Submentovertek(Jughandles)c. Wajah Bagian Bawah : CT-scan 3D dan CBCT-scan 3D Panoramic X-ray

Imaging Alternatif diagnostik mencakup posisi:

Posteroanterior (Caldwells)

Posisi lateral (Schedell)

Posisi towne11. Penatalaksanaan MedisPenatalaksanaan saat awal trauma pada cedera kepala dan wajah selain dari factor mempertahankan fungsi ABC (airway, breathing, circulation) dan menilai status neurologis (disability, exposure), maka factor yang harus diperhitungkan pula adalah mengurangi iskemia serebri yang terjadi. Keadaan ini dapat dibantu dengan pemberian oksigen dan glukosa sekalipun pada otak yang mengalami trauma relative memerlukan oksigen dan glukosa yang lebih rendah.Selain itu perlu pula dikontrol kemungkinan tekanan intracranial yang meninggi disebabkan oleh edema serebri. Sekalipun tidak jarang memerlukan tindakan operasi, tetapi usaha untuk menurunkan tekanan intracranial ini dapat dilakukan dengan cara menurunkan PaCO2dengan hiperventilasi yang mengurangi asidosis intraserebral dan menambah metabolisme intraserebral. Adapun usaha untuk menurunkan PaCO2ini yakin dengan intubasi endotrakeal, hiperventilasi. Tin membuat intermittent iatrogenic paralisis. Intubasi dilakukan sedini mungkin kepala klien-lkien yang koma untuk mencegah terjadinya PaCO2yang meninggi. Prinsip ABC dan ventilasi yang teratur dapat mencegah peningkatan tekanan intracranial.

Penatalaksanaan konservatif meliputi :

Bedrest total

Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran). Pemberian obat-obatan: Dexmethason / kalmethason sebagai pengobatan anti-edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi vasodilatasi.

Pengobatan anti-edema dengan larutan hipertonis, yaitu manitol 20%, atau glukosa 40%, atau gliserol 10%. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (pensilin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa,hanya cairan infuse dextrose 5%, aminofusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak. Pada trauma berat. Karena hai-hari pertama didapat klien mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5% 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua, dan dextrose 5% 8 jam ketiga, pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah maka makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500-300 TKTP). Pemberian protein tergantung dari nilai urenitrogennya.

12. Komplikasi Perdarahan ulang Kebocoran cairan otak Infeksi pada luka atau sepsis Timbulnya edema serebri Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peninggian TIK Nyeri kepala setelah penderita sadar Konvulsi13. Asuhan KeperawatanPengkajian

Data dasar pengkajian pasien tergantung tipe,lokasi dan keparahan cedera dan mungkin di persulit oleh cedera tambahan pada organ vital Aktifitas dan istirahatGejala: merasa lemah,lelah,kaku hilang keseimbanganTanda: Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, ataksia cara berjalan tidak tegap, masalah dlm keseimbangan, cedera/trauma ortopedi, kehilangan tonus otot. SirkulasiGejala: Perubahan tekanan darah atau normal, Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi bradikardia disritmia) Integritas egoGejala: Perubahan tingkah laku atau kepribadianTanda:Cemas,mudah tersinggung,delirium,agitasi,bingung,depresi

EliminasiGejala: Inkontensia kandung kemih/usus mengalami gangguan fungsi Makanan/cairanGejala: mual,muntah dan mengalami perubahan seleraTanda: muntah,gangguan menelan

NeurosensoriGejala:Kehilangan kesadaran sementara,amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope,tinitus,kehilangan pendengaran, Perubahan dalam penglihatan seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagain lapang pandang, gangguan pengecapan dan penciumanTanda: Perubahan kesadran bisa sampai koma, perubahan status mental, perubahan pupil, kehilangan penginderaan, wajah tdk simetris, genggaman lemah tidak seimbang, kehilangan sensasi sebagian tubuh Nyeri/kenyamananGejala: Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yg berbeda biasanya lamaTanda: Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri, nyeri yang hebat,merintih PernafasanTanda: Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor, tersedak,ronkhi,mengi

