pbl cumulative trauma disorder
DESCRIPTION
hmmTRANSCRIPT
Cummulative Trauma Disorder dengan Carpal Tunnel Syndrome
Akibat Pajanan Kerja
Bio Swadi Ghutama
102011388
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk Jakarta Barat 1510
Email : [email protected]
I. Pendahuluan
Seiring dengan meningkatnya kegiatan industry disebuah negara dalam rangka
meningkatkan pendapatan negara maupun penduduknya maka akan muncul pengaruh
lingkungan industri tersebut terhadap manusia yang berada disekitarnya. Berbagai keadaan
lingkungan kerja seperti kebisingan, panas, uap, debu, gelombang mikro, infeksi, stress
emosional dan lain-lain dapat menjadi penyebab penyakit akibat kerja (PAK).1
Definisi penyakit akibat kerja adalah penyakit yang diakibatkan oleh atau dihubungkan
dengan lingkungan kerja. Lingkungan kerja tidak hanya terbatas pada tempat kerja formal seperti
pabrik, akan tetapi dapat juga tempat kerja informal seperti industry rumah tangga. Diagnosis
dini pada beberapa keluhan penyakit akibat kerja sangat membantu prognosis dan kecacatan
penyakit akibat kerja. Diperlukan pengetahuan yang baik bagi seorang dokter untuk mengenal
penyakit yang diderita pasiennya berhubungan dengan lingkungan pekerjaannya. Banyak
penyakit lain yang mengenai berbagai macam organ ternyata didasari oleh buruknya lingkungan
kerja. Untuk mendapatkan diagnosis penyakit akibat kerja seperti juga dalam mendiagnosis
penyakit biasa, maka diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium
serta pemeriksaan penunjang lainnya. Pada dasarnya tidak ada kekhususan dalam penegakan
diagnosis penyakit akibat kerja. Hanya latar belakang yang mendasari timbulnya penyakit
tersebut harus dibuktikan berhubungan atau akibat langsung dari agen di lingkungan
pekerjaannya. Oleh karena itu terdapat beberapa anamnesis khusus dan pemeriksaan penunjang
yang tidak biasa pada penegakan diagnosis penyakit akibat kerja.1
1
II. Pembahasan
Kesehatan adalah factor sangat penting bagi produktivitas dan peningkatan tenaga kerja
selaku sumber daya manusia. Kondisi kesehatan yang baik merupakan potensi untuk meraih
produktivitas kerja yang baik pula. Gangguan kesehatan dan daya kerja juga dikarenakan oleh
berbagai factor yang bersifat fisik, kimiawi, biologis, fisiologis dan atau mental psikologis yang
terdapat dalam lingkungan kerja. Atas dasar tingginya kesadaran mengenai perlu dan pentingnya
kesehatan bagi produktivitas tenaga kerja, maka telah berkembang ilmu hiperkes dan prakteknya
yang bertujuan mewujudkan tenaga kerja sehat dan produktif dengan menyelenggarakan upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative bagi komunitas tenaga kerja. Diagnosis penyakit
akibat kerja juga merupakan penentu bagi dimiliki atau tidaknya hak atas manfaat jaminan
penyakit akibat kerja yang tercakup dalam program jaminan kecelakaan kerja.2
Dalam melaksanakan pekerjaannya, seseorang dapat saja terkena gangguan atau cedera.
Kebanyakan cedera akibat kerja biasanya mengenai system musculoskeletal. Gangguan
musculoskeletal (Muskuloskeletal disorders=MSD) dianggap berkaitan dengan kerja (work-
related) jika lingkungan dan pelaksanaan kerja berperan secara bermakna dalam timbulnya
gangguan tersebut. Dengan demikian, jelas bahwa gangguan musculoskeletal yang berkaitan
dengan kerja dapat dibedakan dari penyakit akibat kerja (Occupational disease), dimana PAK
mempunyai hubungan sebab akibat langsung antara suatu bahan/bahaya dengan suatu penyakit
yang spesifik. Sebelum mengatakan bahwa kelainan yang ditemukan benar-benar disebabkan
oleh pekerjaan, sangat penting untuk menentukan apakah pada saat yang sama pasien juga
mempunyai kegiatan lain yang mungkin merupakan predisposisi terhadap keluhan yang diderita
sekarang. Disamping itu, penilaian bentuk pekerjaan yang dilengkapi dengan kunjungan
ketempat kerja memungkinkan pemeriksa menentukan huubungan kausal antara pekerjaan
dengan cedera musculoskeletal dengan lebih tepat.3
Skenario 8
Seorang perempuan berusia 30 tahun datang ke klinik dengan keluhan nyeri pada tangan
kanan. Keluhan dirasakan sejak satu minggu terakhir terutama selama kerja dan selesai kerja.
