44296121161
TRANSCRIPT
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 1/41
Ekonorni dan Keuangan Indonesia \. o lurne XLIV Nomor :!, 1996
Penga ruh Penggunaan Variabe l
D emografi dalam Model PertumbuhanEkonomi: Kasus 25 Propins i di
Indones ia , 1983-1992
Ir a Setiati
Abstract
T he role o f gO "i)ern llle llt sector il l Indonesia is changed . N owadays, tile
governm ent's ro le is PlOt intended to substitute the m arket mechanism , but to
su pp ort th e e ffic ie nc y ill the m arket m echanism itse lf. R egarding to this issue, it
is now becom ing m ore im portant to increase the efficiellCY ill th e g ou er nment
sector, since ineffic iency occurred in th is sector w ould resu lt il l a highly cost
e co nom y, w hic h1 1 1
tum could discourage new investm ents.
Based 011 the production [unction approach , tile study show s that tile num ber as
well as the density o f popula tion (ca lled dem ographic variables) could bring
economies of sca le that can support e fficiency ill tile governm ent sector. B esides,
the study also indicates tha t the government sector (through government
expenditure) has a positive im pact to tIle econom ic grow th ill Indonesia.
121
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 2/41
Setiati
I. PENDAHULUAN
Isu mengenai proses pertumbuhan ekonomi sebenarnya telah muncul sejak
Adam Smith rnengajukan argumen bahwa pasar bebas merupakan jalan
terbaik untuk mencapai kesejahreraan masyarakat dan pertumbuhan
ekonorni. Perdebatan menyangkut argumen ini telah ramai dibicarakan,
narnun ironisnya, sampai sekarang belum ada teori ekonomi yang
menjelaskan proses pertumbuhan ekonomi yang dapat diterima secara
umum. Meskipun begitu, pentingnya pernahaman mengenai proses
pertumbuhan ekonomi telah mendesak dilakukannya srudi-studi empiris di
rengah ketiadaan perangkar teoriris yang memadai.
Konsenrrasi kebanyakan penelitian empiris yang dilakukan terletak
pada usaha mengisolasi beberapa faktor yang diduga mempengaruhi proses
pertumbuhan. Akumulasi stok modal diyak ini seb agai salah satu faktorpenting dalam proses pertumbuhan. Demikian pula halnya dengan mutu
modal manusia dan peranan pemerintah. Apakah peningkatan peranan
pemerintah dalam perekonomian akan mendorong ataukah malah menjadi
kendala pertumbuhan ekonomi? Hipotesa 'teori sisi penawaran' (supply side
theories) menyatakan bahwa secara umum, pajak yang ditarik untuk
membelanjai pengeluaran pernerintah akan mengakibatkan distorsi alokasi
sumber-sumber daya yang efisien sehingga pada akhirnya mengurangi
tingkat output. Dengan demikian, daerah-daerah dengan pertumbuhan
proporsi pengeluaran pernerintah dalam output yang besar akan mengalarni
pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah. Di lain pihak, pengeluaran
konsumsi pernerintah rnernpunyai dampak positif dalam penyediaan barang
dan jasa publik di mana mekanisme pasar gagal mengatasinya. Dengan
begitu, pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap perrumbuhan bisa
negatif maupun positif tergantung pada efisiensi tindakan pemerintah dalam
penyediaan barang dan jasanya. Apapun yang disimpulkan oleh para
ekonom, nampak bahwa setelah perang dunia kedua berakhir mayoritas
negara berkembang (yang sering -dikategorikan sebagai LDC atau less
developed countries) menjatuhkan pilihan pada pengaturan sektor swasta
secara ekstensif yang berimplikasi pada besarnya peranan sektor pemerintahdalam perekonomian.
A. Latar Belakang Masalah
Sampai tahun 1980-an, di Indonesia, sektor pemerintah bisa dikatakan
berperan sebagai agent of development. Dengan dana min yak yang cukup
melimpah di satu pihak dan masih lemahnya peranan swasta di lain pihak,
pemerintah sangat aktif dalam rnenggerakkan perekonomian, tidak saja
121
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 3/41
Pengaruh Penggunaan Variabel Demografi
rnembangun infrastrukrur fisik dan sosial melainkan juga terjun langsung di
sektor produksi. Ini tampak dan berlipat gandanya peningkatan pengeluaran
pembangunari' pemerintah sejak Pelita I sampai Pelita III. Narnun, harga
minyak pula, yang kali ini rnenukik tajam hingga tingkatan terendah US$
9,83 per barel pada bulan Agustus 1986, yang rnembuat rnerosornya
penerirnaan pemerintah pada tahun anggaran 1986/87. Pada saar yang
bersamaan, pengeluaran rutin (terdiri dari belanja pegawai, belanja barang,
subsidi daerah otonom dan pembayaran cicilan hutang dan bunga) mulai
rneningkat tajam karena banyaknya pinjarnan luar negeri yang sudah jatuh
waktu untuk dibayar.2 Kenaikan pembayaran bunga dan cicilan ini
menurunkan tabungan pernerintah unruk membiayai anggaran
pembangunan, selain juga mengorbankan hampir semua komponen
anggaran rutin lain (lihat Tabel 1 dan Tabel 2). Subsidi BBM ditekan,
belanja barang mengalami penurunan secara konsisten, semenrara gaji dan
pensiun pegawai negeri seeara riil juga turun.
Sampai dengan tahun 1989, besarnya pengeluaran pembangunan
hampir selalu sarna dengan dana pembangunan. Pentingnya komponen
pengeluaran pembangunan pernerintah dalam perekonomian Indonesia
terutama terkair erat dengan program-program Inpres. Peralihan dari
peri ode perrama Orde Baru ke periode kedua ditandai dengan berubahnya
strategi yang berorientasi pada perturnbuhan (Repelita I) kepada upaya
pemerataan dan penyediaan kebutuhan dasar seperti pendidikan dalam
Repelita II. Bersama dengan program lnpres lain seperti Inpres pasar, Inpres
perbaikan jalan dan jembatan, banruan keuangan ini digunakan unrukmembayar upah bagi perbaikan prasarana umum. Hal tersebut secara tidak
langsung meningkatkan claya beli, konsumsi clan kesejahteraan rakyat
Indonesia pada tingkat regional. J
Pengeluaran pembangunan rerdiri dari ernpar komponen yairu (l) anggaran melalui
deparrernen, (2) anggaran yang dialirkan rnelalui daerah yang tecbagi rnenjadi lnpres
umum dan lnpres khusus, (3) pengeluaran pembangunan lain seperti subsidi pupuk dan
penyertaan modal pernerintah dalam BUMN serta (4) bantu an proyek. Khusus yang
rerakhir dalarn komponen devisa. Sumber: catatan ku/;ah Perekonomian Indonesia oleh
M. Arsjad Anwar
Hal ini diperburuk lagi oleh adanya depresiasi mara uang US$ yang cukup besar,
terurama terhadap mara uang Yen dan OM, padahal bagian terbesar hurang luar negeri
Indonesia rerdiri dari pinjaman dalam mala uang Yen. Lihar Anton Herrnanro
Gunawan, Anggaran Pemerintah dan lnflas: di Indonesia, 1991. hal. 194
Sjahrir, Ekonomi Politil: Kebutuhan Pokok: Sebuah Tinjauan Prospekti], LP3ES, 198(;,
hal, 230.
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 4/41
Tabell
Indonesia: Realisasi Penerirnaan Dalam Negeri Pemerintah, Pengeluaran Rutin, Tabungan Pemerintah, dan Pengeluaran Pembangunan
"""., ,,, ,,. ,,.Persentase dari Produk Domestik 1983/84-1
PELITA I 11,09 3,96 7,14 6,58 8,64 6,95 0,91 0,80 0,78 2,45 3,05 5,51 5,31
! 'ELlTI\ II 16,36 9,01 7,]5 (,,6,~ 9,87 7,75 1,21 1,17 0,90 0,29 (',49 1,(,9 10,18 10,](,
1983/114 18,59 12,26 6,33 5,66 10,84 6,91 2,71 2,67 1.22 1,20 7,76 5,00 12,76 12,75
rElIT!\ III 19,01 12,76 6,24 5,(,3 10,95 7,09 1,94 1,90 1,')1 1,62 8,06 3,53 11,59 11,59
19M/liS 17,70 11,60 6,09 5,33 10,49 6,80 3,09 3,05 0,60 0,56 7,21 3,87 11,07 11,07
I985/IlL 19,85 11,49 8,36 b,62 12,]2 8,12 J,4J .1,41 0,78 0,.19 7,53 3,68 11,21 11,21
1')86/87 15,72 [,,17 9,55 7,45 I J,21 8,11 4,')! 4,')3 0,17 2,51 S,(,(} 8,12 R,11
1')87/88 16,(,7 /l,05 8,62 7,0) 14,01 7,02 (.,57 (',54 0,41 0,12 2,66 4,93 7,59 7,'i9
1988/89 16,19 (,,70 9,48 8,38 14,59 6,70 7,70 7,64 0,19 0,09 1,59 7,03 8,62 8,62
PELITAIV 17,09 11,53 H,Sb 7,14 13,15 7,30 5,45 5,41 0,41 0,25 3,94 5,2U 'J,15 'J,14
1989/90 17,16 6,72 10,44 9,21 14,53 6,85 7,13 7,04 0,55 0,42 2,63 5,6~1 8,26 1l,26
1'1')0/91 20,00 8,96 11,04 9,97 15,17 6,64 (,,77 6,65 1,76 1.67 ' 4,83 5,01 9,114 1l,ln'
1991/92 18,30 (,,60 10,GO 9,50 13,30 6,70 5,90 5,80 0,70 0,45 5,00 4,f,[) 9,60 8/)0·'19'12/(H 18,26 5,90 12,36 11,21 13,09 6,78 5,8r, 5,7S 0,46 0,27 5,16 4,12 9,29 9,29
1993/94 17,31 4,14 13,17 11,53 12,85 6,97 S,72 5,63 0,15 4,46 3,43 7,90 8,50
Catatan: ~tidak termasuk Cadangan Anggaran Pembangunan sebesar Rp 2000 milyar
"* t idak termasuk Cadangan Anggaran Pembangunan sebesar Rp 1500 rnilyar
Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN tahun 1992/93, 1993/94, 1994/95, Statistik lndoensia 1994 dim Lampiran Pidato Kenegilfilan
Prcsidcn R! di dcpan Sidang DPR.
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 5/41
Tabel2
Indonesia: Perkembangan Komposisi Penerimaan Dalarn Negeri Pemerintah, Pengeluaran Rutin dan Dana Pembangunan,
1983 84-1994
PELITA I 35,67 64,33 59,35 80,44 10,51 9,27 9,05 44,55 55,45 22,55 77,45
PELITA II 55,08 44,92 40,64 78,46 12,45 11,85 9,07 2,95 63,75 36,25 34,61 &5,39
1983/84 iiS,96 34,04 30,44 63,73 25,00 24,64 11,27 11,03 60,80 39,20 39,05 &0,95
PELITA lit &4,15 32,85 29,64 64,73 17,76 17,35 17,51 14,77 &9,52 30,48 29,88 70,12
1984/85 &5,57 34,43 30,10 64,83 29,45 29,03 5,72 5,37 &5,06 34,94 34,24 65,76
1985/86 57,88 42,12 34,37 65,89 27,80 27,64 6,31 3,13 67,15 32,85 32,22 67,78
1986/87 39,26 60,74 47,37 &1,41 37,30 37,30 1,29 30,97 69,03 45,54 54,46 -0I'D
1987/88· 51,70 42,20 2,3.0::I
48,30 50,12 46,93 46,71 2,95 35,04 64,96 57,28 42,72 DQ
III
1968/69 41,41 58,59 51,77 45,94 52,75 52,38 1,31 0,64 18,48 81,52 64,87 35,13 2J
PELITA IV 49,93 50,07 41,78 55,50 41,42 41,18 3,08 1,94 43,12 56,88 47,32 52,68 -0I'D
1989/90 39,15 60,B5 53,67 47,14 49,07 48,46 3,79 2,90 31,86 66,14 60,8& 39,14::J
~1990/91 44,79 55,21 49,66 43,74 44,65 43,62 11,61 11,00 49,09 50,91 43,73 56,27
c;
::J
19-91/92
III
36,17 63,63 57,65 50,65 44,44 43,&1 4,91 3,41 52,16 47,82 40,64 59,36III
::J
1992/93 32,31 67,69 61,39 51,77 44,72 43,91 3,51 2,03 55,61 44,40 42,28 57,73 <~
1993/94 23,92 76,08 66,63 54,26 44,56 44,25 1,16 52,53 40,42 38.70 54,25 iii'
1994/95 21,51 76,49 67,06 56,33 42,43 41.66 1,24 63,46 36,54 36,54 63,46[
Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN tahun 1992/93, 1993/94, 1994/95 dan Lampiran Pidato Kenegaraan Presiden Rl di depan0
~. . . . . . Sidang DPR. cit-.)
iilV :::tI
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 6/41
Seriat i
Dengan menurunnya tabungan pernerintah dan sulitnya memperoleh
pinjaman luar negeri, muncul kepriharinan akan menurunnya dana
pengeluaran pembangunan untuk mernbiayai program-program Inpres
tersebur. Seeara relatif terhadap total pengeluaran sebenarnya terjadi
penurunan di mana dalam tahun 1989/90, persenrase pengeluaran
pembangunan Inpres terhadap total adalah 34,4%, sedangkan tahun
1990/91 hanya 29,8%.
Sementara itu, pengeluaran rutin mempunyai peranan dan fungsi yang
cukup penting dalam mendukung peneapaian sasaran pembangunan
sekalipun pengeluaran tersebut tidak secara langsung berkaitan dengan
kegiatan pembentukan modal untuk tujuan peningkatan produksi melainkan
kebijakan pengeluaran rutin berpengaruh terutarna dalam menunjang
kegiatan operasional pemerintahan serta peningkatan jangkauan dan mutu
pelayanan terhadap rnasyarakar. Pengeluaran rutin juga mempunyai peranan
penting dalam memenuhi kewajiban pernbayaran bunga dan eieilan hutang
luar negeri.