KeamananGejala: Trauma baru/trauma karena kecelakaanTanda: Fraktur/dislokasi,gangguan penglihatan

Kulit : laserasi,abrasi,perubahan warna,tanda batle disekitar telinga,adanya aliran cairan dari telinga atau hidung Gangguan kognitif Gangguan rentang gerak DemamDiagnosa Keperawatan

Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan sumbatan jalan nafas karena trauma cavum nasi, kompresi tulang frontalis, maksilaris. Risiko tinggi peningkatan tekanan intracranial yang berhubungan dengan desak ruang sekunder dari kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan baik bersifat intraserebral hematoma. Tidak efektif kebersihan jalan napas yang berhubungan dengan penumpukan sputum, peningkatan sekresi sekret, penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan, adanya jalan napas buatan pada trakea, ketidakmampuan batuk/batuk efektif. Perubahan kenyamanan: nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder. Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah (nemongi, nemotuma), edema serebral ; penurunan TD sistemik / hipoksia.Rencana KeperawatanDX 1 : Ketidakefektifnya pola pernapasan yang berhubungan dengan sumbatan jalan nafas karena trauma cavum nasi, kompresi tulang frontalis, maksilaris.

Tujuan : Dalam waktu 30 menit setelah intervensi adanya peningkatan, pola napas kembali efektif.

Kriteria hasil : Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif, mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru, adaptif mengatasi faktor-faktor penyebab.

IntervensiRasional

Mandiri

Taruhlah kantung resusitasi disamping tempat tidur dan manual ventilasi untuk sewaktu-waktu dapat digunakan.Kantung resusitasi/manual ventilasi sangat berguna untuk mempertahankan fungsi pernapasan.

Monitoring

Observasi ulang fungsi pernapasan, dispnea, atau perubahan tanda-tanda vital.Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunujukkan terjadinya syok sehubungan dengan hipoksia.

Perhatikan letak dan fungsi ventilator secara rutin.

Pengecekan konsentrasi oksigen, memeriksa tekanan oksigen dalam tabung, monitor manometer untuk menganalisis batas/kadar oksigen.

Mengkaji tidal volume (10-15 ml/kg). periksa fungsi spirometer.Memerhatikan letak dan fungsi ventilator sebagai kesiapan perawat dalam memberikan tindakan pada penyakit primer setelah menilai hasil diagnostik dan menyediakan sebagai cadangan.

Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :

Dengan dokter, radiologi, dan fisioterapi.Pemberian analgesic.Konsul foto thoraks.Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

DX 2 : Resiko tinggi peningkatan TIK yang berhubungan dengan desak ruang sekunder dari kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan baik bersifat intraserebral hematoma, subdural hematoma, dan epidural hematoma.

Tujuan : dalam waktu 30 menit tidak terjadi peningkatan TIK pada klien.

Kriteria hasil : klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan muntah, GCS 4, 5, 6, tidak terdapat papiledema. TTV dalam batas normal ( TD: 120/80 mmhg, HR : 80-100x/menit, RR : 16-20x/menit), Keringat dingin (-), Akral hangat

IntervensiRasionalisasi

Mandiri

Kaji ulang faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab koma/penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologis/ tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan.

Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit

Suatu keadaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari autoregulator kebanyakan merupakan tandapenurunan difusi local vaskularisasi darah serebral. Dengan peningkatan tekanan darah (diastolic) maka dibarengi dengan peningkatan tekanan darah intrakrinial. Adanya peningkatan tekanan darah, bradikardi, disritmia, dispnea merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK.

Evaluasi pupil, amati ukuran, dan reaksi terhadap cahaya bila diperlukan.Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari gangguan nervus/saraf jika batang otak terkoyak. Reaksi pupil diatur oleh saraf III cranial (okulomotorik) yang menunjukkan keseimbangan antara parasimpatis dan simpatis. Respon terhadap cahaya merupakan kombinasi fungsi dari saraf cranial II dan III.