Kesemutan pada jari-jari tangan dan nyeri pada pergelangan tangan, pekerjaan sebagai tukang
2
rujak ulek. Tanda-tanda vital dalam batas normal, status lokalisasi look feel move didapat merah,
nyeri, dan gerakan terbatas saat menggerakan manus dextra.
Langkah-langkah Mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja
Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja (PAK) pada individu perlu dilakukan suatu
pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan
menginterpretasikannya secara tepat yang terdiri dari tujuh langkah pendekatan klinis.
1. Diagnosis Klinis
Dalam menegakan diagnosis penyakit akibat kerja tidak banyak jauh berbeda dengan penyakit
pada umumnya. Hanya saja latar belakang yang mendasari penyakit tersebut harus dibuktikan
adanya hubungan dengan pekerjaannya.2
a.) Anamnesis
Menanyakan data-data pribadi seperti nama, umur, alamat, dan pekerjaan. Kemudian
menanyakan keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, dan riwayat
penyakit keluarga. Riwayat penyakit sekarang biasanya merupakan cerita yang kronologis,
terinci, dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai
pasien datang berobat. Sedangkan riwayat penyakit dahulu meliputi pertanyaan yang
menanyakan apakah pasien dulu pernah mengalami penyakit-penyakit tertentu yang
memungkinkan adanya hubungan dengan penyakit yang dialami sekarang. Riwayat penyakit
keluarga ditanyakan untuk mengetahui apakah pasien memiliki penyakit keturunan yang
mungkin diturunkan dari orang tua atau keluarga.4
Anamnesis yang terpenting dalam mendiagnosis penyakit akibat kerja adalah tentang riwayat
pekerjaannya, pertanyaan sederhana mengenai pekerjaannya, tugas apa yang dilakukan sehari-
hari, bahan apa yang terpapar dengannya. Menggali lebih dalam sudah berapa lama pekerjaannya
yang sekarang, pekerjaan terakhir sebelum pekerjaan sekarang apa (mungkin saja pasien sudah
pensiun atau sudah berganti pekerjaan), jenis pekerjaan dan berbagai alat serta bahan yang
berhubungan dengan pekerjaan tersebut, jumlah jam kerja atau jam giliran kerja, kemungkinan
bahaya yang dialami, hubungan gejala dan waktu kerja, apakah ada pekerja lain yang mengalami
hal sama.4
3
b.) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik penyakit akibat kerja tidak ada bedanya dengan penyakit bukan akibat kerja.
Gejala klinis yang timbulpun sesuai dengan diagnosis yang tidak berbeda dengan penyakit biasa
kita jumpai sehari-hari.
Tanda-tanda vital
Inspeksi : pada saat diam dan bergerak. Simetris atau tidak? Perubahan warna?
Deformitas? Pembengkakan? Perubahan suhu? Pergerakan? Atrofi? Nodul? Perubahan
kuku?
Palpasi : nyeri raba? Teraba hangat? Teraba masa?
Pergerakan : fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, pronasi, supinasi, oposisi.
Flick's sign. Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-gerakkan jari-
jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong diagnosa CTS. Harus
diingat bahwa tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud.
Thenar wasting. Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-otot
thenar.
Tes tinel : perkusi ringan di pergelangan tangan bagian volar diatas nervus medianus
untuk membangkitkan sensasi kesemutan.
