pbl cumulative trauma disorder

23
Cummulative Trauma Disorder dengan Carpal Tunnel Syndrome Akibat Pajanan Kerja Bio Swadi Ghutama 102011388 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk Jakarta Barat 1510 Email : [email protected] I. Pendahuluan Seiring dengan meningkatnya kegiatan industry disebuah negara dalam rangka meningkatkan pendapatan negara maupun penduduknya maka akan muncul pengaruh lingkungan industri tersebut terhadap manusia yang berada disekitarnya. Berbagai keadaan lingkungan kerja seperti kebisingan, panas, uap, debu, gelombang mikro, infeksi, stress emosional dan lain-lain dapat menjadi penyebab penyakit akibat kerja (PAK). 1 Definisi penyakit akibat kerja adalah penyakit yang diakibatkan oleh atau dihubungkan dengan lingkungan kerja. Lingkungan kerja tidak hanya terbatas pada tempat kerja formal seperti pabrik, akan tetapi dapat juga tempat kerja informal seperti industry rumah tangga. Diagnosis dini pada beberapa keluhan penyakit akibat kerja sangat membantu prognosis dan kecacatan penyakit akibat kerja. Diperlukan pengetahuan yang baik bagi seorang dokter untuk mengenal penyakit yang diderita pasiennya berhubungan dengan lingkungan pekerjaannya. Banyak 1

Upload: alind-davinci-ayyin

Post on 21-Dec-2015

225 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

hmm

TRANSCRIPT

Page 1: PBL Cumulative Trauma Disorder

Cummulative Trauma Disorder dengan Carpal Tunnel Syndrome

Akibat Pajanan Kerja

Bio Swadi Ghutama

102011388

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Terusan Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk Jakarta Barat 1510

Email : [email protected]

I. Pendahuluan

Seiring dengan meningkatnya kegiatan industry disebuah negara dalam rangka

meningkatkan pendapatan negara maupun penduduknya maka akan muncul pengaruh

lingkungan industri tersebut terhadap manusia yang berada disekitarnya. Berbagai keadaan

lingkungan kerja seperti kebisingan, panas, uap, debu, gelombang mikro, infeksi, stress

emosional dan lain-lain dapat menjadi penyebab penyakit akibat kerja (PAK).1

Definisi penyakit akibat kerja adalah penyakit yang diakibatkan oleh atau dihubungkan

dengan lingkungan kerja. Lingkungan kerja tidak hanya terbatas pada tempat kerja formal seperti

pabrik, akan tetapi dapat juga tempat kerja informal seperti industry rumah tangga. Diagnosis

dini pada beberapa keluhan penyakit akibat kerja sangat membantu prognosis dan kecacatan

penyakit akibat kerja. Diperlukan pengetahuan yang baik bagi seorang dokter untuk mengenal

penyakit yang diderita pasiennya berhubungan dengan lingkungan pekerjaannya. Banyak

penyakit lain yang mengenai berbagai macam organ ternyata didasari oleh buruknya lingkungan

kerja. Untuk mendapatkan diagnosis penyakit akibat kerja seperti juga dalam mendiagnosis

penyakit biasa, maka diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium

serta pemeriksaan penunjang lainnya. Pada dasarnya tidak ada kekhususan dalam penegakan

diagnosis penyakit akibat kerja. Hanya latar belakang yang mendasari timbulnya penyakit

tersebut harus dibuktikan berhubungan atau akibat langsung dari agen di lingkungan

pekerjaannya. Oleh karena itu terdapat beberapa anamnesis khusus dan pemeriksaan penunjang

yang tidak biasa pada penegakan diagnosis penyakit akibat kerja.1

1

Page 2: PBL Cumulative Trauma Disorder

II. Pembahasan

Kesehatan adalah factor sangat penting bagi produktivitas dan peningkatan tenaga kerja

selaku sumber daya manusia. Kondisi kesehatan yang baik merupakan potensi untuk meraih

produktivitas kerja yang baik pula. Gangguan kesehatan dan daya kerja juga dikarenakan oleh

berbagai factor yang bersifat fisik, kimiawi, biologis, fisiologis dan atau mental psikologis yang

terdapat dalam lingkungan kerja. Atas dasar tingginya kesadaran mengenai perlu dan pentingnya

kesehatan bagi produktivitas tenaga kerja, maka telah berkembang ilmu hiperkes dan prakteknya

yang bertujuan mewujudkan tenaga kerja sehat dan produktif dengan menyelenggarakan upaya

promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative bagi komunitas tenaga kerja. Diagnosis penyakit

akibat kerja juga merupakan penentu bagi dimiliki atau tidaknya hak atas manfaat jaminan

penyakit akibat kerja yang tercakup dalam program jaminan kecelakaan kerja.2

Dalam melaksanakan pekerjaannya, seseorang dapat saja terkena gangguan atau cedera.

