perencanaan_jalan_raya.pdf

Upload: ui

Post on 06-Jul-2018

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    1/96

    PERENCANAAN DAN PERKERASANMATERIAL JALAN RAYA

    Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-syarat KurikulumJurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

    Universitas Syiah Kuala

    Dikerjakan Oleh:

    Nama : Yogi PermanaNIM : 1204101010046Jurusan : Teknik Sipil

    Dosen Pengasuh : Dr. Renny Anggraini, ST. M.EngNIP : 19710923 169702 2 001

    JURUSAN TEKNIK SIPILFAKULTAS TEKNIK

    UNIVERSITAS SYIAH KUALADARUSSALAM - BANDA ACEH

    2015

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    2/96

    KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS SYIAH KUALA

    FAKULTAS TEKNIKJL. TGK. SYEKH ABDUL RAUF NO. 7 DARUSSALAM – BANDA ACEH 23111

    TELP./FAX. (0651) 52222

    LEMBAR PENILAIANPERENCANAAN DAN PENGUJIAN MATERIAL JALAN RAYA

    Dikerjakan Oleh:

    NAMA : YOGI PERMANA

    NIM : 1204101010046

    KEPADA MAHASISWA YANG BERSANGKUTAN

    DIBERIKAN NILAI

    (…….)

    Disetujui Oleh:

    Dosen Pembimbing,

    Dr. Renny Anggraini, ST. M.EngNIP. 19710923 169702 2 001

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    3/96

    iPerencanaan Jalan Raya I

    Yogi Permana (1204101010046)

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

    memberikan kesehatan, kesempatan dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat

    menyelesaikan tugas Perencanaan Jalan Raya I ini, yang merupakan salah satu

    mata kuliah wajib pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Syiah

    Kuala.

    Dalam proses penyusunan laporan ini, penulis banyak mendapatkan

    masukan-masukan dan bimbingan yang sangat bermanfaat dari berbagai pihak.

    Karenanya, dalam kesempatan ini dengan segala ketulusan dan kerendahan hati

    penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu

    Dr. Renny Anggraini, ST. M.Eng. yang telah meluangkan waktu untuk

    membimbing dan memberikan saran-saran kepada penulis, sehingga tugas

    rancangan ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis

    sampaikan juga kepada orang tua yang telah memberikan dukungan moril dan

    materil serta rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan bantuan berupa

    pikiran maupun waktu yang tentunya sangat berguna dalam proses rampungnya

    tugas ini.

    Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan tugas rancangan ini

    masih jauh dari kesempurnaan, karenanya dengan segala kerendahan hati penulis

    mengharapkan kritikan dan saran yang membangun demi kesempurnaan penulisan

    laporan di masa mendatang.

    Akhirnya penulis mengharapkan semoga tugas Perencanaan Jalan Raya I

    ini dapat bermanfaat bagi penulis pribadi khususnya dan rekan-rekan sesama

    mahasiswa Fakultas Teknik Unsyiah umumnya.

    Banda Aceh, Januari 2015

    Yogi Permana

    Nim 1204101010046

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    4/96

    ii

    DAFTAR ISI

    LEMBAR KONSULTASI

    LEMBAR PENILAIAN

    SOAL

    KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

    DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

    BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1

    1.2 Maksud dan Tujuan.......................................................................... 3

    1.3 Ruang Lingkup Perencanaan............................................................ 7

    BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN ..................................................... 8

    2.1 Bagian Perencanaan ......................................................................... 8

    2.2 Rumus-rumus yang digunakan......................................................... 8

    2.2.1 Trase Jalan.................................................................................. 82.2.2 Alinyemen Horizontal............................................................... . 10

    2.2.3 Alinyemen Vertikal.................................................................... 12

    2.2.4 Jarak Pandangan......................................................................... 13

    2.2.5 Pelebaran perkerasan pada lengkung horizontal....................... . 22

    2.2.6 Galian (cut) dan timbunan (fill)................................................ . 23

    2.2.7 Stationing.................................................................................. . 25

    BAB III PERENCANAAN TRASE ............................................................ 26

    3.1 Perencanaan Trase............................................................................ 26

    3.2 Alasan Pemilihan Trase.................................................................... 27

    3.3 Perhitungan Trase............................................................................. 27

    BAB IV PERENCANAAN ALINYEMEN HORIZONTAL ................... 35

    4.1 Alinyemen Horizontal ..................................................................... 35

    4.1.1 Lengkung Horizontal 1 (FC)................................................... 36

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    5/96

    iii

    4.1.2 Lengkung Horizontal 2 (FC)................................................... 39

    4.1.3 Lengkung Horizontal 3 (SCS)........................................ ........ 42

    4.1.4 Perhitungan Stasioning Horizontal................................ ......... 45

    BAB V PERENCANAAN ALINYEMEN VERTIKAL ........................... 47

    5.1 Perencanaan Alinyemen Vertikal..................................................... 47

    5.1.1 Perhitungan kemiringan lintasan............................................. 47

    5.1.2 Lengkung Vertikal Cekung PPV1.......................................... 48

    5.1.3 Lengkung Vertikal Cembung PPV2....................................... 51

    5.1.4 Lengkung Vertikal Cekung PPV3 ......................................... 53

    5.1.5 Lengkung Vertikal Cekung PPV4 ......................................... 56

    5.2 Perhitungan Jarak Pandangan................................................. ......... 59

    5.2.1 Lengkung Vertikal Cembung I .............................................. 59

    5.2.1.1 Jarak Pandangan Henti................................................... 59

    5.2.1.2 Jarak Pandangan Menyiap ............................................. 59

    5.2.2 Lengkung Vertikal Cekung I................................................... 60

    5.2.3 Lengkung Vertikal Cembung II ............................................. 61

    5.2.3.1 Jarak Pandangan Henti................................................... 61

    5.2.3.2 Jarak Pandangan Menyiap ............................................. 62

    5.2.4 Lengkung Vertikal Cekung III ................................................ 62

    BAB VI PERHITUNGAN GALIAN ( CUT ) DAN TIMBUNAN ( FILL ) .... 65

    6.1 Perhitungan Luas Galian ( Cut ) dan Timbunan ( Fill ) ...................... 66

    6.2 Perhitungan Volume Galian (Cut

    ) dan Timbunan (Fill

    ).................. 87

    BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 89

    7.1 Kesimpulan ...................................................................................... 89

    7.2 Saran................................................................................................. 90

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    6/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 1

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Jalan raya merupakan salah satu prasarana transportasi yang dapat menunjang

    pengembangan suatu wilayah. Semakin lancar transportasi maka semakin cepat suatu

    wilayah berkembang. Meningkatnya jumlah penduduk akan diikuti dengan

    meningkatnya kebutuhan sarana transportasi, sehingga perlu dilakukan perencanaan

    jalan yang sesuai dengan kebutuhan penduduk saat ini. Dewasa ini manusia telah

    mengenal sistem perencanaan jalan yang baik dan mudah dikerjakan serta pola

    perencanaannya yang makin sempurna.

    Meskipun perencanaan sudah makin sempurna, namun kita sebagai orang

    teknik sipil tetap selalu dituntut untuk dapat merencanakan suatu lintasan jalan yang

    paling efektif dan efisien dari alternatif-alternatif yang ada, dengan tidak

    mengabaikan fungsi-fungsi dasar dari jalan. Oleh karena itu, dalam merencanakan

    suatu lintasan jalan, seorang teknik sipil harus mampu menyesuaikan keadaan di

    lapangan dengan teori-teori yang ada sehingga akan diperoleh hasil yang maksimal.

    Dalam merencanakan suatu jalan raya diinginkan pekerjaan yang relatif

    mudah dengan menghindari pekerjaan galian (cut) dan timbunan (fill) yang besar.

    Dilain pihak kendaraan yang beroperasi di jalan raya menginginkan jalan yang relatif

    lurus, tidak ada tanjakan atau turunan. Objek keinginan itu sulit kita jumpai

    mengingat keadaan permukaan bumi yang relatif tidak datar, sehingga perlu

    dilakukan perencanaan geometrik jalan, yaitu perencanaan jalan yang dititik beratkan

    pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat memenuhi fungsi dasar dari jalan yaitu

    memberikan pelayanan yang optimum pada arus lalu lintas. Faktor yang menjadi

    dasar perencanaan geometrik adalah sifat gerakan, ukuran kendaraan, sifat

    pengemudi dalam mengendalikan gerak kendaraannya, serta karakteristik arus lalu

    lintas. Hal tersebut haruslah menjadi bahan pertimbangan perencana sehingga

    dihasilkan bentuk dan ukuran jalan, serta ruang gerak kendaraan yang memenuhi

    tingkat kenyamanan dan keamanan yang diharapkan.

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    7/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 2

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    Selain itu, juga harus diperhatikan elemen – elemen dari perencanaan

    geometrik jalan, yaitu :

    1. Alinyemen horizontal

    Pada gambar alinyemen horizontal, akan terlihat apakah jalan tersebut

    merupakan jalan lurus, menikung ke kiri, atau ke kanan dan akan

    digambarkan sumbu jalan pada suatu countur yang terdiri dari garis lurus,

    lengkung berbentuk lingkaran serta lengkung peralihan dari bentuk lurus

    ke bentuk busur lingkaran. Pada perencanaan ini dititik beratkan pada

    pemilihan letak dan panjang dari bagian – bagian trase jalan, sesuai

    dengan kondisi medan sehingga terpenuhi kebutuhan akan pergerakan

    lalu lintas dan kenyamanannya.

    2. Alinyemen vertikal

    Pada gambar alinyemen vertikal, akan terlihat apakah jalan tersebut tanpa

    kelandaian, mendaki atau menurun. Pada perencanaan ini,

    dipertimbangkan bagaimana meletakkan sumbu jalan sesuai dengan

    kondisi medan dengan memperhatikan fungsi - fungsi dasar dari jalan

    tersebut. Pemilihan alinyemen vertikal berkaitan pula dengan pekerjaan

    tanah yang mungkin timbul akibat adanya galian dan timbunan yang

    harus dilakukan

    3. Penampang melintang jalan

    Bagian – bagian dari jalan seperti lebar dan jumlah lajur, ada atau

    tidaknya median, drainase permukaan, kelandaian serta galian dan

    timbunan.

    Koordinasi yang baik antara bentuk alinyemen horizontal dan vertikal akan

    memberikan keamanan dan kenyamanan pada pemakai jalan.

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    8/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 3

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    1.2 Maksud dan Tujuan

    Tujuan dari perencanaan suatu jalan raya adalah untuk merencanakan suatu

    lintasan dan dimensi yang sesuai dengan Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan

    Raya (PPGJR) No. 13 tahun 1970, sehingga dapat menjamin keamanan dan

    kelancaran lalu lintas. Dari perencanaan itu juga didapat suatu dokumen yang dapat

    memperhitungkan bobot pekerjaan baik galian maupun timbunan, pekerjaan tanah

    dan sebagainya sehingga bisa dilakukan perencanaan yang seekonomis mungkin.

    Faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan geometrik jalan raya adalah:

    kelas jalan, kecapatan rencana, standar perencanaan, penampang melintang, volume

    lalu lintas, keadaan topografi, alinyemen horizontal, alinyemen vertikal, bentuk

    tikungan

    1.2.1 Kelas jalan

    Jalan dibagi dalam kelas-kelas yang penempatannya didasarkan pada

    fungsinya juga dipertimbangkan pada besarnya volume serta sifat lalu lintas yang

    diharapkan akan menggunakan jalan yang bersangkutan.

