b050212

Upload: biodiversitas-etc

Post on 30-May-2018

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/14/2019 b050212

    1/7

    B i o S M A R T ISSN: 1411-321XVolume 5, Nomor 2 Oktober 2003

    Halaman: 124-130

    2003 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta

    Efek Pemberian Natrium Siklamat secara Oral terhadap Karakteristik

    Hematologis Tikus Putih (Rattus norvegicus L.)

    The effects of giving natrium cyclamate orally on rats (Rattus norvegicus L.) hematological

    characteristics

    RIANDINI AISYAH, SHANTI LISTYAWATI, TETRI WIDIYANIJurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta 57126

    Diterima: 17 Mei 2003. Disetujui: 31 Agustus 2003.

    ABSTRACT

    The aims of this research were to study the effects of giving natrium cyclamate orally on rats (Rattus norvegicusL.) hematocryte value,Hb, erythrocyte and leukocyte number, Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH), Mean Corpuscular

    Hemoglobin Concentration (MCHC), and the erythrocyte and leukocyte morphology. For these purposes, natrium cyclamate was treated

    orally to rats ( Rattus norvegicusL.) within 30 days. The framework of this research is that natrium cyclamate, which is given orally torats, will enter the digestorial tract, goes into the circulatorial system and influences hematological characteristics. In this research,Complete Random Design with 5 experimental categories i.e.: 2 ml akuades/200 g body weight as the control, 4,5 mg natrium

    cyclamate/200 g body weight; 9,5 mg natrium cyclamate/200 g body weight; 14,5 mg natrium cyclamate/200 g body weight and 19,5

    mg natrium cyclamate/200 g body weight was used in this experiment. The observations included in the hematocryte value, Hb,

    erythrocyte and leukocyte number, MCV, MCH and MCHC. The data resulted were analyzed by Analysis of Variance and DMRT.Morphology of erythrocyte and leukocyte was analyzed qualitatively. The result showed that the treatment of natrium cyclamate in 19,5

    mg/200 body weights dosage decreased hematocryte value; 4,5 mg natrium cyclamate/200 body weight, 9,5 mg natrium cyclamate/200

    body weight and 14,5 mg natrium cyclamate/200 body weights dosages decreased Hb; 9,5 mg natrium cyclamate/200 g body weight

    14,5 mg natrium cyclamate/200 body weight and 19,5 mg natrium cyclamate/200 body weight's dosages reduced erythrocyte numberand increased leukocyte number. It can be concluded that the treatment of various dosages of natrium cyclamate could change the

    erythrocyte and leukocyte morphology.

    Key words: natrium cyclamate, rat (Rattus noregicusL.), hematological characteristics.

    PENDAHULUAN

    Pemanis buatan adalah bahan tambahan makanan (BTM)yang berasa manis, tidak atau hampir tidak mempunyai

    nilai gizi, dan tidak mengandung kalori. Penggunaan

    pemanis buatan cenderung tinggi karena lemahnya

    pengawasan serta adanya masyarakat yang belum atautidak tahu bahayanya, sehingga produsen mengambil

    keuntungan dari kondisi ini. Pemanis buatan yang banyak

    digunakan di Indonesia adalah siklamat dan sakarin.Siklamat berupa kristal atau bubuk kristal yang berwarna

    putih, tidak berbau, mudah larut dalam air dan pada bentuk

    larutan memiliki tingkat kemanisan sebanyak 30 kali rasamanis sukrosa (Murdiati dkk., 1988). Siklamat yang

    biasanya dipakai adalah natrium siklamat (Sally, 1998;Murdiati dkk., 1988), namun senyawa ini dapat

    menimbulkan kanker atau mutasi genetik pada manusia,

    karena adanya sikloheksilamin (Lindsay, 1985). Siklamat juga memicu terbentuknya radikal bebas peroksida, suatu

    katalisator kuat reaksi oksidasi lebih lanjut (Tranggono,

    1988). Di Indonesia penggunaan siklamat masih diijinkan,

    namun telah dibatasi dalam SK Menteri Kesehatan RI No.235 tahun 1979 dan SK Menteri Kesehatan RI No. 208

    tahun 1985 (Murdiati dkk., 1988; Sally, 1996).