Kebanyakan cedera akibat kerja biasanya mengenai system musculoskeletal. Gangguan

musculoskeletal (Muskuloskeletal disorders=MSD) dianggap berkaitan dengan kerja (work-

related) jika lingkungan dan pelaksanaan kerja berperan secara bermakna dalam timbulnya

gangguan tersebut. Dengan demikian, jelas bahwa gangguan musculoskeletal yang berkaitan

dengan kerja dapat dibedakan dari penyakit akibat kerja (Occupational disease), dimana PAK

mempunyai hubungan sebab akibat langsung antara suatu bahan/bahaya dengan suatu penyakit

yang spesifik. Sebelum mengatakan bahwa kelainan yang ditemukan benar-benar disebabkan

oleh pekerjaan, sangat penting untuk menentukan apakah pada saat yang sama pasien juga

mempunyai kegiatan lain yang mungkin merupakan predisposisi terhadap keluhan yang diderita

sekarang. Disamping itu, penilaian bentuk pekerjaan yang dilengkapi dengan kunjungan

ketempat kerja memungkinkan pemeriksa menentukan huubungan kausal antara pekerjaan

dengan cedera musculoskeletal dengan lebih tepat.3

Skenario 8

Seorang perempuan berusia 30 tahun datang ke klinik dengan keluhan nyeri pada tangan

kanan. Keluhan dirasakan sejak satu minggu terakhir terutama selama kerja dan selesai kerja.

Kesemutan pada jari-jari tangan dan nyeri pada pergelangan tangan, pekerjaan sebagai tukang

2

Page 3: PBL Cumulative Trauma Disorder

rujak ulek. Tanda-tanda vital dalam batas normal, status lokalisasi look feel move didapat merah,

nyeri, dan gerakan terbatas saat menggerakan manus dextra.

Langkah-langkah Mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja

Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja (PAK) pada individu perlu dilakukan suatu

pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan

menginterpretasikannya secara tepat yang terdiri dari tujuh langkah pendekatan klinis.

1. Diagnosis Klinis

Dalam menegakan diagnosis penyakit akibat kerja tidak banyak jauh berbeda dengan penyakit

pada umumnya. Hanya saja latar belakang yang mendasari penyakit tersebut harus dibuktikan

adanya hubungan dengan pekerjaannya.2

a.) Anamnesis

Menanyakan data-data pribadi seperti nama, umur, alamat, dan pekerjaan. Kemudian

menanyakan keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan riwayat

penyakit keluarga. Riwayat penyakit sekarang biasanya merupakan cerita yang kronologis,

terinci, dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai

pasien datang berobat. Sedangkan riwayat penyakit dahulu meliputi pertanyaan yang

menanyakan apakah pasien dulu pernah mengalami penyakit-penyakit tertentu yang

memungkinkan adanya hubungan dengan penyakit yang dialami sekarang. Riwayat penyakit

keluarga ditanyakan untuk mengetahui apakah pasien memiliki penyakit keturunan yang

mungkin diturunkan dari orang tua atau keluarga.4

Anamnesis yang terpenting dalam mendiagnosis penyakit akibat kerja adalah tentang riwayat

pekerjaannya, pertanyaan sederhana mengenai pekerjaannya, tugas apa yang dilakukan sehari-

hari, bahan apa yang terpapar dengannya. Menggali lebih dalam sudah berapa lama pekerjaannya

yang sekarang, pekerjaan terakhir sebelum pekerjaan sekarang apa (mungkin saja pasien sudah

pensiun atau sudah berganti pekerjaan), jenis pekerjaan dan berbagai alat serta bahan yang

berhubungan dengan pekerjaan tersebut, jumlah jam kerja atau jam giliran kerja, kemungkinan

bahaya yang dialami, hubungan gejala dan waktu kerja, apakah ada pekerja lain yang mengalami

hal sama.4

3

Page 4: PBL Cumulative Trauma Disorder

b.) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik penyakit akibat kerja tidak ada bedanya dengan penyakit bukan akibat kerja.