1983/84 32,78 23,73 12,57 18,39 25,00 11,27 11,03
1984/85 32,31 23,40 12,54 19,97 29,45 5,72 5,37
1985/86 33,62 25,71 11.44 20,83 27,80 &,31 3.13
1986/87 31,79 24,56 10,08 19,54 37,30 1,29 0,00
1987/88 26.43 20,37 7,60 16,11 46,93 2,95 2,30
1988/89 24,10 18,48 7,19 14,65 52,75 1,31 0,64
1989/90 25,49 19,83 6,99 14,66 49,07 3,79 2,90
1990/91 23,51 18,57 6.10 14,12 44,65 11,61 11,00
1991/92 26,80 20,84 7,85 15,99 44.44 4,91 3,41
1992/93 27,81 22,13 8,43 15,52 44,72 3,51 2,03
1993/94 28,90 23.63 7,84 17,52 44,56 1,18 0.00
1994/95" 30,72 24,69 8,86 16,65 42,43 1,24 0,00
Catatan: *) APBN
Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN 1994/95.
Sejak tahun 1986/87, porsl pengeluaran rutin untuk pembayaran
bunga dan cicilan hutang meningkat dan mencapai puncaknya pada tahun
1988/89 di mana 52% pengeluaran rutin digunakan untuk keperluan
terse but dan ini berarti mengorbankan pos-pos pengeluaran rutin murni
seperti belanja pegawai (pas terbesar adalah gaji dan pensiun), belanja
1 2 6
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 7/41
Pengaruh Penggunaan Variabel Demografi
barang dan Subsidi Daerah Otonom. Masalah yang sering dihadapi dalam
manajemen pengeluaran rutin terutama menyangkut [enis pengeJuaran rutin
yang dipengaruhi faktor eksternal, seperti pemhayaran bunga dan cicilan
hutang serta subsidi BBM.
Sejak tahun 1980, keburuhan akan pembiayaan pemhangunan dengandana bukan minyak semakin terasa. Sejumlah rindakan deregulasi di sektor
moneter dan sektor riil diambil oleh pemerintah sebagai salah satu upaya
unruk mendorong ekspor nonmigas dengan tujuan jangka panjang untuk
mendiversifikasi perekonomian Indonesia yang selama ini sangar tergantung
pada hasil min yak bumi dan gas a1am. Dengan dernikian, sedikit demi
sedikit, peran pemerintah dalam perekonomian nasional mulai dikurangi
dan dibagi dengan pihak swasra. Dalam hal pembangunan perekonomian
daerah pun, pemerintah pusat menata kembali hubungannya dengan
pernerintah daerah mengingat bahwa Pembangunan Jangka Panjang Tahap II
merupakan babak baru bagi bangsa Indonesia, yaitu dengan mereneanakan
beberapa perubahan struktural yang di anraranya menyangkut
pembangunan daerah.4Selama ini, peranan banruan pusat kepada daerah
dalam penyelenggaraan pembangunan daerah sangat diburuhkan dan
penting bagi daerah. Selama periode 1988/89 - 1990/91, rata-rata besarnya
proporsi .sumbangan dan bantuan terhadap pengeluaran daerah untuk
seluruh daerah tingkat I dan II adalah sekitar 70%.5 Hanya OKI Jakarta saja
yang mernpunyai proporsi rendah. Garnbaran akan besarnya peranan pusat
kepada daerah ini serna kin diperjelas dengan melihat kontribusi Pendapatan
Asli Daerah terhadap total pengeluaran daerah selama dua Repelita terakhir,
yang seeara rata-rata hanya sekitar 30%.
Perubahan peran pemerintah pusat rerhadap perkembangan daerah
inilah yang antara lain melatarbelakangi srudi mengenai pengaruh sektor
pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Penekanan pada
variabel-variabel demografi muneul sehubungan dengan kondisi dernografi
Indonesia yang antara lain ditandai oleh sangat timpangnya distribusi
penduduk antara pulau Jawa dan daerah lainnva, tingginya beban
ketergamungan usia muda serta rendahnya kualitas surnber daya manusia.
Kedua puluh tujuh propinsi di Indonesia mempunyai karakteristikyang berbeda-beda. Beberapa propinsi merniliki rata-rata pertumbuhan
PDRB per kapita yang tinggi, seperti propinsi Bali (6,25%), Sulawesi Selatan
(4,97%), Jawa Tengah (5,42%) yang merupakan propinsi-propinsi dengan
tingkat rata-rata pertumbuhan PDRB yang tinggi selama 1983/84-1992/93
lbid., hal. 296-297
Susiyati Hirawan, "Pengembangan PoJa Banruan Daerah dalarn Repelira VI (PJPT II)",
EKl , vol. XLI. no.J, 1993
127
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 8/41
Setiati
(Catatan: Jawa Tengah mempunyai tingkat rata-rata pertumbuhan PDRB
.dengan min yak dan gas bumi (5,42%) maupun tanpa minyak dan gas burni
(4,78%) yang relarif ringgi). Adapun propinsi-propinsi yang tergantung pada
hasil minyak dan gas bumi mengalami penurunan PDRB yang cukup tajarn
selama peri ode yang sarna. Riau, misalnya mengalami penurunan tingkat
pertumbuhan PDRB dengan migas sebesar 1,970/0. Namun tingkat rata-rata
pertumbuhan PDRB tanpa migasnya cukup tinggi, yaitu sebesar 3,20%.
Demikian pula halnya pada kebanyakan propinsi yang memiliki hasil
minyak dan gas bumi akan mengalami pertumbuhan PDRB nonmigas yang
relatif lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan PDRB migasnya (misalnya
Kalimantan Timur dan Irian Jaya).
Menurunnya proporsi pendaparan daerah dari hasil minyak dan gas
bumi jelas nampak mempengaruhi perkembangan ekonomi propinsi yang
sangar terganrung dari migas. Namun yang menarik adalah terdapat
beberapa propinsi yang mengalami hal sebaliknya, seperti propinsi Aceh di
mana tingkat rata-rata pertumbuhan PDRB Migasnya tinggi (4,85%)
namun di lain pihak, tingkat rata-rata pertumbuhan PDRB nonmigasnya
h anya 2 ,5 20 /0 .
Adanya perkembangan ekonomi riap propinsi yang berbeda-beda ini
sangat rnenarik untuk diteliti; apa yang rnenjadi penyebab tingginya
perrumbuhan ekonomi di sam propinsi, sementara di propinsi lain
mengalami pertumbuhan yang negatif (Catatan: diasumsikan PDRB per
kapira merupakan indikator ekonomi suaru propinsi). Bagaimana peran
investasi, mutu modal rnanusia, perubahan dernograf dan sektorpemerintah dalam menjelaskan pertumbuhan ekonomi daerah?
B. Formulasi Masalah
Berbagai penelitian empiris yang dilakukan dalam mengamari pengaruh
besar kecilnya peran pemerintah (yang diukur dari besarnya proporsi
anggaran konsumsi pernerintah relarif terhadap output/pendapatan total)
terhadap perrurnbuhan ekonomi mernperlihatkan hasil yang saling
kontradiktif, Landau (1983) menemukan korelasi negatif yang nyata antara
persentasi pengeluaran konsumsi pernerinrah dalam GOP nil dan tingkatpertumbuhan GDP riil!kapita. Hasil yang sarna juga diperoleh Barro (1989)
dan Romer (1990). Di pjhak lain, Kormendi dan Meguire (1985) tidak. , . .
menemukan bukti menyakinkan adanya hubungan negatif antara rata-rata
pertumbuhan persentasi anggaran pengeluaran pemerintah dalam GDP riil
dan rata-rata pertumbuhan GDP riil. Ram (1986) malah menemukan bahwa
efek pertumbuhan pembelanjaan pernerinrah rerhadap pertumbuhan GDP
riil secara signifikan adalah positif.
1 2 8
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 9/41
P e n ga ru h P e n gg u na a n V a ria be J Demografi
Penting dicatat bahwa semua studi empiris yang telah disebut di atas
tidak memperhitungkan pentingnya pengaruh perubahan demografi
terhadap efisiensi penyediaan dan konsumsi barang publik. Kelley (1976)
yang melakukan studi empiris dengan data cross-section dalam peri ode
1961-63 menemukan bahwa kepadatan penduduk dan jumlah penduduk
total ternyata memperlihatkan efek yang negatif terhadap anggaran
pengeluaran konsumsi pemerintah. Menurut Kelley, faktor kepadatan
penduduk dan jumlah penduduk total menggambarkan skala ekonomi
sektor pemerintah dalam penyediaan dan konsumsi barang publik, Karena
itu, perubahan-perubahan yang terjadi dalam kedua faktor tersebut menjadi
sangat penting diperhitungkan dalam rnenganalisa pengaruh besarnya sektor
pemerintah rerhadap pertumbuhan ekonomi.
B. S. Lee dan S. Lin6memperluas analisa yang telah dilakukan Kelley
(1976) dan Barro (1988 dan 1989) mengenai pengaruh besarnya sektor
pernerintah terhadap pertumbuhan ekonomi deogan menekankan
pentingnya peranan variabel-variabel demografi. Persamaan regresi yang
digunakan hampir sarna dengan persamaan regresi Barro (1989) dengan
kekecualian adanya variabel-variabel demografi. Menurut Lee dan Lin,
diikutsertakannya variabel-variabeI demografi akan mempengaruhi
penentuan peranan sektor pemerintah dalam perekonomian. Persamaan
regresi yang akan diestimasi:
Keterangan:
I: rasio investasi total (swasta dan publik) terhadap PDRB riil
y
PG
y
: rata-rata tingkat pertumbuhan populasi/tahun
: rasio pengeluaran konsumsi pemerintah terhadap PDRB riil
VI ( V2) : rasio ketergantungan penduduk muda (tua)
E : proporsi kelompok umur yang bersekolah di sekolah
menengah
Bun Song Lee, Shuanglin Lin, "Government Size, Demographic Changes, and Economic
Growth," In te rn atio na l E co no mic J ou rn al, vol 8, 1994, hal. 93·95
1 2 9
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 10/41
Setiati
Y o : PDRB riil/kapita pada tahun t=O
P : jumlah penduduk total
D : kepadatan penduduk
Y : rata-rata tingkat pertumbuhan PDRB riil/kapita per tahun
Data mengenai indikator-indikator ekonomi daerah yang diperlukanuntuk mengestimasi persamaan regresi di atas diperoleh dari Staristik
Pendapatan Domestik Regional Bruto 1983-1992, sedangkan data-data
menyangkut faktor-faktor demografi diperoleh dari Sensus Penduduk tahun
1980 dan 1990. Analisa akan dilakukan atas data 25 propinsi di Indonesia
untuk peri ode 1983/84-1992/93 mengingac ketersediaan data indikator
ekonomi regional yang hanya sarnpai rahun 1992/93.
II. KERAJ.'l'GKA TEORITIS
Sebagaimana telah dikernukakan, selain menguji model pertumbuhan
ekonomi, penelitian ini juga bertujuan unruk menganalisa pengaruh sektor
pemerintah, investasi dan mutu modal manusia terhadap pertumbuhan
ekonomi daerah e l i Indonesia dengan memberi penekanan akan pentingnya
variabel-variabel demografi. Berikut adalah kerangka analitis yang
digunakan untuk memperlihatkan bagaimana variabel-variabel demografi
seperti rasio ketergantungan usia muda (rua), kepadatan penduduk dan
jumlah penduduk mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Selain itu, dalam
model yang sarna diperlihatkan pula bagaimana variabel demografi juga
mempengaruhi dampak besar kecilnya peran sektor pernerintah (yang
diukur dari besarnya rasio pengeluaran pemerintah terhadap PDRB riil)
terhadap pertumbuhan ekonomi di suatu daerah.
A. SpesifikasiModel
Kerangka teoritis yang dipergunakan didasarkan pada fungsi teknologi
produksi. Dalam penelirian ini, fungsi produksi diasumsikan bersifat
constant returns to scale terhadap semua fakror produksi. Bentuk fungsi
produksi yang digunakan adalah sebagai berikut:
Y = F(K, L,G. H) (2.1.1)
di mana Y adalah output riil, K adalah modal fisik, G adalah arus jasa sekror
pemerintah, L adalah tenaga kerja sedangkan H ialah rnutu modal manusia.
Dengan membagi kedua sisi persamaan (2.1.1) dengan jurnlah
penduduk total, P . akan diperoleh output per kapira, y, dalam fungsi sebagai
berikur:
130
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 11/41
Pengaruh PE:I 'ggunaan Va ri ab el De rnogra f
_ \ ' = f ( . gJJ I l (2.1.2)
Y K G L Hdi mana v = - k = -.g = -.1 = - dan n= - Diferensiasi total
. p' [' P P P
persamaan (2.1.2) akan menghasilkan:
dy = 1dk + hdg + hdl + 14dh
K G L H= fld(!) + f2d{,) + f3d( p) + f4d(p)
dK K dP dG G dP= 1[ - , ; -(p)(-;)1+ h[-;- (pXp)J+
dL L dP dH H dP
13[-; - (p)(p)] + 14[-; - (p)(-;)]
(2.1.3)
hdan I~ = _ . _ . Karena asumsi fnngsi
c H
cY . ay B Yproduksi yang linearly homogeneous, maka (, = --,j, = - J.=._, dan
" 1 7 K - E G . • a L
BYI,= - , di mana semua koefisien sekaligus mencerminkan nilai
BH
produktivitas marginal masing-rnasing faktor produksi yang digunakan.
