2008lrr
TRANSCRIPT
EFEKTIVITAS DAM PARIT DI HULU DAS
CILIWUNG DALAM USAHA PENCEGAHAN BANJIR
LOVINA RAHAYU RATNAWATI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
v
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis efektivitas dam parit di hulu DAS Ciliwung dalam usaha penanggulangan banjir adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2008
Lovina Rahayu Ratnawati
i
ABSTRACT
LOVINA RAHAYU RATNAWATI. Effectiveness of Channel Reservoir in Upstream Region of Ciliwung Watershed in the Efforts of Flood Prevention. UNDER THE Supervision of SURIA DARMA TARIGAN and DWI P TEJO BASKORO.
Many attempts have been conducted to solve flood problems, and these have spent considerable amount of funding. However, the attempts have not produced optimum results. One alternative of such attempts is the construction of channel reservoir. Hopefully, the technology could appropriately utilize surface flow by collecting or damming up water flow in a channel (drainage network) during excess period in the rainy season, so that it could reduce peak yield of water and prevent flood. The objectives of this research were studying the effectiveness of channel reservoir in overcoming flood and the multifunction of channel reservoir within watershed (DAS) scale. In the research, secondary data of land characteristic and population were used. In addition, primary data of water height at channel reservoir and irrigation canal were measured. Effectiveness of channel reservoir was calculated by comparing water yield before entering the channel reservoir and the water yield after passing the channel reservoir. Calculation of the multifunction of the channel reservoir was done by comparing the production benefit of cropping pattern which dominated the area of irrigation target before the existence of channel reservoir, and those after the channel reservoir existence. Result of the research showed that the benefit of channel reservoir would be greater if the construction of channel reservoir was conducted in stages. Effectiveness of channel reservoir in DAS Citeko during rain condition or highest yield was 28.81 %, yield before entering the channel reservoir was 5,86 m3/detik, yield before entering the irrigation canal was 2,1% and yield after passing the channel reservoir was 3,6%. Channel reservoir Citeko 5 stored larger amount of water and performed greater effectiveness than those of channel reservoir Citeko 4. This is because channel reservoir Citeko 5 has smaller dimension but larger irrigation canal than channel reservoir Citeko 4. Result also showed that the existence of channel reservoir provide more benefit for farmer. The benefit cost ratio of land cultivation increased from 1,67 to 1,95 after channel reservoir exist. With the assumption that the life span of the channel reservoir was 5 to 10 years, and the existing cropping pattern is maintained, the value of b/c ratio of channel reservoir construction is 1,43. This implies that technology of channel reservoir could be conducted and adopted in other watersheds (DAS). Keywords: channel reservoir, water yield, channel reservoir construction,
multifunction of channel reservoir
ii
RINGKASAN
LOVINA RAHAYU RATNAWATI. Efektivitas Dam Parit Di Hulu DAS Ciliwung Dalam Usaha Pencegahan Banjir. Di bawah bimbingan SURIA DARMA TARIGAN dan DWI P TEJO BASKORO.
Penyelesaian permasalahan banjir di Jakarta telah banyak dilakukan dan
menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Berbagai usaha dilakukan untuk menangani sungai Ciliwung, yaitu sungai utama yang mengaliri sebagian besar kota Jakarta. Namun usaha yang telah dilakukan belum menampakkan hasil yang optimal. Salah satu alternatif adalah dengan pembuatan dam parit. Teknologi dam parit diharapkan dapat mendayagunakan aliran permukaan dengan mengumpulkan atau membendung aliran air pada suatu parit (drainage network) saat kelebihan pada waktu musim hujan sehingga dapat menurunkan debit puncak dan mencegah adanya banjir.
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji efektivitas dam parit dalam penanggulangan banjir dan mengetahui multifungsi dam parit dalam skala DAS. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder dan data primer. Data sekunder berupa data biofisik lahan dan data kependudukan. Sedangkan data primer diperoleh dengan melakukan pengukuran ketinggian air pada dam parit dan saluran irigasi. Data ketinggian air digunakan untuk menghitung debit air. Efektivitas dam parit dihitung dengan membandingkan debit sebelum masuk ke dam parit dengan debit setelah melewati dam parit. Sedangkan multifungsi dam parit dievaluasi dengan membandingkan keuntungan produksi pada pola tanam yang mendominasi daerah target irigasi sebelum ada dam parit dengan sesudah ada dam parit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitas dam parit pada DAS Citeko tertinggi adalah 28,81 %, debit yang masuk ke dam parit sebesar 5,86 m3/detik, debit yang masuk ke saluran irigasi sebesar 2,1% dan debit yang keluar dari dam parit sebesar 3,6 %. Dimensi dam parit Citeko 5 lebih kecil daripada dam parit Citeko 4, akan tetapi saluran irigasi dam parit Citeko 5 lebih besar. Dam parit Citeko 5 dapat menampung air lebih banyak, sehingga lebih efektif dalam mengurangi debit dibandingkan dam parit Citeko 4. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebelum ada dam parit penggunaan lahan untuk tanaman jagung dapat diperoleh b/c ratio dari 1,67 menjadi 1,95. Bila biaya pembuatan dam parit adalah Rp. 10.000.000,- dan umur dam parit 5 sampai 10 tahun maka dengan pola tanam yang ada nilai b/c ratio dari pembuatan dam parit adalah 1,43. Artinya teknologi dam parit dapat dilaksanakan dan dapat diaplikasikan pada DAS lainnya.
iii
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang – undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau
seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
iv
Judul Tesis : Efektivitas Dam Parit Di Hulu DAS Ciliwung Dalam Usaha Pencegahan Banjir Nama : Lovina Rahayu Ratnawati NRP : A252050031
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, MSc Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Pengelolaan DAS Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, MSc Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 29 Juli 2008 Tanggal Lulus :
vi
PRAKATA
Segala puji penulis panjatkan kepada Sang Pemilik Ilmu Pengetahuan, Allah
swt atas segala ni’matnya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November ialah usaha
pengendalian banjir, dengan judul Efektivitas Dam Parit Di Hulu DAS Ciliwung
Dalam Usaha Pencegahan Banjir.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Suria Darma Tarigan,
MSc dan Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc sebagai ketua dan anggota
pembimbing, serta Bapak Dr. Ir. Sukandi Sukartaatmadja, MS yang menjadi dosen
penguji. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Naik
Sinukaban, MSc selaku ketua program studi. Terima kasih juga disampaikan kepada
teman – teman S-2 program studi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Angkatan 2005
yang telah memberikan dukungan untuk percepatan penyelesaian tesis ini. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada keluarga Banjarnegara dan keluarga
Tulungagung dan kepada suami tercinta (Eko Prasetyo, MM) atas segala cinta dan
dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2008
Lovina R Ratnawati
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Magelang (Jawa Tengah) pada tanggal 10 Maret 1983
dari ayah bernama Kasam dan ibu bernama Subihartati. Penulis merupakan anak
pertama dari tiga bersaudara.
Pendidikan sarjana ditempuh di jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya, lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama, penulis
melanjutkan pendidikan di Institut pertanian Bogor dengan program studi Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai. Penulis bekerja sebagai staf konsultan di Aceh dan Bogor dari
tahun 2005 hingga sekarang.
viii
DAFTAR ISI
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI .............. i
ABSTRAK ........................................................................................................... ii
RINGKASAN...................................................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... vi
PRAKATA........................................................................................................... vii
RIWAYAT HIDUP.............................................................................................. viii
DAFTAR ISI......................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR............................................................................................ xi
DAFTAR TABEL................................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... xiii
PENDAHULUAN
Latar Belakang.......................................................................................... 1
Rumusan Masalah..................................................................................... 4
Tujuan Penelitian...................................................................................... 6
Manfaat Penelitian.................................................................................... 6
TINJAUAN PUSTAKA
Daerah Aliran Sungai.............................................................................. 7
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai........................................................... 8
Penggunaan Lahan.................................................................................... 9
Banjir......................................................................................................... 10
Dam Parit.................................................................................................. 13
Hujan......................................................................................................... 15
METODE PENELITIAN
Tempat Dan Waktu Penelitian.................................................................. 17
Pengumpulan Data.................................................................................... 17
Topografi....................................................................................... 17
Jenis Tanah.................................................................................... 18
Penggunaan Lahan........................................................................ 18
Perhitungan Debit Pada Dam Parit........................................................... 20
Perhitungan Kecepatan................................................................. 20
Pengukuran Debit.......................................................................... 21
ix
Metode Rasional........................................................................... 22
Analisis Multifungsi Dam Parit Dalam Skala Sub DAS........................... 23
KONDISI BIOFISIK WILAYAH
Iklim.......................................................................................................... 25
Topografi................................................................................................... 26
Tanah......................................................................................................... 27
Penggunaan Lahan.................................................................................... 31
Bangunan Dam Parit................................................................................. 32
Data Hidrologi Dam Parit......................................................................... 35
HASIL DAN PEMBAHASAN
Efektivitas Bangunan Dam Parit............................................................... 37
Dam Parit Dalam Penanggulangan Banjir................................................ 39
Debit Aliran Rendah (Low Flow)………………………………. 41
Debit Aliran Tinggi (High Flow)……………………………….. 43
Efektivitas Dam Parit Dalam Penanggulangan Banjir………………….. 44
Multifungsi Air Dam Parit........................................................................ 47
KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................. 54
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 56
x
DAFTAR GAMBAR
1. Ilustrasi Dam Parit Bertingkat............................................................................ 15
2. Peta Lokasi Tempat Penelitian........................................................................... 19
3. Peta Lokasi Dam Parit Citeko............................................................................. 19
4. Jumlah Curah Hujan dan Evapotranspirasi DAS Citeko.................................... 25
5. Jumlah Curah Hujan dan Evapotranspirasi DAS Citeko.................................... 26
6. Kurfa pF Pada Beberapa Tanah di DAS Citeko................................................. 29
7. Penggunaan Lahan DAS Citeko......................................................................... 32
8. Lokasi sub DAS Cibogo..................................................................................... 34
9. Bangunan Dam Parit CT-4................................................................................. 38
10. Bangunan Dam Parit CT-5................................................................................. 38
11. Fluktuasi Debit CT 4 – CT 5.............................................................................. 39
12. Fluktuasi Debit CT-4.......................................................................................... 43
13. Fluktuasi Debit CT-5.......................................................................................... 43
xi
DAFTAR TABEL
1. Form Pengukuran Ketinggian Air..................................................................... 21
2. Daya Berbagai Jenis Tanah Memegang Air dan Permeabilitas......................... 28
3. Data Hidrologi Dam Parit Citeko...................................................................... 35
4. Pengukuran CT-4 Pada Kondisi Hujan dan Tidak Hujan.................................. 40
5. Pengukuran CT-5 Pada Kondisi Hujan dan Tidak Hujan.................................. 40
6. Debit Aliran Rendah.......................................................................................... 41
7. Debit Aliran Tinggi............................................................................................ 43
8. Efektivitas Dam Parit dalam Mengurangi Debit............................................... 45
9. Efektivitas Dam Parit dalam Mengurangi Debit............................................... 45
10. Debit Air Berdasarkan Periode Ulang………………………………………... 46
11. Total Debit……………………………………………………………………. 49
12. Analisis Usaha Tanaman Padi.......................................................................... 50
13. Analisis Usaha Tanaman Jagung....................................................................... 51
14. Nilai B/C Jagung dan Padi................................................................................. 51
15. Analisis Usaha Tanaman Sawi.......................................................................... 52
16. Tabel B/C Ratio Dam Parit................................................................................. 52
xii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Nilai Faktor C Berbagai Tanaman dan Pola Tanam........................................... 57
2. Nilai Faktor i (Intensitas Hujan)......................................................................... 59
3. Data Pengukuran Ketinggian Air dan Debit Air Bulan Desember 2007............ 60
4. Data Dengukuran Ketinggian Air dan Debit Air Bulan Januari 2008................ 61
5. Data Pengukuran Ketinggian Air dan Debit Air Bulan Februari 2008.............. 62
6. CT - 4 Desember 2007....................................................................................... 63
7. CT - 4 Januari 2008........................................................................................... 64
8. CT - 4 Februari 2008.......................................................................................... 65
9. CT – 5 Desember 2007...................................................................................... 66
10. CT – 5 Januari 2008........................................................................................... 67
11. CT – 5 Februari 2008......................................................................................... 68
12. Debit Tiga Harian............................................................................................... 69
xiii
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun
1621, 1654 dan 1918, kemudian pada tahun 1976, 1997, 2002 dan 2007. Banjir di
Jakarta yang terjadi pada tahun 1997 selain menggenangi hampir seluruh penjuru kota
juga menjadi tragedi nasional yang menjadi perhatian dunia. Awal 2002 banjir
melanda Jakarta dan sekitarnya dan terjadi kembali pada awal 2007 banjir dengan
cakupan wilayah genangan yang lebih luas.
Penyelesaian permasalahan banjir di Jakarta telah banyak dilakukan dan
menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Berbagai usaha dilakukan untuk menangani
sungai Ciliwung, yaitu sungai utama yang mengaliri sebagian besar kota Jakarta.
Namun usaha yang telah dilakukan belum menampakkan hasil yang optimal. Salah
satu teknologi yang sedang dikembangkan adalah dengan menggunakan dam parit.
Dam parit dirancang untuk memanen hujan dan aliran permukaan dari daerah
tangkapan air kemudian sebagian dialirkan ke areal pertanian (target irigasi). Dam
parit dibangun hanya memanfaatkan luas badan saluran atau sungai sehingga tidak
mengurangi areal produktif. Selain itu, dam parit mampu mengurangi debit puncak
dan waktu respon di musim hujan, meningkatkan luas areal serapan dan peningkatan
cadangan air tanah serta aliran dasar sungai untuk peningkatan pengembangan
pertanian. Kemudian dengan ditampungnya air dalam dam parit dan dialirkan melalui
jaringan irigasi ke areal pertanian, terdapat kesempatan (waktu dan volume) air
meresap ke dalam tubuh tanah, sehingga akan mengurangi jumlah dan kecepatan
aliran permukaan. Berkurangnya kecepatan aliran permukaan dapat menurunkan
tingkat erosi dan sedimentasi di musim hujan. Air yang masuk ke dalam tubuh tanah
1
menjadi cadangan air tanah, sehingga resiko adanya banjir dapat terkurangi
(Balitklimat, 2005).
Daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung bagian hulu merupakan bagian yang
penting karena perubahan-perubahan yang terjadi pada DAS Ciliwung Hulu akan
berimplikasi lebih lanjut pada daerah yang ada di bawahnya (hilir). Selain itu, DAS
bagian hulu mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan bagian DAS.
Perlindungan ini antara lain dari segi fungsi tata air. Oleh karena itu perencanaan
bagian hulu seringkali menjadi fokus perhatian. Pengelolaan DAS sebagai suatu
kesatuan ekosistem berarti pengelolaan yang terintegrasi, menyeluruh, terpadu yang
mendasar pada satuan wilayah keruangan DAS sebagai satuan wilayah pengelolaan
sumberdaya alam yang berwawasan lingkungan. Oleh karena DAS sebagai satu
kesatuan ekosistem hulu-hilir, maka aktivitas alih fungsi lahan di daerah hulu dapat
memberikan dampak pada daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit air,
banjir, transpor sedimen serta material terlarut lainnya, demikian pula erosi pada
daerah hulu yang berlangsung intensif menyebabkan terangkutnya lapisan tanah yang
subur tersedimentasi di hilir.
Berbagai usaha yang mengarah pada konservasi tanah dan air di hulu sungai
Ciliwung telah dilakukan. Salah satunya adalah dengan dibuatnya dam parit di sub
Das Cibogo yang masuk pada anak sungai ciliwung. Dam parit adalah suatu bangunan
konservasi air berupa bendungan kecil pada parit-parit alamiah yang dapat menahan
air atau menampung air pada saat musim hujan dan menyimpannya untuk
dipergunakan pada saat musim kemarau. Dam parit berfungsi untuk menurunkan debit
puncak pada saat musim hujan dan dapat mengurangi debit air yang dialirkan ke hilir,
sehingga diharapkan dapat menanggulangi banjir.
2
Dasar penentuan yang digunakan dalam menentukan potensi air permukaan
adalah informasi karakteristik DAS yang meliputi topografi, tanah, penggunaan lahan,
curah hujan, jaringan hidrologi dan lain – lain. Hal teresbut juga yang digunakan
dalam penentuan awal posisi pembuatan dam parit, sehingga metodologi yang
digunakan meliputi: (1) karakterisasi wilayah untuk menentukan lereng dan bentuk
wilayah daerah penelitian, dengan mengetahui keadaan topografinya dapat diketahui
batas DAS, daerah tangkapan air, target irigasi serta jaringan hidrologi, (2)
karakterisasi tanah dilakukan dengan pengamatan morfologi tanah dilapang dan
analisis sifat fisika tanah di laboratorium, (3) penggunaan lahan (luas, jenis dan
sebaran penggunaan lahan) dan pola tanam dilakukan melalui pengamatan lapang dan
wawancara dengan petani, (4) analisis kebutuhan air dilakukan dengan metode
analisis neraca air tanaman di daerah target irigasi, (5) penentuan jumlah, posisi, dan
dimensi dam parit ditentukan dengan memperhitungkan potensi air yang dapat
dipanen, bentuk dan posisi badan jalur sungai serta kebutuhan air untuk tanaman, (6)
pembangunan dam parit dilakukan dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang
tersedia (batu, pasir, tanah) dan sumberdaya manusia yang ada di daerah setempat.
Teknologi dam parit diharapkan dapat mendayagunakan aliran permukaan
dengan mengumpulkan atau membendung aliran air pada suatu parit (drainage
network) saat kelebihan pada waktu musim hujan sehingga dapat menurunkan debit
puncak dan mencegah adanya banjir. Teknologi dam parit diharapkan dapat menjadi
salah satu alternatif pemecahan masalah banjir yang juga terjadi di daerah – daerah
lain, sehingga keberadaan dam parit perlu dievaluasi untuk melihat keefektivannya.
Efektivitas dam parit dilihat dari kemampuannya dalam mengurangi debit air yang
melimpas ke saluran irigasi, konstruksi fisik dam parit dan aspek perencanaan
3
berdasar pada perbandingan besarnya biaya yang dikeluarkan dengan multifungsi
yang dihasilkan dari dam parit.
1.2 Rumusan Masalah
Kawasan DAS Ciliwung yang memiliki luas lebih kurang 38.260 ha berada di
dua propinsi, yakni Jawa Barat dan DKI, merupakan salah satu DAS prioritas yang
mempunyai kedudukan yang strategis (Syahrir, 2002). Bagian hulu terletak di
kawasan Bopunjur (Bogor-Puncak-Cianjur), sedang bagian hilir bermuara di teluk
Jakarta. Pesatnya pembangunan di kawasan Bopunjur yang ditandai dengan alih
fungsi lahan, disinyalir sebagai penyebab menurunnya fungsi kawasan tersebut
sebagai daerah penyangga. Data hasil pengukuran infiltrasi tanah di Sub DAS
Ciliwung hulu, diketahui bahwa kapasitas infiltrasi tanah di wilayah tersebut saat ini
mencapai 70 – 74 % dari total curah hujan tahunan (Irianto dan Pujilestari, 2002).
Menurut Pawitan (2002) antara tahun 1981 dan 1989 terjadi kenaikan debit puncak di
daerah hulu dari 46,5 m3/det menjadi 77,6 m3/det atau terjadi kenaikan sebesar 67%.
Kejadian banjir pada Februari 2002 menyebabkan 66% wilayah Jakarta terendam
banjir dan pada Februari 2007 mencapai kerugian Rp. 8 Trilyun (Bappenas, 2007).