Gejala klinis yang timbulpun sesuai dengan diagnosis yang tidak berbeda dengan penyakit biasa

kita jumpai sehari-hari.

Tanda-tanda vital

Inspeksi : pada saat diam dan bergerak. Simetris atau tidak? Perubahan warna?

Deformitas? Pembengkakan? Perubahan suhu? Pergerakan? Atrofi? Nodul? Perubahan

kuku?

Palpasi : nyeri raba? Teraba hangat? Teraba masa?

Pergerakan : fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, pronasi, supinasi, oposisi.

Flick's sign. Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-gerakkan jari-

jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong diagnosa CTS. Harus

diingat bahwa tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud.

Thenar wasting. Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-otot

thenar.

Tes tinel : perkusi ringan di pergelangan tangan bagian volar diatas nervus medianus

untuk membangkitkan sensasi kesemutan.

Manuver phalen: siku pasien diletakan diatas meja, lengan bawah tegak lurus terhadap

meja, dan pergelangan tangan difleksikan. Posisi ini ditahan selama 60 detik. Tes ini

dikatakan positif bila rasa baal atau kesemutan muncul pada jari-jari sisi radial.

Sensibilitas getar : garpu tala 256 Hz digetarkan, lalu diletakan diujung jari pasien. Tes

dianggap positif bila sensasi getar berkurang.

Diskriminasi 2 titik : gagal mengidentifikasi adanya 2 benda yang menyentuh kulit

dengan jarak lebih dari 6 mm.5

c.) Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan darah rutin, tes fungsi hati, klirens ginjal. Pemeriksaan foto rontgen pergelangan

tangan untuk mengetahui apakah ada fraktur tulang. Pemeriksaan kadar asam urat, kadar gula

darah, dan rheumatoid faktor. Semua pemeriksaan itu untuk menyingkirkan diagnosis lain.

Berikut adalah pemeriksaan untuk memastikan diagnosis carpal tunnel sindrom :

4

Page 5: PBL Cumulative Trauma Disorder

EMG : dapat ditemukan gelombang tajam, potensial fibrilasi, dan aktivitas insersional

yang meningkat.

Kecepatan hantar saraf : sinyal akan tertangkap lebih lambat dan lemah

USG : terdapat peningkatan area cross-sectional dari nervus medianus di carpal tunnel

dibandingkan dengan control.5

d.) Pemeriksaan tempat kerja

Pemeriksaan tempat kerja lebih ditekankan pada lingkungan tempat individu bekerja. Dilihat

penerangannya, kelembaban tanah dan udara, penempatan alat dan bahan yang digunakan,

terdapat atau tidaknya fasilitas untuk mencuci/membersihkan tubuh jika terkena bahan kimia,

dan lain-lain.4

2. Pajanan yang dialami

Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial untuk

dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan

anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup: a)

Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara kronologis, b)

Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan, c) Bahan yang diproduksi, d) Materi (bahan

baku) yang digunakan, e) Jumlah pajanannya, f) Pemakaian alat perlindungan diri (misal:

masker), g) Pola waktu terjadinya gejala, h) Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada

yang mengalami gejala serupa), i) Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang

digunakan (MSDS, label, dan sebagainya).2

Faktor Fisik

Yang meliputi keadaan fisik seperti bangunan gedung atau volume udara perkapita atau luas

lantai kerja maupun hal-hal yang bersifat fisis seperti penerangan, suhu udara, kelembaban

udara, tekanan udara, kecepata aliran udara, kebisingan, vibrasi mekanis, radiasi, gelombang

elektromagnetis.2

5

Page 6: PBL Cumulative Trauma Disorder

Faktor Biologis

Semua makhluk hidup baik dari golongan tumbuhan maupun hewan. Dari yang paling sederhana

bersel tunggal sampai dengan yang paling tinggi tingkatannya.2

Faktor Kimia

Semua zat kimia anorganis dan organis yang mungkin wujud fisiknya merupakan salah satu atau

lebih dari bentuk gas, uap, debu, kabut, fume (uap logam), asap, awan, cairan, dan atau zat

padat.2

Faktor Ergonomis atau fisiologis

Interaksi antara faal kerja manusia dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya seperti konstruksi