Manuver phalen: siku pasien diletakan diatas meja, lengan bawah tegak lurus terhadap
meja, dan pergelangan tangan difleksikan. Posisi ini ditahan selama 60 detik. Tes ini
dikatakan positif bila rasa baal atau kesemutan muncul pada jari-jari sisi radial.
Sensibilitas getar : garpu tala 256 Hz digetarkan, lalu diletakan diujung jari pasien. Tes
dianggap positif bila sensasi getar berkurang.
Diskriminasi 2 titik : gagal mengidentifikasi adanya 2 benda yang menyentuh kulit
dengan jarak lebih dari 6 mm.5
c.) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah rutin, tes fungsi hati, klirens ginjal. Pemeriksaan foto rontgen pergelangan
tangan untuk mengetahui apakah ada fraktur tulang. Pemeriksaan kadar asam urat, kadar gula
darah, dan rheumatoid faktor. Semua pemeriksaan itu untuk menyingkirkan diagnosis lain.
Berikut adalah pemeriksaan untuk memastikan diagnosis carpal tunnel sindrom :
4
EMG : dapat ditemukan gelombang tajam, potensial fibrilasi, dan aktivitas insersional
yang meningkat.
Kecepatan hantar saraf : sinyal akan tertangkap lebih lambat dan lemah
USG : terdapat peningkatan area cross-sectional dari nervus medianus di carpal tunnel
dibandingkan dengan control.5
d.) Pemeriksaan tempat kerja
Pemeriksaan tempat kerja lebih ditekankan pada lingkungan tempat individu bekerja. Dilihat
penerangannya, kelembaban tanah dan udara, penempatan alat dan bahan yang digunakan,
terdapat atau tidaknya fasilitas untuk mencuci/membersihkan tubuh jika terkena bahan kimia,
dan lain-lain.4
2. Pajanan yang dialami
Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial untuk
dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan
anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup: a)
Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara kronologis, b)
Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan, c) Bahan yang diproduksi, d) Materi (bahan
baku) yang digunakan, e) Jumlah pajanannya, f) Pemakaian alat perlindungan diri (misal:
masker), g) Pola waktu terjadinya gejala, h) Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada
yang mengalami gejala serupa), i) Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang
digunakan (MSDS, label, dan sebagainya).2
Faktor Fisik
Yang meliputi keadaan fisik seperti bangunan gedung atau volume udara perkapita atau luas
lantai kerja maupun hal-hal yang bersifat fisis seperti penerangan, suhu udara, kelembaban
udara, tekanan udara, kecepata aliran udara, kebisingan, vibrasi mekanis, radiasi, gelombang
elektromagnetis.2
5
Faktor Biologis
Semua makhluk hidup baik dari golongan tumbuhan maupun hewan. Dari yang paling sederhana
bersel tunggal sampai dengan yang paling tinggi tingkatannya.2
Faktor Kimia
Semua zat kimia anorganis dan organis yang mungkin wujud fisiknya merupakan salah satu atau
lebih dari bentuk gas, uap, debu, kabut, fume (uap logam), asap, awan, cairan, dan atau zat
padat.2
Faktor Ergonomis atau fisiologis
Interaksi antara faal kerja manusia dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya seperti konstruksi
mesin yang disesuaikan dengan fungsi indra manusia, postur dan cara kerja yang
mempertimbangkan aspek antropometris dan fisiologis manusia.2
Faktor Mental dan Psikologis
Reaksi mental dan kejiwaan terhadap suasana kerja, hubungan antara pengusaha dan tenaga
kerja, struktur dan prosedur organisasi pelaksanaan kerja dan lain-lain. Stress akibat kerja dapat
menyebabkan gangguan perilaku dan jiwa di lingkungan kerja. Stress akibat kerja didefinisikan
sebagai stress dalam kesehatan kerja akibat ketidakseimbangan antara hasil kerja yang
diharapkan dengan kemampuan untuk merealisasikannya. Stress merupakan problem kesehatan
kerja yang penting karena secara signifikan menyebabkan kerugian ekonomis. Stres kerja
merupakan reaksi pekerja terhadap situasi dan kondisi di tempat kerja yang berdampak fisik dan
psikososial bagi pekerja. Klasifikasi stress menurut Hans Selye adalah distress yang destruktif,
dan eustress yang positif. Terdapat 3 aspek yang dapat menjadi dampak stress kerja yaitu gejala
fisiologis seperti peningkatan debar jantung, dan pernapasan serta tekanan darah; gejala
psikologis seperti ketidakpuasan dan marah – marah; serta gejala perilaku antara lain meliputi
perubahan kebiasaan makan, banyak merokok, gangguan tidur, tidak masuk kerja, dan
penurunan prestasi kerja.2
6
3. Hubungan pajanan dengan penyakit
Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa
pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak
ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat
ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung, perlu
dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan penyakit
yang di derita (konsentrasi, jumlah, lama, dan sebagainya).2
Gerakan tangan berulang secara terus menerus
Hanya mengandalkan sebelah tangan dan tidak secara bergantian
Pergerakan tangan yang cepat
Penekanan tangan yang berlebihan
Hanya bertumpu pada jari tangan dan bukan semua tangan3
4. Pajanan yang dialami cukup besar
Patogenesis CTS masih belum jelas. Beberapa teori telah diajukan untuk menjelaskan
gejala dan gangguan studi konduksi saraf. Yang paling populer adalah kompresi mekanik,
insufisiensi mikrovaskular, dan teori getaran. Teori insufisiensi mikrovaskular mennyatakan
bahwa kurangnya pasokan darah menyebabkan penipisan nutrisi dan oksigen ke saraf yang
menyebabkan ia perlahan-lahan kehilangan kemampuan untuk mengirimkan impuls saraf.
Karakteristik gejala CTS, terutama kesemutan, mati rasa dan nyeri akut, bersama dengan
kehilangan konduksi saraf akut dan reversibel dianggap gejala untuk iskemia. Seiler et al
menunjukkan (dengan Doppler laser flowmetry ) bahwa normalnya aliran darah berdenyut di
dalam saraf median dipulihkan dalam 1 menit dari saat ligamentum karpal transversal
dilepaskan. Sejumlah penelitian eksperimental mendukung teori iskemia akibat kompresi
diterapkan secara eksternal dan karena peningkatan tekanan di karpal tunnel. Gejala akan
bervariasi sesuai dengan integritas suplai darah dari saraf dan tekanan darah sistolik.5
Menurut teori getaran gejala CTS bisa disebabkan oleh efek dari penggunaan jangka panjang alat
yang bergetar pada saraf median di karpal tunnel. Lundborg et al mencatat edema epineural pada
saraf median dalam beberapa hari berikut paparan alat getar genggam. Hipotesis lain dari CTS
berpendapat bahwa faktor mekanik dan vaskular memegang peranan penting dalam terjadinya
7
CTS. Umumnya CTS terjadi secara kronis dimana terjadi penebalan fleksor retinakulum yang
menyebabkan tekanan terhadap nervus medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan
mengakibatkan peninggian tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler
melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu diikuti oleh
anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan mengakibatkan kebocoran
protein sehingga terjadi edema epineural. Hipotesa ini menerangkan bagaimana keluhan nyeri
dan sembab yang timbul terutama pada malam atau pagi hari akan berkurang setelah tangan yang
terlibat digerak-gerakkan atau diurut, mungkin akibat terjadinya perbaikan sementara pada aliran
darah Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural yang merusak serabut
saraf. Lama-kelamaan saraf menjadi atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan
fungsi nervus medianus terganggu secara menyeluruh. Selain akibat adanya penekanan yang
melebihi tekanan perfusi kapiler akan menyebabkan gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik
saraf. Keadaan iskemik ini diperberat lagi oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang
menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi vasodilatasi yang
menyebabkan edema sehingga sawar darah-saraf terganggu yang berkibat terjadi kerusakan pada
saraf tersebut. Penelitian yang telah dilakukan Kouyoumdjian yang menyatakan CTS terjadi
karena kompresi saraf median di bawah ligamentum karpal transversal berhubungan dengan
naiknya berat badan dan IMT. IMT yang rendah merupakan kondisi kesehatan yang baik untuk
proteksi fungsi nervus medianus. Pekerja dengan IMT minimal ≥25 lebih mungkin untuk terkena
CTS dibandingkan dengan pekerjaan yang mempunyai berat badan ramping. American Obesity
Association menemukan bahwa 70% dari penderita CTS memiliki kelebihan berat badan. Setiap
peningkatan nilai IMT 8% resiko CTS meningkat.5
Sebagian besar kasus CTS bersifat idiopatik (>50%), tetapi berbagai kondisi dapat berkontribusi
sebagai penyebab :
Kondisi kesehatan lain seperti DM, tiroid, RA, kelainan hormonal, dan menopause
Karakteristik fisik
Proses penuaan normal dengan peningkatan masa di tenosinovium
Tekanan langsung atau lesi desak ruang
Tenosinovitis
Sindrom double crash, kompresi atau iritasi n.medianus di atas pergelangan tangan
8
Aktivitas yang membutuhkan penggunaan tangan dengan kombinasi gerakan berulang
pergelangan tangan atau jari, dan alat yang menimbulkan getaran.
