3_indikator

Upload: eddy-setiawan

Post on 20-Jul-2015

145 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Rencana Strategis Bisnis bagi RSUD dengan Pendekatan Program Klinik

MODUL PELATIHAN PMPK FK UGM RENCANA STRATEGIS BISNIS BAGI RSUD DENGAN PENDEKATAN PROGRAM KLINIK

39

Rencana Strategis Bisnis bagi RSUD dengan Pendekatan Program Klinik

MODUL 3 INDIKATOR BERBASIS BALANCED SCORECARD

PENGANTAR Studi menunjukkan pada banyak organisasi bahwa kemampuan untuk

mengimplementasikan strategi jauh lebih penting daripada kualitas strategi itu sendiri. Penerapan strategi membutuhkan sistem evaluasi dan pengukuran kinerja yang jelas. Secara tradisional, sistem pengukuran kinerja organisasi atau perusahaan bersifat finansial, dimana pengukuran ini sudah dimulai sejak ribuan tahun lalu. Setelah melewati masa revolusi industri dan masa pasca Perang Dunia ke II, pengukuran kinerja menjadi berkembang dengan munculnya perusahaanperusahaan raksasa seperti General Motors dan Du Pont, meskipun masih bersifat finansial. Namun kemudian banyak kritik yang muncul karena ternyata penggunaan pengukuran finansial yang berlebihan dapat menyebabkan organisasi terlalu terfokus pada pencapaian tujuan jangka pendek.

Ketika pada manajer didorong untuk menghasilkan kinerja finansial jangka pendek yang konsisten dan istimewa, yang terjadi adalah terbatasnya penggunaan investasi untuk memanfaatkan peluang pertumbuhan. Bahkan yang lebih buruk lagi adalah munculnya tekanan dan dorongan untuk mengurangi pengeluaran yang digunakan untuk pengembangan produk baru, peningkatan proses, pengembangan sumber daya manusia, teknologi informasi, data base, sistem pengembangan pelanggan dan pengembangan pasar. Dalam jangka pendek model akuntansi keuangan memberikan pelaporan mengenai berkurangnya berbagai pengeluaran ini sebagai kenaikan keuntungan. Namun rendahnya loyalitas dan kepuasan pelanggan yang tidak terbaca pada laporan keuangan akan menyebabkan organisasi tersebut rentan terhadap berbagai hantaman persaingan.

Ukuran finansial tidak cukup untuk menuntun dan mengevaluasi perjalanan organisasi melalui lingkungan yang kompetitif. Untuk mengukur kinerja dapat menggunakan Balanced Scorecard yang memantau kinerja berdasarkan pendekatan SDM, proses bisnis, kepuasan pelanggan, dan keuangan.

40

Rencana Strategis Bisnis bagi RSUD dengan Pendekatan Program Klinik

TUJUAN PEMBELAJARAN

Dengan modul ini, diharapkan dapat memahami: 1. 2. memahami konsep pengukuran kinerja organisasi mengetahui basis yang dapat digunakan dalam menilai kinerja organisasi, dikaitkan dengan tuntutan untuk menjadi lembaga publik yang akuntabel, transparan dan bermutu baik, serta mempunyai misi sosial. 3. mengidentifikasi variabel-variabel yang dapat dijadikan sebagai alat ukur kinerja di RS masing-masing berdasarkan Balanced Scorecard 4. aplikasi Balanced Scorecard yang telah dilakukan di Indonesia

41

Rencana Strategis Bisnis bagi RSUD dengan Pendekatan Program Klinik

POKOK BAHASAN KONSEP PENGUKURAN KINERJA Pengukuran kinerja biasaya digunakan oleh organisasi yang sudah mulai menerapkan prinsip manajemen modern. Dalam lingkungan usaha berskala kecil dimana transaksi hanya dilakukan dengan pihak eksternal (tidak ada tansaksi internal), pengukuran keuangan masih dianggap relevan untuk mengukur kinerja organisasi (Yuwono, dkk, 2003). Hal ini karena hampir seluruh aktivitas operasional organisasi sifatnya masih mudah dikendalikan. Namun saat organisasi mulah bertambah besar dimana stakeholder organisasi juga bertambah, berkembangnya unit-unit dalam organisasi (ditunjukkan dengan semakin besarnya struktur organisasi) yang menimbulkan hubungan kompleksitas hubungan interorganisasi maupun dengan pihak luar. Pengukuran kinerja akan lebih sulit lagi dilakukan jika organisasi tersebut menghasilkan lebih dari satu jenis produk, bermodal besar, dan terutama sulit dalam mengalokasikan biaya overhead. RS merupakan salah satu jenis organisasi yang memiliki sifat-sifat ini. Dengan kondisi demikian, pengukuran kinerja tidak cukup hanya dengan indikator keuangan.

Pada lingkungan persaingan yang sangat turbulen, proses pengambilan keputusan manajemen perlu didukung oleh sistem pengukuran inerja yang terintegratif. Artinya, secara internal harus ada konsistensi antara visi, misi dan stratego organisasi dengan kemampuan umpan balik yang semakin cepat, serentak dan simultan. Pengukuran kinerja itu sendiri merupakan bagian dari sistem pengendalian manajemen yang meliputi tindakan yang mengimplikasikan keputusan perencanaan maupun penilaian staf dan operasional organisasi. Penilaian kinerja merupakan sarana bagi manajemen untuk mengetahui sejauh mana tujuan organisasi telah tercapai, menilai prestasi individu maupun tim di berbagai level dalam organisasi, serta menilai harapan-harapan organisasi dimasa mendatang.

Rumahsakit sebagai lembaga yang kompleks saat ini sedang mengalami pergeseran dari lembaga yang bersifat birokratik menjadi lembaga usaha yang

42

Rencana Strategis Bisnis bagi RSUD dengan Pendekatan Program Klinik

mulai menerapkan konsep-konsep manajemen modern. Turbulensi yang dihadapi oleh rumahsakit tidak kalah besarnya dengan industri yang lain, misalnya desentralisasi dalam faktor kesehatan, globalisasi, trend penyebaran dokter spesialis dan perubahan paradigma manajemen rumahsakit. Untuk itu rumahsakit perlu menjadi organisasi yang berfokus pada strategi dimana ada koherensi antara strategi rumahsakit dengan yang ada di instalasi.

Secara kebih spesifik, pengukuran kinerja bermanfaat untuk (Lynch dan Cross (1993) dalam Yuwono (2003)): 1. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa organisasi lebih dekat pada penggunanya dan membuat seluruh orang dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pengguna; 2. Memotivasi karyawan untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata-rantai dan pemasok internal; 3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya-upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut; 4. Membuat tujuan startegis yang biasanya masih kabur menjadi lebih baik dan konkret sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi; 5. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberikan reward atas perilaku yang diharapkan tersebut.

43

Rencana Strategis Bisnis bagi RSUD dengan Pendekatan Program Klinik

BASIS YANG DAPAT DIGUNAKAN UNTUK MENGUKUR KINERJA ORGANISASI YANG TRANSPARAN DAN AKUNTABEL Setelah banyak ditemukan kelemahan pada sistem pengukuran kinerja atas dasar kinerja keuangan saja, konsep Balanced scorecard mulai banyak dibicarakan. Konsep ini memandang bahwa dalam mengukur kinerja organisasi, bukan hanya perspektif keuangan saja yang harus dilihat namun diperlukan juga pengukuran kinerja berbasis SDM atau pembelajaran organisasi, proses bisnis, dan pelanggan. Laporan keuangan yang selama ini digunakan untuk memotret kinerja sebuah organisasi tidak dapat memuat hal-hal yang bersifat intangible atau yang tidak terlihat seperti komitmen, loyalitas konsumen, dan hal-hal yang bersifat politis. Dari kelemahan-kelemahan ini kemudian muncul kebutuhan akan konsep pengukuran kinerja yang lebih komprehensif yang kemudian diakomodasi oleh BSC.

Data penelitian yang dilakukan di Amerika menunjukkan bahwa hanya kurang dari 10% perusahaan di AS yang berhasil mengimplementasikan strategi yang telah direncanakan. Setelah ditelusuri, ternyata penyebab kegagalan implementasi strategi adalah karena tidak ditunjang oleh sistem pengukuran kinerja yang komprehensif sehingga strategi sulit dikendalikan. Lingkungan bisnis yang telah berubah sebagai contoh gelombang budaya informasi yang saat ini ada, tidak diakomodasikan dalam sistem pengukuran kinerja keuangan yang menitikberatkan pada tangible asset yang mulai digunakan sejak gelombang revolusi industri. Ketika revolusi industri, pengukuran ini cocok digunakan karena banyak pabrikpabrik yang mengutamakan pada kemampuan mesin untuk beroperasi. Banyak industri modern yang sudah merubah model pengukuran kinerja berbasis BSC, dari industri minyak, rumahsakit, dan bahkan perencanaan tata kota.

44

Rencana Strategis Bisnis bagi RSUD dengan Pendekatan Program Klinik

VARIABEL YANG DAPAT DIGUNAKAN UNTUK MENGUKUR KINERJA RS

Ada empat perspektif dalam Balanced Scorecard, yaitu perspektif pertumbuhan dan pembelajaran, perspektif proses internal, perspektif pelanggan dan perspektif keuangan (Niven, 2002), yang dapat dijelaskan sebagai berikut.

1.

Perspektif

Pertumbuhan

dan

Pembelajaran

SDM

(Employee

Learning and Growth) Merupakan dasar bagi perspektif lainnya dalam balanced scorecard. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, penciptaan value pada organisasi masa kini sangat didominasi oleh pengaruh human capital (SDM). Pada arsitektur balanced scorecard, persepktif ini diletakkan paling bawah karena merupakan dasar bagi perspektif lainnya. SDM yang termotivasi dan dilengkapi dengan ketrampilan dan perlengkapan yang tepat dalam suasana kerja yang mendorong terciptanya perbaikan secara terus menerus, merupakan faktor-faktor yang penting dalam mendorong perbaikan proses internal, memenuhi tuntutan pelanggan dan mendorong terjadinya financial return.

Berikut ini adalah beberapa contoh pengukuran pertumbuhan dan pembelajaran SDM yang dapat digunakan untuk rumahsakit sesuai dengan kebutuhannya.