Banjir mengarah pada terjadinya krisis air yang tidak dapat diatasi dengan cara
parsial dan sesaat. Hal ini disebabkan besaran, intensitas, frekuensi, dan durasinya
akhir-akhir ini sangat berbeda dibandingkan dengan periode sebelumnya. Untuk itu
diperlukan penerapan konsep manajemen pengelolaan air dengan penerapan masukan,
sistem dan keluaran. Masukan yang paling utama dalah sumber air yaitu curah hujan,
debit sungai dan air tanah dalam (air bumi). Sistem meliputi daerah aliran sungai,
sistem budidaya, dan manusia penghuninya. Keluaran meliputi produksi biomasa
seperti hasil pertanian, ternak dsb. (Irianto, 2003).
4
Teknologi untuk mengantisipasi banjir yang telah diaplikasikan adalah
teknologi dam parit untuk menampung dan menahan kelebihan air di musim hujan
dan didistribusikan ke areal pertanian pada saat diperlukan. Dam parit dibangun hanya
memanfaatkan luas badan saluran atau sungai sehingga tidak mengurangi areal
produktif. Selain itu, dengan ditampungnya air dalam dam parit dan dialirkan melalui
jaringan irigasi ke areal pertanian terdapat kesempatan (waktu dan volume) untuk
meresapkan air ke dalam tubuh tanah (recharging) di sebagian areal DAS, sehingga
mengurangi resiko banjir di musim hujan (Balitklimat 2005). Akan tetapi selama ini
dimensi dam parit masih berdasar pada prediksi run off atau aliran permukaaan yang
ada dan lokasi dam parit masih didasarkan pada kondisi topografi daerah aliran
sungai. Selain itu, hal yang perlu dipertimbangkan adalah air hasil limpasan dari dam
parit agar dapat dimanfaatkan secara maksimal, yaitu saluran irigasi dibuat dengan
melewati lahan pertanian dan pemukiman penduduk. Permasalahan lain, seperti yang
terjadi pada bangunan pembendung air lainnya adalah adanya erosi yang mengendap
pada bangunan dan saluran sehingga dapat mengurangi efektivitas dam parit.
Penelitian ini dilakukan di DAS Citeko yang termasuk anak sungai DAS
Cibogo, bagian hulu DAS Ciliwung, di Kecamatan Mega Mendung Kabupaten
Bogor. Pemilihan lokasi pengamatan berdasarkan pertimbangan bahwa bagian hulu
DAS Ciliwung memiliki kontribusi besar dalam mengalirkan air pada DAS Ciliwung.
Selain itu keberadaan dam parit pada DAS Citeko telah difungsikan untuk mencegah
banjir pada DAS Ciliwung.
Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah
sebagai berikut :
1. Adanya banjir di DAS Ciliwung yang salah satu usaha pencegahannya adalah
dengan menggunakan teknologi dam parit.
5
2. Efektivitas dam parit dalam mencegah banjir, yaitu dengan mengetahui
kapasitas tampungan dam parit berdasarkan kontruksi bangunan dam parit.
3. Multifungsi dam parit dalam skala DAS.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Mengkaji efektivitas dam parit dalam penanggulangan banjir.
2. Mengetahui multifungsi dam parit dalam skala DAS.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah diharapkan dapat dijadikan referensi dan
bahan pertimbangan dalam usaha penanggulangan banjir menggunakan dam parit dan
diharapkan lebih dapat dikembangkan sebagai usaha mensejahterakan masyarakat.
6
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Daerah Aliran Sungai
Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah yang
dibatasi oleh batas – batas topografi secara alami sehingga setiap air hujan yang jatuh
dalam DAS tersebut akan mengalir melalui titik tertentu (titik pengukuran di sungai)
dalam DAS tersebut. Pengertian DAS tersebut menggambarkan suatu wilayah yang
mengalirkan air yang jatuh diatasnya beserta sedimen dan bahan terlarut melalui titik
yang sama sepanjang suatu aliran atau sungai. DAS atau watersheed dapat terbagi
menjadi sub DAS dan sub – sub DAS, sehingga luas DAS pun akan bervariasi dari
beberapa puluh meter persegi sampai ratusan ribu hektar tergantung dimana titik
pengukuran ditempatkan (Sinukaban, 2001)
Hadinugroho (2002) mengemukakan bahwa DAS merupakan suatu sistem
lahan yang lengkap secara fisik dan terbatasi jelas, didalamnya dapat dijumpai
bebagai kombinasi topografi, tanah, hidrologi dan iklim. Dengan pengertian ini, maka
DAS membekali suatu jaringan pengatur tertentu dengan air beserta bahan terlarut di
dalam air.
DAS sebagai suatu sistem dan pengembangannya bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia secara lestari, sehingga sasaran pengembangan DAS akan
menciptakan ciri – ciri seperti : (1) mampu memberikan produktivitas lahan yang
tinggi, (2) mampu menjamin kelestarian DAS, yaitu mampu menjamin produktivitas
yang tinggi, erosi/ sedimen yang rendah dan fungsi DAS sebagai penyimpan air dapat
memberikan “water yield” yang cukup tinggi dan merata sepanjang tahun, (3) mampu
menjaga adanya pemerataan pendapatan petani (equity) dan (4) mampu
mempertahankan kelestarian DAS terhadap goncangan yang terjadi (relisilient)
(Sinukaban, 1999).
7
2.2 Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Pengelolaan DAS adalah suatu kegiatan untuk menggunakan semua
sumberdaya lahan, biofisik, sosial, ekonomi dalam DAS secara maksimal dalam
waktu yang tidak terbatas dan menekan bahaya kerusakan seminimal mungkin untuk
mencapai tujuan produksi pertanian yang optimum. Menurut Asdak (2002)
pengelolaan DAS adalah suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau
program yang bersifat manipulasi sumberdaya alam dan manusia yang terdapat di
daerah alian sungai untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan
terjadinya kerusakan sumberdaya air dan tanah, yang berarti sebagai pengelolaan dan
alokasi sumberdaya alam di daerah aliran sungai termasuk pencegahan banjir dan
erosi serta perlindungan nilai keindahan yang berkaitan dengan sumberdaya.
pengelolaan DAS perlu mempertimbangkan aspek – aspek sosial, ekonomi, budaya
dan kelembagaan yang beroperasi di dalam dan di luar daerah aliran sungai yang
bersangkutan.
Menurut Sinukaban (2006) tujuan umum dari pengelolaan DAS adalah
keberlanjutan yang diukur dari pendapatan, produksi, teknologi dan erosi. Teknologi
yang dimaksud adalah teknologi yang dapat dilakukan oleh petani dengan
pengetahuan lokal tanpa intervensi dari pihak luar dan teknologi tersebut dapat
direplikasi berdasarkan faktor – faktor sosial budaya petani itu sendiri. Selanjutnya
erosi harus lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransi agar kelestarian produktivitas
dapat dipertahankan, sehingga dalam pengelolaan DAS ada 7 hal yang harus
dilakukan, yaitu : (1) mengkaji kemampuan lahan di wilayah DAS melalui studi
klasifikasi kemampuan lahan. (2) menggunakan tanah sesuai kemampuannya dan
melindungi tanah dari kerusakan yang diakibatkan oleh aktivitas yang merusak, (3)
8
mengurangi bahaya banjir dan sedimentasi, (4) meningkatkan dan mempertahankan
kesuburan tanah, (5) meningkatkan produkivitas tanah, (6) memperbaiki dan
mempertahankan fungsi hidrologis DAS dan (7) meningkatkan kesejahteraan manusia
di dalam DAS.
2.3 Penggunaan Lahan
Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief,
hidrologi dan vegetasi, dimana faktor – faktor tersebut mempengaruhi potensi
penggunaannya. Termasuk di dalamnya adalah akibat – akibat kegiatan manusia, baik
pada masa lalu maupun sekarang, seperti reklamasi di daerah – daerah pantai,
penebangan hutan dan akibat – akibat yang merugikan seperti erosi dan akumulasi
garam (Hardjowigeno et all. 2001).
Lahan merupakan sumberdaya alam yang mempunyai keterbatasan baik
jumlah maupun daya dukungnya. Oleh karena itu dalam fenomena penggunaan lahan
diperlukan suatu perencanaan penggunaan lahan yang efisien berdasar atas kesamaan
hak dan dapat diterima oleh masyarakat serta bersifat lestari. Untuk menentukan
alternatif penggunaan lahan untuk pertanian pada suatu lokasi, perlu adanya
penyesuaian dengan penggunaan lahan yang telah ada, keinginan petani, kemampuan
sumberdaya manusia dan kemampuan modal agar memudahkan bagi petani dalam
menerima teknologi yang disarankan (Ramdan, 1999).
2.4 Banjir
Banjir (floods) adalah salah satu bentuk ekstrim aliran permukaan (runoff
exstremes) di mana tinggi muka air sungai atau debit sungai melebihi suatu batas
yang ditetapkan untuk kepentingan tertentu (Isnugroho, 2002). Selanjutnya Hewlett
(1982) mengatakan bahwa banjir adalah 1) setiap aliran yang merusak harta benda
manusia, 2) setiap ketinggian muka air tubuh air alami (sungai, danau) yang melebihi
9
ketinggian normalnya. Pada suatu keadaan banjir, kerusakan terhadap harta benda
disebabkan oleh :
1. Ketinggian banjir atau ketinggian air, yang biasanya terjadi pada debit
maksimum
2. Lama waktu penggenangan, atau berapa lama air tertinggal pada atau di atas
ketinggian harta benda
3. Pelepasan sedimen atau pengendapannya, yang menentukan seberapa banyak
kerusakan lapangan atau timbunan lumpur akan terjadi.
4. Energi kinetik aliran banjir, atau seberapa besar energi yang diberikan pada
bangunan, lapangan, jembatan atau dam.
5. Penambahan massa tanah yang menyebabkan kolapsnya tebing, urugan dan
bangunan pengendali erosi tebing (hillsides)
6. Kesalahan dalam menzonasi daerah dataran banjir atau batas atas harta benda.
Bila dihubungkan dengan penyebab banjir, dikenal lima jenis banjir:
1. Banjir karena curah hujan lama/ long – rain floods, banjir ini berhubungan
dengan curah hujan yang turun selama beberapa hari atau minggu dengan
intensitas rendah (tipe hujan siklon atau frontal). Kapasitas penyimpanan
permukaan dari DAS akhirnya dilewati dan sehingga tambahan hujan yang
turun bergerak cepat ke sungai.
2. Banjir karena mencairnya salju yang diakibatkan dari cepatnya peningkatan
suhu di daerah bersalju.
3. Banjir seketika/ flash floods, adalah banjir yang berasosiasi dengan hujan
konveksional atau dengan besarnya dari hujan selama siklonik storms.
10
4. Banjir karena tanah yang membeku/ frozen – soil floods adalah banjir yang
berasosiasi dengan jenis tanah yang spesifik yang membeku dan disebut
concrete frost.
5. Banjir pasang surut air laut/ tidal floods yang terjadi di daerah pantai, dan
seringkali diperburuk oleh air banjir pada bagian hulu sungai yang berlawanan
dengan naiknya air laut.
Dari ke lima jenis banjir tersebut, banjir yang umum terjadi di Indonesia
adalah banjir karena curah hujan yang lama, banjir seketika dan banjir pasang surut
air laut. Pada beberapa kejadian banjir, penyebabnya adalah kombinasi dari beberapa
jenis banjir tersebut.
Dalam kaitannya dengan pencegahan banjir maupun kekeringan (dalam
konsep DAS, upaya mencegah banjir di musim penghujan berarti juga mengurangi
bencana potensi bencana kekeringan pada saat musim kemarau) maka upaya yang
dilakukan adalah memanipulasi satu atau beberapa proses sekaligus yang terjadi
dalam sistem DAS tersebut yang berpengaruh terhadap hasil air dengan sasaran untuk
memperkecil potensi banjir dan dampaknya melalui berbagai pendekatan yang efisien
dan efektif antara lain dengan penerapan – penerapan konservasi tanah dan air (KTA)
yang tepat. Konsep konservasi tanah dan air tidak hanya difokuskan pada proses yang
berkaitan dengan erosi dan akibat lanjutan dari erosi tetapi juga mencegah kerusakan
tanah baik dari segi sifat fisiknya akibat erosi, atau sifat kimianya akibat penurunan
kesuburan dan memelihara produktivitas lahan melalui kombinasi pengelolaan dan
penggunaan tanah yang tepat.
Teknik KTA dalam pengendalian banjir adalah teknik manipulasi proses
dalam sistem DAS yang bertujuan mengurangi debit aliran pada musim penghujan
dan mempertahankan debit pada saat musim kemarau (salah satu indikator kondisi
11
DAS yang baik adalah kecilnya ratio debit maksimum dan minimum). Secara
sederhana, teknik yang dilakukan adalah untuk memelihara keseimbangan siklus
hidrologi dalam system DAS melalui upaya agar air hujan yang jatuh ke permukaan
bumi lebih banyak tertahan dan meresap ke dalam tanah sehingga dapat menambah
persediaan air tanah sekaligus menurunkan laju aliran permukaan agar tidak mengalir
dalam jumlah dan kecepatan yang membahayakan (banjir). Pada intinya upaya yang
dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut di bagian hulu adalah meningkatkan
kapasitas infiltrasi, menurunkan laju aliran permukaan, mencegah sedimentasi, dan
pada bagian hilir adalah meningkatkan kapasitas infiltrasi ( Fakhrudin, 2003).
2.4 Dam Parit
Dam parit (channel reservoir) adalah suatu bangunan konservasi air yang
dapat menahan air atau menampung air pada saat musim hujan dan menyimpannya
untuk dipergunakan pada saat musim kemarau sebagai sumber irigasi. Untuk dapat
berfungsi dengan baik maka penentuan lokasi dam parit dilakukan berdasarkan
kondisi topografi setempat, jadi sangat spesifik. Dam parit bisa dibangun pada alur
sungai atau pada lahan yang tidak produktif, sehingga tidak mengurangi areal lahan
pertanian karena adanya dam parit. Posisi dam parit ditetapkan dengan
memperhitungkan tiga hal :
1. Kapasitas tampung air maksimal dam parit.
2. Distribusi air untuk suplemen irigasi.
3. Biaya yang efisien.
Prinsip dam parit adalah menampung kelebihan air pada musim hujan berupa aliran
permukaan (run off) dan menahan air lebih lama berada di hulu, agar dapat mengisi
cadangan air tanah (recharging). Bila air yang tersedia sepanjang tahun atau berada di
permukaan tanah akan memudahkan petani untuk melakukan budidaya dan
12
perencanaan yang baik, maka peluang untuk meningkatkan produktifitas lahan
meningkat (Balitklimat, 2005).
Efisiensi pemanen air DAS akan lebih meningkat apabila dam parit dibuat
secara bertingkat (cascade) atau dam parit linier dalam cascade sesuai dengan
topografi yang ada (Irianto., et al., 2001). Air yang dapat dipanen pada dam dam parit
pertama akan dialirkan secara gravitasi ke lahan irigasi tanaman dan kelebihan air
yang tidak tertampung di dam parit 1 akan mengalir mengikuti sungai alamiah yang
kemudian akan ditampung kembali di dam parit ke 2. Demikian seterusnya, air lebih
dari dam parit ke 2 akan ditampung kembali di dam parit ke 3. Jadi prinsipnya, air
hujan ditampung sebagai sumber air irigasi seefisien mungkin, dan yang mengalir ke
laut sesedikit mungkin. Secara totalitas,, air hujan yang jatuh ke permukaan tanah
digunakan semaksimal mungkin dan hanya sedikit yang terbuang atau tidak
dimanfaatkan. Konsep demikian dikenal dengan istilah penggunaan kembali (reuse)
sumber daya air yang bertujuan untuk meningkatkan secara maksimal nilai tambah air
dan meminimalkan resiko pertanian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram
alir dan ilustrasi pada Gambar 1.
Gambar 1. Ilustrasi Dam Parit Bertingkat (Sumber Balitklimat., 2004)
13
Bangunan dam parit sekurang-kurangnya terdiri dari :
1. Talud/Jagaan ”(free board)”, berfungsi untuk menjaga pinggir parit tidak tergerus
oleh air dan akan menjadi pegangan bangunan bendung.
2. Bangunan bendung/tanggul, berfungsi untuk membendung aliran/meninggikan
muka air di parit.
3. Pengendali/Pintu Air, berfungsi untuk mengendalikan muka air di dalam parit
untuk dialirkan ke lahan usaha tani melalui saluran irigasi. Pengendali/pintu air ini
dapat dibangun di pinggir atau di tengah tanggul.
4. Saluran irigasi/drainase, berfungsi menyalurkan air dari bendung ke lahan usaha
tani.
2.5 Hujan
Hujan merupakan air yang jatuh dipermukaan bumi. Hujan merupakan salah
satu bentuk presipitasi yang paling banyak diukur selain salju, es, kabut dan embun.
Di daerah tropis umumnya dan di Indonesia khususnya yang dimksud presipitasi yang
diukur adalah hujan. Presipitasi adalah bentuk pengendapan atau pengembalian air
yang telah diuapkan ke atmosfir ke permukaan bumi. Pengembalian ini akan
berlangsung setelah uap air tersebut memenuhi syarat untuk dikembalikan ke
permukaan bumi, diantaranya adalah apabila uap air telah mengalami pengembunan
sehingga butir air atau es dan menmpunyai kecepatan jatuh dan ukuran yang cukup.
Sifat – sifat hujan yang penting lama hujan, intensitas hujan dan distribusi
hujan. (Sukartaatmaja, 2004). Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu
rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata
– rata di seluruh daerah yang bersangkutan. Hal yang penting dalam pembuatan
rancangan dan rencana adalah distribusi curah hujan. Distribusi curah hujan berbeda –
14
beda sesuai dengan jangka waktu yang ditinjau yaitu curah hujan harian, curah hujan
bulanan dan curah hujan tahunan. Hasil – hasil yang diperoleh ini dapat digunakan
untuk menentukan prospek dikemudian hari dan akhirnya untuk perancangan sesuai
dengan tujuan yang dimaksud.
15
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan dari bulan Desember 2007 sampai
dengan Februari 2008 di dam parit Citeko sub DAS Ciliwung hulu, yang secara
administratif terletak di Kecematan Megamendung Kabupaten Bogor Propinsi Jawa
Barat. (Gambar 2)
Terdapat 7 lokasi dam parit pada DAS Citeko yang masing – masing lokasinya
ditetapkan berdasarkan ordo sungai 2 dan 3. Metode yang digunakan adalah dengan
mengetahui kondisi biofisik dari masing – masing dam parit kemudian
membandingkan efektivitas dari kelima dam parit di DAS Citeko. (Gambar 3)
3.2 Pengumpulan Data
Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer
dan data sekunder. Data primer meliputi data tinggi permukaan aliran permukaan
pada dam parit. Sedangkan data sekunder adalah data curah hujan dan informasi
biofisik dam parit yang meliputi jenis tanah, topografi, penggunaan lahan dan jenis
tanah.
3.2.1 Topografi
Kemiringan dan panjang lereng adalah dua sifat topografi yang paling
berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi. Kemiringan lereng dinyatakan
dalam derajat atau persen. Dua titik yang berjarak 100 m yang mempunyai selisih
tinggi 10 m membentuk lereng 10%. Kecuraman lereng 100 % sama dengan
kecuraman lereng 45º . Untuk mendapatkan data lereng dapat digunakan dua cara
yaitu dari peta topografi dan pengukuran langsung dengan menggunakan alat
altimeter.
16
1 : 7500
Gambar 2. Peta Lokasi Tempat Penelitian
Gambar 3. Peta Lokasi Dam Parit Citeko
17
3.2.2 Jenis Tanah
Jenis tanah dapat diketahui dengan cara menggunakan peta tanah ataupun
pengukuran di lapang. Secara umum jenis tanah di hulu Ciliwung adalah tanah –
tanah andisol yang berasal dari endapan abu vulkan Gunung Pangrango. Jenis tanah
yang diamati di lapang meliputi struktur tanah dan tekstur tanah.
