dayongo

Upload: cindyanisa

Post on 06-Jul-2018

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/17/2019 dayongo

    1/17

    1

    BENTUK DAN PELAKSANAAN UPACARA “DAYANGO”

    (Studi Kasus pada Desa Barakati Kecamatan Batudaa )

    PENULIS

    DIANFLORENZA DJUANDA

    Oleh

    JURUSAN PENDIDIKAN SENI DRAMA, TARI DAN MUSIK

    FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA

    UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

    2 0 14

  • 8/17/2019 dayongo

    2/17

    2

  • 8/17/2019 dayongo

    3/17

    3

    ABSTRAK

  • 8/17/2019 dayongo

    4/17

    4

    Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk dan pelaksanaan upacara

     Dayango  melalui studi kasus pada Desa Barakati Kecamatan Batudaa. Masalah yang

    dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk dan pelaksanaan upacara

     Dayango. Prosedur pengumpulan data dalam penelitian adalah observasi, dokumentasi

    dan wawancara. Tahap tahap penelitian meliputi persiapan, pelaksanaan dan evaluasi.

    Hasil penelitian Ritual dayango  pada Desa Barakati berawal dari pemujaan animisme

    yaitu memanggil roh atau arwah leluhur. Roh-roh yang dipanggil menjadi mediator

    dalam menyembuhkan penyakit. Roh-roh bekerja dengan telaten atas bimbingan penari 

    dayango terhadap pasien yang sudah didudukan atau dibaringkan di tengah pelaksanaan

    upacara dan pelaksanaan dayango  hanya boleh dilakukan pada bulan ke delapan

    dilangit atau tepatnya pada bulan rabiulakhir.

    Kata kunci : Dayango, bentuk dan pelaksanaannya.

    PENDAHULUAN

    Desa Barakati adalah salah satu di Kecamatan Batudaa yang mempunyai ragam

     budaya yang unik. Ragam budaya ini masih murni sebagai tradisi yang dianut

    masyarakat secara turun-temurun, diantaranya ragam khazanah animisme yang sampai

    saat ini masih dipercayai dan dilakukan oleh sebagian masyarakat pada Desa Barakati

    khususnya yang ada di pedalaman daerah tersebut adalah Dayango. 

     Dayango adalah salah satu bentuk diantara beberapa ragam budaya animisme di

    Desa Barakati dan pelaksanaan ritual ini adalah sejenis upacara memanggil roh-roh

    arwah untuk dijadikan mediator untuk menyembuhkan orang sakit, yang

     penyembuhannya dilakukan dengan gerakan-gerakan tarian yang tidak beraturan

    Gerakan-gerakan dayango  walaupun tidak beraturan namun memperlihatkan

    ekspresi dan makna yang jika dikaji secara detail adalah aktualisasi dari gerakan roh-roh

    yang bangkit dan masuk dalam raga si penari dayango. Mengapa dayango masih tetap

    dilaksanakan oleh sebagian masyarakat khususnya pada Desa Barakati hal ini pada

    mulanya berawal dari kepedulian terhadap sesama yang merasa bahwa penderitaan

    kerabat keluarga yang sakit adalah bagian dari tanggung jawab masyarakat, maka

  • 8/17/2019 dayongo

    5/17

    5

    timbullah kesadaran untuk berusaha menolong serta untuk menyembuhkannya. Usaha

    ini tidak lain adalah dengan melakukan ritual dayango.

    Pengertian tentang masyarakat yakni adanya sekumpulan orang yang memiliki

    kesadaran akan wilayah tertentu, atau kesadaran akan kesamaan tradisi kebudayaan

    tertentu yang membedakannya dengan kelompok lain. Jika demikian, kategori

    masyarakat bagi sekelompok orang atau populasi sangat relatif, tergantung wilayah dan

    ciri ciri apa yang membuatnya merasa satu kelompok.

    Menurut William A Haviland (dalam Sundjaya,2008:4) juga menjelaskan bahwa

    masyarakat adalah sekelompok orang yang mendiami daerah tertentu dan memiliki

    tradisi kebudayaan yang sama.