mesin yang disesuaikan dengan fungsi indra manusia, postur dan cara kerja yang

mempertimbangkan aspek antropometris dan fisiologis manusia.2

Faktor Mental dan Psikologis

Reaksi mental dan kejiwaan terhadap suasana kerja, hubungan antara pengusaha dan tenaga

kerja, struktur dan prosedur organisasi pelaksanaan kerja dan lain-lain. Stress akibat kerja dapat

menyebabkan gangguan perilaku dan jiwa di lingkungan kerja. Stress akibat kerja didefinisikan

sebagai stress dalam kesehatan kerja akibat ketidakseimbangan antara hasil kerja yang

diharapkan dengan kemampuan untuk merealisasikannya. Stress merupakan problem kesehatan

kerja yang penting karena secara signifikan menyebabkan kerugian ekonomis. Stres kerja

merupakan reaksi pekerja terhadap situasi dan kondisi di tempat kerja yang berdampak fisik dan

psikososial bagi pekerja. Klasifikasi stress menurut Hans Selye adalah distress yang destruktif,

dan eustress yang positif. Terdapat 3 aspek yang dapat menjadi dampak stress kerja yaitu gejala

fisiologis seperti peningkatan debar jantung, dan pernapasan serta tekanan darah; gejala

psikologis seperti ketidakpuasan dan marah – marah; serta gejala perilaku antara lain meliputi

perubahan kebiasaan makan, banyak merokok, gangguan tidur, tidak masuk kerja, dan

penurunan prestasi kerja.2

6

Page 7: PBL Cumulative Trauma Disorder

3. Hubungan pajanan dengan penyakit

Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa

pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak

ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat

ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung, perlu

dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan penyakit

yang di derita (konsentrasi, jumlah, lama, dan sebagainya).2

Gerakan tangan berulang secara terus menerus

Hanya mengandalkan sebelah tangan dan tidak secara bergantian

Pergerakan tangan yang cepat

Penekanan tangan yang berlebihan

Hanya bertumpu pada jari tangan dan bukan semua tangan3

4. Pajanan yang dialami cukup besar

Patogenesis CTS masih belum jelas. Beberapa teori telah diajukan untuk menjelaskan

gejala dan gangguan studi konduksi saraf. Yang paling populer adalah kompresi mekanik,

insufisiensi mikrovaskular, dan teori getaran. Teori insufisiensi mikrovaskular mennyatakan

bahwa kurangnya pasokan darah menyebabkan penipisan nutrisi dan oksigen ke saraf yang

menyebabkan ia perlahan-lahan kehilangan kemampuan untuk mengirimkan impuls saraf.

Karakteristik gejala CTS, terutama kesemutan, mati rasa dan nyeri akut, bersama dengan

kehilangan konduksi saraf akut dan reversibel dianggap gejala untuk iskemia. Seiler et al

menunjukkan (dengan Doppler laser flowmetry ) bahwa normalnya aliran darah berdenyut di

dalam saraf median dipulihkan dalam 1 menit dari saat ligamentum karpal transversal

dilepaskan. Sejumlah penelitian eksperimental mendukung teori iskemia akibat kompresi

diterapkan secara eksternal dan karena peningkatan tekanan di karpal tunnel. Gejala akan

bervariasi sesuai dengan integritas suplai darah dari saraf dan tekanan darah sistolik.5

Menurut teori getaran gejala CTS bisa disebabkan oleh efek dari penggunaan jangka panjang alat

yang bergetar pada saraf median di karpal tunnel. Lundborg et al mencatat edema epineural pada

saraf median dalam beberapa hari berikut paparan alat getar genggam. Hipotesis lain dari CTS

berpendapat bahwa faktor mekanik dan vaskular memegang peranan penting dalam terjadinya