3.2.3 Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan diperoleh berdasarkan informasi dari peta penggunaan
lahan yang sudah ada dan pengamatan lapangan dengan mencatat penggunaan lahan
yang mendapat manfaat dari dam parit dan pola penanaman.
3.3 Perhitungan Debit pada Dam Parit
3.3.1 Perhitungan Kecepatan
Sesuai dengan keadaan pembangunan dam parit yang telah ada di beberapa
mikro DAS di kawasan DAS Ciliwung, maka untuk keperluan menjawab tujuan
penelitian ini akan dilakukan penetapan potensi air yang dapat ditampung oleh dam
parit, yaitu dengan mengukur ketinggian permukaan air. Pengukuran tinggi
permukaan air pada dam parit digunakan meteran dengan waktu yang ditentukan
setelah hujan berhenti. Pengukuran tinggi permukaan air dari dasar penampang sungai
yang paling dalam sampai tinggi permukaan air.
Ketinggian air diukur pada tiga titik dam parit, yaitu ketinggian air sebelum
dam parit, setelah dam parit dan ketinggian air pada spillway. Ketiga titik pengukuran
ini digunakan untuk mengetahui besarnya debit yang masuk ke dalam dam parit, debit
yang keluar dari dam parit dan debit air yang masuk ke saluran irigasi. Pengukuran
ketinggian air pada tiga titik tersebut juga dilakukan pada setiap dam parit.
Perhitungan debit pada ketiga titik tersebut dimaksudkan untuk mengetahui
18
efektivitas dam parit, yaitu adanya air yang masuk ke saluran irigasi sehingga
mengurangi debit puncak dan mencegah banjir.
Pengukuran ketinggian air digunakan untuk menghitung kecepatan. Secara
teoritis perhitungan kecepatan aliran permukaan dapat dihitung berdasarkan rumus
yang telah dikemukakan oleh Manning tahun 1985. Selain perhitungan kecepatan
dengan rumus manning, kecepatan air juga diukur dengan menggunakan alat berupa
pelampung dan stopwatch. Pengukuran kecepatan dilakukan pada dua kondisi yaitu
pada kondisi hujan dan tidak hujan. Perhitungan kecepatan dengan menggunakan
rumus manning berdasarkan pada ketinggian air dan luas permukaan pada saluran
yaitu sebagai berikut :
21
321 SR
nV =
Keterangan :
V = Kecepatan Air (m2/detik)
n = Kekasaran Permukaan
R = Jari – jari Hidrologi (m)
S = Kemiringan Saluran (m)
3.3.2 Pengukuran Debit
Hujan merupakan faktor masukkan yang tidak dapat dirubah. Penelitian ini
mengukur debit pada dam parit. Data curah hujan harian didapatkan dari stasiun
klimatologi terdekat dengan tempat penelitian. Tren dari aliran permukaan didapatkan
dengan mengukur aliran permukaan yang terjadi pada dam parit pada waktu debit
puncak terjadi kemudian menganalisa dari data hasil pengukuran dan data curah hujan
19
harian, sehingga dengan melihat tren yang ada dapat dianalisis efektivitas dam parit
dalam menurunkan debit sungai sebagai usaha mengendalikan banjir.
Q = V x A
Dimana :eQ = debit (m3/detik)
A = Luas Permukaan dam parit
V = Kecepatan air
3.3.3 Form Pengukuran Ketinggian Air
Tabel 1. Form Pengukuran Ketinggian Air
Lokasi : Tanggal : a. Mulai hujan : b. Selesai hujan :
NO Sungai sebelum Dam (cm)
Dam Parit (cm) Sungai sesudah Dam (cm)
Tepi Tengah Tepi Tengah Tepi Tengah
3.4 Metode Rasional
Metode rasional telah digunakan secara meluas sejak pertengahan abad ke 19
untuk merancang sistem drainase/pengairan. Hal ini disebabkan karena kesederhanaan
metode ini. Ide utama dari metode ini adalah laju aliran permukaan akan meningkat
sampai waktu konsentrasi tertentu (Tc). Tc didefinisikan sebagai waktu dimana
seluruh bagian DAS, berkontribusi terhadap peningkatan aliran permukaan di outlet.
Intensitas hujan (i) dan luas DAS (A) adalah komponen utama dalam sistem,
pengaruh aliran permukaan yang terjadi juga disebabkan oleh faktor koefisien aliran
permukaan (C), nilai C berkisar antara 0-1. Rumus umum metode rasional adalah
sebagai berikut (Chow, 1988) :
Q = C i A atau Q = 0.277 C i A
20
Keterangan :
Q : debit puncak (m3/dtk) C : koefisien run off, tergantung pada karakteristik DAS (tak berdimensi) I : intensitas curah hujan, untuk durasi hujan (D) sama dengan waktu
konsentrasi (Tc) (mm/jam) A : luas DAS (km2)
Konstanta 0.277 adalah faktor konversi debit puncak ke satuan (m3/dtk)
(Seyhan, 1995). Asumsi yang digunakan dalam perhitungan debit dengan
menggunakan metode rasional adalah :
1. Perhitungan laju puncak aliran permukaan di outlet adalah fungsi dari rata-rata
curah hujan selama waktu konsentrasi, jadi debit puncak bukan merupakan akibat
dari kejadian hujan yang lebih intensif pada waktu yang singkat, dimana mungkin
hanya sebagian wilayah DAS saja yang berkontribusi terhadap aliran permukaan
di outlet
2. Waktu konsentrasi, merupakan waktu dimana aliran permukaan terjadi dan aliran
tersebut merupakan kontribusi dari seluruh bagian di DAS
3. Intensitas hujan tetap selama kejadian hujan
3.5 Analisis multifungsi dam parit dalam skala sub DAS
Analisis multifungsi dam parit menggunakan beberapa pendekatan yaitu :
1. Menentukan efektivitas pembangunan dam parit dalam usaha pengendalian banjir.
Efektivitas adalah rasio dari debit yang keluar dari dam parit dengan debit yang
masuk ke dam parit. Air pada dam parit dibuang ke saluran irigasi malalui spilway
dan dialirkan ke area target irigasi, sehingga debit yang keluar dari dam parit
berkurang. Adanya penurunan debit diharapkan dapat mengurangi potensi banjir.
2. Menghitung nilai manfaat ekonomi dari dam parit. Penilaian nilai manfaat
ekonomi dari dam parit ditunjukkan dengan besarnya biaya yang dikeluarkan
21
untuk membangun dam parit dibandingkan dengan manfaat yang dirasakan setelah
pembangunan dam parit. Manfaat ekonomi air dam parit dihitung dengan melihat
keuntungan produksi dari komoditas yang dominan dari lahan pertanian target
irigasi. Lahan yang digunakan untuk menghitung manfaat ekonomi air dam parit
adalah lahan yang terdapat pada target irigasi dam parit Citeko 4 atau CT4. Hal
tersebut didasarkan pada air yang masuk ke lahan pertanian target irigasi CT4
lebih banyak daripada CT5. Komoditas yang mendominasi pada lahan pertanian
CT4 adalah padi.
3. Keuntungan pembangunan dam parit dihitung menggunakan b/c ratio, yaitu
perbandingan antara keuntungan produksi selama 5 tahun (umur minimal dam
parit) dengan biaya pembuatan dam parit. Bila nilai b/c lebih dari 1 maka
pembangunan dam parit memberi manfaat dan layak dilaksanakan. Akan tetapi
jika nilai b/c kurang dari 1 maka pembangunan dam parit tidak bermanfaat dan
tidak layak dilaksanakan. Bila pembangunan dam parit bermanfaat maka dapat
diaplikasikan dalam satu DAS.
22
No. Jumlah Kebutuhan Air Rata-rata Untuk : Liter per hari*)
1. Semua kebutuhan rumah tangga setiap orang 130 – 380
2. Tanaman padi tiap m2
3. Sayur mayur tiap m2
4. Tanaman keras tiap pohonnya
5. Seekor kuda atau keledai (450 kg) 30 – 45
6. Seekor sapi jantan atau sapi yang tidak menyusui (450 kg) 35 – 70
7. Seekor sapi perah (450 kg) **) 70 – 150
8. Seekor babi (45 kg) 4 – 6
9. Seekor domba (45 kg) 4 – 6
10. 100 ekor ayam 20 - 35
Tabel 2. Perkiraan Jumlah Pemakaian Air Aliran Dam Parit
23
*) Suhu udara sekitar 320C
**)Termasuk untuk pembersihan kandang, Sumber : Frevert et al., dalam Arsyad,
2000
Alat dan Bahan
1. Peta tematik digital mencakup informasi penggunaan lahan, topografi, jenis tanah
dan jaringan hidrologi skala 1 : 25.000
2. Meteran unt
24
3. uk mengukur tinggi permukaan air aliran sungai
4. Seperangkat alat tulis
5. Data iklim harian
Lokasi :
Tanggal :
a. Mulai hujan : b. Selesai hujan :
Sungai sebelum Dam
(cm)
Dam Parit (cm) Sungai sesudah Dam
(cm)
NO
Tepi Tengah Tepi Tengah Tepi Tengah
1
25
2.3. Metodologi
2.3.1. Kriteria dan indikator desain bangunan dam parit
3.
Berdasarkan pendekatan tersebut di atas maka tahapan kegiatan utama
penelitian untuk validasi pengembangan dam parit dan aplikasi irigasi, yaitu :
Shwab et al. 1981 dalam Arsyad 2000 telah menyusun Nilai Cr yang ditentukan
berdasarkan tipe penggunaan lahan seperti disajikan pada Tabel 2 dan 3
Tabel 2. Koefisien aliran permukaan (Cr) untuk DAS pertanian
Faktor konversi dari Kelompok B ke
Tanaman penutup dan kondisi hidrologi Kelompok
A
Kelompok
C
Kelompok
D
1. Tanaman dalam baris buruk 0.89 1.09 1.12
2. Tanaman dalam baris baik 0.86 1.09 1.14
3. Padi-padian, buruk 0.86 1.11 1.16
4. Padi-padian, baik 0.84 1.11 1.16
5. Padang rumput gembala, lahan kering
dengan pergiliran tanaman, baik
0.81 1.13 1.18
6. Padang rumput potong, permanen, 0.64 1.21 1.31
26
baik
7. Hutan dewasa, baik 0.45 1.27 1.40
Keterangan :
Kelompok A : Pasir dalam, loess dalam, debu yang beragregat (Entisols)
Kelompok B : loess dangkal, lempung berpasir (Entisols)
Kelompok C : lempung berliat, lempung berpasir dangkal, tanah berkadar bahan
organik rendah dan tanah-tanah berkadar liat tinggi (Inceptisols,
Alfisols, Ultisols, oxisols)
Kelompok D : tanah-tanah yang mengembang secara nyata jika basah, liat berat,
plastis dan tanah-tanah salin tertentu (Vertisols, Halaquepts)
Tabel 3. Koefisien aliran permukaan (C) untuk daerah urban
Macam daerah Koefisien Cr
1. Daerah perdagangan
-Pertokoan (down town)
-Pinggiran
0.70 – 0.90
0.50 – 0.70
2. Pemukiman
-Perumahan Satu Keluarga
-Perumahan Berkelompok, Terpisah-Pisah
-Perumahan Berkelompok, Bersambungan
-Suburban
-Daerah Apartemen
0.30 – 0.50
0.40 – 0.60
0.60 – 0.75
0.25 – 0.40
0.50 – 0.70
3. Industri
-Daerah ringan
0.50 – 0.80
27
-Daerah berat (padat) 0.60 – 0.90
4. Taman, pekuburan 0.10 – 0.25
5. Tempat bermain 0.20 – 0.35
6. Daerah stasiun Kereta Api 0.20 – 0.40
7. Daerah belum diperbaiki 0.10 – 0.30
8. Jalan 0.70 – 0.95
9. Bata
-Jalan, hamparan
-Atap
0.75 – 0.85
0.75 – 0.95
3. Menentukan kebutuhan air di lokasi target irigasi dam parit
Pada bagian ini terdapat 3 sektor kebutuhan yang perlu diperhatikan yaitu :
kebutuhan air untuk tanaman, manusia dan ternak.
Kebutuhan air tanaman dapat dihitung dengan software WARM
(Runtunuwu. et all 2004). Software ini menghitung kebutuhan air berdasarkan indeks
kecukupan air yaitu nisbah antara evapotranspirasi aktual tanaman dengan
potensial/maksimalnya (ETR/ETM). Kisaran nilai dari indeks kecukupan air adalah
dari 0-1, semakin tinggi nilainya maka semakin baik potensi produksi tanaman,
sebaliknya semakin rendah nilainya maka tanaman tersebut berpotensi mengalami
penurunan hasil atau bahkan gagal berproduksi akibat kekurangan air. Untuk nilai
ETR/ETM yang rendah, perlu dilakukan tindakan penambahan irigasi suplementer.
Setiap tanaman akan berbeda-beda batas toleransi kekeringannya. Kebutuhan air
untuk manusia dan ternak disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkiraan Jumlah Pemakaian Air Usaha Tani
28
No. Jumlah kebutuhan air rata-rata untuk : Liter per hari*)
11. Semua kebutuhan rumah tangga setiap orang 130 – 380
12. Seekor kuda atau keledai (450 kg) 30 – 45
13. Seekor sapi jantan atau sapi yang tidak menyusui
(450 kg)
35 – 70
14. Seekor sapi perah (450 kg) **) 70 – 150
15. Seekor babi (45 kg) 4 – 6
16. Seekor domba (45 kg) 4 – 6
17. 100 ekor ayam 20 - 35
*) Suhu udara sekitar 320C
**)Termasuk untuk pembersihan kandang, Sumber : Frevert et al., dalam Arsyad,
2000
4. Aplikasi Teknik Pemberian Irigasi
Aplikasi teknik pemberian air irigasi akan dilakukan berdasarkan kondisi
lapang, dengan alternatif pemberian yang memungkinkan dilaksanakan oleh petani
setempat adalah dengan metode gravitasi atau penyiraman secara tradisional dengan
pengangkutan air untuk memenuhi kebutuhan air tanaman berasal dari sumber air
(dam parit). Aplikasi teknik pemberian air irigasi dilakukan apabila nilai ETR/RTM
kurang dari 0,65 yang terjadi pada musim kemarau. Pengamatan akan dilakukan pada
pertanaman di lahan petani dengan pengaturan jadwal tanam yang sesuai. Hasil
pengamatan produksi diharapkan dapat memberi gambaran perbedaan produksi akibat
pemberian irigasi tambahan.
5. Mempelajari Dampak Pengembangan Dam Parit terhadap Karakteristik DAS
29
Dampak pembangunan dam parit selain dapat dilihat dari segi peningkatan
produktivitas lahan juga dapat dilihat pada perubahan fungsi hidrologis DAS. Untuk
melihat perubahan karakteristik DAS dilakukan pemodelan fungsi transfer dengan
menggunakan model H2U yang telah dimodifikasi (Kartiwa, 2004). Selanjutnya,
dengan menetapkan kecepatan aliran lereng yang menuju ke jalur aliran sungai, pdf
waktu tempuh butir hujan pada lereng dapat dihitung berdasarkan persamaan sebagai
berikut:
o
v
ltV
o
vv e
lV
t.
.)(−
=ρ
dengan :
ρv(t) : pdf lereng sebagai fungsi waktu t.
vV : kecepatan aliran rata-rata pada lereng
lo : panjang rata-rata jalur hidraulik pada lereng
t : interval waktu
Sedangkan untuk menghitung pdf waktu tempuh butir hujan pada jaringan
sungai, digunakan persamaan sebagai berikut:
LtVnn
n
RHRH
RH
etnL
Vnt .2..
12
2
..
2
1..2
.)(−−
⎟⎠⎞
⎜⎝⎛Γ
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛=ρ
dengan :
ρRH(t) : pdf jaringan sungai sebagai fungsi waktu t.
n : order maksimum DAS
VRH : kecepatan aliran rata-rata pada jaringai sungai
L : panjang rata-rata jalur hidraulik pada jaringan sungai
30
: fungsi gamma Γ
t : interval waktu
Untuk mendapatkan pdf DAS, dihitung berdasarkan hasil konvolusi antara pdf lereng
dengan pdf jaringan sungai :
)()()( ttt RHvDAS ρρρ ⊗=
ρDAS(t): pdf DAS sebagai fungsi waktu t.
ρv(t) : pdf lereng sungai sebagai fungsi waktu t.
ρRH(t) : pdf jaringan sungai sebagai fungsi waktu t.
Untuk menghitung debit aliran permukaan, digunakan rumus sebagai berikut :
[ ])()()( ttPNStQ ρ⊗=
Q(t) : debit aliran permukaan pada waktu t
S : luas DAS
PN(t) : intensitas hujan neto pada waktu t
ρ(t) : pdf waktu tempuh butir hujan pada waktu t
dihitung dari pdf panjang alur hidraulik berdasarkan penetapan kecepatan
aliran
: simbol konvolusi
Setelah diketahui volume debit maka dengan mengintegrasikan parameter
kapasitas simpan dam parit dalam model, maka dapat ditentukan perubahan
karakteristik aliran permukaan sesaat. Diagram alir kegiatan analisis manfaat dam
parit untuk mengetahui aliran sesaat disajikan pada Gambar 1.
31
Karakteristik Geometrik DAS
Karakteristik Morfometrik DAS
Model prediksi aliran permukaan H2U
Kecepatan aliran (VL dan Vl) di Mikro DAS
Q aliran permukaan sesaat (waktu respon dan volume)
Parameter dimensi dam parit (kapasitas tampung
Curah hujan sesaat
Gambar 1. Diagram alir kegiatan analisis manfaat dam parit untuk mitigasi banjir
Panen hujan dan aliran permukaan dengan teknologi dam parit untuk
menurunkan debit puncak dan memperpanjang waktu respon DAS selang waktu
antara curah hujan maksimum dan debit puncak. Hubungan antara curah hujan, debit
aliran dan waktu respon disajikan pada Gambar 2.
Sesudah panen
Sebelum panen t1
t2
Q2
Q1
Hujan
0 10 20 30 40
80
60
40
20
0
0
250
500
750
1000
1250
Deb
it (m
3 /dt
)
Huj
an (m
m)
Waktu (jam)
32
Gambar 2. Hubungan antara curah hujan, debit aliran dan waktu respon
Q1 adalah volume dan waktu terjadinya debit puncak sebelum dibangun dam parit.
Q2 adalah volume dan waktu terjadidnya debit puncak setelah dibangun dam parit.
6. Pengamatan karakteristik debit di lapangan
Pengamatan dilakukan dengan mengamati tinggi permukaan air harian
menggunakan fiskal yang dipasang pada inlet dan intake masing masing dam parit.
Pengamatan harian dilakukan pada jam yang sama sehingga dapat diketahui
perubahan debit harian selama setahun. Untuk memvalidasi perilaku debit akan
dilakukan pengamatan kurva debit yaitu pengamatan debit dari sebelum hujan sampai
selesainya hujan dan debit kembali normal pada salah satu DAS mikro.
33
Penelitian ini dilaksanakan di hulu sungai Ciliwung, selain karena rawan
banjir sungai ciliwung merupakan sungai strategis yang menjadi tumpuan kehidupan
masyarakat Jakarta yang merupakan ibukota Indonesia. Terakhir kali pada tahun 2007
telah terjadi banjir besar – besaran yang sempat melumpuhkan ibukota Indonesia
Distribusi curah hujan yang tidak merata secara spasial dan temporal
menyebabkan kelebihan air di musim hujan dan kekurangan air di musim kemarau.
