anyang anyangan

Upload: haya-farah

Post on 18-Oct-2015

23 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

d

TRANSCRIPT

[Type text][Type text][Type text]

Haya Farah Khansa

LI 1. Memahami dan menjelaskan anatomi ginjal1.1. Makroskopis GinjalGinjal merupakan organ ganda yang terletak di daerah retroperitoneal. Berbentuk seperti kacang tanah dengan warna coklat kemerahan, yang terbungkus oleh fascia renalis. Pada neonatus terkadang dapat teraba. Ginjal terdiri atas korteks (bagian luar) dan medulla (bagian dalam). Setiap ginjal terdiri atas 8-12 lobus yang nantinya akan membentuk piramid (pyramides renales). Dasar dari piramid (basis renalis) terletak diperbatasan antara korteks dengan medulla. Puncak dari piramid disebut papilla (papillae renales) yang berfungsi untuk meneteskan urine. Papillae renales akan bermuara pada calyx minor. 2-3 Calyx minor akan membentuk calyx major. Calyx major ini akan bermuara di pelvis ureter yang mana terletak pada hillus renalis. Alat-alat yang masuk ke hillus renalis adalah A. renalis, N. vagus, plexus symphaticus. Sedangkan alat-alat yang keluar adalah V. renalis, Nn. lymphaticus, ureter. (Snell, 1995)

Pada bagian korteks terdiri atas 2 selubung, pertama adalah capsula fibrosa (dalam) dan capsula adiposa (luar). Capsula adiposa merupakan selubung yang dilapisi oleh lemak. Korteks merupakan bagian terpenting pada ginjal. Hal ini dikarenakan pada korteks terdapat glomerolus (filtrasi), tubulus kontortus proksimal (reabsorpsi) serta tubulus kontortus distal.Panjang dan berat ginjal bervariasi yaitu 6 cm dan 24 gram pada bayi lahir cukup bulan, sampai 12 cm atau lebih dari 150 gram. Pada janin permukaan ginjal tidak rata, berlobus-lobus yang kemudian akan menghilang dengan bertambahnya umur. (Price et.al, 1995)Vaskularisasi pada ginjal berasal dari aorta abdominalis yang bercabang menjadi A.renalis. A.renalis akan bercabang menjadi A.segmentalis, lalu menjadi A.lobaris, setelah itu menjadi A.interlobaris. Dari A.interlobaris akan bercabang lagi menjadi A.arcuata, setelah itu menjadi A.interlobularis dan berakhir pada A.afferent yang akan bermuara pada glomerolus.Keluar dari glomerolus akan masuk ke A.efferent, dari A.efferent darah menuju ke V.interlobularis, lalu ke V.arcuata, setelah itu ke V.interlobaris, dari V.interlobaris masuk ke V.lobaris, lalu ke V.segmentalis, dan keluar dari ginjal melalui V.renalis. Darah yang berasal dari V.renalis ini akan masuk ke atrium dextra melalui V.cava inferior, yang akan menuju ke atrium dextra. Dari atrium dextra akan berakhir di paru-paru untuk mengalami difusi dengan O2 bebas (sirkulasi pulmonal). (Snell, 1995)

Syntopi Ginjal

Ginjal KiriGinjal Kanan

AnteriorDinding dorsal gaster PankreasLimpaVasa lienalisUsus halusFleksura lienalisLobus kanan hati Duodenum pars descendensFleksura hepaticaUsus halus

PosteriorDiafragma, M.psoas major, M.quadratus lumborum, M.transversus abdominis (aponeurosis), N.subcostalis, N.iliohypogastricus, A.subcostalis, Aa.lumbales 1-2(3), Costae 12 (ginjal kanan) dan Costae 11-12 (ginjal kiri).

Persarafan ginjal yang utama adalah plexus symphaticus renalis. Plexus symphaticus ini dibantu juga oleh serabut afferent yang melalui plexus renalis dan menuju ke medulla spinalis N.thoracalis X, XI, XII.Pembuluh lymph pada ginjal mengikuti A.renalis menuju nodus lymphaticus aorta lateral (sekitar pangkal A.renalis). (Snell, 1995)

1.2. Mikroskopis Ginjal

Pembentukan nefron berakhir pada janin usia 35 minggu. Nefron baru tidak dibentuk lagi setelah lahir. Perkembangan selanjutnya adalah hipertrofi dan hiperplasia struktur yang sudah ada disertai maturasi fungsional. Nefron terdiri atas glomerulus dan kapsula bowman, tubulus kontortus proksimal, ansa Henle, tubulus kontortus distal serta duktus koligens. Glomerulus bersama dengan kapsula bowman disebut juga badan malphigi. Meskipun ultrafiltrasi plasma terjadi di glomerulus tetapi peranan tubulus dalam pembentukan urine tidak kalah pentingnya. (Price et.al, 1995)Ginjal terbungkus oleh kapsula fibrosa yang tidak melekat terlalu erat dengan parenkim dibawahnya.. Parenkim melingkari dan melingkupi sinus renalis. Medulla ginjal tersusun atas piramid, yang dasarnya menghadap korteks dan puncaknya (apeks) menonjol masuk ke dalam lumen calyx minor. Piramid dibungkus oleh jaringan korteks. Pada sisi piramid terdapat substansia kortikalis disebut colummna renalis (Bertini) yang masuk ke dalam daerah medulla sampai mencapai jaringan ikat sinus renalis. Piramid beserta colummna renalis serta jaringan korteks yang berkaitan membentuk lobus ginjal. Dengan demikian ginjal adalah multilobar atau multipiramid yang sesuai dengan lobus ginjal pada masa fetus.