Jika masing-masing sisi persamaan (2.1.3) dibagi y, akan diperoleh
persamaan yang menghubungkan tingkat perrumbuhan output per kapita
dengan rasio investasi terhadap output, ringkat pertumbuhan populasi,
proporsi pengeluaran konsumsi pemerintah terhadap output, tingkat
pertumbuhan angkatan kerja dan rasio mutu modal manusia terhadap
output:
d y IId K !P - (K I P ){ d P I P ) 1 2 [d G I P - (G i P ) ( d P l P )
Y Y I P y i P
13[dLJ P - (LI PXdP j P) 14[dH I P - (H! P)(dP! P)
Y I P Y I P
1 3 1
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 12/41
Setiati
dy dK K dP dC G dP dL L <iP-- =/,- - /1(-)(-) + 1'1- - f2(-X-) + j-, - - 1~(-)(-),. y r P - Y Y P ,) Y ,)} ' f'
dH H dP+I. - - f (-){-)
4 Y 4 Y P
c A . ' dK K C L H dP_:__= I, (-) - [I,(-) + 1'1(-)-e- 11(-) + f4(-)](-)y y y -y -'y y P
dGG dLL dH H
+h(G)(Y) + f3(iX---;) + f4 (/iXy)
(2.1.4)
Misalkan v1 dan V2 masing-rnasing adalah rasio ketergantungan usia
muda dan rasio keterganrungan usia tua. VI didefinisikan sebagai jumlah
penduduk usia 0-14 tahun dibagi dengan jumlah angkatan kerja (penduduk
berusia 15-64 rahun) sementara V2 adalah jumlah penduduk usia 65 tahun
lebih dibagi dengan jumlah angkatan kerja. Hubungan antara angkatan kerja
dengan jumlah populasi diberikan sebagai berikut:
PL = ----. ----
(I + \'] -" -< '2 )
(.2.1.5)
Dengan mendiferensiasi total persamaan (2.l.5), diperoleh:
dL = dP(1 + VI + v2) - P(dv] + dv1)
(1+v] +V1)2
Selanjutnva, kedua sisi persamaan di aras dibagi dengan L (lihat persarnaan
(2.1.5):
dL dP (l+ V I + V I ) P(d,,"] + c A '2) (I + v, + \'2)
L 1 + V I + 1 . ' 2 P?
PI+v1 +1. '2)-
dP dv1 c A '2
(2.1.6)P (I+ V I + v2) (] + V I + \'2)
Dalam penelitian ini-;'\diasurnsikan bahwa mum modal manusia, H,
mencerminkan arus jasa dari stok modal manusia dan bahwa rasio H
terhadap output riil, H /Y bersifar linearly homogeneous terhadap rasio
invesrasi modal manusia terhadap output riil, yang diproksi oleh enrollment
rate pada sekolah menengah, E, pendapatan per kapita awal, Y o dan Y O . 2
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 13/41
P e ng ar uh P e ng gu na an V a ria be l D e m o gr afi
H 2- -; H (E,yO 'YO )Y
(2.1.7)
HImplikasi dari asurnsi bahwa - bersifat linearly homogeneous:
y
di mana hl ;;;;;
H 2- = hiE + h2yO + h3yOy
8(HIY) 8(HIY) o(H/Y)- - , ~ = sedangkan h3 = 2'
8E ~O O yo
HMum modal manusia, yang diukur oleh seharusnya tergantung
y
(2.18)
secara positif pada investasi dalam modal manusia, E, sehingga nilai
Hkoefisien hl positif. - juga tergantung pada tingkat pendapatan per kapita
y
awal, Yo, karena Yo menentukan efisiensi investasi dalam modal man usia.
Dalam literatur ekonorni pembangunan, terdapat indikasi bahwa rates of
returns terhadap pendidikan di negara-negara berkembang, lebih tinggi
daripada di negara maju.7Salah satu penjelasan kenyataan di atas adalah
bahwa sekolah menengah di negara-negara berkembang masih sangar sedikit
jumlahnya sedangkan di negara maju, hampir semua penduduk dengan
kelompok umur yang relevan memasuki sekolah menengah. Dengan
demikian, koefisien hl diekspektasikan bernilai negarif, Sernentara itu,
Hkoefisien h ] yang mencerminkan efek Yo2 terhadap - diperkirakan bernilai
y
positif mengingat bahwa dampak negarif tingkat pendapatan per kapita awal
terhadap social rate of returns untuk sekolah menengah akan semakin besar
seiring dengan meningkatnya ringkat pendapatan.
Dengan mensubstitusi persamaan (2.1.6) dan (2.1.8) ke dalam
persamaan (2.1.4):
Gillis, er. al., 1987 menyebutkan bahwa social rates of return unruk sekolah menengah
di Brazil, Ethiopia da n India berturur-rurur adalah 24%, 19% dan 14%. Sernentara itu,
rasio yang sam a unruk Jepang dan Inggris adalah 9%, sedangkan Amerika adalah 11%.
1 33
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 14/41
Setiati
dy dK K G H dP. _ = - 1(~)-[J (-) + f (-)+14(-)]-y I y I y 2y Y P
L dP dG G L dP-h(y)(-;)+ h (G )(Y )+ h (y )(p)
L dvl vI L dv2 v2-1,,(-)( )- - h(-)( )-
-' r I + vI + v2 v I Y I + vI + v2 " z
dH 2+14 - (hI E + h2yO + h3yO )
H
d y dK dP G---:-= bl (-) + b-; (-) +b
3(- )
y y - P Y
2+ b4v l + bS v2 + h 6E + b7yO + bgyO
di mana b, =II
(2.1.9')
K G Hb2 = = -[II (-y) + 12 (Y) + 14 (y)l
dGb... = = 12(-)-' G
L d v 2bS = = -13 (-)[ 1
Y V 2 (1+ V I + v2 )
dHh6 =14hl(-)
H
dHb7 =i4h2(-)
H
dHbg =14h3(-)H
.\
." dy J dK . dPDengan definisi y = = - , - = - dan P =: -, persamaan (2.1.9)
y Y r P
dapat ditulis sebagai berikur:
134
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 15/41
Pengaruh Penggunaan Variabel Demografi
(2.1.9')
Karena kondisi economies of scale dalam penyediaan dan konsumsijasa pernerintah, variabel jumlah penduduk total, P , p 2 dan variabel
kepadatan penduduk, D, ikut mempengaruhi dampak pengeluaran
pemerintah terhadap output, b J • Untuk mengurangi derivasi matematis yang
rumit, kira asumsikan bahwa b, berhubungan dengan P , r dan D dalam
bentuk sebagai berikut:
(2.1.10)
Dengan perkataan lain, persamaan (2.19') dapat dituliskan dalam bentuk
Jain:
. / . . G 2y = h i --;: +b2P+h3 y+b4v1 +"5 "2 +b6EO +b7yO +bSYO
2+h9 P + hlO P +hI! D
(2.1.11)
di mana b ~ = a( p b 9 = al, b J O = az dan b ll = QJ. b , yakni koefisien yang
menggambarkan produk marginal modal mempunyai nilai positif. b1merupakan penjumlahan negatif dari elastisitas output terhadap modal, jasa
pemerintah dan mutu modal manusia yang sekaligus juga meneerminkan
efek pertumbuhan penduduk atau populasi terhadap tingkat perturnbuhan
ekonomi. Terdapat kemungkinan bahwa koefisien b1 berniJai positif jika
Gelastisiras output terhadap jasa pernerinrah, /2 - , ternyata bemilai negatif.
r
GJika h - negatif, b1 akan positif kalau jumlah nilai absolut elastisitas
y
output terhadap modal fisik dan mutu modal rnanusia lebih keeil daripadaelastisitas output terhadap pengeluaran pemerintah. b~merepresentasikan
efek pengeluaran konsumsi pemerintah terhadap tingkat pertumbuhan
ekonomi. Landau (1983 dan 1986) dan Barra (1989) menemukan bahwa
koefisien b~bernilai negarif dan siginifikan. Akan rerapi, perlu diingat
bahwa kedua peneliti ini ridak mernasukkan variabel-variabel demografi
da la rn penel it iannya ,
135
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 16/41
Setiati
Nilai koefisien b, tergantung pada tingkat pertumbuhan rasio
dvkerergantungan usia muda, __ 1 . Untuk penelitian ini, dihipotesakan bahwa
vl
pertumbuhan rasio ketergantungan usia muda akan positif sehingga
koefisien b, akan negatif, Koefisien bs, yaitu koefisien unruk rasio
ketergantungan usia tua, Vb dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan rasio
dv dvketergantungan usia tua, _2_. Jika nilai _2_ negatif maka nilai koefisien
v2 v2
dv1
bs akan positif dan sebaliknya. Karenadv2
dan -- cenderung untuk
v2
bergerak dengan arah berlawanan, maka nilai koefisien b4 dan bs akan
mempunyai nilai yang juga berlawanan. Untuk itu, dihipotesakan bahwanilai koefisien bs akan positif.
Selanjutnya, untuk koefisien b6 diperkirakan akan bemilai positif
karena mutu modal manusia merupakan fungsi positif dari stok modal
manusia. Koefisien b, yang mencerminkan efek tingkat pendapatan per
kapita awal terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi diekspektasikan
bernilai negatif karena ra te o f re tu rn untuk pendidikan lebih tinggi terjadi di
negara-negara dengan tingkat pendapatan per kapita yang rendah, Dengan
begitu, negara-negara dengan ringkat pendapatan per kapita awal yang lebih
rendah akan tumbuh lebih cepat daripada negara-negara dengan tingkat
pendapatan per kapita awal yang lebih tinggi. Hipotesa konvergensi'' ini
didukung oleh studi yang dilakukan oleh Korrnendi d an Meguire (1985)
dan Barro (1990). Karena pengaruh negatif tingkat pendapatan per kapita
awal terhadap rate of return untuk pendidikan semakin lama akan semakin
lemah seiring dengan meningkarnya pendapatan, maka nilai koefisien b g
akan positif.
Nilai koefisien b9 dan bl1 mewakili dampak besarnya jumlah penduduk
dan kepadatan penduduk terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi, secara
berturur-rurut, Karena kontribusi econom ies o f sca le dalam penyediaan dan
konsumsi jasa pernerintah, maka nilai koefisien b9 dan bI1 akan positif.
Untuk koefisien blO, karena pengaruh besarnya jumJah penduduk terhadap
efisiensi jasa pernerintah diekspektasi akan makin lemah, maka b lO akan
negatif.
Hipotesa konvergensi didasarkan pada asumsi diminishing returns to scale dan
terjadinya difusi reknologi dari negara maju ke negara berkembang
136
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 17/41
Pengaruh Penggunaan Variabel Demografi
Dengan mernpertimbangkan adanya inreraksi yang terjadi antara
variabel-variabel yang digunakan dalam model di atas, maka dilakukan
modifikasi dari model di atas, yakni sebagai berikut:
. I . 'G 2
y =bl y+ b2P +b3 y +b4 vl + bSv2 + h6EO +b7yO +bgyO
") I I G 1+h9 P + blOP- + bl! D + b12 (y)E + bl] ( r ) y +b14 (y)Yo
(2.1.12)
Dengan memperhatikan tujuan penelitian dan spesifikasi model yang
digunakan, maka dalam penelitian ini akan digunakan data yang sekaligus
menyacukan data antar waktu (tim e serie s) dan data anrar individu (dalam
hal ini propinsi). Jenis data ini disebur pooled data arau panel data atau
longitudinal data.
B. Proses Estimasi Model
Secara reoritis, ada beberapa keuntungan yang diperoleh dengan
menggunakan panel data . Keuntungan yang paling jelas adalah semakin
banyaknya jumlah observasi yang dirnihki bagi kepentingan estimasi
parameter popuJasi. Semakin banyak jumlah observasi membawa akibat
positif dengan rnernperbesar derajar kebebasan (degree of freedom ) dan
menurunkan kemungkinan kolinearitas antar variabel bebas.9
Keuntungan Jain dari penggunaan data panel adalah dimungkinkannya
estirnasi masmg-masing karakreristik individu maupun karakreristik menurut
wakru secara terpisah. Dengan suatu data antar waktu saja, parameter yang
didapat adalah estimasi parameter antar waktu persamaan tersebut.
Sementara data antar individu akan memberikan parameter antar individu
saja. Dengan menerapkan proses estimasi data panel ke dalamnya maka
secara bersamaan akan dapar diestimasi karakreristik individu yang
meneerminkan dinarnika antar waktu dari rnasing-rnasing variabel bebas
tersebur,
Seeara ekonometris penyatuan data anrar waktu dan data antar
individual;" dengan sendirinya menambah masalah dalam proses esrimasi.Masalah tersebut adalah karena gangguan yang ada menjadi riga macam,
yaitu gangguan antar wakru, gangguan antar individu dan gangguan yang
berasal dari keduanya.
Cheng H'I<lO, " A na ly sis o f P an el Data". Carnbridge ·"ni,·. P re ss , 1 98 6
dalam hal ini, konsep anrar individu rnengacu kt::lda konsep antar propinsi, Kcdua
konscp mi digunakan secara bergantian.
137
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 18/41
Setiati
Ada dua eara yang dapat diterapkan terhadap pengaruh dari ganggu:m-
gangguan tersebur. Cara pertama adalah dengan menganggap bahwa seluruh
gangguan tersebut rnernpunyai sitar yang berdampak tetap (fixed eflect) dan
kedua adalah dengan menganggap bahwa seluruh gangguan tersebut
mengikuti sifat aeak (random elfect). Dengan menggunakan asumsi bahwa
gangguan tersebut mempunyai sifat berdampak tetap, maka berarri analisa
akan menggunakan model variabel boneka (dummy variable model).
Sedangkan dengan menggunakan asumsi bahwa seluruh gangguan bersifat
aeak, maka analisa akan mengarah pada error components model.
1. Pemilihan Metode Estimasi
Perbedaan antara model fixed dan random effect seringkali dianggap salah
kaprah.t' Mundlak (1978) menyatakan bahwa pengaruh dari gangguan
selalu dapat dinyatakan bersifat aeak. Namun dalam dummy variable model,sifat randomitas tersebut terbatas di dalam sarnpel data yang digunakan.
Dengan demikian kesimpulan (inference) yang diperoleh dari model ini pun
bersifat terbatas (conditional) di dalam sampel data yang digunakan. Judge 11
menyatakan bahwa conditional inference dapat diterima jika data individual
yang dirniliki bukan merupakan sampel random dari suatu populasi yang
lebih besar, Jika individu-individu dalarn sarnpel dapat dianggap sebagai
suatu sampel random dari populasi yang lebih besar dan penelirian yang
dilakukan ditujukan untuk rnembuat kesimpulan mengenai populasi
tersebut, maka model error components dianggap lebih sesuai, Dengan
mernperhatikan data yang digunakan dalam penelitian ini, maka pendekatan
yang digunakan untuk mengestimasi persamaan (2.1.11) adalah mengikuti
asumsi dalam model variabel boneka.
2. Metode Estimasi yang digunakan
Dalarn dummy variable model, efek dari gangguan diasumsikan merniliki
pengaruh yang tetap. Karenanya efek tersebut dianggap sebagai bagian dari
konstanta (intercept) model persamaan. Selain itu, dalam model ini juga
diasumsikan bahwa semua unit individu (cross-sectional units) memiliki
vektor koefisien yang identik, kecuali konstanta (irttercept)-nya. Dalam
model ini, perbedaan antara unit individu dianggap dapat terefleksi melalui
perbedaan konstanta (intercept).
11William H. Greene, Econometric Analysis, MacMillan Pub!. Coo. 1993, hal. 479
Judge, George G., et. al., Introduction to the Theory and Practice of Econometrics, 2nd
cd., John Wilcy and Son, Singapore, 1988, hal.489
138
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 19/41
Pengaruh Penggunaan Variabel Demografi
Seperti telah disebut di atas, esrimasi dengan model variabel boneka ini
mengasumsikan juga bahwa vektor koefisien (slope) untuk semua unit
individu adalah identik. Unruk memperoleh koefisien untuk masing-masing
unit individu, diperlukan metode estimasi lain yaitu S ee min gly U nrela te d
Regressions .
Dalam model S eem in gly Un re la te d R eg re ss io ns diasumsikan bahwa sifat
pengaruh gangguan adalah tetap, namun masing-masing unit individu
mempunyai vektor koefisien yang berbeda. Satu karakteristik lagi yang
membedakan metode ini dengan metode estirnasi data panellainnya adalah
secara eksplisit metode tnt memasukkan kemungkinan eksistensi
contemporaneous correlation yakni terjadinya korelasi antar gangguan yang
berasaJ dari persamaan-persamaan yang berbeda pada satu waktu yang
tertentu, lJ Karena dalam model variabel boneka, dua asumsi di atas tidak
ikut diperhitungkan, maka bisa dikatakan bahwa model variabel boneka
lebih restriktif daripada model SUR ini.
Metode SUR pada dasarnya digunakan dalam situasi di mana terdapat
lebih dari satu persamaan untuk diesrimasi. Dalam pengolahan data panel,
persamaan-persamaan dari tiap unit individu dianggap merupakan
persamaan yang berbeda, Dengan asumsi terdapatnya contemporaneous
correlation, proses esrimasi akan lebih efisien jika persarnaan-persamaan
terse bur diestimasi secara gabungan (jointly) dibandingkan jika proses
estimasi dilakukan dengan cara mengestimasi masing-masing persamaan
secara terpisah dengan l ea s t squa re s.
III. A NA LISA H ASIL ESTIM ASI
Dalam penelitian ini, secara apriori diasumsikan bahwa pertumbuhan
ekonomi dipengaruhi secara nyata oleh kondisi awal perekonomian yang
bersangkutan. Faktor kedua yang dianggap mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi adalah sum her penerimaan propinsi yang bersangkutan. Dilihat
dari surnber penerimaannya, propinsi-propinsi di Indonesia dapat dibedakan
menjadi propinsi-propinsi dengan sumber penerimaan yang berasal baik dari
hasil migas dan nonmigas dan propinsi-propinsi dengan sumber penerimaan
selain hasil migas.
Dengan memperhatikan kekhususan karakteristik ekonomi dan
demografi yang dirniliki Daerah Khusus Ibukota Jakarta, maka unruk
memberikan gambaran yang lebih baik rnengenai Indonesia secara
keseluruhan, DKI Jakarta ridak dimasukkan dalam analisa. Dengan
Hal ini berbeda dengan orokorelasi yakni adanya korelasi dan waktu ke wakru anrar
gangguan yang berasal dari satu persarnaan.
139
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 20/41
Setiati
dernikian, keduapuluhlima propinsi yang akan dianalisa seluruhnya dibagi
menjadi empat daerah.
Daerah I rerdiri dari Daerah Istimewa Aceh, Riau dan Kalimantan
Timur. Daerah Imerupakan kelompok propinsi dengan peran sektor migas
yang sangat dominan dalam perekonomian propinsi tersebut dengan tingkatpendapatan per kapita tertinggi dibandingkan propinsi-propinsi lain. Daerah
n terdiri dari tiga propinsi yang memiliki sumber penerimaan migas dan
merupakan tiga propinsi dengan rata-rata tingkat pendapatan per kapita
kedua tertinggi setelah tiga propinsi yang termasuk daerah I. Daerah nadalah propinsi-propinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan dan Irian Jaya.
Sernenrara itu, empat propinsi yang berada di Pulau Jawa yakni Jawa Barat,
Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogiakarta dan Jawa Timur dikelompokkan
sebagai satu daerah tersendiri (daerah IV) mengingat propinsi-propinsi ini
dianggap mernpunyai kesamaan karakteristik ekonomi dan demografi
(namun tetap tidak bisa dianggap sarna dengan DKI Jakarta). Dibandingkan
dengan kelompok daerah lain, daerah IV ini dianggap mempunyai akses ke
pusat pertumbuhan ekonomi nasional di Jakarta. Daerah III terdiri dari
sernua propinsi lain yang belum dimasukkan dalarn ketiga daerah di atas,
A. Rata-rata Variabel yang digunakan dalam Penelitian
Unruk rnelihat bagaimana perkembangan ekonomi clan demografi yang
terjadi di daerah-daerah yang termasuk dalarn analisa, clapat dilihat pada
Tabel 4 dan 5.
Tabel4Urutan Propinsi Menurut Rata-rata Tingkat Pendapatan per Kapita Riil Beserta
Rata-ratapr0!iUsselama 1983-1992
::_U'tH:%dmtH;t\t;:t; l l i i%tRfmwiit:::::S$.tjid:kmntJi;:Hlml:f' i j~ji j j i jt;Oaerah 1
K alim an tan T im ur 3.291.226
Riau 2.840.991
D I A ceh 1.528.858
D ati IIS um atera S ela ta n 766.813
Iria n la va 648.341
S um atera U tara 504.231
D ati III
K alim an ta n T en gah 526.714
Bali 495.945
Kalim an ta n S ela ta n 484.167
K alim an tan B arat 426.611
1 40
59,46
82,59
68,68
23,21
17,97
3,27
1,90
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 21/41
P e ng ar uh P e ng gu na an Variabel Demogra f i
Lanjutan Tabel 4
Maluku
[arnbi
Bengkulu
S ulawe si S ela ta nS ulaw esi U tara
S ulawe si T en gg ara
S ulaw esi T en gah
lampung
N TB
NIT
411.129
372.158
360.133
356.215351.916
349.724
304.404
283.928
220.432
203.829
1,18
3,48
Dati IV
Jaw a T im ur
jawa Barat
[a w a T e ng ah
01 Yogya ka rt a
456.412
455.063
378.381
336.324
0,07
12,54
9,37
T id ak t erma suk
OKI Jakarta 1.495.142
Sumber: Biro Pusar Statistik
Tabel5
Rata-rata Variabel Indikator Ekonorni dari Tiap Daerah
selama 1983/84-1
PD RB per kapita tahun 2.494.659 580.954 300.518 314.506 599.705
83/84
PDRS per kapita tahun 2.716.344 749.053 460.537 510.896 773.913
92193
Rata-rata
Pertumbuhan PDR B per 0,95 2,82 4.'4 5,39 2.83
k ap it a s elam a 1983-1992
R ata-rata Investasi per
P DR B riil 83/84-92/93 17,30 2:\.29 17.0S 20,20 19,37
Ra ta -r at a p er tu rnbuhan
investasi <},19 6/12 7.91 7,89 7,96
P en ge lu ara n k on su rn si
pem erintah / PD RB riil 2,68 <),52 14.31 12,89 10.48
83/84-92/93
Rata-rata pertumhuh.in
p en ge lu ara n k on su rn si S,37 S.03 0.98 3,98 4,66
emerintah
Surnber: Pengolahan data bersumber dari berbagai publikasi BIro Pusat Statistik
1 41
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 22/41
Serra t i
Dari tabel terlihat bahwa rata-rata pertumbuhan PDRB per kapita riil
--yang digunakan sebagai indikator laju pertumbuhan ekonomi dalam
penelitian ini-- selama 1983/84-1992/93 di daerah III dan IV berada di atas
rata-rata 25 propinsi. Namun tidak demikian halnya dengan rata-rata
pertumbuhan PDRB per kapita riil di daerah I dan II. Rata-ratapertumbuhan PDRB per kapita riil dalam periode yang sarna untuk Daerah I
berada di bawah rata-rata 25 propinsi. Di daerah II, rata-rata pertumbuhan
PDRB per kapita riil bisa dikatakan kurang lebih sarna dengan rata-rata
nasional.
Dengan hanya memperhatikan daerah I, II dan I1I,14 terlihat adanya
hubungan yang positif antara rata-rata pertumbuhan PDRB per kapita
dengan rata-rata proporsi pengeluaran konsurnsi pernerinrah terhadap
PDRB riil. Daerah yang memiliki proporsi penge1uaran konsumsi
pernerintah dalam PDRB riil paling tinggi mempunyai rata-rata
perturnbuhan PDRB per kapita tertinggi dan sebaliknya. Daerah III,
misalnya, dengan rata-rata proporsi pengeluaran konsumsi pemerintah
dalam PDRB riil sebesar 14,31% rnencarat rata-rata pertumbuhan PDRB per
kapita sebesar 4,74%. Sebaliknya, daerah I dengan proporsi pengeluaran
pemerintah sebesar 2,68% memiliki rata-rata pertumbuhan PDRB per
kapita terendah, yaitu sebesar 0,95%. Dalam kerangka yang sarna,
hubungan antara tingkat pendapatan awal dan rata-rata pertumbuhan PDRB
per kapita terlihat negatif. Hal ini sekaligus berarri mendukung hipotesa
konvergensi sebagaimana diasurnsikan di atas, Daerah I merupakan daerah
dengan tingkat pendapatan per kapita riil rerringgi yang laju pertumbuhanekonominya seeara rata-rata terendah. Sebaliknya daerah III yang tingkat
pendapatan per kapita riilnya paling rendah ternyata mempunyai laju
pertumbuhan ekonomi paling tinggi (di antara riga daerah tersebut).
Rendahnya laju pertumbuhan ekonomi di daerah I diperkirakan juga
diakibatkan oleh menurunnya penghasilan dari minyak burni dan gas alam
yang merupakan sektor paling dominan dalam perekonomiannya.
Tabel 6 berikut menggambarkan sebagian karakreristik demografi tiap
daerah. Indikator-indikator yang digunakan adalah jumlah penduduk,
pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk, tingkat partisipasi sekolahmenengah dan tingkat ketergantungan usia muda (tua). Sernua data yang
digunakan bersumber dari publikasi Sensus Penduduk 1980 dan Sensus
Penduduk 1990 yang diterbitkan oleh Biro Pusat Staristik,
14Daerah IV yang rerdiri dari propinsi-propinsi di [awa merniliki rata-rata perrurnbuhan
ekonomi tertinggi dibandingkan dengan daerah lainnya, rerurarna karena keuntungan
lokasi yang debt dengan pusat kegiatan ekonomi nasional di J akarta.
142
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 23/41
Pengaruh Penggunaan Variabel Demografi
: ' , , ' . ' , . . : : . : = ' : . : : : . . . ' : . : : \ : \ \ : : . . : : : : :~ta' ;~):;~(~tll: ,·R~~S!;U".l: : ' . '~ r e e { : :: : : :M ~ ~ [ ia , ·.. ....:.::,: :'.. .:'U::. :::f);{Ji~1:)i:.:Pii.iliIl.:,t;Mm*Jlt::::oa~~~:M'2$P@f@~L
Tabel6
Rata-rata Variabel Indikator Demo~~a.iidi tiap Daerah selama 1980-1990'
Populasi a D 1.996.342 4.695.320 2.365.635 21.184.079 7.560.344
Populesi 'l0 2.856.504 6.064.791 2'l47.387 24.824.443 'l.173.2B2
P en urn bu han pen du du k 3.58 2.16 2.,20 1,59 1,93
Rata-rata Kepadalan pend.
80-90 20,66 2:'.06 48.39 699,24 198.84
Rata-rata 5ER·· 55,80 '17,60 51,31 45,52 49,14
Rata-rata perturnbuhan SER 1,64 2,28 1,41 1,14 1,44
Rata-rata VI 80-90 7),63 80,OJ 73,19 62,16 64,54
Rata-rata V2 80-90 4,49 5,21 5.83 6,79 6.42
Catatan:
1) Semua data rnenggunakan data SP 80 dan SP 90
2) SER = Secondary School Enrollment Rario/Tingkat Partisipasi Sekolah
Menengah
L (O - 15)tahun3) V t = rasio ketergantungan usia muda = -- -- --
LCI5 - 64)lahun
r . ( 65+ )tahun4) V2 = rasio kererganrungan usia tua = - - - - - ~
r . ! 15 - 64 )tahllnSumber: Sensus Penduduk 1980 dan Sensus Penduduk 1990
Rata-rata pertumbuhan penduduk di 25 propinsi selama tahun 1980-
1990 tercatat 1,93%. Jika dilihat per daerah, ternyata hanya di daerah 'IV
saja yang rata-rata pertumbuhan penduduknya lebih rendah daripada rata-
rata 25 propinsi (1,59%). Jika dihubungkan dengan Jaju pertumbuhan
PDRB per kapita (dalam kurun waktu yang kurang lebih sama), terlihat
adanya hubungan yang negarif dengan laju pertumbuhan penduduk. Daerah
IV yang laju pertumbuhan ekonominya tertinggi mempunyai laju
pertumbuhan penduduk yang terendah dan sebaliknya daerah I yang laju
perrumbuhan penduduknya tertinggi mencatat laju pertumbuhan ekonomi
yang rendah. Hubungan negatif juga terlihat antara laju pertumbuhan
ekonomi dengan rata-rata kepadatan penduduk.
Sernenrara itu, hubungan antara laju pertumbuhan PDRB per kapitadengan rata-rata tingkat keterganrungan usia tua (V2 ) terlihat positif di
mana daerah yang tingkat keterganrungan usia ruanva tinggi juga mencatat
laju pertumbuhan ekonorni tertinggi, Hal yang rnenarik adalah bahwa
daerah IV ternyara rnencatat rata-rata tingkat parrisipasi sekolah menengah
yang terendah sedangkan daerah I merniliki tingkat partisipasi sekolah
menengah tertinggi.
1 43
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 24/41
Set iat i
B. Hasil Estimasi Model
Dalarn proses estimasi, variabel-variabel pertumbuhan penduduk ( P ) danrasio ketergantungan usia muda (Vi) ternyata tidak nyata (signifikan)
herpengaruh secara statistik unruk semua daerah. Semua koefisien yang
ditampilkan dalam Tabel 7 sarnpai 10 berikut ini adalah nyata dengantingkat keyakinan 800/0. Nilai koefisien determinasi (1f) adalah sebesar
015,52% dan nilai uji F statistik mengindikasikan signifikansi nilai koefisien
.leterrninasi i n t o Sernentara itu, nilai statistik Durbin-Watson menjadi tidak
relevan dalam proses estimasi karena data yang digunakan merupakan data
panel. Penghitungan koefisien untuk masing-masing daerah dapat diikuti
b - b ik 1)se agar en ut:
Tabel 7
Koefisien Van abel Model Estirnasi Daerah I dengan Variabel Terikat
Perrumbuhan PDRB per Kapita Riil
(Daerah I: Dl Aceh, Riau dan Kalimantan Timur)
Populasi (juta) -6,977*10-7 9,447*10-8 0,000
Populasr' 1,224'10-13 1,768*10-14 0,000
Pengeluarall Pemerintah" 0,00752
lnvesrasr" 1,22717
Pendaparan per kapua riil (Rp.) -2.,289'10-7
I 02069onstanta o 1,388 00(10
Catatan : I)Merupakan rasio pengeluaran pemerintah/PDRB
21 Merupakan rasio investast/PDRB riil
Tabel 8
Koefisien Variabel Model Esrirnasi Daerah II dengan Variabel Terikat
Pertumbuhan PDRB per Kapita Riil
(Daerah II: Surnatera Utara, Sumarera Selatan dan Irian Jaya)
Populasi (juta) -0,456"10-7 1,773*10-7
Populasr' 0,13"10-13 2,386·10-14
Kepadatan penduduk -0,01451 0,00941
School Enrollment Ratio 0,01334 0,00543
Pengeluaran Pemerintah\' 0,00217
Investas i210,25865
Pendapatan per kapua riil (Rp.) 2,556*10-6
Pendapatan per kapua riil' -2,45P10-12 1,024*10-12Rasio ketergantungan u sia rua 0,23473 0,17B20
Koostanta -1 75731 Q 341 31
0,000
0,000
0,123
0,014
0,0170,188
DOQ()
Catatan : IIMerupakan rasio pengeluaran pemerintah/Pfrk.B
2\ Merupakan rasio invesrasi/PDRB nil
1\Koefisien-kocfisien yang menjelaskan hubungan anrara perrurnbuhan PDRB per kapita
rid dengan pengeluaran pemerintah, investasi dan pendapatan per kapita rill diperoleh
dari variabelvanabel inreraksi. Dengan demikian, standard error rang relevan tidak
dituliskan dalam tabel tersebut.
1 44
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 25/41
P engaruh P enggunaan . a riab el D em ografi
Tabel 9
Koefisien Varia bel Mode l Estimasi D aerah III dengan V arubel T erikar
Perrum buhan PDR B per K apita R iil (D aerah III: sem ua propinsi ran pa m ig as (tid ak
termasuk pro£insi-(!ro£insi c it }a\Va), Kalimantan Selatan dan M aluku) .
Va~t:~< :: .. . :: . :::. :. : ·:·~sien . S W . E r r o i :: : : : · : · : ti& * M E r ~ ,
Populasi (juta) 0,109-10-:- 9462"11-8 0.000
Populasr' ·0,009*10-13 1.-"0'1 0- ~4 0,000
Pcngeluoran Pemerintah I: 0.00014
lnvestasl" 0,01916
Pendapalan per kapita rill (Rp.: 3,187'10-8
Konstan ra __ . ~02 2 5 3 _ ._.__ _ _ Q : ! _ ~ _ ~ g _ QOOO_
Cataran : 1) Merupakan ra sio p en ge lu ara n p eme rin ra h/PDRB
2 1 M erupakan rasio m vesrasi/PD RB Tid
Tabel 10
K oefisien V ariabel M odel E stirnasi D aerah IV dengan V anab el T erik atPerturnbuhan PDR B per K apita R iil
(Daerah IV term asuk sem ua propinsi di ]3~a k ecua li D J (I J ak ar ta )Vah~:~::······ : :.:· ·.n :~~~ .:..·)?Std.trrQd)b:::z~i@:~;:.Populasi (juta)
Populasf
Pengeluaran Pernerintah II
tnvesrasr"
-0.005'10-7
0.001'10-13
0.U0516
0,79846
9434'''_'-8
1 .;- ::- 6 - 1 0- ~ ~
0,000
0.000
Pendapatan per kapita riil (Rp.1 -7.598·10-8
Konstanla -0,3151 ~._~ Q ,-~ I('~~ _ . .. _ _Q ! ~ Q Q _
Catatan : 1) Merupakan r~ ~ io -;;~ ~ elu ara n p emenmah !PDRB
2) Merupakan rasio invesrasi/P DR B riil
Untuk semua daerah, pengaruh investasi rerhadap perrumbuhan PDRB
per kapita riil yang menjadi indikator penumbuhan ekonomi--sesuai
hipotesa awal penelirian ini-- adalah positif dan nyata. Pengaruh invesrasi
rerhadap perrumbuhan ekonomi yang rerringgi tercatar untuk daerah I.
Selama tahun 1983-1992, laju perrumbuhan ekonomi daerah ini adalah
yang terendah mengingat turunnya pendapatan sektor rnigas yang sangat
dorninan di daerah ini. Akibatnya, efek multipl ier dari kegiatan-kegiatan
invesrasi yang dilakukan ternyata menjadi besar. Jika untuk sementara,
daerah IV tidak diikursertakan, maka seharusnya pengaruh investasi kedua
terbesar akan terjadi di daerah II (yang laju pertumbuhannya kedua
rerendah sesudah daerah I). Selanjutnya adalah daerah III. Untuk daerah IV
(Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogjakarta dan Jawa Timur) yang laju
pertumbuhannya tertinggi ternyata juga rnemiliki efek multipl ier investasi
yang besar juga. Faktor kedekaran Jawa dengan pusat perekonornian Jakarta
mungkin rnenjadi salah satu penyebab efisiennya kegiaran investasi yang
145
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 26/41
Setiati
dilakukan. Selain iru, dibandingkan daerah lain, jawa boleh dikarakan
memiliki saran a infrastruktur yang cukup memadai.
Beberapa indikator infrastruktur yang bisa diperoleh untuk tiap
propinsi (Tabel 11) menunjukkan bahwa secara rata-rata, propinsi-propinsi
yang termasuk dalam daerah III masih tertinggal dari propinsi lainnya.Indikator infrastruktur pengadaan listrik memperlihatkan rendahnya
konsumsi energi per kapita --yang diproksi dengan jumlah energi listrik
yang terjual oleh PLN-- penduduk daerah III (81,02 Kwh/bulan) dan
rendahnya persentase rumahtangga pedesaan yang mempunyai akses ke
PLN (19,61%). Selain iru, proporsi panjang jalan yang rusak jauh lebih
besar daripada jalan yang kondisinya baik (40,59% rusak sedangkan jalan
berkondisi baik hanya 29,16%). Berbeda dari propinsi-propinsi di jawa,
konsumsi energi listrik/kapita mencapai 182,5 Kwh/bulan dan electricified
rural households mencapai 31,8%. Perlu dicatat bahwa unruk negara lain,
dengan tingkat pendapatan per kapita dan kondisi perekonomian yang
hampir sarna seperti Malaysia, Thailand dan Philipina, kondisi pengadaan
infrastruktur yang diukur dengan indikator yang sarna jauh lebih
rnemadai.l"
Koefisien yang menunjukkan pengaruh perubahan dalam variabel
jumlah pcnduduk terhadap perturnbuhan PDRB per kapita menunjukkan
arah negatif di daerah I, daerah II dan daerah IV Hal ini berarti kenaikan
jumlah penduduk menurunkan penumbuhan ekonorni, Hanya di daerah III
saja kenaikan jurnlah penduduk meningkatkan pertumbuhan ekonomi--
sesuai dengan hipotesa awal penelitian ini. Narnun terlihat pula bahwapengaruh positif perubahan jurnlah penduduk terhadap pertumbuhan
ekonomi akan menjadi semakin lemah karena koefisien variabel r negatif,
Menurut hipotesa awal, seharusnya koefisien yang menjelaskan
hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk merniliki
arah positif karen a adanya kontribusi dari variabel jurnlah penduduk dalam
pencapaian economies of scale dari penyediaan dan konsumsi jasa
pemerintah. Namun dalam penelitian ini, ternyara hanya koefisien untuk
daerah III saja yang sesuai hipotesa awa!.
"Indonesia: Growth, Infrastructure and Human Resources", World Bank Report No.
l0470-IND, Mei 1992, hal. 91
1 46
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 27/41
P e n ga ru h P e n gg u na a n V a ria b e l D e m o g ra fi
Tabel l l
D I A ce h
Riau
Ko.II.1imur
Oaerah t
S um . lnara
Sum. Selatan
I ri an l ay a
Daerah II
Sum. Barat
Jambi
Bengkulu
Lampung
K al . B ar at
Kal, Tengah
Ka l i . S e la ta n
SuI. Utar.
S u i. T en ga h
Su I. Se la ta n
SuI. Tenggar.
Bali
NTB
NIT
!lAaluku
Doerah III
JaWiI Sara1
j aw a T en ga h
Dt Yogyakarta
[awa Timur
Daerah IV
55,54
101,59
238.46
117.17
172,67
107,87
n,38
141.56
100.04
69,51
59,50
41,56
120,79
156.84
46.68
87,88
35.24
tQ7,5'l
33.34
2450
6<),20
81.02
249.90
114,SQ
144,13
178,27
58,54
38.78
11,08
31,76
27)6
24,43
15,32
10.57
19,70
15,04
8,79
26,S7
6,37
15,58
11,23
26.35
)0,13
16,63
25,62
<),43
56,tO
17,74
6.4B
31,30
19,61
31,81
34,27
66,33
27,43
0,37 3.391,80
0,49 3.155,SI}
0,65 1.207,90
0,46 7.755,20
0,55 5,162,00
0,33 4.1%,10
0,55 2.724,60
0,47 12.082,70
0,37 3.340.40
0,33 1.572,10
0,33 1.185,70
0,22 2.162,40
0,24 1.983:40
0,19 1.6]0,10,
0,36 2.400.90
0,41 1.80B.Sf )
0,57 2.373,20
0,34 1.543,90
0,22 2.115,40
0,66 1.650,10
0,23 6'12£>,60
0,19 1.403,80
0.40 1.510.70
!l,33 33.607,20
0.30 & .120,so
0,23 7.909,90
O.JO 1.737,80
0.37 8.346,()O
33.91 3.094,00
28,26 4,512,10
29,28 1.376,90
30,66 11.983,00
25,06 6.392,30
39,% 3.394,20
36,75 1,927,00
31.37 11.71350
30,94 2.529,20
28,12 1.941,10
32.21 1.522,50
34,';2 2.236,40
31,95 1.498,40
37,38 1.280,40
17.51 4.1&6,60
27,04 1.983,50
30,06 2.506,10
27,56 2,067,90
31,7& r.asz.ro
23.35 2.827,00
33,8t 4'1>0,00
27,01 1.776,80
30,10 1.687.90
29,16 34.B~5,90
34,33 6.306,90
4],52 5.787,]0
25,77 1.546.40
36,24 8.660.60
30,93 3.516,30
40,42 3.496,80
33,37 1,541,10
35,86 8.554,20
]1.03 9.047,00
32,32 2.911,60
25,99 2.762,10
30,41 14.720,70
13.43 4.926,70
34,72 2.077.90
41,36 973,20
35,71 1.864,70
24,14 2.725,40
29,36 1.450,10
30,38 7.147,50
29,66 2896,40
Jl,74 3.016.20
36,91 1.991),00
28,26 2.662.40
~O,O1 2.588.7'1
24,16 6.612.41"1
34,19 2,016,GO
3],63 1.820,81)
30,25 46.769.1)(\
35,37 50403.60
31,84 4.479.311
22,<1] 3.459,7()
37,70 6.001,60
35,16
31,32
37,]5
33,82
4],91
27,72
37.26
38,22
45,&3
37,16
26,44
29,77
43,91
3],25
52.11
43,30
3 8 , 2 1 }
35,52
39,98
3&.64
42,1)]
38.80
36,28
40.~9
)0,30
24,04
51.30
2£>,06
182,50 31,80 0,30 24.114,60 36,66 22.321.20 33,93 19.344,40 29,41
Q2,SB
Sumber: Sensus Penduduk 1990 (BPS), Staristik PLN 1991/92 dan 1993/94,
Staristik Telekornunikasi 1983-1992 dan Staristik Indonesia, berbagai
publikasi.