Pengelolaan sumber daya air baik yang berasal dari curah hujan, mata air maupun air
tanah dalam belum dilakukan secara optimal. Keadaan tersebut menyebabkan
terjadinya kekurangan pasokan/kekeringan air di musim kemarau dan kelebihan air di
musim hujan (banjir) yang berdampak terganggunya proses produksi pertanian.
Pengembangan teknologi dam parit berfungsi menampung curah hujan dan aliran
permukaan dan mendidtribusikan ke lahan pertanian, sehingga dapat meningkakan
ketersediaan air bagi pertanian di musim kemarau dan mengurangi volume dan
kecepatan laju aliran permukaan di musim hujan. Untuk keperluan tersebut penelitian
potensi air hujan yang dapat dipanen, debit aliran permukaan, posisi dan dimensi dam
parit serta perhitungan kebutuhan air penting dilakukan. Selain itu pembangunan dam
parit, bak penampungan air dan jaringan irigasi diperlukan dalam suatu sistem
pengelolaan sumberdaya air untuk meningkatkan produktivitas lahan.
Adanya sedimentasi yang berasal dari hasil erosi dan kemudian terakumulasi
kedalam waduk dam parit. Erosi dan sedimentasi tidak hanya menurunkan debit
sungai tetapi juga mengurangi volume air waduk. Sedimentasi pada dam parit tidak
hanya mengurangi volume waduk pada dam tetapi juga mengurangi volume air yang
akan dialirkan ke lahan – lahan pertanian.
Sementara itu, apabila dalam praktek pengelolaan DAS dan penerapan tata
guna lahan yang tidak dilakukan secara terpadu dan tidak terencana dengan baik,
salah satunya dapat mempengaruhi proses terjadinya erosi dan sedimentasi. Erosi
adalah proses terkikisnya dan terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah oleh media
alami yang berupa air (air hujan). Tanah dan bagian-bagian tanah yang terangkut dari
suatu tempat yang tererosi disebut sedimen. Sedangkan sedimentasi (pengendapan)
34
adalah proses terangkutnya/ terbawanya sedimen oleh suatu limpasan/aliran air yang
diendapkan pada suatu tempat yang kecepatan airnya melambat atau terhenti seperti
pada saluran sungai, waduk, danau maupun kawasan tepi teluk/laut (Arsyad, 1989).
Erosi dapat mempengaruhi produktivitas lahan yang biasanya mendominasi DAS
bagian hulu dan dapat memberikan dampak negatif pada DAS bagian hilir (sekitar
muara sungai) yang berupa hasil sedimen.
Salah satu indikator pesatnya pembangunan di kawasan tersebut adalah pertumbuhan penduduk. Menurut sensus penduduk tahun 1980 dan 2000 jumlah penduduk kawasan Bopunjur dalam kurun waktu dua puluh tahun, penduduknya mencapai dua kali lipat, yakni dari 5,7 juta menjadi 11,7 juta. Faktor demografi yang paling berpengaruh terhadap pesatnya pertumbuhan tersebut adalah dari faktor imigrasi, dimana dalam tahun 2000 tercatat jumlah imigran yang masuk ke daerah tersebut sebesar 1,1 juta orang (Alihar, 2002). Perkembangan penduduk yang pesat akan seiring dengan peningkatan kebutuhan akan lahan. Menurut Hardjanto (2002) dalam kurun waktu 10 tahun (tahun 1990 – 2000), di kawasan Bopunjur telah terjadi peningkatan penggunaan lahan untuk pemukiman sebesar 300% dari 5.999,8 ha menjadi 18.644,8 ha, sebaliknya telah terjadi penurunan luas sawah sebanyak lebih dari 50% yaitu dari 28.348,7 ha menjadi 10.825,8 ha. Rencana Tata Ruang Bopunjur (Keppres No. 114/ 1999) mengarahkan sebagian besar kawasan tersebut sebagai daerah resapan (84%), sedangkan kawasan perkotaan hanya 16 % (Hardjanto,2002)
35
Hujan merupakan air yang jatuh dipermukaan bumi. Hujan merupakan salah satu bentuk presipitasi yang paling banyak diukur selain salju, es, kabut dan embun. Di daerah tropis umumnya dan di Indonesia khususnya yang dimksud presipitasi yang diukur adalah hujan. Presipitasi adalah bentuk pengendapan atau pengembalian air yang telah diuapkan ke atmosfir ke permukaan bumi. Pengembalian ini akan berlangsung setelah uap air tersebut memenuhi syarat untuk dikembalikan ke permukaan bumi, diantaranya adalah apabila uap air telah mengalami pengembunan sehingga butir air atau es dan menmpunyai kecepatan jatuh dan ukuran yang cukup. Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjiradalah curah hujan rata – rata di seluruh daerah yang bersangkutan. Hal yang penting dalam pembuatan rancangan dan rencana adalah distribusi curah hujan. Distribusi curah hujan berbeda – beda sesuai dengan jangka waktu yang ditinjau yaitu curah hujan harian, curah hujan bulanan dan curah hujan tahunan. Hasil – hasil yang diperoleh ini dapat digunakan untuk menentukan prospek dikemudian hari dan akhirnya untuk perancangan sesuai dengan tujuan yang dimaksud. Perancangan percobaan adalah suatu uji atau sederetan uji, baik menggunakan statistika deskripsi maupun statistika inferensia, yang bertujuan untuk mengubah peubah input menjadi suatu output yang merupakan respon dari percobaan tersebut.
Input Output
Rancangan acak kelompok baik ddari satu sumber keragaman. Selauntuk mengatasi kesulitan dalamjumlah besar. Komponen keragam
PROSES
- Metode - Mesin - Material
igunakan jika keheterogenan unit percobaan berasal in itu rancangan acak kelompok baik digunakan
mempersiapkan unit percobaan homogen dalam an unityang perlu diperhatikan dalam menentukan
36
pembentukkan kelompok adalah komponen keragaman diluar perlakuan yang ikut mempengaruhi respon dari unit percobaan. Namun demikian kelompok yang dibenthendaknya menghindari terjadinya interaksi dengan perlakuan yang diberikan terhadap unit – unit percobaan.
uk
37
KONDISI BIOFISIK WILAYAH KONDISI BIOFISIK WILAYAH
4.1 Iklim 4.1 Iklim
Keadaan iklim pada lokasi penelitian didapatkan dari Stasiun Citeko dengan
mengambil tahun 1997 sampai dengan tahun 2005. Berdasarkan data Curah hujan 9
tahun terakhir jumlah curah hujan rata-rata tahunan berkisar antara 2.380 sampai
3.686 mm dengan curah hujan rata-rata tahunan 2.948 mm, sedangkan total ETP
(evapotranspirasi potensial) tahunan berkisar antara 1.068 sampai 2.106 mm dengan
rata-rata total ETP tahunan sebesar 1.463 mm. Fluktuasi curah hujan dan ETP tahunan
dari tahun 1997 hingga 2005 disajikan pada Gambar 5.
Keadaan iklim pada lokasi penelitian didapatkan dari Stasiun Citeko dengan
mengambil tahun 1997 sampai dengan tahun 2005. Berdasarkan data Curah hujan 9
tahun terakhir jumlah curah hujan rata-rata tahunan berkisar antara 2.380 sampai
3.686 mm dengan curah hujan rata-rata tahunan 2.948 mm, sedangkan total ETP
(evapotranspirasi potensial) tahunan berkisar antara 1.068 sampai 2.106 mm dengan
rata-rata total ETP tahunan sebesar 1.463 mm. Fluktuasi curah hujan dan ETP tahunan
dari tahun 1997 hingga 2005 disajikan pada Gambar 5.
0
500
Gambar 5. Jumlah Curah Hujan dan Evapotranspirasi Tahunan Gambar 5. Jumlah Curah Hujan dan Evapotranspirasi Tahunan Megamendung Bogor. Megamendung Bogor.
Gambar 5 menunjukkan bahwa jumlah curah hujan tahunan periode (1997-
2005) lebih besar dari evapotranspirasinya. Hal ini memperlihatkan bahwa di daerah
tersebut mempunyai iklim basah. Berdasarkan Bappenas, 2007 bahwa pada tahun
1997 dan 2002 terjadi banjir di wilayah hilir DAS Ciliwung. Akan tetapi curah hujan
pada tahun 1997 dan 2002 lebih rendah dibandingkan tahun – tahun lainnya. Hal ini
berarti curah hujan tahunan tinggi tidak selalu menimbulkan banjir. Banjir lebih
disebabkan pada distribusi curah hujan temporl, yaitu berdasarkan curah hujan
Gambar 5 menunjukkan bahwa jumlah curah hujan tahunan periode (1997-
2005) lebih besar dari evapotranspirasinya. Hal ini memperlihatkan bahwa di daerah
tersebut mempunyai iklim basah. Berdasarkan Bappenas, 2007 bahwa pada tahun
1997 dan 2002 terjadi banjir di wilayah hilir DAS Ciliwung. Akan tetapi curah hujan
pada tahun 1997 dan 2002 lebih rendah dibandingkan tahun – tahun lainnya. Hal ini
berarti curah hujan tahunan tinggi tidak selalu menimbulkan banjir. Banjir lebih
disebabkan pada distribusi curah hujan temporl, yaitu berdasarkan curah hujan
23
1000
500
000
500
000
500
000
500
000
J-97 J-98 J-99 J-00 J-01 J-02 J-03 J-04 J-05
Tahun
Cur
ah h
ujan
(mm
)
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
4500
5000
Eva
potra
nspi
rasi
(mm
5
4
4
3
3
2
2
1)
TOTALCURAH HUJAN TOTAL ETP
23
bulanan atau curah hujan harian. Jumlah rata-rata bulanan curah hujan dan
evapotranspirasi di tampilkan pada Gambar 6.
bulanan atau curah hujan harian. Jumlah rata-rata bulanan curah hujan dan
evapotranspirasi di tampilkan pada Gambar 6.
Curah hujan dan evapotranspirasi rata-rata bulanan di citeko
0
100
200
300
400
500
600
JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGU SEP OKT NOV DES
Bulan
Cur
ah h
ujan
(mm
)
0
100
200
300
400
500
600
Eva
potr
ansp
iras
i (m
m)
RATA CH RATA ETP
Gambar 6. Jumlah Curah Hujan dan Evapotranspirasi Rata-rata Bulanan Gambar 6. Jumlah Curah Hujan dan Evapotranspirasi Rata-rata Bulanan Sub DAS Citeko, Cisarua dan Megamendung, Bogor Sub DAS Citeko, Cisarua dan Megamendung, Bogor
Berdasarkan Gambar 6 diketahui bahwa bulan kering ditandai dengan jumlah
curah hujan lebih kecil dari evapotranspirasi potensialnya, terjadi selama 4 bulan yaitu
Juni sampai bulan September yang berpotensi mengalami kekeringan. Bulan dengan
jumlah curah hujan terbesar terjadi pada bulan Januari dan Febuari yang berpotensi
terjadinya banjir di wilayah DAS Ciliwung.
Berdasarkan Gambar 6 diketahui bahwa bulan kering ditandai dengan jumlah
curah hujan lebih kecil dari evapotranspirasi potensialnya, terjadi selama 4 bulan yaitu
Juni sampai bulan September yang berpotensi mengalami kekeringan. Bulan dengan
jumlah curah hujan terbesar terjadi pada bulan Januari dan Febuari yang berpotensi
terjadinya banjir di wilayah DAS Ciliwung.
4.2 Topografi 4.2 Topografi
DAS Citeko yang masuk dalam DAS Cibogo bertopografi bergelombang
sampai berbukit pada ketinggian antara 720 s/d 1.300 m dpl sehingga daerah
penelitian ini termasuk dalam wilayah dataran tinggi. DAS Cibogo yang mempunyai
pola drainase dendritk, merupakan sungai orde 3 dan sungai orde 2 dengan DAS
sebanyak 4 buah yaitu Cibogo, Cipanggulaan, Cisuren dan Cihanjawar. Sungai
mempunyai bentuk V dengan dasar sungai sempit dan tebing sangat terjal jarak antar
sungai orde 2 berkisar antara 400-500 m. Berdasarkan ketersediaan airnya sungai
DAS Citeko yang masuk dalam DAS Cibogo bertopografi bergelombang
sampai berbukit pada ketinggian antara 720 s/d 1.300 m dpl sehingga daerah
penelitian ini termasuk dalam wilayah dataran tinggi. DAS Cibogo yang mempunyai
pola drainase dendritk, merupakan sungai orde 3 dan sungai orde 2 dengan DAS
sebanyak 4 buah yaitu Cibogo, Cipanggulaan, Cisuren dan Cihanjawar. Sungai
mempunyai bentuk V dengan dasar sungai sempit dan tebing sangat terjal jarak antar
sungai orde 2 berkisar antara 400-500 m. Berdasarkan ketersediaan airnya sungai
24 24
orde 1 pada umumnya mengering (intermiten) dan mata air muncul pada ujung sungai
orde 2 sehingga mulai sungai orde 2 termasuk sungai yang mempunyai aliran
sepanjang tahun.
Secara umum topografi ini berbentuk lungur memanjang dengan punggung
berlereng melandai dan lereng tengah terjal sampai sangat terjal ke arah sungai
dengan panjang lereng berkisar antara 50-100 m. Lereng bawah sebagian datar di
dekat jalur aliran dan sebagian lagi bersatu dengan lereng tengah dengan tingkat
kemiringan terjal.
4.3 Tanah
Secara umum tanah pada DAS Cibogo dapat dibedakan kedalam 3 kelompok
yaitu :
1. Tanah pada lereng bawah dan jalur aliran dengan penggunaan lahan sawah
2. Tanah pada daerah punggung dengan penggunaan lahan sawah.
3. Tanah pada daerah punggung dengan penggunaan lahan kebun teh dan lahan
kering.
Sebagian besar Tanah di DAS Citeko merupakan tanah pada lereng bawah dan
jalur aliran dengan penggunaan lahan sawah berkembang dari bahan aluvio koluval,
drainase agak terhambat, permeabilitas sedang, solum sedang, warna coklat
kekelabuan, tekstur sedang dan dilapisan bawah berkerikil, reaksi tanah agak masam,
pada beberapa tempat terdapat batu berupa boulder dengan diameter antara 20-200
cm. Tanah ini diklasifikasikan sebagai Fluvaquentic Endaquepts, Aeric Endoaquepts
dan Fluvaquentic Dystrudepts. Tanah baik pada lapisan atas selalu diolah dan di
lumpurkan untuk dijadikan sawah mempunyai berat isi 0.94 g/ cm3 pada lapisan atas
dan 0,83 g/cm3 pada lapisan bawah. Tanah tidak mempunyai masalah terhadap proses
25
pemadatan, air yang masuk kedalam tanah lapisan atas akan bergerak kebawah
dengan kecepatan sedang, permeabilitas tanah lapisan atas sebesar 5,72 cm/jam, pada
lapisan tanah bawah gerakan air cepat ditunjukan oleh permeabilitas tanahnya 18,44
cm/jam. Tanah ini sampai kedalaman perakaran tanaman (0 – 30 cm) dapat menyerap
air sampai keadaan jenuh sebanyak 266,2 mm, sebanyak 111,0 mm akan
didrainasekan dengan cepat dan sebanyak 23,4 mm didrainasekan secara lambat. Air
ditahan oleh tanah dalam kondisi kapasitas lapang sebesar 131,8 mm pada kondisi
kapasitas lapang ini jumlah air yang dipegang dengan kuat oleh matrik tanah sehingga
tidak tersedia bagi tanaman sebesar 88,8 mm dan yang tersedia bagi tanaman hanya
sebesar 43,0 mm.
Tabel 2 . Daya Memegang Air dan Permeabilitas Berbagai Jenis Tanah Jenis tanah Daya tanah memegang air (mm) Permeabilitas (mm)
Jenuh Drainase
cepat
Drainase
lambat
Kapasitas
lapang
Titik layu
permanen
Air
tersedia
Lapisan
atas
Lapisan
bawah
Sawah pada jalur aliran, Fluvaquentic Dtstrudepts.
266.2 111 23.4 131.8 88.8 43 5.72 18.44
Kebun campuran, Andic Dystrudepts
340.7 138.7 20.6 181.4 128.3 53.1 8.61 34.78
Sawah, Aeric Epiaquands
181.95 58.35 10.65 112.95 24.9 88.05 0.26 0.75
Kebun teh, Typic Hapludans
372.3 157.7 19.1 195.5 87.4 108.1 18.81 12.1
26
Kurfa pF dari beberapa profil tanah di Sub DAS Cibogo
Kandungan air (%)Fluvaquentic Dystrudepts
80,0 Andic Dystrudepts
70,0 Aeric Epiaquands
60,0
50,0
40,0
30,0
20,0
10,0
0,0 0,00 0,50 1,00 4,00 1,50 2,00 2,50 3,00 4,503,50
pF
TypicHapludans
Gambar 7. Kurfa pF Pada Beberapa Tanah di Sub DAS Cibogo, Bogor Gambar 7. Kurfa pF Pada Beberapa Tanah di Sub DAS Cibogo, Bogor
Berdasarkan Tabel 2 dan Gambar 7 diketahui bahwa tanah Typic Hapludans
dan Andic Dystrudepts mempunyai permeabilitas yang lebih cepat, dan mempunyai
kapasitas menyimpan air sampai dalam keadaan jenuh lebih besar pula, dibandingkan
dengan tanah Flufaquentic Dystrudepts dan Aeric Epiaquands, sehingga bila terjadi
hujan air yang tanah tidak mudah jenuh dan selain itu laju air masuk kedalam tanah
juga lebih cepat. Oleh karena itu pada Typic Hapludans dan Andic Dystrudepts air
hujan yang ditranfer ke menjadi aliran permukaan akan lebih kecil.
Berdasarkan Tabel 2 dan Gambar 7 diketahui bahwa tanah Typic Hapludans
dan Andic Dystrudepts mempunyai permeabilitas yang lebih cepat, dan mempunyai
kapasitas menyimpan air sampai dalam keadaan jenuh lebih besar pula, dibandingkan
dengan tanah Flufaquentic Dystrudepts dan Aeric Epiaquands, sehingga bila terjadi
hujan air yang tanah tidak mudah jenuh dan selain itu laju air masuk kedalam tanah
juga lebih cepat. Oleh karena itu pada Typic Hapludans dan Andic Dystrudepts air
hujan yang ditranfer ke menjadi aliran permukaan akan lebih kecil.
Tanah pada daerah punggung dengan penggunaan lahan sawah berkembang
dari bahan abu dan tufa volkan, drainase agak terhambat akibat disawahkan, solum
dalam, permeabilitas lapisan atas dan bawah sangat lambat, warna coklat kekelabuan,
tekstur lempung berdebu, reaksi tanah agak masam. Tanah ini mempunyai lapisan
dengan karatan berwarna hitam setebal 10–30 cm di kedalaman 30–50cm dari
permukaan tanah, termasuk dalam subgrup Aeric Epiaquands. Tanah pada lapisan atas
Tanah pada daerah punggung dengan penggunaan lahan sawah berkembang
dari bahan abu dan tufa volkan, drainase agak terhambat akibat disawahkan, solum
dalam, permeabilitas lapisan atas dan bawah sangat lambat, warna coklat kekelabuan,
tekstur lempung berdebu, reaksi tanah agak masam. Tanah ini mempunyai lapisan
dengan karatan berwarna hitam setebal 10–30 cm di kedalaman 30–50cm dari
permukaan tanah, termasuk dalam subgrup Aeric Epiaquands. Tanah pada lapisan atas
27 27
selalu diolah dan di lumpurkan untuk dijadikan sawah mempunyai berat isi 0.99 g/
cm3 pada lapisan atas dan 0.1,19 g/cm3 pada lapisan bawah. Tanah ini telah
disawahkan selama lebih dari 25 tahun sehingga terdapat lapisan bajak yang kedap
akibat proses pengolahan tanah yang terus menerus. Air yang masuk kedalam tanah
lapisan atas akan bergerak kebawah dengan kecepatan sangat lambat, pada lapisan
bawah pada kedalaman dibawah 30 cm pergerakan air lebih cepat, permeabilitas
sedang (0,75 cm/jam). Tanah ini sampai kedalaman perakaran tanaman (0 – 15/20
cm) dapat menyerap air sampai keadaan jenuh sebanyak 121.3 mm dan dari jumlah
tersebut sebanyak 38.9 mm akan didrainasekan dengan cepat dan sebanyak 7,1 mm
didrainasekan secara lambat. Air ditahan oleh tanah dalam kondisi kapasitas lapang
sebesar 75,3 mm. Pada kondisi kapasitas lapang ini jumlah air yang dipegang dengan
kuat oleh matrik tanah hanya sebesar 16,6 mm dan yang tersedia bagi tanaman
sebesar 58,7 mm.