    1.2.2 Volume lalu lintas

    Volume lalu lintas dinyatakan dalam Satuan Mobil Penumpang (SMP) yang

    besarnya menunjukkan jumlah lalu lintas harian rata-rata (LHR) untuk kedua

    jurusan.

    1.2.3 Kecepatan rencana

    Kecepatan rencana yang dimaksud adalah kecepatan maksimum yang

    diizinkan pada jalan yang akan direncanakan sehingga tidak menimbulkan bahaya

    bagi pemakai jalan tersebut. Dalam hal ini harus disesuaikan dengan tipe jalan yang

    direncanakan.

    1.2.4 Keadaan topografi

    Untuk memperkecil biaya pembangunan, maka suatu standar perlu

    disesuaikan dengan keadaan topografi. Dalam hal ini, jenis medan dibagi dalam tiga

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    9/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 4

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    golongan umum yang dibedakan menurut besarnya lereng melintang dalam arah

    kurang lebih tegak lurus sumbu jalan. Seperti yang diperlihatkan pada tabel 1.1

    berikut :

    Tabel 1.1 Klasifikasi Medan Dan Besanya Lereng Melintang

    Golongan Medan Lereng Melintang

    Datar (D) 0 sampai 9%

    Perbukitan (B) 10 sampai 24,9%

    Pegunungan (G) > 25%

    Adapun pengaruh keadaan medan terhadap perencanaan suatu jalan raya

    meliputi hal-hal sebagai berikut :

    a. Tikungan : Jari-jari tikungan pada pelebaran perkerasan diambil sedemikian

    rupa sehingga terjamin keamanan dan kenyamanan jalannya

    kendaraan dan pandangan bebas harus cukup luas.

    b. Tanjakan : Dalam perencanaan diusahakan agar tanjakan dibuat dengan

    kelandaian sekecil mungkin.

    1.2.5 Alinyemen horizontal

    Alinyemen horizontal adalah garis proyeksi sumbu jalan yang tegak lurus

    pada bidang peta yang terdiri dari garis – garis lurus yang dihubungkan dengan garis

    lengkung yang dapat berupa busur lingkaran ditambah busur peralihan ataupun

    lingkaran saja.

    Bagian yang sangat kritis pada alinyemen horizontal adalah bagian tikungan,

    dimana terdapat gaya yang dapat melemparkan kendaraan ke luar daerah tikungan

    yang disebut gaya sentrifugal. Atas dasar itu maka perencanaan tikungan diusahakan

    agar dapat memberikan keamanan dan kenyamanan, sehingga perlu dipertimbangkan

    hal-hal berikut:

    a. Jari-jari lengkung minimum untuk setiap kecapatan rencana ditentukan

    berdasarkan miring maksimum denagn koefisien gesekan melintang

    maksimum.

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    10/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 5

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    b. Lengkung peralihan adalah lengkung pada tikungan yang dipergunakan untuk

    mengadakan peralihan dari bagian lurus ke bagian lengkung atau sebaliknya.

    1.2.6 Alinyemen vertikal (profil memanjang)

    Alinyemen vertikal adalah biang tegak yang melalui sumbu jalan atau

    proyeksi tegak lurus bidang gambar. Profil ini menggambarkan tinggi rendahnya

    jalan terhadap muka tanah asli, sehingga memberikan gambaran terhadap

    kemampuan kendaraan dalam keadaan naik dan bermuatan penuh (dimana truk

    digunakan sebagi kendaraan standar), alinyemen vertikal sangat erat hubungannya

    dengan besar biaya pembangunan, biaya penggunaan, maka pada alinyemen vertikal

    yang merupakan bagian kritis justru pada bagian yang lurus.

    a. Landai maksimum

    Kelandaian maksimum hanya digunakan bila pertimbangan biaya sangat

    memaksa dan hanya untuk jarak yang pendek. Panjang kritis landai dimaksudkan

    adalah panjang yang masih dapat diterima tanpa mengakibat gangguan jalannya arus

    lalu lintas (panjang ini mengakibatkan pengurangan kecepatan maksimum 25km/jam). Bila pertimbangan biaya memaksa, maka panjang kritis dapat dilampaui

    dengan syarat ada jalur khusus untuk kendaraan berat.

    b. Landai minimum

    Pada setiap penggantian landai dibuat lengkung vertikal yang memenuhi

    keamanan, kenyamanan, dan drainase yang baik. Disini digunakan lengkung

    parabola biasa.

    1.2.7 Penampang melintang

    Penampang melintang jalan adalah pemotongan suatu jalan tegak lurus

    sumbu jalan, yang menunjukkan bentuk serta susunan bagian – bagian jalan dalam

    arah melintang.

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    11/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 6

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    Penampang melintang jalan yang digunakan harus sesuai dengan kelas jalan

    dan kebutuhan lalu lintas yang dilayaninya. Penampang melintang utama dapat

    dilihat pada daftar I PPGJR.

    a. Lebar perkerasan

    Pada umumnya lebar perkerasan ditentukan berdasarkan lebar jalur lalu lintas

    normal yang besarnya adalah 3,5 meter sebagaimana tercantum dalam daftar I

    PPGJR, kecuali:

    - Jalan penghubung dan jalan kelas II c = 3,00 meter

    - Jalan utama = 3,75 meter

    b. Lebar bahu

    Untuk jalan kelas III lebar bahu jalan minimum adalah 1,50 – 2,50 m untuk

    semua jenis medan.

    c. Drainase

    Drainase merupakan bagian yang sangat penting pada suatu jalan, seperti saluran

    tepi, saluran melintang, dan sebagainya, harus direncanakan berdasarkan data

    hidrologis setempat seperti intensitas hujan, lamanya frekuensi hujan, serta sifat

    daerah aliran.

    d. Kebebasan pada jalan raya

    Kebebasan yang dimaksud adalah keleluasaan pengemudi di jalan raya dengan

    tidak menghadapi rintangan. Lebar kebebasan ini merupakan bagian kiri kanan jalan

    yang merupakan bagian dari jalan (PPGJR No. 13/1970).

    1.2.8 Bentuk tikungan

    Bentuk tikungan pada suatu jalan raya ditentukan oleh tiga faktor:

    a. Sudut tangent ( ∆) yang besarnya dapat diukur langsung pada peta

    b. Kecepatan rencana, tergantung dari kelas jalan yang akan direncanakan.

    c. Jari – jari kelengkungan

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    12/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 7

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    1.3 Ruang Lingkup Perencanaan

    Dalam tugas perencanaan ini, perhitungan dilakukan terdiri dari beberapa

    tinjauan. Peninjauan ini meliputi :

    1. Penentuan lintasan

    Penentuan lintasan yang meliputi jarak lintasan, Sudut azimut, Kemiringan

    jalan, Elevasi jalan pada titik kritis, Luas tampang

    2. Alinyemen horizontal

    Terdapat tiga jenis lengkung horizontal yang dapat digunakan pada

    Alinyemen Horizontal, sebagai berikut :

    a. Full Circle, digunakan pada tikungan yang mempunyai jari – jari besar

    dan sudut tangen yang relatif kecil.

    b. Spiral Circle Spiral, digunakan pada tikungan yang mempunyai jari – jari

    kecil dan sudut tangen yang relatif besar.

    c. Spiral – Spiral digunakan pada tikungan tanpa busur lingkaran, sehingga

    titik SC berimpit dengan titik CS.

    3. Alinyemen vertikal

    Pada perencanaan Alinyemen Vertikal,terdapat dua jenis tipe lengkung

    vertikal yaitu :

    a. Lengkung vertikal cembung

    b. Lengkung vertikal cekung

    4. Galian dan timbunan

    5. Pekerjaan Tanah/kubikasi.

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    13/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 8

    Yogi Permana (1204101010046)

    BAB II

    TINJAUAN KEPUSTAKAAN

    2.1 Bagian Perencanaan

    Dalam tugas perencanaan ini, perhitungan dilakukan terdiri dari beberapa

    tinjauan. Peninjauan ini meliputi penentuan lintasan, alinyemen horizontal,

    alinyemen vertikal, penampang melintang, dan kubikasi.

    2.2 Rumus-Rumus Yang Digunakan

    2.2.1 Trase jalan

    Rumus-rumus yang digunakan berdasarkan buku ”Perencanaan Trase Jalan

    Raya ” oleh Bukhari R.A dan Maimunah, tahun 2005.

    a. Jarak lintasan

    d A – Z = 22 )()( yA yZ xA xZ ………..………. ......(2.1)

    dengan:d A – Z = jarak dari titik A ke titik Z

    xA = koordinat titik A terhadap sumbu x

    xZ = koordinat titik Z terhadap sumbu x

    yA = koordinat titik A terhadap sumbu y

    yZ = koordinat titik Z terhadap sumbu y

    b. Sudut azimut

    Δ M = arc tan )()(

    yM yZ xM xZ

    arc tan)()(

    yA yM xA xM

    ….………..……. .......(2.2)

    dengan:

    ΔM = sudut di titik M (yang akan di cari)

    xM = koordinat titik M terhadap sumbu x

    yM = koordinat titik M terhadap sumbu y

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    14/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 9

    Yogi Permana (1204101010046)

    xA = koordinat titik pada awal lintasan sebelum titik M, terhadap

    sumbu x

    yA = koordinat titik pada awal lintasan sebelum titik M, terhadap

    sumbu y

    xM = koordinat titik pada akhir lintasan sesudah titik M, terhadap

    sumbu x

    yM = koordinat titik pada akhir lintasan sesudah titik M, terhadap

    sumbu y

    c. Kemiringan jalan

    i A-Z= %100 xd

    eAeZ

    Z A

    ………………...…………..……… ............(2.3)

    dengan:

    i A-Z = kemiringan jalan dari titik awal ke titik akhir

    eA = elevasi jalan pada titik awal

    eZ = elevasi jalan pada titik akhird A-Z = jarak lintasan dari titik awal ke titik akhir

    d. Elevasi jalan pada titik kritis

    ek = eT + i x L ........................................................ ………. ............(2.4)

    dengan:

    ek = Elevasi muka jalan pada titik kritis

    eT = elevasi muka jalan pada titik tinjauan

    i = kemiringan lintasan pada titik kritis

    L = jarak lintasan dari titik tinjauan ke titik kritis

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    15/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 10

    Yogi Permana (1204101010046)

    e. Luas tampang

    Untuk menghitung luas tampang digunakan rumus-rumus luas segitiga, segiempat, dan trapesium.