Faktor keturunan5
5. Faktor individu
Menentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi penyakit. Dalam
hal ini diperlukan status kesehatan fisik penderita seperti riwayat alergi, perlu diketahui riwayat
kesehatan (riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap
pajanan yang dialami, kebersihan personal, kepatuhan dalam menaati peraturan terkait tempat
kerja penderita, kebiasaan berolahraga.2
6. Faktor lain di luar pekerjaan
Meliputi kebiasaan individu sehari-hari (merokok, minum minuman beralkohol, jarang makan
makanan sehat), ada atau tidak adanya pajanan di rumah, hobi individu, apakah individu
memiliki pekerjaan sampingan selain pekerjaan utama.2
7. Diagnosis okupasi
Sesudah menerapkan keenam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan informasi
yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah. Seperti telah disebutkan sebelumnya, tidak selalu
pekerjaan merupakan penyebab langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya
memperberat suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada waktu
menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit
apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan
menderita penyakit tersebut pada saat ini. Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu
keadaan apabila penyakit telah ada atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung
pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat timbulnya penyakit.
Dari uraian di atas dapat dimengerti bahwa untuk menegakkan diagnosis Penyakit Akibat Kerja
diperlukan pengetahuan yang spesifik, tersedianya berbagai informasi yang didapat baik dari
pemeriksaan klinis pasien, pemeriksaan lingkungan di tempat kerja (bila memungkinkan) dan
data epidemiologis. Diagnosis penyakit termasuk penyakit akibat kerja adalah kewenangan dan
kompetensi profesi medis yaitu para dokter. bagaimana dokter membuat suatu diagnosis tidak
9
pada tempatnya diatur sebagai ketentuan normative. Dari sudut pandang lain diagnosis penyakit
akibat kerja menyangkut pelaksanaan peraturan perundang-undangan yaitu UU No. 1 Th.1970
tentang keselamatan kerja dan UU No.3 Th.1992 tetang jamsostek.2
5 langkah penegakan diagnosis akibat kerja :
1. Anamnesis tentang riwayat penyakit dan riwayat pekerjaan, riwayat pekerjaan harus
harus ditanyakan dengan teliti dari permulaan bekerja sampai waktu terakhir
bekerja.jangan hanya sekali-sekali mencurahkan perhatian hanya pada pekerjaannya yang
sekarang, namun harus di kumpulkan informasi tentang pekerjaan sebelumnya.
misalnya dimana? Sebagai apa? Bagaimana pekerjaannya? Lingkungan pekerjaan? Sudah
berapa lama bekerja? Berapa jam perhari? Sebelum bekerja di tempat sekarang, apakah
sebelumnya pernah bekerja di tempat lain? Apakah ada kerjaan selingan selain bekerja di
tempat tersebut?
2. Pemeriksaan klinis dimaksudkan untuk menemukan gejala dan tanda yang sesuai untuk
suatu syndrome, yang khas untuk suatu penyakit akibat kerja.