7

Page 8: PBL Cumulative Trauma Disorder

CTS. Umumnya CTS terjadi secara kronis dimana terjadi penebalan fleksor retinakulum yang

menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan

mengakibatkan peninggian tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler

melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu diikuti oleh

anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran

protein sehingga terjadi edema epineural. Hipotesa ini menerangkan bagaimana keluhan nyeri

dan sembab yang timbul terutama pada malam atau pagi hari akan berkurang setelah tangan yang

terlibat digerak-gerakkan atau diurut, mungkin akibat terjadinya perbaikan sementara pada aliran

darah Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural yang merusak serabut

saraf. Lama-kelamaan saraf menjadi atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan

fungsi nervus medianus terganggu secara menyeluruh. Selain akibat adanya penekanan yang

melebihi tekanan perfusi kapiler akan menyebabkan gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik

saraf. Keadaan iskemik ini diperberat lagi oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang

menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi vasodilatasi yang

menyebabkan edema sehingga sawar darah-saraf terganggu yang berkibat terjadi kerusakan pada

saraf tersebut. Penelitian yang telah dilakukan Kouyoumdjian yang menyatakan CTS terjadi

karena kompresi saraf median di bawah ligamentum karpal transversal berhubungan dengan

naiknya berat badan dan IMT. IMT yang rendah merupakan kondisi kesehatan yang baik untuk

proteksi fungsi nervus medianus. Pekerja dengan IMT minimal ≥25 lebih mungkin untuk terkena

CTS dibandingkan dengan pekerjaan yang mempunyai berat badan ramping. American Obesity

Association menemukan bahwa 70% dari penderita CTS memiliki kelebihan berat badan. Setiap

peningkatan nilai IMT 8% resiko CTS meningkat.5

Sebagian besar kasus CTS bersifat idiopatik (>50%), tetapi berbagai kondisi dapat berkontribusi

sebagai penyebab :

Kondisi kesehatan lain seperti DM, tiroid, RA, kelainan hormonal, dan menopause

Karakteristik fisik

Proses penuaan normal dengan peningkatan masa di tenosinovium

Tekanan langsung atau lesi desak ruang

Tenosinovitis

Sindrom double crash, kompresi atau iritasi n.medianus di atas pergelangan tangan

8

Page 9: PBL Cumulative Trauma Disorder

Aktivitas yang membutuhkan penggunaan tangan dengan kombinasi gerakan berulang

pergelangan tangan atau jari, dan alat yang menimbulkan getaran.

Faktor keturunan5

5. Faktor individu

Menentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi penyakit. Dalam

hal ini diperlukan status kesehatan fisik penderita seperti riwayat alergi, perlu diketahui riwayat

kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap

pajanan yang dialami, kebersihan personal, kepatuhan dalam menaati peraturan terkait tempat

kerja penderita, kebiasaan berolahraga.2

6. Faktor lain di luar pekerjaan

Meliputi kebiasaan individu sehari-hari (merokok, minum minuman beralkohol, jarang makan

makanan sehat), ada atau tidak adanya pajanan di rumah, hobi individu, apakah individu

memiliki pekerjaan sampingan selain pekerjaan utama.2

7. Diagnosis okupasi

Sesudah menerapkan keenam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan informasi

yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah disebutkan sebelumnya, tidak selalu

pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya

memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada waktu

menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit

apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan

menderita penyakit tersebut pada saat ini. Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu

keadaan apabila penyakit telah ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung

pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat timbulnya penyakit.

Dari uraian di atas dapat dimengerti bahwa untuk menegakkan diagnosis Penyakit Akibat Kerja

diperlukan pengetahuan yang spesifik, tersedianya berbagai informasi yang didapat baik dari

pemeriksaan klinis pasien, pemeriksaan lingkungan di tempat kerja (bila memungkinkan) dan

data epidemiologis. Diagnosis penyakit termasuk penyakit akibat kerja adalah kewenangan dan

kompetensi profesi medis yaitu para dokter. bagaimana dokter membuat suatu diagnosis tidak

9

Page 10: PBL Cumulative Trauma Disorder

pada tempatnya diatur sebagai ketentuan normative. Dari sudut pandang lain diagnosis penyakit

akibat kerja menyangkut pelaksanaan peraturan perundang-undangan yaitu UU No. 1 Th.1970

tentang keselamatan kerja dan UU No.3 Th.1992 tetang jamsostek.2

5 langkah penegakan diagnosis akibat kerja :

1. Anamnesis tentang riwayat penyakit dan riwayat pekerjaan, riwayat pekerjaan harus

harus ditanyakan dengan teliti dari permulaan bekerja sampai waktu terakhir

bekerja.jangan hanya sekali-sekali mencurahkan perhatian hanya pada pekerjaannya yang

sekarang, namun harus di kumpulkan informasi tentang pekerjaan sebelumnya.

misalnya dimana? Sebagai apa? Bagaimana pekerjaannya? Lingkungan pekerjaan? Sudah

berapa lama bekerja? Berapa jam perhari? Sebelum bekerja di tempat sekarang, apakah

sebelumnya pernah bekerja di tempat lain? Apakah ada kerjaan selingan selain bekerja di

tempat tersebut?

