tinjauan yuridis terhadap opsi merger bank bumn …
TRANSCRIPT
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP OPSI MERGER BANK BUMN SYARIAH DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI
Siti Annisa, Aad Rusyad Nurdin
Program Kekhususan IV Hukum Ekonomi, Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia,
Kampus Baru UI Depok, Depok 16424, Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Skripsi ini membahas mengenai pengaturan mengenai Merger Bank menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku, serta membahas mengenai apakah dengan melakukan Merger Bank BUMN Syariah dapat bersaing dalam dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN. Bahwa Merger ini dilakukan untuk memperkuat struktur Perbankan Syariah dengan mengacu pada analisis kelebihan dan kelemahan dengan dilakukannya Opsi Merger, serta perbandingannya dengan beberapa Negara di kawasan Asia Tenggara. Metode penelitian ini adalah metode penelitian yang bersifat yuridis normatif. Hasil penelitian ini menyarankan pemerintah untuk melakukan Merger terhadap Bank BUMN Syariah sehingga dapat bersaing dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN, dimana Negara-negara ASEAN akan dijadikan sebagai wilayah kesatuan pasar dan basis produksi yang akan membuat arus terhadap barang, jasa, investasi, modal, dan tenaga kerja tidak ada hambatan. Kata Kunci: Bank, Merger, Syariah, MEA
Judicial Review On Merger Option of Bank BUMN Sharia in Facing the ASEAN Economy Community
Abstract
This thesis explains about Merger regulation in accordance with provisions of laws and regulations that valid, and also explains whether with Merger of Bank BUMN Sharia may compete in facing the ASEAN Economy Community. That the purpose of this Merger is to strengthen the structure of Bank Sharia referring to the benefit and weaknesses of Merger, and also the comparison between several Middle East Country. In arranging this thesis, the writer uses typology of normative legal research. Writer suggests that in facing the ASEAN Economy Community, where the economy of a country is fully integrated into the global economy to prepare for the free market in the field of capital, goods and services, investment and labor, the Government should merge the Bank BUMN Sharia, therefore Indonesia can compete in facing the ASEAN Economy Community. Keywords: Bank, Merger, Sharia, AEC
Tinjauan Yuridis ..., Siti Annisa, FH UI, 2016
Pendahuluan
Indonesia merupakan Negara mayoritas beragama Islam terbesar di dunia yang
mencapai 12,7% dari populasi di dunia, namun tidak memiliki Bank Syariah yang besar.
Apabila dilihat dari sejarah, kinerja Bank Syariah terbukti relatif lebih baik apabila
dibandingkan dengan Bank Konvensional pada saat krisis moneter tahun 1997, yang
membuat Bank-Bank Konvensional saat itu berjumlah 240 mengalami negative spread yang
berakibat pada likuidasi, kecuali Bank Syariah. Hal ini disebabkan Bank Syariah tidak
dibebani membayar bunga simpanan nasabah, melainkan hanya membayar bagi hasil yang
jumlahnya sesuai dengan tingkat keuntungan Perbankan Syariah, sehingga memberikan
potensi yang cukup besar bagi Bank Syariah untuk berkembang. Dengan adanya kesepakatan
akan pasar bebas bagi Negara-Negara di Asia Tenggara yaitu Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA), akan menimbulkan persaingan yang semakin berat diantara Negara-Negara ASEAN.
Bahwa keunggulan yang dimiliki sistem Bank Syariah dibandingkan sistem Bank
Konvensional, memberikan peluang bagi perkembangan Bank Syariah di Indonesia untuk
mampu bersaing di lingkup ASEAN. Dengan adanya latar belakang Single Presence Policy,
Roadmap Perbankan Syariah 2015-2019, dan Masyarakat Ekonomi ASEAN, terdapat isu
untuk menggabungkan 4 (empat) Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Syariah yang
dimiliki BUMN, yaitu Bank Umum Syariah (BUS) yang terdiri dari PT Bank BNI Syariah
(BNI Syariah), PT Bank Syariah Mandiri (BSM), PT Bank BRI Syariah (BRI Syariah), dan
Unit Usaha Syariah (UUS) PT Bank Tabungan Negara Syariah (BTN Syariah) untuk
memperkuat modal Perbankan Syariah, sehingga mampu bersaing dengan Negara lainnya.
Berdasarkan hal-hal uraian sebelumnya, maka muncul pertanyaan-pertanyaan yang menjadi
pokok permasalahan dari penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimanakah pengaturan mengenai Merger Bank menurut ketentuan perundang-
undangan yang berlaku?
2. Bagaimanakah potensi hasil Merger Bank BUMN Syariah untuk dapat bersaing dalam
rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)?
