perencanaan_jalan_raya.pdf
TRANSCRIPT
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
1/96
PERENCANAAN DAN PERKERASANMATERIAL JALAN RAYA
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-syarat KurikulumJurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Syiah Kuala
Dikerjakan Oleh:
Nama : Yogi PermanaNIM : 1204101010046Jurusan : Teknik Sipil
Dosen Pengasuh : Dr. Renny Anggraini, ST. M.EngNIP : 19710923 169702 2 001
JURUSAN TEKNIK SIPILFAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SYIAH KUALADARUSSALAM - BANDA ACEH
2015
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
2/96
KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONALUNIVERSITAS SYIAH KUALA
FAKULTAS TEKNIKJL. TGK. SYEKH ABDUL RAUF NO. 7 DARUSSALAM – BANDA ACEH 23111
TELP./FAX. (0651) 52222
LEMBAR PENILAIANPERENCANAAN DAN PENGUJIAN MATERIAL JALAN RAYA
Dikerjakan Oleh:
NAMA : YOGI PERMANA
NIM : 1204101010046
KEPADA MAHASISWA YANG BERSANGKUTAN
DIBERIKAN NILAI
(…….)
Disetujui Oleh:
Dosen Pembimbing,
Dr. Renny Anggraini, ST. M.EngNIP. 19710923 169702 2 001
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
3/96
iPerencanaan Jalan Raya I
Yogi Permana (1204101010046)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kesehatan, kesempatan dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas Perencanaan Jalan Raya I ini, yang merupakan salah satu
mata kuliah wajib pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Syiah
Kuala.
Dalam proses penyusunan laporan ini, penulis banyak mendapatkan
masukan-masukan dan bimbingan yang sangat bermanfaat dari berbagai pihak.
Karenanya, dalam kesempatan ini dengan segala ketulusan dan kerendahan hati
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu
Dr. Renny Anggraini, ST. M.Eng. yang telah meluangkan waktu untuk
membimbing dan memberikan saran-saran kepada penulis, sehingga tugas
rancangan ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis
sampaikan juga kepada orang tua yang telah memberikan dukungan moril dan
materil serta rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan bantuan berupa
pikiran maupun waktu yang tentunya sangat berguna dalam proses rampungnya
tugas ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan tugas rancangan ini
masih jauh dari kesempurnaan, karenanya dengan segala kerendahan hati penulis
mengharapkan kritikan dan saran yang membangun demi kesempurnaan penulisan
laporan di masa mendatang.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga tugas Perencanaan Jalan Raya I
ini dapat bermanfaat bagi penulis pribadi khususnya dan rekan-rekan sesama
mahasiswa Fakultas Teknik Unsyiah umumnya.
Banda Aceh, Januari 2015
Yogi Permana
Nim 1204101010046
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
4/96
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR KONSULTASI
LEMBAR PENILAIAN
SOAL
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Maksud dan Tujuan.......................................................................... 3
1.3 Ruang Lingkup Perencanaan............................................................ 7
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN ..................................................... 8
2.1 Bagian Perencanaan ......................................................................... 8
2.2 Rumus-rumus yang digunakan......................................................... 8
2.2.1 Trase Jalan.................................................................................. 82.2.2 Alinyemen Horizontal............................................................... . 10
2.2.3 Alinyemen Vertikal.................................................................... 12
2.2.4 Jarak Pandangan......................................................................... 13
2.2.5 Pelebaran perkerasan pada lengkung horizontal....................... . 22
2.2.6 Galian (cut) dan timbunan (fill)................................................ . 23
2.2.7 Stationing.................................................................................. . 25
BAB III PERENCANAAN TRASE ............................................................ 26
3.1 Perencanaan Trase............................................................................ 26
3.2 Alasan Pemilihan Trase.................................................................... 27
3.3 Perhitungan Trase............................................................................. 27
BAB IV PERENCANAAN ALINYEMEN HORIZONTAL ................... 35
4.1 Alinyemen Horizontal ..................................................................... 35
4.1.1 Lengkung Horizontal 1 (FC)................................................... 36
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
5/96
iii
4.1.2 Lengkung Horizontal 2 (FC)................................................... 39
4.1.3 Lengkung Horizontal 3 (SCS)........................................ ........ 42
4.1.4 Perhitungan Stasioning Horizontal................................ ......... 45
BAB V PERENCANAAN ALINYEMEN VERTIKAL ........................... 47
5.1 Perencanaan Alinyemen Vertikal..................................................... 47
5.1.1 Perhitungan kemiringan lintasan............................................. 47
5.1.2 Lengkung Vertikal Cekung PPV1.......................................... 48
5.1.3 Lengkung Vertikal Cembung PPV2....................................... 51
5.1.4 Lengkung Vertikal Cekung PPV3 ......................................... 53
5.1.5 Lengkung Vertikal Cekung PPV4 ......................................... 56
5.2 Perhitungan Jarak Pandangan................................................. ......... 59
5.2.1 Lengkung Vertikal Cembung I .............................................. 59
5.2.1.1 Jarak Pandangan Henti................................................... 59
5.2.1.2 Jarak Pandangan Menyiap ............................................. 59
5.2.2 Lengkung Vertikal Cekung I................................................... 60
5.2.3 Lengkung Vertikal Cembung II ............................................. 61
5.2.3.1 Jarak Pandangan Henti................................................... 61
5.2.3.2 Jarak Pandangan Menyiap ............................................. 62
5.2.4 Lengkung Vertikal Cekung III ................................................ 62
BAB VI PERHITUNGAN GALIAN ( CUT ) DAN TIMBUNAN ( FILL ) .... 65
6.1 Perhitungan Luas Galian ( Cut ) dan Timbunan ( Fill ) ...................... 66
6.2 Perhitungan Volume Galian (Cut
) dan Timbunan (Fill
).................. 87
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 89
7.1 Kesimpulan ...................................................................................... 89
7.2 Saran................................................................................................. 90
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
6/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 1
YOGI PERMANA (1204101010046)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jalan raya merupakan salah satu prasarana transportasi yang dapat menunjang
pengembangan suatu wilayah. Semakin lancar transportasi maka semakin cepat suatu
wilayah berkembang. Meningkatnya jumlah penduduk akan diikuti dengan
meningkatnya kebutuhan sarana transportasi, sehingga perlu dilakukan perencanaan
jalan yang sesuai dengan kebutuhan penduduk saat ini. Dewasa ini manusia telah
mengenal sistem perencanaan jalan yang baik dan mudah dikerjakan serta pola
perencanaannya yang makin sempurna.
Meskipun perencanaan sudah makin sempurna, namun kita sebagai orang
teknik sipil tetap selalu dituntut untuk dapat merencanakan suatu lintasan jalan yang
paling efektif dan efisien dari alternatif-alternatif yang ada, dengan tidak
mengabaikan fungsi-fungsi dasar dari jalan. Oleh karena itu, dalam merencanakan
suatu lintasan jalan, seorang teknik sipil harus mampu menyesuaikan keadaan di
lapangan dengan teori-teori yang ada sehingga akan diperoleh hasil yang maksimal.
Dalam merencanakan suatu jalan raya diinginkan pekerjaan yang relatif
mudah dengan menghindari pekerjaan galian (cut) dan timbunan (fill) yang besar.
Dilain pihak kendaraan yang beroperasi di jalan raya menginginkan jalan yang relatif
lurus, tidak ada tanjakan atau turunan. Objek keinginan itu sulit kita jumpai
mengingat keadaan permukaan bumi yang relatif tidak datar, sehingga perlu
dilakukan perencanaan geometrik jalan, yaitu perencanaan jalan yang dititik beratkan
pada perencanaan bentuk fisik sehingga dapat memenuhi fungsi dasar dari jalan yaitu
memberikan pelayanan yang optimum pada arus lalu lintas. Faktor yang menjadi
dasar perencanaan geometrik adalah sifat gerakan, ukuran kendaraan, sifat
pengemudi dalam mengendalikan gerak kendaraannya, serta karakteristik arus lalu
lintas. Hal tersebut haruslah menjadi bahan pertimbangan perencana sehingga
dihasilkan bentuk dan ukuran jalan, serta ruang gerak kendaraan yang memenuhi
tingkat kenyamanan dan keamanan yang diharapkan.
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
7/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 2
YOGI PERMANA (1204101010046)
Selain itu, juga harus diperhatikan elemen – elemen dari perencanaan
geometrik jalan, yaitu :
1. Alinyemen horizontal
Pada gambar alinyemen horizontal, akan terlihat apakah jalan tersebut
merupakan jalan lurus, menikung ke kiri, atau ke kanan dan akan
digambarkan sumbu jalan pada suatu countur yang terdiri dari garis lurus,
lengkung berbentuk lingkaran serta lengkung peralihan dari bentuk lurus
ke bentuk busur lingkaran. Pada perencanaan ini dititik beratkan pada
pemilihan letak dan panjang dari bagian – bagian trase jalan, sesuai
dengan kondisi medan sehingga terpenuhi kebutuhan akan pergerakan
lalu lintas dan kenyamanannya.
2. Alinyemen vertikal
Pada gambar alinyemen vertikal, akan terlihat apakah jalan tersebut tanpa
kelandaian, mendaki atau menurun. Pada perencanaan ini,
dipertimbangkan bagaimana meletakkan sumbu jalan sesuai dengan
kondisi medan dengan memperhatikan fungsi - fungsi dasar dari jalan
tersebut. Pemilihan alinyemen vertikal berkaitan pula dengan pekerjaan
tanah yang mungkin timbul akibat adanya galian dan timbunan yang
harus dilakukan
3. Penampang melintang jalan
Bagian – bagian dari jalan seperti lebar dan jumlah lajur, ada atau
tidaknya median, drainase permukaan, kelandaian serta galian dan
timbunan.
Koordinasi yang baik antara bentuk alinyemen horizontal dan vertikal akan
memberikan keamanan dan kenyamanan pada pemakai jalan.
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
8/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 3
YOGI PERMANA (1204101010046)
1.2 Maksud dan Tujuan
Tujuan dari perencanaan suatu jalan raya adalah untuk merencanakan suatu
lintasan dan dimensi yang sesuai dengan Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan
Raya (PPGJR) No. 13 tahun 1970, sehingga dapat menjamin keamanan dan
kelancaran lalu lintas. Dari perencanaan itu juga didapat suatu dokumen yang dapat
memperhitungkan bobot pekerjaan baik galian maupun timbunan, pekerjaan tanah
dan sebagainya sehingga bisa dilakukan perencanaan yang seekonomis mungkin.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan geometrik jalan raya adalah:
kelas jalan, kecapatan rencana, standar perencanaan, penampang melintang, volume
lalu lintas, keadaan topografi, alinyemen horizontal, alinyemen vertikal, bentuk
tikungan
1.2.1 Kelas jalan
Jalan dibagi dalam kelas-kelas yang penempatannya didasarkan pada
fungsinya juga dipertimbangkan pada besarnya volume serta sifat lalu lintas yang
diharapkan akan menggunakan jalan yang bersangkutan.