2. Pemeriksaan klinis dimaksudkan untuk menemukan gejala dan tanda yang sesuai untuk

suatu syndrome, yang khas untuk suatu penyakit akibat kerja.

3. Pemeriksaan laboratoris dimaksudkan untuk mencocokan benar tidak suatu penyakit

akibat kerja ada dalam tubuh tenaga kerja yang bersangkutan.

4. Pemeriksaan rontgen, hasil pemeriksaan sinar tembus baru akan bermakna jika dinilai

dengan riwayat penyakit dan pekerjaan serta hasil pemeriksaan lainnya dan juga data

lingkungan kerja

5. Pemeriksaan tempat dan ruang kerja yang dimaksudkan untuk memastikan adanya dan

mengukur kadar faktor peyebab penyakit di tempat atau ruang kerja.2

Cummulative Trauma Disorders

Cummulative trauma disorders (CTD) adalah gangguan musculoskeletal akibat kerja yang lebih

sering mengenai ekstremitas atas, punggung dan leher. Biasanya timbul akibat aktivitas

berulang-ulang dalam jangka waktu lama. Istilah repetitive stress injury dan cumulative trauma

disorders digunakan untuk melukiskan suatu spectrum kelainan yang luas, banyak diantaranya

mirip dengan chronic overuse syndrome pada atlit. Otot yang aktif melakukan kegiatan berulang-

ulang dan otot lain yang harus tetap berkontraksi dalam jangka waktu lama untuk

mempertahankan ekstremitas yang tidak ditopang oleh peralatan kerja sangat rentan terhadap

10

Page 11: PBL Cumulative Trauma Disorder

kelelahan otot dan robekan mikroskopis, yang selanjutnya diikuti oleh inflamasi, edema dan

gangguan fungsi. Pada CTD terdapat faktor risiko berupa :

Aktivitas yang berulang-ulang, misalnya mengetik

Beban yang berat

Posisi sendi yang tidak wajar

Tekanan langsung

Getaran

Aktivitas statis atau posisi terpaksa yang lama, misalnya mengelas3

Ergonomi

Kata ergonomi berasal dari bahasa Yunani: ergon (kerja) dan nomos (peraturan, hukum).

Ergonomi merupakan perpaduan dari berbagai lapangan ilmu seperti antropologi, biometrika,

fisiologi kerja, hygiene perusahaan dan kesehatan kerja, riset terpakai, dan sibernetika. Namun

kekhususan utamanya adalah perencanan tata kerja yang dilaksanakan dengan cara yang lebih

baik dalam hal metode kerja dan peralatan serta perlengkapannya. Studi tentang tingkah laku dan

aktivitas manusia yang bekerja dengan menggunakan mesin atau peralatan mekanik dan listrik.

Tugas ahli ergonomi adalah merencanakan atau memperbaiki tempat kerja, perlengkapan dan

prosedur kerja para pekerja guna menjamin keamanan, kesehatan dan keberhasilan perorangan

maupun organisasi secara efisien.2

Ergonomi dapat membuat beban kerja suatu pekerjaan menjadi berkurang. Contoh paling

sederhana adalah penggunaan trolley untuk mengganti membawa atau memindahkan barang atau

menjinjing dua koper kecil sebagai pengganti satu koper yang besar. Tujuan utamanya adalah

untuk menjamin keselamatan, kesehatan dan kepuasan kerja, tetapi dengan itu produktivitas dan

juga efisiensi serta efektivitas pekerjaan dapat ditingkatkan. Pada dasarnya ergonomi dapat

menciptakan lingkungan kerja yang dapat:

Mengurangi angka cedera dan kesakitan dalam pekerjaannya

Menurunkan biaya kecelakaan kerja

Menurunkan kunjungan berobat

Mengurangi ketidakhadiran pekerja

11

Page 12: PBL Cumulative Trauma Disorder

Meningkatkan produktivitas, kualitas dan keselamatan kerja

Meningkatkan tingkat kenyamanan pekerja dalam bekerja2

Cara kerja harus dilakukan dengan benar, karenanya sangat perlu mendapat perhatian yang

layak, sebab cara kerja yang tidak benar dari segi faal kerja atau ergonomi dapat mengakibatkan

risiko gangguan kesehatan, penyakit bahkan juga kecacatan. Selain dapat menimbulkan

gangguan kesehatan dan penyakit cara kerja salah dapat pula menyebabkan terjadinya

kecelakaan kerja dari yang ringan sampai kepada yang fatal dengan menewaskan banyak orang.