Penelitian ini secara umum memiliki tujuan untuk mengetahui peraturan mengenai Merger
Bank BUMN Syariah. Secara khusus, penelitian ini memiliki tujuan untuk:
a. Mengetahui peraturan mengenai Merger Bank BUMN Syariah menurut ketentuan
perundang-undangan yang berlaku;
Tinjauan Yuridis ..., Siti Annisa, FH UI, 2016
b. Mengetahui potensi hasil Merger Bank BUMN Syariah apakah dapat bersaing dengan
Negara-Negara ASEAN lainnya dalam rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi
ASEAN.
Dengan adanya penelitian yang berjudul "Tinjauan Yuridis terhadap Opsi Merger Bank
BUMN Syariah dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN" ini diharapkan akan
memberikan informasi dan/atau dapat dijadikan pedoman atau rujukan dalam mewujudkan
Bank BUMN Syariah, bagi pihak-pihak yang berkaitan dengan adanya rencana Merger Bank
BUMN Syariah, yaitu Pemerintah, Kementrian BUMN, dan/atau Otoritas Jasa Keuangan.
Tinjauan Teoritis
Untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman dalam memahami hal-hal yang dibahas di
dalam penelitian ini, maka dibawah ini akan ditetapkan definisi yang diambil dari peraturan
perundang-undangan, kamus, dan juga pendapat para ahli. Berikut definisi dari istilah-istilah
yang akan sering digunakan:
1. Bank Syariah
Berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank
Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip
Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah.
2. Bank Umum Syariah
Berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank
Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran.
3. Unit Usaha Syariah (UUS)
Berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Unit
Usaha Syariah (UUS) adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional
yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau init yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank
yang berkedudukan di luar negeri yang melaksankan kegiatan usaha secara
konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu
syariah dan/atau unit syariah.
Tinjauan Yuridis ..., Siti Annisa, FH UI, 2016
4. Prinsip Syariah
Berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Prinsip
Syariah adalah prinsip hukum islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa
yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di
bidang syariah.
5. Penggabungan atau Merger
Berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,
Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih
untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan
aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum
kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum
Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.
6. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara,
Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar
modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari
kekayaan negara yang dipisahkan.
7. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
Berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2011, tentang Otoritas Jasa Keuangan,
Otoritas Jasa Keuangan adalah Lembaga yang independen dan bebas dari campur
tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan,
pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu
penelitian hukum yang dilakukan dengan mengadakan penelitian yang didasarkan pada
penelitian kepustakaan dan dilengkapi dengan melakukan penelitian lapangan secara langsung
terhadap Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Kementrian BUMN. Penggunaan metode
penelitian ini untuk menjawab permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini berdasarkan
atas asas-asas hukum yang ada, dan hukum positif yang mengatur permasalahan dalam
penelitian ini serta beberapa teori-teori pendukung lainnya. Penggunaan metode penelitian ini
untuk menjawab permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini berdasarkan atas asas-asas
hukum yang ada, dan hukum positif yang mengatur permasalahan dalam penelitian ini serta
Tinjauan Yuridis ..., Siti Annisa, FH UI, 2016
beberapa teori-teori pendukung lainnya.
Tipologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksplanatoris yaitu
penelitian yang menggambarkan atau menjelaskan lebih dalam suatu gejala yang bersifat
mempertegas hipotesa yang ada.
Pada penelitian ini data yang diperlukan adalah data primer dan data sekunder. Untuk
mengumpulkan data primer maka penulis akan melakukan wawancara dengan pihak
Kementrian BUMN untuk mengetahui bagaimana proses penggabungan Bank BUMN
Syariah. Dalam mengumpulkan data sekunder tersebut yang ada 3 (tiga) macam data yang
akan dipergunakan yaitu:
1. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum mengikat, berupa Undang-Undang No. 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan, Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara,
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Peraturan Pemerintah
No. 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi, Peraturan Bank
Indonesia No. 14/26/PBI/2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor
berdasarkan Modal Inti Bank, Peraturan Bank Indonesia No.14/24/PBI/2012 tentang
Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia, serta Surat Edaran Direksi BI No.
32/51/KEP/DIR tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi
Bank Umum, serta peraturan perundang-undangan terkait lainnya.
2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberi penjelasan mengenai bahan
hukum primer, berupa buku-buku, makalah, jurnal yang berhubungan dengan
manajemen risiko dan kegiatan internet banking.
3. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang bersifat menunjang sumber hukum
primer dan sumber hukum sekunder, seperti kamus hukum, kamus bahasa,
ensiklopedia, dan website resmi dari internet.
Data-data yang diperoleh kemudian diolah dengan metode kualitatif. Dalam penelitian ini
dilakukan dengan menyusun asumsi dasar dan aturan berpikir yang akan digunakan dalam
penelitian, yang akan diterapkan dalam pengolahan data untuk memberikan penjelasan dan
argumentasi, untuk mendapatkan data yang akurat terhadap permasalahan dalam penelitian
ini.
Tinjauan Yuridis ..., Siti Annisa, FH UI, 2016
Pembahasan
Single Presence Policy (SPP) atau kebijakan kepemilikan tunggal merupakan salah
satu kebijakan dari Bank Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan economic of scale
dan pengawasan terhadap Bank-Bank di Indonesia. Single Presence Policy dibentuk dengan
diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia No. 8/16/PBI/2006 tentang Kepemilikan Tunggal
Pada Perbankan Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia No.
14/24/PBI/2012 tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan Indonesia. Kepemilikan
tunggal adalah suatu kondisi dimana suatu pihak hanya dapat menjadi pemegang saham
pengendali pada 1 (satu) Bank. Bahwa yang dimaksud dengan pemegang saham pengendali
adalah badan hukum dan/atau perorangan dan/atau kelompok usaha yang:
a. Memiliki saham Bank sebesar 25% (dua puluh lima perseratus) atau lebih dari jumlah
saham yang dikeluarkan Bank dan mempunyai hak suara;
b. Memiliki saham Bank kurang dari 25% (dua puluh lima perseratus) dari jumlah
saham yang dikeluarkan Bank dan mempunyai hak suara namun dapat dibuktikan
telah melakukan pengendalian Bank baik secara langsung maupun tidak langsung.
Berdasarkan ketentuan tersebut, SPP adalah kebijakan yang mengatur bahwa pemegang
saham pengendali suatu Bank yang mempunyai lebih dari satu Bank diharuskan untuk
menggabungkan Bank-Bank yang dimilikinya, dengan cara:
a. Merger atau Konsolidasi atas Bank-Bank yang dikendalikannya;
b. Membentuk Perusahaan Induk di bidang Perbankan; atau
c. Membentuk fungsi Holding.
Bahwa dalam sektor Perbankan Syariah terdapat 4 (empat) Bank Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) Syariah yang dimiliki BUMN, yaitu Bank Umum Syariah (BUS) yang terdiri dari
PT Bank BNI Syariah (BNI Syariah), PT Bank Syariah Mandiri (BSM), PT Bank BRI
Syariah (BRI Syariah), dan Unit Usaha Syariah (UUS) PT Bank Tabungan Negara Syariah
(BTN Syariah). Sehingga dengan adanya kebijakan tersebut, maka secara tidak langsung
pemegang saham pengendali yang memiliki saham pengendali lebih dari satu Bank harus
melakukan cara-cara sebagaimana diatur pada Pasal 3 ayat (2) PBI No. 14/24/PBI/2012
tersebut.
Salah satu program kerja prioritas dalam Roadmap Perbankan Syariah 2015-2019
adalah mendorong pembentukan Bank BUMN/BUMD Syariah untuk mencapai pertumbuhan
Tinjauan Yuridis ..., Siti Annisa, FH UI, 2016
pangsa pasar yang ditargetkan. Bahwa segmen pemerintah termasuk badan usaha milik
pemerintah baik pusat maupun daerah merupakan salah satu segmen yang belum optimal
dimasuki oleh Perbankan Syariah. Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad
menyatakan bahwa perkembangan Bank Syariah masih terbilang kecil dibandingkan Bank
Konvensional, sehingga pihaknya melalui Roadmap Perbankan Syariah diharapkan dapat
mendorong Perbankan Syariah lebih besar, diantaranya dengan mendorong pembentukan
BUMN/BUMD Syariah. Berdasarkan Roadmap Perbankan Syariah 2015-2019, bahwa salah
satu isu yang dihadapi dan berdampak pada perkembangan Perbankan Syariah Nasional
adalah Modal yang belum memadai, skala industri, dan individual Bank yang masih kecil
serta efisiensi yang rendah. Kondisi permodalan yang terbatas merupakan faktor penting yang
mempengaruhi rendahnya ekspansi aset Syariah. Sehingga, dengan melakukan Merger
terhadap Bank BUMN Syariah tersebut, merupakan salah satu cara untuk mendorong
pembentukan BUMN Syariah yang belum optimal. Prosedur pembentukan Bank BUMN
Syariah harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, diantaranya
adalah sebagai berikut:
a. Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan;
b. Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah;
c. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi
Bank;
d. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/51/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999,
tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi, Akuisisi Bank Umum;
e. Surat Edaran Direksi BI No. 32/51/KEP/DIR tentang Persyaratan dan Tata Cara
Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank Umum;
Selain peraturan-peraturan tersebut, terhadap Bank yang berbentuk badan hukum Perseroan
Terbatas juga harus memperhatikan ketentuan umum (lex generalis) Merger yaitu Undang-
Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan peraturan pelaksananya yaitu
Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan
Pengambilalihan Perseroan Terbatas. Dalam hal Bank yang berbentuk perusahaan terbuka,
Bank tersebut wajib memenuhi ketentuan Merger dalam hukum pasar modal, dimana
ketentuan Merger perusahaan publik diatur dalam Peraturan No. IX.G-1 tentang
Tinjauan Yuridis ..., Siti Annisa, FH UI, 2016
Penggabungan Usaha atau Peleburan Usaha Perusahaan Publik atau Emiten, Peraturan No.
IX.E.1 tentang Benturan Kepentingan, dan Peraturan No. IX.F.1 tentang Penawaran Tender.
Merger dilaksanakan dengan cara menyusun usulan rencana Penggabungan terlebih
dahulu yang disusun oleh Direksi Bank yang akan menggabungkan diri dan yang akan
menerima Penggabungan. Rencana Penggabungan tersebut harus mendapat persetujuan
Komisaris dan memuat sekurang-kurangnya:
a. Nama dan tempat kedudukan Bank yang akan melakukan Merger;
b. Alasan serta penjelasan masing-masing Direksi Bank yang akan melakukan Merger
dan persyaratan Merger;
c. Tata cara konversi saham dari masing-masing Bank yang akan melakukan Merger
terhadap saham Bank hasil Merger;
d. Rancangan perubahan Anggaran Dasar;
e. Neraca, perhitungan laba rugi yang meliputi 3 (tiga) tahun buku terakhir dari semua
Bank yang akan melakukan Merger; dan
f. Hal-hal yang perlu diketahui oleh pemegang saham masing-masing Bank, antara lain:
a.) Neraca proforma Bank hasil Merger sesuai dengan standar akuntansi keuangan,
serta perkiraan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan keuntungan dan kerugian
serta masa depan Bank yang dapat diperoleh dari Merger berdasarkan hasil
penilaian ahli yang independen;
b.) Cara penyelesaian status karyawan Bank yang akan melakukan Merger;
c.) Cara penyelesaian hak dan kewajiban Bank terhadap pihak ketiga;
d.) Cara penyelesaian hak-hak pemegang saham minoritas;
e.) Susunan, gaji, dan tunjangan lain bagi Direksi dan Komisaris Bank hasil Merger;
f.) Perkiraan jangka waktu pelaksanaan Merger;
g.) Laporan mengenai keadaan dan jalannya Bank serta yang telah dicapai;
h.) Kegiatan utama Bank dan perubahan selama tahun buku yang sedang berjalan;
i.) Rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalan yang
mempengaruhi kegiatan Bank;
j.) Nama anggota Direksi dan Komisaris; dan
Tinjauan Yuridis ..., Siti Annisa, FH UI, 2016
k.) Gaji dan tunjangan lain bagi anggota Direksi dan Komisaris.
Selain memuat hal-hal tersebut, Rancangan Merger harus memuat penegasan dari Bank yang
akan menerima penggabungan mengenai penerimaan peralihan segala hak dan kewajiban dari
Bank yang akan menggabungkan diri. Bahwa usulan Rancangan Penggabungan yang telah
disusun oleh Direksi Bank tersebut merupakan bahan untuk menyusun Rancangan Merger
yang akan disusun bersama oleh Direksi Bank yang akan melakukan Merger. Direksi Bank
yang akan melakukan Penggabungan wajib mengumumkan ringkasan Rancangan Merger
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS) dalam 2 (dua) surat kabar harian yang berperedaran luas dan 14 (empat belas)
hari sebelum Rapat Umum Pemegang Saham kepada karyawan Bank secara tertulis.
Bahwa Rancangan Merger serta Akta Merger wajib disampaikan dalam Rapat Umum
Pemegang Saham masing-masing Bank, dan apabila telah mendapat persetujuan dari Rapat
Umum Pemegang Saham, maka dituangkan ke dalam Akta Merger yang dibuat dihadapan
Notaris dalam bahasa Indonesia.
Setelah memperoleh persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham untuk melakukan
Merger, masing-masing Direksi Bank secara bersama-sama mengajukan permohonan izin
Merger kepada Bank Indonesia dengan tembusan kepada Menteri Kehakiman selambat-
lambatnya 14 (empat belas) hari setelah Rapat Umum Pemegang Saham, dengan
melampirkan notulen Rapat Umum Pemegang Saham, Akta Perubahan Anggaran Dasar Akta
Merger, bukti pelaporan kepada Otoritas Jasa Keuangan dan pengumuman bagi Bank yang
terdaftar di pasar modal, serta bukti pengumuman mengenai ringkasan rancangan Merger.
Berdasarkan Pasal 4 SK BI No. 32/51/KEP/DIR, izin Merger dapat diberikan apabila
dipenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Telah memperoleh persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham.
b. Pada saat terjadinya Merger atau Konsolidasi jumlah aktiva Bank Hasil Merger atau
Konsolidasi setinggi-tingginya 20% dari jumlah aktiva seluruh Bank di Indonesia.
c. Permodalan Bank hasil Merger atau Konsolidasi memenuhi ketentuan rasio kewajiban
pemenuhan modal minimum yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
d. Calon dewan komisaris dan direksi Bank hasil Merger atau Konsolidasi memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
yang mengatur kepengurusan Bank.
Tinjauan Yuridis ..., Siti Annisa, FH UI, 2016
Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak permohonan diterima secara
lengkap, Bank Indonesia akan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan izin
Merger tersebut. Apabila dalam batas waktu tersebut Bank Indonesia tidak memberikan
tanggapan atas permohonan izin Merger, maka Bank Indonesia dianggap telah menyetujui
permohonan izin Merger. Dalam hal permohonan ditolak, maka penolakan atas izin tersebut
harus diberitahukan kepada pemohon secara tertulis beserta alasannya, dan tembusan
persetujuan atau penolakan tersebut disampaikan kepada Menteri Kehakiman.
Apabila perubahan Anggaran Dasar terhadap Bank hasil Merger memerlukan
persetujuan Menteri Kehakiman, maka bersamaan dengan pengajuan permohonan izin Merger
kepada Bank Indonesia, Direksi Bank hasil Merger mengajukan permohonan persetujuan
perubahan Anggaran dasar kepada Menteri Kehakiman dengan melampirkan Akta Perubahan
Anggaran Dasar, dan Akta Merger. Bahwa Menteri Kehakiman Hanya dapat memberikan
persetujuan atas perubahan Anggaran Dasar Bank hasil Merger tersebut setelah memperoleh
tembusan izin Merger dari Bank Indonesia dan diberikan dalam waktu paling lama 14 (empat
belas) hari setelah diperolehnya izin Merger dari Bank Indonesia. Setelah Akta Perubahan
Anggaran Dasar memperoleh persetujuan dari Menteri Kehakiman, Direksi Bank hasil
Merger wajib mendaftarkan Akta Perubahan Anggaran Dasar dalam Daftar Perusahaan dan
mengumumkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia.
Terhadap Anggaran Dasar Bank hasil Merger yang tidak memerlukan persetujuan
Menteri Kehakiman, dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak
Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi Bank hasil Merger wajib melaporkan Akta Merger
dan Akta Perubahan Anggaran Dasar tersebut kepada Menteri Kehakiman, dan menteri
kehakiman mengeluarkan surat tanda penerimaan laporan setelah diperolehnya izin Merger
dari Bank Indonesia. Bahwa dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak penerimaan laporan oleh Menteri Kehakiman, Direksi Bank hasil Merger wajib
mendaftarkan Akta Meger dan Akta Perubahan Anggaran Dasar dalam Daftar Perusahaan,
serta mengumumkannya dalam Tambahan Berita Negara.
Merger yang dilaksanakan dalam hal adanya perubahan Anggaran Dasar Bank hasil
Merger yang memerlukan persetujuan Menteri Kehakiman, maka Bank yang menggabungkan
diri bubar demi hukum, terhitung sejak tanggal persetujuan Menteri Kehakiman atas
perubahan Anggaran Dasar. Sedangkan Merger yang dilaksanakan tanpa memerlukan
persetujuan Menteri Kehakiman, maka Bank yan menggabungkan diri bubar demi hukum
terhitung sejak tanggal pendaftaran Akta Merger dan Akta Perubahan Anggaran Dasar dalam
Daftar Perusahaan. Serta, terhitung sejak tanggal penandatanganan Rapat Umum Pemegang
Tinjauan Yuridis ..., Siti Annisa, FH UI, 2016
Saham atas Akta Merger yang telah disetujui, Direksi Bank yang menggabungkan diri tidak
dapat melakukan perbuatan hukum berkaitan dengan aset Bank yang bersangkutan, kecuali
dalam rangka pelaksanaan Merger.
Bahwa terhitung paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal berlakunya Merger,
Direksi Bank hasil Merger wajib mengumumkan hasil Merger dalam 2 (dua) surat kabar
harian yang berperedaran luas. Pada prinsipnya terdapat dua akibat hukum Merger Bank,
yaitu:
a. Pemegang saham Bank yang melakukan Merger atau Konsolidasi menjadi pemegang
saham Bank hasil Merger atau Bank hasil Konsolidasi;
b. Aktiva dan Pasiva Bank yang melakukan Merger atau Konsolidasi, beralih karena
hukum kepada Bank hasil Merger atau Bank hasil konsolidasi.