1.2.2 Volume lalu lintas
Volume lalu lintas dinyatakan dalam Satuan Mobil Penumpang (SMP) yang
besarnya menunjukkan jumlah lalu lintas harian rata-rata (LHR) untuk kedua
jurusan.
1.2.3 Kecepatan rencana
Kecepatan rencana yang dimaksud adalah kecepatan maksimum yang
diizinkan pada jalan yang akan direncanakan sehingga tidak menimbulkan bahaya
bagi pemakai jalan tersebut. Dalam hal ini harus disesuaikan dengan tipe jalan yang
direncanakan.
1.2.4 Keadaan topografi
Untuk memperkecil biaya pembangunan, maka suatu standar perlu
disesuaikan dengan keadaan topografi. Dalam hal ini, jenis medan dibagi dalam tiga
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
9/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 4
YOGI PERMANA (1204101010046)
golongan umum yang dibedakan menurut besarnya lereng melintang dalam arah
kurang lebih tegak lurus sumbu jalan. Seperti yang diperlihatkan pada tabel 1.1
berikut :
Tabel 1.1 Klasifikasi Medan Dan Besanya Lereng Melintang
Golongan Medan Lereng Melintang
Datar (D) 0 sampai 9%
Perbukitan (B) 10 sampai 24,9%
Pegunungan (G) > 25%
Adapun pengaruh keadaan medan terhadap perencanaan suatu jalan raya
meliputi hal-hal sebagai berikut :
a. Tikungan : Jari-jari tikungan pada pelebaran perkerasan diambil sedemikian
rupa sehingga terjamin keamanan dan kenyamanan jalannya
kendaraan dan pandangan bebas harus cukup luas.
b. Tanjakan : Dalam perencanaan diusahakan agar tanjakan dibuat dengan
kelandaian sekecil mungkin.
1.2.5 Alinyemen horizontal
Alinyemen horizontal adalah garis proyeksi sumbu jalan yang tegak lurus
pada bidang peta yang terdiri dari garis – garis lurus yang dihubungkan dengan garis
lengkung yang dapat berupa busur lingkaran ditambah busur peralihan ataupun
lingkaran saja.
Bagian yang sangat kritis pada alinyemen horizontal adalah bagian tikungan,
dimana terdapat gaya yang dapat melemparkan kendaraan ke luar daerah tikungan
yang disebut gaya sentrifugal. Atas dasar itu maka perencanaan tikungan diusahakan
agar dapat memberikan keamanan dan kenyamanan, sehingga perlu dipertimbangkan
hal-hal berikut:
a. Jari-jari lengkung minimum untuk setiap kecapatan rencana ditentukan
berdasarkan miring maksimum denagn koefisien gesekan melintang
maksimum.
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
10/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 5
YOGI PERMANA (1204101010046)
b. Lengkung peralihan adalah lengkung pada tikungan yang dipergunakan untuk
mengadakan peralihan dari bagian lurus ke bagian lengkung atau sebaliknya.
1.2.6 Alinyemen vertikal (profil memanjang)
Alinyemen vertikal adalah biang tegak yang melalui sumbu jalan atau
proyeksi tegak lurus bidang gambar. Profil ini menggambarkan tinggi rendahnya
jalan terhadap muka tanah asli, sehingga memberikan gambaran terhadap
kemampuan kendaraan dalam keadaan naik dan bermuatan penuh (dimana truk
digunakan sebagi kendaraan standar), alinyemen vertikal sangat erat hubungannya
dengan besar biaya pembangunan, biaya penggunaan, maka pada alinyemen vertikal
yang merupakan bagian kritis justru pada bagian yang lurus.
a. Landai maksimum
Kelandaian maksimum hanya digunakan bila pertimbangan biaya sangat
memaksa dan hanya untuk jarak yang pendek. Panjang kritis landai dimaksudkan
adalah panjang yang masih dapat diterima tanpa mengakibat gangguan jalannya arus
lalu lintas (panjang ini mengakibatkan pengurangan kecepatan maksimum 25km/jam). Bila pertimbangan biaya memaksa, maka panjang kritis dapat dilampaui
dengan syarat ada jalur khusus untuk kendaraan berat.
b. Landai minimum
Pada setiap penggantian landai dibuat lengkung vertikal yang memenuhi
keamanan, kenyamanan, dan drainase yang baik. Disini digunakan lengkung
parabola biasa.
1.2.7 Penampang melintang
Penampang melintang jalan adalah pemotongan suatu jalan tegak lurus
sumbu jalan, yang menunjukkan bentuk serta susunan bagian – bagian jalan dalam
arah melintang.
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
11/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 6
YOGI PERMANA (1204101010046)
Penampang melintang jalan yang digunakan harus sesuai dengan kelas jalan
dan kebutuhan lalu lintas yang dilayaninya. Penampang melintang utama dapat
dilihat pada daftar I PPGJR.
a. Lebar perkerasan
Pada umumnya lebar perkerasan ditentukan berdasarkan lebar jalur lalu lintas
normal yang besarnya adalah 3,5 meter sebagaimana tercantum dalam daftar I
PPGJR, kecuali:
- Jalan penghubung dan jalan kelas II c = 3,00 meter
- Jalan utama = 3,75 meter
b. Lebar bahu
Untuk jalan kelas III lebar bahu jalan minimum adalah 1,50 – 2,50 m untuk
semua jenis medan.
c. Drainase
Drainase merupakan bagian yang sangat penting pada suatu jalan, seperti saluran
tepi, saluran melintang, dan sebagainya, harus direncanakan berdasarkan data
hidrologis setempat seperti intensitas hujan, lamanya frekuensi hujan, serta sifat
daerah aliran.
d. Kebebasan pada jalan raya
Kebebasan yang dimaksud adalah keleluasaan pengemudi di jalan raya dengan
tidak menghadapi rintangan. Lebar kebebasan ini merupakan bagian kiri kanan jalan
yang merupakan bagian dari jalan (PPGJR No. 13/1970).
1.2.8 Bentuk tikungan
Bentuk tikungan pada suatu jalan raya ditentukan oleh tiga faktor:
a. Sudut tangent ( ∆) yang besarnya dapat diukur langsung pada peta
b. Kecepatan rencana, tergantung dari kelas jalan yang akan direncanakan.
c. Jari – jari kelengkungan
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
12/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 7
YOGI PERMANA (1204101010046)
1.3 Ruang Lingkup Perencanaan
Dalam tugas perencanaan ini, perhitungan dilakukan terdiri dari beberapa
tinjauan. Peninjauan ini meliputi :
1. Penentuan lintasan
Penentuan lintasan yang meliputi jarak lintasan, Sudut azimut, Kemiringan
jalan, Elevasi jalan pada titik kritis, Luas tampang
2. Alinyemen horizontal
Terdapat tiga jenis lengkung horizontal yang dapat digunakan pada
Alinyemen Horizontal, sebagai berikut :
a. Full Circle, digunakan pada tikungan yang mempunyai jari – jari besar
dan sudut tangen yang relatif kecil.
b. Spiral Circle Spiral, digunakan pada tikungan yang mempunyai jari – jari
kecil dan sudut tangen yang relatif besar.
c. Spiral – Spiral digunakan pada tikungan tanpa busur lingkaran, sehingga
titik SC berimpit dengan titik CS.
3. Alinyemen vertikal
Pada perencanaan Alinyemen Vertikal,terdapat dua jenis tipe lengkung
vertikal yaitu :
a. Lengkung vertikal cembung
b. Lengkung vertikal cekung
4. Galian dan timbunan
5. Pekerjaan Tanah/kubikasi.
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
13/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 8
Yogi Permana (1204101010046)
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Bagian Perencanaan
Dalam tugas perencanaan ini, perhitungan dilakukan terdiri dari beberapa
tinjauan. Peninjauan ini meliputi penentuan lintasan, alinyemen horizontal,
alinyemen vertikal, penampang melintang, dan kubikasi.
2.2 Rumus-Rumus Yang Digunakan
2.2.1 Trase jalan
Rumus-rumus yang digunakan berdasarkan buku ”Perencanaan Trase Jalan
Raya ” oleh Bukhari R.A dan Maimunah, tahun 2005.
a. Jarak lintasan
d A – Z = 22 )()( yA yZ xA xZ ………..………. ......(2.1)
dengan:d A – Z = jarak dari titik A ke titik Z
xA = koordinat titik A terhadap sumbu x
xZ = koordinat titik Z terhadap sumbu x
yA = koordinat titik A terhadap sumbu y
yZ = koordinat titik Z terhadap sumbu y
b. Sudut azimut
Δ M = arc tan )()(
yM yZ xM xZ
arc tan)()(
yA yM xA xM
….………..……. .......(2.2)
dengan:
ΔM = sudut di titik M (yang akan di cari)
xM = koordinat titik M terhadap sumbu x
yM = koordinat titik M terhadap sumbu y
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
14/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 9
Yogi Permana (1204101010046)
xA = koordinat titik pada awal lintasan sebelum titik M, terhadap
sumbu x
yA = koordinat titik pada awal lintasan sebelum titik M, terhadap
sumbu y
xM = koordinat titik pada akhir lintasan sesudah titik M, terhadap
sumbu x
yM = koordinat titik pada akhir lintasan sesudah titik M, terhadap
sumbu y
c. Kemiringan jalan
i A-Z= %100 xd
eAeZ
Z A
………………...…………..……… ............(2.3)
dengan:
i A-Z = kemiringan jalan dari titik awal ke titik akhir
eA = elevasi jalan pada titik awal
eZ = elevasi jalan pada titik akhird A-Z = jarak lintasan dari titik awal ke titik akhir
d. Elevasi jalan pada titik kritis
ek = eT + i x L ........................................................ ………. ............(2.4)
dengan:
ek = Elevasi muka jalan pada titik kritis
eT = elevasi muka jalan pada titik tinjauan
i = kemiringan lintasan pada titik kritis
L = jarak lintasan dari titik tinjauan ke titik kritis
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
15/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 10
Yogi Permana (1204101010046)
e. Luas tampang
Untuk menghitung luas tampang digunakan rumus-rumus luas segitiga, segiempat, dan trapesium.
2.2.2 Alinyemen horizontal
Berdasarkan Sukirman (1999), untuk perhitungan aliyemen horizontal
digunakan rumus-rumus sebagai berikut :
Rmin = maksmaks f e
V
127
2
…………………………….….……..…… .....(2.5)
Dmaks = 2
53.181913
V
f e maksmaks ………………………….…….. ......(2.6)
f max = -0,00065 v + 0.192 (untuk Vrencana 40-80 km/jam) ……... ......(2.7)
a. Full circle
TC = R C tan ½ ∆ .................................................................................... (2.8)
EC = T C tan 1 / 4 ∆ ……………………………………………………... (2.9)
LC = 0,01745 ∆ R C ……………………………………………………………………………. .(2.10)
dengan:
R = Jari – jari lengkung minimum (m)
= Sudut perpotongan ( ° )
Ec = Jarak PI ke lengkung peralihan (m)
Lc = Panjang bagian tikungan (m)Tc = Jarak antara TC dan PI (m)
untuk lebih jelasnya lengkung horizontal tipe full circle dapat dilihat pada
gambar 2.1 berikut :
β
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
16/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 11
Yogi Permana (1204101010046)
CTM
RcRc
Q
Ec
Lc
B
TC
TC
12 B
12 B
Gambar 2.1. Lengkung Busur Lingkaran Sederhana
b. Spiral Circle Spiral
θs = ……………………………………………………… .......(2.11)
θc = ∆ - 2 θs ...........................................................................................(2.12)
Lc = Rcc
πθ 2360 0
…………………………………………………….. .....(2.13)
L = Lc + 2Ls ..................................................................................(2.14)
p = )cos1(6
2
s Rc Rc
Lsθ …………………………………………. ......(2.15)
k = s Rc Rc
Ls Ls θsin
40 23
……………………………………….. .....(2.16)
Ts = (Rc + p) tan ½ β + k ...............................................................(2.17)
Es = Rc p Rc β2 / 1sec)( ……………………………………… ....(2.18)
dengan:
Rc = jari – jari lengkung yang direncanakan (m)
θs = sudut putar
Rc Ls
.90.