    Penggunaan siklamat yang dianggap aman untukmanusia (acceptable daily intake; ADI) menurut ketentuan

    FAO/WHO adalah 11 mg/kg berat badan/hari (0,2 mg/kg bb/hari untuk tikus putih), sedangkan batas maksimal

    penggunaan (BMP) berdasarkan SK Menteri Kesehatan RI

    No. 208 tahun 1985 untuk manusia adalah 3 g/kg bb/hari

    (54 mg/kg bb/hari untuk tikus putih) (Murdiati dkk., 1988).Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa siklamat

    dapat menyebabkan terjadinya anemia yang ditandai

    dengan menurunnya kadar hemoglobin (Hb) serta rusaknyasel-sel darah merah. Hal ini merupakan akibat penimbunan

    sel darah putih (leukosit) secara abnormal (Hoffbrand dan

    Pettit, 1987), dimana jumlah leukosit dapat mencapai lebihdari 10x10

    4tiap mm

    3(Mattingly dan Seward, 1993).

    Penelitian tentang unsur darah penting untuk kesehatankarena morfologi, jumlah dan perbandingan berbagai

    macam jenis sel darah merupakan indikator dari berbagai

    perubahan patologis dalam tubuh (Leeson dkk., 1996).Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik

    hematologis tikus putih ( Rattus norvegicus L.) yang

    diperlakukan dengan natrium siklamat secara oral selama

    30 hari, meliputi: nilai hematokrit (PCV), kadarhemoglobin, jumlah eritrosit, jumlah leukosit, MCV, MCH

    dan MCHC, serta morfologi eritrosit dan leukosit.

  • 8/14/2019 b050212

    2/7

    AISYAH, dkk. Efek Na-siklamat terhadap darah Rattus norvegicus 125

    BAHAN DAN METODE

    Waktu dan tempat penelitian

    Percobaan ini dilaksanakan pada bulan September-

    Oktober 2002. Pemeliharaan hewan uji dan pemberian perlakuan dilaksanakan di Unit Pengembangan Hewan

    Percobaan (UPHP) UGM Yogyakarta. Pembuatan preparatapus untuk pemeriksaan morfologi darah, pengukuran nilaihematokrit (PCV), kadar Hb, perhitungan jumlah eritrosit

    dan leukosit, MCV, MCH dan MCHC dilakukan di

    Laboratorium Pusat MIPA UNS Surakarta.

    Alat dan bahan

    Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

    kandang pemeliharaan tikus putih, spuit 3 ml dan kanul,tempat air minum, sentrifus , sealing putty, mikrohema-

    tokrit, spektrofotometer UV-1601 merk Shimadzu, tabung

    reaksi, kuvet, mikropipet, pipet volume, hemasitometer tipedouble improve neubauer, mikroskop, pipet pengencer

    eritrosit, pipet pengencer leukosit, mikroskop, gelas benda,

    pipet tetes, kertas tissue, dan alat fotomikrografi.Bahan yang digunakan meliputi tikus putih (Rattus

    norvegicus L.) jantan umur 2,5 bulan dengan berat badanrata-rata 200 gram, Par G pellet sebagai pakan sehari-hari,

    air ledeng, natrium siklamat, EDTA, larutan Hayem,

    larutan Turk, metanol, zat warna Giemsa dan air mengalir.