Tanah pada daerah punggung dengan penggunaan lahan kebun teh dan lahan
kering berkembang dari dari bahan abu dan tufa volkan, drainase baik, permeabilitas
agak cepat sampai cepat, solum dalam, warna coklat, tekstur sedang sampai agak
kasar, reaksi tanah agak masam, termasuk dalam subgrup Typic Hapludans. Keadaan
fisik lapisan tanah Typic Hapludans lapisan atas maupun bawah bertekstur lempung
berdebu. Andosol Coklat dengan peenggunaan lahan perkebunan teh ini mempunyai
berat isi 0.76 g/cm3 pada lapisan atas dan 0.62 g/cm3 pada lapisan bawah. Air yang
masuk kedalam tanah lapisan atas akan bergerak kebawah dengan kecepatan cepat,
permeabilitas tanah lapisan atas adalah sebesar 16,8 cm/jam, pada lapisan tanah
bawah gerakan air menurun menjadi sedang, dengan permeabilitas hanya 12,1
cm/jam. Tanah ini sampai kedalaman perakaran tanaman (0 – 50 cm) dapat menyerap
air sampai keadaan jenuh sebanyak 372 mm dan jumlah ini merupakan jumlah
28
terbanyak dari jenis tanah yang ada di daerah penelitian. Dari jumlah tersebut
sebanyak 157,7 mm (42,4 %) dapat didrainasekan dengan cepat dan sebanyak 19.1
mm (5,1 %) didrainasekan secara lambat dan 195,5 mm (52,5 %) ditahan oleh tanah
dalam kondisi kadar air tanah kapasitas lapang. Pada kondisi kapasitas lapang ini 87,1
mm (44,7) dipegang dengan kuat oleh matrik tanah sehingga tidak tersedia bagi
tanaman, dan yang tersedia bagi tanaman sebesar 108,1 mm (55,3%). Dengan
banyaknya jumlah air yang dipegang oleh tanah dan tidak tersedia bagi tanaman maka
tanah ini di lapangan akan terasa berair dan licin bila dipirit . Hal ini erat kaitannya
dengan karakteristik jenis mineral penyusun tanahnya yaitu alofan yang berbentuk
hablur (tidak mengkristal dengan baik).
4.4 Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan DAS Citeko dapat dibedakan sebagai berikut: kebun teh,
kebun sayuran, kebun rumput, sawah dan hutan pinus. Kebun teh terdapat di
punggung/lereng atas yang saat ini sebagian besar telah dimanfaatkan sebagai kebun
oleh masyarakat dan keberadaannya tinggal seluas kurang lebih 19,45 ha atau 12,89
%. Kebun sayur terdapat pada lereng atas, tengah dan bawah. Jenis tanaman berupa
sayuran (kubis, kubis bunga, wortel, sawi, tomat, cabe, caisin dan lainnya). Lahan ini
merupakan lahan berteras, sebagai penguat teras masyarakat menggunakan tanaman
pisang. Kebun sayuran dan sawah yang terdapat di daerah tangkapan air DAS
Citeko seluas kurang lebih 49,46 ha atau 32,78 %. Sedangkan yang terdapat di daerah
target irigasi seluas kurang lebih 23,50 ha atau 15,58 %. Rumput terdapat dibagian
hulu sungai menempati lereng tengah dan bawah, jenis rumput yang ditanam adalah
jenis rumput raja (king grass) seluas kurang lebih 13,53 ha atau 8,97 ha. Semak
terdapat pada lereng bawah dan tengah daerah tangkapan air DAS Citeko seluas
kurang lebih 12,80 ha atau 8,46 %. Hutan berupa hutan pinus dan hutan campuran
29
hanya terdapat pada lereng bawah dan tengah di daerah tangkapan air seluas 29,91 ha
atau 19,83 ha. Jenis penggunaan lahan di daerah penelitian disajikan pada Gambar 8
Penggunaan lahan sub DAS Cibogo Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten
Bogor kondisi September 2005. (Balitklimat, 2005)
Gambar 8. Penggunaan Lahan DAS Cibogo Desa Citeko Kabupaten Bogor
4.5 Bangunan Dam Parit
Teknologi dam parit merupakan suatu teknologi untuk memanen hujan dan
aliran permukaan yang berasal dari daerah tangkapan air (DTA) yang berlimpah di
musim hujan, kelebihan air tersebut ditampung dan sebagian dialirkan ke areal
pertanian (target irigasi) dapat menambah kapasitas tampung sungai yang berdampak
30
terhadap berkurangnya volume dan kecepatan aliran permukaan dan memberikan
kesempatan air untuk meresap kedalam tubuh tanah (recharging) melalui infiltrasi
pada areal yang lebih luas dan waktu lebih lama sehingga menambah besaran
cadangan air tanah (Balitklimat 2005). Manfaatnya akan makin besar apabila
dibangun secara bertingkat (cascade) dan dilengkapi dengan saluran distribusi air baik
secara gravitasi maupun dengan bantuan pompa air (Irianto, 2003)
Tahun 2004 Balai penelitian agroklimatologi dan hidrologi membangun dam
parit di Sub DAS Cakardipa dibangun 1 unit kapasitas 1200 m3 di Desa Sukagalih,
Kec Megamendung Bogor. Keduanya bekerjasama dengan Kimpraswil Pengelolaan
air Das Ciliwung-Cisadane. Kemudian dibangun lagi 2 unit dam parit dengan
kapasitas masing-masing 1200 m3 dan 300 m3 di Sub DAS Cibogo, Desa Citeko,
Kecamatan Cisarua yang dibiayai langsung oleh Kimpraswil Pengelolaan air Das
Ciliwung-Cisadane sendiri dengan bimbingan teknis Balitklimat. Dam ini letaknya
sangat strategis (dilewati jalan yang mampu dikendarai dengan kendaraan roda 4)
menjadi peraga desiminasi untuk diperkenalkan kepada para pembuat kebijakan.
Tahapan Adopsi :
Pada tahun 2005 dibangun dam parit :
1. DAS Cibogo akan dibangun lagi 2 unit dengan kapasitas masing 1300 m3
yang sampai hari ini dalam tahap desain.
2. Di Sub DAS Cihanjawar Desa Sukagalih, Kecamatan Megamendung, Bogor
akan dibangun 5 unit dam parit yang sampai hari ini dalam tahap desain.
DAS Citeko pada Sub DAS Cibogo secara hidrologis termasuk orde 3 dan
bergabung dengan sungai Sukabirus (orde 4) yang kemudian bermuara pada sungai
Ciliwung (orde 5). Posisi DAS Cibogo dalam kawasan DAS Ciliwung Hulu seperti
pada Gambar 9.
31
Gambar 9. Lokasi sub DAS Cibogo
Secara Administratif dam parit tersebut terdapat di desa Citeko, Kecamatan
Cisarua, Kabupaten Bogor. Secara Geografis Daerah tangkapan air dan target irigasi
dam parit pada Sub DAS Cibogo terletak pada 6o 41 ‘ 21,5 “ s/d 6o 43‘ 35,6“ LS dan
106o 55‘ 43“ s/d 106o 56‘ 44“BT, pada ketinggian antara 900 s/d 1.045 m dpl. Sub
DAS ini mempunyai panjang 4.600 m dihitung dari dam parit 1 ke hulu, mempunyai
daerah tangkapan air seluas 124,15 ha dan daerah target irigasi seluas 25,72 ha.
Daerah target irigasinya meliputi wilayah RT 1 dan 2 RW 8 dan RT 3 RW 9, Desa
Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. (Balitklimat, 2005)
4.6 Data Hidrologi Dam Parit
Hulu DAS Ciliwung dibangun dam parit secara bertingkat dengan mengikuti
jalur aliran sungai yang penentuan lokasinya masih dilakukan secara manual dengan
memperhatikan, luas daerah tangkapan (DTA), target irigasi (TI), penggunaan lahan,
32
bentuk penampang jalur sungai. Luasan DTA tersebut diketahui pada musim kemarau
panjang ternyata debit aliran ternyata masih sangat kecil, namun di musim hujan
aliran permuakaan pada dam parit teratas masih cukup besar. Oleh karena itu dam
parit bertingkat yang paling atas hanya berfungsi sebagai penampung air sebagai
cadangan bagi dam parit dibawahnya.
Tabel 3. Data Hidrologi Dam Parit Citeko No Nama
Mikro DAS Simbol
Dam parit Kapasitas
tampung (m3) Debit aliran Dasar (lt/dt)
Luas DTA (Ha)
1 Citeko Ct1 1000 1.3 90,37 2 Ct2 1000 2,3 108,24 3 Ct3 300 3,0 143,89 4 Ct4 250 3,0 151,16 5 Ct5 200 2,8 211,22 6 Ct6 200 7,5 23328 7 Ct7 250 6,9 101,50
4.7 Debit Aliran Maksimum
Debit maksimum suatu aliran permukaan digunakan untuk mengetahui
kapasitas minimum pembuatan dam atau bangunan pembendung. Salah satu metode
yang digunakan untuk mengetahui debit puncak adalah metode rasional dimana:
361
×= CiAQ (Satuan Internasional)
Dimana :
Q = Debit puncak aliran permukaan (m3/detik)
C = Koefisien aliran permukaan
i = Intensitas hujan (cm/jam)
A = Luas DAS (Ha)
DAS Citeko memiliki luas 150 Ha dengan penggunaan lahan kebun 19,45 Ha,
kebun sayuran 49,46 Ha, Sawah 23,50 Ha, Rumput 13,53 Ha, semak 12,80 Ha dan
hutan pinus 29,91 Ha. Berdasarkan Stasiun Klimatologi Citeko Intensitas hujan
33
maksimal DAS Citeko untuk return periode 10 tahun adalah 6,8 cm/jam. Koefisien
aliran permukaan berdasarkan (Schwab, et al dalam Arsyad 2006) menentuan
koefisien C untuk DAS Citeko yang memiliki tanah Andisol dan kelompok laju
infiltrasi 100 mm/jam. Sehingga nilai C adalah
084,065,0150
45,19=×=kebunC
184,056.0150
46,49=×=sayuranC
033,021,0150
50,23=×=sawahC
032,036,0150
53,13=×=rumputC
014,017,0150
80,12=×=semakC
( )( ) 015,079,010,0150
91,29=×=pinusC
C = 0,362 Sehingga
ikmhajamcmQ det/256,10361150/8,6362,0 3=×××=
Debit Aliran puncak maksimal di DAS Citeko adalah 10,256 m3/detik
34
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian di DAS Ciliwung hulu tahun 1990—1996,
perubahan penggunaan lahan menjadi salah satu penyebab yang meningkatkan debit
puncak dari 280 m3/det menjadi 383 m3/det dan meningkatkan persentase hujan
menjadi aliran permukaan (direct run-off) dari 53% menjadi 63%. Kenyataan tersebut
menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan mempunyai pengaruh yang paling
besar terhadap perubahan kondisi hidrologi DAS Ciliwung (Fakhrudin, 2003).
Wilayah Sub DAS Cibogo sebagai salah satu anak/cabang sungai Ciliwung
mengalami perubahan penggunaan lahan yang sangat drastis akibat pembabatan hutan
dan kebun teh menjadi daerah pertanian tanaman semusim seperti sayuran dan
tanaman pangan lainnya. Praktek pertanian di daerah ini kurang mengindahkan kaidah
konservasi lahan, seperti pembuatan bedengan tempat pertanaman yang memotong
kontur, sehingga menyebabkan mudah terjadi erosi terutama pada saat pengolahan
tanah, panen atau saat kanopi tanaman masih kurang.
DAS Citeko yang masuk dalam sub Das Cibogo mempunyai daerah tangkapan
air (DTA) seluas 124,5 ha dengan target irigasi 26,4 ha dan terletak pada ketinggian
925 mdpl. Terdapat 7 bangunan dam parit pada DAS Citeko yang memiliki fungsi
berbeda dibandingkan dam parit pada DAS yang lain, yaitu fungsi sebagai pengendali
banjir dengan membuang atau mengurangi debit pada sungai utama kemudian
dialirkan ke target irigasi. Dam parit yang diteliti pada penelitian ini adalah dam parit
keempat (CT-4) dan kelima (CT-5), hal ini dikarenakan kedua dam parit ini dialirkan
melewati lahan pertanian dan dimanfaatkan untuk target irigasi dam parit. Dam parit
Citeko keempat atau CT-4 memiliki kapasitas tampung 300 m³ dengan ukuran saluran
panjang 590 cm dan lebar 90 cm dan target irigasi 42 Ha. Dam parit ini dilengkapi
34
dengan pintu air pada saluran agar pada saat kemarau air bisa dialirkan ke saluran
irigasi. Sedangkan saluran irigasi yang mengalirkan air dari dam parit ke daerah target
irigasi memiliki panjang 30 cm dan lebar 20 cm. Dam parit kelima atau CT-5
memiliki kapasitas tampung 250 m³ dengan ukuran panjang saluran 400 cm dan lebar
85 cm dengan target irigasi 1000 Ha. Dam parit ini juga dilengkapi dengan pintu air
pada saluran. Sedangkan saluran irigasi yang mengalirkan air dari dam parit ke daerah
target irigasi berbentuk lingkaran dan memiliki lebar 25 cm dan lebar 25 cm. Debit
aliran dasar CT-4 adalah 3,0 liter/detik dan CT-5 adalah 2,8 liter/detik. Sketsa
bangunan dam parit disajikan pada Gambar 10 dan Gambar 11.
5.1 Efektivitas Bangunan Dam Parit
Manfaat dam parit akan lebih besar apabila dalam pembangunannya dilakukan
secara bertingkat (cascade) pada setiap jalur sungai/anak sungai dan dilengkapi
dengan saluran irigasi ke lahan pertanian maupun perumahan penduduk. Dam parit
dibangun pada anak-anak sungai yang posisinya bisa terdapat di daerah yang berbukit
dan bergunung, sehingga sangat efektif untuk menyediakan air di daerah tersebut.
Pengembangan dam parit di suatu wilayah DAS perlu memperhatikan luas daerah
tangkapan air, bentuk DAS, target irigasi, bentuk dan posisi penampang sungai
sehingga dapat ditentukan jumlah, posisi dan dimensi masing-masing dam parit.
Penelitian mengenai dam parit untuk mengatasi banjir ini dimaksudkan untuk
mengetahui pengaruh pembangunan 2 unit dam parit. Analisis pengaruh
pembangunan dam parit melalui: 1) fungsi dam parit dalam mengurangi debit puncak,
2) efektivitas kapasitas tampungan dam parit berdasarkan kontruksi bangunan dam
parit 3) multifungsi dam parit.
35
Hasil pengukuran di CT-4 menunjukkan pada bulan Desember 2007 sampai
Februari 2008 tinggi muka air terendah adalah 16 cm pada kondisi tidak hujan dan
tertinggi 88 cm pada kondisi hujan. Sedangkan pada CT-5 yang memiliki lebar
saluran 280 cm dan tinggi maksimal saluran adalah 85 cm, tinggi muka air pada
kondisi tidak hujan yang terendah adalah 16 cm dan tertinggi 84 cm pada kondisi
hujan. Meskipun pada ketinggian air terendah air masih dapat masuk ke saluran
irigasi, hal ini karena pada dam parit dilengkapi dengan pintu air, sehingga air selalu
masuk ke saluran irigasi meskipun ketinggian air rendah. Akan tetapi pada saat hujan
lebat yang diikuti naiknya ketinggian air, pintu air tidak banyak berfungsi.
Gambar 10. Bangunan Dam Parit CT-4
Gambar 11. Bangunan Dam Parit CT-5
Ukuran spillway dan saluran irigasi dam parit Citeko 4 berbeda dengan dam
parit Citeko 5. Dimensi Dam parit CT 5 lebih kecil dibandingkan CT 4, akan tetapi
CT-5 memiliki saluran irigasi lebih lebar dan tinggi dibandingkan CT-4. Hal ini
Saluran air
A
L=2,8 mSpillway
H= 0,85 m
Saluran air
A
L=3,3 m
Saluran air: 0,3 m dan 0,2 m Spilway: 0,5 m dan 0,5 m
H= 0,9 m
Spillway
Saluran air: 0,25 m dan 0,25 m Spilway: 1m dan 0,5 m
36
memungkinkan dapat berpengaruh pada efektivitas dam parit. Dimensi CT-5 yang
lebih pendek dibandingkan CT-4 menyebabkan air pada dam parit akan lebih mudah
melimpas ke spilway dan masuk ke saluran irigasi. Hal ini disebabkab karena air dari
dam parit melimpas ke saluran irigasi dan dimensi saluran irigasi pada CT-5 lebih
luas maka memungkinkan air yang masuk ke saluran irigasi lebih banyak, hal ini
mengakibatkan air yang keluar dari dam parit banyak berkurang. Maka efektivitas
pada dam parit CT-5 lebih besar daripada CT-4. Terlihat pada Gambar 12 bahwa
penurunan debit yang masuk ke dam parit dengan debit yang keluar dari dam parit
pada CT-5 lebih besar dari pada CT-4.
memungkinkan dapat berpengaruh pada efektivitas dam parit. Dimensi CT-5 yang
lebih pendek dibandingkan CT-4 menyebabkan air pada dam parit akan lebih mudah
melimpas ke spilway dan masuk ke saluran irigasi. Hal ini disebabkab karena air dari
dam parit melimpas ke saluran irigasi dan dimensi saluran irigasi pada CT-5 lebih
luas maka memungkinkan air yang masuk ke saluran irigasi lebih banyak, hal ini
mengakibatkan air yang keluar dari dam parit banyak berkurang. Maka efektivitas
pada dam parit CT-5 lebih besar daripada CT-4. Terlihat pada Gambar 12 bahwa
penurunan debit yang masuk ke dam parit dengan debit yang keluar dari dam parit
pada CT-5 lebih besar dari pada CT-4.
Fluktuasi Debit CT4 - CT5
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49 53 57 61 65 69 73 77 81 85 89
Hari
Deb
it (m
3/de
tik)
Debit Masuk CT-4 Debit Keluar CT-4 Debit Masuk CT-5 Debit Keluar CT-5
Gambar 12. Fluktuasi Debit CT 4 – CT 5 Gambar 12. Fluktuasi Debit CT 4 – CT 5
5.2 Fluktuasi Debit Dam Parit 5.2 Fluktuasi Debit Dam Parit
Efektivitas dam parit dihitung berdasarkan perbandingan debit yang masuk ke
dam parit dengan debit yang keluar dari dam parit. Air yang melewati dam parit
Citeko 4 telah mengalami penurunan tetapi ketika masuk ke dam parit Citeko 5, debit
kembali sama atau lebih besar daripada debit yang masuk ke CT4. Hal ini disebabkan
adanya penambahan dari beberapa mata air di daerah tangkapan air CT5. Jadi debit air
Efektivitas dam parit dihitung berdasarkan perbandingan debit yang masuk ke
dam parit dengan debit yang keluar dari dam parit. Air yang melewati dam parit
Citeko 4 telah mengalami penurunan tetapi ketika masuk ke dam parit Citeko 5, debit
kembali sama atau lebih besar daripada debit yang masuk ke CT4. Hal ini disebabkan
adanya penambahan dari beberapa mata air di daerah tangkapan air CT5. Jadi debit air
37 7
yang masuk ke CT5 tidak hanya berasal dari CT4 tetapi juga penambahan pada
beberapa mata air disekitarnya.