Monitor temperatur dan pengaturan suhu lingkungan.Panas merupakan refleks dari hipotalamus.

Peningkatan kebutuhan metabolism dan O2akan menunjang peningkatan TIK/ ICP (Intracranial Pressure).

Pertahankan kepala/ leher pada posisi yang netral, usahakan dengan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang tinggi pada kepala. Dengan sudut 30 derajat.Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis dan menghambat aliran darah otak (menghambat drainase pada vena serebral), untuk itu dapat meningkatkan TIK

Palpasi pada pembesaran/pelebaran bladder, pertahankan drainase urine secara paten jika di gunakan dan juga monitor terdapatnya konstipasi.Dapat meningkatkan repons otomatis yang potensial menaikkan TIK.

Berikan penjelasan pada klien (jika sadar) dan keluarga tentang sebab-sebab TIK meningkat dan efek TIK meningkat. Meningkatkan kerja sama dalam meningakatkan perawatan klien dan mengurangi kecemasan.

Observasi tingkat kesadaran dengan GCS.Perubahan kesadaran menunjukkan peningkatan TIK dan berguna menentukan lokasi dan perkembangan penyakit.

Kolaborasi :

Pemberian O2sesuai indikasi.Mengurangi hipoksemia, dimana dapat meningkatkan vasodilatasi serebral, volume darah, dan menaikkan TIK.

Kolaborasi untuk tindakan operatif evakuasi darah dari dalam intracranial.Tindakan pembedahan untuk evakuasi darah dilakukan bila kemungkinan terdapat tanda-tanda deficit neurologis yang menandakan peningkatan ntrakranial.

Berikan cairan intravena sesuai indikasi (cairan kristaloid.Pemberian cairan mungkin di inginkan untuk mengurangi edema serebral, peningkatan minimum pada pembuluh darah, tekanan darah dan TIK.

Berikan obat osmosis diuretic contohnya : manitol, furoscide.Diuretic mungkin digunakan pada fase akut untuk mengalirkan air dari sel otak dan mengurangi edema serebral dan TIK.

Berikan steroid contohnya : dexamethason, methyl prenidsolon.Untuk menurunkan inflamasi (radang) dan mengurangi edema jaringan.

Berikan analgesic narkotik contoh : kodein apabila diperlukan.Mungkin di indikasikan untuk mengurangi nyeri dan obat ini berefek negatif pada TIK tetapi dapat digunakan dengan tujuan untuk mencegah dan menurunkan sensasi nyeri.

Monitor hasil laboratorium sesuai dengan indikasi seperti prothrombin, LED.Membantu memberikan informasi tentang efektifitas pemberian obat.

DX 3 : Tidak efektif bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya jalan napas buatan pada trakea, peningkatan sekresi sekret, dan aspirasi cairan lambung

Tujuan : Dalam waktu 30 menit terdapat perilaku peningkatan keefektifan jalan napas.

Kriteria hasil : Bunyi napas terdengar bersih, ronkhi tidak terdengar, tracheal tube bebas sumbatan, menunjukkan batuk yang efektif, tidak ada lagi penumpukan sekret di saluran pernapasan.

IntervensiRasional

Mandiri

Lakukan penghisapan lender jika diperlukan, batasi durasi pengisapan dengan 15 detik atau lebih. Gunakan kateter pengisap yang sesuai, cairan fisiologis steril.

Berikan oksigen 100% sebelum dilakukan pengisapan dengan ambu bag (hiperventilasi).Pengisapan lendir tidak selamanya dilakukan terus-menerus, dan durasinya pun dapat dikurangi untuk mencegah bahaya hipoksia.

Diameter kateter pengisap tidak boleh lebih dari 50% diameter endotracheal/tracheostomy tube untuk mencegah hipoksia.