    Cara kerja

    Rancangan percobaanPercobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap

    (RAL) dengan 5 macam perlakuan, setiap perlakuan

    dengan 5 ulangan. Tikus putih berumur 2,5 bulan dengan

    berat badan rata-rata 200 gram dipelihara di kandang,

    masing-masing kandang perlakuan berisi 5 ekor tikus putih

    (total 5 perlakuan = 25 ekor). Sebelum dipergunakan tikusputih diaklimatisasi 1 minggu. Tikus uji diberi pakan dan

    minum secara et libitum serta diberi larutan natrium

    siklamat secara oral selama 30 hari, dengan dosis per hariuntuk masing-masing kelompok sebagai berikut:

    I : 2 ml akuades (sebagai kontrol)/200 g bb

    II : 4,5 mg natrium siklamat dalam 2 ml akuades/200 g bbIII: 9,5 mg natrium siklamat dalam 2 ml akuades/200 g bb

    IV: 14,5 mg natrium siklamat dalam 2 ml akuades/200 g bb

    V : 19,5 mg natrium siklamat dalam 2 ml akuades/200 g bb

    Teknik pengambilan data

    Pengambilan sampel darah. Darah diambil dari sinusorbitalis tikus putih menggunakan mikrohematokrit (Smithdan Mangkoewidjojo, 1988). Pengambilan darah dilakukan

    10 hari sekali sebanyak 1 ml.Pengukuran kadar hematokrit dan hemoglobin.

    Kadar hematokrit ( packed cell volume; PCV) diukur

    dengan tabung mikrohematokrit yang sudah dilapisiantikoagulan EDTA. Darah dihisap dari sinus orbitalis

    dengan pipa hematokrit, hingga bagian pipa, kemudian

    dipusingkan dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit.Pengukuran dilakukan dengan membandingkan bagian

    darah yang mengendap dengan seluruh bagian darah yang

    ada dalam tabung mikrohematokrit (Benyamin, 1961).Adapun kadar hemoglobin diukur dengan metode

    sianmethemoglobin. Dalam hal ini eritrosit dihancurkan

    agar hemoglobin lepas dan dapat diubah menjadi bentukyang stabil dengan larutan Drabkin, sehingga semua

    hemoglobin, oksihemoglobin, methemoglobin, dan

    karboksilhemoglobin menjadi sianmethemoglobin. Kadar

    hemoglobin ditentukan dengan spektrofotometer, dimana 5ml larutan Drabkin dimasukkan dalam tabung reaksi,

    ditambah 0,02 ml darah, dicampur, dan dibiarkan 3 menit,lalu dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 540 nmKadar Hb dapat diketahui dengan menggunakan kurva

    kalibrasi atau langsung dihitung dengan konsentrasi Hb =

    absorbansi x nilai yang tertera di kalibrasi larutan Drabkin

    (Tahono dkk., 2000).Perhitungan jumlah eritrosit. Perhitungan eritrosit

    dilakukan dengan hemasitometer. Darah dihisap ke dalam

    pipet pengencer eritrosit sampai tanda 0,5 dan larutanHayem sampai tanda 101. Jumlah eritrosit per mm

    3darah =

    jumlah eritrosit terhitung x 10.000 (Gandasoebrata, 1992).

    Perhitungan jumlah leukosit. Perhitungan dilakukan

    dengan cara mengencerkan darah dengan menggunakan

    larutan Turk. Darah dihisap ke dalam pipet pengencer

    leukosit sampai tanda 0,5 dan larutan Turk sampai tanda11. Perhitungan leukosit dilakukan dengan menggunakan

    hemasitometer. Jumlah leukosit per mm3

    darah = jumlahleukosit terhitung x 50 (Gandasoebrata, 1992).

    Perhitungan nilai MCV,MCH, danMCHC.

    Mean Corpuscular Volume (MCV) adalah perbandingan hematokrit dengan jumlah eritrosit atau

    volume rata-rata eritrosit dari sampel darah.

    MCV =

    )(juta/mmeritrositJumlah

    PCVx10

    3fl

    fl = femtoliter =1015

    liter

    Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) adalah jumlahrata-rata hemoglobin dalam eritrosit.

    MCH = pg)(juta/mmeritrositJumlah

    10x(Hb)Hemoglobin3

    pg = picogram =10-12

    gram

    Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration(MCHC) adalah jumlah hemoglobin per unit eritrosit.