π
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
17/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 12
Yogi Permana (1204101010046)
12 B
12 B
Ts
CS
B
Lc
Es
Q
Rc Rc
TS
SC
LsØc
Øs Øs
Lsp' p'
ST
k
Es = jarak PI ke lengkung peralihan (m)
Ls = panjang lengkung spiral (m)
Lc = panjang lengkung circle (m)
β = sudut perpotongan ( ° )
untuk lebih jelasnya lengkung horizontal tipe spiral-circle-spiral dapat
dilihat pada gambar 2.2 berikut :
Gambar 2.2. Lengkung Spiral-Lingkaran – Spiral Simetris.
2.2.3 Alinyemen vertikal
Berdasarkan Sukirman (1999), untuk perhitungan aliyemen vertikal
digunakan rumus-rumus sebagai berikut :
a. Lengkung vertikal cembung
A = g1- g2 .................................................................. …… ............... ….(2.26)
Ev =800
AxLv………………………………………... …………….... ......(2.27)
Lv diambil berdasarkan gambar pada lampiran A.1, dengan:
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
18/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 13
Yogi Permana (1204101010046)
Ev = Pergeseran vertikal dari titik PPV ke bagian lengkung
g1 = aljabar kelandaian lintasan pertama
g2 = aljabar kelandaian lintasan kedua
A = perbedaan aljabar kelandaian (%)
Lv = panjang lengkung (m)
b. Lengkung vertikal cekung
Rumus-rumus yang digunakan sama dengan lengkung vertikal cembung,
namun pada saat penentuan Lv digunakan gambar pada lampiran A.2.
2.2.4 Jarak pandangan
Kemungkinan untuk melihat kedepan adalah faktor dalam suatu operasi di
jalan agar tercapai keadaan yang aman dan efisien, untuk itu harus diadakan jarak
pandang yang cukup panjang sehingga pengemudi dapat memilih kecepatan dari
kendaraan dan tidak menghambat barang tak terduga diatas jalan. Demikian pula
untuk jalan dua jalur yang memungkinkan pengendara berjalan diatas jalurberlawanan untuk menyiap kendaraan dengan aman.Jarak pandangan ini untuk
keperluan perencanaan dibedakan atas:
a. Jarak pandangan henti
Jarak ini minimum harus dipenuhi oleh setiap pengemudi untuk menghentikan
kendaraan yang sedang berjalan setelah melihat adanya rintangan di depannya.
Jarak ini merupakan jumlah dua jarak dari:- Jarak yang ditempuh dari saat melihat benda sampai mengijak rem
- Jarak untuk berhenti setelah mengijak rem
Pada saat pengemudi mengambil keputusan untuk menginjak rem, maka
pengemudi membutuhkan waktu sampai dia menginjak pada rem. Rata-rata
pengmudi membutuhkan waktu 0,5 detik, kadangkala ada pula yang membutuhkan
waktu 1 detik. Untuk perencanaan diambil waktu 1 detik, sehingga total waktu yang
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
19/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 14
Yogi Permana (1204101010046)
dibutuhkan dari saat melihat rintangan sampai menginjak pedal rem, disebut sebagai
waktu reakasi adalah 2,5 detik, oleh karena itu dalam perencanaan diambil waktu
reaksi (t=2,5) detik. Jarak tempuh selama waktu tersebut adalah sebesar d 1, rumus
perhitungan jarak pandang dapat dilihat sebagai berikut:
d1 = kecepatan x waktu
d1 = v x t
jika :
d1 = jarak dari saat melihat rintangan sampai menginjak pedal
v = kecepatan km/jam
t = waktu reaksi = 2,5 detik
maka :
d1 = 0,278 v t ………………… .....….(2.28)
Jarak mengerem (d 2) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan dari
menginjak pedal rem sampai kendaraan itu berhenti. Jarak pengereman dipengaruhi
oleh faktor ban, sistim pengereman itu sendiri, kondisi muka jalan, dan kondisi
permukaan jalan. Pada sistim pengereman kendaraan, terdapat beberapa kendaraan,
terdapat beberapa kendaraan yaitu menurunnya putaran roda dan gesekan antara ban
dan permukaan jalan akibat terkuncinya roda. Untuk perencanaan hanya
diperhitungkan akibat adanya gesekan antara ban dan muka jalan. Dari buku Silvia
sukirman hal 52, jarak mengerem dapat dirumuskan sebagai berikut:
d 2 = fmv
254
2
..................................(2.29)
keterangan :
f m = koefisien gesekan antara ban dan muka jalan dalam arah memanjang jalan
d 2 = jarak mengerem, m
V = kecepatan kendaraan, km/jam
g = 9,81 m/det 2
G = berat kendaraan, ton
Dari kedua rumus diatas maka jarak pandang minimum dapat dirumuskan
sebagai berikut:
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
20/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 15
Yogi Permana (1204101010046)
d = d 1 + d 2 .....................................(2.30)
Jarak pandang henti minimum juga sangat dipengaruhi oleh kelandaian.
Jalan-jalan yang mempunyai kelandaian harga berat kendaraan sejajar permukaan
jalan, yang memberikan pengaruh cukup berarti pada penentuan jarak mengerem.
Pada jalan-jalan menurun jarak mengerem akan bertambah panjang, sedangkan untuk
jalan-jalan mendaki jarak mengerem akan bertambah pendek. ( Silvia : 56 )
merumuskan sebagai berikut:
G fm d 2 G L d 2 = 1/2 2vgG
Dengan demikian rumus diatas akan menjadi:
d = 0,278 V t + L f
v254
2
........................................(2.31)
dimana:
L = besarnya landai jalan dalam desimal
+ = untuk pendakian
- = umtuk penurunan
b. Jarak pandangan menyiap
Jarak pandangan menyiap adalah jarak yang dibutuhkan untuk menyusul
kendaraan lain yang dipergunakan hanya pada jalan 2 jalur. Besarnya jarak pandang
menyiap minimum dapat dilihat dalam daftar II PPGRJ No. 13/1970.
Jarak pandang diukur dari ketinggian mata pengemudi kepuncak penghalang.
Untuk jarak pandang henti ketinggian mata pengemudi adalah 125 cm dan ketinggian
penghalang adalah 10 cm, sedang untuk jarak pandang menyiap ketinggian mata
pengemudi adalah 125 cm dan ketinggian penhalang 125 cm.
Pada umumnya untuk jalan 2 lajur 2 arah kendaraan dengan kecepatan tinggi
sering mendahului kendaraan lain dengan kecepatan yang lebih rendah sehingga
pengemudi tetap mempertahankan kecepatan sesuai dengan yang diinginkan.
Gerakan menyiap dilakukan dengan mengambil lajur jalan yang diperuntukan untuk
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
21/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 16
Yogi Permana (1204101010046)
kendaraan dari arah yang berlawanan. Jarak yang dibutuhkan pengemudi sehingga
dapat melakukan gerakan menyiap dengan aman dan dapat melihat kendaraan dari
arah depan dengan bebas dinamakan jarak pandang menyiap. (Silvia : 60)
merumuskan, untuk jarak pandang menyiap standar adalah sebagai berikut:
d = d 1 + d 2 + d 3 + d 4 .................................(2.32)
dimana:
d 1 = 0,278 t 1
21t amv .................................(2.33)
keterangan:
d 1 = Jarak yang ditempuh kendaraan yang hendak menyiap selama waktu reaksi
dan waktu membawa kendaraannya yang hendak membelok ke lajur kanan.
t 1 = Waktu reaksi, yang besarnya tergantung dari kecepatan yang dapat ditentukan
dengan korelasi t 1 = 2,12 + 0,026 V.
m = Perbedaan kecepatan antara kendaraan yang menyiap dan yang disiap
m = 15 km/jam.V = Kecepatan rata-rata yang kendaraan yang menyiap, dalam perhitungan dapat
diaanggap sama dengan kecepatan rencana km/jam.
a = Percepatan rata-rata yang besarnya tergantung dari kecepatan rata-rata
kendaraan yang menyiap yang dapat ditentukan dengan menggunakan
korelasi a = 2,052 + 0,0036 V
d 2 = 0,278 v t 2 .................................(2.34)
dimana:
d2 = jarak yang di tempuh selama kendaraan yang menyiap berada pada jalur
kanan.
t2 = waktu dimana kendaraan yang menyiap berada pada lajur kanan yang dapat
ditentukan dengan mempergunakan korelasi t 2 = 6,56 + 0,048 V
d3 = diambil 30 – 100 meter
d4 = 2/3 d 2
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
22/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 17
Yogi Permana (1204101010046)
Didalam perencanaan seringkali kondisi jarak pandangan menyiap standar ini
terbatasi oleh kekurangan biaya, sehingga jarak pandangan menyiap yang
dipergunakan dapat mempergunakan jarak pandangan menyiap minimum (d min).
d minimum =32
d 2 + d 3 + d 4 .................................(2.35)
c. Jarak pandangan pada lengkung horizontal
Jarak pandangan pengemudi kendaraan yang bergerak pada lajur tepi
sebelah dalam seringkali dihalangi oleh gedung-gedung, hutan-hutan kayu, tebing
galian dan lain sebagainya. Demi menjaga keamanan pemakai jalan, panjang
sepanjang jarak pandangan henti minimum harus terpenuhi sepanjang lengkung
horizontal, dengan demikian terdapat batas minimum jarak antara sumbu lajur
sebelah dalam dengan penghalang (m).