Kecepatan air yang dihitung menggunakan rumus manning lebih besar
dibandingkan dengan kecepatan yang di ukur di lapang. Kecepatan air pada kondisi di
lapang lebih lambat. Menurut Arsyad (2006), bahwa sedimen yang terendapkan di
dalam saluran, sungai, waduk dan muara sungai akan menyebabkan pendangkalan
badan air tersebut, yang dapat menimbulkan kerugian oleh karena mengurangi fungsi
badan air yang mengalami pendangkalan tersebut. Dam parit Citeko 4 sedimen yang
banyak ditemukan adalah endapan pasir dan rumput. Sedangkan pada dam parit
Citeko 5 sedimen yang banyak ditemui adalah sampah, baik sampah rumah tangga
maupun dari lahan pertanian.
Tabel 4. Pengukuran CT-4 Pada Kondisi Hujan dan Tidak Hujan L H A VM VL QM QL
Kondisi tidak hujan 3,3 0,32 1,05 1,32 0,88 1,39 0,92
Kondisi hujan 3,3 0,8 2,64 2,1 1,54 5,56 4,06
Tabel 5. Pengukuran CT-5 Pada Kondisi Hujan dan Tidak Hujan L H A VM VL QM QL
Kondisi tidak hujan 2,8 0,36 1,01 1,38 0,88 1,39 0,9
Kondisi hujan 2,8 0,83 2,32 2,43 1,62 5,66 4,36
Keterangan: L = Lebar Saluran (m) H = Tinggi Air (m) A = Luas Permukaan (m²) VM = Kecepatan Manning (m²/detik) VL = Kecepatan Lapang (m²/detik) QM = Debit Manning (m³/detik) QL = Debit Lapang (m³/detik)
5.2.1 Debit Aliran Rendah (Low Flow)
38
Bulan Desember 2007 terjadi hujan dengan intensitas rendah, bulan Januari
2008 hujan dengan intensitas lebih tinggi dari bulan Desember 2007 dan bulan
Februari 2008 terdapat hujan dengan intensitas tinggi. Debit aliran rendah terutama
terjadi di bulan Desember. Meskipun hampir setiap hari hujan tetapi intensitasnya
rendah, sehingga debit yang masuk ke dam parit rendah. Debit yang masuk ke dam
parit rendah maka debit yang masuk ke spilway juga rendah sehingga ratio debit yang
masuk ke dam parit dengan debit yang keluar dari dam parit tinggi. Rasio penurunan
debit pada saat debit aliran rendah rata – rata adalah 0,8. Artinya pada aliran rendah
ratio penurunan debit tinggi, sehingga efektivitas dam parit rendah. Hal ini terjadi
pada CT-4 dan CT-5, kedua dam parit ini memiliki ratio debit yang keluar
dibandingkan debit yang masuk sama. Fungsi dam parit CT-4 dengan CT5 pada
kondisi debit aliran rendah hanya menampung air dari sungai Citeko kemudian
mengalirkannya ke saluran irigasi untuk mengairi lahan, peternakan atau kebutuhan
rumah tangga. Fungsi dam parit untuk pengendalian banjir belum optimal karena
debit air sungai kecil. Selain itu, kemungkinan limpasan permukaan pada bulan
Desember masih mengisi air bawah tanah karena pada bulan sebelumnya infiltrasi
rendah. Ratio dam parit CT-4 dan CT-5 pada saat debit aliran rendah terdapat pada
Tabel 6.
Tabel 6. Debit Aliran Rendah
Debit (m3/detik) DP Curah
Hujan (cm) Masuk Dam Parit Keluar Dam Parit Ratio
0 0,46 0,37 0,80 CT4
1,2 0,88 0,77 0,87
0 0,56 0,48 0,85 CT5
1,3 0,88 0,73 0,82
39
Berdasarkan Gambar 13 dan 14, debit yang keluar dari dam parit mengalami
penurunan dibandingkan debit yang masuk ke dam parit, seiring hal itu debit pada
saluran irigasi semakin bertambah. Artinya debit sungai Citeko menurun setelah
melewati dam parit. Grafik bulan Desember 2007 menunjukkan bahwa garis pada
CT4 dan CT5 berhimpit, yaitu jarak antara debit yang masuk dengan debit yang
keluar sangat dekat. Selain itu air yang masuk ke saluran irigasi kecil. Artinya pada
kondisi debit aliran rendah kemampuan dam parit dalam menurunkan debit kecil
sehingga ratio antara debit yang keluar dari dam parit dengan debit yang masuk ke
dam parit tinggi dan efektivitas dam parit dalam kondisi tersebut rendah. Meskipun
pada saat debit aliran rendah, namun air masih tetap mengalir ke saluran irigasi. Hal
ini disebabkan karena pada dam parit yang dialirkan ke target irigasi dilengkapi
dengan pintu air. Pintu air berfungsi untuk menutup sebagian saluran dam parit agar
pada saat musim kemarau air tetap mengalir ke saluran irigasi
Berdasarkan Gambar 13 dan 14, debit yang keluar dari dam parit mengalami
penurunan dibandingkan debit yang masuk ke dam parit, seiring hal itu debit pada
saluran irigasi semakin bertambah. Artinya debit sungai Citeko menurun setelah
melewati dam parit. Grafik bulan Desember 2007 menunjukkan bahwa garis pada
CT4 dan CT5 berhimpit, yaitu jarak antara debit yang masuk dengan debit yang
keluar sangat dekat. Selain itu air yang masuk ke saluran irigasi kecil. Artinya pada
kondisi debit aliran rendah kemampuan dam parit dalam menurunkan debit kecil
sehingga ratio antara debit yang keluar dari dam parit dengan debit yang masuk ke
dam parit tinggi dan efektivitas dam parit dalam kondisi tersebut rendah. Meskipun
pada saat debit aliran rendah, namun air masih tetap mengalir ke saluran irigasi. Hal
ini disebabkan karena pada dam parit yang dialirkan ke target irigasi dilengkapi
dengan pintu air. Pintu air berfungsi untuk menutup sebagian saluran dam parit agar
pada saat musim kemarau air tetap mengalir ke saluran irigasi
Debit Dam Parit Citeko 4
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
1 6 11 16 21 26 31 36 41 46 51 56 61 66 71 76 81 86
Hari
Debi
t (m
3/de
tik)
Debit Masuk Debit Spilway Debit Keluar
Gambar 13. Fluktuasi Debit CT-4 Gambar 13. Fluktuasi Debit CT-4
40 0
Debit Dam Parit Citeko 5
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
1 6 11 16 21 26 31 36 41 46 51 56 61 66 71 76 81 86
Hari
Deb
it (m
3/de
tik)
Debit Masuk Debit Spilway Debit Keluar
Gambar 14. Fluktuasi Debit CT-5 Gambar 14. Fluktuasi Debit CT-5
5.2.2 Debit Aliran Tinggi (High Flow) 5.2.2 Debit Aliran Tinggi (High Flow)
Hujan dengan intensitas tinggi terjadi pada bulan Januari dan semakin
meningkat hingga bulan Februari. Rata – rata rasio penurunan debit pada CT-4 adalah
0,7 dan pada CT-5 adalah 0,4. Pada debit aliran tinggi rasio debit yang keluar dari
Hujan dengan intensitas tinggi terjadi pada bulan Januari dan semakin
meningkat hingga bulan Februari. Rata – rata rasio penurunan debit pada CT-4 adalah
0,7 dan pada CT-5 adalah 0,4. Pada debit aliran tinggi rasio debit yang keluar dari
dam parit dengan debit yang masuk ke dam parit semakin turun. Semakin besar debit
yang masuk ke dam parit maka semakin besar debit yang akan dilimpaskan ke saluran
irigasi sehingga debit yang keluar dari dam parit menurun. Rasio CT 5 lebih rendah
daripada CT 4 pada kondisi debit aliran tinggi (Tabel 7). Berdasarkan Gambar 13 dan
14, jarak garis pada debit yang masuk dam parit dengan debit keluar dam parit pada
CT5 lebih renggang dibandingkan CT4. Artinya pada saat debit aliran tinggi
kemampuan CT5 dalam melimpaskan debit ke saluran irigasi lebih besar. Hal ini
dipengaruhi adanya konstruksi bangunan dam parit Citeko 5 lebih efektiv
dibandingkan konstruksi bangunan dam parit Citeko 4.
dam parit dengan debit yang masuk ke dam parit semakin turun. Semakin besar debit
yang masuk ke dam parit maka semakin besar debit yang akan dilimpaskan ke saluran
irigasi sehingga debit yang keluar dari dam parit menurun. Rasio CT 5 lebih rendah
daripada CT 4 pada kondisi debit aliran tinggi (Tabel 7). Berdasarkan Gambar 13 dan
14, jarak garis pada debit yang masuk dam parit dengan debit keluar dam parit pada
CT5 lebih renggang dibandingkan CT4. Artinya pada saat debit aliran tinggi
kemampuan CT5 dalam melimpaskan debit ke saluran irigasi lebih besar. Hal ini
dipengaruhi adanya konstruksi bangunan dam parit Citeko 5 lebih efektiv
dibandingkan konstruksi bangunan dam parit Citeko 4.
41
Tabel 7. Debit Aliran Tinggi Debit (m3/detik)
DP Curah Hujan (cm) Masuk Sungai Keluar Sungai Ratio
45,9 6,38 4,96 0,77 CT4
51,1 6,48 5,16 0,79
50,7 5,96 2,75 0,46 CT5
59,1 5,86 2,62 0,44
Terjadi kondisi ekstrim pada saat debit aliran tinggi di CT-4 dimana
ketinggian air pada saluran dam parit mencapai maksimal. Hal ini disebabkan curah
hujan yang tinggi akan tetapi kondisi ini jarang terjadi. Curah hujan ekstrim ini
menyebabkan dam parit penuh kemudian spilway penuh dan saluran irigasi tidak
mampu menampung lagi. Efektivitas dam parit menurun pada kondisi ini hingga
dapat mencapai nilai terendah. Kemampuan dam parit dalam mengurangi debit sungai
sebatas kapasitas maksimum spilway dan saluran irigasi. Air dari saluran irigasi
meluap ke areal pertanian maupun ke lahan – lahan disekitar dam parit. Apabila air
yang telah meluap dari saluran irigasi kembali ke sungai tidak akan menambah debit
sungai sehingga menyebabkan banjir karena debit puncak telah berlalu. Artinya
meskipun air meluap pada saat curah hujan tinggi, dam parit masih berfungsi dalam
mengurangi debit sungai dan melimpaskannya ke saluran irigasi. Selain itu air yang
meluap dan masuk ke lahan disekitar dam parit dapat terinfiltrasi dan menjadi
cadangan air bawah tanah.
5.3 Efektivitas Dam Parit dalam Penanggulangan Banjir
Salah satu penyebab banjir adalah adanya distribuasi curah hujan yang terjadi
dalam waktu yang singkat dengan intensitas tinggi atau curah hujan dengan intensitas
rendah tetapi dalam waktu yang lama. Ketika kapasitas infiltrasi maksimum dan tanah
tidak mampu menampung lagi, maka air hujan akan menjadi aliran permukaan. Aliran
42
permukaan melimpas dari hulu ke hilir, dari sungai berorde 1 kemudian berkumpul di
orde 3 hingga bermuara ke laut. Bila debit dari sungai orde 1 tinggi maka pada sungai
orde 2 debit yang dihasilkan volumenya akan lebih besar lagi sehingga potensi banjir
di daerah hilir besar. Teknologi dam parit dalam fungsinya sebagai pengendalian
banjir diharapkan dapat mengurangi debit yang berada di sungai orde 1 dan 2
sehingga pada saat hujan dan terjadinya debit puncak, debit yang terkumpul di hilir
(orde 5 atau 6) berkurang dan diharapkan potensi banjir juga berkurang.
Efektivitas dam parit pada DAS Citeko untuk mengetahui bahwa teknologi ini
tepat guna untuk mengendalikan banjir. Efektivitas dam parit rendah pada saat debit
aliran rendah dan akan semakin meningkat pada saat debit aliran tinggi. Adanya
kenaikan debit air di sungai akan semakin menurunkan ratio antara debit yang keluar
dari dam parit dengan debit yang masuk ke dam parit, sehingga meningkatkan
efektivitas dam parit (berdasarkan Tabel 8 dan Tabel 9). Berkurangnya debit yang
keluar dari dam parit pada kondisi hujan saat terjadinya debit puncak diharapkan
dapat mengurangi resiko banjir. Pengembangan teknologi dam parit sangat
memungkinkan untuk diterapkan dalam skala DAS. Pembuatan dam parit selama ini
masih dilakukan di orde 1 dan 2, bila diterapkan di orde 3, 4 dan seterusnya maka
diperlukan ukuran dan dimensi lebih besar daripada yang ada sekarang ini.
Tabel 8. Efektivitas Dam Parit CT-4
Efektivitas (%) CT-4 Desember 2007 Januari 2008 Februari 2008
Terendah 10,9 10,6 17,20
Tertinggi 18,4 23,6 23,89
43
Tabel 9. Efektivitas Dam Parit CT-5 Efektivitas (%)
CT-5 Desember 2007 Januari 2008 Februari 2008
Terendah 10,10 14,08 20,85
Tertinggi 19,10 23,56 28,81
5.3 Multifungsi Air Dam Parit
Pembangunan dam parit berdasarkan Balitklimat, 2005 merupakan permintaan
dari petani setempat, sehingga dalam pembangunannya dengan menggunakan fasilitas
yang sudah ada. Saluran air yang dipakai adalah dengan memanfaatkan saluran air
yang sudah ada, kemudian air yang dibendung berasal dari aliran sungai yang telah
dimanfaatkan oleh petani sebelumnya. Seperti halnya pada CT-4, dam parit
membendung sungai yang ada di citeko dan menggunakan saluran air yang sudah ada.
Hal ini memiliki dampak keuntungan dan kendala. Keuntungannya adalah dapat
menekan biaya pembuatan dam parit, sedangkan kendalanya antara lain adalah
pemanfaatan spillway atau saluran air yang sudah ada, yaitu untuk menambah
kapasitas air pada spillway atau pada saluran air akan menghabiskan biaya yang lebih
besar lagi.
Dam parit dibangun secara bertingkat pada DAS Citeko, Sub DAS Cibogo,
DAS Ciliwung, Kabupaten Bogor. Yang meliputi Citeko (CT) : CT-1, CT-2, CT-3,
CT-4, CT-5, CT-6 dan CT-7. Sedangkan yang menjadi fokus penelitian ini adalah
CT-4 dan CT-5. Pembangunan dam parit secara bertingkat mengikuti jalur aliran yang
penentuan lokasinya masih dilakukan secara manual dengan memperhatikan luas
daerah tangkapan, target irigasi, penggunaan lahan, bentuk penampang jalur sungai.
44
Berdasarkan luasan daerah tangkapan tersebut maka diketahui pada musim kemarau
ternyata debit aliran ternyata masih sangat kecil, namun di musim hujan aliran
permukaan pada dam parit teratas masih cukup besar. Oleh karena itu pada dam parit
bertingkat, dam parit paling atas hanya berfungsi sebagai penampung air sebagai
cadangan bagi dam parit dibawahnya.
Sebagian besar dam parit telah dilengkapi dengan jaringan irigasi ke daerah
target dengan sistem gravitasi. Sistem irigasi terbuka dilakukan dam parit yang
dibangun dam parit yang mempunyai debit aliran dasar cukup besar (> 2 lt/dt)
sedangkan irigasi tertutup dilakukan pada dam parit yang dibangun pada sungai
dengan debil aliran dasar lebih kecil dari 2 l/dt. Dam parit pada DAS Citeko yang
dilengkapi dengan saluran irigasi adalah CT-4, CT-5, CT-6 dan CT-7. Air dialirkan
secara grafitasi melalui saluran irigasi terbuka untuk memenuhi kebutuhan lahan
pertanian dengan tanaman utama padi dan sayuran dataran tinggi. Dam parit CT-4
dengan target irigasi masing masing seluas 22 H di Desa Citeko, dimusim kemarau
debitnya sangat turun sehingga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan air tanaman
bila disalurkan dengan sistem terbuka. Sedangkan untuk CT-5 dengan target irigasi 21
ha di desa Kuta, air cukup untuk memenuhi kebutuhan tanaman sepanjang tahun
dengan pola tanam padi 2 kali dan sayuran.
Air dari dam parit diperlukan untuk irigasi areal pertanian bagi tanaman
sayuran dataran tinggi seperti padi, wortel, kubis, kubis bunga, cabe, sawi, pakcoi dan
buncis. Sedangkan untuk keperluan rumah tangga penduduk sebanyak kurang lebih
120 KK atau 550 jiwa dan ternak kambing sebanyak 100 ekor. Pola tanam di derah
target irigasi dapat dibedakan dalam beberapa pola yaitu: 1) Padi – Padi – Sawi 2)
Padi – Padi – Tomat 3)Wortel – Wortel – Wortel 4) Padi – Padi – Wortel 5) Wortel
– Buncis – Tomat 6) Kubis – Wortel – Kubis 7) Wortel – Wortel – Kubis dan 7)
45
Tumpang sari sayuran. Air dari dam parit yang masuk ke saluran irigasi dan masuk ke
lahan pertanian dan perumahan penduduk dimanfaatkan untuk berbagai macam
penggunaan. Berdasarkan pengukuran air selama tiga bulan yaitu bulan Desember
2007 hingga Februari 2008 didapatkan debit sebagai berikut:
Tabel 10. Total Debit
Bulan Total Debit / Bulan (m³/bulan) CT-4 CT-5
Des-07 31.449,6 103.852,8Jan-08 193.276,8 286.502,4Feb-08 350.784,0 471.744,0
Total 575.510,4 862.099,2
Analisis ekonomi penggunaan air dam parit adalah air yang dihasilkan dari
dam parit yang dimanfaatkan oleh penduduk baik aspek pertanian, peternakan dan
non pertanian. Aspek pertanian adalah komoditas pertanian dari penggunaan lahan
yang mendapatkan manfaat dari air dam parit. Komoditas pertanian ini meliputi
jagung, pisang, terong, ketela, ubi rambat, wortel, sawi, kacang, tomat dan padi.
Aspek peternakan adalah adanya ternak yang merasakan manfaat dari air dam parit,
yaitu ayam, kelinci dan kambing. Sedangkan aspek non pertanian adalah aspek diluar
pertanian yang merasakan manfaat dari dam parit, yaitu untuk air baku mutu atau
yang digunakan untuk kebutuhan sehari – hari, meliputi penggunaan rumah tangga,
penyediaan pada mushola dan mencuci motor.
Penelitian ini menghitung keuntungan minimal dari dam parit, yaitu
menghitung komoditas pertanian yang mendominasi di target irigasi dam parit.
Berdasarkan data sekunder dan pengamatan di lahan, tanaman padi paling banyak
ditemui pada dam parit Citeko 4. Hasil survey yang dilakukan kepada petani bahwa
sebelum ada irigasi ke lahan pertanian, tanaman yang ditanam adalah jagung, karena
46
hanya mengandalkan air hujan. Ketika ada irigasi dari dam parit yang masuk ke
lahannya, petani menggantinya dengan sawah untuk ditanami padi.
Ada perubahan keuntungan dari menanam jagung menjadi menanam padi.