    MCHC = %PCV

    100x(Hb)Hemoglobin

    Morfologi sel darah. Pengamatan morfologi sel darah

    dilakukan dengan pembuatan preparat apus darah (smear

    preparation). Sediaan apus darah difiksasi dengan metanolselama 5 menit, kemudian dikeringanginkan selanjutnya

    direndam dalam larutan pewarna Giemsa 3% dalammetanol selama 20 menit, dicuci dan dikeringkan.

    Pengamatan eritrosit dan leukosit dilakukan dengan

    membandingkan sel-sel yang terdapat pada sediaan apus.

    Analisis dataData dianalisis dengan Analisis Varian (Anava) untuk

    mengetahui pengaruh natrium siklamat terhadap nilai

    hematokrit (PCV), kadar Hb, jumlah eritrosit, nilai MCV,MCH, MCHC, dan jumlah leukosit tikus putih, kemudian

    dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf signifikansi 5%.

    Morfologi eritrosit dan leukosit dianalisis secara kualitatif.

  • 8/14/2019 b050212

    3/7

    B i o S M A R T Vol. 5, No. 2, Oktober 2003, hal. 124-130126

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Bahan kimia dinyatakan toksik apabila memiliki efek

    berbahaya bagi makhluk hidup (Koeman, 1987). Sifat

    toksik zat kimia dapat teramati dari adanya perubahanfungsional, struktural, atau biokimiawi. Faktor penting

    yang mempengaruhi potensi aman atau tidaknya suatu zatkimia adalah hubungan antara dosis (kadar zat) denganefek yang ditimbulkannya (Loomis, 1978).

    Perubahan hematologis

    Nilai hematokrit (PCV)Hematokrit adalah perbandingan sel-sel darah merah

    dalam suatu volume darah tertentu. Hematokrit menunjuk-

    kan persentase eritrosit dalam darah (Wulangi, 1993).

    Tabel 1. Rata-rata nilai hematokrit pada tikus putih setelahpemberian natrium siklamat dengan dosis yang bervariasi.

    Nilai hematokrit (%)Kel.

    10 hari ke-1 10 hari ke-2 10 hari ke-3

    I 45,600,67 Ba 45,800,47 Ba 45,400,84 Ca

    II 44,800,50 bb 43,400,27 Aab 42,800,42 Ba

    III 44,400,44 Ba 43,400,57 Aa 43,400,67 Ba

    IV 44,200,55 Ba 44,400,44 ABa 43,800,65 Ba

    V 42,600,91 Ab 43,000,61 Ab 41,001,06 Aa

    Dalam penelitian ini, secara keseluruhan terjadi

    penurunan nilai hematokrit pada akhir perlakuan (Tabel 1.)

    Pada pemberian natrium siklamat dengan dosis paling

    tinggi yakni 19,5 mg/200 g bb terjadi penurunan nilai

    hematokrit secara nyata, hal ini menunjukkan adanyakecenderungan tikus untuk mengalami anemia yang

    ditandai dengan menurunnya konsentrasi sel-sel darah

    merah. Menurut Benjamin (1961), nilai hematokrit

    merupakan cara sederhana untuk mengetahui abnormalitaspada darah. Nilai ini umumnya dianggap sama manfaatnya

    dengan jumlah sel darah merah total. Dari hasil uji Anava,

    terlihat bahwa pengaruh natrium siklamat yang palingsignifikan adalah faktor dosis dan waktu (F hitung>0,05),

    sedangkan untuk faktor interaksi antara dosis dan waktutidak berpengaruh nyata (F hitung0,05), sedangkanfaktor dosis maupun interaksi antara dosis dan waktu tidaksignifikan (F hitung0,05), sedangkan

    faktor interaksi antara dosis dan waktu tidak berpengaruh

    nyata (F hitung

  • 8/14/2019 b050212

    4/7

    AISYAH, dkk. Efek Na-siklamat terhadap darah Rattus norvegicus 127

    Hb yang ada pada eritrosit belum mencapai kadar optimal.Jumlah Hb yang belum stabil ini menyebabkan

    kemampuan Hb untuk mengikat oksigen belum optimal.