    2.2.2 Alinyemen horizontal

    Berdasarkan Sukirman (1999), untuk perhitungan aliyemen horizontal

    digunakan rumus-rumus sebagai berikut :

    Rmin = maksmaks f e

    V

    127

    2

    …………………………….….……..…… .....(2.5)

    Dmaks = 2

    53.181913

    V

    f e maksmaks ………………………….…….. ......(2.6)

    f max = -0,00065 v + 0.192 (untuk Vrencana 40-80 km/jam) ……... ......(2.7)

    a. Full circle

    TC = R C tan ½ ∆ .................................................................................... (2.8)

    EC = T C tan 1 / 4 ∆ ……………………………………………………... (2.9)

    LC = 0,01745 ∆ R C ……………………………………………………………………………. .(2.10)

    dengan:

    R = Jari – jari lengkung minimum (m)

    = Sudut perpotongan ( ° )

    Ec = Jarak PI ke lengkung peralihan (m)

    Lc = Panjang bagian tikungan (m)Tc = Jarak antara TC dan PI (m)

    untuk lebih jelasnya lengkung horizontal tipe full circle dapat dilihat pada

    gambar 2.1 berikut :

    β

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    16/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 11

    Yogi Permana (1204101010046)

    CTM

    RcRc

    Q

    Ec

    Lc

    B

    TC

    TC

    12 B

    12 B

    Gambar 2.1. Lengkung Busur Lingkaran Sederhana

    b. Spiral Circle Spiral

    θs = ……………………………………………………… .......(2.11)

    θc = ∆ - 2 θs ...........................................................................................(2.12)

    Lc = Rcc

    πθ 2360 0

    …………………………………………………….. .....(2.13)

    L = Lc + 2Ls ..................................................................................(2.14)

    p = )cos1(6

    2

    s Rc Rc

    Lsθ …………………………………………. ......(2.15)

    k = s Rc Rc

    Ls Ls θsin

    40 23

    ……………………………………….. .....(2.16)

    Ts = (Rc + p) tan ½ β + k ...............................................................(2.17)

    Es = Rc p Rc β2 / 1sec)( ……………………………………… ....(2.18)

    dengan:

    Rc = jari – jari lengkung yang direncanakan (m)

    θs = sudut putar

    Rc Ls

    .90.

    π

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    17/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 12

    Yogi Permana (1204101010046)

    12 B

    12 B

    Ts

    CS

    B

    Lc

    Es

    Q

    Rc Rc

    TS

    SC

    LsØc

    Øs Øs

    Lsp' p'

    ST

    k

    Es = jarak PI ke lengkung peralihan (m)

    Ls = panjang lengkung spiral (m)

    Lc = panjang lengkung circle (m)

    β = sudut perpotongan ( ° )

    untuk lebih jelasnya lengkung horizontal tipe spiral-circle-spiral dapat

    dilihat pada gambar 2.2 berikut :

    Gambar 2.2. Lengkung Spiral-Lingkaran – Spiral Simetris.

    2.2.3 Alinyemen vertikal

    Berdasarkan Sukirman (1999), untuk perhitungan aliyemen vertikal

    digunakan rumus-rumus sebagai berikut :

    a. Lengkung vertikal cembung

    A = g1- g2 .................................................................. …… ............... ….(2.26)

    Ev =800

    AxLv………………………………………... …………….... ......(2.27)

    Lv diambil berdasarkan gambar pada lampiran A.1, dengan:

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    18/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 13

    Yogi Permana (1204101010046)

    Ev = Pergeseran vertikal dari titik PPV ke bagian lengkung

    g1 = aljabar kelandaian lintasan pertama

    g2 = aljabar kelandaian lintasan kedua

    A = perbedaan aljabar kelandaian (%)

    Lv = panjang lengkung (m)

    b. Lengkung vertikal cekung

    Rumus-rumus yang digunakan sama dengan lengkung vertikal cembung,

    namun pada saat penentuan Lv digunakan gambar pada lampiran A.2.

    2.2.4 Jarak pandangan

    Kemungkinan untuk melihat kedepan adalah faktor dalam suatu operasi di

    jalan agar tercapai keadaan yang aman dan efisien, untuk itu harus diadakan jarak

    pandang yang cukup panjang sehingga pengemudi dapat memilih kecepatan dari

    kendaraan dan tidak menghambat barang tak terduga diatas jalan. Demikian pula

    untuk jalan dua jalur yang memungkinkan pengendara berjalan diatas jalurberlawanan untuk menyiap kendaraan dengan aman.Jarak pandangan ini untuk

    keperluan perencanaan dibedakan atas:

    a. Jarak pandangan henti

    Jarak ini minimum harus dipenuhi oleh setiap pengemudi untuk menghentikan

    kendaraan yang sedang berjalan setelah melihat adanya rintangan di depannya.

    Jarak ini merupakan jumlah dua jarak dari:- Jarak yang ditempuh dari saat melihat benda sampai mengijak rem

    - Jarak untuk berhenti setelah mengijak rem

    Pada saat pengemudi mengambil keputusan untuk menginjak rem, maka

    pengemudi membutuhkan waktu sampai dia menginjak pada rem. Rata-rata

    pengmudi membutuhkan waktu 0,5 detik, kadangkala ada pula yang membutuhkan

    waktu 1 detik. Untuk perencanaan diambil waktu 1 detik, sehingga total waktu yang

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    19/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 14

    Yogi Permana (1204101010046)

    dibutuhkan dari saat melihat rintangan sampai menginjak pedal rem, disebut sebagai

    waktu reakasi adalah 2,5 detik, oleh karena itu dalam perencanaan diambil waktu

    reaksi (t=2,5) detik. Jarak tempuh selama waktu tersebut adalah sebesar d 1, rumus

    perhitungan jarak pandang dapat dilihat sebagai berikut:

    d1 = kecepatan x waktu

    d1 = v x t

    jika :

    d1 = jarak dari saat melihat rintangan sampai menginjak pedal

    v = kecepatan km/jam

    t = waktu reaksi = 2,5 detik

    maka :

    d1 = 0,278 v t ………………… .....….(2.28)

    Jarak mengerem (d 2) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan dari

    menginjak pedal rem sampai kendaraan itu berhenti. Jarak pengereman dipengaruhi

    oleh faktor ban, sistim pengereman itu sendiri, kondisi muka jalan, dan kondisi

    permukaan jalan. Pada sistim pengereman kendaraan, terdapat beberapa kendaraan,

    terdapat beberapa kendaraan yaitu menurunnya putaran roda dan gesekan antara ban

    dan permukaan jalan akibat terkuncinya roda. Untuk perencanaan hanya

    diperhitungkan akibat adanya gesekan antara ban dan muka jalan. Dari buku Silvia

    sukirman hal 52, jarak mengerem dapat dirumuskan sebagai berikut:

    d 2 = fmv

    254

    2

    ..................................(2.29)

    keterangan :

    f m = koefisien gesekan antara ban dan muka jalan dalam arah memanjang jalan

    d 2 = jarak mengerem, m

    V = kecepatan kendaraan, km/jam

    g = 9,81 m/det 2

    G = berat kendaraan, ton

    Dari kedua rumus diatas maka jarak pandang minimum dapat dirumuskan

    sebagai berikut:

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    20/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 15

    Yogi Permana (1204101010046)

    d = d 1 + d 2 .....................................(2.30)

    Jarak pandang henti minimum juga sangat dipengaruhi oleh kelandaian.

    Jalan-jalan yang mempunyai kelandaian harga berat kendaraan sejajar permukaan

    jalan, yang memberikan pengaruh cukup berarti pada penentuan jarak mengerem.

    Pada jalan-jalan menurun jarak mengerem akan bertambah panjang, sedangkan untuk

    jalan-jalan mendaki jarak mengerem akan bertambah pendek. ( Silvia : 56 )

    merumuskan sebagai berikut:

    G fm d 2 G L d 2 = 1/2 2vgG

    Dengan demikian rumus diatas akan menjadi:

    d = 0,278 V t + L f

    v254

    2

    ........................................(2.31)

    dimana:

    L = besarnya landai jalan dalam desimal

    + = untuk pendakian

    - = umtuk penurunan

    b. Jarak pandangan menyiap

    Jarak pandangan menyiap adalah jarak yang dibutuhkan untuk menyusul

    kendaraan lain yang dipergunakan hanya pada jalan 2 jalur. Besarnya jarak pandang

    menyiap minimum dapat dilihat dalam daftar II PPGRJ No. 13/1970.

    Jarak pandang diukur dari ketinggian mata pengemudi kepuncak penghalang.

    Untuk jarak pandang henti ketinggian mata pengemudi adalah 125 cm dan ketinggian

    penghalang adalah 10 cm, sedang untuk jarak pandang menyiap ketinggian mata

    pengemudi adalah 125 cm dan ketinggian penhalang 125 cm.

    Pada umumnya untuk jalan 2 lajur 2 arah kendaraan dengan kecepatan tinggi

    sering mendahului kendaraan lain dengan kecepatan yang lebih rendah sehingga

    pengemudi tetap mempertahankan kecepatan sesuai dengan yang diinginkan.

    Gerakan menyiap dilakukan dengan mengambil lajur jalan yang diperuntukan untuk

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    21/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 16

    Yogi Permana (1204101010046)

    kendaraan dari arah yang berlawanan. Jarak yang dibutuhkan pengemudi sehingga

    dapat melakukan gerakan menyiap dengan aman dan dapat melihat kendaraan dari

    arah depan dengan bebas dinamakan jarak pandang menyiap. (Silvia : 60)

    merumuskan, untuk jarak pandang menyiap standar adalah sebagai berikut:

    d = d 1 + d 2 + d 3 + d 4 .................................(2.32)

    dimana:

    d 1 = 0,278 t 1

    21t amv .................................(2.33)

    keterangan:

    d 1 = Jarak yang ditempuh kendaraan yang hendak menyiap selama waktu reaksi

    dan waktu membawa kendaraannya yang hendak membelok ke lajur kanan.

    t 1 = Waktu reaksi, yang besarnya tergantung dari kecepatan yang dapat ditentukan

    dengan korelasi t 1 = 2,12 + 0,026 V.

    m = Perbedaan kecepatan antara kendaraan yang menyiap dan yang disiap

    m = 15 km/jam.V = Kecepatan rata-rata yang kendaraan yang menyiap, dalam perhitungan dapat

    diaanggap sama dengan kecepatan rencana km/jam.

    a = Percepatan rata-rata yang besarnya tergantung dari kecepatan rata-rata

    kendaraan yang menyiap yang dapat ditentukan dengan menggunakan

    korelasi a = 2,052 + 0,0036 V

    d 2 = 0,278 v t 2 .................................(2.34)

    dimana:

    d2 = jarak yang di tempuh selama kendaraan yang menyiap berada pada jalur

    kanan.

    t2 = waktu dimana kendaraan yang menyiap berada pada lajur kanan yang dapat

    ditentukan dengan mempergunakan korelasi t 2 = 6,56 + 0,048 V

    d3 = diambil 30 – 100 meter

    d4 = 2/3 d 2

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    22/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 17

    Yogi Permana (1204101010046)

    Didalam perencanaan seringkali kondisi jarak pandangan menyiap standar ini

    terbatasi oleh kekurangan biaya, sehingga jarak pandangan menyiap yang

    dipergunakan dapat mempergunakan jarak pandangan menyiap minimum (d min).

    d minimum =32

    d 2 + d 3 + d 4 .................................(2.35)

    c. Jarak pandangan pada lengkung horizontal

    Jarak pandangan pengemudi kendaraan yang bergerak pada lajur tepi

    sebelah dalam seringkali dihalangi oleh gedung-gedung, hutan-hutan kayu, tebing

    galian dan lain sebagainya. Demi menjaga keamanan pemakai jalan, panjang

    sepanjang jarak pandangan henti minimum harus terpenuhi sepanjang lengkung

    horizontal, dengan demikian terdapat batas minimum jarak antara sumbu lajur

    sebelah dalam dengan penghalang (m).

    Penentuan batas minimum jarak antara sumbu lajur sebelah dalam

    kepenghalang ditentukan berdasarkan kondisi dimana jarak pandangan berada

    didalam lengkung. Atau jarak pandangan lebih kecil dari lengkung horizontal. ( Silvia

    : 148 ) merumuskan untuk perhitungan jarak pandangan pada lengkung horizontal

    berdasarkan gambar 2.3 sebagai berikut :

    Gambar 2.4. Jarak Pandangan pada Lengkung Horizontal untuk S < L

    S

    O

    Ø

    R'R' R'

    R'

    mBA

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    23/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 18

    Yogi Permana (1204101010046)

    Garis AB = garis pandangan

    Lengkung AB = jarak pandangan

    m = jarak dari penghalang ke lajur sebelah dalam (m)

    φ = setengah sudut pusat lengkung sepanjang L

    S = jarak pandangan (m)

    R' = radius sumbu lajur sebelah dalam (m)

    m = R' - R' cos φ

    m = R' (1 - cos φ ) ......................................(2.36)

    S = '23602 R πφ

    S =90

    ' Rφπ......................................(2.37)

    φ =5039,1432

    90'

    90 S DS D R

    S π

    φ ='

    65,28'

    90 R

    S R

    S π

    ......................................(2.38)

    m = R' (1 - cos φ )

    m =

    50cos1

    39,1432 S D D

    m =

    '65,28

    cos1' R

    S R ...........................................(2.39)

    d. Jarak pandangan pada lengkung vertikal cembung(Silvia : 164) Bentuk lengkung vertikal yang diuraikan terdahulu, berlaku

    untuk lengkung vertikal cekung. Hanya saja untuk masing-masing lengkung terdapat

    batasan-batasan yang berhubungan dengan jarak pandangan. Pada lengkung vertikal

    cembung, pembatasan berdasarkan jarak pandangan yang dapat dibedakan atas dua

    keadaan yaitu :

    1. jarak pandangan berada seluruhnya dalam daerah lengkung (SL)

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    24/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 19

    Yogi Permana (1204101010046)

    1) Lengkung vertikal cembung dengan (S

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    25/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 20

    Yogi Permana (1204101010046)

    PTVPLV

    Eg 1 %

    APPV

    E

    m 1S

    L

    h 1

    h 2

    g 2 %

    C

    s

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    26/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 21

    Yogi Permana (1204101010046)

    PTVPLV

    Eg 1 %

    APPV

    E mL

    S

    h 1

    h 2

    g 2 %

    Diasumsikan titik PPV berada dibawah bangunan.

    E m

    LS

    2

    E =800

    L A

    L Am

    LS

    8002

    L =m

    AS 800

    2

    dan m = L AS

    800

    2

    \

    Jika jarak bebas dari bagian bawah bangunan atas kejalan adalah C, maka:

    m =2

    21 hhC

    280021

    2 hhC

    L AS

    L =)(400)800( 21

    2

    hhC AS

    ...........................................(2.44)

    Jika 1h = 1,80 m, 1h = 0,50 m, dan C = 5,50 m, maka persamaan diatas

    menjadi :

    L =3480

    2S A...........................................(2.45)

    2) Lengkung vertikal cekung dengan (S>L)

    Untuk lengkung vertikal cekung (S>L) dapat digambarkan sebagai berikut:

    Gambar 2.7. Jarak Pandangan pada Lengkung Vertikal Cekung (S > L).

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    27/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 22

    Yogi Permana (1204101010046)

    Diasumsikan titik PPV berada dibawah bangunan.

    E m E

    LS

    2 E m

    LS

    221

    E =800

    L Am =

    221 hhC

    L = 2 S - A

    hhC )(400)800( 21 ...........................................(2.46)

    Jika 1h = 1,80 m, 1h = 0,50 m, dan C = 5,50 m, maka persamaan diatas

    menjadi :

    L = 2 S - A

    3480......................................(2.47)

    2.2.5 Pelebaran perkerasan pada lengkung horizontal

    Elemen – elemen pelebaran perkerasan tikungan terdiri dari :

    a. Off Tracking (U)b. Kesukaran mengemudi di tikungan (Z)

    Adapun rumus yang digunakan dalam perhitunagn pelebaran perkerasan

    (Silvia Sukirman : 145) adalah ;

    22

    22

    21

    A pb A p Rc B …………………. ......(2.48)

    Untuk ukuran kendaran rencana Truk adalah :

    p = jarak antar gandar = 6,5 m

    A= tonjolan depan kendaran = 1,5 m

    b = lebar kendaran = 2,5 m

    Sehingga :

    25,1646425,164 222 Rc Rc B …………......... ......(2.49)

    R

    V Z

    105,0 ……………………………………………………....….. .....(2.50)

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    28/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 23

    Yogi Permana (1204101010046)

    Bt = n.(B+C)+Z……………………………………………….....…... .....(2.51)

    ∆b = Bt – Bn………………………………………………….....…… .....(2.52)

    Keterangan :

    Rc = radius lajur sebelah dalam – ½ lebar perkerasan +1/2 b.

    Z = lebar tambahan akibat kesukaran mengemudi di tikungan

    V = kecepatan, km/jam

    R = radius lengkung,m

    B =lebar perkerasan yang ditempati satu kendaraan di tikungan pada lajur

    sebelah dalam.

    C = lebar kebebasan samping d kiri dan kanan kendaran

    Bn =lebar total perkerasan pada bagian lurus

    Bt =lebar total perkerasan di tikungan

    ∆b =tambahan lebar perkerasan di tikungan

    2.2.6 Galian (cut) dan timbunan (fill)

    Rumus-rumus yang digunakan adalah rumus-rumus luas segitiga, segiempat,

    trapesium dan untuk keadaan tertentu dipakai rumus interpolasi serta untuk

    perhitungan volume digunakan rumus kubus dan kerucut.

    a. Luas segiempat

    A = P x L

    dengan:

    A = luas segiempat (m2

    )P = panjang (m)

    L = lebar (m)

    b. Luas segitiga

    A = ½ a x t

    dengan:

    A = luas segitiga (m 2)

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    29/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 24

    Yogi Permana (1204101010046)

    a = panjang sisi alas (m)

    t = panjang sisi tegak (m)

    c. Luas trapesium

    A = ½ (a + b) x t

    dengan:

    A = luas segitiga (m 2)

    a = panjang sisi atas (m)

    b = panjang sisi bawah (m)

    t = panjang sisi tegak (m)

    d. Interpolasi

    Nilai interpolasi merupakan perbandingan segitiga, Seperti diperlihatkan pada

    gambar 2.8 di bwah ini :

    Ti mbunan

    Gambar 2.8. Interpolasi Nilai x pada Galian dan Timbunan.

    a : b = (L-x) : x

    ax = b. L – b . x

    ax + bx = b. L

    (a + b)x = b. L

    x =ba

    bxL ………………………… .......................................(2.53)

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    30/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 25

    Yogi Permana (1204101010046)

    2.2.7 Stationing (STA)

    Stationing adalah pemberian nomor pada interval-interval tertentu dimulai dari titik

    awal pekerjaan (Sukirman,1999). Seperti yang dipelihatkan pada gambar 2.9 berikut

    :

    Gambar 2.9. Perhitungan Stationing.

    Sta TC = Sta titik A + d 1 – T

    Sta CT = d 1 + T

    Sta TS = Sta CT + (d 2 – T – Ts)

    Sta SC = Sta TS + Ls

    Sta ST = d 2 + Ts

    Sta CS = Sta ST – Ls

    A

    TT

    d 1

    TC

    Lc CT

    d 2

    TS SC

    CSST

    Ts

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    31/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 26

    YOGI PERMANA (1204101010046)26

    BAB III

    PENCARIAN TRASE

    3.1 Perencanaan Trase

    Perencanaan trase dilakukan berdasarkan keadaan topografi. Topografi

    merupakan bentuk permukaan tanah asli yang digambarkan secara grafis pada

    bidang kertas kerja dalam bentuk garis-garis yang sering disebut transis. Garis-

    garis transisi ini digambarkan pada setiap kenaikan atau penurunan 1 meter.

    Pemilihan lintasan trase yang menguntungkan dari sudut biaya adalah

    pemilihan trase yang menyusuri atau sejajar garis transis. Namun demikian

    pemilihan trase seperti tersebut diatas sulit dipertahankan apabila medan yang

    dihadapi merupakan medan berat, yaitu medan yang terdiri dari pegunungan dan

    lembah-lembah dengan luas pengukuran topografi yang relative sempit.

    Pada perencanaan trase dengan mempertimbangkan volume pekerjaan

    tanah, dilakukan berdasarkan posisi garis-garis transis relative mengikuti arah

    memanjang pengukuran peta topografi, maka perencanaan trase relativemenyusuri garis transis tersebut. Sebaliknya apabila posisi garis-garis transis

    relative melintang dari arah memanjang pengukuran peta topografi dalam jumlah

    yang banyak serta jarak yang rapat, maka pemilihan trase dilakukan dengan cara

    memotong garis-garis tersebut.

    Untuk menentukan posisi titik awal, titik akhir, dan panjang trase

    dilakukan dengan system koordinat stasiun, yaitu berdasarkan letak titik yang

    ditinjau terhadap koordinat peta topografi yang berskala 1 : 2000.Dalam perencanaan ini, pencarian trase dilakukan dengan cara coba-coba

    dengan memperhatikan batasan-batasan yang telah ditetapkan, dalam tugas ini

    yaitu memiliki sekurang-kurangnya tiga tikungan.

    Peta topografi yang ditentukan pada tugas rancangan ini merupakan:

    1. Keadaan gunung

    2. Beda tinggi antara dua garis transis adalah 1 meter.

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    32/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 27

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    Langkah awal dari pencarian trase dimulai dengan cara menarik garis

    rencana yang agak sejajar dengan garis contour supaya diperoleh kelandaian yang

    kecil, Menurut Bina Marga kelandaian maksimal 10%. Selanjutnya juga

    diperhatikan jumlah tikungan serta jarak lintasan yang diperoleh. Setelah

    diperoleh lintasan dengan berbagai kriteria diatas, perlu diperhatikan lagi volume

    cut dan fill yang terjadi. Dalam hal ini disarankan agar penimbunan tidak

    dilakukan pada tanjakan dan tidak lebih dari 4 meter. Pemilihan yang terakhir

    didasarkan pada kelandaian, tanjakan, jumlah tikungan, jarak tempuh, dan volume

    cut dan fill. Diusahakan agar pemilihan dapat seekonomis mungkin.

    3.2 Alasan Pemilihan Trase

    Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa trase yang dipilih hendaknya

    memenuhi syarat-syarat di atas. Berdasarkan pemilihan trase ini dapat

    disimpulkan bahwa untuk memilih trase yang lebih ekonomis tidak dapat hanya

    berpedoman pada panjangnya trase. Trase terpendek belum tentu merupakan yang

    paling ekonomis. Berdasarkan pertimbangan tersebut, dipilih trase rencana dengan

    medan yang relatif tidak memerlukan pekerjaan tanah yang besar dan jarak yangtidak terlalu panjang. Pemilihan trase didasarkan pada trial dan error.