Korteks MedullaGinjal tersusun atas unit individual yang disebut tubulus uriniferus. Tubulus uriniferus terdiri atas 2 bagian, yaitu nefron dan duktus koligens. Pangkal nefron berupa kantong buntu disebut kapsula Bowman, berbentuk seperti mangkok berdinding dua lapis. Bagian luar yaitu pars parietalis dibentuk oleh epitel selapis gepeng dan pars visceralis yang dibentuk oleh sel besar yang mempunyai banyak pedicle atau foot processes, yaitu podosit. Podosit berdiri di atas membrana basalis melalui pedikelnya. Antara pedicle terdapat membran tipis disebut filtration slit membrane. Ke dalam kapsula Bowman masuk gulungan kapiler disebut glomerolus. Sel endotel kapiler glomerolus memiliki pori atau fenestra pada sitoplasmanya. Kapsula Bowman bersama glomerolus disebut korpus Malphigi yang fungsi utamanya adalah filtrasi. Hasil filtrasi darah disebut ultra filtrate yang kemudian akan dialirkan ke dalam sistem tubulus. Sistem tubulus terbagi menjadi 3 bagian, yaitu tubulus kontortus proksimal, ansa Henle, dan tubulus kontortus distal. Tubulus proksimal berfungsi sebagai reabsorpsi. Ion Na dipompakan kembali ke jaringan interstitial, glukosa, asam amino dan bahan lain yang masih diperlukan akan diserap kembali dari ultra filtrate. Dinding tubulus proksimal disusun oleh epitel selapis kuboid, dengan inti berbentuk lonjong dan sitoplasma eosinofil, batas antar sel tidak terlihat jelas. Pada permukaan sel terdapat mikrofili yang menonjol ke lumen sehingga memberikan gambaran brush border. Tubulus proksimal mempunyai bagian yang berkelok-kelok (pars kontortus) terdapat di korteks dan bagian yang lurus (pars rektus) turun ke medulla menjadi pars descendens (segmen tebal) ansa Henle. Bagian tipis ansa Henle terletak di medulla tersusun oleh epitel selapis gepeng, lumennya kecil mirip kapiler. Ansa Henle berbentuk seperti huruf U, pars ascendens dilapisi oleh epitel selapis kuboid (segmen tebal ascendens) dan menjadi bagian dari pars rektus tubulus distal. Tubulus distal tersusun atas selapis sel-sel kuboid, pada potongan melintang terlihat sel yang menyusun dinding lebih banyak dan sitoplasma eosinofil lebih sedikit dibandingkan dengan tubulus proksimal. Selain itu juga, pada tubulus distal tidak didapatkan gambaran brush border. Korteks tubulus distal berkelok-kelok, mendekati glomerolus dan kemudian bermuara ke dalam duktus koligens. Sel-sel epitel tubulus distal pada sisi yang dekat ke glomerolus berubah menjadi lebih tinggi dan tersusun lebih rapat sehingga disebut makula densa. Duktus koligens dapat dibedakan dengan tubulus, dimana sel epitel dinding duktus koligens terlihat lebih tinggi, tampak pucat, batas antar sel lebih terlihat tegas dan dinding sel pada apeks cenderung menggelembung menonjol ke lumen. A.H Tipis A.H Tebal Pars Descendens A.H Tebal Pars Ascendens Tubulus Proksimal Tubulus Distal Duktus Koligens

LI.2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi GinjalFungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstrasel dalam batas-batas normal.Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus. Fungsi utama ginjal :1. Fungsi ekskresia. Mempertahankan osmolalitas plasmab. Mempertahankan pH plasmac. Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasmad. Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein2. Fungsi non ekskresia. Menghasilkan reninb. Menghasilkan eritropoietinc. Memetabolisme vitamin Dd. Degradasi insuline. Menghasilkan prostaglandinSubstansi yang tidak diperlukan tubuh akan disekresi dan plasma langsung melewati sel-sel epitel yang melapisi tubulus ke dalam cairan tubulus. Jadi urin yang akhirnya terbentuk terdiri dari bagian utama berupa substansi yang difiltrasi dan sebagian kecil substansi yang disekresi.Mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma disaring melalui dinding kapiler glomerulus.Hasil ultrafiltrasi tersebut yang bebas sel, mengandung semua substansi plasma kecuali protein yang berat molekulnya > 68.000 (albumin dan globulin).Filtrat dikumpulkan dalam ruang bowman dan masuk ke dalam tubulus sebelum meninggalkan ginjal berupa urin.

Pembentukan Urin1. Penyaringan (Filtrasi )Filtrasi darah terjadi di glomerulus, kapilernya menahan komponen selular dan protein besar kedalam vascular system, menekan cairan (filtrat glomerulus) yang identik dengan plasma di elektrolitnya dan komposisi air. Bowman space merupakan bagian yang mengumpulkan filtrate glomerular, menyalurkan ke segmen pertama dari tubulus proksimal.Struktur kapiler glomerular terdiri atas 3 lapisan: endothelium kapiler, membrane dasar, epitelium visceral. Tekanan hidrostatik darah didalam kapiler dan tekanan oncotik dari cairan di dalam bowman space merupakan kekuatan untuk proses filtrasi. Normalnya tekanan oncotik di bowman space tidak ada karena molekul protein besar tidak tersaring.Rintangan untuk filtrasi (filtration barrier) bersifat selektiv permeable. Normalnya komponen seluler & protein plasma tetap didalam darah, sedangkan air & larutan akan bebas tersaring. Selain itu beban listrik dari setiap molekul juga mempengaruhi filtrasi.Kation lebih mudah tersaring dari pada anion.Hasil penyaringan di glomerulus filtrat glomerulus (urin primer) yang komposisinya serupa dengan darah tetapi tidak mengandung protein.