Bahwa berdasarkan Pasal 122 ayat (2) dan ayat (3) UU No. 20 Tahun 2007, Perusahaan yang
menggabungkan diri berakhir karena hukum yang dilakukan tanpa likuidasi terlebih dahulu.
Selain itu, Merger Bank juga harus memperhatikan berbagai kepentingan, yaitu:
a. Kepentingan Bank dalam rangka meningkatkan kesehatan dan/atau permodalan Bank;
b. Kepentingan kreditur yang menyangkut pengembalian dana terhadap kreditur yang
bersangkutan, termasuk nasabah penyimpan dana;
c. Kepentingan pemegang saham minoritas untuk menjual sahamnya kepada Bank
dengan harga yang wajar;
d. Kepentingan karyawan Bank yaitu hak-hak karyawan yang diatur dalam Undang-
Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; dan
e. Kepentingan rakyat banyak dan persaingan usaha yang sehat dalam melakukan usaha
Bank.
Akan tetapi, opsi Merger terhadap Bank BUMN akan memberikan polemik tersendiri
dikarenakan Bank-Bank milik pemerintah tersebut memiliki pangsa pasar yang berbeda-beda,
serta upaya ini berdampak pada ketenagakerjaan yang berujung pada pengangguran. Namun,
apabila dilihat dari tujuan konsolidasi dalam Single Presence Policy dan Roadmap Perbankan
Syariah 2015-2019, kondisi permodalan merupakan faktor penting yang mempengaruhi
ekspansi aset Syariah yang dapat memperkuat struktur Perbankan Indonesia dan mendukung
efektivitas pengawasan Bank.
Sedangkan opsi terhadap pembentukan Perusahaan Induk di bidang Perbankan atau
membentuk fungsi holding pada dasarnya sama, namun pembentukan Perusahaan Induk
Tinjauan Yuridis ..., Siti Annisa, FH UI, 2016
dilakukan dengan cara membentuk PT baru yang mempunyai fungsi holding diluar dari Bank-
Bank tersebut. Sedangkan membentuk fungsi holding, dilakukan dengan cara menunjuk salah
satu Bank untuk dijadikan Holding Company atau Perusahaan Induk. Opsi ini merupakan opsi
yang paling sederhana untuk diterapkan terhadap Bank BUMN Syariah, serta akan
menghindari pemutusan kerja massa karena tidak ada Bank yang perlu dibubarkan. Namun,
pembentukan Perusahaan Induk juga akan ada beberapa kendala, yaitu akan memperpanjang
jalur birokrasi dan mekanisme pengambilan kebijakan terhadap Bank-Bank BUMN Syariah,
dimana sebelumnya direksi Bank BUMN cukup langsung melapor kepada Menteri Negara
BUMN, melainkan pada Perusahaan Induk, direksi Bank BUMN harus melapor kepada
Perusahaan Induk, lalu Perusahaan Induk melapor kepada Menteri Negara BUMN. Selain itu,
terhadap opsi membentuk fungsi holding, dengan menjadikan salah satu Bank BUMN
Syariah sebagai Perusahaan Induk tentu akan terdapat permasalahan yang akan dihadapi oleh
Pemerintah. Permasalahan tersebut diantaranya ialah Pemerintah akan sulit untuk menentukan
Bank BUMN Syariah mana yang pantas untuk dijadikan sebagai Perusahaan Induk, serta
Pemerintah harus menjaga agar tetap memiliki 51% saham pada Bank BUMN Syariah yang
mempunyai fungsi holding, karena apabila tidak, pemerintah akan kehilangan kendali
terhadap Bank BUMN Syariah miliknya. Selain itu, tidak akan tercapainya tujuan dari Single
Presence Policy yang merupakan mendukung efektivitas pengawasan Bank. Serta, dalam
Roadmap Perbankan Syariah 2015-2019, disebutkan bahwa kondisi permodalan merupakan
faktor penting yang mempengaruhi rendahnya ekspansi aset Syariah. Sehingga, dengan
dilakukannya Merger, diharapkan tujuan baik dari Single Presence Policy maupun Roadmap
Perbankan Syariah 2015-2019 akan tercapai.