3. Pemeriksaan laboratoris dimaksudkan untuk mencocokan benar tidak suatu penyakit
akibat kerja ada dalam tubuh tenaga kerja yang bersangkutan.
4. Pemeriksaan rontgen, hasil pemeriksaan sinar tembus baru akan bermakna jika dinilai
dengan riwayat penyakit dan pekerjaan serta hasil pemeriksaan lainnya dan juga data
lingkungan kerja
5. Pemeriksaan tempat dan ruang kerja yang dimaksudkan untuk memastikan adanya dan
mengukur kadar faktor peyebab penyakit di tempat atau ruang kerja.2
Cummulative Trauma Disorders
Cummulative trauma disorders (CTD) adalah gangguan musculoskeletal akibat kerja yang lebih
sering mengenai ekstremitas atas, punggung dan leher. Biasanya timbul akibat aktivitas
berulang-ulang dalam jangka waktu lama. Istilah repetitive stress injury dan cumulative trauma
disorders digunakan untuk melukiskan suatu spectrum kelainan yang luas, banyak diantaranya
mirip dengan chronic overuse syndrome pada atlit. Otot yang aktif melakukan kegiatan berulang-
ulang dan otot lain yang harus tetap berkontraksi dalam jangka waktu lama untuk
mempertahankan ekstremitas yang tidak ditopang oleh peralatan kerja sangat rentan terhadap
10
kelelahan otot dan robekan mikroskopis, yang selanjutnya diikuti oleh inflamasi, edema dan
gangguan fungsi. Pada CTD terdapat faktor risiko berupa :
Aktivitas yang berulang-ulang, misalnya mengetik
Beban yang berat
Posisi sendi yang tidak wajar
Tekanan langsung
Getaran
Aktivitas statis atau posisi terpaksa yang lama, misalnya mengelas3
Ergonomi
Kata ergonomi berasal dari bahasa Yunani: ergon (kerja) dan nomos (peraturan, hukum).
Ergonomi merupakan perpaduan dari berbagai lapangan ilmu seperti antropologi, biometrika,
fisiologi kerja, hygiene perusahaan dan kesehatan kerja, riset terpakai, dan sibernetika. Namun
kekhususan utamanya adalah perencanan tata kerja yang dilaksanakan dengan cara yang lebih
baik dalam hal metode kerja dan peralatan serta perlengkapannya. Studi tentang tingkah laku dan
aktivitas manusia yang bekerja dengan menggunakan mesin atau peralatan mekanik dan listrik.
Tugas ahli ergonomi adalah merencanakan atau memperbaiki tempat kerja, perlengkapan dan
prosedur kerja para pekerja guna menjamin keamanan, kesehatan dan keberhasilan perorangan
maupun organisasi secara efisien.2
Ergonomi dapat membuat beban kerja suatu pekerjaan menjadi berkurang. Contoh paling
sederhana adalah penggunaan trolley untuk mengganti membawa atau memindahkan barang atau
menjinjing dua koper kecil sebagai pengganti satu koper yang besar. Tujuan utamanya adalah
untuk menjamin keselamatan, kesehatan dan kepuasan kerja, tetapi dengan itu produktivitas dan
juga efisiensi serta efektivitas pekerjaan dapat ditingkatkan. Pada dasarnya ergonomi dapat
menciptakan lingkungan kerja yang dapat:
Mengurangi angka cedera dan kesakitan dalam pekerjaannya
Menurunkan biaya kecelakaan kerja
Menurunkan kunjungan berobat
Mengurangi ketidakhadiran pekerja
11
Meningkatkan produktivitas, kualitas dan keselamatan kerja
Meningkatkan tingkat kenyamanan pekerja dalam bekerja2
Cara kerja harus dilakukan dengan benar, karenanya sangat perlu mendapat perhatian yang
layak, sebab cara kerja yang tidak benar dari segi faal kerja atau ergonomi dapat mengakibatkan
risiko gangguan kesehatan, penyakit bahkan juga kecacatan. Selain dapat menimbulkan
gangguan kesehatan dan penyakit cara kerja salah dapat pula menyebabkan terjadinya
kecelakaan kerja dari yang ringan sampai kepada yang fatal dengan menewaskan banyak orang.
Inti dari kerja otot atau upaya fisik adalah kontraksi otot yang dengannya menjadi gerak tubuh
dan anggota badan yang mekanismenya ditentukan oleh berubahnya posisi system
musculoskeletal. Setiap kontraksi otot yang dipaksakan atau melebihi kemampuan atau
penggunaannya melampaui kapasitasnya dapat menyebabkan trauma kepada system
muskuloskeletal yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan. Oleh karena dalam bekerja
kontraksi otot berulang-ulang, trauma yang dialami bersifat repetitive dan semuanya
berakumulasi mengakibatkan kelainan trauma kumulatif CTD.2
Berdasarkan hal demikian, sindrom pemakaian berlebihan akibat kerja SPBAK menunjukan
gejala rasa nyeri pada bahu, leher, lengan dan tangan yang merupakan efek kerja berlebihan
kepada system musculoskeletal yaitu otot, saraf, sendi, ligament, dan atau struktur lainnya.
Manifestasi SPBAK dapat berupa:
Sindrom nyeri miofasial (myofacial pain syndrome)
Kapsulitis bahu (shoulder capsulitis)
Tendinitis tendo sekitar kapsul sendi bahu (rotator cuff tendinitis)
Epikondilitis lateral
Epikondilitis medial
Carpal tunnel sindrom
Penyakit de Quervain
Nyeri nonspesifik lengan bawah
12
Tingkat beratnya SPBAK dapat dibagi menurut urutan derajat sbb :
1. Derajat 1 : rasa nyeri dan lelah dirasakan oleh penderita selama yang bersangkutan
bekerja, pada waktu tidur dan libur keluhan hilang. Dapat berlangsung beberapa bulan
dan sifatnya reversible yaitu ddapat pulih kepada keadaan normal.
2. Derajat 2 : selain waktu bekerja, nyeri dirasakan waktu malam hari dan terkadang
mengganggu tidur. Dapat berlangsung beberapa bulan dan terkadang tidak dapat pulih
normal.
3. Derajat 3 : rasa nyeri dirasakan menetap waktu malam hari maupun ketika tenaga kerja
beristirahat atau berlibur. Sekalipun hanya pekerjaan ringan saja dapat menyebabkan
timbulnya rasa nyeri. Terdapat kelainan fisik pada penderita, dapat dialami dalam waktu
berbulan-bulan bahkan tahunan dan biasanya irreversible.2
Carpal Tunnel Sindrom
Merupakan salah satu cedera musculoskeletal akibat kerja yang sering ditemukan. Pasien
mengeluh adanya rasa tingling pada jari 1,2 dan 3 yang dapat membangunkan mereka malam
hari. Mereka juga merasakan gangguan memegang dan spasme pada ketiga jari tersebut. Pada
pemeriksaan didapat uji tinel dan uji phalen positif, atrofi otot thenar, parastesia sepanjang
daerah yang dipersyarafi n.medianus. dan terdapat kelumpuhan atau kelemahan pada m.abduktor
polisis brevis.3
Carpal tunnel sindrom adalah keadaan nervus medianus tertekan didaerah pergelangan
tangan sehingga menimbulkan rasa nyeri, parastesi, dan kelemahan otot tangan. Hal ini
menimbulkan sindrom pronator, yaitu pada gerak pronasi lengan bawah secara maksimal akan
menimbulkan rasa nyeri. Lebih umum terjadi pada wanita dengan puncak usia 42 tahun.5
Penatalaksanaan
Secara umum pengobatan CTD dilakukan dengan mengistirahatkan bagian yang terkena dengan
alat bantu seperti pemasangan bidai-malam, neck braces dan korset lumbal. Penanganan akut
dapat berupa kompres es, obat NSAID, suntikan steroid local dan perujukan ke ahli fisioterapi
yang dapat memberi petunjuk. Tindakan pembedahan hanya dipertimbangkan jika semua
tindakan konservatif gagal setelah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya selama paling sedikit 3
13
bulan. Pengobatan CTD tidak hanya terbatas pada tindakan medic, melainkan juga mencakup
saran perbaikan pada tempat kerja untuk menghindarkan cedera lebih lanjut.3
Bidai pergelangan tangan : biasa digunakan pada pasien dengan gejala ringan sampai
sedang yang berlangsung <1 tahun. Digunakan pada malam hari untuk mereposisi tangan,
mencegah fleksi atau ekstensi pada saat tidur.