Dalam penelirian ini, telah diasumsikan terdapatnya hubungan antara
pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk yang bersifat nonlinier (Iihat
Tabel 5 dan Tabel S). Dengan asumsi analisa kompararif, jumlah penduduk
optimal daerah I adalah 2,850.000 penduduk. Sedangkan untuk daerah II
dan daerah IV, jumlah penduduk optimal adalah berrurur-turur 1.753.846
orang dan 2.500.000 orang. Sesuai data Sensus Penduduk 1990, jurnlah
penduduk di riga daerah im memang sudah melewati jumlah penduduk
ion
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 28/41
Se t ld t "
optimal. :-
Perbedaan jurnlah penduduk optimal di berbagai daerah --meskipun
luas daerah tersebut harnpir sama,-- berhubungan dengan potensi ekonomi
daerah. Suatu daerah dengan potensi ekonorni yang tinggi akan mampu
mengakomodasi jumlah penduduk yang lebih besar. Daerah III memiliki[u rn lah p en du du k yang jauh di bawah jurnlah penduduk optimal yakni
sebesar 6 . 0 5 5 . .1 5 '5 orang. Di daerah III, penambahan jumlah penduduk
m eningkatkan pertum buhan PDR B per kapita,
Nilai koefisien daerah adalah vang terbesar menurunkan
perrumbuhan ekonomi. Sementara rata-rata jumlah penduduk daerah I yang
tercatat berdasarkan Sensus Penduduk 1990 adalah yang terendah
dibandingkan daerah lain. Nilai koefisien yang menunjukkan pengaruh
iumlah penduduk terhadap perturnbuhan ekonomi (0 y l o P) dipengaruhi
oleh laju pertumbuhan penduduk. Berdasarkan data Sensus Penduduk 1990,tingkat pertumbuhan jurnlah penduduk selama 1980-1990 di daerah I
adalah rang tertinggi dibandingkan daerah lainnya (Riau dan Kalimantan
Timur merupakan propinsi-propinsi yang tercatat mempunyai laju
perturnbuhan penduduk tertinggi di antara propinsi lain di Indonesia dalam
periode 1980-] 990, yaitu sebesar 4,301% dan 4,42%). IS Karenanya,
pertumbuhan jumlah penduduk daerah I merupakan variabel yang paling
besar pengaruhnya dalam menurunkan pertumbuhan ekonomi.
Nilai koefisien variabel jumlah penduduk memang sangat kecil
mengingat satuan jumlah penduduk dan tingkat perrumbuhan PORB per
kapita sangat berbeda (data jumlah penduduk mempunyai satuan jutaan
orang sedangkan tingkat pertumbuhan PDRB per kapira berkisar antara 1-
10 persen saja). Misalnya untuk daerah I, penambahan jumlah penduduk
sebesar 1 unit (1 orang) akan menurunkan pertumbuhan PORB per kapira
sebesar 6.977 x 10.7• Hal ini keliharan ridak berarti namun dengan melihar
data penambahan jurnlah penduduk rata-rata yang terjadi selama periode
penelitian ini, dapat dibayangkan besarnya pengaruh perubahan jumlah
penduduk terhadap perrumbuhan ekonomi,
FDampak posirif jumlah penduduk dalam benruk economies of scale penyediaan dan
konsumsi jasa pernerinrah akan rerirnbangi oleh darnpak negatif pcrubahan jumlah
penduduk berupa degradasi sumber-sumber alarn dan penurunan pembelanjaan
keluarga untuk keseharan, gizi dan pendidikan anak. Lihat Allen C. Kelley, "Population
Growth and Economic Development: Policy Questions", Population and Development
Reuieui; September 1986. hal. 563-568.
Saru hal yang perlu dicar.ir 3d~lah laju pertumbuhan pen dud uk rang tinggi di pr opinsi
Kalimanr.in Timur dan RiJU rcrur.uua discbabkan olch tingginya .111gb migrJ,j masuk.
I.'
1 48
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 29/41
Pengaruh Penggunaan Variabel Demografi
Di daerah I. rata-rata penambahan penduduk yang rerjadi dalam
seta hun selarna periode penelitian adaJah 8-: ' .056 penduduk. Hal ini berarti
dalarn satu tahun, jika terjadi rarnbahan penduduk sebesar iru, maka laju
pertumbuhan PDRB per kapita akan turun sebesar 6,074%. Rata-rata
penambahan jumlah penduduk dalam setahun selarna periode penelitian
untuk daerah II, III dan IV berturut-turut adalah 137.836, 58.503 dan
365.271 penduduk. Dengan dernikian dapat dikatakan bahwa jika
penduduk bertambah dengan rata-rata per tahun seperri yang disebutkan di
alas, maka seeara rata-rata pertumbuhan PDRB per kapita di daerah II akan
turun sebesar 0,642%, di daerah III naik sebesar 0,064% dan di daerah IV
rurun sebesar 0,018%.
Pengaruh kepadatan penduduk rerhadap ringkat perrurnbuhan
ekonomi untuk daerah II, koefisien variabel kepadatan penduduk
menunjukkan arah negatif (berkebalikan dengan hipotesa awal) dengan
perturnbuhan ekonomi. Pertambahan kepadatan penduduk akan
menurunkan pertumbuhan ekonomi daerah II sebesar 1,45%. Untuk daerah
I, III dan IV ternyata tidak nyata secara sratisrik, Agaknya hal ini disebabkan
oleh proksi yang kurang repat dalam pengukuran kepadatan penduduk.
Variabel kepadatan penduduk dihitung dengan membagi jumlah penduduk
dengan luas daerah. Kebanyakan propinsi di Indonesia menempati daerah
yang sangat luas namun belum sernua bisa digunakan unruk bermukirn dan
berusaha (masih berupa hnran). Dengan demikian, proksi yang lebih repat
dipakai adalah rasio jumlah penduduk rerhadap luas daerah yang relevan
sebagai tempar berrnukim dan berusaha. 1 9
Selain variabel-variabel di aras, pengaruh pendaparan per kapita awal
terhadap perturnbuhan ekonomi menunjukkan hasil yang bervariasi.
Koefisien daerah I dan IV menunjukkan hasil sesuai hiporesa awal (negarif).
Sedangkan koefisien daerah II dan III mempunyai arah positif, Di daerah II,
pengaruh positif ini akan makin melemah dari rahun ke tahun karena
koefisien y/ menunjukkan arah negarif dan nyata secara statistik, Koefisien
yang sarna untuk daerah III tidak berpengaruh secara nyata.10
Dalam Bagian II, telah diuraikan hubungan tingkat pendapatan per
kapita dengan efisiensi investasi modal manusia. Selama ini, penelitian yang
relah ada menunjukkan bahwa negara-negara dengan tingkat pendapatan
Dcng.m penvebut lu.is daer.ih pcrnukiman dun ternpar b cru >< ,n .\ (le bih k e~ il dor ipad.,
luas seluruh daerah), kepadaran penduduk harusnya menjadi lebih tinggi. Jadi jib
diperhatikan angka-angka kepadatan penduduk yang digurukan, maka rerdapar
kernungkinan bahwa angka yang terjadi akan lebih tinggi.
Seperri halnva dengan populasi, penelitian ini sejak awal mengasumsikan bahwa
hubungan perrumbuban ekonomi dan ringkat pendaparan per kapita bersifat nonlinicr.
~, .
1 49
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 30/41
Setiati
per kapita yang rendah akan tumbuh lebih cepat karena rate of returns to
education yang lebih tinggi.11
Dibandingkan dengan daerah I dan daerah IV,
daerah II dan III memang merniliki tingkat pendapatan per kapita yang lebih
rendah. Sesuai dengan hipotesa konvergensi'f yang didukung oleh penelirian
Kormendi dan Meguire (1985) dan Barro (1990), daerah I dan IV (dengan
tingkat pendapatan per kapita lebih tinggi) ditandai oleh adanya pengaruh
negarif tingkat pendapatan per kapita terhadap pertumbuhan ekonomi.
Sementara di daerah 11dan III, tingkat pendapatan per kapita masih rendah
dan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Lebih lanjut, di
daerah II, pengaruh positif ini akan sernakin lemah di mana terlihar
koefisien yang rnerefleksikan hubungan antara )'02
dan pertumbuhan
ekonorni memiliki arah negatif. Unruk daerah III, koefisien ini tidak
berpengaruh secara nyata pada ringkat keyakinan 95%.
Variabel tingkat partisipasi sekolah menengah mereprcsentasikan mutu
modal manusia sebagai salah satu faktor dalam menentukan lajupertumbuhan ekonomi. Hipotesa awal studi ini menekankan pentingnya
peranan sumber daya manusia dalam pembangunan suatu negara. Menurut
Becker, Murphy dan Tamura (1990), pembangunan ekonorni terganrung
pada peningkatan teknologi, pengetahuan, dan cara-cara bam dalam proses
produksi, sehingga keberhasilan pembangunan akan ditenrukan oleh
akumulasi kualitas sumber daya man usia. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa untuk daerah I, III dan IV, pengaruh tingkat partisipasi sekolah
menengah terhadap pertumbuhan ternyata tidak signifikan. Sedangkan di
daerah II, tingkat partisipasi sekolah menengah menunjukkan pengaruh
positifnya. Data Sensus Penduduk 1980 dan 1990 menunjukkan bahwa rata-
rata tingkat partisipasi sekolah menengah yang tertinggi adalah untuk
daerah II (57,60) diikuti berrurut-turut oleh daerah I (55,80), daerah III
(52,31) dan daerah IV (45,52). Dapat dikatakan bahwa secara rata-rata
jurnlah penduduk yang masuk sekolah menengah dibandingkan dengan
penduduk usia yang relevan di daerah ] dan II ternyata tidak jauh berbeda,
namun pengaruh tingkat partisipasi sekolah menengah terhadap
pertumbuhan ekonomi di daerah I dan daerah II berbeda. Dengan demikian,
kemungkinan besar terdapat perbedaan non-kuantiratif antara daerah-
daerah ini yang menyebabkan tidak signifikannya pengaruh tingkat
21Menunn Lee dan Lin (1993), tingkar pendaparan per kapita awal menentukan efisiensi
invesrasi modal manusia. Di negara dengan ringkat pendaparan per kapira yang lebih
tinggi, hampir semua orang telah berpartisipasi dalam sekolah menengah dan
sebaliknya, di negara dengan ringkat pendapatan per kapita lebih rendah, partisipasi
dalam sekolah rnenengah rnasih sangat jauh di bawah 100%.
Hipotesa konvergensi didasari asumsi diminishing returns to scale dan argumen difusi
reknologi dari ekonomi yang lebih maju kepada ekonomi yang belum maju.
150
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 31/41
Pengaruh Penggunaan Variabel Demografi
partisipasi sekolah rerh ad ap perrumbu han ekonomi, rnisalnya perbedaan
kualitas pendidikan dan juga perbedaan perkembangan sektor-sektor
ekonomi di daerah.
Menurut Todaro (1988), mayoritas pendidikan di negara berkembang
rnerupakan transplantasi langsung sistem pendidikan negara maju yang
mern il ik i o ri en ta si bias ke arah pembangunan masyarakat perkotaan. Oleh
karena iru, tidak mengherankan Jib pendidikan di negara berkembang
hanya menyumbang sedikir sekali terhadap perbaikan produktivitas sektor
pertanian rnaupun dalam persia pan tenaga terdidik ini agar berfungsi secara
efektif di Iingkungan pedesaan, Hal ini d iduga rnenjadi penyebab tidak
signifikannya pengaruh tingkar partisipasi sekolah menengah di daerah di
mana sektor perraniannya masih sangat dorninan sebagai penyumbang
mama perekonomian. Data Produk Domestik Regional Bruto menunjukkan
bahwa sampai tahun 1993, distribusi PDRB daerah III masih mencatat
kontribusi sektor perranian sebesar 38%--terbesar dibandingkan daerah laindi mana berrurut-rurur untuk daerah II, IV dan I adalah 26% , 25% dan 8%.
Dengan masih dominannya sektor pertanian di daerah III sebagai
kontriburor terbesar dalam pendapatan dornesnk regional bruto dan dengan
asumsi masih tradisionalnya sekror pertanian di daerah ini, maka pengaruh
tingkat partisipasi sekolah menengah terhadap perturnbuhan ekonomi
daerah itu menjadi tidak signifikan . H al in i berbeda dari daerah I di mana
dorninasi sektor migas sebagai penggerak perekonornian daerah rersebut
agaknya yang menjadi penyebab ridak signifikannya tingkat partisipasi
sekolah menengah. Adanya kaitan antara pendidikan dan pertumbuhan
output bersifat tidak langsung, Arrinya, pendidikan mempengaruhi
produktiviras tenaga kerja dan pada gilirnnnya produktivitas tenaga kerja
mempengaruhi laju tingkat output. Sampai rahun 1993, sektor
pertambangan di daerah I hanya menyerap 1,32% jumlah tenaga kerja
daerah rersebut, Sedikitnya jurnlah tenaga kerja vang diserap ini
menyebabkan tidak signifikannya pengaruh tingkar partisipasi sekolah
menengah di daerah ini.
Sementara iru, pengeluaran konsumsi pemerintah di sernua daerah
menunjukkan adanya pengaruh yang positif rerhadap pertumbuhan. Secara
rata-rata, proporsi pengeluaran konsu rnsi p erne ri nt ah dalam PD RB riil yang
terkecil adalah di daerah l. Selanjutnya adalah daerah II, IV dan proporsi
tertinggi di daerah I II . U r uta n ini agaknya sedikit banyak dipengaruhi oleh
PDRB daerah-daerah tersebur. Dilihat dari nilai absolutnya, besarnya
pengeluaran konsumsi pernerinrah sangat rergantung dari jum lah pegawai
negeri sipil Jan nonsipil daerah itu (karena proporsi rerbesar pengeluaran
te rs eb ur a da la h untuk pernbayaran gaji dan pensiun).