2. Penyerapan Kembali ( Reabsorbsi )Tubulus proksimal bertanggung jawab terhadap reabsorbsi bagian terbesar dari filtered solute. Di tubulus proksimal terjadi transport Na melalui Na, K pump. Di kondisi optimal, Na, K, ATPase pump menekan 3 ion Na kedalam cairan interstisial dan mengeluarkan 2 ion K ke sel, sehingga konsentrasi Na di sel berkurang dan konsentrasi K di sel bertambah.Selanjutnya disebelah luar difusi K melalui canal K membuat sel polar.Substansi diangkut dari tubulus proksimal ke sel melalui mekanisme ini (secondary active transport) termasuk glukosa, asam amino, fosfat, sulfat, dan organic anion.Pengambilan active substansi ini menambah konsentrasi intraseluler dan membuat substansi melewati membrane plasma basolateral dan kedarah melalui pasif/difusi terfasilitasi.Reabsorbsi dari bikarbonat oleh tubulus proksimal juga di pengaruhi gradient Na.Volume urin manusia hanya 1% dari filtrat glomerulus. 99% filtrat glomerulus akan direabsorbsi secara aktif pada tubulus kontortus proksimal dan terjadi penambahan zat-zat sisa serta urea pada tubulus kontortus distal. Substansi yang masih berguna seperti glukosa dan asam amino dikembalikan ke darah. Sisa sampah kelebihan garam, dan bahan lain pada filtrate dikeluarkan dalam urin. Tiap hari tabung ginjal mereabsorbsi lebih dari 178 liter air, 1200 g garam, dan 150 g glukosa.Sebagian besar dari zat-zat ini direabsorbsi beberapa kali. Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder yang komposisinya sangat berbeda dengan urin primer. Pada urin sekunder, zat-zat yang masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang bersifat racun bertambah.Reabsorbsi air terjadi pada tubulus proksimal dan tubulus distal.

3. AugmentasiAugmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di tubulus kontortus distal. Zat sisa metabolisme adalah hasil pembongkaran zat makanan yang bermolekul kompleks.Zat sisa ini sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme antara lain, CO2, H20, NHS, zat warna empedu, dan asam urat.Karbon dioksida dan air merupakan sisa oksidasi/sisa pembakaran zat makanan yang berasal dari karbohidrat, lemak dan protein.Kedua senyawa tersebut tidak berbahaya bila kadarnya tidak berlebihan.Amonia (NH3) adalah hasil pemecahan protein, merupakan zat yang beracun bagi sel. Zat ini harus dikeluarkan dari tubuh, namun jika untuk sementara disimpan dalam tubuh zat tersebut akan dirombak menjadi zat yang kurang beracun, yaitu urea. Zat warna empedu adalah sisa hasil perombakan sel darah merah yang dilaksanakan oleh hati dan disimpan pada kantong empedu. Zat ini akan dioksidasi jadi urobilinogen yang berguna memberi warna pada tinja dan urin. Asam urat merupakan sisa metabolisme yang mengandung nitrogen, daya racunnya lebih rendah dibandingkan amonia, karena daya larutnya di dalam air rendah.

LI.3. Memahami dan Menjelaskan Glomerulonefritis Akut3.1. DefinisiGlomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus. Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis.

3.2. EtiologiFaktor-faktor penyebab yang mendasari GN (Glomerulonefritis) akut dapat dibagi menjadi kelompok-kelompok menular dan tidak menular .

infeksiPenyebab infeksi yang paling umum dari GN akut adalah infeksi oleh spesies Streptococcus (yaitu , kelompok A , beta - hemolitik ) . Dua jenis telah dijelaskan , yang melibatkan serotipe yang berbeda :

Serotipe 12 - nefritis poststreptococcal karena infeksi saluran pernapasan atas , yang terjadi terutama di musim dinginSerotipe 49 - nefritis poststreptococcal karena infeksi kulit , biasanya diamati pada musim panas dan gugur dan lebih umum di wilayah selatan Amerika SerikatPSGN biasanya berkembang 1-3 minggu setelah infeksi akut dengan strain nefritogenik spesifik grup A streptokokus beta hemolitik - . Insiden GN adalah sekitar 5-10 % pada orang dengan faringitis dan 25 % pada mereka dengan infeksi kulit .

Nonstreptococcal GN setelah terinfeksi mungkin juga hasil dari infeksi oleh bakteri lain , virus , parasit , atau jamur . Bakteri selain streptokokus grup A yang dapat menyebabkan GN akut termasuk diplococci , streptococci lainnya , staphylococci , dan mycobacteria . Salmonella typhosa , Brucella suis , Treponema pallidum , Corynebacterium bovis , dan actinobacilli juga telah diidentifikasi .

Cytomegalovirus ( CMV ) , coxsackievirus , Epstein -Barr virus ( EBV ) , virus hepatitis B ( HBV ) , [ 4 ] rubella , Rickettsiae ( seperti dalam scrub typhus ) , dan virus gondok diterima sebagai penyebab virus hanya jika dapat didokumentasikan bahwa kelompok baru A infeksi streptokokus beta hemolitik - tidak terjadi . Akut GN telah didokumentasikan sebagai komplikasi yang jarang dari hepatitis A.

tidak menularPenyebab menular dari GN akut dapat dibagi menjadi penyakit ginjal primer , penyakit sistemik , dan kondisi lain-lain atau agen .

Penyakit sistemik multisistem yang dapat menyebabkan GN akut adalah sebagai berikut:

Vaskulitis ( misalnya , Wegener granulomatosis ) - ini menyebabkan glomerulonefritis yang menggabungkan nephritides granulomatous atas dan bawah ) .Penyakit kolagen - vaskular ( misalnya , lupus eritematosus sistemik [ SLE ] ) - ini menyebabkan glomerulonefritis melalui deposisi ginjal kompleks imun ) .Hipersensitivitas vaskulitis - ini mencakup sekelompok heterogen gangguan menampilkan kapal kecil dan penyakit kulit .Cryoglobulinemia - Hal ini menyebabkan jumlah abnormal cryoglobulin dalam plasma yang mengakibatkan episode berulang dari purpura meluas dan ulserasi kulit pada kristalisasi .Poliarteritis nodosa - ini menyebabkan nefritis dari vaskulitis yang melibatkan arteri ginjal .Henoch - Schnlein purpura - ini menyebabkan vaskulitis umum mengakibatkan glomerulonefritis .Sindrom Goodpasture - ini menyebabkan sirkulasi antibodi untuk mengetik IV kolagen dan sering mengakibatkan gagal ginjal oliguri progresif cepat ( minggu ke bulan ) .Penyakit ginjal primer yang dapat menyebabkan GN akut adalah sebagai berikut:

Glomerulonefritis membranoproliferatif ( MPGN ) - Hal ini disebabkan ekspansi dan proliferasi sel mesangial sebagai konsekuensi dari pengendapan komplemen . Tipe I merujuk pada deposisi granular dari C3 , tipe II mengacu pada proses yang tidak teratur .Penyakit Berger ( IgG - immunoglobulin A [ IgA ] nefropati ) - ini menyebabkan GN sebagai hasil dari deposisi mesangial difus IgA dan IgG ." Murni " mesangial proliferatif GN [ 1 ]Idiopathic cepat progresif glomerulonefritis - Bentuk GN ditandai dengan adanya crescent glomerulus . Tiga jenis telah dibedakan : Tipe I adalah penyakit membran basement antiglomerular , tipe II dimediasi oleh kompleks imun , dan tipe III diidentifikasi dengan antibodi sitoplasmik antineutrofil ( ANCA ) .Penyebab tidak menular Miscellaneous GN akut adalah sebagai berikut:

Sindrom Guillain - BarrIradiasi tumor WilmsDifteri - pertusis - tetanus ( DPT ) Vaksinserum sicknessAktivasi reseptor faktor pertumbuhan epidermal [ 6 ] dan mungkin untuk inhibitor cetuximab nya [ 7 ]Pencantuman glomerulonefritis untuk etiologi parasit atau jamur memerlukan pengecualian dari infeksi streptokokus . Organisme diidentifikasi termasuk Coccidioides immitis dan parasit berikut : Plasmodium malariae , Plasmodium falciparum , Schistosoma mansoni , Toxoplasma gondii , filariasis , trichinosis , dan trypanosomes .3.3. EpidemiologiGNAPS dapat terjadi secara sporadik ataupun epidemik. Biasanya kasus terjadi pada kelompok sosioekonomi rendah, berkaitan dengan higiene yang kurang baik dan jauh dari tempat pelayanan kesehatan. Risiko terjadinya nefritis 5% dari infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A yang menyerang tenggorokan sampai 25% yang menyerang kulit (pioderma), Rasio terjadinya GNAPS pada pria dibanding wanita adalah 2:1. Penyakit ini terutama menyerang kelompok usia sekolah 5-15 tahun, pada anak < 2 tahun kejadiannya kurang dari 5% . Kejadian glomerulonefritis pasca streptokokus sudah mulai menurun pada negara maju, namun masih terus berlanjut pada negara berkembang, penurunan kejadian GNAPS berkaitan banyak faktor diantaranya penanganan infeksi streptokokus lebih awal dan lebih mudah oleh pelayanan kesehatan yang kompeten. Di beberapa negara berkembang, glomerulonefritis pasca streptokokus tetap menjadi bentuk sindroma nefritik yang paling sering ditemui. Attack rate dari glomerulonefritis akut terlihat memiliki pola siklus, yaitu sekitar setiap 10 tahun. Anak laki-laki menderita 2 kali lebih sering dibandingkan anak wanita. Rasio anak laki-laki dibanding anak wanita adalah 76.4%:58.2% atau 1.3:1. GNAPS lebih sering dijumpai di daerah tropis dan biasanya menyerang anak-anak dari golongan ekonomi rendah. Di Indonesia 68.9% berasal dari keluaga sosial ekonomi rendah dan 82% dari keluarga berpendidikan rendah. Keadaan lingkungan yang padat, higiene sanitasi yang jelek, malnutrisi, anemia, dan infestasi parasit, merupakan faktor risiko untuk GNAPS, meskipun kadang-kadang outbreaks juga terjadi dinegara maju. Faktor genetik juga berperan, misalnya alleles HLA-DRW4, HLA-DPA1 dan HLA-DPB1 paling sering terserang GNAPS. Faktor kuman streptokokus Proses GNAPS dimulai ketika kuman streptokokus sebagai antigen masuk kedalam tubuh penderita,yang rentan, kemudian tubuh memberikan respon dengan membentuk antibodi. Bagian mana dari kuman streptokokus yang bersifat antigen masih belum diketahui. Beberapa penelitian pada model binatang dan penderita GNAPS menduga yang bersifat antigenik adalah: M protein, endostreptosin, cationic protein, Exo-toxin B, nephritis plasmin-binding protein dan streptokinase. Kemungkinan besar lebih dari satu antigen yang terlibat dalam proses ini, barangkali pada stadium jejas ginjal yang berbeda dimungkinkan akibat antigen M protein dan streptokinase. Protein M adalah suatu alpha-helical coiled-coil dimer yang terlihat sebagai rambut- rambut pada permukaan kuman. Protein M menentukan apakah strain kuman tersebut bersifat rematogenik atau nefritogenik. Strain nefritogenik dibagi menjadi serotype yang berkaitan dengan faringitis (M 1, 4, 12, 25) dan serotipe infeksi kulit (M 2, 42, 49, 56, 57, 60). Streptokinase adalah protein yang disekresikan oleh kuman streptokokus, terlibat dalam penyebaran kuman dalam jaringan karena mempunyai kemampuan memecah plasminogen menjadi plasmin. Streptokinase merupakan prasarat terjadinya nefritis pada GNAPS. Saat ini penelitian lebih menitikberatkan terhadap protein M yang terdapat pada streptokokus sebagai tipe nefritogenik yang dapat menyebabkan kerusakan glomerulus. Selain itu penelitian-penelitian terahir menemukan adanya dua fraksi antigen, yaitu nephritis associated plasmin receptor (NAPlr) yang diidentifikasi sebagal glyceraldehide 3-phosphate dehydrogenase (GAPDH) dan streptococcal pyrogenic exotoxin B (SPEB) sebagai fraksi yang menyebabkan infeksi nefritogenik. NAPlr dan SPEB didapatkan pada biopsi ginjal dini dan menyebabkan terjadinya respon antibodi di glomerulus. Penelitian terbaru pada pasien GNAPS memperlihatkan deposit SPEB di glomerulus lebih sering terjadi daripada deposit NAPlr. Mekanisme terjadinya jejas renal pada GNAPSGNAPS adalah suatu penyakit imunologik akibat reaksi antigen-antibodi yang terjadi dalam sirkulasi atau in situ dalam glomerulus. Mekanisme terjadinya inflamasi yang mengakibatkan terjadinya jejas renal didahului oleh proses sebagai berikut: 1. Terbentuknya plasmin sebagai akibat pemecahan plasminogen oleh streptokinase yang akan menaktivasi reaksi kaskade komplemen. 