Kepala Bidang Usaha, Jasa Keuangan, Jasa Survei, dan Konsultan 1 A (Perbankan),
Bapak Rozikin mengutarakan bahwa Indonesia merupakan negeri yang mayoritas
penduduknya muslim, namun Indonesia tidak mempunyai Bank Syariah yang besar, sehingga
Merger Bank Syariah merupakan suatu kebutuhan. Sehingga apabila dibentuk Perusahaan
Induk atau fungsi Holding pun aset Perbankan Syariah tetap tersebar, sedangkan Indonesia
belum mempunyai Bank Syariah yang besar. Selain itu, menurut Ketua Perhimpunan Bank-
Bank Umum Nasional (Perbanas), Sigit Pramono mengatakan Bank Syariah dengan modal
yang kuat diperlukan dalam menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN industri
Perbankan pada tahun 2020, untuk dapat mendukung kegiatan ekonomi nasional. Bahwa
kinerja Bank Syariah terbukti relatif lebih baik apabila dibandingkan dengan Bank
Konvensional pada saat krisis moneter tahun 1997, sehingga memberikan potensi yang cukup
besar bagi Bank Syariah untuk berkembang.
Tinjauan Yuridis ..., Siti Annisa, FH UI, 2016
Deputi Komisioner Pengawasan Perbankan III OJK Irwan Lubis menjelaskan bahwa
hingga kini opsi Merger Bank Syariah masih dalam tahap analisa, dan ada di tangan
selanjutnya yaitu Kementrian BUMN. Bahwa niat awal di balik opsi Merger tersebut adalah
agar permodalan Bank Syariah kuat, sehingga mampu mengerek ekspansi Bank Syariah dan
meningkatkan nilai aset. Otoritas Jasa Keuangan pun telah mengirimkan surat kepada
Kementrian BUMN untuk segera menyelesaikan penggabungan terhadap Bank Bumn Syariah
tersebut. Kepala Bidang Usaha, Jasa Keuangan, Jasa Survei, dan Konsultan 1 A (Perbankan)
BUMN, Bapak Rozikin mengatakan bahwa proses penggabungan Perbankan Syariah
memang masih dalam tahap kajian dan masih mencari opsi yang terbaik. Bapak Rozikin
menyatakan, bahwa induk Bank dari masing-masing Bank Syariah pun sudah setuju untuk
menggabungkan anak usahanya tersebut. Diharapkan, dengan dilakukannya Merger terhadap
Bank BUMN Syariah, dapat memperkuat aspek permodalan Perbankan Syariah, terutama
dalam menghadapi persaingan likuiditas yang makin ketat, dan mereduksi jumlah Bank yang
ada sehingga akan meningkatkan ektivitas pengawasan Bank Indonesia dalam menjalankan
fungsi pengawasannya.
Bahwa dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN terhadap sektor
Perbankan/keuangan yang akan terlaksana pada tahun 2020, akan mengintegrasikan ekonomi
Negara-negara ASEAN, dimana Negara-negara ASEAN akan dijadikan sebagai wilayah
kesatuan pasar dan basis produksi yang akan membuat arus terhadap barang, jasa, investasi,
modal, dan tenaga kerja sehingga tidak ada hambatan dari satu Negara ke Negara lainnya di
kawasan Asia Tenggara. Sehingga, Perbankan Nasional termasuk didalamnya Perbankan
Syariah harus mempersiapkan diri dan mampu berkompetisi dalam menghadapi jasa
keuangan di tingkat ASEAN maupun integrasi cross-sector antara Perbankan dengan industri
jasa keuangan lainnya.
Dengan menggabungkan keempat Bank BUMN Syariah tersebut tentu akan
memperkuat permodalan dan skala usaha, memperbaiki efisiensi Bank Syariah, serta
memperbaiki dana untuk mendukung perluasan segmen pembiayaan. Berdasarkan Laporan
Publikasi Bulanan Neraca Oktober 2015 Otoritas Jasa Keuangan, Total Aset PT Bank Syariah
Mandiri (BSM) adalah sebesar Rp. 66.626.786 (dalam jutaan Rupiah), PT Bank BNI Syariah
(BNI Syariah) sebesar Rp. 22.367.019 (dalam jutaan Rupiah), PT Bank BRI Syariah (BRI
Syariah) sebesar Rp. 23.052.666 (dalam jutaan Rupiah), serta berdasarkan Laporan Publikasi
Triwulanan Maret 2015 Otoritas Jasa Keuangan, total aset PT Bank Tabungan Negara Syariah
(BTN Syariah) adalah sebesar Rp. 11.408.728 (dalam jutaan Rupiah). Sehingga apabila
Tinjauan Yuridis ..., Siti Annisa, FH UI, 2016
keempat Bank BUMN Syariah tersebut dilakukan Merger, maka total jumlah aset Bank hasil
Merger akan menjadi Rp. 123.455.199 (dalam jutaan Rupiah) atau USD$ 8.9 Milyar.
