thoracic outlet syndrome

12
Diagnosa Banding The thoracic outlet syndrome memiliki presentasi yang sangat beragam, penting untuk mempertimbangkan dan menyingkirkan penyakit lain yang menyerupai atau terjadi bersamaan dengan sindrom ini. 1. Kompresi n. ulnaris 2. Kompresi n. medianus 3. Spondilosis servikal 4. Syringomyelia 5. Atrofi muskuler progresif Pengobatan Non-Operatif Ketika diagnosis thoracic outlet syndrome ditegakkan, penanganan awalnya adalah tindakan non operatif. Rencana pengobatan antara lain, evaluasi, edukasi pasien, modifikasi perilaku, dan jika terdapat indikasi, dilakukan latihan dan mobilisasi sendi. Pasien harus mengetahui bahwa gejalanya dapat berkurang bila patuh mengikuti terapi. Thoracic outlet syndrome tidak boleh diobati dengan hanya satu kali pertemuan namun harus diikuti secara teratur oleh pasien dan terapis sehingga dapat dilakukan perubahan diwaktu yang tepat. Evaluasi Bersama dengan informasi yang didapatkan oleh dokter, elektromiogram dan uji konduksi saraf, terapis harus mengevaluasi pasien untuk mengetahui kondisi dasarnya. Data ini digunakan untuk modifikasi perilaku, latihan dan mobilisasi sendi. Perbandingan penilaian awal dengan penilaian selanjutnya akan

Upload: andiamalia

Post on 14-Dec-2015

46 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

thoracic outlet syndrome

TRANSCRIPT

Page 1: Thoracic Outlet Syndrome

Diagnosa Banding

The thoracic outlet syndrome memiliki presentasi yang sangat beragam, penting untuk

mempertimbangkan dan menyingkirkan penyakit lain yang menyerupai atau terjadi bersamaan

dengan sindrom ini.

1. Kompresi n. ulnaris

2. Kompresi n. medianus

3. Spondilosis servikal

4. Syringomyelia

5. Atrofi muskuler progresif

Pengobatan Non-Operatif

Ketika diagnosis thoracic outlet syndrome ditegakkan, penanganan awalnya adalah

tindakan non operatif. Rencana pengobatan antara lain, evaluasi, edukasi pasien, modifikasi

perilaku, dan jika terdapat indikasi, dilakukan latihan dan mobilisasi sendi. Pasien harus

mengetahui bahwa gejalanya dapat berkurang bila patuh mengikuti terapi. Thoracic outlet

syndrome tidak boleh diobati dengan hanya satu kali pertemuan namun harus diikuti secara

teratur oleh pasien dan terapis sehingga dapat dilakukan perubahan diwaktu yang tepat.

Evaluasi

Bersama dengan informasi yang didapatkan oleh dokter, elektromiogram dan uji

konduksi saraf, terapis harus mengevaluasi pasien untuk mengetahui kondisi dasarnya. Data ini

digunakan untuk modifikasi perilaku, latihan dan mobilisasi sendi. Perbandingan penilaian awal

dengan penilaian selanjutnya akan menentukan apakah terapi efektif. Evaluasi komprehensif

antara lain, riwayat penyakit, postur, range of movement (ROM) ekstremitas atas, kekuatan,

mobilitas, nyeri dan perubahan sensori. Riwayat penyakit yang lengkap akan memberikan

indikasi dari penyebab dan perkembangan thoracic outlet syndrome. Contohnya, pasien dapat

melaporkan gejala yang terjadi setelah kegiatan yang melibatkan aktivitas tangan di atas kepala,

dimana diperlukan modifikasi perilaku untuk menghilangkan gerakan tersebut. Pasien lain

mungkin mengaku serangan yang berangsur-angsur, dimana penilaian postural dapat

mengindikasikan ketidakseimbangan upper quarter musculature. Terapi kemudian fokus pada

latihan dan koreksi postural. Dokumentasi dari nyeri dan parastesi menandakan plexus brachialis

Page 2: Thoracic Outlet Syndrome

terlibat, bersama dengan perkembangan sekunder seperti atrofi otot atau nutrisi jaringan yang

jelek. Kelainan postural harus dikenali dan dikoreksi. Defisit yang sering muncul adalah bahu

yang melingkar atau teretraksi meningkatkan kifosis thoracic dan meningkatkan lordosis servikal

kompensasi akibat postur kepala yang kedepan. Ketidakseimbangan otot dan pemanjangan

jaringan lunak atau pemendekan regio servikal akan merubah posisi posterior triangle. Untuk

alasan yang sama, hipertrofi upper trapezius muscle dan pendulous breasts dapat menjadi faktor

yang berkontribusi. Kontraktur jaringan lunak dari craniovertebral, servikal dan sendi

scapulothoracic sering menjadi manifestasi sekunder thoracic outlet syndrome.