Dengan membuat hiperventilasi melalui pemberian oksigen 100% dapat mencegah terjadinya atelektasis dan mengurangi terjadinya hipoksia.

Monitoring

Kaji ulang keadaan jalan napasObstruksi mungkin dapat disebabkan oleh akumulasi sekret, sisa cairan mucus, perdarahan, bronkhospasme, dan/atau posisi dari endotracheal/tracheostomy tube yang berubah.

Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi suara napas pada kedua paru (bilateral).Pergerakan dada yang simetris dengan suara napas yang keluar dari paru-paru menandakan jalan napas tidak terganggu.menandakan adanya aspirasi cairan lambung.

Monitor letak/posisi endotracheal tube. Beri tanda batas bibir.

Lekatkan tube secara hati-hati dengan memakai perekat khusus.

Mohon bantuan perawat lain ketika memasang dan mengatur posisi tube.Endotracheal tube dapat saja masuk ke dalam bronchus kanan, menyebabkan obstruksi jalan napas ke paru-paru kanan dan mengakibatkan klien mengalami pneumothoraks.

Kolaborasi dengan dokter, radiologi, dan fisioterapi.

Pemberian ekspektoran.

Pemberian antibiotic.

Konsul foto thoraksEkspektoran untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

Berikan obat-obat bronchodilator sesuai indikasi seperti aminophilin, meta-proterenol sulfat (alupent), adoetharine hydrochloride (bronkosol).Mengatur ventilasi dan melepaskan sekret karena relaksasi muscle/bronchospasme.

DX 4 : Nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder.

Tujuan : Dalam waktu 30 menit nyeri berkurang/hilang.

Kriteria hasil : Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi, dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak gelisah.

IntervensiRasional

Mandiri

Berikan kesempatan waktu istirahat bala terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman misalnya ketika tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.Istirahat akan merelaksasikan semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.

Monitoring

Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non-invasif.Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunujukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.

KIE

Ajarkan relaksasi :

Teknik-teknik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.Akan melansarkan peredaran darah sehingga kebutuhan O2oleh jaringan akan terpenuhi dan akan mengurangi nyerinya.

Kolaborasi dengan dokter, pemberian analgetik.Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.

DX 5 :Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah (nemongi, nemotuma), edema serebral ; penurunan TD sistemik / hipoksia.

Tujuan : Dalam waktu 30 menit fungsi serebral membaik, penurunan fungsi neurologis dapat d minimalkan /distabilkan.

Kriteria hasil : mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik, fungsi kognitif dan motorik/sensorik, mendemonstrasikan vital sign yang stabil dan tidak ada tanda-tanda peningktan TIK,

IntervensiRasional

Monitoring

Kaji ulang tanda-tanda vital

klien

Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangankerusakan ssp.

Monitor tekanan darah, catat adanya hipertensi sistolik secara teratur tiap 30 menit dan tekanan nadi yang semakin meningkat pada klien yang mengalami trauma multiple.Peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti penurunan tekanan darah sistolik (nadi yangmembesar) merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK, juga diikuti ( yang berhubungandengan trauma kesadaran.Hipovolumia/ Ht (yang berhubungan dengan trauma multiples) dapatmengakibatkan kerusakan / iskemik serebral.

Monitor Heart Rate, catat adanya bradikardi, takikardi atau bentuk disritmia lainya.Perubahan pada ritme (paling sering bradikardia) dan disritmia dapat timbul yang encerminkanadanya depresi / trauma pada batang otak pada pasien yang tidak mempunyai kelainan jantung sebelumnya.

Monitor pernafasan meliputi pola dan ritme, seperti periode apnea setelah hiperventilasi(pernafasan cheyne stokes).Nafas tidak teratur menunjukkan adanya gangguanserebral/ peningkatan TIK dan memerlukan intervensi lebih lanjut termasuk kemungkinandukungan nafas buatan.