    3.3 Perhitungan Trase

    Trase jalan dari titik Y ke titik P seperti di peta transis:

    1. Titik Y (x = 788102; y =671531) ke titik PI 1 (x = 788503; y = 671783)2. Titik PI 1 (x = 788503; y = 671783) ke titik PI 2( x = 788953; y = 671600)

    3. Titik PI 2( x = 788953; y = 671600)ke titik PI 3 ( x = 789200; y = 671400)

    4. Titik PI 3(x = 789200; y = 671400)ke titik P ( x =789400; y = 671155)

    Perhitungan jarak antara titik potong :

    Titik Ykoordinat x = 788102 ; y = 671531

    Titik PI 1 koordinat x = 788503 ; y = 671783

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    33/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 28

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    Titik PI 2 koordinat x = 788953 ; y = 671600

    Titik PI 3 koordinat x = 789200 ; y = 671400

    Titik P koordinat x = 789400 ; y = 671155

    Jarak antara titik potong ini dapat dihitung dengan menggunakan

    persamaan sebagai berikut:

    d Y – PI1 = 212

    1 )()( yY yPI xY xPI

    = 22 )671531671783()788102788503(

    = 473,61 m

    d PI 1 – PI2= 2122

    12 )()( yPI yPI xPI xPI

    = 22 )671783671600()788503788953(

    = 485,79 m

    d PI 2 – PI3= 2232

    23 )()( yPI yPI xPI xPI

    = 22 )671600671400()788953789200(

    = 317,82 m

    d PI 3 – P = 232

    3 )()( yPI yP xPI xP

    = 22 )671400671155()789200789400(

    = 316,27 m

    Sudut Azimut masing – masing titik perpotongan

    Sudut azimut ini dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.2 sebagaiberikut:

    Sudut Azimut = arc tan y x

    Δ PI 1 =)()(

    arctan)()(

    arctan1

    1

    12

    12

    yY yPI

    xY xPI

    yPI yPI

    xPI xPI

    =)671531671783()788102788503(

    arctan)671783671600()788503788953(

    arctan

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    34/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 29

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    = 54,28 ˚

    = 54 ˚ 16 ’ 48”

    Δ PI 2 =)(

    )(arctan

    )(

    )(arctan

    12

    12

    23

    23

    yPI yPI

    xPI xPI

    yPI yPI

    xPI xPI

    =)671783671600()788503788953(

    arctan)671600671400()789953789200(

    arctan

    = 16,87 ˚= 16 ˚ 52 ’ 12”

    Δ PI 3 =)(

    )(arctan

    )(

    )(arctan

    23

    23

    3

    3

    yPI yPI

    xPI xPI

    yPI yP

    xPI xP

    = )671600671400()788953789200(

    arctan)671400671155()789200789400(

    arctan

    = 11,78 ˚= 11 ˚ 46 ’ 48”

    Menentukan kemiringan jalan

    Kemiringan jalan ini dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.3

    sebagai berikut:

    i = %100 x I h

    Dimana :

    h = beda tinggi permukaan jalan

    I = jarak antara 2 (dua) titik

    a. Kemiringan lintasan Y- PI 1

    Elevasi muka tanah Y : 206

    Elevasi muka tanah PI 1 : 210

    Jarak titik Y – PI1 : 473,61 m

    i (Y – PI1) = 100473,61

    206210 x % = 0,84 % (+) < 10 % (aman)

    b. Kemiringan lintasan PI 1 – PI2

    Elevasi muka tanah PI 1 : 210

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    35/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 30

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    Elevasi muka tanah PI 2 : 207

    Jarak titik PI 1 – PI2 : 485,79 m

    i (PI1 – PI

    2) = 100

    485,79

    210207 x % = 0,62% (-) < 10 % (aman)

    c. Kemiringan lintasan PI 2 - PI 3

    Elevasi muka tanah PI 2 : 207

    Elevasi muka tanah PI 3 : 202,5

    Jarak titik PI 2 – PI3 : 317,82 m

    i (PI 2 – PI3) = 100317,82

    2075,202 x % = 1,428% (-) < 10 % (aman)

    d. Kemiringan lintasan PI 3-P

    Elevasi muka tanah PI 3 : 200,5

    Elevasi muka tanah P : 202,5

    Jarak titik PI 3 – P : 316,27 m

    i (PI 3 – P) = 100316,27

    5,2005,202 x % = 0,617 % (-) < 10 % (aman)

    SEMA LINTASAN TRASE

    Y

    PI 1

    P

    PI 2

    PI 3

    I = 0, 8

    4 %

    I = - 0 ,6 2 %

    I = - 1 ,4 3 %

    I = - 0 , 6 2 %

    PETA TOPOGRAFI DAN KEMIRINGAN TITIK LINTASAN

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    36/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 31

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    Dari nilai tanjakan dan penurunan yang diperoleh, kelihatan bahwa lintasan

    memenuhi syarat. Namun masih harus di cek beberapa titik kritis diantara titik

    lintasan tersebut:

    Menentukan titik kritis

    Titik K1

    Elevasi muka tanah = 207

    Elevasi muka jalan = 206 + (0,0084 40)

    = 206,336 m

    Dengan demikian ada galian sebesar = 206,336 - 207

    = 0,664 m (-) < 8 m, aman

    Titik K2

    Elevasi muka tanah = 208

    Elevasi muka jalan = 206 + (0,0084 80)

    = 206,672 m

    Dengan demikian ada galian sebesar = 206,672 - 208

    = 1,328 m (-) < 8 m, aman

    Titik K3

    Elevasi muka tanah = 209Elevasi muka jalan = 206 + (0,0084 120)

    = 207,008 m

    Dengan demikian ada galian sebesar = 207,008 - 209

    = 1,192 m (-) < 8 m, aman

    Titik K4

    Elevasi muka tanah = 210

    Elevasi muka jalan = 206 + (0,0084

    168)= 207,441 m

    Dengan demikian ada galian sebesar = 207,441 - 210

    = 2,589 m (-) < 8 m, aman

    Titik K5

    Elevasi muka tanah = 211

    Elevasi muka jalan = 206 + (0,0084 246)

    = 208,067 m

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    37/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 32

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    Dengan demikian ada galian sebesar = 208,067 - 211

    = 2,934 m (-) < 8 m, aman

    Titik K6

    Elevasi muka tanah = 211

    Elevasi muka jalan = 206 + (0,0084 336)

    = 208,822 m

    Dengan demikian ada galian sebesar = 208,822- 211

    = 2,172 m (-) < 8 m, aman

    Titik K7

    Elevasi muka tanah = 210

    Elevasi muka jalan = 210 - (0,0062 213)

    = 208,685 m

    Dengan demikian ada galian sebesar = 208,685 - 210

    = 1,315 m (-) < 8 m, aman

    Titik K8

    Elevasi muka tanah = 209

    Elevasi muka jalan = 210 - (0,0062 301)

    = 208,141 mDengan demikian ada galian sebesar = 208,141 - 209

    = 0,859m (-) < 8 m, aman

    Titik K9

    Elevasi muka tanah = 208

    Elevasi muka jalan = 210 - (0,0062 394)

    = 207,567 m

    Dengan demikian ada galian sebesar = 207,567 - 208= 0,433 m (-) < 8 m, aman

    Titik K10

    Elevasi muka tanah = 206

    Elevasi muka jalan = 207 - (0,0142 61)

    = 206,136 m

    Dengan demikian ada timbunan sebesar = 206,136 - 206

    = 0,136 m < 4 m, aman

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    38/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 33

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    Titik K11

    Elevasi muka tanah = 205

    Elevasi muka jalan = 207 - (0,0142 136)

    = 205,074 m

    Dengan demikian ada timbunan sebesar = 205,074 - 205

    = 0,074 m < 4 m, aman

    Titik K12

    Elevasi muka tanah = 204

    Elevasi muka jalan = 207 - (0,0142 207)

    = 204,069 m

    Dengan demikian ada timbunan sebesar = 204,069 - 204

    = 0,069 m < 4 m, aman

    Titik K13

    Elevasi muka tanah = 203

    Elevasi muka jalan = 207 - (0,0142 282)

    = 203,007 m

    Dengan demikian ada timbunan sebesar = 203,007 - 203

    = 0,007 m < 4 m, aman

    Titik K14

    Elevasi muka tanah = 202

    Elevasi muka jalan = 202,5 - (0,0063 42)

    = 202,236 m

    Dengan demikian ada timbunan sebesar = 202,236 - 202

    = 0,236 m < 4 m, aman

    Titik K15

    Elevasi muka tanah = 201

    Elevasi muka jalan = 202,5 - (0,0063 227)

    = 201,072 m

    Dengan demikian ada timbunan sebesar = 201,072 - 201

    = 0,072 m < 4 m, aman

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    39/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 34

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    Tabel 3.1 Perhitungan titik kritis

    Pias Titik

    KritisJarak

    KemiringanElevasi (m) Kedalaman (m)

    cm m 206 Jalan Galian Timbunan

    Y-PI1 k1 2 40 0.845 207.000 206.338 0.662 0.000

    k2 3.95 79 0.845 208.000 206.667 1.333 0.000

    k3 6.4 128 0.845 209.000 207.081 1.919 0.000

    k4 8.4 168 0.845 210.000 207.419 2.581 0.000k5 12.3 246 0.845 211.000 208.078 2.922 0.000k6 16.8 336 0.845 211.000 208.838 2.162 0.000

    PI1-PI2

    k7 10.65 213 -0.618 210.000 208.685 1.315 0.000

    k8 15.05 301 -0.618 209.000 208.141 0.859 0.000

    k9 19.7 394 -0.618 208.000 207.567 0.433 0.000PI2-PI3

    k10 3.05 61 -1.416 206.000 206.136 0.000 0.136

    k11 6.8 136 -1.416 205.000 205.074 0.000 0.074

    k12 10.35 207 -1.416 204.000 204.069 0.000 0.069k13 14.1 282 -1.416 203.000 203.007 0.000 0.007

    PI3-P

    k14 2.1 42 -0.629 202.000 202.236 0.000 0.236

    k15 11.35 227 -0.629 201.000 201.072 0.000 0.072

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    40/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 35

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    BAB IV

    PERENCANAAN ALINYEMEN HORIZONTAL

    4.1 Alinyemen Horizontal

    Direncanakan pembuatan jalan kelas III untuk jalan penghubung .

    Peraturan Perencanaan Jalan Raya (PPGJR) N0.13/1970 standar geometrik adalah

    sebagai berikut:

    Klasifikasi Jalan : Kelas III

    Kecepatan Rencana : 60 km/jam

    Lebar perkerasan : 2 x 3,75 m

    Lebar Bahu jalan : 2 x 1,5 m

    Miring Melintang Jalan (Transversal) : 2 %

    Miring Melintang Bahu Jalan : 4 %

    Miring memanjang jalan (longitudinal) maksimal : 10 %

    Kemiringan Talud : 1 : 2

    Rmin =m

    f ev

    maksmaks

    04,112)153,01,0(127

    60)(127

    22

    Dmax =04,11239,143239,1432

    R=12,78 m

    f = - 0,00065 V + 0,192

    f = - 0,00065 (60) + 0,192

    f = 0,153

    Dari peta topografi, trase jalan yang direncanakan merupakam trase jalan

    alternative I yang terdapat tiga tikungan horizontal yaitu :

    1. Lengkung horizontal A : PI 1 = 54,276°

    2. Lengkung horizontal B : PI 2 = 16,868°

    3. Lengkung horizontal C : PI 3 = 11,777°

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    41/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 36

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    4.1.1 Lengkung horizontal I

    Menggunakan lengkung busur lingkaran dengan lengkung peralihan

    (Spiral-Circle-Spiral) seperti yang tertera pada bab I, perhitungan sebagai berikut:

    β = 54,276°

    V = 60 Km/Jam

    Direncanakan jari-jari Rc = 286 m

    Melalui tabel 4.7 (silvia : 113) diperoleh: e = 0,064 dan Ls = 50 m

    Besar Sudut Spiral

    008,5286905090

    ππθ

    R Ls

    s

    Besar pusat busur lingkaran

    sc θβθ 2

    = 54,276,° - (2 x 5,008°)

    = 44,263°

    Panjang lengkung circle

    946,2202862°360

    44,263°2°360

    ππθ Rcc Lc m

    L = Lc + 2 Ls

    = 220,946 + (2 50)

    = 320,946 m

    )cos1(6

    2

    s Rc Rc

    Ls p θ

    )008,5cos1(286286650 2

    p

    = 0,364 m

    s Rc Rc

    Ls LsK θsin

    40 23

    = 008,5sin28628640

    5050 2

    3

    = 24,993 m

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    42/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 37

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    Ts = ( Rc + P) tg 1/2 β + k

    = (286 + 0,364) tg ½ 54,276° + 24,993

    = 171,7893 m

    Es = (Rc + P) sec ½ β - Rc

    = (286 + 0,364) sec ½ 54,276° – 286

    = 35,7958 m

    Kontrol :

    L< 2 Ts

    320,946 m < (2 x 171,7893) m

    320,946 m < 343,5786 m ……………………(Benar)

    Landai relatif BM = [(0,02 + 0,039) x 3,75] / 50 = 0,00425

    Gambar 4.1 Lengkung Horizontal PI 1

    Es = 35,796 m

    Lc = 220,946 m

    ?=54,28°

    44,263°5.008°

    T S S C

    T S = 1 7 1, 7 8 9

    S T C S

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    43/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 38

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    Gambar 4.2 Diagram Superelevasi untuk Lengkung Horizontal PI 1

    Gambar 4.3. Landai Relatif untuk Lengkung Horizontal PI1

    TS SC STCS

    Ls = 50 M Lc = 220,946 Ls = 50 M

    E MAKS = 6.4%

    E MAKS = 6.4% 2 % 2 % 2 %

    2 % 2 %

    6 .4 % 0%

    6 .4 %

    2%

    6.4%

    2%

    3,75 m 3,75 m

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    44/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 39

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    4.1.2 Lengkung horizontal II (FC)

    Menggunakan tikungan jenis Full Circle dengan Rc = 716 m

    VR = 60 km/jam

    e max = 0,1

    β = 16,868°

    Lebar jalan = 2 3,75 m ; e max = 10 %

    Dari tabel 4.7 (Metode Bina Marga), didapat e = 0,029 dengan Ls = 50 m

    Tc = Rc tan β21

    Tc = 716 tan 16,868°21

    Tc = 106,177 m

    Ec = Tc tan β41

    Ec = 106,177 m tan 16,868°41

    Ec = 7,830 m

    Lc = 0,01745 β Rc

    Lc = 0,01745 16,868° 716

    Lc = 210,777 m

    Landai relatif =50

    )029,002,0)(75,3( = 0,0037

    / =

    / ( )=

    ,

    ,=

    ,

    50 (x + 2) = 183,75

    X = 1,675 %

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    45/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 40

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    Gambar 4.4 Lengkung Horizontal PI 2

    L c = 2 1 0 ,7 7 7 m

    1 6 , 8 7 °

    P I 2 1 0 6 , 1 8

    T C C T E c = 7 , 8 3

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    46/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 41

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    Gambar 4.5 Diagram Superelevasi untuk Lengkung Horizontal PI 2

    Gambar 4.6 Landai Relatif untuk Lengkung Horizontal PI2

    TC CT

    Ls = 50 M Lc = 210,777 m

    E MAKS = 2.9%

    2 % 2 %

    2 %

    2 % 1 ,67 5 %

    0%

    Ls = 50 M

    2 ,9 %

    2 ,9 %

    2 % 2 %

    2 %

    2 % 1 ,67 5 %

    0%2 ,9 %

    2 ,9 %

    14 Ls

    34 Ls

    2% 2%

    3,75 m 3,75 m

    2 ,9 %

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    47/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 42

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    4.1.3 Lengkung horizontal III (FC)

    Menggunakan tikungan jenis Full Circle dengan Rc = 955 m

    VR = 60 km/jam

    e max = 0,1

    β = 11,777°

    Lebar jalan = 2 3,75 m ; e max = 10 %

    Dari tabel 4.7 (Metode Bina Marga), didapat e = 0,023 dengan Ls = 50 m

    Tc = Rc tan β21

    Tc = 955 tan 11,777°21

    Tc = 98,521 m

    Ec = Tc tan β41

    Ec = 98,521 m tan 11,777°41

    Ec = 5,068 m

    Lc = 0,01745 β Rc

    Lc = 0,01745 11,777° 955

    Lc = 196,311 m

    Landai relatif =50

    )023,002,0)(75,3( = 0,0032

    / =

    / ( )=

    ,

    ,=

    ,

    50 (x + 2) = 161,25

    X = 1,225 %

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    48/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 43

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    Gambar 4.7 Lengkung Horizontal PI 3

    L c = 1 9 6 ,3 11 m

    1 1 , 78 °

    P I2 9 8 , 5 21

    T C C T Ec =5,07

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    49/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 44

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    Gambar 4.8 Diagram Superelevasi untuk Lengkung Horizontal PI 3

    Gambar 4.9 Landai Relatif untuk Lengkung Horizontal PI3

    TC CT

    Ls = 50 M Lc = 196,311 m

    E MAKS = 2.3%

    2 % 2 %

    2 %

    2 % 1 ,2 2 5 %

    0%

    Ls = 50 M

    2 ,9 %

    2 ,9 %

    2 % 2 %

    2 %

    2 % 1 ,2 2 5 %

    0%2 ,9 %

    2 ,9 %

    1

    4 Ls

    3

    4 Ls

    2% 2%

    3,75 m 3,75 m

    2 ,3 %

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    50/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 45

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    4.1.4 Perhitungan Stasioning Horizontal

    Dalam menghitung panjang horizontal, perlu dibuat piel-piel stasiun

    sehingga dengan panjang tikungan yang telah dihitung akan didapatkan panjang

    horizontal jalan.

    Lengkung Horizontal A (S-C-S)

    Dari perhitungan lengkung horizontal A diperoleh:

    STA PI 1 = STA Y + (d (Y- PI1) )

    = 0,000 + 473,61

    = 473,61 m atau 0+ 473,61 m

    STA TS 1 = STA PI 1 - (d (TS1) )

    = 473,61 – 171,7893

    = 301,8207 m atau 0+ 301,8207 m

    STA SC 1 = STA TS 1 + Ls

    = 301,8207 + 50

    = 361,8207 m atau 0+ 361,8207 m

    STA ST 1 = STA PI 1 + (d (TS1) )

    = 473,61 m + 171,7893 m= 645,3993 m atau 0+ 645,3993 m

    STA CS1 = STA ST 1 - Ls

    = 645,3993 m - 50 m

    = 595,3993 m atau 0+ 595,3993 m

    Lengkung Horizontal B (FC)

    Dari perhitungan lengkung horizontal A diperoleh:STA PI 2 = STA PI 1 + ( d (PI2) )

    = 473,61 m + 485,79

    = 959,40 m atau 0 + 959,40 m

    STA TC 2 = STA PI 2 - ( d (TC2) )

    = 959,40 m - 106,177 m

    = 853,223 m atau 0 + 853,223 m

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    51/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 46

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    STA CT 2 = STA PI 2 + ( d (TC2) )

    = 959,40 m + 106,177 m

    = 1.065,577 m atau 1 + 065,577 m

    Lengkung Horizontal C (FC)

    Dari perhitungan lengkung horizontal A diperoleh:

    STA PI 3 = STA PI 2 + ( d (PI3) )

    = 959,40 m + 317,82

    = 1.277,92 m atau 1 + 277,92 m

    STA TC 3 = STA PI 3 - ( d (TC3) )

    = 1.277,92 m – 98,521 m

    = 1.178,699 m atau 1 + 178,699 m

    STA CT 3 = STA PI 3 + ( d (TC3) )

    = 1.277,92 m + 98,521 m

    = 1.376,441 m atau 1 + 376,441 m

    Dari semua tikungan yang sudah dihitung, dimuat dalam suatu tabel sebagai

    berikut :

    PI 1 2 3

    STA 473,61 m 959,40 m 1277,92 mX 788503 788953 789200Y 671783 671600 671400Δ 54 17 12

    VR 60 km/jam 60 km/jam 60 km/jam

    Rc 286 m 716 m 955 mLs 50 m 50 m 50 mθs 5,008° - -θc 44,263° - -

    Ts 171,789 m - -Tc - 106,177 m 98,521 mEs 35,796 m - -Ec - 7,830 m 5,068 mLc 220,946 m 210,777 m 196,311 mL 320,946 m - -e 6,4% 2,9% 2,3%

    JenisLengkung SCS FC FC

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    52/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 47

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    BAB V

    PERENCANAAN ALINYEMEN VERTIKAL

    5.1 Perencanaan Alinyemen Vertikal

    Pergantian dari satu kelandaian ke kelandaian yang lain dilakukan dengan

    menggunakan lengkung vertikal. Lengkung vertikal tersebut direncanakan

    sedemikian rupa sehinggga memenuhi keamanan dan kenyamanan drainase.

    Jenis lengkung vertikal dilihat dari letak titik perpotongan kedua bagian

    lurus (tangen) adalah:

    1. Lengkung vertikal cekung, adalah lengkung dimana titik perpotongan antara

    kedua tangen berada di bawah permukaan jalan.

    2. Lengkung vertikal cembung, adalah lengkung dimana titik perpotongan

    antara kedua tangen berada di atas permukaan jalan yang bersangkutan.

    Dalam perencanaan alinyemen vertikal, diperoleh dua buah lengkung

    vertikal cekung dan satu buah lengkung vertikal cembung.

    5.1.1 Perhitungan kemiringan lintasan

    Titik Y ke PPV1

    g1 = jarak elevasiY elevasiPPV 1

    g1 = %21,25,257 2067,211

    Titik PPV1 ke PPV 2

    g2 = jarak elevasiPPV elevasiPPV 12

    g2 = %69,05,462

    7,2115,208

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    53/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 48

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    Titik PPV2 ke PPV 3

    g3 = jarak

    elevasiPPV elevasiPPV 23

    g3 = %37,0298

    5,2084,207

    Titik PPV3 ke PPV 4

    g4 = jarak

    elevasiPPV elevasiPPV 34

    g4 = %79,1402

    4,2072,200

    Titik PPV4 ke Titik P

    g5 = jarak

    elevasiPPV elevasiP

    g5 = %17,048,173

    2,2005,200

    5.1.2 Lengkung vertikal cembung I pada STA 0 + 257,5

    Gambar 5.1 Lengkung Vertikal Cembung I pada STA 0 + 257,5

    g1 = 2,21 %

    g2 = -0,69 %

    A = | g 1 - g2 | = 2,21 % – (-0,69) %

    = 2,90 %

    PLV PPV 1 PTVg1= 2.21 % g2= -0.69 %

    STA0 + 237,5

    STA0 + 257,5

    STA0 + 277,5

    10.00 10.00 10.00 10.00

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    54/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 49

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    Berdasarkan nilai A = 2,9 % dan V = 60 km/jam, dari grafik V PPMJR

    diperoleh Lv = 40 m.

    Ev = 800

    LvA

    800

    402,90= 0,145 m

    Posisi titik di lengkung vertikal cembung sta 0+257,5 m

    PLV 1 = PPV 1 – ½.Lv

    = (0 + 257,5) – 20

    = 0 + 237,5 m

    Titik antara PLV dan PPV

    = STA (0 + 257,5) + ¼ LV= (0 + 257,5) + ¼ (40)

    = 0 + 247,5m

    PPV = STA 0 + 257,5

    = 0 + 257,5 m

    Titik antara PPV dan PTV

    = STA (0 + 257,5) + ¼ LV

    = (0 +257,5) + ¼ (40)= 0 + 267,5m

    PTV = PPV + ½.Lv

    = (0 + 257,5) + 20

    = 0 + 277,5m

    Mencari elevasi sumbu jalan pada setiap Sta:

    Persamaan umum, lengkung vertikal : y =200LAx

    2

    Kedudukan titik di sepanjang lengkung vertikal dihitung sebagai

    berikut:

    PLV, Sta 0 + 237,5 : x = 0 ; y = 0

    Sta 0 + 247,5 : x = 10 ; y = 40200

    109.2 2

    0,036 m

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    55/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 50

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    PPV, Sta 0 +257,5 : x = 20 ; y = 40200

    209.2 2

    0,145 m

    Sta 0 + 267,5 : x = 10 ; y = 40200

    109.22

    0,036 m

    PTV, Sta 0 + 277,5 : x = 0 ; y = 0

    Elevasi sumbu jalan di lengkung vertikal cembung +211,7 m

    Elevasi sumbu jalan PLV = 211,7 - (g1 ½.Lv)

    = 211,7 - (0,0221 % 20) - 0

    = 211,258 m

    Elevasi sumbu jalan titik antara PLV dan PPV

    = 211,7 - (g1 ¼ Lv)

    = 211,7 - ( 0,0221 % 10) – (0,036)

    = 211,443 m

    Elevasi sumbu jalan PPV = 211,7 - Ev= 211,7 - 0,145

    = 211,555 m

    Elevasi sumbu jalan titik antara PPV dan PTV

    = 211,7 - (g 2 ¼ Lv)

    =211,7 - (0,0069 % 10) – (0,0036)

    = 211.595 m

    Elevasi sumbu jalan PTV = 211,7 - (g 2 ½.Lv)

    = 211,7 - (0,0069 % 20) - 0

    = 211,562 m

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    56/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 51

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    5.1.3 Lengkung vertikal cekung pada STA 0 + 720,00

    Gambar 5.2 Lengkung Vertikal Cekung STA 0 + 720

    g1 = -0,69 %

    g2 = -0,37 %

    A = | g 1 - g2 | = -0,69% - (-0,37%) = -0,32 %

    Berdasarkan nilai A = -0,32 % dan V = 60 km/jam, dari grafik V PPMJR

    diperoleh Lv = 40 m.

    Ev = 800

    LvA800

    4032,0 = 0,016 m

    Posisi titik di lengkung vertikal cekung sta 0 +720

    PLV = PPV – ½.Lv

    = (0 + 720) – 20

    = 0 + 700

    Titik antara PLV dan PPV

    = STA (0 + 720) - ¼ LV

    = (0 + 720) - ¼ (40)

    = 0 + 710

    PLV PPV 2 PTVg1= -0.69 % g2= -0.37 %

    STA0 + 700

    STA0 + 720

    STA0 + 740

    10.00 10.00 10.00 10.00

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    57/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 52

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    PPV = STA 0 + 720

    = 0 + 720

    Titik antara PPV dan PTV

    = STA (0 + 720) + ¼ LV

    = (0 + 720) + ¼ (40)

    = 0 + 730

    PTV = PPV + ½.Lv

    = (0 + 720) + 20

    = 0 + 740

    Mencari elevasi sumbu jalan pada setiap Sta:

    Persamaan umum, lengkung vertikal : y =200L

    Ax 2

    Kedudukan titik di sepanjang lengkung vertikal dihitung sebagai

    berikut:

    PLV, Sta 0 + 700 : x = 0 ; y = 0

    Sta 0 + 710 : x = 10 ; y = 40200

    1032,0 2

    0,004 m

    PPV, Sta 0 + 720 : x = 20 ; y = 40200

    2032,0 2

    0,016 m

    Sta 0 + 730 : x = 10 ; y =

    40200

    1032,0 2

    0,004 m

    PTV, Sta 0 + 740 : x = 0 ; y = 0

    Elevasi sumbu jalan di lengkung vertikal cekung +208,5

    Elevasi sumbu jalan PLV = 208,5 + (g 1 ½.Lv)

    = 208,5 + (0,0069 % 20) - 0

    = 208,638 m

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    58/96

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    59/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 54

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    g1 = -0,37 %

    g2 = -1,79 %

    A =| g 1 - g2 | = -0,37-(-1,79)

    = 1,42 %

    Berdasarkan nilai A = + 1,42 % dan V = 60 km/jam, dari grafik V PPMJR

    diperoleh Lv = 40 m.

    Ev = 800

    LvA800

    4042,1 = 0,071 m

    Posisi titik di lengkung vertikal cembung sta 1+018 PLV = PPV – ½.Lv

    = (1+018 ) – 20

    = 0+998

    Titik antara PLV dan PPV

    = STA ( 1+018 ) + ¼ LV

    = (1+018 + ¼ (40)= 1 + 008

    PPV = STA 1 + 018

    = 1 + 018

    Titik antara PPV dan PTV

    = STA (1+018) + ¼ LV

    = (1 + 018) + ¼ (40)

    = 1 + 028

    PTV = PPV + ½.Lv

    = (1 + 018) + 20

    = 1 + 038

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    60/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 55

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    Mencari elevasi sumbu jalan pada setiap Sta:

    Persamaan umum, lengkung vertikal : y =200L

    Ax 2

    Kedudukan titik di sepanjang lengkung vertikal dihitung sebagai

    berikut:

    PLV, Sta 0+998 : x = 0 ; y = 0

    Sta 1+008 : x = 10 ;y = m018,040200

    1042,1 2

    PPV, Sta 1 + 018 : x = 20 ; y =

    40200

    2042,1 2

    0,071 m

    Sta 1 + 028 : x = 10 ; y m018,040200

    1042,1 2

    PTV, Sta 1 + 038 : x = 0 ; y = 0

    Elevasi sumbu jalan di lengkung vertikal cembung +207,4

    Elevasi sumbu jalan PLV = 207,4 + (g 1 ½.Lv)

    = 207,4 + (0,0037 20) - 0

    = 207,474 m

    Elevasi sumbu jalan titik antara PLV dan PPV

    = 207,4 + (g 1 ¼ Lv)

    = 207,4 + ( 0,0037 10) – (-0,018)

    = 207,455 m

    Elevasi sumbu jalan PPV = 207,4 - Ev

    = 207,4 – 0,071

    = 207,329 m

    Elevasi sumbu jalan titik antara PPV dan PTV

    = 207,4 - (g 2 ¼ Lv)

    = 207,4 - (0,0179 10) +(0,018)

    = 207,239 m

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    61/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 56

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    Elevasi sumbu jalan PTV = 207,4 - (g 2 ½.Lv)

    = 207,4 - (0,0179 20) - 0

    = 207,042 m

    5.1.5 Lengkung vertikal cekung pada STA 1 + 420

    Gambar 5.4 Lengkung Vertikal Cekung STA 1 + 420

    g1 = -1,79 %

    g2 = +0,17 %

    A = | g 1 - g2 | = -1,79% - 0,17% = -1,96 %

    Berdasarkan nilai A = -1,96 % dan V = 60 km/jam, dari grafik V PPMJR

    diperoleh Lv = 40 m.

    Ev = 800

    LvA800

    4096,1 = 0,098 m

    Posisi titik di lengkung vertikal cekung sta 1 +420

    PLV = PPV – ½.Lv

    = (1 + 420) – 20

    = 1 + 400

    Titik antara PLV dan PPV

    = STA (1 + 420) + ¼ LV

    PLV PPV 4 PTVg1= -1.79 % g2= 0.17 %

    STA1 + 400

    STA1 + 420

    STA1 + 440

    10.00 10.00 10.00 10.00

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    62/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 57

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    = (1 + 420) - ¼ (40)

    = 1 + 410

    PPV = STA 1 + 420

    = 1 + 420

    Titik antara PPV dan PTV

    = STA (1 + 420) + ¼ LV

    = (1 + 420) + ¼ (40)

    = 1 + 430

    PTV = PPV + ½.Lv

    = (1 + 420) + 20

    = 1 + 440

    Mencari elevasi sumbu jalan pada setiap Sta:

    Persamaan umum, lengkung vertikal : y =200L

    Ax 2

    Kedudukan titik di sepanjang lengkung vertikal dihitung sebagai

    berikut:

    PLV, Sta 1 + 400 : x = 0 ; y = 0

    Sta 1 + 410 : x = 10 ; y = 40200

    1096,1 2

    0,025 m

    PPV, Sta 1 + 420 : x = 20 ; y =

    40200

    2096,1 2

    0,098 m

    Sta 1 + 430 : x = 10 ; y = 40200

    1096,1 2

    0,025 m

    PTV, Sta 1 + 440 : x = 0 ; y = 0

    Elevasi sumbu jalan di lengkung vertikal cekung +200,2

    Elevasi sumbu jalan PLV = 200,2 + (g 1 ½.Lv)

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    63/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 58

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    = 200,2 + (0,0179 20) - 0

    = 200,558 m

    Elevasi sumbu jalan titik antara PLV dan PPV

    = 200,2 + (g 1 ¼ Lv)

    = 200,2 + (0,0179 10) +(0,025)

    = 200,404 m

    Elevasi sumbu jalan PPV = 200,2 + Ev

    = 200,2 + (0,098)

    = 200,298 m

    Elevasi sumbu jalan titik antara PPV dan PTV

    = 200,2 + (g 2 ¼ Lv)

    = 200,2 + (0,0017 10) +(0,025)

    = 200,242 m

    Elevasi sumbu jalan PTV = 200,2 + (g 2 ½.Lv)

    = 200 + (0,0017 20) - 0

    =200,234 m

    Rekapitulasi alinyemen vertikalLengkungVertikal

    g1(%)

    g2(%)

    A(g1-g2)(%)

    V(km/jam)

    Lv(m)

    Ev(m)

    Cembung I 2.21 -0.69 2,90 60 40 0,145

    Cekung I -0.69 -0.37 -0.32 60 40 0,016Cembung II -0.37 1.79 1.42 60 40 0,071Cekung II -1.79 0.17 -1.62 60 40 0,081

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    64/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 59

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    5.2 Perhitungan Jarak Pandangan

    Jarak pandangan pada lengkung vertikal dapat ditentukan dengan

    menggunakan rumus-rumus yang diuraikan dalam perencanaan jalan ini, dari

    sketsa jalan diperoleh dua lengkung vertical cekung dan satu lengkung cembung.

    Oleh karena itu, perhitungan jarak pandangan dihitung berdasarkan jenis

    lengkung.