Apabila total jumlah aset Bank BUMN Syariah hasil Merger tersebut dibandingkan
dengan Bank Islam Brunei Darussalam Berhad sebagai Bank terbesar di Brunei yang
memiliki aset sebesar USD$ 5.154 Milyar per 31 Desember 2014, Bank BUMN Syariah hasil
Merger tersebut pun dapat melampauinya. Sedangkan apabila dibandingkan dengan Bank
Islam Malaysia Baghdad, sebagai salah satu Bank Syariah di Malaysia yang menjadi
kompetitor utama Indonesia di kawasan Asia Tenggara, memiliki aset sebesar USD $10.674
Milyar per 31 Desember 2014. Bahwa dengan total aset tersebut apabila dibandingkan
dengan Indonesia, tentu Indonesia masih kalah, sehingga perlu untuk mendorong
pertumbuhan Perbankan Syariah Indonesia agar dapat bersaing dalam menghadapi
Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Kesimpulan
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa Merger Bank
BUMN Syariah harus memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai
berikut, yaitu Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Undang-Undang No.
40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1999 tentang
Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.
32/51/KEP/DIR tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi, Akuisisi Bank
Umum, Surat Edaran Direksi BI No. 32/51/KEP/DIR tentang Persyaratan dan Tata Cara
Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank Umum, serta Surat Edaran No. 15/2/DPNP perihal
Kepemilikan Tunggal pada Perbankan Indonesia. Bahwa dengan dilakukannya Merger
terhadap Bank BUMN Syariah, dapat memperkuat struktur permodalan serta mendukung
ekspansi Bank Syariah itu sendiri, sehingga diharapkan Bank Syariah dapat bersaing dengan
Negara-negara ASEAN lainnya
Saran
Untuk memperkuat industri Perbankan Syariah dalam menghadapi Masyarakat
Ekonomi ASEAN, Pemerintah dapat menyuntikkan dana kepada hasil Merger Bank BUMN
Syariah, sehingga hasil Merger Bank BUMN Syariah dapat menjadi Bank Syariah kategori
BUKU 4, yang dapat melakukan seluruh kegiatan usaha dalam Rupiah maupun dalam valuta
Tinjauan Yuridis ..., Siti Annisa, FH UI, 2016
asing, serta dapat melakukan penyertaan modal pada lembaga keuangan Syariah, baik di
Indonesia maupun di luar negeri. Selain itu, Penulis menyarankan kepada Pemerintah, bahwa
dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN, diperlukan kerangka hukum yang mampu
menyelesaikan permasalahan keuangan Syariah secara komprehensif dan standar regulasi
yang bersifat nasional dan global. Bahwa kerangka hukum ini diperlukan untuk
menyelesaikan perselisihan yang mungkin terjadi dalam transaksi keuangan Syariah antar
Negara.
Daftar Referensi
Buku
Fuady, Munir. Perbankan Modern berdasarkan Undang-Undang Tahun 1998. Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 1999.
____________. Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis. Bandung: PT Citra
Aditya Bakti, 2002.
____________. Hukum Tentang Merger. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002.
Artikel dan Jurnal
Alamsyah, Halim. “Perkembangan dan Prospek Perbankan Syariah Indonesia: Tantangan
dalam Menyongsong MEA 2015”, Milad ke-8 Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI).
Gunawan, Dhani. “Perbankan Syariah Indonesia Menuju Millenium Baru: Suatu Tinjauan
Pengembangan, Pengawasan, dan Prospek”. Jurnal Bank Indonesia, (2011).
Peraturan Perundang-Undangan
Bank Indonesia. Peraturan Bank Indonesia tentang Kepemilikan Tunggal Pada Perbankan
Indonesia. PBI No.14/24/PBI/2012, LN Tahun 2012 No. 284, TLN No. 5382.
Indonesia. Peraturan Pemerintah tentang Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi. PP No.28 Tahun
1999, LN Tahun 1999, TLN No. 3840.
________. Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara, UU No. 19 Tahun 2003, LN Tahun
2003 No. 70, TLN No. 4297.
Tinjauan Yuridis ..., Siti Annisa, FH UI, 2016
________. Undang-Undang Ketenagakerjaan. UU No. 13 Tahun 2003, LN Tahun
2003, TLN No. 4279.
________. Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, UU No. 21 Tahun 2011, LN Tahun
2011 No. 111, TLN No. 5253.
________. Undang-Undang Perbankan Syariah, UU No. 21 Tahun 2008, LN Tahun 2008 No.
94, TLN No. 4867.
________. Undang-Undang Perseroan Terbatas, UU No. 40 Tahun 2007, LN Tahun 2007
No. 106, TLN No. 4756.
Wawancara
Wawancara dengan Bapak Rozikin, Kepala Bidang Usaha, Jasa Keuangan, Jasa Survei dan
Konsultan 1 A, Kementrian BUMN, pada tanggal 30 November 2015, jam 15.48.
Tinjauan Yuridis ..., Siti Annisa, FH UI, 2016