Penentuan batas minimum jarak antara sumbu lajur sebelah dalam
kepenghalang ditentukan berdasarkan kondisi dimana jarak pandangan berada
didalam lengkung. Atau jarak pandangan lebih kecil dari lengkung horizontal. ( Silvia
: 148 ) merumuskan untuk perhitungan jarak pandangan pada lengkung horizontal
berdasarkan gambar 2.3 sebagai berikut :
Gambar 2.4. Jarak Pandangan pada Lengkung Horizontal untuk S < L
S
O
Ø
R'R' R'
R'
mBA
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
23/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 18
Yogi Permana (1204101010046)
Garis AB = garis pandangan
Lengkung AB = jarak pandangan
m = jarak dari penghalang ke lajur sebelah dalam (m)
φ = setengah sudut pusat lengkung sepanjang L
S = jarak pandangan (m)
R' = radius sumbu lajur sebelah dalam (m)
m = R' - R' cos φ
m = R' (1 - cos φ ) ......................................(2.36)
S = '23602 R πφ
S =90
' Rφπ......................................(2.37)
φ =5039,1432
90'
90 S DS D R
S π
φ ='
65,28'
90 R
S R
S π
......................................(2.38)
m = R' (1 - cos φ )
m =
50cos1
39,1432 S D D
m =
'65,28
cos1' R
S R ...........................................(2.39)
d. Jarak pandangan pada lengkung vertikal cembung(Silvia : 164) Bentuk lengkung vertikal yang diuraikan terdahulu, berlaku
untuk lengkung vertikal cekung. Hanya saja untuk masing-masing lengkung terdapat
batasan-batasan yang berhubungan dengan jarak pandangan. Pada lengkung vertikal
cembung, pembatasan berdasarkan jarak pandangan yang dapat dibedakan atas dua
keadaan yaitu :
1. jarak pandangan berada seluruhnya dalam daerah lengkung (SL)
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
24/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 19
Yogi Permana (1204101010046)
1) Lengkung vertikal cembung dengan (S
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
25/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 20
Yogi Permana (1204101010046)
PTVPLV
Eg 1 %
APPV
E
m 1S
L
h 1
h 2
g 2 %
C
s
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
26/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 21
Yogi Permana (1204101010046)
PTVPLV
Eg 1 %
APPV
E mL
S
h 1
h 2
g 2 %
Diasumsikan titik PPV berada dibawah bangunan.
E m
LS
2
E =800
L A
L Am
LS
8002
L =m
AS 800
2
dan m = L AS
800
2
\
Jika jarak bebas dari bagian bawah bangunan atas kejalan adalah C, maka:
m =2
21 hhC
280021
2 hhC
L AS
L =)(400)800( 21
2
hhC AS
...........................................(2.44)
Jika 1h = 1,80 m, 1h = 0,50 m, dan C = 5,50 m, maka persamaan diatas
menjadi :
L =3480
2S A...........................................(2.45)
2) Lengkung vertikal cekung dengan (S>L)
Untuk lengkung vertikal cekung (S>L) dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.7. Jarak Pandangan pada Lengkung Vertikal Cekung (S > L).
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
27/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 22
Yogi Permana (1204101010046)
Diasumsikan titik PPV berada dibawah bangunan.
E m E
LS
2 E m
LS
221
E =800
L Am =
221 hhC
L = 2 S - A
hhC )(400)800( 21 ...........................................(2.46)
Jika 1h = 1,80 m, 1h = 0,50 m, dan C = 5,50 m, maka persamaan diatas
menjadi :
L = 2 S - A
3480......................................(2.47)
2.2.5 Pelebaran perkerasan pada lengkung horizontal
Elemen – elemen pelebaran perkerasan tikungan terdiri dari :
a. Off Tracking (U)b. Kesukaran mengemudi di tikungan (Z)
Adapun rumus yang digunakan dalam perhitunagn pelebaran perkerasan
(Silvia Sukirman : 145) adalah ;
22
22
21
A pb A p Rc B …………………. ......(2.48)
Untuk ukuran kendaran rencana Truk adalah :
p = jarak antar gandar = 6,5 m
A= tonjolan depan kendaran = 1,5 m
b = lebar kendaran = 2,5 m
Sehingga :
25,1646425,164 222 Rc Rc B …………......... ......(2.49)
R
V Z
105,0 ……………………………………………………....….. .....(2.50)
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
28/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 23
Yogi Permana (1204101010046)
Bt = n.(B+C)+Z……………………………………………….....…... .....(2.51)
∆b = Bt – Bn………………………………………………….....…… .....(2.52)
Keterangan :
Rc = radius lajur sebelah dalam – ½ lebar perkerasan +1/2 b.
Z = lebar tambahan akibat kesukaran mengemudi di tikungan
V = kecepatan, km/jam
R = radius lengkung,m
B =lebar perkerasan yang ditempati satu kendaraan di tikungan pada lajur
sebelah dalam.
C = lebar kebebasan samping d kiri dan kanan kendaran
Bn =lebar total perkerasan pada bagian lurus
Bt =lebar total perkerasan di tikungan
∆b =tambahan lebar perkerasan di tikungan
2.2.6 Galian (cut) dan timbunan (fill)
Rumus-rumus yang digunakan adalah rumus-rumus luas segitiga, segiempat,
trapesium dan untuk keadaan tertentu dipakai rumus interpolasi serta untuk
perhitungan volume digunakan rumus kubus dan kerucut.
a. Luas segiempat
A = P x L
dengan:
A = luas segiempat (m2
)P = panjang (m)
L = lebar (m)
b. Luas segitiga
A = ½ a x t
dengan:
A = luas segitiga (m 2)
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
29/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 24
Yogi Permana (1204101010046)
a = panjang sisi alas (m)
t = panjang sisi tegak (m)
c. Luas trapesium
A = ½ (a + b) x t
dengan:
A = luas segitiga (m 2)
a = panjang sisi atas (m)
b = panjang sisi bawah (m)
t = panjang sisi tegak (m)
d. Interpolasi
Nilai interpolasi merupakan perbandingan segitiga, Seperti diperlihatkan pada
gambar 2.8 di bwah ini :
Ti mbunan
Gambar 2.8. Interpolasi Nilai x pada Galian dan Timbunan.
a : b = (L-x) : x
ax = b. L – b . x
ax + bx = b. L
(a + b)x = b. L
x =ba
bxL ………………………… .......................................(2.53)
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
30/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 25
Yogi Permana (1204101010046)
2.2.7 Stationing (STA)
Stationing adalah pemberian nomor pada interval-interval tertentu dimulai dari titik
awal pekerjaan (Sukirman,1999). Seperti yang dipelihatkan pada gambar 2.9 berikut
:
Gambar 2.9. Perhitungan Stationing.
Sta TC = Sta titik A + d 1 – T
Sta CT = d 1 + T
Sta TS = Sta CT + (d 2 – T – Ts)
Sta SC = Sta TS + Ls
Sta ST = d 2 + Ts
Sta CS = Sta ST – Ls
A
TT
d 1
TC
Lc CT
d 2
TS SC
CSST
Ts
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
31/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 26
YOGI PERMANA (1204101010046)26
BAB III
PENCARIAN TRASE
3.1 Perencanaan Trase
Perencanaan trase dilakukan berdasarkan keadaan topografi. Topografi
merupakan bentuk permukaan tanah asli yang digambarkan secara grafis pada
bidang kertas kerja dalam bentuk garis-garis yang sering disebut transis. Garis-
garis transisi ini digambarkan pada setiap kenaikan atau penurunan 1 meter.
Pemilihan lintasan trase yang menguntungkan dari sudut biaya adalah
pemilihan trase yang menyusuri atau sejajar garis transis. Namun demikian
pemilihan trase seperti tersebut diatas sulit dipertahankan apabila medan yang
dihadapi merupakan medan berat, yaitu medan yang terdiri dari pegunungan dan
lembah-lembah dengan luas pengukuran topografi yang relative sempit.
Pada perencanaan trase dengan mempertimbangkan volume pekerjaan
tanah, dilakukan berdasarkan posisi garis-garis transis relative mengikuti arah
memanjang pengukuran peta topografi, maka perencanaan trase relativemenyusuri garis transis tersebut. Sebaliknya apabila posisi garis-garis transis
relative melintang dari arah memanjang pengukuran peta topografi dalam jumlah
yang banyak serta jarak yang rapat, maka pemilihan trase dilakukan dengan cara
memotong garis-garis tersebut.
Untuk menentukan posisi titik awal, titik akhir, dan panjang trase
dilakukan dengan system koordinat stasiun, yaitu berdasarkan letak titik yang
ditinjau terhadap koordinat peta topografi yang berskala 1 : 2000.Dalam perencanaan ini, pencarian trase dilakukan dengan cara coba-coba
dengan memperhatikan batasan-batasan yang telah ditetapkan, dalam tugas ini
yaitu memiliki sekurang-kurangnya tiga tikungan.
Peta topografi yang ditentukan pada tugas rancangan ini merupakan:
1. Keadaan gunung
2. Beda tinggi antara dua garis transis adalah 1 meter.
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
32/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 27
YOGI PERMANA (1204101010046)
Langkah awal dari pencarian trase dimulai dengan cara menarik garis
rencana yang agak sejajar dengan garis contour supaya diperoleh kelandaian yang
kecil, Menurut Bina Marga kelandaian maksimal 10%. Selanjutnya juga
diperhatikan jumlah tikungan serta jarak lintasan yang diperoleh. Setelah
diperoleh lintasan dengan berbagai kriteria diatas, perlu diperhatikan lagi volume
cut dan fill yang terjadi. Dalam hal ini disarankan agar penimbunan tidak
dilakukan pada tanjakan dan tidak lebih dari 4 meter. Pemilihan yang terakhir
didasarkan pada kelandaian, tanjakan, jumlah tikungan, jarak tempuh, dan volume
cut dan fill. Diusahakan agar pemilihan dapat seekonomis mungkin.
3.2 Alasan Pemilihan Trase
Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa trase yang dipilih hendaknya
memenuhi syarat-syarat di atas. Berdasarkan pemilihan trase ini dapat
disimpulkan bahwa untuk memilih trase yang lebih ekonomis tidak dapat hanya
berpedoman pada panjangnya trase. Trase terpendek belum tentu merupakan yang
paling ekonomis. Berdasarkan pertimbangan tersebut, dipilih trase rencana dengan
medan yang relatif tidak memerlukan pekerjaan tanah yang besar dan jarak yangtidak terlalu panjang. Pemilihan trase didasarkan pada trial dan error.
3.3 Perhitungan Trase
Trase jalan dari titik Y ke titik P seperti di peta transis:
1. Titik Y (x = 788102; y =671531) ke titik PI 1 (x = 788503; y = 671783)2. Titik PI 1 (x = 788503; y = 671783) ke titik PI 2( x = 788953; y = 671600)
3. Titik PI 2( x = 788953; y = 671600)ke titik PI 3 ( x = 789200; y = 671400)
4. Titik PI 3(x = 789200; y = 671400)ke titik P ( x =789400; y = 671155)
Perhitungan jarak antara titik potong :
Titik Ykoordinat x = 788102 ; y = 671531
Titik PI 1 koordinat x = 788503 ; y = 671783
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
33/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 28
YOGI PERMANA (1204101010046)
Titik PI 2 koordinat x = 788953 ; y = 671600
Titik PI 3 koordinat x = 789200 ; y = 671400
Titik P koordinat x = 789400 ; y = 671155
Jarak antara titik potong ini dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut:
d Y – PI1 = 212
1 )()( yY yPI xY xPI
= 22 )671531671783()788102788503(
= 473,61 m
d PI 1 – PI2= 2122
12 )()( yPI yPI xPI xPI
= 22 )671783671600()788503788953(
= 485,79 m
d PI 2 – PI3= 2232
23 )()( yPI yPI xPI xPI
= 22 )671600671400()788953789200(
= 317,82 m
d PI 3 – P = 232
3 )()( yPI yP xPI xP
= 22 )671400671155()789200789400(
= 316,27 m
Sudut Azimut masing – masing titik perpotongan
Sudut azimut ini dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.2 sebagaiberikut:
Sudut Azimut = arc tan y x
Δ PI 1 =)()(
arctan)()(
arctan1
1
12
12
yY yPI
xY xPI
yPI yPI
xPI xPI
=)671531671783()788102788503(
arctan)671783671600()788503788953(
arctan
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
34/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 29
YOGI PERMANA (1204101010046)
= 54,28 ˚
= 54 ˚ 16 ’ 48”
Δ PI 2 =)(
)(arctan
)(
)(arctan
12
12
23
23
yPI yPI
xPI xPI
yPI yPI
xPI xPI
=)671783671600()788503788953(
arctan)671600671400()789953789200(
arctan
= 16,87 ˚= 16 ˚ 52 ’ 12”
Δ PI 3 =)(
)(arctan
)(
)(arctan
23
23
3
3
yPI yPI
xPI xPI
yPI yP
xPI xP
= )671600671400()788953789200(
arctan)671400671155()789200789400(
arctan
= 11,78 ˚= 11 ˚ 46 ’ 48”
Menentukan kemiringan jalan
Kemiringan jalan ini dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.3
sebagai berikut:
i = %100 x I h
Dimana :
h = beda tinggi permukaan jalan
I = jarak antara 2 (dua) titik
a. Kemiringan lintasan Y- PI 1
Elevasi muka tanah Y : 206
Elevasi muka tanah PI 1 : 210
Jarak titik Y – PI1 : 473,61 m
i (Y – PI1) = 100473,61
206210 x % = 0,84 % (+) < 10 % (aman)
b. Kemiringan lintasan PI 1 – PI2
Elevasi muka tanah PI 1 : 210
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
35/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 30
YOGI PERMANA (1204101010046)
Elevasi muka tanah PI 2 : 207
Jarak titik PI 1 – PI2 : 485,79 m
i (PI1 – PI
2) = 100
485,79
210207 x % = 0,62% (-) < 10 % (aman)
c. Kemiringan lintasan PI 2 - PI 3
Elevasi muka tanah PI 2 : 207
Elevasi muka tanah PI 3 : 202,5
Jarak titik PI 2 – PI3 : 317,82 m
i (PI 2 – PI3) = 100317,82
2075,202 x % = 1,428% (-) < 10 % (aman)
d. Kemiringan lintasan PI 3-P
Elevasi muka tanah PI 3 : 200,5
Elevasi muka tanah P : 202,5
Jarak titik PI 3 – P : 316,27 m
i (PI 3 – P) = 100316,27
5,2005,202 x % = 0,617 % (-) < 10 % (aman)
SEMA LINTASAN TRASE
Y
PI 1
P
PI 2
PI 3
I = 0, 8
4 %
I = - 0 ,6 2 %
I = - 1 ,4 3 %
I = - 0 , 6 2 %
PETA TOPOGRAFI DAN KEMIRINGAN TITIK LINTASAN
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
36/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 31
YOGI PERMANA (1204101010046)
Dari nilai tanjakan dan penurunan yang diperoleh, kelihatan bahwa lintasan
memenuhi syarat. Namun masih harus di cek beberapa titik kritis diantara titik
lintasan tersebut:
Menentukan titik kritis
Titik K1
Elevasi muka tanah = 207
Elevasi muka jalan = 206 + (0,0084 40)
= 206,336 m
Dengan demikian ada galian sebesar = 206,336 - 207
= 0,664 m (-) < 8 m, aman
Titik K2
Elevasi muka tanah = 208
Elevasi muka jalan = 206 + (0,0084 80)
= 206,672 m
Dengan demikian ada galian sebesar = 206,672 - 208
= 1,328 m (-) < 8 m, aman
Titik K3
Elevasi muka tanah = 209Elevasi muka jalan = 206 + (0,0084 120)
= 207,008 m
Dengan demikian ada galian sebesar = 207,008 - 209
= 1,192 m (-) < 8 m, aman
Titik K4
Elevasi muka tanah = 210
Elevasi muka jalan = 206 + (0,0084
168)= 207,441 m
Dengan demikian ada galian sebesar = 207,441 - 210
= 2,589 m (-) < 8 m, aman
Titik K5
Elevasi muka tanah = 211
Elevasi muka jalan = 206 + (0,0084 246)
= 208,067 m
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
37/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 32
YOGI PERMANA (1204101010046)
Dengan demikian ada galian sebesar = 208,067 - 211
= 2,934 m (-) < 8 m, aman
Titik K6
Elevasi muka tanah = 211
Elevasi muka jalan = 206 + (0,0084 336)
= 208,822 m
Dengan demikian ada galian sebesar = 208,822- 211
= 2,172 m (-) < 8 m, aman
Titik K7
Elevasi muka tanah = 210
Elevasi muka jalan = 210 - (0,0062 213)
= 208,685 m
Dengan demikian ada galian sebesar = 208,685 - 210
= 1,315 m (-) < 8 m, aman
Titik K8
Elevasi muka tanah = 209
Elevasi muka jalan = 210 - (0,0062 301)
= 208,141 mDengan demikian ada galian sebesar = 208,141 - 209
= 0,859m (-) < 8 m, aman
Titik K9
Elevasi muka tanah = 208
Elevasi muka jalan = 210 - (0,0062 394)
= 207,567 m
Dengan demikian ada galian sebesar = 207,567 - 208= 0,433 m (-) < 8 m, aman
Titik K10
Elevasi muka tanah = 206
Elevasi muka jalan = 207 - (0,0142 61)
= 206,136 m
Dengan demikian ada timbunan sebesar = 206,136 - 206
= 0,136 m < 4 m, aman
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
38/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 33
YOGI PERMANA (1204101010046)
Titik K11
Elevasi muka tanah = 205
Elevasi muka jalan = 207 - (0,0142 136)
= 205,074 m
Dengan demikian ada timbunan sebesar = 205,074 - 205
= 0,074 m < 4 m, aman
Titik K12
Elevasi muka tanah = 204
Elevasi muka jalan = 207 - (0,0142 207)
= 204,069 m
Dengan demikian ada timbunan sebesar = 204,069 - 204
= 0,069 m < 4 m, aman
Titik K13
Elevasi muka tanah = 203
Elevasi muka jalan = 207 - (0,0142 282)
= 203,007 m
Dengan demikian ada timbunan sebesar = 203,007 - 203
= 0,007 m < 4 m, aman
Titik K14
Elevasi muka tanah = 202
Elevasi muka jalan = 202,5 - (0,0063 42)
= 202,236 m
Dengan demikian ada timbunan sebesar = 202,236 - 202
= 0,236 m < 4 m, aman
Titik K15
Elevasi muka tanah = 201
Elevasi muka jalan = 202,5 - (0,0063 227)
= 201,072 m
Dengan demikian ada timbunan sebesar = 201,072 - 201
= 0,072 m < 4 m, aman
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
39/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 34
YOGI PERMANA (1204101010046)
Tabel 3.1 Perhitungan titik kritis
Pias Titik
KritisJarak
KemiringanElevasi (m) Kedalaman (m)
cm m 206 Jalan Galian Timbunan
Y-PI1 k1 2 40 0.845 207.000 206.338 0.662 0.000
k2 3.95 79 0.845 208.000 206.667 1.333 0.000
k3 6.4 128 0.845 209.000 207.081 1.919 0.000
k4 8.4 168 0.845 210.000 207.419 2.581 0.000k5 12.3 246 0.845 211.000 208.078 2.922 0.000k6 16.8 336 0.845 211.000 208.838 2.162 0.000
PI1-PI2
k7 10.65 213 -0.618 210.000 208.685 1.315 0.000
k8 15.05 301 -0.618 209.000 208.141 0.859 0.000
k9 19.7 394 -0.618 208.000 207.567 0.433 0.000PI2-PI3
k10 3.05 61 -1.416 206.000 206.136 0.000 0.136
k11 6.8 136 -1.416 205.000 205.074 0.000 0.074
k12 10.35 207 -1.416 204.000 204.069 0.000 0.069k13 14.1 282 -1.416 203.000 203.007 0.000 0.007
PI3-P
k14 2.1 42 -0.629 202.000 202.236 0.000 0.236
k15 11.35 227 -0.629 201.000 201.072 0.000 0.072
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
40/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 35
YOGI PERMANA (1204101010046)
BAB IV
PERENCANAAN ALINYEMEN HORIZONTAL
4.1 Alinyemen Horizontal
Direncanakan pembuatan jalan kelas III untuk jalan penghubung .
Peraturan Perencanaan Jalan Raya (PPGJR) N0.13/1970 standar geometrik adalah
sebagai berikut:
Klasifikasi Jalan : Kelas III
Kecepatan Rencana : 60 km/jam
Lebar perkerasan : 2 x 3,75 m
Lebar Bahu jalan : 2 x 1,5 m
Miring Melintang Jalan (Transversal) : 2 %
Miring Melintang Bahu Jalan : 4 %
Miring memanjang jalan (longitudinal) maksimal : 10 %
Kemiringan Talud : 1 : 2
Rmin =m
f ev
maksmaks
04,112)153,01,0(127
60)(127
22
Dmax =04,11239,143239,1432
R=12,78 m
f = - 0,00065 V + 0,192
f = - 0,00065 (60) + 0,192
f = 0,153
Dari peta topografi, trase jalan yang direncanakan merupakam trase jalan
alternative I yang terdapat tiga tikungan horizontal yaitu :
1. Lengkung horizontal A : PI 1 = 54,276°
2. Lengkung horizontal B : PI 2 = 16,868°
3. Lengkung horizontal C : PI 3 = 11,777°
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
41/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 36
YOGI PERMANA (1204101010046)
4.1.1 Lengkung horizontal I
Menggunakan lengkung busur lingkaran dengan lengkung peralihan
(Spiral-Circle-Spiral) seperti yang tertera pada bab I, perhitungan sebagai berikut:
β = 54,276°
V = 60 Km/Jam
Direncanakan jari-jari Rc = 286 m
Melalui tabel 4.7 (silvia : 113) diperoleh: e = 0,064 dan Ls = 50 m
Besar Sudut Spiral
008,5286905090
ππθ
R Ls
s
Besar pusat busur lingkaran
sc θβθ 2
= 54,276,° - (2 x 5,008°)
= 44,263°
Panjang lengkung circle
946,2202862°360
44,263°2°360
ππθ Rcc Lc m
L = Lc + 2 Ls
= 220,946 + (2 50)
= 320,946 m
)cos1(6
2
s Rc Rc
Ls p θ
)008,5cos1(286286650 2
p
= 0,364 m
s Rc Rc
Ls LsK θsin
40 23
= 008,5sin28628640
5050 2
3
= 24,993 m
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
42/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 37
YOGI PERMANA (1204101010046)
Ts = ( Rc + P) tg 1/2 β + k
= (286 + 0,364) tg ½ 54,276° + 24,993
= 171,7893 m
Es = (Rc + P) sec ½ β - Rc
= (286 + 0,364) sec ½ 54,276° – 286
= 35,7958 m
Kontrol :
L< 2 Ts
320,946 m < (2 x 171,7893) m
320,946 m < 343,5786 m ……………………(Benar)
Landai relatif BM = [(0,02 + 0,039) x 3,75] / 50 = 0,00425
Gambar 4.1 Lengkung Horizontal PI 1
Es = 35,796 m
Lc = 220,946 m
?=54,28°
44,263°5.008°
T S S C
T S = 1 7 1, 7 8 9
S T C S
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
43/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 38
YOGI PERMANA (1204101010046)
Gambar 4.2 Diagram Superelevasi untuk Lengkung Horizontal PI 1
Gambar 4.3. Landai Relatif untuk Lengkung Horizontal PI1
TS SC STCS
Ls = 50 M Lc = 220,946 Ls = 50 M
E MAKS = 6.4%
E MAKS = 6.4% 2 % 2 % 2 %
2 % 2 %
6 .4 % 0%
6 .4 %
2%
6.4%
2%
3,75 m 3,75 m
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
44/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 39
YOGI PERMANA (1204101010046)
4.1.2 Lengkung horizontal II (FC)
Menggunakan tikungan jenis Full Circle dengan Rc = 716 m
VR = 60 km/jam
e max = 0,1
β = 16,868°
Lebar jalan = 2 3,75 m ; e max = 10 %
Dari tabel 4.7 (Metode Bina Marga), didapat e = 0,029 dengan Ls = 50 m
Tc = Rc tan β21
Tc = 716 tan 16,868°21
Tc = 106,177 m
Ec = Tc tan β41
Ec = 106,177 m tan 16,868°41
Ec = 7,830 m
Lc = 0,01745 β Rc
Lc = 0,01745 16,868° 716
Lc = 210,777 m
Landai relatif =50
)029,002,0)(75,3( = 0,0037
/ =
/ ( )=
,
,=
,
50 (x + 2) = 183,75
X = 1,675 %
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
45/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 40
YOGI PERMANA (1204101010046)
Gambar 4.4 Lengkung Horizontal PI 2
L c = 2 1 0 ,7 7 7 m
1 6 , 8 7 °
P I 2 1 0 6 , 1 8
T C C T E c = 7 , 8 3
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
46/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 41
YOGI PERMANA (1204101010046)
Gambar 4.5 Diagram Superelevasi untuk Lengkung Horizontal PI 2
Gambar 4.6 Landai Relatif untuk Lengkung Horizontal PI2
TC CT
Ls = 50 M Lc = 210,777 m
E MAKS = 2.9%
2 % 2 %
2 %
2 % 1 ,67 5 %
0%
Ls = 50 M
2 ,9 %
2 ,9 %
2 % 2 %
2 %
2 % 1 ,67 5 %
0%2 ,9 %
2 ,9 %
14 Ls
34 Ls
2% 2%
3,75 m 3,75 m
2 ,9 %
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
47/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 42
YOGI PERMANA (1204101010046)
4.1.3 Lengkung horizontal III (FC)
Menggunakan tikungan jenis Full Circle dengan Rc = 955 m
VR = 60 km/jam
e max = 0,1
β = 11,777°
Lebar jalan = 2 3,75 m ; e max = 10 %
Dari tabel 4.7 (Metode Bina Marga), didapat e = 0,023 dengan Ls = 50 m
Tc = Rc tan β21
Tc = 955 tan 11,777°21
Tc = 98,521 m
Ec = Tc tan β41
Ec = 98,521 m tan 11,777°41
Ec = 5,068 m
Lc = 0,01745 β Rc
Lc = 0,01745 11,777° 955
Lc = 196,311 m
Landai relatif =50
)023,002,0)(75,3( = 0,0032
/ =
/ ( )=
,
,=
,
50 (x + 2) = 161,25
X = 1,225 %
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
48/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 43
YOGI PERMANA (1204101010046)
Gambar 4.7 Lengkung Horizontal PI 3
L c = 1 9 6 ,3 11 m
1 1 , 78 °
P I2 9 8 , 5 21
T C C T Ec =5,07
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
49/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 44
YOGI PERMANA (1204101010046)
Gambar 4.8 Diagram Superelevasi untuk Lengkung Horizontal PI 3
Gambar 4.9 Landai Relatif untuk Lengkung Horizontal PI3
TC CT
Ls = 50 M Lc = 196,311 m
E MAKS = 2.3%
2 % 2 %
2 %
2 % 1 ,2 2 5 %
0%
Ls = 50 M
2 ,9 %
2 ,9 %
2 % 2 %
2 %
2 % 1 ,2 2 5 %
0%2 ,9 %
2 ,9 %
1
4 Ls
3
4 Ls
2% 2%
3,75 m 3,75 m
2 ,3 %
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
50/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 45
YOGI PERMANA (1204101010046)
4.1.4 Perhitungan Stasioning Horizontal
Dalam menghitung panjang horizontal, perlu dibuat piel-piel stasiun
sehingga dengan panjang tikungan yang telah dihitung akan didapatkan panjang
horizontal jalan.
Lengkung Horizontal A (S-C-S)
Dari perhitungan lengkung horizontal A diperoleh:
STA PI 1 = STA Y + (d (Y- PI1) )
= 0,000 + 473,61
= 473,61 m atau 0+ 473,61 m
STA TS 1 = STA PI 1 - (d (TS1) )
= 473,61 – 171,7893
= 301,8207 m atau 0+ 301,8207 m
STA SC 1 = STA TS 1 + Ls
= 301,8207 + 50
= 361,8207 m atau 0+ 361,8207 m
STA ST 1 = STA PI 1 + (d (TS1) )
= 473,61 m + 171,7893 m= 645,3993 m atau 0+ 645,3993 m
STA CS1 = STA ST 1 - Ls
= 645,3993 m - 50 m
= 595,3993 m atau 0+ 595,3993 m
Lengkung Horizontal B (FC)
Dari perhitungan lengkung horizontal A diperoleh:STA PI 2 = STA PI 1 + ( d (PI2) )
= 473,61 m + 485,79
= 959,40 m atau 0 + 959,40 m
STA TC 2 = STA PI 2 - ( d (TC2) )
= 959,40 m - 106,177 m
= 853,223 m atau 0 + 853,223 m
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
51/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 46
YOGI PERMANA (1204101010046)
STA CT 2 = STA PI 2 + ( d (TC2) )
= 959,40 m + 106,177 m
= 1.065,577 m atau 1 + 065,577 m
Lengkung Horizontal C (FC)
Dari perhitungan lengkung horizontal A diperoleh:
STA PI 3 = STA PI 2 + ( d (PI3) )
= 959,40 m + 317,82
= 1.277,92 m atau 1 + 277,92 m
STA TC 3 = STA PI 3 - ( d (TC3) )
= 1.277,92 m – 98,521 m
= 1.178,699 m atau 1 + 178,699 m
STA CT 3 = STA PI 3 + ( d (TC3) )
= 1.277,92 m + 98,521 m
= 1.376,441 m atau 1 + 376,441 m
Dari semua tikungan yang sudah dihitung, dimuat dalam suatu tabel sebagai
berikut :
PI 1 2 3
STA 473,61 m 959,40 m 1277,92 mX 788503 788953 789200Y 671783 671600 671400Δ 54 17 12
VR 60 km/jam 60 km/jam 60 km/jam
Rc 286 m 716 m 955 mLs 50 m 50 m 50 mθs 5,008° - -θc 44,263° - -
Ts 171,789 m - -Tc - 106,177 m 98,521 mEs 35,796 m - -Ec - 7,830 m 5,068 mLc 220,946 m 210,777 m 196,311 mL 320,946 m - -e 6,4% 2,9% 2,3%
JenisLengkung SCS FC FC
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
52/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 47
YOGI PERMANA (1204101010046)
BAB V
PERENCANAAN ALINYEMEN VERTIKAL
5.1 Perencanaan Alinyemen Vertikal
Pergantian dari satu kelandaian ke kelandaian yang lain dilakukan dengan
menggunakan lengkung vertikal. Lengkung vertikal tersebut direncanakan
sedemikian rupa sehinggga memenuhi keamanan dan kenyamanan drainase.
Jenis lengkung vertikal dilihat dari letak titik perpotongan kedua bagian
lurus (tangen) adalah:
1. Lengkung vertikal cekung, adalah lengkung dimana titik perpotongan antara
kedua tangen berada di bawah permukaan jalan.
2. Lengkung vertikal cembung, adalah lengkung dimana titik perpotongan
antara kedua tangen berada di atas permukaan jalan yang bersangkutan.
Dalam perencanaan alinyemen vertikal, diperoleh dua buah lengkung
vertikal cekung dan satu buah lengkung vertikal cembung.
5.1.1 Perhitungan kemiringan lintasan
Titik Y ke PPV1
g1 = jarak elevasiY elevasiPPV 1
g1 = %21,25,257 2067,211
Titik PPV1 ke PPV 2
g2 = jarak elevasiPPV elevasiPPV 12
g2 = %69,05,462
7,2115,208
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
53/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 48
YOGI PERMANA (1204101010046)
Titik PPV2 ke PPV 3
g3 = jarak
elevasiPPV elevasiPPV 23
g3 = %37,0298
5,2084,207
Titik PPV3 ke PPV 4
g4 = jarak
elevasiPPV elevasiPPV 34
g4 = %79,1402
4,2072,200
Titik PPV4 ke Titik P
g5 = jarak
elevasiPPV elevasiP
g5 = %17,048,173
2,2005,200
5.1.2 Lengkung vertikal cembung I pada STA 0 + 257,5
Gambar 5.1 Lengkung Vertikal Cembung I pada STA 0 + 257,5
g1 = 2,21 %
g2 = -0,69 %
A = | g 1 - g2 | = 2,21 % – (-0,69) %
= 2,90 %
PLV PPV 1 PTVg1= 2.21 % g2= -0.69 %
STA0 + 237,5
STA0 + 257,5
STA0 + 277,5
10.00 10.00 10.00 10.00
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
54/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 49
YOGI PERMANA (1204101010046)
Berdasarkan nilai A = 2,9 % dan V = 60 km/jam, dari grafik V PPMJR
diperoleh Lv = 40 m.
Ev = 800
LvA
800
402,90= 0,145 m
Posisi titik di lengkung vertikal cembung sta 0+257,5 m
PLV 1 = PPV 1 – ½.Lv
= (0 + 257,5) – 20
= 0 + 237,5 m
Titik antara PLV dan PPV
= STA (0 + 257,5) + ¼ LV= (0 + 257,5) + ¼ (40)
= 0 + 247,5m
PPV = STA 0 + 257,5
= 0 + 257,5 m
Titik antara PPV dan PTV
= STA (0 + 257,5) + ¼ LV
= (0 +257,5) + ¼ (40)= 0 + 267,5m
PTV = PPV + ½.Lv
= (0 + 257,5) + 20
= 0 + 277,5m
Mencari elevasi sumbu jalan pada setiap Sta:
Persamaan umum, lengkung vertikal : y =200LAx
2
Kedudukan titik di sepanjang lengkung vertikal dihitung sebagai
berikut:
PLV, Sta 0 + 237,5 : x = 0 ; y = 0
Sta 0 + 247,5 : x = 10 ; y = 40200
109.2 2
0,036 m
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
55/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 50
YOGI PERMANA (1204101010046)
PPV, Sta 0 +257,5 : x = 20 ; y = 40200
209.2 2
0,145 m
Sta 0 + 267,5 : x = 10 ; y = 40200
109.22
0,036 m
PTV, Sta 0 + 277,5 : x = 0 ; y = 0
Elevasi sumbu jalan di lengkung vertikal cembung +211,7 m
Elevasi sumbu jalan PLV = 211,7 - (g1 ½.Lv)
= 211,7 - (0,0221 % 20) - 0
= 211,258 m
Elevasi sumbu jalan titik antara PLV dan PPV
= 211,7 - (g1 ¼ Lv)
= 211,7 - ( 0,0221 % 10) – (0,036)
= 211,443 m
Elevasi sumbu jalan PPV = 211,7 - Ev= 211,7 - 0,145
= 211,555 m
Elevasi sumbu jalan titik antara PPV dan PTV
= 211,7 - (g 2 ¼ Lv)
=211,7 - (0,0069 % 10) – (0,0036)
= 211.595 m
Elevasi sumbu jalan PTV = 211,7 - (g 2 ½.Lv)
= 211,7 - (0,0069 % 20) - 0
= 211,562 m
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
56/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 51
YOGI PERMANA (1204101010046)
5.1.3 Lengkung vertikal cekung pada STA 0 + 720,00
Gambar 5.2 Lengkung Vertikal Cekung STA 0 + 720
g1 = -0,69 %
g2 = -0,37 %
A = | g 1 - g2 | = -0,69% - (-0,37%) = -0,32 %
Berdasarkan nilai A = -0,32 % dan V = 60 km/jam, dari grafik V PPMJR
diperoleh Lv = 40 m.
Ev = 800
LvA800
4032,0 = 0,016 m
Posisi titik di lengkung vertikal cekung sta 0 +720
PLV = PPV – ½.Lv
= (0 + 720) – 20
= 0 + 700
Titik antara PLV dan PPV
= STA (0 + 720) - ¼ LV
= (0 + 720) - ¼ (40)
= 0 + 710
PLV PPV 2 PTVg1= -0.69 % g2= -0.37 %
STA0 + 700
STA0 + 720
STA0 + 740
10.00 10.00 10.00 10.00
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
57/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 52
YOGI PERMANA (1204101010046)
PPV = STA 0 + 720
= 0 + 720
Titik antara PPV dan PTV
= STA (0 + 720) + ¼ LV
= (0 + 720) + ¼ (40)
= 0 + 730
PTV = PPV + ½.Lv
= (0 + 720) + 20
= 0 + 740
Mencari elevasi sumbu jalan pada setiap Sta:
Persamaan umum, lengkung vertikal : y =200L
Ax 2
Kedudukan titik di sepanjang lengkung vertikal dihitung sebagai
berikut:
PLV, Sta 0 + 700 : x = 0 ; y = 0
Sta 0 + 710 : x = 10 ; y = 40200
1032,0 2
0,004 m
PPV, Sta 0 + 720 : x = 20 ; y = 40200
2032,0 2
0,016 m
Sta 0 + 730 : x = 10 ; y =
40200
1032,0 2
0,004 m
PTV, Sta 0 + 740 : x = 0 ; y = 0
Elevasi sumbu jalan di lengkung vertikal cekung +208,5
Elevasi sumbu jalan PLV = 208,5 + (g 1 ½.Lv)
= 208,5 + (0,0069 % 20) - 0
= 208,638 m
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
58/96
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
59/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 54
YOGI PERMANA (1204101010046)
g1 = -0,37 %
g2 = -1,79 %
A =| g 1 - g2 | = -0,37-(-1,79)
= 1,42 %
Berdasarkan nilai A = + 1,42 % dan V = 60 km/jam, dari grafik V PPMJR
diperoleh Lv = 40 m.
Ev = 800
LvA800
4042,1 = 0,071 m
Posisi titik di lengkung vertikal cembung sta 1+018 PLV = PPV – ½.Lv
= (1+018 ) – 20
= 0+998
Titik antara PLV dan PPV
= STA ( 1+018 ) + ¼ LV
= (1+018 + ¼ (40)= 1 + 008
PPV = STA 1 + 018
= 1 + 018
Titik antara PPV dan PTV
= STA (1+018) + ¼ LV
= (1 + 018) + ¼ (40)
= 1 + 028
PTV = PPV + ½.Lv
= (1 + 018) + 20
= 1 + 038
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
60/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 55
YOGI PERMANA (1204101010046)
Mencari elevasi sumbu jalan pada setiap Sta:
Persamaan umum, lengkung vertikal : y =200L
Ax 2
Kedudukan titik di sepanjang lengkung vertikal dihitung sebagai
berikut:
PLV, Sta 0+998 : x = 0 ; y = 0
Sta 1+008 : x = 10 ;y = m018,040200
1042,1 2
PPV, Sta 1 + 018 : x = 20 ; y =
40200
2042,1 2
0,071 m
Sta 1 + 028 : x = 10 ; y m018,040200
1042,1 2
PTV, Sta 1 + 038 : x = 0 ; y = 0
Elevasi sumbu jalan di lengkung vertikal cembung +207,4
Elevasi sumbu jalan PLV = 207,4 + (g 1 ½.Lv)
= 207,4 + (0,0037 20) - 0
= 207,474 m
Elevasi sumbu jalan titik antara PLV dan PPV
= 207,4 + (g 1 ¼ Lv)
= 207,4 + ( 0,0037 10) – (-0,018)
= 207,455 m
Elevasi sumbu jalan PPV = 207,4 - Ev
= 207,4 – 0,071
= 207,329 m
Elevasi sumbu jalan titik antara PPV dan PTV
= 207,4 - (g 2 ¼ Lv)
= 207,4 - (0,0179 10) +(0,018)
= 207,239 m
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
61/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 56
YOGI PERMANA (1204101010046)
Elevasi sumbu jalan PTV = 207,4 - (g 2 ½.Lv)
= 207,4 - (0,0179 20) - 0
= 207,042 m
5.1.5 Lengkung vertikal cekung pada STA 1 + 420
Gambar 5.4 Lengkung Vertikal Cekung STA 1 + 420
g1 = -1,79 %
g2 = +0,17 %
A = | g 1 - g2 | = -1,79% - 0,17% = -1,96 %
Berdasarkan nilai A = -1,96 % dan V = 60 km/jam, dari grafik V PPMJR
diperoleh Lv = 40 m.
Ev = 800
LvA800
4096,1 = 0,098 m
Posisi titik di lengkung vertikal cekung sta 1 +420
PLV = PPV – ½.Lv
= (1 + 420) – 20
= 1 + 400
Titik antara PLV dan PPV
= STA (1 + 420) + ¼ LV
PLV PPV 4 PTVg1= -1.79 % g2= 0.17 %
STA1 + 400
STA1 + 420
STA1 + 440
10.00 10.00 10.00 10.00
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
62/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 57
YOGI PERMANA (1204101010046)
= (1 + 420) - ¼ (40)
= 1 + 410
PPV = STA 1 + 420
= 1 + 420
Titik antara PPV dan PTV
= STA (1 + 420) + ¼ LV
= (1 + 420) + ¼ (40)
= 1 + 430
PTV = PPV + ½.Lv
= (1 + 420) + 20
= 1 + 440
Mencari elevasi sumbu jalan pada setiap Sta:
Persamaan umum, lengkung vertikal : y =200L
Ax 2
Kedudukan titik di sepanjang lengkung vertikal dihitung sebagai
berikut:
PLV, Sta 1 + 400 : x = 0 ; y = 0
Sta 1 + 410 : x = 10 ; y = 40200
1096,1 2
0,025 m
PPV, Sta 1 + 420 : x = 20 ; y =
40200
2096,1 2
0,098 m
Sta 1 + 430 : x = 10 ; y = 40200
1096,1 2
0,025 m
PTV, Sta 1 + 440 : x = 0 ; y = 0
Elevasi sumbu jalan di lengkung vertikal cekung +200,2
Elevasi sumbu jalan PLV = 200,2 + (g 1 ½.Lv)
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
63/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 58
YOGI PERMANA (1204101010046)
= 200,2 + (0,0179 20) - 0
= 200,558 m
Elevasi sumbu jalan titik antara PLV dan PPV
= 200,2 + (g 1 ¼ Lv)
= 200,2 + (0,0179 10) +(0,025)
= 200,404 m
Elevasi sumbu jalan PPV = 200,2 + Ev
= 200,2 + (0,098)
= 200,298 m
Elevasi sumbu jalan titik antara PPV dan PTV
= 200,2 + (g 2 ¼ Lv)
= 200,2 + (0,0017 10) +(0,025)
= 200,242 m
Elevasi sumbu jalan PTV = 200,2 + (g 2 ½.Lv)
= 200 + (0,0017 20) - 0
=200,234 m
Rekapitulasi alinyemen vertikalLengkungVertikal
g1(%)
g2(%)
A(g1-g2)(%)
V(km/jam)
Lv(m)
Ev(m)
Cembung I 2.21 -0.69 2,90 60 40 0,145
Cekung I -0.69 -0.37 -0.32 60 40 0,016Cembung II -0.37 1.79 1.42 60 40 0,071Cekung II -1.79 0.17 -1.62 60 40 0,081
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
64/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 59
YOGI PERMANA (1204101010046)
5.2 Perhitungan Jarak Pandangan
Jarak pandangan pada lengkung vertikal dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus-rumus yang diuraikan dalam perencanaan jalan ini, dari
sketsa jalan diperoleh dua lengkung vertical cekung dan satu lengkung cembung.
Oleh karena itu, perhitungan jarak pandangan dihitung berdasarkan jenis
lengkung.
5.2.1 Lengkung Vertikal Cembung I
5.2.1.1 Jarak Pandangan Henti
L =2
2
399S AC
S A
S = AC L
S =9,2399
40
S = 0,186 m
(S < L) berarti tidak memenuhi
Maka direncanakan S >L ;
= 2 − 399
2 = 399
+
= 399 + ( . )
2
= 399 + (2,9 40)2 2,9S = 88,793 m > 40 m, berarti memenuhi (S > L)
5.2.1.2 Jarak Pandangan Menyiap
Jarak pandangan menyiap dapat ditentukan dengan menggunakan rumus
2.43, perhitungan sebagai berikut:
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
65/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 60
YOGI PERMANA (1204101010046)
L = 22
960S AC
S A
S = AC
L
S =9,2960
40
S = 0,120 meter
= 0,120 < L = 40 mBerarti tidak memenuhi (S < L)
Maka direncanakan S >L ;
= 2 − 960
2 = 960
+
= 960 + ( . )
2
= 960 + (2,9 40)
2 2,9S = 185,517 > 40 m, berarti memenuhi (S > L)
5.2.2 Lengkung Vertikal Cekung I
Jarak pandangan pada lengkung vertikal dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus 2.44, perhitungan sebagai berikut:
Perencanaan S < L (L = 40 m), perhitungan sebagai berikut:
= ×
120 + 3,5AS 2= 120L + 3,5 SL
0,32S 2 – 140S – 120 (40) = 0
0,32 S 2 – 140S – 4800 = 0
= − ± √ − 4
2
1 = − + √ − 4
2 =
−(−140) + (−140) − 4 (0,32)(−4800)
2(0,32)
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
66/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 61
YOGI PERMANA (1204101010046)
S 1 = 469,452 m
2 = − − √ − 4
2 = −(−140) − (−140) − 4 (0,32)(−4800)
2(0,32)S 2 = 31,952 m
(S < L) berarti tidak memenuhi
Maka direncanakan S >L ;
= 2 − 120 + 3,5
= + 120 + 3,5
22AS = AL + 120 + 3,5 S
3,5 S - 2 x 0,32 S + 0,32 x 40 = 0
3,5 S – 0,64 S +120+ 12,8 = 0
2,86 S = 132,8
S = 46,434 m > 40 m, berarti memenuhi (S > L)
5.2.3 Lengkung Vertikal Cembung II
5.2.3.1 Jarak Pandangan Henti
L =2
2
399S AC
S A
S = AC L
S =42,1399
40
S = 0,266 meter
(S < L) berarti tidak memenuhi
Maka direncanakan S >L ;
= 2 − 399
2 = 399
+
= 399 + ( . )
2
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
67/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 62
YOGI PERMANA (1204101010046)
= 399 + (1,42 40)
2 1,42S = 160,493 m > 40 m, berarti memenuhi (S > L)
5.2.3.2 Jarak Pandangan Menyiap
Jarak pandangan menyiap dapat ditentukan dengan menggunakan rumus
2.43, perhitungan sebagai berikut:
L = 22
960S AC
S A
S =
AC
L
S =42,1960
40
S = 0,171 meter
= 0,171 < L = 40 mBerarti tidak memenuhi (S < L)
Maka direncanakan S >L ;
= 2 − 960
2 = 960
+
= 960 + ( . )
2
= 960 + (1,42 40)
2 1,42S = 358,028 > 40 m, berarti memenuhi (S > L)
5.2.4 Lengkung Vertikal Cekung II
Jarak pandangan pada lengkung vertikal dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus 2.44, perhitungan sebagai berikut:
Perencanaan S < L (L = 40 m), perhitungan sebagai berikut:
= ×
120 + 3,5
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
68/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 63
YOGI PERMANA (1204101010046)
AS 2= 120L + 3,5 SL
1,96S 2 – 140S – 120 (40) = 0
1,96S 2 – 140S – 4800 = 0
= − ± √ − 4
2
1 = − + √ − 4
2 = −(−140) + (−140) − 4 (1,96)(−4800)
2(1,96)S 1 = 96,743 m
2 = − − √ − 4
2 = −(−140) − (−140) − 4 (1,96)(−4800)
2(1,96)
S 2 = 25,314 m(S < L) berarti tidak memenuhi
Maka direncanakan S >L ;
= 2 − 120 + 3,5
= + 120 + 3,5
22AS = AL + 120 + 3,5 S3,5 S - 2 x 1,96 S + 120 + 1,96x40 = 0
3,5 S – 3,92 S + 198,4 = 0
0,42 S = 198,4
S = 472,381 m > 40 m, berarti memenuhi (S > L)
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
69/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 64
YOGI PERMANA (1204101010046)
Tabel 5.1 Koordinasi Stasioning Horizontal dan Vertikal
Nomor Jalan (Sta) Panjang Horizontal Jalan
STA Y 0 + 000 m
STA PLV 1 0 + 237,5 m
STA PPV 1 0 + 257,5 m
STA PTV 1 0 + 277,5 m
STA TS 1 0+301,8207 m
STA SC 1 0+361,8207 m
STA PI 1 0+473,61 m
STA CS 1 0+595,3993 m
STA TS 1 0+645,3993 m
STA PLV 2 0 + 700 m
STA PPV 2 0 + 720 m
STA PTV 2 0 + 740 m
STA TC 2 0+853,223 m
STA PI 2 0+959,40 m
STA PLV 3 0 + 998 m
STA PPV 3 1 + 018 m
STA PTV 3 1 + 038 m
STA CT 2 1+065,577 m
STA TC 3 1+178,699 m
STA PI 3 1+277,92 m
STA CT 3 1+376,441 m
STA PLV 4 1 + 400 m
STA PPV 4 1 + 420 m
STA PTV 4 1 + 440 m
STA P 1 + 593 m
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
70/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 65
YOGI PERMANA (1204101010046)
BAB VI
PERHITUNGAN GALIAN (CUT) DAN TIMBUNAN (FILL)
Dari sketsa jalan, lampiran gambar halaman 1, dapat dilihat bagian jalan yang
terletak pada bagian galian dan timbunan. Pada jalan yang terletak pada bagian
umpamanya, bagian yang tersambung dapat dicari volumenya secara menyeluruh. Seperti
bagian antara titik awal (B) dengan titik perpotongannya muka tanah dengan rencana
lintasan jalan, dicari dulu luas – luas tampang melintang, volume adalah luas tampang
dikalikan jarak antara kedua penampang, apabila diantarai oleh dua luas tampang yang
tertentu maka harus dicari luas tampang melintang rata-rata dan dikalikan jarak antara
kedua penampang yang bersangkutan.
Lain halnya bila ruas yang harus dicari diantarai oleh dua tampang yang berbeda,
yang satu galian dan yang satu timbunan. Maka harus dicari titik potong muka tanah
dengan permukaan jalan, atau batas antara galian dan timbunan seperti pada gambar di
bawah ini.(gambar 5.1)
Gambar 5.1 batas antara galian dan timbunan
a : b = ( L- x ) ( a+b) x = b.L
ax = b.L - b.x x =ba
bxL
ax + bx = b.L
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
71/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 66
YOGI PERMANA (1204101010046)
206,00
205,925205,865I
II
204,865
2 0 5 , 9
9 3
( STA 0 + 000 )
2 0 5 , 9
9 2
2 0 6 , 0
0 7
2 0 6 , 0
0 6
2 0 6 , 0
0 4
2 0 5 , 9
9 6
2 0 5 , 9
9 4
2 0 6 , 0 0 8
IIIII
IV V VI VII
VIII
3,751,5 3,75 1,510,5 0,999 0,5
205,925 205,86 5
204,865
1 , 1
2 1
0,122
1 , 1
2 1
0,066 0,081 0,134
1 , 1
3 5
1 , 1
2 8
Dengan demikian dapat diketahui panjang bagian galian dan timbunan, sehingga
dapat dicari volumenya.
Penampang jalan yang direncanakan diperlihatkan pada Gambar 6.2 di bawah ini.
12
Gambar 5.2 Potongan melintang jalan
Perencanaan:
Lebar Jalan = 2 x 3.75 meter
Kelandaian Perkerasan Jalan = 2%
Lebar bahu jalan = 2 x 1.5 meter
Kemiringan bahu Jalan = 4%Lebar talud = 0.5 meter
Tinggi talud = 1 meter
Kemiringan Talud = 1: 2
6.1 Perhitungan Luas Tampang Galian dan Timbunan.
STA 0 + 000Galian :
I = 0.5 x 1.121 = 0.280 m 2
2
II = 1.121 x 0.5 = 0.561 m 2
III = 1.121 + 0.122 x 0.5 = 0.311 m 2
2
IV = 0.122 + 0.066 x 1.5 = 0.141 m 2
2
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
72/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 67
YOGI PERMANA (1204101010046)
V = 0.066 x 3.75 = 0.124 m 2
2
VI = 0.081 x 3.75 = 0.152 m 2
2
VII =0.081 + 0.134
x 1.5 = 0.161 m 22
VIII = 0.134 + 1.135 x 0.5 = 0.317 m 2
2
IX = 1.135 + 1.128 x 0.5 = 0.566 m 2
2
X = 1.128 x 0.5 = 0.282 m 2
2
Luas total galian = 2.894 m 2
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
73/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 68
YOGI PERMANA (1204101010046)
206,80
206,725206,665I
II
205,665
( STA 0 + 040 )
IVIII V V VI
VII VIII
3,751,5 3,75 1,510,5 0,999 0,5
206,725 206,66 5
205,665
2 0 6 ,
9 2 7 9
2 0 6 ,
9 2 0 7
2 0 7 ,
0 6 9 1
2 0 7 ,
0 5 8 1
2 0 7 ,
0 4 1 5
2 0 6 , 9 5
6 7
2 0 6 ,
9 3 9 4
2 0 7 ,
0 7 6 9
2 0 7 .
0 0
1 , 2
5 6
1 , 2
6 2
0,268 0,227 0,316 0,388
1 , 3
9 2
1 , 3
9 7
STA 0 + 40Galian :
I =0.5 x 1.255 = 0.314 m 2
2
II =1.255 + 1.262 x 0.5 = 0.629 m 2
2
III =1.262 + 0.268 x 0.5 = 0.383 m 2
2
IV =0.268 + 0.227 x 1.5 = 0.371 m 2
2
V = 0.227 + 0.200 x 3.75 = 0.801 m 22
VI =0.200 + 0.316 x 3.75 = 0.968 m 2
2
VII =0.316 + 0.388 x 1.5 = 0.528 m 2
2
VIII =0.388 + 1.392 x 0.5 = 0.445 m 2
2
IX =1.392 + 1.397
x 0.5 = 0.697 m 22
X =1.397 x 0.5
= 0.349 m 22
Luas total galian = 5.484 m 2
-
8/17/2019 Perencanaan_Jalan_Raya.pdf
74/96
P e r e n c a n a a n K o n s t r u k s i J a l a n R a y a I | 69
YOGI PERMANA (1204101010046)
207,60
207,525207,465I
II
206,465
( STA 0 + 080 )
IIIII IV V VI
VII VIII
3,751,5 3,75 1,510,5
0,999
0,5
2 0 7 ,
9 2 7 9
2 0 7 , 9 1
9 5
2 0 8 , 0 6
9 1
2 0 8 , 0 5
8 1
2 0 8 , 0 4
1 5
2 0 7 , 9 5
6 7
2 0 7 , 9 3
9 4
2 0 8 , 0 7
8 0
2 0 8 . 0 0
207,525 207,465
206,465
1 , 4
5 6
1 , 4
6 2
0,468 0,427 0,516
0 , 5
8 6
1 , 5
9 2
1 , 5
9 7
STA 0 + 80Galian :
I =0.5 x 1.456 = 0.364 m 2
2
II =1.456 + 1.462 x 0.5 = 0.730 m 2
2
III =1.462 + 0.468 x 0.5 = 0.483 m 2
2
IV =0.468 + 0.427 x 1.5 = 0.671 m 2
2
V = 0.427 + 0.400 x 3.75 = 1.551 m 22
VI =0.400 + 0.516 x 3.75 =