Inti dari kerja otot atau upaya fisik adalah kontraksi otot yang dengannya menjadi gerak tubuh

dan anggota badan yang mekanismenya ditentukan oleh berubahnya posisi system

musculoskeletal. Setiap kontraksi otot yang dipaksakan atau melebihi kemampuan atau

penggunaannya melampaui kapasitasnya dapat menyebabkan trauma kepada system

muskuloskeletal yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan. Oleh karena dalam bekerja

kontraksi otot berulang-ulang, trauma yang dialami bersifat repetitive dan semuanya

berakumulasi mengakibatkan kelainan trauma kumulatif CTD.2

Berdasarkan hal demikian, sindrom pemakaian berlebihan akibat kerja SPBAK menunjukan

gejala rasa nyeri pada bahu, leher, lengan dan tangan yang merupakan efek kerja berlebihan

kepada system musculoskeletal yaitu otot, saraf, sendi, ligament, dan atau struktur lainnya.

Manifestasi SPBAK dapat berupa:

Sindrom nyeri miofasial (myofacial pain syndrome)

Kapsulitis bahu (shoulder capsulitis)

Tendinitis tendo sekitar kapsul sendi bahu (rotator cuff tendinitis)

Epikondilitis lateral

Epikondilitis medial

Carpal tunnel sindrom

Penyakit de Quervain

Nyeri nonspesifik lengan bawah

12

Page 13: PBL Cumulative Trauma Disorder

Tingkat beratnya SPBAK dapat dibagi menurut urutan derajat sbb :

1. Derajat 1 : rasa nyeri dan lelah dirasakan oleh penderita selama yang bersangkutan

bekerja, pada waktu tidur dan libur keluhan hilang. Dapat berlangsung beberapa bulan

dan sifatnya reversible yaitu ddapat pulih kepada keadaan normal.

2. Derajat 2 : selain waktu bekerja, nyeri dirasakan waktu malam hari dan terkadang

mengganggu tidur. Dapat berlangsung beberapa bulan dan terkadang tidak dapat pulih

normal.

3. Derajat 3 : rasa nyeri dirasakan menetap waktu malam hari maupun ketika tenaga kerja

beristirahat atau berlibur. Sekalipun hanya pekerjaan ringan saja dapat menyebabkan

timbulnya rasa nyeri. Terdapat kelainan fisik pada penderita, dapat dialami dalam waktu

berbulan-bulan bahkan tahunan dan biasanya irreversible.2

Carpal Tunnel Sindrom

Merupakan salah satu cedera musculoskeletal akibat kerja yang sering ditemukan. Pasien

mengeluh adanya rasa tingling pada jari 1,2 dan 3 yang dapat membangunkan mereka malam

hari. Mereka juga merasakan gangguan memegang dan spasme pada ketiga jari tersebut. Pada

pemeriksaan didapat uji tinel dan uji phalen positif, atrofi otot thenar, parastesia sepanjang

daerah yang dipersyarafi n.medianus. dan terdapat kelumpuhan atau kelemahan pada m.abduktor

polisis brevis.3

Carpal tunnel sindrom adalah keadaan nervus medianus tertekan didaerah pergelangan

tangan sehingga menimbulkan rasa nyeri, parastesi, dan kelemahan otot tangan. Hal ini

menimbulkan sindrom pronator, yaitu pada gerak pronasi lengan bawah secara maksimal akan

menimbulkan rasa nyeri. Lebih umum terjadi pada wanita dengan puncak usia 42 tahun.5

Penatalaksanaan

Secara umum pengobatan CTD dilakukan dengan mengistirahatkan bagian yang terkena dengan

alat bantu seperti pemasangan bidai-malam, neck braces dan korset lumbal. Penanganan akut

dapat berupa kompres es, obat NSAID, suntikan steroid local dan perujukan ke ahli fisioterapi

yang dapat memberi petunjuk. Tindakan pembedahan hanya dipertimbangkan jika semua

tindakan konservatif gagal setelah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya selama paling sedikit 3