    5.2.1 Lengkung Vertikal Cembung I

    5.2.1.1 Jarak Pandangan Henti

    L =2

    2

    399S AC

    S A

    S = AC L

    S =9,2399

    40

    S = 0,186 m

    (S < L) berarti tidak memenuhi

    Maka direncanakan S >L ;

    = 2 − 399

    2 = 399

    +

    = 399 + ( . )

    2

    = 399 + (2,9 40)2 2,9S = 88,793 m > 40 m, berarti memenuhi (S > L)

    5.2.1.2 Jarak Pandangan Menyiap

    Jarak pandangan menyiap dapat ditentukan dengan menggunakan rumus

    2.43, perhitungan sebagai berikut:

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    65/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 60

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    L = 22

    960S AC

    S A

    S = AC

    L

    S =9,2960

    40

    S = 0,120 meter

    = 0,120 < L = 40 mBerarti tidak memenuhi (S < L)

    Maka direncanakan S >L ;

    = 2 − 960

    2 = 960

    +

    = 960 + ( . )

    2

    = 960 + (2,9 40)

    2 2,9S = 185,517 > 40 m, berarti memenuhi (S > L)

    5.2.2 Lengkung Vertikal Cekung I

    Jarak pandangan pada lengkung vertikal dapat ditentukan dengan

    menggunakan rumus 2.44, perhitungan sebagai berikut:

    Perencanaan S < L (L = 40 m), perhitungan sebagai berikut:

    = ×

    120 + 3,5AS 2= 120L + 3,5 SL

    0,32S 2 – 140S – 120 (40) = 0

    0,32 S 2 – 140S – 4800 = 0

    = − ± √ − 4

    2

    1 = − + √ − 4

    2 =

    −(−140) + (−140) − 4 (0,32)(−4800)

    2(0,32)

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    66/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 61

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    S 1 = 469,452 m

    2 = − − √ − 4

    2 = −(−140) − (−140) − 4 (0,32)(−4800)

    2(0,32)S 2 = 31,952 m

    (S < L) berarti tidak memenuhi

    Maka direncanakan S >L ;

    = 2 − 120 + 3,5

    = + 120 + 3,5

    22AS = AL + 120 + 3,5 S

    3,5 S - 2 x 0,32 S + 0,32 x 40 = 0

    3,5 S – 0,64 S +120+ 12,8 = 0

    2,86 S = 132,8

    S = 46,434 m > 40 m, berarti memenuhi (S > L)

    5.2.3 Lengkung Vertikal Cembung II

    5.2.3.1 Jarak Pandangan Henti

    L =2

    2

    399S AC

    S A

    S = AC L

    S =42,1399

    40

    S = 0,266 meter

    (S < L) berarti tidak memenuhi

    Maka direncanakan S >L ;

    = 2 − 399

    2 = 399

    +

    = 399 + ( . )

    2

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    67/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 62

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    = 399 + (1,42 40)

    2 1,42S = 160,493 m > 40 m, berarti memenuhi (S > L)

    5.2.3.2 Jarak Pandangan Menyiap

    Jarak pandangan menyiap dapat ditentukan dengan menggunakan rumus

    2.43, perhitungan sebagai berikut:

    L = 22

    960S AC

    S A

    S =

    AC

    L

    S =42,1960

    40

    S = 0,171 meter

    = 0,171 < L = 40 mBerarti tidak memenuhi (S < L)

    Maka direncanakan S >L ;

    = 2 − 960

    2 = 960

    +

    = 960 + ( . )

    2

    = 960 + (1,42 40)

    2 1,42S = 358,028 > 40 m, berarti memenuhi (S > L)

    5.2.4 Lengkung Vertikal Cekung II

    Jarak pandangan pada lengkung vertikal dapat ditentukan dengan

    menggunakan rumus 2.44, perhitungan sebagai berikut:

    Perencanaan S < L (L = 40 m), perhitungan sebagai berikut:

    = ×

    120 + 3,5

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    68/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 63

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    AS 2= 120L + 3,5 SL

    1,96S 2 – 140S – 120 (40) = 0

    1,96S 2 – 140S – 4800 = 0

    = − ± √ − 4

    2

    1 = − + √ − 4

    2 = −(−140) + (−140) − 4 (1,96)(−4800)

    2(1,96)S 1 = 96,743 m

    2 = − − √ − 4

    2 = −(−140) − (−140) − 4 (1,96)(−4800)

    2(1,96)

    S 2 = 25,314 m(S < L) berarti tidak memenuhi

    Maka direncanakan S >L ;

    = 2 − 120 + 3,5

    = + 120 + 3,5

    22AS = AL + 120 + 3,5 S3,5 S - 2 x 1,96 S + 120 + 1,96x40 = 0

    3,5 S – 3,92 S + 198,4 = 0

    0,42 S = 198,4

    S = 472,381 m > 40 m, berarti memenuhi (S > L)

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    69/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 64

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    Tabel 5.1 Koordinasi Stasioning Horizontal dan Vertikal

    Nomor Jalan (Sta) Panjang Horizontal Jalan

    STA Y 0 + 000 m

    STA PLV 1 0 + 237,5 m

    STA PPV 1 0 + 257,5 m

    STA PTV 1 0 + 277,5 m

    STA TS 1 0+301,8207 m

    STA SC 1 0+361,8207 m

    STA PI 1 0+473,61 m

    STA CS 1 0+595,3993 m

    STA TS 1 0+645,3993 m

    STA PLV 2 0 + 700 m

    STA PPV 2 0 + 720 m

    STA PTV 2 0 + 740 m

    STA TC 2 0+853,223 m

    STA PI 2 0+959,40 m

    STA PLV 3 0 + 998 m

    STA PPV 3 1 + 018 m

    STA PTV 3 1 + 038 m

    STA CT 2 1+065,577 m

    STA TC 3 1+178,699 m

    STA PI 3 1+277,92 m

    STA CT 3 1+376,441 m

    STA PLV 4 1 + 400 m

    STA PPV 4 1 + 420 m

    STA PTV 4 1 + 440 m

    STA P 1 + 593 m

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    70/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 65

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    BAB VI

    PERHITUNGAN GALIAN (CUT) DAN TIMBUNAN (FILL)

    Dari sketsa jalan, lampiran gambar halaman 1, dapat dilihat bagian jalan yang

    terletak pada bagian galian dan timbunan. Pada jalan yang terletak pada bagian

    umpamanya, bagian yang tersambung dapat dicari volumenya secara menyeluruh. Seperti

    bagian antara titik awal (B) dengan titik perpotongannya muka tanah dengan rencana

    lintasan jalan, dicari dulu luas – luas tampang melintang, volume adalah luas tampang

    dikalikan jarak antara kedua penampang, apabila diantarai oleh dua luas tampang yang

    tertentu maka harus dicari luas tampang melintang rata-rata dan dikalikan jarak antara

    kedua penampang yang bersangkutan.

    Lain halnya bila ruas yang harus dicari diantarai oleh dua tampang yang berbeda,

    yang satu galian dan yang satu timbunan. Maka harus dicari titik potong muka tanah

    dengan permukaan jalan, atau batas antara galian dan timbunan seperti pada gambar di

    bawah ini.(gambar 5.1)

    Gambar 5.1 batas antara galian dan timbunan

    a : b = ( L- x ) ( a+b) x = b.L

    ax = b.L - b.x x =ba

    bxL

    ax + bx = b.L

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    71/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 66

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    206,00

    205,925205,865I

    II

    204,865

    2 0 5 , 9

    9 3

    ( STA 0 + 000 )

    2 0 5 , 9

    9 2

    2 0 6 , 0

    0 7

    2 0 6 , 0

    0 6

    2 0 6 , 0

    0 4

    2 0 5 , 9

    9 6

    2 0 5 , 9

    9 4

    2 0 6 , 0 0 8

    IIIII

    IV V VI VII

    VIII

    3,751,5 3,75 1,510,5 0,999 0,5

    205,925 205,86 5

    204,865

    1 , 1

    2 1

    0,122

    1 , 1

    2 1

    0,066 0,081 0,134

    1 , 1

    3 5

    1 , 1

    2 8

    Dengan demikian dapat diketahui panjang bagian galian dan timbunan, sehingga

    dapat dicari volumenya.

    Penampang jalan yang direncanakan diperlihatkan pada Gambar 6.2 di bawah ini.

    12

    Gambar 5.2 Potongan melintang jalan

    Perencanaan:

    Lebar Jalan = 2 x 3.75 meter

    Kelandaian Perkerasan Jalan = 2%

    Lebar bahu jalan = 2 x 1.5 meter

    Kemiringan bahu Jalan = 4%Lebar talud = 0.5 meter

    Tinggi talud = 1 meter

    Kemiringan Talud = 1: 2

    6.1 Perhitungan Luas Tampang Galian dan Timbunan.

    STA 0 + 000Galian :

    I = 0.5 x 1.121 = 0.280 m 2

    2

    II = 1.121 x 0.5 = 0.561 m 2

    III = 1.121 + 0.122 x 0.5 = 0.311 m 2

    2

    IV = 0.122 + 0.066 x 1.5 = 0.141 m 2

    2

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    72/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 67

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    V = 0.066 x 3.75 = 0.124 m 2

    2

    VI = 0.081 x 3.75 = 0.152 m 2

    2

    VII =0.081 + 0.134

    x 1.5 = 0.161 m 22

    VIII = 0.134 + 1.135 x 0.5 = 0.317 m 2

    2

    IX = 1.135 + 1.128 x 0.5 = 0.566 m 2

    2

    X = 1.128 x 0.5 = 0.282 m 2

    2

    Luas total galian = 2.894 m 2

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    73/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 68

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    206,80

    206,725206,665I

    II

    205,665

    ( STA 0 + 040 )

    IVIII V V VI

    VII VIII

    3,751,5 3,75 1,510,5 0,999 0,5

    206,725 206,66 5

    205,665

    2 0 6 ,

    9 2 7 9

    2 0 6 ,

    9 2 0 7

    2 0 7 ,

    0 6 9 1

    2 0 7 ,

    0 5 8 1

    2 0 7 ,

    0 4 1 5

    2 0 6 , 9 5

    6 7

    2 0 6 ,

    9 3 9 4

    2 0 7 ,

    0 7 6 9

    2 0 7 .

    0 0

    1 , 2

    5 6

    1 , 2

    6 2

    0,268 0,227 0,316 0,388

    1 , 3

    9 2

    1 , 3

    9 7

    STA 0 + 40Galian :

    I =0.5 x 1.255 = 0.314 m 2

    2

    II =1.255 + 1.262 x 0.5 = 0.629 m 2

    2

    III =1.262 + 0.268 x 0.5 = 0.383 m 2

    2

    IV =0.268 + 0.227 x 1.5 = 0.371 m 2

    2

    V = 0.227 + 0.200 x 3.75 = 0.801 m 22

    VI =0.200 + 0.316 x 3.75 = 0.968 m 2

    2

    VII =0.316 + 0.388 x 1.5 = 0.528 m 2

    2

    VIII =0.388 + 1.392 x 0.5 = 0.445 m 2

    2

    IX =1.392 + 1.397

    x 0.5 = 0.697 m 22

    X =1.397 x 0.5

    = 0.349 m 22

    Luas total galian = 5.484 m 2

  • 8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf

    74/96

    P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 69

    YOGI PERMANA (1204101010046)

    207,60

    207,525207,465I

    II

    206,465

    ( STA 0 + 080 )

    IIIII IV V VI

    VII VIII

    3,751,5 3,75 1,510,5

    0,999

    0,5

    2 0 7 ,

    9 2 7 9

    2 0 7 , 9 1

    9 5

    2 0 8 , 0 6

    9 1

    2 0 8 , 0 5

    8 1

    2 0 8 , 0 4

    1 5

    2 0 7 , 9 5

    6 7

    2 0 7 , 9 3

    9 4

    2 0 8 , 0 7

    8 0

    2 0 8 . 0 0

    207,525 207,465

    206,465

    1 , 4

    5 6

    1 , 4

    6 2

    0,468 0,427 0,516

    0 , 5

    8 6

    1 , 5

    9 2

    1 , 5

    9 7

    STA 0 + 80Galian :

    I =0.5 x 1.456 = 0.364 m 2

    2

    II =1.456 + 1.462 x 0.5 = 0.730 m 2

    2

    III =1.462 + 0.468 x 0.5 = 0.483 m 2

    2

    IV =0.468 + 0.427 x 1.5 = 0.671 m 2

    2

    V = 0.427 + 0.400 x 3.75 = 1.551 m 22

    VI =0.400 + 0.516 x 3.75 =