-

Partisipasi SDM dalam asosiasi profesi

-

Absen Angka turn over Kepuasan SDM Index motivasi Kualitas lingkungan kerja Produktivitas SDM Jam pelatihan rata-rata per staf Biaya pelatihan Pencapaian tujuan personal Pengembangan kepemimpinan

-

Rata-rata lamanya bekerja (pengalaman)

-

Persentase SDM dengan kemampuan pada level lanjut (advanced) atau Rasio staf dengan keterampilan dan kualifikasi tertenti dibandingkan dengan total staf

45

Rencana Strategis Bisnis bagi RSUD dengan Pendekatan Program Klinik

-

Kecelakaan-kecelakaan yang dilaporkan

-

Pertumbuhan jam riset & pengembangan (R & D)

-

Persentasi SDM yang menggunakan komputer

-

indeks survey budaya organisasi indeks span of control Dan sebagainya

-

Pelanggaran etika indeks biaya erhadap pengelolaan Rasio pergantian staf secara sukarela

2.

Perspektif Proses Internal

Ukuran proses internal berfokus pada berbagai proses internal yang akan berdampak besar kepada kepuasan pelanggan dan pencapaian tujuan finansial organisasi. Perspektif proses internal mengungkapkan dua perbedaan ukuran kinerja yang mendasar antara pendekatan tradisional dengan pendekatan BSC. Pendekatan trandisional berusahan memantau dan meningkatkan proses internal yang ada saat ini. Pendekatan ini mungkin melampaui ukuran kinerja keuangan dalam hal pemanfaatan alat ukur yang mendasar pada mutu dan waktu. Tetapi semua ukuran itu masih berfokus pada peningkatan proses internal saat ini. Sedangkan pengukuran scorecard pada umumnya akan mengidentifikasi berbagai proses baru yang harus dikuasai dengan baik oleh sebuah organisasi agar dapat memenuhi berbagai tujuan pelanggan dan finansial. Contoh, sebuah organisasi jasa mungkin menyadari pentingnya mengembangkan suatu proses untuk mengantisipasi kebutuhan pelanggan atau memberikan layanan yang dinilai tinggi oleh pelanggan sasaran. Tujuan proses internal BSC akan menyoroti berbagai proses penting yang mendukung keberhasilan strategi organisasi tersebut walaupun beberapa diantaranya mungkin merupakan proses yang saat ini sama sekali belum dilaksanakan.

Berikut ini adalah beberapa contoh pengukuran proses internal yang dapat digunakan untuk lembaga sesuai dengan kebutuhannya.

-

On time delivery (pemberian pelayanan tepat waktu) Rata-rata biaya per transaksi (biaya satuan/unit cost) Rata-rata waktu tunggu

46

-

Turn-over inventory Pengeluaran untuk melakukan penelitian dan pengembangan produk baru Keterlibatan komunitas Pergantian inventori Response time terhadap permintaan pelanggan Jumlah pemberitaan yang positif di media massa Perbaikan berkelanjutan Utilisasi ruang Angka kerusakan Ketersediaan database pelanggan Dan sebagainya

3.

Perspektif Pelanggan (Customer)

Dalam perspektif ini, manajer mengidentifikasi pelanggan dan segmen pasar dimana organisasi itu ingin bersaing. Perspektif ini biasanya terdiri dari beberapa ukuran utama yang terdiri atas kepuasan pelanggan, retensi pelanggan, akuisisi pelanggan baru, profitabilitas pelanggan, dan pangsa pasar di segmen sasaran.

Berikut ini adalah beberapa contoh pengukuran pelanggan yang dapat digunakan untuk lembaga sesuai dengan kebutuhannya. Kepuasan pengguna Loyalitas pengguna Market share Komplain dari pengguna Komplain yang diselesaikan pada pertemuan pertama Response-time terhadap permintaan pengguna Tarif relatif dibandingkan dengan kompetitor Retensi pengguna Jumlah pengguna Kunjungan pengguna ke RS Jumlah proposal yang telah dibuat Pasien per karyawan Pengeluaran (biaya) customer service per pengguna

MODUL RENCANA STRATEGIS BISNIS |

47

-

Dan sebagainya

4.

Perspektif Keuangan (Financial)

Balanced scorecard tetap menggunakan perspektif keuangan karena ukuran keuangan sangat penting dalam memberikan ringkasan konsekuensi tindakan ekonomis yang sudah diambil. Ukuran kinerja keuangan memberikan petunjuk apakah strategi organisasi, implementasi dan pelaksanaannya memberikan kontribusi atau tidak kepada peningkatkan keuntungan organisasi. Tujuan keuangan biasanya berhubungan dengan profitabilitas yang diukur misalnya dengan laba operasi, return on capital employed (ROCE) atau yang paling baru nilai tambah ekonomis (economic value added). Tujuan keuangan lainnya mungkin berupa pertumbuhan penjualan yang cepat atau terciptanya arus kas.

Berikut ini adalah beberapa contoh pengukuran keuangan yang dapat digunakan untuk lembaga sesuai dengan kebutuhannya.

-

Cost Recovery Rasio likuiditas o o o Rasio kas, Rasio lancar, Perbandingan model kerja bersih dengan penjualan

-

Rasio Aktivitas o o o o o o Inventory turn over, Receivable turn over (perputaran piutang), Collection period (periode perputaran piutang), Current asset turn over (perputaran aset lancar), Tatol asset turn over (perputaran total aset), Rasio penjualan terhadap modal kerja.

-

Rasio Tingkat Hutang o Rasio hutang terhadap total aset

-

Rasio Solvabilitas o o Rasio total aset terhadap hutang Rasio hutang terhadap ekuitas

MODUL RENCANA STRATEGIS BISNIS |

48

-

Rasi Rentabilitas: o Rasio tingkat pengembalian

Pengukuran kinerja keuangan perlu mempertimbangkan pada tahap mana siklus kehidupan organisasi saat ini; apakah pada tahap pertumbuhan (growth), sustain atau harvest (Yuwono, dkk, 2003). Growth atau pertumbuhan adalah tahap awal siklus kehidupan organisasi dimana organisasi memiliki produk atau jasa yang secara signifikan memiliki potensi pertumbuhan terbaik. Pada tahap ini organisasi akan memiliki arus kas negatif dengan tingkat pengembalian modal yang rendah. Tolok ukur yang cocok adalah tingkat pertumbuhan pendapatan atau penjualan dalam segmen pasar target, misalnya.

Sustain adalah tahap selanjutnya dimana organisasi masih melakukan investasi dan reinvestasi dengan mengisyaratkan tingkat pengembalian terbaik. Pada tahap ini organisasi harus mempertahankan pangsa pasar yang ada dan bahkan mengembangkannya. Investasi umumnya dilakukan untuk menghilangkan bottleneck, mengembangkan kapasitas, dan meningkatkan perbaikan operasional secara konsisten. Contoh indikator yang digunakan untuk menilai kondisi keuangan organisasi pada fase ini adalah ROI, ROCE dan EVA.

Harvest merupakan tahap yang akan dimasuki oleh organisasi setelah melalui fase sustain. Pada tahap ini organisasi benar-benar menuai hasil investasi dari dua tahap sebelumnya. Organisasi tidak lagi melakukan investasi besar, baik investasi maupun pengembangan kompetensi baru. Organisasi hanya mengeluarkan biaya maintenance dan perbaikan fasilitas. Contoh indikator yang dapat digunakan pada organisasi yang berada di fase ini adalah arus kas masuk (maksimum) dan pengurangan modal kerja.

MODUL RENCANA STRATEGIS BISNIS |

49

KARAKTERISTIK BSC SEBAGAI STRATEGI Seluruh pengukuran balanced scorecard harus berasal dari dan merupakan terjemahan strategi organisasi. Gambar 1 menunjukkan bahwa yang berada di pusat balanced scorecard adalah visi, misi dan strategi organisasi, bukan ukuran finansial. Perspektif pertama adalah Pertumbuhan dan Pembelajaran (Learning and Growth) atau biasa juga disebut sebagai perspektif SDM. Hal ini karena dalam organisasi yang bertumbuh dan belajar adalah SDM-nya. Inti dari pengukuran strategi pada perspektif ini adalah organisasi harus mampu menjawab mengenai Bagaimana organisasi akan mempertahankan kemampuannya untuk berubah dan maju, dalam rangka mencapai visi. Untuk mencapai visi sebagaimana pertanyaan kunci tersebut, organisasi perlu menetapkan sasaran-sasaran yang terkait dengan pengembangan SDM yang ada dalam organisasi. Setelah menetapkan sasaran, tentukan ukuran yang dapat digunakan untuk menandai bahwa sasaran tersebut tercapai atau tidak. Dalam kaitannya dengan strategi, organisasi juga perlu menetapkan target yang ingin dicapai pada setiap sasaran yang sudah ditetapkan. Setelah itu, organisasi perlu menentukan inisiatif apa yang harus dilakukan untuk mencapai target dengan pengukuran yang sudah ditetapkan. Hal yang sama dilakukan pada ketiga perspektif yang lain dengan pertanyaan kunci masing-masing, sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 1. Jika semua komponen dalam Balanced Scorecard ini sudah dapat diidentifikasi dan ditentukan, maka inilah yang akan menjadi pengukuran kinerja organisasi dan keberhasilan strategi.

MODUL RENCANA STRATEGIS BISNIS |

50

Untuk berhasil secara financial, bagaimana seharusnya ta Nampak dimata pemilik?

Financial O M T I

Untuk mencapai visi, bagaimana seharusnya kita Nampak dimata pengguna?

Customer O M T I Visi dan Strategi Organisasi

Untuk memuaskan pemilik dan pengguna, pada proses mana kita harus benarbenar mahir?

Internal Business Process O M T I

Untuk mencapai visi, bagaimana kita menjaga kemampuan untuk berubah dan meningkat/ maju?

Learning and Growth Objectives Measure Targets Initiatives

Gambar 1 . Menggunakan Balanced Scorecard sebagai Sistem Manajemen Stratejik (Diadaptasi dari Paul R. Niven, Balanced Scorecard, Step by Step: Maximizing Performance and Maintaining Result, 2002)

Rumahsakit dapat juga menyusun suatu peta strategis yang akan menghubungkan antara tujuan dengan strategi yang harus ditempuh. Peta Strategis akan membagi berbagai strategi dalam 4 perspektif BSC, dimana masing-masing strategi saling berhubungan dan saling mendukung arahan startegis. Gambar dibawah ini memperlihatkan Peta Strategis di sebuah RSUD.

MODUL RENCANA STRATEGIS BISNIS |

51

Arahan Strategis

Reposisi

Restrukturisasi

Reengineering

Keuangan

Peningkatan sumber pembiayaan

Peningkatan Produktivitas

Efisiensi Optimal

Pelanggan

Diferensiasi Pasar

Retensi Pasien internal

Best Buy

Peningkatan Citra RSUD

Proses Bisnis

Inovasi

Nilai Pengguna

Man. Operasi

Pembelajaran

Kompetensi

Budaya & Komitment

Teknologi

Gambar 2 Peta Strategis sebuah RSUD

Masing-masing poin strategi perlu dijabarkan menjadi program-program kerja yang detail. Maket diatas perlu disosialisasikan ke seluruh karyawan dan menjadi filosofi dasar strategi serta menjadi pedoman pengembangan RS. Pembuatan indikator berbasis 4 perspektif ini akan lebih mudah untuk dipantau berkaitan dengan misi yang diemban RS.

APLIKASI BSC DI RS INDONESIA Bagaimana keadaan indikator kinerja rumahsakit di Indonesia? Pada saat ini belum berkembang luas, namun sudah mulai diterapkan di beberapa rumahsakit swasta. RS pemerintah masih kesulitan menerapkan hal ini dengan adanya ukuran kinerja standar yang telah ditetapkan intuk instansi pemerintah (LAKIP), yang pada penerapannya belum dapat menunjukkan kinerja RS yang sebenarnya.

Telah ada berbagai usaha untuk mencari indikator rumahsakit, misalnya penelitian mengenai penggunaan Balanced Scorecard untuk penilaian rumahsakit pemerintah oleh BPKP. Disamping itu ada penetapan indikator kinerja berdasarkan keputusan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN (no. KEP-215/M.BUMN/1999 tanggal 27 September 1999

MODUL RENCANA STRATEGIS BISNIS |

52

tentang penilaian tingkat kesehatan Badan Usaha Milik Negara.

Untuk tahun 2002

ditetapkan indikator kinerja keuangan rumah sakit perusahaan jawatan yang meliputi berbagai hal. Nilai-nilai keuangan diukur dengan Debt Equity Ratio (DER), Cash Ratio (CAR), Net working capital to total asset (WCA), Inventory Turn Over (ITO), Collection Period, Sale to Total Asset (STA), Return on Equity, Return on Assets, dan Net Profit Margin (NPM). Indikator keuangan ini terkesan hanya mengambil dari indikator BUMN lain (bukan rumahsakit). Kelompok utama indikator kinerja operasional terdiri atas volume kegiatan dan rasio pada pelayanan rawat jalan, rawat inap, rawat darurat, dan pelayanan penunjang medis; Pertumbuhan produktivitas; Pertumbuhan daya saing; Pertumbuhan efisiensi; Pertumbuhan Sumber Daya Manusia; Inovasi Produk layanan dan bisnis; dan Penelitian dan pengembangan.

Kelompok utama indikator kinerja mutu pelayanan dan manfaat bagi masyarakat terdiri atas: Pelayanan ibu dan anak, Pelayanan bedah, Pelayanan non bedah, Kepedulian terhadap masyarakat, Kepuasan pelanggan internal dan eksternal, Kepedulian terhadap Lingkungan, dan Pelayanan terhadap kelompok miskin. Indikator yang sangat banyak ini belum teruji aplikasinya di lapangan.

Satu hal penting dalam indikator adalah apakah mengukur rumahsakit secara keseluruhan ataukah mengukur sebuah Instalasi tertentu. Hal ini terkait dengan rencana strategis di level rumahsakit atau instalasi. Apabila rencana strategis tersebut berada dalam level instalasi tentunya dibutuhkan indikator-indikator di instalasi. Dalam hal ini proses menyusun rencana strategis memang merupakan kegiatan yang interaktif antara direksi rumahsakit dengan para manajer instalasi sebagai unit-unit usaha dan manajer-manajer unit pendukung. Hubungan antara level rumahsakit dengan instalasi dapat digambarkan melalui adaptasi model yang dikembangkan oleh Kaplan dan Norton (2001). Kaplan dan Norton menyatakan bahwa penetapan strategi harus diterjemahkan dalam kegiatan-kegiatan operasional yang terukur.

MODUL RENCANA STRATEGIS BISNIS |

53

Adaptasi ke rumahsakit adalah bahwa rumahsakit umum merupakan lembaga yang multiproduk dengan berbagai indikator pelayanan yang berbeda. Rumahsakit dapat terdiri dari Instalasi Rawat Jalan, Rawat Inap, Farmasi, Gawat Darurat yang masing-masing

mempunyai indikator yang berbeda. Namun secara keseluruhan, rumahsakit mempunyai pula indikator secara keseluruhan. Dengan demikian indikator-indikator dapat berupa indikator spesifik untuk berbagai instalasi. Gambar 3 menunjukkan hubungan antara instalasi sebagai unit pelayanan, unit pendukung, dengan rumahsakit secara keseluruhan.Level Rumah Sakit

Nilai indikator rumahsakit xxx

Instalasi-instalasi/unit-unit pelayanan

UnitPendukung: Keuangan, SDM, Sekretariat dll

Nilai indikator Instalasi: A B C D

xxx

xxx xxx

xxxSetiap unit pendukung mengembangkan rencana yang sinergis untuk setiap unit usaha

Indikator rumahsakit yang dapat menggambarkan prioritas dan agenda strategi

mengembangkan rencana jangka panjang dan balanced scorecard yang xxx sesuai dengan xxx xxx prioritas agenda strategi

Setiap Instalasi xxx

xxx Gambar 3 Hubungan antara strategi bersama di unit usaha, unit pendukung dan rumahsakit secara keseluruhan

MODUL RENCANA STRATEGIS BISNIS |

54

CONTOH KASUS KASUS 1 Hasil penelitian evaluasi kinerja Instalasi Gawat Darurat di RSD ABC oleh Rauf dan Trisnantoro (2000)

A. Indikator SDM/Pertumbuhan dan Pembelajaran Hasil penelitian menunjukkan bahwa komitmen dokter jaga terhadap rumahsakit ternyata rendah sewaktu bertugas pada waktu jaga di Instalasi Gawat Darurat. Hal ini terungkap dari keluhan perawat bahwa perawat sering kesal terhadap dokter jaga yang sering tidak ada di tempat, terutama waktu sore hari. Dokter jaga pulang praktek sore dengan alasan yang dikemukakan bahwa insentif yang mereka terima tidak cukup untuk menutupi kerugian yang timbul karena tidak praktek sore. Dalam hal ini dokter jaga tidak puas terhadap insentif yang diterima karena dipengaruhi oleh kebutuhan dan nilai seorang dokter di wilayah tersebut. Dokter konsulen tidak komitmen terhadap waktu konsul, hal ini terungkap dari keluhan dokter jaga bahwa dokter konsulen tidak melayani permintaan konsul diluar jam dinas. Hal ini diasumsikan dengan rendahnya kompensasi keuangan yang mereka terima.

Perawat tidak komitmen terhadap prosedur tetap pelayanan pasien. Keadaan ini terungkap dari keluhan dokter jaga bahwa perawat sering melakukan tindakan terhadap pasien yang tidak sesuai dengan protap. Tidak komitmennya perawat terhadap prosedur tetap pelayanan pasien, terjadi karena perawat tidak puas terhadap dokter jaga, petugas laboratorium dan radiologi, sehingga mereka bersikap acuh terhadap protap yang ada. Sikap perawat

tersebut yang tidak mematuhi prosedur tetap, diasumsikan terjadi akibat ketidakpuasan mereka terhadap kondisi kerja dan mitra kerja yang tidak komitmen dengan waktu jaga.

Keterampilan dokter jaga dan perawat yang masih kurang, hal ini dapat diungkap dari keluhan mereka bahwa pengetahuan dan keterampilan mereka dalam hal kegawatdaruratan masih kurang. Data ketenagaan di Instalasi Gawat Darurat menunjukkan bahwa pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia belum efektif, sedangkan semua dokter jaga dan perawat berharap diberi kesempatan dan biaya untuk mengikuti pelatihan dan pendidikan.

MODUL RENCANA STRATEGIS BISNIS |

55

B. Indikator Proses Pelayanan Pasien Proses pelayanan pasien di Instalasi Gawat Darurat belum baik. Predikat ini dapat dilihat pada: waktu tunggu di triase, angka kematian dan rujukan kasus triase resusitasi dan prosedur tetap penerimaan pasien baru gawat darurat yang belum sesuai standar. Untuk waktu tunggu di triase, sebanyak 24 kasus (5,1%) yang terlambat kontak pertama oleh perawat dan 117 kasus (31,8%) oleh dokter jaga. Keadaan ini tidak memenuhi standar seperti yang dipergunakan oleh The Australian Council on Healthcare Standards (1998) bahwa di Instalasi Gawat Darurat tidak boleh ada pasien yang terlambat kontak pertama oleh dokter dan perawat sesuai dengan kriteria triase.

Untuk prosedur tetap alur penerimaan pasien baru yang masuk ke rumah sakit belum sesuai dengan standar. Belum semua pasien baru gawat darurat mendapat tindakan di Instalasi Gawat Darurat. Sebanyak 139 kasus anak dan kebidanan yang langsung masuk ke ruangan anak dan kebidanan. Standar Departemen Kesehatan RI (1997) yaitu kegiatan pelayanan gawat darurat dibedakan menjadi kasus bedah, kasus non bedah dan kebidanan, ini berarti kasus kebidanan seharusnya juga mendapat pelayanan dan tindakan di Instalasi Gawat Darurat.

C. Indikator Kepuasan pasien Hasil kuesioner terhadap 232 responden pasien/keluarga dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.

Persentase Kepuasan Pasien IGD Rumah Sakit Umum ABC Tahun 1999 SS 43,6 % S 48,2 % R 6,7 % TS 1,5 % STS 0,05 %

No 1

Variabel Kepuasan IGD dapat dicapai dengan baik

2 3 4 5

Pelayanan dokter baik Pelayanan perawat baik Waktu tunggu dirawat Waktu tunggu rujukan

22,6 % 30,9 % 11,7 % 2,1 %

50,1 % 49,6 % 45,1 % 28,1 %

12,9 % 11,8 % 16,2 % 19,1 %

8,4 % 5,6 % 17,6 % 47,6 %

5,0 % 1,9 % 9,4 % 3,1 %

Sumber: Hasil Penelitian

MODUL RENCANA STRATEGIS BISNIS |

56

Dari tabel 1, dapat dilihat bahwa kepuasan pasien terhadap layanan Instalasi Gawat Darurat belum maksimal. Masih banyak pasien yang tidak puas terhadap layanan Instalasi Gawat Darurat. Ketidakpuasan pasien terutama terhadap waktu tunggu rujukan (50,7%), dan waktu tunggu rawat (27%). Hal ini terjadi di Instalasi Gawat Darurat karena persiapan rujukan ke rumah sakit lain yang terlalu lama, sopir ambulance yang sering tidak ada di tempat, prosedur rujukan yang berbelit-belit, waktu observasi di Instalasi Gawat Darurat yang lama dan kelambanan pemberian informasi tentang kamar kosong di rawat inap.

D. Indikator Kinerja Keuangan Hasil penelitian terhadap kinerja keuangan Instalasi Gawat Darurat dapat dilihat pada Tabel 2. Kinerja keuangan ini dilakukan dalam hubungannya dengan kemampuan IGD memberikan dukungan terhadap pengembangan sumber daya manusia. Indikator mengenai subsidi untuk bagian IGD tidak dilakukan karena keterbatasan informasi keuangan.

Tabel 2. Kesenjangan Antara Subsidi Rumah Sakit dan Harapan Provider IGD Rumah Sakit Umum ABC Tahun 1999 Jenis Kebuthan A. Kebutuhan insentif: Insentif dokter jaga per bulan (Insentif dokter jaga per hari) Insentif perawat per bulan (per perawat per bulan) Rp 1.705.249 (Rp 56.850) Rp 1.388.700 (Rp 138.870) Rp 2.250.001 (Rp 75.000) Rp 2.500.000 (Rp 250.000) Rp 544.749 (Rp 18.150) Rp 1.111.300 (Rp 111.130) Subsidi RS Yang diharapkan Kesenjangan

B.

Kebutuhan pengembangan: Seminar / Simposium per tahun (Rata-rata per bulan) Kursus / Pelatihan per tahun (Rata-rata per bulan) Pendidikan formal per tahun (Rata-rata per bulan) Rp 90.000 ( RP 7.500) Rp 2.050.001 (Rp 170.850) Rp 300 000 (Rp 25.000) Rp 3.000.001 (Rp 250.000) Rp 3.000.000 (Rp 250.000) Rp 210.000 (Rp17.500) Rp 950.001 (Rp 79.150) Rp 3.000.000 (Rp 250.000)

MODUL RENCANA STRATEGIS BISNIS |

57

Jenis Kebuthan C. Kesejahteraan: Perbaikan gizi per hari (Rata-rata per bulan)

Subsidi RS

Yang diharapkan

Kesenjangan

Rp 3.000 (Rp 90.000)

Rp 9.000 (Rp 3.240.000)

Rp 6.000 (Rp3.150.000)

Jumlah per bulan Jumlah per tahun Sumber: Hasil Penelitian

Rp 3.362.700 Rp 40.347.600

Rp 6.270.000 Rp 75.240.000

Rp 2.907.700 Rp 34.892.400

Dari Tabel 2, dapat diungkap bahwa: indikator kinerja keuangan belum baik karena belum memenuhi harapan karyawan serta tidak mencukupi untuk memberi pelatihan dan tambahan gizi. Hasil penelitian di RSU ABC ini menyimpulkan belum adanya keseimbangan dalam mengelola IGD. Misi IGD di sebuah rumahsakit adalah memberikan pelayanan gawat darurat kepada semua orang yang memerlukan. Misi ini membutuhkan fasilitas, ketrampilan, waktu dan komitmen yang tinggi. Akan tetapi perspektif keuangan menunjukkan adanya kekurangan untuk mendukung pencapaian misi mulia ini. Keadaan ini memang mencerminkan keadaan yang sering terjadi di lembaga pemerintah yang terlalu berat beban misinya namun tidak mempunyai dukungan keuangan dan sumberdaya manusia yang cukup. Hal ini tidak hanya terjadi di rumahsakit pemerintah, juga terjadi di pusat kesehatan masyarakat, sekolah-sekolah dasar, sampai ke perpustakaan pemerintah. Penelitian ini menunjukkan pula bahwa setiap instalasi mempunyai berbagai indikator khusus. Dengan demikian indikator Instalasi Gawat Darurat akan berbeda dengan Instalasi Rawat Inap, atau Laboratorium.

MODUL RENCANA STRATEGIS BISNIS |

58

KASUS 2 Indikator Kinerja dan Strategi Instalasi Penunjang di RSUD XYZ

A. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran (SDM) TUJUAN STRATEGI Meningkatnya kompetensi SDM subbid penunjang diagnostik SIFAT INDIKATOR SATUAN (TARGET/ STANDAR) Persentase karyawan yang mengikuti pelatihan standar Pelatihan peningkatan mutu pelayanan % Target KETERANGAN INDIKATOR Pelatihan dan penyegaran penggunaan dan perawatan alat

Perawatan alat penunjang diagnostik lain

MODUL RENCANA STRATEGIS BISNIS |

59

Selanjutnya... B. Perspektif Proses Bisnis TUJUAN STRATEGI Menyesuaikan pelaksanan SIFAT INDIKATOR SATUAN (TARGET/ STANDAR) Persentase ketaatan atas % 100% KETERANGAN INDIKATOR Menyusun dan menyesuaikan protap sesuai dengan perkembangan IPTEK

kegiatan sesuai protap yang dengan perkembangan IPTEK mutakhir

Mengevaluasi pelanggaran atas pelaksanaan protap

MODUL RENCANA STRATEGIS BISNIS |

60

TUJUAN STRATEGI Terawasinya kegiatan UBS penunjang diagnostik sehingga dapat dipertanggung jawabkan

SIFAT INDIKATOR SATUAN (TARGET/ STANDAR) Persentase ketaatan pengisian pencatatan dan pelaporan kegiatan % 100%

KETERANGAN INDIKATOR Pembuatan laporan hasil pemeriksaan laboratorium dan Rontgen serta pengarsipan

Pencatatan kegiatan dan pembuatan buku register

Pengadaan sarana rekam medis.

Supervisi pelaksanaan rekam medis

Pencatatan dan penyimpanan arsip

Pembuatan informed concent

Pembuatan laporan bulanan dan tahunan

MODUL RENCANA STRATEGIS BISNIS |

61

TUJUAN STRATEGI Memelihara sarana dan prasarana

SIFAT INDIKATOR SATUAN (TARGET/ STANDAR) Persentase alat laik pakai dalam usia produktif. % 75%

KETERANGAN INDIKATOR Perawatan alat secara teratur termasuk penggantian bahan kemikal sesuai dengan jadwal

Mengendalikan tegangan listrik dengan menggunakan stavol

Mencegah gangguan akibat pemutusan tibatiba pada aliran listrik dengan menggunakan UPS pada semua alat elektronik

MODUL RENCANA STRATEGIS BISNIS |

62

Selanjutnya... C. Perspektif Kepuasan Pengguna TUJUAN STRATEGI SIFAT INDIKATOR SATUAN (TARGET/ STANDAR) KETERANGAN INDIKATOR

Tercapai KSO beberapa layanan yang belum mampu disediakan RSU

jumlah KSO yang dilakukan sesuai dengan rencana tahunan/ kebutuhan

Nominal

Target

KSO peralatan Lab dan Ro

MODUL RENCANA STRATEGIS BISNIS |

63

TUJUAN STRATEGI Peningkatan kepuasan pelanggan sehingga menjadi pelanggan yang loyal

SIFAT INDIKATOR SATUAN (TARGET/ STANDAR) Jumlah keluhan pelanggan bulanan atas kualitas pelayanan Nominal Target

KETERANGAN INDIKATOR Pelatihan customer sevice

Pencetakan hasil pemeriksaan dengan komputer.

Pemberian voucher gratis pada pelanggan dengan pemeriksaan jumlah tertentu

Menyediakan kounter minuman ringan pada ruang tunggu

Mempersingkat alur pelayanan

Mempersingkat waktu tunggu

Menata kebersihan keindahan lingkungan

Perbaikan sarana penanganan limbah.

MODUL RENCANA STRATEGIS BISNIS |

64

TUJUAN STRATEGI Peningkatan citra UBS Penunjang diagnostik menjadi yang LEBIH BAIK

SIFAT INDIKATOR SATUAN (TARGET/ STANDAR) Jumlah keluhan bulanan atas kualitas hasil pemeriksaan Nominal Target

KETERANGAN INDIKATOR Pengawasan mutu internal (PMI)

Pengawasan mutu ekternal (PME )

D. Perspektif Keuangan TUJUAN STRATEGI Menjamin konstinuitas pelayanan SIFAT INDIKATOR SATUAN (TARGET/ STANDAR) Cash flow Nominal Target*) KETERANGAN INDIKATOR Agar cash flow selalu positif, RS harus selalu dibantu dengan subsidi dari pemerintah maupun donasi pihak ketiga *) seharusnya bersifat standar, namun untuk RS yang tarif pelayanannya lebih rendah dari biaya per satuan mengakibatkan cash flow selalu negatif untuk ativitas operasional.

_________________________________________________________________________

MODUL RENCANA STRATEGIS BISNIS |

65

REFERENSI DAN BAHAN BACAAN

Trisnantoro L. 2005. Aspek Stratejik Manajemen RS: Antara Misi Sosial dan Tekanan Pasar. Andi Offset. Chapter 4. Kaplan & Norton. 1996. Translating Strategy into Action; The Balanced Scorecard. Harvard. Chapter 2. Niven, 2003. Balanced Scorecard; Step by step for Government and nonprofit Agencies. Chapter 2 Bastian, Indra (2001), Akuntansi Sektor Publik di Indonesia, BPFE UGM, Yogyakarta

MODUL RENCANA STRATEGIS BISNIS |

66