13

Page 14: PBL Cumulative Trauma Disorder

bulan. Pengobatan CTD tidak hanya terbatas pada tindakan medic, melainkan juga mencakup

saran perbaikan pada tempat kerja untuk menghindarkan cedera lebih lanjut.3

Bidai pergelangan tangan : biasa digunakan pada pasien dengan gejala ringan sampai

sedang yang berlangsung <1 tahun. Digunakan pada malam hari untuk mereposisi tangan,

mencegah fleksi atau ekstensi pada saat tidur.

Obat NSAID : ibuprofen merupakan pilihan utama untuk terapi awal. Obat lain

ketoprofen, dan naproxen.

Kortikosteroid : metilprednisolon atau hidrokortison disuntikan langsung ke carpal tunnel

Operasi : membelah lapisan transkutaneus supaya tekanan dibawahnya berkurang.

penelitian mengatakan bahwa prosedur operasi lebih baik daripada suntikan steroid5

Pencegahan

Untuk mencegah berulangnya cedera, penilaian faktor risiko ditempat kerja memungkinkan

diajukannya saran perubahan seperti menggunakan alat yang berbeda, mengurangi waktu bekerja

ditempat dengan risiko tinggi dengan melakukan rotasi kerja atau menggunakan alat pelindung

diri seperti bantalan atau bidai.3

Relaksasi dan kurangi kekuatan pegangan

Istirahat lebih sering

Perhatikan posisi tangan

Perbaiki postur tubuh

Jaga agar tangan tetap hangat

Kurangi berat badan jika terdapat obesitas

Terapi penyakit yang bisa sebabkan CTS5

Diagnosis banding

a.) Rhematoid arthritis

Penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi sistemik kronik dan progresif, dimana sendi

merupakan target utama. Manifestasi klinik klasik AR adalah poliarthritis sistemik yang terutama

mengenai sendi-sendi kecil pada tangan dan kaki. Selain lapisan synovial sendi, AR juga bisa

mengenai organ diluar sendi seperti kulit, jantung, paru-paru dan mata.3

14

Page 15: PBL Cumulative Trauma Disorder

b.) “De Quervain’s disease”

Syndrome De Quervain atau disebut juga washerwoman’s sprain, merupakan pembengkakan dan

peradangan yang terjadi pada tendon dan selubung tendon yang berfungsi untuk menggerakan

ibu jari kearah luar. Dengan gejala rasa nyeri pada sekitar proc stiloideus dan pembengkakan

yang disertai rasa nyeri pada ekstensor jari pertama yang disertai timbulnya rasa nyeri pada

tahanan ekstensi ibu jari atau tes Finklestein positif. Gejala utama sindrom de Quervain adalah

rasa nyeri di pergelangan tangan pada sisi ibu jari dan di pangkal ibu jari, yang bertambah hebat

dengan pergerakan dan biasanya disertai dengan pembengkakan, penderita menjadi kesulitan

untuk menggerakan ibu jari dan pergelangan tangan saat melakukan aktifitas dengan gerakan

seperti menggenggam atau mencubit.2,6

III. Kesimpulan

Untuk mendiagnosis suatu penyakit dengan hubungan pekerjaan adalah dengan 7 langkah

diagnosis okupasi yaitu: diagnosis klinis, pajanan yang dialami, hubungan pajanan dengan

penyakit, jumlah pajanan, factor individu, factor lain diluar pekerjaan, diagnosis okupasi.

Pada scenario 8 ini hubungan antara penyakit dengan pekerjaan adalah di lihat dari awal proses

pembuatan rujak, waktu bekerja, berapa lama bekerja, berapa lama dia beristirahat, seberapa kuat

penekanan yang dilakukan.

IV. Daftar Pustaka :

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5 jilid

1. Jakarta : Internal Publishing ;2009h.130-132

2. Suma’mur. Higiene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta : Sagung Seto; 2009

3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5 jilid

3. Jakarta : Internal Publishing ;2009h.2705-2708

4. McKenzie, James F. Kesehatan masyarakat. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC; 2007.h.615-19.

5. Buku saraf

6. B, Joseph J. Tendinitis and Tenosynovitis. Merck Manual Home Health Handbook. 2013.

15