    Menurut Wulangi (1993), jumlah oksigen yang menurun

    akan mengakibatkan hati melepaskan lebih banyak globulindan ginjal memproduksi lebih banyak fak-tor eritropoietik

    ginjal. Di dalam darah, globulin dan faktor eritropoietikginjal akan mengadakan interaksi membentuk eritropoietikyang akan merangsang terjadinya eritropoiesis.

    Kecepatan eritropoiesis diatur sedemikian rupa sehing-

    ga jumlah eritrosit yang terdapat dalam peredaran darah

    kurang lebih konstan. Setiap kali jumlah oksigen yangditransport ke jaringan berkurang biasanya akan mening-

    katkan kecepatan pembentukan eritrosit. Pada 10 hari ke-3,

    dosis 14,5 mg/200 g bb dan 19,5 mg/200 g bb tikuscenderung mengalami anemia karena jumlah eritrositnya di

    bawah kisaran normal, hal ini diatasi dengan pembentukan

    eritrosit oleh sumsum tulang. Oleh karena itu, bukan kon-

    sentrasi yang mengatur kecepatan pembentukann eritrosit,

    tetapi kemampuan fungsional sel untuk mentransport

    oksigen ke jaringan (Philips dan Murray, 1995).Dari dua puluh tikus yang diberi perlakuan natrium

    siklamat, 15 diantaranya menunjukkan jumlah eritrosityang lebih rendah dari jumlah normal (7,2-9,6x10

    6/mm

    3

    darah). Tikus uji mempunyai jumlah eritrosit lebih rendah

    dari pada tikus kontrol. Menurut Hanim (1997), natriumsiklamat dapat merusak sel-sel darah merah, sehingga

    menurunkan jumlah eritrosit dalam sirkulasi dan cenderung

    menyebabkan anemia.

    Jumlah leukosit

    Leukosit merupakan bagian penting dari pertahanan

    tubuh terhadap invasi asing. Pada umumnya semua leukosit

    melakukan fungsinya dalam jaringan, dan darah hanya

    digunakan sebagai alat transport dari tempat pembentukan,penimbunan dan aktivitas (Burkitt dkk., 1995).

    Tabel 4. Rata-rata jumlah leukosit pada tikus putih setelahpemberian natrium siklamat dengan dosis yang bervariasi.

    Jumlah leukosit (10 3/mm3 darah)Kel.

    10 hari ke-1 10 hari ke-2 10 hari ke-3

    I 12,800,40Aa

    12,800,80Aa

    12,160,33Aa

    II 13,920,45Aa

    12,801,20Aa

    13,120,73Aa

    III 15,041,18 Aa 14,400,68 Aa 23,041,07 bb

    IV 26,401,62 Ba 28,000,56 Ba 27,362,06 Ca

    V 28,802,06 Ba 28,800,49 Ba 34,082,42 Db

    Setelah 30 hari diberi perlakuan, tikus uji mengalami

    peningkatan jumlah leukosit terutama pada dosis 19,5mg/200g bb. Peningkatan jumlah leukosit ini sebagian

    adalah leukosit-leukosit abnormal, meskipun belum terlihat

    kecenderungan tikus untuk mengalami leukemia (jumlahleukosit lebih dari 10x10

    4/mm

    3darah), tidak menutup

    kemungkinan hal ini dapat terjadi apabila pemberian

    natrium siklamat dosis tinggi diberikan secara terus-

    nenerus untuk jangka waktu yang panjang sehingga terjadi

    akumulasi dan toksisitas bahan pemanis tersebut. Dari hasiluji Anava, terlihat bahwa faktor dosis, waktu, maupun

    interaksi antara dosis dan waktu berpengaruh sangat

    signifikan (F hitung>0,05) (Tabel 4.).

    Nilai MCV, MCH, dan MCHC

    Selain pemeriksaan kadar Hb dan jumlah eritrosit,

    pemeriksaan anemia anemia sering pula dilengkapi dengan

    pemeriksaan volume rata-rata eritrosit (MCV), jumlah rata-

    rata Hb eritrosit (MCH) dan jumlah Hb per unit eritrosit(MCHC).