1 51
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 32/41
Set iat i
Tabd 12
Kontribusi Lapan$an Usaha Pertanian, Pertambangan dan Industrdvlanufaktur
. . .: ':.: •... .... :' ....• '; .r '; · : P M ~ n l~ N : : f ~ i t t I ~ b a ~ n : . ) . • . : . : :j~il$~\:::::::':~~~~f:: ::•. <::.': . :".::.:;: ..::' .•......... .• . .... :>::::\ ··':::::Rp.8~t:~mr
DIAceh 737.887 1.688.852 1.962.634 5.062.540
Riau 414227 6.907.416 369.906 8.599.931
Kaltirn 460.479 2.882.875 1.430.692 5.602.277
Daerah I 1.612,593 11.479.143 3.763.232 19.264.748
Persentase B,37 5'),59 1'),53 100,00
S urn ate ra U lara 1727.063 176.26') 903.056 5.158,924
Su rn at er a S e la ta n 845547 1.067958 891.5.15 4.548.106
Ir ia n la va 219734 402.B05 1').087 1.020.231
Daerah II 2,792.344 1.647,032 1.813.678 10.727.261
Persentase 26,03 15,35 16,<)1 100,00
S um aiera B arat 497.232 21.508 182.951 1.654.761
larnbi 264.275 37.63-l 100.401 735.718
Bengkulu 173.773 12.2b4 9.638 400.745
Lampung 755.946 4.177 180.929 1.682.378
K alim an ta n B ara t 387.509 b.36J 246.367 1.233.781
K alim an ta n T en ga h 214.195 3.0-19 88.265 693.420
Kalim an ta n S ela ta n 342.186 6&.7')2 176.127 1.241.776
S ula we si U ta ra 317.377 6.822 45.700 876.981
S ulawe si T en ga h 217.591 12.Sb4 34.006 512.261
S ulawe si S ela ta n 1.06fU92 52.1i« 181.674 2.513.012
S ulawe si T en gg ara 200.280 24.f.J 1 8.159 451.389
Bali 487.984 4.423 82.492 1.407.330
NTB 368.695 11.563 19.210 732.929
NTT 337.043 3.536 14.018 661.787
Maluku 270.169 41.028 87.558 719.917
Daerah III 5.902,547 308.830 1.457.495 15,518.185
Persenlase 38,04 1,99 9,39 100,00
[aw a B aral 3.207.850 2.109.092 3.214.229 16.400.196
la wa T en gah 3.315.979 65.12& 2.641.318 11.405.373
Dl Yog ja ka rt a 292.003 6.075 107.399 1.055.415
law a T im ur 4.383.767 91.440 3.010.470 15.728.056Daerah IV 11.199.599 2.271.733 8.973.416 44.589.040
Perseotase 25,12 5,09 20,12 100,00
Sumber: Biro Pusat Staristik
Di bagian Pendahuluan, relah dijelaskan b ahw a efisien si p eng elu aran
pernerintah direnrukan pula oleh besarnya jum lah dan kepadatan penduduk,
jurnlah dan kepadatan penduduk Yang lebih ringgi akan m enurunkan biaya
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 33/41
P engaru h P eng gunaan V ariabel D em ografi
per unit dan meningkatkan efisiensi jasa transportasi, irigasi, komunikasi
dan sebagainya," Karena itu, pengaruh pengeluaran konsumsi pemerintah
terhadap pertumbuhan ekonomi harus dihubungkan dengan efisiensi
kegiatan pemerintah dan kontribusi faktor-faktor demografi dalam
penentuan besamya pengeluaran konsumsi pemerintah tersebut.
Untuk melihat apakah fenomena economies of scale terjadi di
Indonesia, penelitian ini melakukan estimasi mengikuti model yang dibuat
Kelley (1976).24 Hasil regresi tersebut sudah memperhitungkan variabel
boneka untuk masing-masing daerah yang identik dengan variabel boneka
yang telah digunakan sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pengaruh e conom ie s o f s ca le -y ang diukur secara bersama oleh variabel jumlah
penduduk dan kepadatan penduduk-terhadap pengeluaran pemerintah
dalam PDRB rill adalah nyata secara statistik. Dengan kata lain, jika variabel-
varia bel demografi seperti jumlah penduduk dan kepadatan pendudukdikeluarkan dari persamaan regresi, maka estimasi koefisien variabel
pengeluaran konsumsi pemerintah (yang menunjukkan hubungan negatif
dengan variabel-variabel demografi tersebut) akan bias ke bawah,
Tingkat ketergantungan usia tua hanya nyata mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi daerah II secara positif. Pengaruh perubahan rasio
ketergantungan .usia muda dan tua terhadap pertumbuhan PDRB/kapita
terjadi melalui pergeseran pennintaan akan barang dan jasa yang
dibutuhkan kelompok umur tersebut. Penelitian yang dilakukan Kelley
(1976) mencatat bahwa perubahan distribusi umur tidak akan
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara signifikan karena peningkatan
permintaan (karena tekanan populasi) mungkin sekali dibiayai dengan
mengorbankan jenis pengeluaran sektor lain ataupun diatasi dengan
penyediaan komoditi yang kualitasnya lebih rendah. Untuk semua daerah,
laju pertumbuhan penduduk berusia 65 tahun ke atas adalah positif di mana
laju pertumbuhan daerah I adalah 3,77%, daerah II (terendah) adalah 2,71%,
daerah ill2,97% sedangkan untuk daerah IV adalah 3,68%.
1J Allen C. K elley, "Econom ic Consequences of Population Change in the Th ird W orld" ,
J ou rn al o fE co nomc L ite ra tu re , vol, XXV I (D esem ber 1988 ), h al. 17 03 .
K elley (197 6) m enggunakan m odel in i untuk m enunjukkan hubungan antara pengeluaran
pem erintah dan variabel-variabel dem ografi. S ebagai ...an abel terikat adalah pengeluaran
konsumsi pemerintah dan variabel bebas yang digunakan adalah jurnlan penduduk,
kepadatan penduduk, rasio ketergantungan usia tua dan muda serta tingkat
pend apatan/kapita aw al. M enurut K elley, jika arab k oefisien yang m en jelaskan h ubun gan
antara pengeluaran pem erin tah dengan jum lah penduduk dan kepadatan penduduk negatif
b eran i fe nomen a ec on om ies o f sc ale terbu kti be rlak u.
153
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 34/41
Set ia t i
IV. IMPUKASI KEBIJAKAN
Hasil penelitian ill atas membawa beberapa implikasi kebijakan yang
tentunya menyangkut variabel-variabel yang telah dibicarakan pada bagian
sebelumnya. Pertama adalah kebijakan di bidang kependudukan. Distribusi
penduduk dari daerah yang sudah 'berlebih' ke beberapa propinsi yangrerrnasuk daerah III perlu diperhatikan. Pengalihan penduduk ini harus
dapat menciptakan kondisi P a re to Imp ro vem en t yang artinya upaya
pendistribusian penduduk tidak boleh justru memperburuk kondisi, baik di
daerah asal maupun di daerab tujuan distribusi penduduk. Karenanya, dapat
dikarakan bahwa perpindahan penduduk yang dilakukan harus bersifat
selektif dengan melakukan idenrifikasi pendahuluan secermat mungkin
terhadap kondisi daerah-daerah di mana akan dilakukan perubahan ini.
Bersama itu pula, pengendalian jumlah penduduk tetap sangat diperlnkan
mengingat jumlah penduduk daerah II dan IV secara reoritis sudahmelampaui jumlah optimal yang dapat merangsang pertumbuhan ekonomi.
Seperti telah dibahas sebelumnya, pertumbuhan penduduk bisa
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara positif maupun negarif.
Dampak positif penduduk sangat mungkin terjadi jika sumber-sumber daya
alam lain tersedia cukup banyak dan jika pasar dan institusi lain (seperti
pernerintah) rnengalokasikan sumber-sumber daya secara efisien. Tidak
adanya jaminan bahwa kedua kondisi di atas akan selalu terpenuhi, maka
secara urn urn konsensus yang digunakan menyangkut hubungan antara
pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk adalah bahwa
pertumbuhan ekonomi akan meningkat lebih cepat jika pertumbuhan
penduduk lebih lambat.2 5
Penting untuk dicatat bahwa kebanyakan penelitian ernpms yang
dilakukan menekankan bahwa pertumbuhan penduduk yang ringgi bukan
merupakan penyebab utama rimbulnya masalah-masalah seperti
pengangguran, kemiskinan dan malnutrisi, namun pertumbuhan penduduk
yang tinggi memang menjadi faktor yang memperburuk masalah-rnasalah
tersebut, Dengan kata lain, jika kebijakan rnengendalikan jurnlah penduduk
tidak diikuti secara simultan dengan kebijakan-kebijakan lain untuk
mengatasi masalah-masalah tersebut di atas maka hasil yang dicapairidak akan optimal.
Menarik untuk diperhatikan bahwa sumber uta rna peningkatan jurnlah
pen dud uk di daerah-daerah tertentu disebabkan oleh tingginya migrasi
masuk. Kalimantan Timur mencatat kontribusi perturnbuhan alarniah (1,78)
.HPada rahun 1984, Bank Dunia memberikan suaru batasan yang lebih spesifik di mana
ringkar perrumbuhan penduduk yang rnasih bisa diakornodasi; standar hidup rnasih bisa
meningkat adalah 2%.
154
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 35/41
Pengaruh Penggunaan v'ariabel D em ografi
dan m igrasi nerto (l,58%) yang berimbang dalarn penentuan laju
perturnbuhan penduduk. Sernenrara itu tl i DI Aceh da n Riau, pertumbuhan
penduduk alarniah masih berperan besar sebagai faktor pendorong laju
pertumbuhan penduduk. Dengan mernpertimbangkan berkembangnya
kawasan R ial! sebagai bagian dari S ijori dalarn wakru de kat, maka
Jiperkirakan bahwa tingkat rnigrasi akan sernakin tinggi sem en tara
pertum buhan alarniah akan cenderung rnenurun.
A spek lain rnigrasi adalah bahwa arah m igrasi vang terjadi kebanyakan
berorienrasi ke daerah perkotaan. B eberapa model rnigrasi desa-kora
(Todaro, Lee dll.) m enekankan perlunya perubahan orientasi kebijakan
pernerinrah dari sektor perkoraan ke pedesaan. Kebijakan yang dilancarkan
pemerinrah seperti Takesra (Tabungan Keluarga Sejah tera) dan "B angga
Sukadesa" (Pengembangan Keluarga Suasana Kora di Pedesaan) yang baru
saja dimulai tahun 1994-1995 lalu sudah mulai m ernperh atikan hal rersebur,
W alauplln tujuan mama kedua kebijakan tersebut bukan untuk mengatasi
pertumbuhan daerah urban yang ringgi narnun secara tidak langsung,
in tervensi pemerintah dengan cara mengidentifikasi potensi daerah rnelalui
kebijakan ini akan membawa pengaruh . Dengan dernikian, orang tidak perlu
lagi pindah ke kora-kora yang sekarang ada dengan berbagai tujuannya
(sekolah , bekerja dan sebagainva). Selain itu, mengingar adanya kaitan erar
antara jum lah penduduk yang bisa diakornodasi dengan porensi ekonorni
daernh , rnaka kebijakan untuk menggali porensi daerah p erlu d iteruskan ,
m isalnya m elalui sekror pendidikan.
D i sektor pendidikan sendiri, ada beberapa implikasi kebijakan yang
narnpak dart h asil studi ini. Dalam sekror pendidikan, sedikitnya ada tiga hal
yang perlu diperhatikan; aspek kuantitas, kualiras dan kererkaitan sektor
pendidikan dan lapangan kerja, Kebijakan W ajib B elajar 9 rahun yang
gencar dilaksanakan akh ir-akh ir in i [elas merupakan kebijakan yang
m enyangkut aspek kuantitarif sektor pendidikan. Sebagaim ana dikernukakan
sebelum nya, hasil penelitian mengungkapkan bahwa secara kuanrirarif tidak
ada perbedaan menyolok antara daerah-daerah yang diteliti. Masalahnya
adalah bahwa perluasan ekspansi pendidikan melalui program W ajib B elajar
9 rahun ini ternyara tidak mernberikan hasil yang sama di sernua daerah ,Sejalan dengan kebijakan meningkatkan jum lah surnber daya manusia,
peningkatan kualitas pendidikan sangat perlu dilakukan. Secara rradisional,
kebijakan sekror pendidikan seolah -olah selalu dihadapkan pada tradeoff
antara akses da n kualitas yang dihasilkan. Hanushek (1995) menyebutkan
bahwa cara pandang sernacarn ini " huang tepat" karena menurutnya,
k ua lita s se ko lah yang rendah lah yang seringkali justru dapat menjelaskan
jum lah kehadiran murid vang sedikir. Sekolah rang kualitasnya baik
urnumnya merniliki ringkar kegagalan \'ang rendah Jan sebaliknyn. Dt'ng~1I1
155
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 36/41
h eg iru , te nru nya hal ini akan bisa menurunkan biaya investasi sekolah--
terutama jib sekolah-sekolah tersebut disubsidi (karena kualitas sekolah
Yang baik nmumnya berasosiasi dengan tingkat kegagalan (dropout rate) dan
ungkat pengulangan yang rendah). Kebijakan peningkatan kualitas sekolah
perlu terus dilakukan bersamaan dengan kebijakan mernperluas akses
pendidikan, terutarna di daerah-daerah yang masih kekurangan. Beberapa
penelirian (Hanushek (1995) dan Kremer (1995)) menekankan perlunya
pengadaan fasiliras pengajaran yang mernadai seperti penyediaan dan subsidi
buku teks.
Dimensi lain sekror pendidikan adalah keterkaitan sektor pendidikan
dengan kondisi perekonornian, sebagairnana ditunjukkan oleh hasil
penelitian, di mana tingkat partisipasi sekolah menengah ternyata tidak
berpengaruh secara nyata di daerah di mana sektor pertanian memberikan
kontribusi urarna dalam PDRB. Dengan kata lain, orientasi kurikulum
pendidikan yang diretapkan oleh pernerintah pusat unruk mendorong
pertumbuhan ekonorni ternyata kurang repat. Ada baiknya pemerintah
daerah juga diikutsertakan dalam pembuatan kurikulum dengan
memasukkan muatan lokal (dan bukan hanya berupa pelajaran bahasa dan
kebudayaan daerah) yang sesuai dengan kebutuhan daerah yang
bersangkuran=sesuai arah pembangunan daerah seperti arah pernbangunan
sektor pertanian, sektor industri berat dan sebagainya.
Selain iru, program kerja Deparrernen Pendidikan Jan Kebudayaan
sekarang juga menekankan pentingnya pendidikan kejuruan untuk
menyiapkan tenaga-tenaga trarnpil siap pakai, Yang rnenjadi masalah adalahkebijakan ini umumnya hanya merupakan solusi jangka pendek. Artinya,
jika tenaga-tenaga rrampil ini tidak mampu menyesuaikan diri dengan
kecepatan perubahan teknologi yang semakin cepat maka dalam waktu
dekat, mereka tidak terpakai lagi, Karenanya, penyiapan kurikulum
pendidikan kejuruan harus juga memberikan nilai lebih pada unsur inovasi,
kreativitas dan juga kemampuan akademik yang cukup.
Berkaitan dengan penyusunan kurikulum dan orientasi kebijakan
pendidikan, agaknya pemerintah harus mengakui bahwa kerjasama dengan
pihak LSM sangat penting. Banyak masukan yang daP<:t diberikan pihakluar yang sangat mungkin luput dari perhatian pernerinrah dan hal ini sangar
positif artinya bagi perbaikan di masa datang. Selain itu, pemerintah juga
Jiharapkan tetap konsisten membangun infrastrukrur yang di beberapa
daerah masih sangar tidak memadai seperti sekolah, huku-buku teks,
perbaikan sisrern insentif dan sebagainya.
Penelitian di atas juga memberikan inforrnasi mengenai bervariasinya
pengaruh invesrasi terhadap perrurnbuhan ekonomi. Data investasi yang
15 6
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 37/41
Pengaruh Penggunaan Variabel Demografi
digunakan tidak membedakan investasi sektor swasta dan investasi yang
dilakukan pemerintah. Investasi yang dilakukan pemerintah umumnya
berbentuk investasi infrastruktur fisik seperti jalan raya, pelabuhan, tenaga
listrik dan lain sebagainya karena sifat infrasrruktur yang merupakan barang
publik yang dalam penggunaan maupun produksinya menimbulkan
eksternalitas. lnvestasi sektor swasta sarnpai tingkat tertentu merupakan
'turunan' tersedianya infrastruktur di daerah tersebut. Hasil penelitian
memperlihatkan bahwa daerah dengan sarana infrastruktur yang lebih
memadai mencatat peranan. investasi yang lebih besar dalam rnendorong
perrumbuhan ekonomi (daerah IV). Bila hal ini terjadi rerus maka gap yang
ada antar daerah di Indonesia akan makin besar.
Beberapa indikator pengadaan infrasrruktur yang bisa diperoleh
menunjukkan bahwa jurnlah pengadaan infrastruktur di Indonesia masih
jauh tertinggal dibandingkan negara-negara lain yang memiliki tingkat
perekonomian dan pendapatan nasional yang hampir sarna (Lihat Tabel 11,
khususnya menyangkut elec tric ified rural h ouseh old s ra tio dan kepadatan
SST/IOO orang). Dari sarana infrastruktur yang relah tersedia pun, kualitas
jasa yang dihasilkan tidak mernuaskan (lihat misalnya indikator proporsi
panjang jalan dalarn kondisi baik, sedang dan rusak). Mengingat sernakin
terbatasnya anggaran pengeluaran pernbangunan pemerintah, maka
peningkatan efisiensi, baik dalarn penyediaan infrastruktur baru rnaupun
dalam pengoperasian dan pemeliharaan sarana yang sudah ada, mutlak
dilakukan. Di lain pihak, muneul desakan lain untuk meningkatkan efisiensi
dalam penggunaan/konsumsi infrastruktur.Kebijakan penetapan harga (p r ic ing po l ic i e s) merupakan salah saru eara
yang bisa meningkatkan efisiensi, baik dari sisi produksi maupun sisi
konsumsi. Penetapan harga yang tepat akan mengurangi kecenderungan
konsumsi (air, listrik dan sebagainya) secara berlebihan. Selain itu, kebijakan
ini juga dapat diarahkan untuk mendorong partisipasi pihak swasta dalam
pengadaan infrastruktur baru=terutama unruk mengatasi keterbatasan
anggaran pemerintah dan akan menciptakan kondisi kompetitif dalam
penyediaan infrastruktur.
Keikurserraan swasta dalam investasi infrastrukrur rnembawa beberaparesiko seperti pengalihan monopoli dari tang an publik kepada pihak swasta
tanpa perbaikan efisiensi, biaya dana yang ringgi karena berasal dari
pinjarnan swasta dan sebagainya. Dengan mempertimbangkan resiko yang
mungkin ditimbulkan tersebut, rnaka agar potensi keuntungan yang akan
diperoleh dari partisipasi swasta terwujud secara optimal, perbaikan
kemampuan institusional pemerintah harus terus dilaksanakan, Terutama
untuk perlindungan kepenringan publik serta pengawasan lingkungan hidup,
seperti pembentukan sisrern hukum yang berfungsi baik, adanya jaminan
1 5 7
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 38/41
Seiiau
hak rnilik yang menvakinkan dan pembinaan kualitas sraf pemerintahan.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Bagi urnat manusia, pembangunan rnerupakan rantangan yang sungguh sulit.
Banyak faktor yang menentukan keberhasilan pembangunan suatu bangsa
dan karenanya banyak sudah penelitian yang dilakukan untuk
mengidentifikasi peranan fakror-faktor ekonomi, politik serta sosial budaya
yang mempengaruhi proses pembangunan terse but. Dalam penelitian ini, isu
utama menyangkut peran yang dilakukan oleh pemerintah dalam
pembangunan di Indonesia. Konsensus yang diterima secara umum adalah
bahwa pemerintah diharapkan berperan seeara senrral dalam sektor-sektor
di mana mekanisme pasar belum rnampu (ataupun gagal) melaksanakan
fungsinya. Dengan demikian, peranan pemerintah tidak dimaksudkan untuk
mensubsritusi mekanisme pasar tetapi lebih ditujukan untuk mendukung
mekanisme pasar yang efisien.
Meskipun pemerintah memiliki peran sentral dalam sekror-sektor
terrentu, bukan berarti pemerintah tidak perlu berrindak seeara efisien.
Seringkali karena adanya dua fungsi lain pemerintah dalam perekonomian
(yakni fungsi stabilisasi dan distribusi), fungsi alokasi ini harus tergeser.
Anggaran pemerinrah yang cukup besar jumlahnya seringkali tidak
digunakan seeara efisien sehingga tidak memberikan output yang sesuaidengan pengeluaran yang sudah dilakukan. Hal ini perlu mendapat
perhatian sebab pengaruh ketidakefisienan kebijakan pernerinrah
menyebabkan tingginya biaya usaha yang hams ditanggung oleh
masyarakat=terurama investor swasta. Pada gilirannya, hal im
rnengakibatkan turunnya minat investasi dan sekaligus rnenyururkan usaha
pembangunan sendiri.
Hasil penelitian memang menunjukkan bahwa jumlah penduduk dan
kepadatan penduduk mernberikan konrribusi berupa skala ekonomis yang
rneningkatkan efisiensi sektor pemerintah. Selain itu, kontribusi pengeluarankonsumsi pernerintah yang merupakan proksi besarnya sektor pemerintah
juga memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, namun
keeil dari segi besarannya. Di satu pihak, hal ini sesuai dengan arah
kebijakan yang akan dirempuh, di mana pengaruh terbesar terhadap
pertumbuhan ekonomi memang tidak diharapkan datang dari sektor
pernerinrah melainkan dari sektor swasta (jumlah anggaran pemerintah,
sernakin mengecil). Di pihak lain, mengingat bahwa peranan pemerintah
masih tetap diperlukan dalam konteks pembangunan bangsa, maka perlu
1 5 8
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 39/41
Pengaruh Penggunaan Variabel Demografi
diperharikan adanya kernungkinan keridakerisienan penggunaan anggaran
ya ng m eny eb ab kan output yang dihasilkan dari anggaran itu tidak sesuai
dengan harapan. U saha untuk meningkatkan etisiensi barang dan jasa publik
yang disediakan pernerintah anrara lain dapar dilakukan dengan cara
menyiapkan renaga-tenaga produktif dan berrnutu. D engan kata lain , hal in i
berkaitan dengan s is te rn pend id ikan .
Selain itu, h asil srudi ini m enekankan pula perlunya upaya lebih serius
unruk mengendalikan sumber-sumber pertambahan penduduk yang berasal
dari rnigrasi. Peningkaran jum lah penduduk vang tinggi akan memperburuk
masalah -masalah yang selam a ini telah rerjadi seperri pengangguran,
rn alnu trisi dan seb ag ainy a,
B . Saran bagi Penelirian Selanjutnya
Penelirian yang dilakukan dan diuraikan dalam bab-bab terdahulu sudahtenru mem iliki banyak kekurangan. M asalah data di antaranya. Penggunaan
data pengeluaran konsumsi pemerinrah menurut propinsi yang menjadi
proksi pengeluaran pernerintah di tingkat propinsi jelas merupakan suatu
kekurangan. Akan lebih baik jib penelirian selanjurnya telah dapat
m engh itung besarnya seluruh pengeluaran (konsurnsi dan investasi)
pemerinrah menurut propiosi. Pengukuran variabel mum modal m anusia
yang semata-rnara hanya diukur dari sektor pendidikan juga merupakan
kekurangan lainnya dari penelitian ini. Periggunaan tingkat parrisipasi
sekolah (menengah) mernpunyai kekurangan di mana variabel ini tidak
memperh itungkan tingkar dropout yang terjadi. Perbaikan terhadap
penelitian ini dapat dilakukan pula dengan cara mengubah klasifikasi
daerah . Dalam penelitian ini, klasifikasi daerah didasarkan pada h ipotesa
terjadinya konvergensi clan dorninasi sektor m igas. Lebih banyak inform asi
akan dapat tergali dengan m isalnya m engklasifikasikan daerah sesuai dengan
dom inasi sekror-sekror tertentu. M isalnya berclasarkan dom inasi sekror
pertanian, sektor perrambangan, sektor industri dan sektor jasa (rerrnasuk
j as a i nf orma l)
Selain iru, rentang w aktu penelitian selama sepuluh tahun agaknya
terlalu pendek untuk memberikan analisa yang rnemadai m engenaipertumbuhan ekonom i Indonesia. Dan tentunya dengan memasukkan dua
propinsi yang tidak diikutsertakan dalam penelitian (T imor Timur karena
belum tersedianya data dan DKI Jakarta karena rnasalah perangkat lunak
yang tidak mampu menambah klasifikasi daerah ) dalarn srudi selanjutnya
akan rnernberikan garnbaran yang lebih lengkap mengenai perturnbuhan
ekonom i di Indonesia.
159
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 40/41
KEPU ST AKAAN
\mvar, M. Arsjad, Iwan J . Azis dan Faisal H. Basri (eds.). 1992 "Prospek
Ekonomi Indonesia Jangka Pendek dan Surnber Pembiayaan
Pembangunan". Gramedia. Jakarta.Aronson, J. Richard. 1985. P u blic F in an ce . USA: McGraw-Hill, Inc.
Aschauer, David Alan. 1989. "Is Public Expenditure Productive?". Journal of
Monetary Economics. hal. 177-200.
Barra, Robert J . 1989. "A Cross Country Study of Growth, Saving; and
Government," N BER \Y,!orking P aper N o. 285 5.
Basri, M. Chatib. 1990. "Pemerataan Pernbangunan: Unruk Masyarakat yang
Dijarnin Nasibnya oleh Cita-cita Agustus". Economica No.23. hal.43-
46
Bun Song Lee dan Shuanglin Lin. 1994. "Government Size, Demographic
Changes, and Economic Growth". International Economic Journal.
Vo18 No.1. hal. 91-109.
Carr, Jack L. 1989. "Government Size and Economic Growth: A New
Framework and Some Evidence from Cross-Section and Time-Series
Data: Comment". American Economic Review. hal. 267-271.
Gunawan, Anton Herrnanto. 199]. "Anggaran Pernerintah dan lnflasi di
Indonesia". Gramedia. Jakarta.
Hanushek, Eric A. 1995. "Interpreting Recent Research on Schooling in
Developing Countries". The World Bank Research Observer. ha1.227-
246.
Hirawan, Susiyati B. ]993. "Pengembangan Pola Bantuan Daerah dalam
Repelita VI (PJPT II)". EKI, Vol XLI, No.3. hal. 296-317.
Kelley, Allen C. 1976. "Demographic Change and the Size of the
Government Sector". Southern Economic Journal. hal. 1056-1066.
___ 1988. "Economic Consequences of Population Change in the Third
World". Journal of Economic Literature, Vol. XXVI. hal. 1685-1728.
Kmenta, Jan. 1990. Elements of Econometrics 2nd' Edition. Maxwell
Macmillan International Editions.
Kormendi, Roger C. dan Philip G. Meguire. 1985. "Macroeconomic
Determinants of Growth: Cross-Country Evidence". Journal of
Monetary Economics. hal. 141-163.
1 60
5/9/2018 44296121161 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/44296121161 41/41
Pengarub Penggunaill1 Varia be l D emogra fi
Landau, Daniel. l 9 86. "Government and Econom ic G row th in the Less
Developed Countries: An Empirical Stud,' for I%0-1980". Economic
D evelopm ent and C ultural C hange. hal, 34-75.
L ip se y, R ic ha rd , G. 1990. et.al, Economics. Singatore: Harper & Row
Publishers . Asia , P te , Ltd.
Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan Jan B elanja Negara
Tahun Anggaran 1995/1996.
;\ h iler, R oger LeRoy and Roger E . M einers, 1986. Intermediate
Aficroeconomics . Singapore: M cG raw -H ili C o.
M usgrave, R ichard A . and Peggy B . M usgrave, 1984. P ublic F inance in
Theory and Practice. Singapore: McGraw-HilI Co.
Pindyck, R obert S . dan Daniel L. Rub infeld . 19 91. E co nome tric Jv lo de ls and
Economic Forecas ts . McG raw -H ili In tern atio nal E ditio ns.
R am , Rati. 1986. "Government S ize and Econom ic Grow th : A New
Fram ew ork and Some E vidence from C ross-S ection and T im e-S eries
Data" . American Economic Review. h al. 1 91 -2 03
Sjahnr, 1986. "Ekonom i Polirik Keburuhan Pokok: Sebuah Tiniauan
Prospekrif ". LP3ES . Jakarta.
Summers, Law rence H . dan V inod Thomas, 1993. "R ecent Lessons of
Development". T he 'W 'n rld B an k R esc .irc b (J lls{'u ·c r. hal. 231;1-201.
Todaro, Michael, P . 1989. Economic Decelotnnent ill the Third \\"orld. New
York: Longm an Inc.
\VorlJ B ank. 1992. " Indonesia: Growth, Inrrasrructure and H uman
Resources". WB Report No. 10470-[,\"'0.
1 61