Kaji ulang perubahan pada penglihatan ( penglihatan kabur, ganda, lap. Pandang menyempit.Gangguan penglihatan dapat diakibatkan oleh kerusakan mikroskopik pada otak,merupakan konsekuensi terhadap keamanan dan juga akan mempngaruhi pilihan intervensi

Pertahankan kepala / leher pada posisi tengah/ pada posisi netral. Sokong dengan handuk kecil /bantal kecil. Hindari pemakaianbantal besar pada kepalaKepala yang miring pada salah satu sisi menekan vena jugularis dan menghambat aliran darah lain yang selanjutnya akan

meningkat TIK.

Kolaborasi Tinggikan kepala pasien 15 45o sesuai indikasi / yang dapat ditoleransi.Meningkatkan aliran balik vena dari kepala, sehingga mengurangi kongesti dan edema/ resiko terjadinya peningkatan TIK.

Kolaborasi pemberian O2 tambahan sesuai

IndikasiMenurunkan hipoksemia yang mana dapat menaikkan vasodilatasi dan vol darah serebral yang meningkatkan TIK.

Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi :

- Diuretik

- Steroid

- Analgetik sedang

- Sedatif

Untuk menurunkan air dari sel otak, menurunkan edema otak TIK.

Menurunkan inflasi, yangselanjutnya menurunkan edema jaringan.

Menghilangkan nyeri dan dapat berakibat pada TIK tetapiharus digunakan dengan hasil untuk mencegah gangguanpernafasan. Untuk mengendalikan kegelisahan agitas

DAFTAR PUSTAKASmeltzer, Suzanne C. Brenda G.Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Edisi 8. Jakarta:EGC

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

M.Taylor, Cynthia., Ralph, Sheila. 2012. Diagnosis Keperawatan dengan Rencana Asuhan. Jakarta:EGC Sofii I, Dachlan I. Correlation between midfacial fractures and intracranial lesion in mild and moderate head injury patients. Available at: http://bedahugm.com/Correlation-between-midfacial-fractures-and-intracranial-lesion-in-mild-and-moderate-head-injury-patients.php. Accesed on August 28, 2010.

Dwidarto D. Affandi M. Pengelolaan deformitas dentofasial pasca fraktur panfascial (Management of the Dentofacial Defomity Post Panfacial Fracture : Case Report). Available at: http://www.pdgionline.com/web/index. php ?option=co ntent &task=category&sectionid=4&id=10&Itemid=26. Accesed on August 28,2010.

Tucker MR, Ochs MW. Management of facial fractures. Dalam : Peterson lj et al. contemporary oral and maxillofacial surgery. St louis: mosby co. 2003

Prasetiyono A. Penanganan fraktur arkus dan kompleks zigomatikus. Indonesian journal of oral and maxillofacial surgeons. Feb 2005 no 1 tahun IX hal 41-50WOCTrauma Kepala dan Wajah

Kulit kepala

Tulang kepala dan wajah

Jaringan otak

Hematoma pada kulit

Fr. Linear, fr. Comminuted, fr. Depressed, fr. basis

Komusio, hematoma, edema, kontusio

TIK

Respon fisiologis otak

Gangguan kesadaran, gangguan TTV, kelainan neurologis

Hipoksemia serebral

Cedera otak sekunder

Kelainan metabolisme

Stress lokalis

katekolamin, sekresi asam lambung

Mual, muntah

Intake nutrisi tidak adekuat

Gangguan perfusi jaringan

Hipoksemia, hiperkapnea

Kerusakan sel otak

rangsangan simpatis

tahanan vascular sistemik

tek.pembuluh darah pulmonal

tekanan hidrostatik

Kebocoran cairan kapiler

Edema paru

Curah jantung

Difusi O2 terhambat

Cedera otak primer (Ringan, sedang, berat)

Gangguan autoregulasi

Aliran darah ke otak

O2 ( gangguan metabolisme

Produksi asam laktat

Edema otak

Gangguan perfusi jaringan serebral

Gangguan pola nafas

Cedera otak

PAGE