    Tabel 5. Rata-rata nilai MCV pada tikus putih setelah pemberian

    natrium siklamat dengan dosis yang bervariasi.

    MCV (fl)Kel.

    10 hari ke-1 10 hari ke-2 10 hari ke-3

    I 47,203,10 Aa 49,684,86 Aa 51,044,33 Aa

    II 59,365,18Ba

    55,985,47Aa

    58,044,13Aa

    III 49,342,00ABa

    55,762,78Aab

    65,787,57bb

    IV 51,884,35ABa

    58,683,47Aa

    74,222,45bb

    V 51,882,01 ABa 57,263,20 Aa 69,183,22 bb

    Tabel 6. Rata-rata nilai MCH pada tikus putih setelah pemberiannatrium siklamat dengan dosis yang bervariasi.

    MCH (picogram)Kel.

    10 hari ke-1 10 hari ke-2 10 hari ke-3

    I 17,381,02 Ab 12,041,11 Aa 13,421,15 Aa

    II 14,441,15 Aa 13,742,44 Aa 16,782,01 Aab

    III 14,421,33 Aa 14,661,22 Aa 22,463,87 bb

    IV 16,762,68 Aa 15,980,85 Aa 23,202,35 bb

    V 16,121,56 Aa 15,440,83 Aa 22,402,49 bb

    Tabel 7. Rata-rata nilai MCHC pada tikus putih setelahpemberian natrium siklamat dengan dosis yang bervariasi.

    MCHC (%)Kel.

    10 hari ke-1 10 hari ke-2 10 hari ke-3

    I 36,920,52 bb 23,840,61 Aa 27,023,07 BaII 29,722,00 Aa 24,523,24 Aa 29,183,56 Aa

    III 29,403,02 Aa 26,501,89 Aa 29,502,53 Aa

    IV 32,463,56 ABa 27,280,39 Aa 31,162,49 ABa

    V 31,062,83 Aba 27,060,83 Aa 32,303,19 ABa

    Keterangan Tabel 1-7: Angka yang diikuti huruf kapital yangsama dalam satu kolom menunjukkan tidak beda nyata antardosis perlakuan. Angka yang diikuti huruf kecil yang sama dalamsatu baris menunjukkan tidak beda nyata antar waktu.I : 2 ml akuades/200 g bb tikusII : 4,5 mg natrium siklamat dalam 2 ml akuades/200 g bb tikusIII : 9,5 mg natrium siklamat dalam 2 ml akuades/200 g bb tikusIV : 14,5 mg natrium siklamat dalam 2 ml akuades/200 g bb tikusV : 19,5 mg natrium siklamat dalam 2 ml akuades/200 g bb tikus

    Data pada Tabel 1, 2, dan 3, menunjukkan bahwa nilai

    MCV dan MCH mengalami sedikit peningkatan padakelompok perlakuan III (9,5 mg/200g bb), IV (14,5 m

    g/200g bb) dan V (19,5 mg/200g bb), sedangkan nilai

    MCHC stabil untuk semua kelompok perlakuan. Nilai

    MCV menyatakan perbandingan hematokrit terhadapjumlah eritrosit (femtoliter), nilai MCH menyatakan jumlah

    rata-rata Hb dalam eritrosit (picogram) dan nilai MCHC

    menyatakan jumlah Hb per unit eritrosit (%). Belum adastandar yang pasti untuk nilai MCV, MCH dan MCHC

    pada tikus putih yang menyatakan keadaan anemia.