Uji manuver untuk menyebabkan kompresi berkas neurovaskular dan kekambuhan gejala

akan memberi petunjuk terapis pada satu kelainan struktur yang spesifik. Pada manuver adson,

pemeriksa mencari penurunan denyut radial atau peningkatan gejala sebagai hasil yang positif.

Mekanisme melibatkan penurunan jarak antara skalenus anterior dan medius, melalui plexus

brachialis dan arteri subclavia. Uji hiperabduksi menyediakan dua poin kompresi pada berkas

neurovaskuler. Yang pertama pada penurunan jarak costoclavicular dan yang kedua pada

“katrol” yang terbentuk dari insersi otot pectoralis minor kedalam processus coracoid scapula,

yang dibawahnya dilewati oleh berkas.

Pada manuver costoclavicular, berkas neurovascular menurun oleh kira-kira antara

klavikula dan costa pertama, hingga menghasilkan gejala. Hiperekstensi pasif dari sendi

glenohumeral juga meningkatkan gejala dengan menjerat struktur dibawah insersi coracoid dari

pectoralis minor. Kompresi manual superior dan posterior pada sepertiga medial dari klavikula

juga menghasilkan gejala.

Ketika pola dari gejala diidentifikasi, seperti hipertonus skalenus atau penurunan jarak

costoclavicular maka tujuan terapi mudah untuk di tentukan. Penilaian kembali dari uji manuver

dan laporan subjektif dari sensasi akan menyediakan efektivitas protokol untuk dimonitor.

Edukasi Pasien

Edukasi pasien tentang mekanisme dari thoracic outlet syndrome merupakan hal yang

penting bagi terapi. Dokter atau terapis harus menjelaskan bagaimana sindrom bermulai dan

struktur apa yang terlibat. Diskusi dilakukan dengan bahasa yang mudah dimengerti dan dengan

diagram yang jelas. Ketika kondisi telah dijelaskan, pasien akan mengerti mengapa beberapa

posisi dapat mencetuskan gejala. Penyelesaian masalah individual akan mudah jika pasien telah

diberi informasi dengan baik dan benar.

Page 3: Thoracic Outlet Syndrome

Modifikasi Perilaku

Saat pasien diedukasi mengenai thoracic outlet syndrome, pasien diminta untuk

menerapkan pengetahuannya pada aktifitas sehari-hari untuk mengontrol gejala. Dengan bantuan

terapis, perilaku dapat dengan sadar di modifikasi. Berikut, merupakan saran yang dibuat untuk

pasien.

Tidur

Posisi yang mencetuskan thoracic outlet syndrome selama tidur adalah sebagai berikut,

membawa lengan keatas kepala, berbaring pada sisi yang sakit dan berbaring pada perut dengan

kepala menghadap ke satu sisi. Posisi yang mengurangi gejala adalah berbaring pada sisi yang

tidak sakit dengan satu bantal di bawah kepala dan bantal lain dibawah badan untuk mendukung

lengan. Posisi lainnya adalah berbaring dengan bantal dibawah kepala dan bahu dan satu bantal

di bawah masing-masing lengan.

Bekerja

Baik bekerja dirumah atau dikantor terdapat beberapa aktifitas yang harus dihindari.

Menghindari bekerja di atas level bahu, karena dapat mengkompresi berkas neurovascular pada

costoclavicular space dan dibawah insersi coracoid dari otot pectoralis minor. Menggunakan alat

untuk menggapai benda yang tinggi merupakan solusi yang mudah. Traksi pada pleksus diatas

sendi glenohumeral harus dihindari, yang dihasilkan ketika membawa barang dengan tangan

yang sakit. Membawa tas dan kantong belanjaan merupakan hal yang harus dihindari dan solusi

alternatif harus dikembangkan. Ketika duduk di meja tulis atau kursi malas, pastikan terdapat

penopang tangan yang tidak akan menyebabkan elevasi atau depresi bahu.

Menyetir

Cara untuk mengurangi gejala saat menyetir adalah dengan menjaga tangan tetap rendah

dan rileks pada setir. Bantal kecil harus mendukung lengan jika tidak ada sandaran pada sisi yang

sakit atau ada tetapi pada ketinggian yang tidak tepat.

Pencegahan umum

Terdapat beberapa situasi yang terjadi pada semua aktivitas yang harus dimodifikasi.

Situasi penuh tekanan dapat menyebabkan tegangan dari otot-otot servikal. Harus dibuat metode

alternatif untuk mengurangi tekanan, diantaranya dengan berbagi beban satu sama lain atau sama

Page 4: Thoracic Outlet Syndrome

sekali menghindari. Dada yang besar menyebabkan postur yang jelek dengan menarik dada ke

bawah dan memperpanjang bahu. Tali bra yang tipis menambah ketidaknyamanan karena

menyebabkan paksaan pada area yang kecil. Tali bra yang lebar, bra yang tidak bertali atau tidak

memakai bra akan menyebabkan penurunan tekanan langsung pada thoracic outlet. Pernafasan

yang berat membutuhkan kerja dari otot pernafasan sekunder yang berfungsi untuk mengangkat

costa, dengan costa pertama yang terletak pada tempat tersebut maka timbullah gejala. Udara

yang dingin menyebabkan menggigil dan hipertonisitas otot-otot tubuh, termasuk pada regio

servikal atas. Memakai beberapa lapisan kain dapat mengurangi rasa menggigil.

Pada pasien dengan progresi yang minimal dari thoracic outlet syndrome, penerapan

modifikasi perilaku cukup untuk mengontrol gejala. Berdasarkan prinsip tersebut maka akan

mengurangi kekambuhan.

Latihan

Semua latihan harus di rancang untuk kebutuhan pasien dan harus selalu dievaluasi. Dari

hasil uji kompresi, penilaian ROM dan penilaian postural, dapat langsung diketahui tujuan terapi.

Latihan harus secara jelas ditulis dan diperagakan sehingga pasien dapat mekakukannya 3-4x

sehari.

Hipertonisitas dari otot skalenus merupakan satu mekanisme yang dapat menandakan

manuver Adson yang positif. Untuk mengurangi keketatan, dimulai dengan posisi supinasi dan

secara aktif atau pasif miring ke posisi yang tidak terlibat. Pada awalnya, rotasi dihindari sampai

fleksibilitas otot meningkat, disaat rotasi ke arah sisi yang berlawanan dari sidebend bergabung.

Peregangan harus dilakukan setelah itu dilakukan pelemasan dan diulang keduanya. Pola

kontraksi-relaksasi dari penghambat proprioceptive neuromuscular dapat dijalankan untuk

mencapai mobilitas. Berdasarkan bukti dari uji hiperabduksi dan hiperekstensi yang positif,

peningkatan tonus otot pectoralis minor harus dikurangi. Penampilan awal harus pada posisi

supinasi dengan lengan abduksi hingga 90˚ dan fleksi siku hingga 90˚. Lengan secara lambat

melakukan rotasi eksternal sampai sensasi ditarik melalui sendi glenohumeral anterior dirasakan.

Lagi-lagi pola kontraksi relaksasi digunakan untuk mencapai mobilitas. Ketika pasien mencapai

rotasi eksternal yang baik, latihan dilakukan ketika pasien berdiri. Pasien akan menghadapi sudut

dengan abduksi bahu 90˚, rotasi eksternal penuh, fleksi siku 90˚ dan lengan bawah beristirahat

terhadap dinding. Pasien mencondongkan badan ke arah sudut untuk mencapai sensasi

peregangan yang sama. Sebagaimana dengan seluruh latihan untuk meningkatkan mobilitas otot-

Page 5: Thoracic Outlet Syndrome

otot, sebuah peregangan dengan tahanan akan memfasilitasi penghambat aktivitas dari gelendong

otot.

Postur yang salah, khususnya untuk waktu yang lama akan menghasilkan pemendekan

jaringan lunak. Kontraksi bahu akan membatasi sendi scapulothoracic untuk meluncur kearah

medial melewati rib cage. Menginstruksikan pasien untuk menggerakkan bahunya secara

melingkar dengan tujuan retraksi scapular secara bertahap akan meningkatkan pergerakan sendi.

Ini secara mudah dilakukan ketika seseorang duduk rileks dengan lengan bawah yang di sangga

untuk mencegah elevasi atau depresi. Postur kepala ke depan melibatkan peningkatan lordosis

dari vertebra servikalis medial sepanjang luncuran anterior dari occiput pada atlas dan

pembengkokan anterior dari tulang servikal bagian bawah dan vertebra thoracalis. Latihan

ekstensi axial dilakukan secara aktif oleh pasien akan membalikkan postur kepala ke depan,

meningkatkan mobilitas cranioverteberal dan artikulasi servikal. Pasien mulai dengan duduk

secara nyaman lalu diminta untuk mendorong kepalanya kebelakang dan hati-hati untuk tidak

condong ke depan atau ke belakang. Jari pada dagu akan membantu untuk mencegah pergerakan

ke atas atau ke bawah. Latihan ini merupakan sebuah luncuran occiput diatas atlas posterior

menguatkan vertebra servikalis. Sering kali scapula akan jatuh kedalam posisi rileks yang

diinginkan secara alami ketika seseorang melakukan ekstensi axial. Latihan pernapasan

diafragma sering diindikasikan ketika otot tambahan terlibat dalam pernafasan. Elevasi costa

pertama oleh pectoralis minor dan skalenus harus disingkirkan karena dapat menurunkan

thoracic outlet space.

Posisi diasumsikan ketika seseorang melakukan latihan dapat menimbulkan gejala.

Namun, ketika latihan selesai, gejala akan berhenti. Saat mobilitas membaik, gejala seharusnya

tidak muncul kembali dengan mudah.

Jika diindikasikan melalui uji bilateral, kelemahan otot-otot harus diperkuat karena

kelemahan ekstremitas atas pada distribusi myotomal yang sesuai dapat dihasilkan pada thoracic

outlet syndrome, kekuatan akan meningkat sejalan dengan neuropraxia yang membaik.

Upper trunk muscle paling sering lemah karena tidak digunakan dibandingkan dengan

kompresi seratus anterior, trapezius medius, inferior, latisimus dorsi dan rhomboid. Meskipun

saraf thoracodorsal panjang dapat terlibat dengan peregangan dari peningkatan kifosis thoracic,

menyebabkan kelemahan sekunder latisimus dorsi, ini juga akan meningkatkan kekuatan dengan

koreksi postural.

Page 6: Thoracic Outlet Syndrome

Kelemahan trapezius superior dan deltoid sekunder dari thoracic outlet syndrome sangat

jarang. Percobaan untuk menguatkan dengan menambahkan berat pada lengan yang bergantung

pada gravitasi meningkatkan gaya traksi pada plexus brachialis melalui caput humeri, akhirnya

memperberat gejala.

Mobilisisasi sendi

Teknik mobilisasi sendi sternoclavikular, acromioclavicular dan scapulothoracic joint dan

artikulasi kosta pertama dan kedua menyediakan metode yang dapat dipercaya untuk

meningkatkan costoclavicular space. Mobilisasi occiput diatas atlas akan memfasilitasi

pergerakan ekstensi axial. Bagaimanapun juga, pasien harus memiliki keinginan untuk

melakukan kunjungan terapi harian dan mengikuti program latihan dengan teratur. Mobilitas

sendi tambahan yang dihasilkan oleh teknik mobilisasi dijaga dengan latihan oleh pasien

dirumah. Pengurangan rasa nyeri dan parastesia biasanya berhasil menggunakan metode ini.

Dasar pemikiran untuk mobilisasi sendi dijelaskan oleh Cyriax, Kaltenborn, Maitland dan Smith.

Teknik mobilisasi sendi hanya dilakukan oleh seseorang dengan pelatihan yang sesuai dalam

panduan terapi.

Pengobatan non operatif yang sukses harus dapat mengurangi gejala dalam satu bulan.

Jika ini ditekankan, terapi non operatif dapat dilanjutkan sebagai usaha untuk menghilangkan

gejala. Namun, jika pasien tidak mengalami perkembangan atau memburuk pada perjalanannya,

dokter harus memilih metode intervensi alternatif.