Obat NSAID : ibuprofen merupakan pilihan utama untuk terapi awal. Obat lain
ketoprofen, dan naproxen.
Kortikosteroid : metilprednisolon atau hidrokortison disuntikan langsung ke carpal tunnel
Operasi : membelah lapisan transkutaneus supaya tekanan dibawahnya berkurang.
penelitian mengatakan bahwa prosedur operasi lebih baik daripada suntikan steroid5
Pencegahan
Untuk mencegah berulangnya cedera, penilaian faktor risiko ditempat kerja memungkinkan
diajukannya saran perubahan seperti menggunakan alat yang berbeda, mengurangi waktu bekerja
ditempat dengan risiko tinggi dengan melakukan rotasi kerja atau menggunakan alat pelindung
diri seperti bantalan atau bidai.3
Relaksasi dan kurangi kekuatan pegangan
Istirahat lebih sering
Perhatikan posisi tangan
Perbaiki postur tubuh
Jaga agar tangan tetap hangat
Kurangi berat badan jika terdapat obesitas
Terapi penyakit yang bisa sebabkan CTS5
Diagnosis banding
a.) Rhematoid arthritis
Penyakit autoimun yang ditandai oleh inflamasi sistemik kronik dan progresif, dimana sendi
merupakan target utama. Manifestasi klinik klasik AR adalah poliarthritis sistemik yang terutama
mengenai sendi-sendi kecil pada tangan dan kaki. Selain lapisan synovial sendi, AR juga bisa
mengenai organ diluar sendi seperti kulit, jantung, paru-paru dan mata.3
14
b.) “De Quervain’s disease”
Syndrome De Quervain atau disebut juga washerwoman’s sprain, merupakan pembengkakan dan
peradangan yang terjadi pada tendon dan selubung tendon yang berfungsi untuk menggerakan
ibu jari kearah luar. Dengan gejala rasa nyeri pada sekitar proc stiloideus dan pembengkakan
yang disertai rasa nyeri pada ekstensor jari pertama yang disertai timbulnya rasa nyeri pada
tahanan ekstensi ibu jari atau tes Finklestein positif. Gejala utama sindrom de Quervain adalah
rasa nyeri di pergelangan tangan pada sisi ibu jari dan di pangkal ibu jari, yang bertambah hebat
dengan pergerakan dan biasanya disertai dengan pembengkakan, penderita menjadi kesulitan
untuk menggerakan ibu jari dan pergelangan tangan saat melakukan aktifitas dengan gerakan
seperti menggenggam atau mencubit.2,6
III. Kesimpulan
Untuk mendiagnosis suatu penyakit dengan hubungan pekerjaan adalah dengan 7 langkah
diagnosis okupasi yaitu: diagnosis klinis, pajanan yang dialami, hubungan pajanan dengan
penyakit, jumlah pajanan, factor individu, factor lain diluar pekerjaan, diagnosis okupasi.
Pada scenario 8 ini hubungan antara penyakit dengan pekerjaan adalah di lihat dari awal proses
pembuatan rujak, waktu bekerja, berapa lama bekerja, berapa lama dia beristirahat, seberapa kuat
penekanan yang dilakukan.
IV. Daftar Pustaka :
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5 jilid
1. Jakarta : Internal Publishing ;2009h.130-132
2. Suma’mur. Higiene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta : Sagung Seto; 2009
3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5 jilid
3. Jakarta : Internal Publishing ;2009h.2705-2708
4. McKenzie, James F. Kesehatan masyarakat. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2007.h.615-19.
5. Buku saraf
6. B, Joseph J. Tendinitis and Tenosynovitis. Merck Manual Home Health Handbook. 2013.
15