Sebelum ada irigasi dam parit petani menanam jagung karena hanya mengandalkan
air hujan, ketika ada irigasi dari dam parit petani memnfaatkan lahannya untuk
menanam padi. Hal ini disebabkan padi membutuhkan banyak air daripada jagung.
Terjadi kenaikan B/C pada saat menanam jagung yaitu 1,67 menjadi 1,95 setelah
menanam padi.
Tabel 11. Analisis Usaha Tanaman Padi Uraian Volume Harga Satuan (Rp) Biaya (Rp) * Sarana Produksi
Benih 25 Kg 2.500 62.500Urea 200 Kg 1.250 250.000SP-36 100 Kg 1.700 170.000KCL 25 Kg 2.000 50.000Pestisida 1 Liter 100.000 100.000
Jumlah 632.500* Tenaga Kerja
Pengolahan Tanah: 16 hkp - Traktor 2 hkp 200.000 200.000- Meratakan Tanah 8 hkp 8.000 64.000
Persemaian 2 hkp 8.000 16.000
47
Tanam 15 hkw 5.000 75.000Mencaplak 2 hkp 8.000 16.000Pemupukan 4 hkw 5.000 20.000Penyiangan 20 hkw 5.000 100.000 2 hkp 8.000 16.000Penyemprotan 2 hkp 8.000 16.000Panen 1150 Kg (bawon) 1.200 1.380.000Jumlah 1.903.000
* Total biaya 2.535.500* Penerimaan hasil 6250 Kg 1.200 7.500.000* Untung 4.964.500
Tabel 12. Analisis Usaha Tanaman Jagung Uraian Volume Harga Satuan (Rp) Biaya (Rp) * Sarana Produksi
Benih 25 Kg 1.500 37.500Urea 100 Kg 1.250 250.000SP-36 50 Kg 1.700 95.000KCL 25 Kg 2.000 50.000Pestisida 1 Liter 100.000 100.000
Jumlah 532.500* Tenaga Kerja
Pengolahan Tanah 10 hkp 8000 80.000Persemaian 2 hkp 8.000 16.000Tanam 15 hkw 5.000 75.000Pemeliharaan 30 hkw 5.000 150.000 Panen 425 Kg (bawon) 850 361.250Jumlah 682.250
* Total biaya 1.214.750* Penerimaan hasil 3825 Kg 850 3.251.750* Untung 2.036.500
Tabel 13. Nilai B/C Jagung dan Padi Uraian Biaya (Rp) Pendapatan(Rp) Keuntungan (Rp) B/C Jagung 1.214.750 3.251.750 2.036.500 1,67 Padi 2.535.500 7.500.000 4.964.500 1,95
Satu petak lahan dapat memberi penambahan keuntungan bagi areal target irigasi.
48 Sawi Juli
Padi Februari
Padi Februari
Padi Oktober
Padi Oktober
Keuntungan :
Keuntungan : Keuntungan :Keuntungan ini sebanding dengan biaya pembuatannya sebesar Rp. 10.000.000
dengan umur dam 5 tahun hingga 10 tahun untuk tiap dam.
Tabel 14. Analisis Usaha Tanaman Sawi Uraian Volume Harga Satuan (Rp) Biaya (Rp) * Sarana Produksi
Benih Kantong 20.000 20.000Urea 5 Kg 1.250 6. 250SP-36 1 Kg 1.700 1.700KCL 1 Kg 2.000 2.000Pestisida 1 Liter 100.000 100.000
Jumlah 129.950* Tenaga Kerja
Pengolahan Tanah 3 hkp 8000 24.000Persemaian 2 hkp 8.000 16.000Tanam 5 hkw 5.000 25.000Pemeliharaan 5 hkw 5.000 25.000 Panen 130 Kg (bawon) 1.500 195.000Jumlah 285.000
* Total biaya 414.950* Penerimaan hasil 1.148 Kg 1.500 1.722.000* Untung 1.308.000
Petani memiliki pola tanam yang berbeda – beda dalam jangka waktu satu
tahun. Contoh yang diambil pada penelitian ini adalah pola tanam Padi – Sawi – Padi.
Keuntungan ekonomi selama satu tahun dalam satu petak lahan tersebut adalah
akumulasi keuntungan dua kali menanam padi dan keuntungan menanam sawi.
Sehingga nilai B/C ratio dari dam parit selama lima tahun dalam satu petak lahan
adalah seperti tabel dibawah ini.
Tabel 15. Tabel B/C Ratio Dam Parit Biaya Pembuatan Dam Parit (Rp)
Pendapatan Selama 5 Tahun (Rp) B/C Ratio Keterangan
25.000.000
(2.928.000 + 2.928.000 + 1.308.000) x 5 =
35.820.000
35.820.000 25.000.000 = 1,43
Layak Dilaksanakan
49
B/C ratio dam parit dalam satu petak lahan diatas atau lebih tinggi dari 1 maka
teknologi ini dapat dilaksanakan. Bila dam parit dapat memberikan keuntungan pada
satu petak lahan maka teknologi ini lebih memberi manfaat pada satu wilayah target
irigasi. Hal ini karena dalam satu wilayah target irigasi tidak hanya mengairi lahan,
tetapi juga untuk memberi minum ternak, keperluan rumah tangga dan dimanfaatkan
pada fasilitas umum. Selain mengalir ke target irigasi, air dari dam parit ini ada yang
masuk ke dalam tanah melalui infiltrasi. Air yang masuk ke dalam tanah akan dapat
dimanfaatkan sebagai cadangan ketika musim kemarau. Hal ini terhitung sebagai
keuntungan, namum perlu penelitian lebih lanjut untuk dapat
mengkuantifikasikannya.
Agar cadangan air di dam parit bisa dimanfaatkan secara lebih efektif perlu
dirancang sistem penyaluran irigasi melului saluran tertutup di musim kemarau.
Ketika musim kemarau, air yang tertampung di dalam dam parit air disalurkan
melalui bak saluran tertutup dengan menggunakan pipa sampai bak pembagi., dari
bak pembagi disalurkan ke bak penampungan masing-masing lahan target irigasi. Bak
penampungan yang terdapat di masing-masing lahan air dimanfaatkan untuk
menyiram tanaman palawija dan sayuran dengan cara ditimba. Berdasarkan hasil
pengamatan di dam parit tersebut dengan sistem modifikasi penyaluran air ini selain
masyarakat dapat menanam tanaman, pada bak penampungan juga ditanami ikan
sehingga menambah pendapatan petani. Sebagian petani memanfaatkan air yang
terdapat di dam parit dengan sistem pompa untuk mengairi lahan yang tidak dapat
dialiri air melalui sistem saluran terbuka.
50
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil penelitian efektivitas dam parit dalam penanggulangan
banjir di DAS Citeko, hulu DAS Ciliwung adalah :
1) Dam parit adalah salah satu teknologi untuk penanggulangan banjir. Efektivitas
dam parit dihitung berdasarkan rasio debit datang dam parit dengan debit keluar dam
parit. Efektivitas dam parit rendah bila pada kondisi debit rendah akan tetapi akan
naik seiring adanya kenaikan debit. Berkurangnya debit yang keluar dari dam parit
diharapkan pada kondisi hujan saat terjadinya debit puncak, debit air berkurang
sehingga mengurangi resiko banjir.
51
2) Terjadi kondisi ekstrim pada saat debit aliran tinggi dimana ketinggian air pada
saluran dam parit mencapai maksimal. Kemampuan dam parit dalam mengurangi
debit sungai sebatas kapasitas maksimum spilway dan saluran irigasi.
3) Dimensi dam parit berpengaruh pada efektivitas dam parit. Semakin besar saluran
air atau spilway maka efektivitas dam parit akan semakin tinggi karena air yang
berkurang dari dam parit lebih banyak.
4) Keuntungan produksi usahatani pada petani target irigasi setelah pembangunan
dam parit meningkat dibandingkan sebelum dibangun dam parit. Nilai b/c ratio
keuntungan dibangunnya dam parit dengan biaya pembuatan dam parit lebih dari 1.
Sehingga pembangunan dam parit Citeko memiliki multifungsi pengendalian banjir
dan manfaat ekonomi.
6.2 Saran
Agar cadangan air di dam parit bisa dimanfaatkan secara lebih efektif perlu
dirancang sistem penyaluran irigasi melului saluran tertutup di musim kemarau. Yaitu
perlunya metode untuk memperluas target irigasi dan mengoptimalkan fungsi dam
parit. Selain itu air dari dam parit dapat dimanfaatkan pengembangan sektor perikanan
air tawar. Teknologi dam parit dapat dimanfaatkan pada DAS lain sebagai fungsi
pengendali banjir maupun alternatif solusi banjir dan kekeringan. Akan tetapi perlu
penelitian lebih lanjut.
52
56
DAFTAR PUSTAKA Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press. Asdak, Chay. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
UGM Press
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2007. Laporan Kerugian Banjir Jakarta 2007. www.bappenas.go.id
Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. 2005. Teknologi Dam Parit (channel Reservoir). Bogor: Balitklimat.
Fakhrudin, M. 2003. Kajian Respon Hidrologi Akibat Perubahan Lahan DAS Ciliwung Dengan Model Sedimot III. [Tesis]: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Hadinogroho, Setyo. 2002. Teknik Konservasi Tanah dan Air Dalam Pencegahan dan Pengendalian Banjir. Jurnal Air, Lahan, Lingkungan dan Mitigasi bencana. Jakarta: BPPT.
Hardjowigeno S. 1998. Ilmu Tanah. Bogor: IPB Press
Irianto, G., N. Pujilestari dan N. Heryani. 2001. Pengembangan Teknologi Panen Hujan dan Aliran Permukaan.Laporan Akhir. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor: Balitklimat.
Irianto, S. 2001. Kajian Hidrologi Daerah Aliran Sungai Ciliwung Menggunakan Model HEC-1. [Tesis]: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Kartasapoetra, AG. 1991. Teknologi Pengairan Pertanian (Irigasi). Bumi Aksara. Jakarta
Mattjik, Anshori A. 2001. Statistika. Bogor: IPB Press
Munaf, Muslim. 1992. Kajian Sifat Aliran Sungai Ciliwung. [Tesis]: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Noy Erlina HS. 2005. Perencanaan Penggunaan Lahan untuk Pembangunan Pertanian Berkelanjutan di Sub DAS Lahumbuti Sulawesi Tenggara. [Tesis]: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Pawitan, H. 2002. Flood hydrology and an integrated approach to remedy the Jakarta floods. International Conference on Urban Hydrology for the 21st Century. Kuala Lumpur, Malaysia.
Sinukaban N. 2006. Bahan Kuliah Pengelolaan DAS Sekolah Pasca Sarjana IPB. (tidak dipublikasikan).
Sukartaatmadja, Sukandi. 2004. Diktat Kuliah Konservasi Tanah dan Air. Laboratorium Teknik Tanah dan Air IPB. Bogor
Ramdan, Hikmat. 1999. Aplikasi Model ANSWERS Dalam Pendugaan Erosi dan Aliran Permukaan Di DTA Cikumutuk DAS Cimanuk. [Tesis]: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
57
57
Lampiran 1. Nilai Faktor C Berbagai Tanaman dan Pola Tanam
Koefisien aliran permukaan C merupakan salah satu komponen perhitungan
aliran permukaan dengan metode rasional. Nilai ini merupakan konstanta rasio antara
volume aliran permukaan dan aliran permukaan yang terjadi di suatu DAS (walaupun
sebenarnya tidak nilai tersebut berubah-ubah tergantung intensitas dan lamanya
hujan). Banyaknya bagian curah hujan yang menjadi aliran permukaan tergantung
pada persentase lapisan kedap, kemiringan dan karakteristik simpanan di permukaan.
Permukaan lapisan kedap seperti jalan aspal dan atap rumah akan menyebabkan nilai
C mendekati 100% ketika permukaannya telah basah meskipun dengan mengabaikan
kemiringan. Penelitian di lapangan dan foto udara sangat bermanfaat untuk
mengetahui kondisi permukaan ini.
Nilai koefisien aliran permukaan juga tergantung pada karakteristik dan
kondisi tanah. Laju infiltrasi menurun ketika terjadi hujan. Faktor lain yang
mempengaruhi nilai koefisien aliran permukaan adalah intensitas hujan, ketinggian
muka air tanah, kepadatan tanah, porositas, tutupan vegetasi dan relief permukaan.
Untuk perhitungan pada tulisan ini digunakan nilai C seperti disajikan pada
tabel di bawah ini.
Koefisien limpasan C untuk metoda Rasional berdasarkan lereng, tanaman penutup tanah dan
tekstur tanah.
58
Koefisien limpasan (C) untuk Metoda Rasional
Periode Ulang (tahun) Karakter Permukaan
2 5 10 25 50 100 500
Daerah telah berkembang : Aspal Beton/atap Rerumputan (taman) : • Kondisi Jelek (penutupan <
50%): - Datar (0-2%) - Sedang (2-7%) - Curam (>7%) • Kondisi Sedang (penutupan 50-
70%): - Datar - Sedang - Curam • Kondisi baik (penutupan >
70%): - Datar - Sedang - Curam
0.73 0.75
0.32 0.37 0.40
0.25 0.33 0.37
0.21 0.29 0.34
0.77 0.80
0.34 0.40 0.43
0.28 0.36 0.40
0.23 0.32 0.37
0.81 0.83
0.37 0.43 0.45
0.30 0.38 0.42
0.25 0.35 0.40
0.86 0.88
0.40 0.46 0.49
0.34 0.42 0.46
0.29 0.39 0.44
0.90 0.92
0.44 0.49 0.52
0.37 0.45 0.49
0.32 0.42 0.47
0.95 0.97
0.47 0.53 0.55
0.41 0.49 0.53
0.36 0.46 0.51
1.00 1.00
0.58 0.61 0.62
0.53 0.58 0.60
0.49 0.56 0.58
Daerah Belum berkembang: • Lahan diusahakan pertanian: - Datar - Sedang - Curam • Penggembalaan : - Datar - Sedang - Curam • Hutan: - Datar - Sedang - Curam
0.31 0.35 0.39
0.25 0.33 0.37
0.22 0.31 0.35
0.34 0.38 0.42
0.28 0.36 0.40
0.25 0.34 0.39
0.36 0.41 0.44
0.30 0.38 0.42
0.28 0.36 0.41
0.40 0.44 0.48
0.34 0.42 0.46
0.31 0.40 0.45
0.43 0.48 0.51
0.37 0.45 0.49
0.35 0.43 0.48
0.47 0.51 0.54
0.41 0.49 0.53
0.39 0.47 0.52
0.57 0.60 0.61
0.53 0.58 0.60
0.48 0.56 0.58
Digunakan sebagai standard di Austin, Texas, USA. Sumber : Ven Te Chow; D.R. Maidment; L.W. Mays (1988). Applied Hydrology. Mc Graw Hill, Singapore
59
Lampiran 2. Nilai Faktor i (intensitas Hujan)
Intensitas curah hujan adalah rata-rata curah hujan dalam mm/jam untuk suatu
DAS. Untuk perencanaan, intensitas hujan m komponen utama yang diperhitungkan
dalam proyek. Pendekatan umum yang digunakan dalam perencanaan adalah
perhitungan intensitas, lama dan frekuensi kejadian hujan atau periode ulang di lokasi
kajian. Pada banyak kasus, para ahli hidrologi memiliki standar baku perhitungan
tersebut yang dibuat dalam suatu kurva (Intensity-Duration-Frequency (IDF)). Kurva
IDF biasanya berbentuk grafik dengan sumbu x berupa lama hujan maksimum
sedangkan sumbu y adalah intensitas hujan.
Intensitas hujan adalah volume rata-rata curah hujan yang terjadi selama satu
unit waktu (mm/jam). Intensitas hujan juga bisa diekspresikan sebagai intensitas
sesaat atau intensitas rata-rata selama kejadian hujan. Intensitas rata-rata curah hujan
secara umum dirumuskan sebagai berikut :
dTPi =
Keterangan : i = intensitas hujan (mm/jam)
P = jumlah hujan (mm)
Td = lama hujan (jam)
Perhitungan Intensitas Hujan
Berdasarkan data Curah hujan selama 9 tahun (tahun 1997 sampai dengan
tahun 2005) dari Stasiun Citeko jumlah curah hujan rata-rata tahunan berkisar antara
2.380 sampai 3.686 mm dengan curah hujan rata-rata tahunan 2.948 mm. Pola umum
curah hujan bulanan di DAS Ciliwung disajikan pada Gambar 4 dan Gambar 5.
Data hujan didapatkan dari alat pencatat hujan otomatis yang merekam data
intensitas hujan 6-menitan. Data intensitas hujan 6-menitan tersebut dikonversi
menjadi data intensitas hujan jam-jam-an untuk membuat kurva IDF. Untuk keperluan
perhitungan debit puncak dengan menggunakan metode rasional, digunakan data
intensitas hujan pada saat terjadinya Tc. Perhitungan periode ulang (T) intensitas
hujan dilakukan untuk T = 5 tahun, T = 10 tahun, T = 15 tahun dan T = 20 tahun
dengan menggunakan fasilitas analisis frekuensi yang ada di perangkat lunak
Rainbow versi 1.1.
60
Lampiran 3. Data Pengukuran Ketinggian Air dan Debit Air Bulan Desember 2007
CT-4 CT5 Desember 2007
Tinggi Air (cm)
Kecepatan (m²/detik)
Debit (m³/detik)
Tinggi Air (cm)
Kecepatan (m²/detik)
Debit (m³/detik)
1 35 1,39 1,6 36 1,41 1,672 28 1,22 1,13 26 1,12 0.883 26 1,17 1,01 20 1,01 0,664 24 1,12 0.88 28 1,12 0.885 27 1,2 1,07 27 1,2 1,076 24 1,12 0.88 25 1,13 0,797 20 1,01 0,66 20 1,01 0,668 18 0,94 0,56 20 1,01 0,669 24 1,12 0,88 26 1,12 0.88
10 16 0,88 0,46 25 1,13 0,7911 24 1,12 0,88 34 1,36 1,5312 30 1,27 1,26 32 1,32 1,3913 30 1,27 1,26 31 1,27 1,114 31 1,29 1,32 33 1,31 1,2115 18 0,94 0,56 24 1,12 0.8816 17 0,91 0,51 18 1,22 1,1317 16 0,88 0,46 16 0,88 0,4618 16 0,88 0,46 18 0,94 0,5619 16 0,88 0,46 36 1,41 1,6720 34 1,36 1,53 36 1,41 1,6721 24 1,12 0,88 29 1,22 0,9922 28 1,22 1,13 30 1,27 1,2623 29 1,25 1,19 29 1,25 1,1924 34 1,36 1,53 40 1,49 1,9725 37 1,43 1,74 39 1,44 1,5726 35 1,39 1,6 35 1,36 0,3327 33 1,34 1,46 38 1,45 1,8228 28 1,22 1,13 34 1,36 1,5329 27 1,07 1,07 30 1,27 1,2630 26 1,17 1,01 28 1,22 1,1331 38 1,45 1,82 39 1,44 1,57
Debit Total 30,63 31,64
61
Lampiran 4. Data Dengukuran Ketinggian Air dan Debit Air Bulan Januari 2008
CT-4 CT5 Januari
2008 Tinggi
Air (cm) Kecepatan (m²/detik)
Debit (m³/detik)
Tinggi Air (cm)
Kecepatan (m²/detik)
Debit (m³/detik)
1 36 1,41 1,67 78 2,08 5,362 28 1,22 1,13 36 1,41 1,673 30 1,27 1,26 32 1,32 1,394 46 14,6 2,44 48 1,6 2,155 37 1,43 1,74 39 1,44 1,576 29 1,25 1,19 31 1,27 1,17 32 1,32 1,39 32 1,29 1,168 68 1,95 4,38 69 1,9 3,679 57 1,78 3,37 53 1,68 2,49
10 59 1,82 3,55 60 1,84 3,6411 54 1,74 3,11 52 1,66 2,4212 40 1,49 1,97 43 0,82 113 58 1,81 3,46 58 1,75 2,8514 60 1,84 3,64 64 1,83 3,2915 58 1,81 3,46 56 1,72 2,716 34 1,36 1,53 38 1,45 1,8217 30 1,27 1,26 33 1,31 1,2118 40 1,49 1,97 40 1,49 1,9719 58 1,81 3,46 56 1,77 3,2820 40 1,49 1,97 43 1,51 1,8221 39 147 1,89 40 1,49 1,9722 66 1,92 4,19 66 1,86 0,4423 84 2,15 5,96 79 2,01 4,4624 32 1,32 1,39 37 1,4 1,4525 63 1,88 3,91 70 1,91 3,7526 56 1,77 3,28 66 1,86 3,4427 44 1,57 2,28 58 1,75 2,8528 42 1,53 2,12 68 1,88 3,5929 46 1,61 2,44 58 1,81 3,4630 67 1,94 4,29 65 1,85 3,36
Debit Total 79,7 75,33
62
Lampiran 5. Data Pengukuran Ketinggian Air dan Debit Air Bulan Februari 2008
CT-4 CT5 Februari
2008 Tinggi
Air (cm) Kecepatan (m²/detik)
Debit (m³/detik)
Tinggi Air (cm)
Kecepatan (m²/detik)
Debit (m³/detik)
1 78 2,08 5,36 80 2,1 5,562 68 1,95 4,38 80 2,1 5,563 86 2,17 6,17 84 2,15 5,964 88 2,19 6,38 76 2,05 5,165 54 1,74 3,11 60 1,84 3,646 68 1,95 4,38 70 1,98 4,577 65 1,91 4,1 64 1,83 3,298 74 2,03 4,96 74 2,03 4,969 84 2,15 5,96 84 2,15 5,96
10 70 1,98 4,57 71 1,99 4,6711 64 1,89 4,01 66 1,92 4,1912 58 1,81 3,46 59 1,77 2,9213 57 1,79 3,37 58 1,81 3,4614 49 1,66 2,68 60 1,84 3,6415 84 2,15 5,96 83 2,06 4,7816 76 2,05 5,16 80 2,02 4,5417 80 2,1 5,56 80 2,02 4,5418 63 1,88 3,91 70 1,98 4,5719 71 1,99 4,67 76 2,05 5,1620 66 1,92 4,19 58 2,05 5,1621 77 2,07 5,26 79 2,01 4,4622 84 2,15 5,96 80 2,02 4,5423 89 2,2 6,48 81 2,11 5,6624 60 1,84 3,64 64 1,89 4,0125 58 1,81 3,46 60 1,84 3,6426 83 2,14 5,86 82 2,05 4,727 61 1,85 3,73 76 2,05 5,1628 81 2,11 5,66 83 2,14 5,86
Debit Total 132,39 130,32
63
Lampiran 6. CT 4 – Desember 2007
Sebelum Dam Parit Dam Parit Setelah Dam Parit Tgl/ bulan H V Q H V Q H V Q
1 35 1,39 1,60 15 0,48 0,01 30 1,27 1,26 2 28 1,22 1,13 15 0,48 0,01 24 1,12 0,88 3 26 1,17 1,01 13 0,46 0,01 23 1,09 0,83 4 24 1,12 0,88 10 0,43 0,01 22 1,06 0,77 5 27 1,20 1,07 13 0,46 0,01 20 1,01 0,66 6 24 1,12 0,88 13 0,46 0,01 22 1,06 0,77 7 20 1,01 0,66 9 0,41 0,01 19 0,97 0,61 8 18 0,94 0,56 8 0,39 0,01 14 0,81 0,37 9 24 1,12 0,88 14 0,47 0,01 20 1,01 0,66
10 16 0,88 0,46 9 0,41 0,01 14 0,81 0,37 11 24 1,12 0,88 14 0,47 0,01 21 1,03 0,71 12 30 1,27 1,26 15 0,48 0,01 26 1,17 1,01 13 30 1,27 1,26 16 0,49 0,02 26 1,17 1,01 14 31 1,29 1,32 16 0,49 0,02 26 1,17 1,01 15 18 0,94 0,56 11 0,44 0,01 16 0,88 0,46 16 17 0,91 0,51 9 0,41 0,01 14 0,81 0,37 17 16 0,88 0,46 9 0,41 0,01 14 0,81 0,37 18 16 0,88 0,46 7 0,37 0,01 14 0,81 0,37 19 16 0,88 0,46 9 0,41 0,01 14 0,81 0,37 20 34 1,36 1,53 17 0,50 0,02 30 1,27 1,26 21 24 1,12 0,88 11 0,44 0,01 21 1,03 0,71 22 28 1,22 1,13 16 0,49 0,02 26 1,17 1,01 23 29 1,25 1,19 15 0,48 0,01 27 1,20 1,07 24 34 1,36 1,53 18 0,51 0,02 30 1,27 1,26 25 37 1,43 1,74 16 0,49 0,02 32 1,32 1,39 26 35 1,39 1,60 18 0,51 0,02 31 1,29 1,32 27 33 1,34 1,46 9 0,41 0,01 29 1,25 1,19 28 28 1,22 1,13 15 0,48 0,01 24 1,12 0,88 29 27 1,07 1,07 15 0,48 0,01 25 1,14 0,94 30 26 1,17 1,01 13 0,46 0,01 23 1,09 0,83 31 38 1,45 1,82 15 0,48 0,01 32 1,32 1,39
64
Lampiran 7. CT 4 – Januari 2008
Tgl/ bulan Sebelum Dam Parit Dam Parit Sesudah Dam Parit H V Q H V Q H V Q
1 36 1,41 1,67 18 0,51 0,02 32 1,32 1,392 28 1,22 1,13 15 0,48 0,01 26 1,17 1,013 30 1,27 1,26 15 0,48 0,01 28 1,22 1,134 46 1,46 2,44 23 0,77 0,08 40 1,49 1,975 37 1,43 1,74 17 0,50 0,02 32 1,32 1,396 29 1,25 1,19 16 0,49 0,02 26 1,17 1,017 32 1,32 1,39 15 0,48 0,01 28 1,22 1,138 68 1,95 4,38 30 0,84 0,12 50 1,68 2,779 57 1,78 3,37 28 0,82 0,11 46 1,46 2,44
10 59 1,82 3,55 29 0,83 0,12 43 1,55 2,2011 54 1,74 3,11 27 0,81 0,11 40 1,49 1,9712 40 1,49 1,97 26 0,80 0,10 32 1,32 1,3913 58 1,81 3,46 28 0,82 0,11 43 1,55 2,2014 60 1,84 3,64 30 0,84 0,12 56 1,77 3,2815 58 1,81 3,46 30 0,84 0,12 40 1,49 1,9716 34 1,36 1,53 17 0,50 0,02 28 1,22 1,1317 30 1,27 1,26 14 0,47 0,01 25 1,14 0,9418 40 1,49 1,97 20 0,73 0,07 37 1,43 1,7419 58 1,81 3,46 28 0,82 0,11 48 1,64 2,6020 40 1,49 1,97 21 0,74 0,07 38 1,45 1,8221 39 1,47 1,89 17 0,50 0,02 36 1,41 1,6722 66 1,92 4,19 30 0,84 0,12 54 1,74 3,1123 84 2,15 5,96 30 0,84 0,12 73 2,02 4,8624 32 1,32 1,39 18 0,51 0,02 28 1,22 1,1325 63 1,88 3,91 30 0,84 0,12 55 1,76 3,2026 56 1,77 3,28 29 0,83 0,12 47 1,62 2,5227 44 1,57 2,28 23 0,77 0,08 40 1,49 1,9728 42 1,53 2,12 22 0,76 0,08 38 1,45 1,8229 46 1,61 2,44 24 0,78 0,08 39 1,47 1,8930 67 1,94 4,29 30 0,84 0,12 58 1,81 3,46
65
Lampiran 8. CT 4 – Februari 2008
Sebelum Dam Parit Dam Parit Sesudah Dam Parit Tgl/ bulan H V Q H V Q H V Q 78 2,08 5,36 35 0,88 0,15 68 1,95 4,38
1 68 1,95 4,38 33 0,86 0,14 60 1,84 3,642 86 2,17 6,17 35 0,88 0,15 74 2,03 4,963 88 2,19 6,38 35 0,88 0,15 76 2,05 5,164 54 1,74 3,11 28 0,82 0,11 43 1,55 2,205 68 1,95 4,38 35 0,88 0,15 56 1,77 3,286 65 1,91 4,10 35 0,88 0,15 53 1,73 3,027 74 2,03 4,96 35 0,88 0,15 65 1,91 4,108 84 2,15 5,96 35 0,88 0,15 73 2,02 4,869 70 1,98 4,57 35 0,88 0,15 62 1,87 3,82
10 64 1,89 4,01 34 0,87 0,14 60 1,84 3,6411 58 1,81 3,46 32 0,85 0,13 48 1,64 2,6012 57 1,79 3,37 32 0,85 0,13 50 1,68 2,7713 49 1,66 2,68 32 0,85 0,13 42 1,53 2,1214 84 2,15 5,96 35 0,88 0,15 75 2,04 5,0615 76 2,05 5,16 35 0,88 0,15 64 1,89 4,0116 80 2,10 5,56 35 0,88 0,15 71 1,99 4,6717 63 1,88 3,91 35 0,88 0,15 59 1,82 3,5518 71 1,99 4,67 35 0,88 0,15 67 1,94 4,2919 66 1,92 4,19 35 0,88 0,15 59 1,82 3,5520 77 2,07 5,26 35 0,88 0,15 68 1,95 4,3821 84 2,15 5,96 35 0,88 0,15 76 2,05 5,1622 89 2,20 6,48 35 0,88 0,15 78 2,08 5,3623 60 1,84 3,64 35 0,88 0,15 54 1,74 3,1124 58 1,81 3,46 31 0,85 0,13 52 1,71 2,9425 83 2,14 5,86 35 0,88 0,15 73 2,02 4,8626 61 1,85 3,73 35 0,88 0,15 58 1,81 3,4627 81 2,11 5,66 35 0,88 0,15 76 2,05 5,16
66
Lampiran 9. CT 5 – Desember 2007
Sebelum Dam Parit Dam Parit Sesudh Dam Parit Tgl/ bulan H V Q H V Q H V Q
1 36 1,41 1,67 15 0,65 0,05 42 1,38 1,052 26 1,12 0,88 12 0,59 0,04 32 1,21 0,703 20 1,01 0,66 8 0,49 0,02 26 1,09 0,514 28 1,12 0,88 10 0,54 0,03 30 1,17 0,635 27 1,20 1,07 13 0,61 0,04 33 1,23 0,736 25 1,13 0,79 13 0,61 0,04 31 1,19 0,667 20 1,01 0,66 9 0,52 0,02 29 1,15 0,608 20 1,01 0,66 8 0,49 0,02 24 1,04 0,459 26 1,12 0,88 14 0,63 0,04 33 1,23 0,73
10 25 1,13 0,79 9 0,52 0,02 26 1,09 0,5111 34 1,36 1,53 14 0,63 0,04 30 1,17 0,6312 32 1,32 1,39 15 0,65 0,05 39 1,33 0,9313 31 1,27 1,10 16 0,67 0,05 28 1,13 0,5714 33 1,31 1,21 18 0,70 0,06 40 1,35 0,9715 24 1,12 0,88 11 0,57 0,03 31 1,19 0,6616 18 1,22 1,13 10 0,54 0,03 25 1,07 0,4817 16 0,88 0,46 9 0,52 0,02 23 1,02 0,4218 18 0,94 0,56 7 0,45 0,02 25 1,07 0,4819 36 1,41 1,67 9 0,52 0,02 22 1,00 0,3920 36 1,41 1,67 17 0,69 0,06 43 1,39 1,0821 29 1,22 0,99 11 0,57 0,03 30 1,17 0,6322 30 1,27 1,26 16 0,67 0,05 29 1,15 0,6023 29 1,25 1,19 15 0,65 0,05 31 1,19 0,6624 40 1,49 1,97 18 0,70 0,06 42 1,38 1,0525 39 1,44 1,57 16 0,67 0,05 46 1,43 1,1926 35 1,36 1,33 18 0,70 0,06 41 1,36 1,0027 38 1,45 1,82 9 0,52 0,02 42 1,38 1,0528 34 1,36 1,53 15 0,65 0,05 39 1,33 0,9329 30 1,27 1,26 15 0,65 0,05 37 1,30 0,8630 28 1,22 1,13 13 0,61 0,04 34 1,25 0,7731 39 1,44 1,57 14 0,63 0,04 41 1,36 1,00
67
Lampiran 10. CT 5 – Januari 2008
Tgl/ bulan Sebelum Dam Parit Dam Parit Sesudah Dam Parit H V Q H V Q H V Q
1 36 1,38 1,39 18 0,70 0,06 40 1,35 0,972 33 1,31 1,21 20 0,73 0,07 35 1,26 0,793 32 1,32 1,39 17 0,69 0,06 36 1,28 0,834 48 1,60 2,15 25 0,79 0,09 50 1,49 1,345 39 1,44 1,57 20 0,73 0,07 42 1,38 1,056 31 1,27 1,10 19 0,72 0,06 37 1,30 0,867 32 1,29 1,16 19 0,72 0,06 36 1,28 0,838 69 1,90 3,67 34 0,87 0,14 71 1,71 2,199 53 1,68 2,49 30 0,84 0,12 58 1,58 1,65
10 60 1,84 3,64 32 0,85 0,13 62 1,63 1,8211 52 1,66 2,42 30 0,84 0,12 56 1,56 1,5712 43 0,82 1,82 29 0,83 0,12 47 1,45 1,2213 58 1,75 2,85 34 0,87 0,14 62 1,63 1,8214 64 1,83 3,29 37 0,89 0,16 66 1,67 1,9815 56 1,72 2,70 36 0,88 0,15 55 1,55 1,5316 38 1,45 1,82 28 0,82 0,11 46 1,43 1,1917 33 1,31 1,21 16 0,67 0,05 37 1,30 0,8618 40 1,49 1,97 20 0,73 0,07 45 1,42 1,1519 56 1,77 3,28 28 0,82 0,11 58 1,58 1,6520 43 1,51 1,82 21 0,74 0,07 47 1,45 1,2221 40 1,49 1,97 17 0,69 0,06 44 1,41 1,1122 66 1,92 4,19 36 0,88 0,15 69 1,70 2,1123 79 2,01 4,46 45 0,94 0,21 75 1,75 2,3624 37 1,40 1,45 18 0,70 0,06 41 1,36 1,0025 70 1,91 3,75 40 0,91 0,18 72 1,71 2,2326 66 1,86 3,44 35 0,88 0,15 68 1,69 2,0627 58 1,75 2,85 30 0,84 0,12 60 1,61 1,7328 68 1,88 3,59 35 0,88 0,15 72 1,72 2,2329 58 1,81 3,46 30 0,84 0,12 63 1,64 1,8630 65 1,85 3,36 37 0,89 0,16 70 1,70 2,1531
68
Lampiran 11. CT 5 – Februari 2008
Tgl/ bulan Sebelum Dam Parit Dam Parit Sesudah Dam Parit H V Q H V Q H V Q
1 80 2,10 5,56 45 0,94 0,21 85 1,83 2,802 80 2,10 5,56 45 0,94 0,21 86 1,84 2,843 84 2,15 5,96 44 0,93 0,20 88 1,85 2,934 76 2,05 5,16 42 0,92 0,19 80 1,79 2,585 60 1,84 3,64 38 0,90 0,17 66 1,67 1,986 70 1,98 4,57 39 0,90 0,17 73 1,73 2,287 64 1,83 3,29 40 0,91 0,18 69 1,70 2,118 74 2,03 4,96 42 0,92 0,19 79 1,78 2,549 84 2,15 5,96 45 0,94 0,21 84 1,82 2,75
10 71 1,99 4,67 39 0,90 0,17 68 1,69 2,0611 66 1,92 4,19 40 0,91 0,18 69 1,70 2,1112 59 1,77 2,92 40 0,91 0,18 64 1,65 1,9013 58 1,81 3,46 40 0,91 0,18 64 1,65 1,9014 60 1,84 3,64 40 0,91 0,18 64 1,65 1,9015 83 2,06 4,78 45 0,94 0,21 87 1,84 2,8916 80 2,02 4,54 45 0,94 0,21 87 1,84 2,8917 80 2,02 4,54 45 0,94 0,21 88 1,85 2,9318 70 1,98 4,57 45 0,94 0,21 76 1,76 2,4119 76 2,05 5,16 45 0,94 0,21 81 1,80 2,6220 58 2,05 5,16 38 0,90 0,17 64 1,65 1,9021 79 2,01 4,46 45 0,94 0,21 79 1,78 2,5422 80 2,02 4,54 45 0,94 0,21 83 1,81 2,7123 81 2,11 5,66 45 0,94 0,21 85 1,83 2,8024 64 1,89 4,01 42 0,92 0,19 70 1,70 2,1525 60 1,84 3,64 40 0,91 0,18 66 1,67 1,9826 82 2,05 4,70 45 0,94 0,21 85 1,83 2,8027 76 2,05 5,16 43 0,93 0,20 81 1,80 2,6228 83 2,14 5,86 45 0,94 0,21 81 1,80 2,6229
69
Lampiran 12. Debit Tiga Harian
Tiga Harian CT4 CT5
Debit Tiga Harian Sebelum DP DP Sesudah DP
Sebelum DP DP
Sesudah DP
Tanggal Debit (m³/detik) Debit (m³/detik) 1-3 1,25 0,01 0,99 1,07 0,03 0,75 4-6 0,94 0,01 0,73 0,91 0,04 0,67 7-9 0,70 0,01 0,55 0,73 0,03 0,59 10-12 1,04 0,02 0,77 1,24 0,04 0,69 13-15 1,05 0,01 0,83 1,06 0,05 0,73 16-18 0,48 0,01 0,37 0,72 0,02 0,46 19-21 0,96 0,01 0,78 1,44 0,04 0,70 21-24 1,28 0,02 1,11 1,47 0,05 0,77 25-27 1,60 0,01 1,30 1,57 0,05 1,08 27-30 1,07 0,01 0,88 1,31 0,05 0,85 31-2 1,54 0,02 1,26 1,39 0,06 0,92 3-5 1,81 0,04 1,50 1,70 0,07 1,07 6-8 2,32 0,05 1,64 1,98 0,09 1,29 9-11 3,34 0,11 2,20 2,85 0,12 1,68 12-14 3,02 0,11 2,29 2,65 0,14 1,67 15-17 2,08 0,05 1,35 1,91 0,10 1,19 18-20 2,47 0,08 2,05 2,36 0,08 1,34 21-23 4,01 0,09 3,21 3,54 0,14 1,86 24-26 2,86 0,09 2,28 2,88 0,13 1,76 27-29 2,28 0,08 1,89 3,30 0,13 1,94 30-2 4,68 0,14 3,83 4,83 0,19 2,60 3-5 5,22 0,14 4,11 4,92 0,19 2,50 6-8 4,48 0,15 3,47 4,27 0,18 2,31 9-11 4,85 0,15 4,11 4,94 0,19 2,31 12-14 3,17 0,13 2,50 3,34 0,18 1,90 15-17 5,56 0,15 4,58 4,62 0,21 2,90 18-20 4,26 0,15 3,80 4,96 0,20 2,31 21-23 5,90 0,15 4,97 4,89 0,21 2,68 24-26 4,32 0,14 3,64 4,12 0,19 2,31 27-28 4,70 0,15 4,31 3,67 0,21 1,75