Pengobatan pembedahan

Telah dilaporkan sekitar 50% sampai dengan 70% pasien dengan thoracic outlet

syndrome dapat membaik dengan pengobatan non operatif seperti yang telah didiskusikan

sebelumnya. Namun, terdapat kelompok pasien dengan gejala neurologi yang parah yang tidak

membaik dengan terapi fisik dan mungkin memburuk dengan dengan terapi. Pasien dengan nyeri

yang parah dan disabilitas, khususnya jika dengan terapi fisik tidak efektif, merupakan kandidat

untuk tindakan operatif. Sebagai tambahan, pasien dengan komponen arteri dan vena pada gejala

paling baik diterapi melalui pembedahan. Meskipun satu atau beberapa penyebab lain dapat

hadir untuk menghasilkan thoracic outlet syndrome, costa pertama tampakanya merupakan

denominator yang paling sering dari seluruh kasus. Pengangkatan dari costa pertama, oleh karena

itu dengan semua congenital bands yang berkaitan dengannya, termasuk cervical rib,

Page 7: Thoracic Outlet Syndrome

memberikan hasil yang paling konsisten dalam terapi sindrom ini. Scalenotomy telah di abaikan

karena hasil yang jelek. Pengangkatan klavikula juga telah di abaikan karena ketidaknyamanan

dan penampilan kosmetik yang jelek setelah pengangkatan.

Reseksi costa pertama melalui pendekatan axila seperti yang dijelaskan Ross tahun 1966

merupakan cara yang paling sederhana dan yang paling diterima untuk memindahkan costa

pertama. Teknik lain yang dijelaskan antara lain, insisi thoracotomy posterior terbatas yang di

populerkan oleh Clagett pada tahun 1962 dan yang terakhir oleh Martinez. Namun, operasi lebih

luas dan secara kosmetik lebih inferior daripada prosedur transaxillary. Pendekatan

supraklavikula dan infraklavikula telah dilaporkan dan memiliki keuntungannya masing-masing.

Dengan menggunakan teknik yang hati-hati, komplikasi post-operatif lebih sedikit

terjadi. Secara khusus penting untuk menghindari traksi pada saraf untuk mencegah disfungsi

plexus bracialis post operatif.

Hasil yang sempurna dari terapi telah dilaporkan pada 85%-90% pasien yang diobati

melalui pendekatan transaxillary. 10% mengalami perbaikan yang ringan dan 5-10% tidak

mengalami perubahan.

Kadang-kadang ditemukan pasien dengan gejala distrofi refleks simpatis yang parah.

Meskipun banyak pasien dengan thoracic outlet syndrome memiliki gejala dan hanya perlu untuk

memindahkan costa pertama, beberapa dengan penemuan yang parah diuntungkan dengan

penambahan thoracic sympathectomy dilalukan melalui pendekatan transaxillary yang sama

setelah costa pertama di eksisi. Biasanya dibutuhkan untuk memindahkan bagian lebih rendah

dari ganglia T1, T2 dan T3.

Beberapa pasien mungkin awalnya mengalami respon yang baik lalu mengalami

rekurensi dari beberapa atau semua gejala. Ini dipercaya sebagai penyebab pembentukan scar

sekitar plexus. Urschel menyarankan menggunakan pendekatan posterior pada pasien dengan

eksisi distal dari costa pertama sebagaimana neurolisis dari plexus brachialis jika dibutuhkan.

Lokasi scalenectomy, terakhir dijelaskan Roos, pada pasien dengan gejala upper plexus

yang dominan belum dibakukan.

Page 8: Thoracic Outlet Syndrome

Kesimpulan

Thoracic outlet syndrome merupakan istilah umum untuk kompresi neuropati dan

vaskulopati dari plexus brachialis dan pembuluh subclavia. Gambaran vaskular dari sindrom ini

tidak jelas, sedangkan gambaran neurologi jelas dan sering tidak bermakna. Kunci diagnosis

sindrom adalah kewaspadaan dari kejadiannya dan kemampuan untuk mengetahui kesan klinis

dengan uji objektif. Presentasi dari sindrom bisa jadi tidak biasa, tapi harus dipertimbangkan

pada semua kasus nyeri dan parastesi ekstremitas atas.