  • 8/14/2019 b050212

    5/7

    B i o S M A R T Vol. 5, No. 2, Oktober 2003, hal. 124-130128

    Dari hasil uji Anava, terlihat bahwa faktor yang berpengaruh signifikan terhadap nilai MCV dan MCH

    adalah faktor dosis dan waktu (F hitung>0,05), sedangkan

    faktor interaksi antara dosis dan waktu tidak berpengaruh

    nyata (F hitung0,05) sedangkan

    faktor dosis dan interaksi antara waktu dan dosis tidaksignifikan (F hitung

  • 8/14/2019 b050212

    6/7

  • 8/14/2019 b050212

    7/7

    B i o S M A R T Vol. 5, No. 2, Oktober 2003, hal. 124-130130

    Hasil pengamatan terhadap morfologi eritrosit danleukosit tikus putih yang diberi perlakuan dengan natrium

    siklamat menunjukkan terjadinya eritrosit bentuk paku

    payung, bentuk topi dan terjadinya poikilositosis (bentuk

    eritrosit yang bervariasi). Pada leukosit terjadi kerusakanlobus neutrofil dan kecenderungan terjadinya leukositosis

    (jumlah leukosit yang terlalu banyak).

    DAFTAR PUSTAKA

    Benyamin, M.M. 1961. Outline of Veterinary Clinical Pathology. 3rd

    edition. Ames-Iowa: The IOWA State University Press.Burkitt, H.G., B. Young, dan J.W. Heath. 1995. Histologi Fungsional.

    Edisi 3. Penerjemah: Tambajong, J. Jakarta: EGC Penerbit BukuKedokteran.

    Gandasoebrata, R. 1992. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta: P.T

    Dian Rakyat.

    Hanim, D. 1997. Pengaruh Vitamin E terhadap Organ Hati dan Uterus

    Yikus Putih (Rattus norvegicus) Betina yang Diberi Perlakuan

    Natrium Sakarin dan Natrium Siklamat (Studi Awal: Endometriosis

    pada Wanita Hamil). [Thesis]. Surakarta: Bagian Ilmu Gizi FakultasKedokteran UNS.

    Hoffbrand, A.V dan J.E. Pettit. 1987. Kapita Selekta Haematologi. Edisi2. Penerjemah: Darmawan, I. Jakarta: EGC Penerbit Buku

    Kedokteran.

    Koeman, J.H.1987. Pengantar Umum Toksikologi. Penerjemah: Yudono,

    R.H. Yogyakarta: UGM Press.

    Leeson, T.S, C.R. Leeson, dan A.A. Paparo. 1996. Buku Ajar Histologi.Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedoteran.

    Lindsay, R.C. 1985. Food Chemistry. 2nd edition. Penyunting: Fennema,

    O.R. New York: Marcell Dekker Inc.

    Loomis, T.A. 1978. Toksikologi Dasar. edisi 3. Penerjemah: Donatus,I.A.. Semarang: IKIP Press.

    Mattingly, D dan C. Seward. 1993. Bedside Diagnosis. edisi 13.Penerjemah: Hartono, A. Yogyakarta: UGM Press.

    Murdiati, A., Supriyanto, dan P, Triwitono. 1988. Uji ToksisitasBahan Pemanis Buatan pada Tikus. Yogyakarta: Pusat Antar UniversitasPangan dan Gizi UGM.

    Phillips, J. and P. Murray. 1995. The Biology of Desease. Oxford:

    Bleckwell Science Ltd.

    Sally, T.S. 1996. Pemanis buatan dalam makanan dan minuman. Majalah

    IlmiahFakultas Kedokteran Usakti 15 (2): -Sally, T.S. 1998. Pemanis buatan dalam beberapa merek madu produksi

    Indonesia. Majalah IlmiahFakultas Kedokteran Usakti 17 (2): -

    Smith, J.B dan S. Mangkoewidjaja.1988. Pemeliharaan, Pembiakan dan

    Penggunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Jakarta: UI Press.

    Tahono, Hadiwidodo, Yuwono dan Wuryaningsih. 2000.Patologi Klinik I

    Pengantar Analisa Laboratorium Patologi Klinik Fakultas

    Kedokteran. Surakarta: UNS Press.

    Tranggono. 1988. Kimia dan Biokimia Lipid, Kumpulan Hand Out

    Magang dalam Negeri Kimia dan Biokimia Pangan. Yogyakarta:Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM.

    Wulangi, K.S. 1993.Prinsip-prinsip Fisiologi Hewan. Jakarta: Depdikbud

    Dirjen Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan.