body dismorphic disorder

16
BAB I PENDAHULUAN Orang dengan gangguan dismorfik tubuh ( body dismorphic disorder/BDD) terpaku pada kerusakan fisik yang dibayangkan atau dibesar-besarkan dalam hal penampilan mereka. Orang dengan gangguan ini dapat percaya bahwa orang lain memandang diri mereka jelek atau berubah bentuk menjadi rusak dan bahwa penampilan fisik mereka yang tidak menarik mendorong orang lain untuk berpikir negatif tentang karakter atau harga diri mereka sebagai seorang manusia. 1 Kecemasan merupakan gangguan yang sering dijumpai pada klinik psikiatri. Kondisi ini terjadi sebagai akibat interaksi faktor-faktor biopsikososial, termasuk kerentanan genetik yang berinteraksi dengan kondisi tertentu, stres atau trauma yang menimbulkan sindroma klinis yang bermakna, dan juga adanya gangguan dismorfik tubuh. Berbagai kondisi yang terjadi juga merupakan suatu stresor psikososial yang dapat berdampak terhadap kehidupan individu. 1,2,3 1

Upload: william-sapang

Post on 28-Sep-2015

7 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Refarat

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Orang dengan gangguan dismorfik tubuh (body dismorphic disorder/BDD) terpaku pada kerusakan fisik yang dibayangkan atau dibesar-besarkan dalam hal penampilan mereka. Orang dengan gangguan ini dapat percaya bahwa orang lain memandang diri mereka jelek atau berubah bentuk menjadi rusak dan bahwa penampilan fisik mereka yang tidak menarik mendorong orang lain untuk berpikir negatif tentang karakter atau harga diri mereka sebagai seorang manusia.1Kecemasan merupakan gangguan yang sering dijumpai pada klinik psikiatri. Kondisi ini terjadi sebagai akibat interaksi faktor-faktor biopsikososial, termasuk kerentanan genetik yang berinteraksi dengan kondisi tertentu, stres atau trauma yang menimbulkan sindroma klinis yang bermakna, dan juga adanya gangguan dismorfik tubuh. Berbagai kondisi yang terjadi juga merupakan suatu stresor psikososial yang dapat berdampak terhadap kehidupan individu.1,2,3Kecemasan atau dalam bahasa Inggris anxiety berasal dari bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik. Kecemasan timbul akibat adanya respon terhadap kondisi stres atau konflik. Hal ini terjadi apabila seseorang mengalami perubahan situasi dalam hidupnya dan dituntut untuk mampu beradaptasi. Kecemasan dalam kehidupan manusia menggambarkan kekhawatiran, kegelisahan, ketakutan dan rasa tidak tentram yang biasanya dihubungkan dengan ancaman bahaya baik dari dalam maupun dari luar individu.2,4,5Kecemasan merupakan suatu pengalaman subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dan ketidakmampuan menghadapi masalah atau adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menyenangkan ini umumnya menimbulkan gejala-gejala fisiologis, seperti gemetar, berkeringat, detak jantung berdebar dan gejala lainnya.3,4,5Penyebab terjadinya kecemasan sukar untuk diperkiraan dengan tepat. Hal ini disebabkan oleh adanya sifat subyekif dari kecemasan, yaitu : bahwa kejadian yang sama belum tentu dirasakan sama pula oleh setiap orang. Dengan kata lain suatu rangsangan atau kejadian dengan kualitas dan kuantitas yang sama dapat diinterpretasikan secara berbeda antara individu yang satu dengan yang lainnya.3,6Teori kognitif menyatakan bahwa reaksi kecemasan timbul karena kesalahan mental. Kesalahan mental ini karena kesalahan menginterpretasikan suatu situasi yang bagi individu merupakan sesuatu yang mengancam. Melalui teori belajar sosial kognitif, takut dan kecemasan di hasilkan dari harapan diri yang negatif karena mereka percaya bahwa mereka tidak dapat mengatasi dari situasi yang secara potensial mengancam bagi mereka.4,6,7,8Secara sederhana kecemasan dapat disebabkan karena individu mempunyai rasa takut yang tidak realistis, karena mereka keliru dalam menilai suatu bahaya yang dihubungkan dengan situasi tertentu, atau cenderung menaksir secara berlebihan suatu peristiwa yang membahayakan. Kecemasan juga dapat di sebabkan karena penilaian diri yang salah, dimana individu merasa bahwa dirinya tidak mampu mengatasi apa yang terjadi atau apa yang dapat dilakukan untuk menolong diri sendiri.5Salah satu faktor yang berperan penting dalam munculnya gangguan psikiatri pada seseorang adalah faktor gangguan dismorfik tubuh. Berikut ini akan dibahas faktor gangguan dismorfik tubuh yang dikaitkan dengan beberapa gangguan cemas.1,6,7

BAB IIPEMBAHASANA. Gangguan CemasGangguan kecemasan merupakan keadaan yang sering terjadi di masyarakat., bahkan kecemasan sementara berkembang menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia. Faktor penyebab, etiologi, mekanisme yang mendasari gangguan kecemasan, sebagai gangguan psikiatri terbanyak, masih belum dimengerti secara utuh. Kecemasan pada umumnya berhubungan dengan adanya situasi yang mengancam atau membahayakan. Dengan berjalannya waktu, keadaan cemas tersebut biasanya akan dapat teratasi sendiri. Perasaan cemas, khawatir dan takut merupakan hal yang dimiliki oleh setiap orang dalam kehidupannya. Perasaan tersebut akan berdampak buruk atau negatif terhadap penderitanya apabila tidak bisa ditanggulangi atau dikendalikan.2,6,7Kecemasan ialah suatu kondisi rasa takut pada seseorang yang disertai dengan ketegangan dan kekhawatiran. Ketegangan dan kekhawatiran yang ditimbulkan oleh kecemasan ini dapat mengganggu efisiensi individu dalam menghadapi sesuatu masalah berkaitan dengan sebab-sebab kecemasan, Freud mengemukakan bahwa lemahnya ego akan menyebabkan ancaman yang memicu munculnya kecemasan. Murray juga menyebutkan bahwa kecemasan dapat merupakan reaksi emosional pada berbagai faktor kekhawatiran, seperti kekhawatiran pada masalah sekolah, masalah finansial, kehilangan objek yang dicintai dan lain sebagainya.7,9Klasifikasi kecemasan menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV (DSM IV) terbagi atas: Gangguan Panik dengan atau tanpa agoraphobia, Agorafobia tanpa riwayat gangguan panik, Fobia Spesifik, Fobia Sosial, Obsesi kompulsif, Gangguan stress paska trauma, Gangguan Cemas Menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder), Gangguan Cemas karena kondisi Medis Umum (Anxiety Disorder Duwe To Medical Condition), dan Gangguan cemas yang disebabkan oleh substansi zat (Subtance Induced Anxiety Disorder). Dalam ICD-10, anxietas dimasukkan dalam kelompok Gangguan Neurotik, gangguan yang berhubungan dengan stres dan somatoform.101. Gangguan Kecemasan MenyeluruhGangguan kecemasan menyeluruh pertama kali ditetapkan tahun 1980, dalam DSM-III, sebagai suatu gangguan ketidaknyamanan dan kecemasan yang luas atau khawatir berlebihan atau tidak realistis dan terjadi satu bulan atau lebih. Sebelumnya gejala ini dipertimbangkan merupakan bagian dari neurosis ansietas dengan khawatir kronik dan serangan panik yang bersatu terjadi bersamaan. Sering sulit didiagnosis karena menunjukkan variasi klinis yang luas dan terjadi sebagai komorbid suatu penyakit somatik dan atau gangguan mental.10,11,12Menurut DSM-IV yang dimaksud gangguan cemas menyeluruh adalah suatu keadaan ketakutan atau kecemasan yang berlebih-lebihan, dan menetap sekurang-kurangnya selama enam bulan mengenai sejumlah kejadian atau aktivitas disertai oleh berbagai gejala somatik yang menyebabkan gangguan bermakna pada fungsi sosial, pekerjaan, dan fungsi - fungsi lainnya. Sedangkan menurut ICD-10 gangguan ini merupakan bentuk kecemasan yang sifatnya menyeluruh dan menetap selama beberapa minggu atau bulan yang ditandai oleh adanya kecemasan tentang masa depan, ketegangan motorik dan aktivitas otonomik yang berlebihan.2,13Teori biologi yang berperan menjelaskan bahwa area otak yang diduga terlibat pada timbulnya gangguan kecemasan menyeluruh pada lobus oksipitalis yang mempunyai reseptor benzodiazepine tertinggi di otak. Basal ganglia, sistem limbik dan korteks frontal juga diperkirakan berperan dalam munculnya gangguan ini. GABA, serotonin, norephinefrin, glutamat dan kolesistokinin merupakan neurotransmiter yang berkaitan dengan gangguan cemas menyeluruh.4,8,9,11Dalam sebuah studi dengan menggunakan kuisioner pada kembar dewasa muda di Norwegia didapatkan bahwa terdapat hubungan genetik pasien dengan gangguan cemas menyeluruh dan gangguan stres pasca trauma. Sekitar 25% menderita gangguan yang sama, dengan 50% pada kembar monozigotik dan 15% pada kembar dizigotik.14Kriteria diagnostik meliputi kecemasan atau kekhawatiran dalam sebuah kurun waktu, sejumlah aktifitas dan kejadian. Perasaan tidak bisa mengendalikan kekhawatirannya dengan timbulnya gejala kegelisahan, perasaan mudah lelah, sulit berkonsentrasi hingga pikiran kosong, iritabilitas, ketegangan otot dan gangguan tidur.14,15

2. Gangguan panikGangguan panik ditandai dengan serangan berulang, terjadi secara spontan dan tidak terduga, disertai suatu keadaan dengan rangkaian kejadian yang biasanya tidak terduga. Gejala mental yang dirasakan adalah rasa takut yang hebat dan ancaman kematian serta bencana. Pasien dengan gangguan ini sulit mengendalikan perasaan marahnya. Kehilangan kebebasan dan rasa aman dalam kehidupan sehari-hari membuat pasien menghindari simultan yang dapat menimbulkan kelekatan yang intens.5,11Faktor genetik pada orang dengan gangguan panik seperti ini: pada keturunan pertama penderita gangguan panik dengan agoraphobia mempunyai risiko 4 sampai 8 kali mendapatkan serangan yang sama.2,4,12,14Serangan panik merupakan respon terhadap rasa takut yang terkondisi, ditampilkan oleh amigdala, korteks prefrontal dan hipokampus yang berperan terhadap timbulnya gangguan panik.13,15Terjadinya beberapa serangan berat ansietas otonomik yang terjadi dalam sekitar satu bulan yaitu: pada keadaan-keadaan sebenarnya secara obyektif tidak ada bahaya, tidak ada batasa pada kejadian yang telah diketahu atau diduga sebelumnya serta adanya keadaan relative bebas gejala ansietas dalam periode antara serangan serangan panik.3,7,10

3. Gangguan stres pasca traumaBentuk peristiwa traumatik seperti kecelakaan, kekerasan dalam rumah tangga maupun peristiwa-peristiwa bencana alam seperti, banjir, gempa bumi, gunung meletus dan berbagai kejadian alam yang lain menimbulkan suatu keadaan setelah kejadian tersebut. Kondisi yang terjadi berdampak pada kehidupan individu seseorang yang mencetuskan stresor psikososial yang dapat mencetuskan stres psikososial. Mereka yang mengalami kejadian traumatik beresiko mengalami berbagai jenis gangguan psikiatri yang digolongkan sebagai gangguan stres pasca trauma.16Produktivitas individu yang mengalami gangguan stres pasca traumaakan menurun. Mereka seringkali tidak dapat menghadiri sebuah pertemuan hingga dapat kehilangan kesempatan, kehilangan pekerjaan serta kapasitas untuk memperoleh penghasilan dalam mata pencahariannya. Mereka akan lebih sering pergi untuk mengatasi keluhan dan penderitaan yang dialami.5,7Faktor predisposisi bagi seseorang dengan gangguan stres pasca traumaseperti: ada gangguan psikiatri sebelumnya, adanya trauma masa kanak, kecenderungan untuk mudah menjadi khawatir, cirri kepriadian ambang, mempunyai sifat introvert, kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi serta terpapar oleh kejadian yang menimbulkan penderitaan bagi dirinya.8Gangguan stres pasca trauma timbul akibat respon biologik dan psikologik seorang individu. Kondisi ini terjadi oleh karena aktifasi dari beberapa sistem di otak yang berkaitan dengan timbulnya perasaan takut pada seseorang. 8,11

BAB IIIPENUTUP

Kecemasan merupakan pengalaman yang bersifat subjektif, tidak menyenangkan. tidak menentu, menakutkan dan mengkhawatirkan akan adanya kemungkinan bahaya atau ancaman bahaya, dan seringkali disertai oleh gejala-gejala atau reaksi fisik tertentu akibat peningkatan aktifitas otonomik. Kecemasan dapat disebabkan karena individu mempunyai rasa takut yang tidak realistis, karena mereka keliru dalam menilai suatu bahaya yang dihubungkan dengan situasi tertentu, atau cenderung menaksir secara berlebihan suatu peristiwa yang membahayakan. Kecemasan juga dapat di sebabkan karena penilaian diri yang salah, dimana individu merasa bahwa dirinya tidak mampu mengatasi apa yang terjadi atau apa yang dapat dilakukan untuk menolong diri sendiri.3,4,7,8,9Faktor ganguan dismorfik tubuh merupakan salah satu faktor yang berperan dalam terjadinya gangguan kecemasan. Faktor gangguan dismorfik tubuh yang ada pada seseorang akan timbul dan menjadi nyata apabila ditambah dengan faktor lingkungan yang turut berperan dalam kondisi psikiatri seseorang.1,2,9,10,14Pembentukan karakter yang baik di tengah-tengah keluarga, edukasi sejak dini merupakan pencegahan awal yang bisa dilakukan untuk menangani masalah-masalah psikiatri pada seorang individu.16

DAFTAR PUSTAKA

1. Philips K, Wilhelm S, et al. Body dysmorphic disorder: some key issues for DSM-V. Depression and Anxiety and the American Psychiatric Association. 2010. p573591.2. Tambs K, Cjawcosky N, et al. Structure of genetic and environmental risk factors for dimensional representations of DSM-IV anxiety disorder. BJPsych, 2009. p301-9.3. Liang W, Chikritzhs T. Affective disorder, anxiety disorders and the risk of alcohol dependence and misuse. BJPsych, 2011. p219-24.4. Clark LA, Watson D. Distress and fear disorders: an alternative empirically based taxonomy of the mood and anxiety disorders. BJPsych, 2006. P481-3.5. Smit F, Comijs H, et al. Target groups for the prevention of late-life anxiety. BJPsych, 2007. p428-434.6. Vreeburg SA, Hartman CA, et al. Parental history of depression or anxiety and the cortisol awakening response. BJPsych, 2010. p180-85.7. Andreescu C, Lenze EJ. Comorbid anxiety and depression: bte noire or quick fix?. BJPsych, 2012. p179-81.8. Hotmauli S. Kecemasan pasca bercerai pada wanita dewasa muda. Universitas Gunadarma, 2008. Hal1-14.9. Ersche KD et al. Cognitive dysfunction and anxious impulsive personality traits are endophenotypes for drug dependence. Am J Psychiatry, 2012. p926-36.10. Regier DA, Narrow WE, Kuhl EA, Kupfer DJ. The conceptual development of DSM-V. Am J Psychiatry, 2009. P645-50.11. Silberg J, Rutter M, Neale M, Eaves L. Genetic moderation of environmental risk for depression and anxiety in adolescent girls. BJPsych, 2001. p116-21.12. Markkula N et al. Mortality in people with depressive, anxiety and alcohol use disorders in Finland. BJPysch, 2012. p143-9.13. Butters MA et al. Changes in neuropsychological functioning following treatement for late-life generalised anxiety disorder. BJPysch, 2011. p211-8.14. Schreier A, Wittchen HU, Hofler M, Lieb R. Anxiety disorders in mothers and their children: prospective longitudinal community study. BJPysch, 2008. p308-9.15. Walters K, Buszewicz M, Weich S, King M. Mixed anxiety and depressive disorder outcomes: prospective cohort study in primary care. BJPysch, 2011. p472-8.16. Aisah S, Zulkaida A. Kecemasan pada pasangan menikah yang belum memiliki keturunan. Universitas Gunadama,2009. h1-19.

10