2. Terperangkapnya kompleks Ag-Ab yang sudah terbentuk sebelumnya kedalam glomerulus. 3. Antibodi antistreptokokus yang telah terbentuk sebelumnya berikatan dengan molekul tiruan (molecul mimicry) dari protein renal yang menyerupai Ag Streptokokus (jaringan glomerulus yang normal yang bersifat autoantigen). Sistem imun humoral dan kaskade komplemen akan aktif bekerja apabila terdapat deposit subepitel C3 dan IgG dalam membran basal glomerulus. Kadar C3 dan C5 yang rendah dan kadar komplemen jalur klasik (C1q, C2 dan C4) yang normal menunjukkan bahwa aktivasi komplemen melalui jalur alternatif. Deposisi IgG terjadi pada fase berikutnya yang diduga oleh karena Ab bebas berikatan dengan komponen kapiler glomerulus, membran basal atau terhadap Ag Streptokokus yang terperangkap dalam glomerulus. Aktivasi C3 glomerulus memicu aktivasi monosit dan netrofil. Infiltrat inflamasi tersebut secara histologik terlihat sebagai glomerulonefritis eksudatif. Produksi sitokin oleh sel inflamasi memperparah jejas glomerulus. Hiperselularitas mesangium dipacu oleh proliferasi sel glomerulus akibat induksi oleh mitogen lokal. Mekanisme cell-mediated turut terlibat dalam pembentukan GNAPS. Infiltrasi glomerulus oleh sel limfosit dan makrofag, telah lama diketahui berperan dalam menyebabkan GNAPS. Intercellular leukocyte adhesion molecules seperti ICAM-I dan LFA terdapat dalam jumlah yang banyak di glomerulus dan tubulointersisial dan berhubungan dengan intensitas infiltrasi dan inflamasi. Hipotesis lain yang sering disebut adalah adanya neuraminidase yang dihasilkan oleh Streptokokus, mengubah IgG menjadi autoantigenic sehingga terbentuk autoantibodi terhadap IgG itu sendiri. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik pada mesangium, subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola nodular atau granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Hasil penelitian-penelitian pada binatang dan penderita GNAPS menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab, diantaranya sebagai berikut: 1. Terperangkapnya kompleks antigen-antibodi dalam glomerulus yang kemudian akan merusaknya. 2. Proses auto-imun kuman Streptokokus yang bersifat nefritogenik dalam tubuh menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus. 3. Streptokokus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis glomerulus.Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang dideposit. Bila deposit pada mesangium respon mungkin minimal, atau dapat terjadi perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapat meluas diantara sel-sel endotel dan membran basalis, serta menghambat fungsi filtrasi glomerulus. Jika kompleks terutama terletak di subendotel atau subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus deposit komplek imun di subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis glomerulus berangsur-angsur menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke dalam membran basalis glomerulus.Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks kecil cenderung menembus membran basalis kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi sepanjang dinding kapiler di bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran sedang tidak sedemikian mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke dalam mesangium.3.4. Klasifikasi3.5. PatofisiologiMekanisme dari pathogenesis terjadinya jejas glomerulus pada GNAPS sampai sekarang belum diketahui, meskipun telah diduga terdapat sejumlah faktor host dan faktor kuman streptokokus yang berhubungan dalam terjadinya GNAPS. Faktor host Penderita yang terserang infeksi kuman streptokokus grup A strain nefritogenik, hanya 10-15% yang berkembang menjadi GNAPS, mengapa hal ini demikian masih belum dapat diterangkan, tetapi diduga beberapa faktor ikut berperan. GNAPS menyerang semua kelompok umur dimana kelompok umur 5-15 tahun (di Indonesia antara umur 2.5 15 tahun, dengan puncak umur 8.4 tahun) merupakan kelompok umur tersering dan paling jarang pada bayi. 3.6. ManifestasiGejala klinis GNAPS terjadi secara tiba-tiba, 714 hari setelah infeksi saluran nafas (faringitis), atau 3-6 minggu setelah infeksi kulit (piodermi). Gambaran klinis GNAPS sangat bervariasi, kadang-kadang gejala ringan atau tanpa gejala sama sekali, kelainan pada urin ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan rutin. Pada anak yang menunjukkan gejala berat, tampak sakit parah dengan manifestasi oliguria, edema, hipertensi, dan uremia dengan proteinuria, hematuria dan ditemukan cast. Kerusakan pada dinding kapiler gromelurus mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah daging dan albuminuria., Gejala overload cairan berupa sembab (85%), sedangkan di Indonesia6 76.3% kasus menunjukkan gejala sembab orbita dan kadang-kadang didapatkan tanda-tanda sembab paru (14%), atau gagal jantung kongestif (2%). Hematuria mikroskopik ditemukan pada hampir semua pasien (di Indonesia 99.3%). Hematuria gros (di Indonesia6 53.6%) terlihat sebagai urin berwarna merah kecoklatan seperti warna coca-cola. Penderita tampak pucat karena anemia akibat hemodilusi. Penurunan laju filtrasi glomerulus biasanya ringan sampai sedang dengan meningkatnya kadar kreatinin (45%). Takhipnea dan dispnea yang disebabkan kongesti paru dengan efusi pleura sering ditemukan pada penderita glomerulonefritis akut. Takikardia, kongesti hepar dan irama gallop timbul bila terjadi gagal jantung kongesti. Proteinuria (di Indonesia 98.5%) biasanya bukan tipe proteinuria nefrotik. Gejala sindrom nefrotik dapat terjadi pada kurang dari 5% pasien. Hipertensi ringan sampai sedang terlihat pada 60-80% pasien ( di Indonesia 61.8%) yang biasanya sudah muncul sejak awal penyakit. Tingkat hipertensi beragam dan tidak proporsional dengan hebatnya sembab. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan penyakitnya menjadi kronis. Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya sedang. Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat vasospasme masih belum diketahui dengan jelas. Kadang-kadang terjadi krisis hipertensi yaitu tekanan darah mendadak meningkat tinggi dengan tekanan sistolik > 200 mm Hg, dan tekanan diastolik > 120 mmHg. Sekitar 5% pasien rawat inap mengalami ensefalopati hipertensi (di Indonesia 9.2%), dengan keluhan sakit kepala hebat, perubahan mental, koma dan kejang. Patogenesis hipertensi tidak diketahui, mungkin multifaktorial dan berkaitan dengan ekspansi volume cairan ekstraseluler. Ensefalopati hipertensi meskipun jarang namun memerlukan tindakan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan nyawa pasien. Kadang kadang terdapat gejala-gejala neurologi karena vaskulitis serebral, berupa sakit kepala dan kejang yang bukan disebabkan karena ensefalopati hipertensi. Adanya anuria, proteinuria nefrotik, dan penurunan fungsi ginjal yang lebih parah, mungkin suatu glomerulonefritis progresif cepat yang terjadi pada 1% kasus GNAPS. Gejala-gejala GNAPS biasanya akan mulai menghilang secara spontan dalam 1-2 minggu. Kelainan urin mikroskopik termasuk proteinuria dan hematuria akan menetap lebih lama sekitar beberapa bulan sampai 1 tahun atau bahkan lebih lama lagi. Suhu badan tidak beberapa tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada hari pertama. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA. 3.7. DiagnosisPemeriksaan PenunjangUrinalisis Pada pemeriksaan urin rutin ditemukan hematuri mikroskopis ataupun makroskopis (gros), proteinuria. Proteinuri biasanya sesuai dengan derajat hematuri dan berkisar antara sampai 2+ (100 mg/dL). Bila ditemukan proteinuri masif (> 2 g/hari) maka penderita menunjukkan gejala sindrom nefrotik dan keadaan ini mungkin ditemukan sekitar 2-5% pada penderita GNAPS. Ini menunjukkan prognosa yang kurang baik. Pemeriksaan mikroskopis sedimen urin ditemukan eritrosit dismorfik dan kas eritrosit, kas granular dan hialin (ini merupakan tanda karakteristik dari lesi glomerulus) serta mungkin juga ditemukan leukosit. Untruk pemeriksaan sedimen urin sebaiknya diperiksa urin segar pagi hari. Darah Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin serum meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Komplemen C3 rendah pada hampir semua pasien dalam minggu pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif komplomen. Penurunan C3 sangat mencolok pada penderita GNAPS kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan komplemen C3 tidak berhubungan dengan derajat penyakit dan kesembuhan. Kadar komplemen C3 akan mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu. Bila setelah waktu tersebut kadarnya belum mencapai normal maka kemungkinan glomerulonefritisnya disebabkan oleh yang lain atau berkembang menjadi glomerulonefritis kronik atau glomerulonefritis progresif cepat. Anemia biasanya berupa normokromik normositer, terjadi karena hemodilusi akibat retensi cairan. Di Indonesia 61% menunjukkan Hb < 10 g/dL. Anemia akan menghilang dengan sendirinya setelah efek hipervolemiknya menghilang atau sembabnya menghilang. Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba sebelumnya. Beberapa uji serologis terhadap antigen streptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi, antara lain antistreptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antistreptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen streptokokus. Titer anti streptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa strain streptokokus tidak memproduksi streptolisin O, sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari satu antigen streptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi streptokokus, titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus. Pada awal penyakit titer antibodi streptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara serial. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi Pada USG ginjal terlihat besar dan ukuran ginjal yang biasanya normal. Bila terlihat ginjal yang kecil, mengkerut atau berparut, kemungkinannya adalah penyakit ginjal kronik yang mengalami eksaserbasi akut. Gambaran ginjal pada USG menunjukkan peningkatan echogenisitas yang setara dengan echogenisitas parenkhim hepar. Gambaran tersebut tidak spesifik dan dapat ditemukan pada penyakit ginjal lainnya.

Pencitraan Gambaran radiologi dan USG pada penderita GNAPS tidak spesifik. Foto toraks umumnya menggambarkan adanya kongesti vena sentral daerah hilus, dengan derajat yang sesuai dengan meningkatnya volume cairan ekstraseluler. Sering terlihat adanya tanda-tanda sembab paru (di Indonesia 11.5%), efusi pleura (di Indonesia 81.6%), kardiomegali ringan (di Indonesia 80.2%), dan efusi perikardial (di Indonesia 81.6%). Foto abdomen dapat melihat adanya asites.3.8. Diagnosis BandingGNAPS harus dibedakan dengan beberapa penyakit glomerulonefritis penyebab lainnya, yaitu: Henoch-Schonlein purpura, IgA nephropathy, MPGN, SLE, ANCA-positive vasculitis. Untuk membedakan seperti yang terdapat dalam tabel dibawah ini:

3.9. TatalaksanaPenatalaksanaan pasien GNAPS meliputi eradikasi kuman dan pengobatan terhadap gagal ginjal akut dan akibatnya. Antibiotik Pengobatan antibiotik untuk infeksi kuman streptokokus yang menyerang tenggorokan atau kulit sebelumnya, tidak mempengaruhi perjalanan atau beratnya penyakit. Meskipun demikian, pengobatan antibiotik dapat mencegah penyebaran kuman di masyarakat sehingga akan mengurangi kejadian GNAPS dan mencegah wabah. Pemberian penisilin pada fase akut dianjurkan hanya untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama tidak dianjurkan. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari. Beberapa klinisi memberikan antibiotik hanya bila terbukti ada infeksi yang masih aktif, namun sebagian ahli lainnya tetap menyarankan pemberian antibiotik untuk menghindarkan terjadinya penularan dan wabah yang meluas. Pemberian terapi penisilin 10 hari sekarang sudah bukan merupakan terapi baku emas lagi, sebab resistensi yang makin meningkat, dan sebaiknya digantikan oleh antibiotik golongan sefalosporin yang lebih sensitif dengan lama terapi yang lebih singkat. Suportif Tidak ada pengobatan spesifik untuk GNAPS, pengobatan hanya merupakan simptomatik. Pada kasus ringan, dapat dilakukan tirah baring, mengatasi sembab kalau perlu dengan diuretik, atau mengatasi hipertensi yang timbul dengan vasodilator atau obat-obat anti hipertensi yang sesuai. Pada gagal ginjal akut harus dilakukan restriksi cairan, pengaturan nutrisi dengan pemberian diet yang mengandung kalori yang adekuat, rendah protein, rendah natrium, serta restriksi kalium dan fosfat. Kontrol tekanan darah dengan hidralazin, calcium channel blocker, beta blocker, atau diuretik. Pada keadaan sembab paru atau gagal jantung kongestif akibat overload cairan perlu dilakukan restriksi cairan, diuretik, kalau perlu dilakukan dialisis akut atau terapi pengganti ginjal. Pembatasan aktivitas dilakukan selama fase awal, terutama bila ada hipertensi. Tirah baring dapat menurunkan derajat dan durasi hematuria gross, tetapi tidak mempengaruhi perjalanan penyakit atau prognosis jangka panjang. Edukasi penderita Penderita dan keluarganya perlu dijelaskan mengenai perjalanan dan prognosis penyakitnya. Keluarga perlu memahami bahwa meskipun kesembuhan yang sempurna diharapkan (95%), masih ada kemungkinan kecil terjadinya kelainan yang menetap dan bahkan memburuk (5%). Perlu dielaskan rencana pemantauan selanjutnya, pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan urine untuk protein dan hematuria dilakukan dengan interval 4-6 minggu untuk 6 bulan pertama, kemudian tiap 3-6 bulan sampai hematuria dan proteinuria menghilang dan tekanan darah normal untuk selama 1 tahun. Kadar C3 yang telah kembali normal setelah 8-10 minggu menggambarkan prognosis yang baik.3.10. KomplikasiOliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari, terjadi sebagai akibat berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperkalemia, dan hiperfosfatemia. Walau oliguria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum kadang-kadang di perlukan. Hipertensi ensefalopati, didapatkan gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung dan meningginya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat memberas dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang menurun. 3.11. PrognosisSebagian besar kasus epidemi mengikuti kursus berakhir dalam pemulihan pasien lengkap ( sebanyak 100 % ) . Angka kematian dari GN akut pada kelompok usia yang paling sering terkena , pasien anak-anak , telah dilaporkan pada 0-7 % .

Kasus sporadis nefritis akut sering berkembang menjadi bentuk yang kronis . Perkembangan ini terjadi pada sebanyak 30 % dari pasien dewasa dan 10 % dari pasien anak . GN adalah penyebab paling umum dari gagal ginjal kronis ( 25 % ) .

Di PSGN , prognosis jangka panjang umumnya baik . Lebih dari 98 % dari individu tidak menunjukkan gejala setelah 5 tahun , dengan gagal ginjal kronis dilaporkan 1-3 % dari waktu .

Dalam seminggu atau lebih dari onset , kebanyakan pasien dengan PSGN mulai mengalami resolusi spontan retensi cairan dan hipertensi . Tingkat C3 dapat menormalkan dalam waktu 8 minggu setelah tanda pertama dari PSGN . Proteinuria dapat bertahan selama 6 bulan dan hematuria mikroskopik sampai 1 tahun setelah onset nefritis .

Akhirnya , semua kelainan urin harus menghilang , hipertensi akan mereda , dan fungsi ginjal harus kembali ke normal. Pada orang dewasa dengan PSGN , pemulihan penuh fungsi ginjal dapat diharapkan hanya dalam waktu setengah dari pasien , dan prognosis suram pada pasien dengan diabetes glomerulosklerosis mendasarinya . Beberapa pasien dengan nefritis akut mengembangkan gagal ginjal progresif cepat .

Sekitar 15 % dari pasien pada 3 tahun dan 2 % dari pasien pada 7-10 tahun mungkin memiliki proteinuria ringan persisten . Prognosis jangka panjang tidak selalu jinak . Beberapa pasien dapat mengembangkan hipertensi , proteinuria , dan insufisiensi ginjal selama 10-40 tahun setelah penyakit awal . Imunitas untuk mengetik protein M adalah tipe - spesifik , tahan lama , dan protektif . Episode berulang dari PSGN karena itu tidak biasa .

Prognosis untuk nonstreptococcal GN postinfectious tergantung pada agen yang mendasari , yang harus diidentifikasi dan ditangani . Umumnya , prognosis buruk pada pasien dengan proteinuria berat , hipertensi berat , dan peningkatan yang signifikan dari tingkat kreatinin . Nefritis terkait dengan methicillin - resistant Staphylococcus aureus ( MRSA ) dan infeksi kronis biasanya sembuh setelah pengobatan infeksi .

Penyebab lain GN akut memiliki hasil yang bervariasi dari pemulihan lengkap untuk menyelesaikan gagal ginjal . Prognosis tergantung pada penyakit yang mendasarinya dan kesehatan keseluruhan pasien . Terjadinya komplikasi cardiopulmonary atau neurologis memburuk prognosis .Sumber: emedicine.medscape.com

3.12.PencegahanTidak ada cara untuk mencegah kebanyakan bentuk glomerulonefritis. Namun, berikut adalah beberapa langkah yang mungkin bermanfaat:a. Carilah pengobatan yang tepat dari infeksi strep menyebabkan sakit tenggorokan atau impetigo.b. Untuk mencegah infeksi yang dapat menyebabkan beberapa bentuk glomerulonefritis, seperti HIV dan hepatitis, hindari seks bebas dan menghindari penggunaan narkoba suntikan.c. Kontrol tekanan darah Anda, yang mengurangi kemungkinan kerusakan ginjal dari hipertensi.d. Kontrol gula darah anda untuk membantu mencegah nefropati diabetes.

LI.4. Memahami dan Menjelaskan Thaharah Thaharah menurut arti bahasa adalah bersih dan suci dari kotoran atau najis hissi (yang dapat terlihat) seperti kencing atau lainnya, dan najis manawi (yang tidak kelihatan zatnya) seperti aib dan maksiat.Adapun menurut istilah syara, thahrah ialah bersih dari najis baik najis haqiqi, yaitu khabats (kotoran) atau najis hukmi, yaitu hadats.242

Khabats ialah sesuatu yang kotor menurut syara*. Adapun hadats ialah sifat syara yang melekat pada anggota tubuh dan ia dapat menghilangkan thaharah (kesucian).

Imam an-Nawawi mendefinisikan thaharah sebagai kegiatan mengangkat hadats atau menghilangkan najis atau yang serupa dengan kedua kegiatan itu, dari segi bentuk atau maknanya.243 Tambahan di akhir definisi yang dibuat oleh ulama Madzhab Hanafi bertujuan supaya hukum-hukum berikut dapat tercakup, yaitu tayamum, mandi sunnah, memperbarui wudhu, membasuh yang kedua dan ketiga dalam hadats dan najis, mengusap telinga, berkumur, dan kesunnahan thaharah, thaharah wanita mustahadhah, dan orang yang mengidap kencing berterusan.

Definisi yang dibuat oleh ulama Madzhab Maliki dan Hambali244 adalah sama dengan definisi ulama Madzhab Hanafi. Mereka mengatakan bahwa thaharah adalah menghilangkan apa yang menghalangi shalat, yaitu hadats atau najis dengan menggunakan air ataupun menghilangkan hukumnya dengan tanah.

Jenis ThaharahDari definisi di atas, maka thaharah dapat dibagai menjadi dua jenis, yaitu thaharah hadats (menyucikan hadats) dan thaharah khabats (menyucikan kotoran).Menyucikan hadats adalah khusus pada badan. Adapun menyucikan kotoran adalah merangkumi badan, pakaian, dan tempat. Me nyucikan hadats terbagi kepada tiga macam, yaitu hadats besar dengan cara mandi, menyucikan hadats kecil dengan cara wudhu, dan ketiga adalah bersuci sebagai ganti kedua jenis cara bersuci di atas, apabila memang tidak dapat dilakukan karena ada udzur, yaitu tayamum. Menyucikan kotoran (khabats) juga dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu mem basuh, mengusap, dan memercikkan.Oleh sebab itu, thaharah mencakup wudhu, mandi, menghilangkan najis, tayamum, dan perkara-perkara yang berkaitan dengannya.

Pentingnya ThaharahThaharah amat penting dalam Islam baik thaharah haqiqi, yaitu suci pakaian, badan, dan tempat shalat dari najis; ataupun thaharah hukmi, yaitu suci anggota wudhu dari hadats, dan suci seluruh anggota zahir dari janabah (junub); sebab ia menjadi syarat yang tetap bagi sahnya shalat yang dilakukan sebanyak lima kali dalam sehari. Oleh karena shalat adalah untuk menghadap Allah SWT, maka menunaikannya dalam keadaan suci adalah untuk mengagungkan kebesaran Allah SWT. Meskipun hadats dan janabah bukanlah najis yang dapat dilihat, tetapi ia tetap merupakan najis manawi yang menyebabkan tempat yang terkena olehnya menjadi kotor. Oleh sebab itu, apabila ia ada, maka ia menyebabkan cacatnya kehormatan dan juga berlawanan dengan prinsip kebersihan. Untuk menyucikannya, maka perlu mandi. Jadi, thaharah dapat menyucikan rohani dan jasmani sekaligus.

Islam sangat memerhatikan supaya penganutnya senantiasa bersih dalam dua sisi; maddi (lahiriah) dan manawi (rohani).245 Hal ini membuktikan bahwa Islam sangat mementingkan kebersihan, dan juga membuktikan bahwa Islam adalah contoh tertinggi bagi keindahan, penjagaan kesehatan, dan pembinaan tubuh dalam bentuk yang paling sempurna, juga menjaga lingkungan dan masyarakat supaya tidak menjadi lemah dan berpenyakit. Karena, membasuh anggota lahir yang terbuka dan bisa terkena debu, tanah dan kuman- kuman setiap hari serta membasuh badan dan mandi setiap kali berjunub, akan menyebabkan badan menjadi bersih dari kotoran.

Menurut kedokteran, cara yang paling baik untuk mengobati penyakit berjangkit dan penyakit-penyakit lain ialah dengan cara menjaga kebersihan. Menjaga kebersihan adalah suatu langkah untuk mengantisipasi diri dari terkena penyakit. Sesungguhnya antisipasi lebih baik daripada mengobati.

Allah SWT memuji orang yang suka ber- suci (mutathahhirin) berdasarkan firman-Nya,"... Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri." (al-Baqarah: 222)Allah SWT memuji ahli Masjid Quba dengan firman-Nya,

"... Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Allah menyukai orang-orang yang bersih." (at-Taubah: 108)