    Sehubungan dengan hal tersebut diatas maka masyarakat yang ada di Desa Barakati

    yang juga merupakan salah satu Desa yang ada di Kecamatan Batudaa mempunyai

    ragam budaya yang unik. Ragam budaya ini masih murni sebagai tradisi yang dianut

    masyarakat secara turun-temurun, diantaranya ragam khazanah animisme yang sampai

    saat ini masih dipercayai dan dilakukan oleh masyarakat Gorontalo khususnya yang ada

    di pedalaman pada Desa Barakati yaitu melakukan upacara ritual.

    Secara umum orang yang melakukan kegiatan upacara atau ritual ini disebut petugas

    agama yang secara khusus bertugas membantu umat atau orang orang tertentu dalammenyalurkan emosi keagamaan dan melaksanakan praktek keagamaan. Dalam Islam

     petugas keagamaan yang dimaksud adalah para ulama, guru ngaji, khotib, imam shalat.

    Pada agama Nasrani dikenal dengan sebutan pendeta, pastur, paus, cardinal. Sedangkan

    dalam agama lokal yang dianut oleh sekelompok kecil masyarakat juga terdapat petugas

    agama seperti dukun.

    Dalam antropologi dikenal adanya beberapa teori tentang religi, baik yang menyangkut

    asal usul terbentuknya religi, symbol-simbol keagamaan, upacara atau ritual keagamaan,

    hingga hubungan social antar umat agama. Salah satu teori asal usul religi dikemukakan

    oleh R. R. Marett (dalam Sundjaya, 2008 : 42) bahwa religi muncul disebabkan oleh

    adanya getaran jiwa atau emosi pada diri manusia manakala menjumpai atau mengalami

    kejadian-kejadian luar biasa, seperti mimpi, kematian, atau bencana alam. Emosi atau

    getaran jiwa tersebut dapat berupa perasaan takut maupun kagum. Perasaan seperti itu

  • 8/17/2019 dayongo

    6/17

    6

    disebut emosi keagamaan karena mampu membawa pikiran manusia kepada keyakinan

    adanya kekuatan gaib, tak terlihat, dan tak dapat ditaklukkan di balik kejadian-kejadian

    yang dialaminya.

    Tokoh antropologi lainnya yang mengutarakan asal usul religi adalah Andrew

    Lang (dalam Sundjaya, 2008:45) berpendapat bahwa ketika manusia melihat hal-hal

    yang tak bisa dicerna oleh akal mereka, maka dalam dirinya muncul suatu kekuatan jiwa

    yang makin kuat. Jadi menurut teori ini kekuatan jiwa semakin kuat ketika aktivitas

     pikiran rasionalnya semakin lemah.

    Terkait dengan hal-hal tersebut diatas maka  Dayango  yang juga merupakan

    salah satu bentuk diantara beberapa ragam budaya animisme yang ada pada Desa

    Barakati , merupakan ritual sejenis upacara memanggil roh-roh arwah untuk dijadikan

    mediator untuk menyembuhkan orang sakit, yang penyembuhannya dilakukan dengan

    gerakan-gerakan tarian dan teriakan.

    Dilihat dari gerakan-gerakannya ritual dayango  sepintas mengandung unsur-

    unsur estetik budaya seni tari dan musik sebagai iringan(ritmis). Gerakan-gerakan

    dayango  walaupun tidak beraturan namun memperlihatkan ekspresi dan makna yang

     jika dikaji secara detail adalah stilisasi dari gerakan roh-roh yang bangkit dan masuk

    dalam raga si penari dayango. 

    Pelaksanaan upacara dayango  berawal dari kepedulian terhadap sesama yang

    merasa bahwa penderitaan kerabat keluarga yang sakit adalah bagian dari tanggung

     jawab masyarakat, maka mengantarkan kesadaran untuk berusaha menolong untuk

    menyembuhkannya. Usaha ini dilakukan dengan ritual dayango, sehingga nampak

     bahwa dalam ritual ini mengadung nilai-nilai kebudayaan masyarakat Gorontalo.

    Menurut Ipong Niaga dalam studi kasusnya di desa Liyodu (2013:6) bahwa

     pelaksanaan Dayango dengan sebutan bakarja  (mengerjakan) yang artinya lebih

    merujuk pada melakukan aktivitas bersama untuk memohon kesuburan atas seluruh

    tanaman, baik tanaman (agrikultur) maupun tanaman liar di hutan dengan meminta

    hujan, juga untuk memohon kesehatan bagi manusia dan hewan ternak. Dalam

     permohonan ini juga disertai dengan proses pemanggilan (motiyango) roh-roh halus

  • 8/17/2019 dayongo

    7/17

    7

    yang disebut latti, yang dipercayai oleh masyarakat memiliki tugas untuk merawat

    seluruh alam semesta, memelihara tanaman dan mengusir penyakit yang menyerang

    makhluk hidup. Dengan demikian istilah dari motiyango merupakan asal mula istilah

     Dayango yakni berupa daya-daya  yang berarti suatu perjanjian, sedangkan da artinya

    suatu tempat dan  motiyango yang artinya memanggil. Maka daya da motiyango dapat

    diartikan dengan memanggil sesuatu dengan maksud untuk memenuhi suatu janji di

    suatu tempat.

    Dalam bahasa Gorontalo  Dayango  berarti menggerakkan badan secara cepat

    atau lincah tanpa aturan-aturan yang jelas. Tetapi gerakan tersebut mempunyai makna

    yang hakiki yaitu menggerakan sendi-sendi badan. Namun uniknya di Gorontalo kata

    “dayango”  hanya digunakan untuk ritual menyembuhkan orang sakit seperti dalam

    kajian ini.

    Memang sering kali manusia dalam memecahkan soal-soal hidupnya dengan akal dan

    sistem pengetahuan itu ada batasnya. Makin terbelakang kebudayaan manusia, makin

    sempit lingkaran batas akalnya, soal-soal hidup yang tak dapat dipecahkan dengan akal

    dipecahkannya dengan magic, ilmu gaib, .sebaliknya relegi adalah segala sistem tingkah

    laku manusia untuk mencapai satu maksud dengan cara menyandarkan diri pada

    kamauan dan kekuasaan mahluk-mahluk halus seperti roh-roh, dewa-dewa yang

    menempati alam.

    Maka jelaslah bahwa keberadaan seni ritual dayango lebih menekankan nilai-

    nilai estetik pada aspek intuisi dari pada akal. “Rasa” atau “hati” dinilai mampu

    menggantikan logika yang serba terbatas menghadapai kebenaran hidup masyarakat di

    Desa Barakati. Mereka menempatkan berbagai aspek intuisi sebagai satu dunia yang

     berada “di atas” yang bersifat rasional, dan masyarakat pada Desa Barakati sangat

    meyakini hal ini, hal tersebut akhirnya membentuk struktur estetik yang melandasi

    hidupnya tradisi dan kesenian rakyat yang diminati dan dipercaya masyarakat,

    masyarakat Desa Barakati banyak masih mengasumsikan karya seni estetik yang

    memiliki makna adalah karya seni estetik yang dapat dipahami oleh mereka dan

    melibatkan masyarakat banyak. Hal ini sangat mendiskripsikan “estetika timur” dimana

    keindahan yang tidak dibuat-buat dan mengada-ada mendorong manusia untuk bersikap

  • 8/17/2019 dayongo

    8/17

    8

    sederhana dan dan harmonis. Kesatuan dengan nada dan musik alam semesta

    merupakan rahasia keseimbangan dan ketentraman yang dicerminkan dalam filosofi dan

    cara hidup orang timur.

    Dengan demikian kebudayaan dapat berubah mengikuti tingkat kemajuan dan

    kemunduran dari pola pikir masyarakat. Masyarakat yang terbuka tentunya akan

    mempunyai peluang yang besar untuk mengembangkan kebudayaannya. Sedangkan

    masyarakat yang masih tradisional merupakan masyarakat yang aktivitasnya dalam

     jangka waktu sangat lama tak mengalami perubahan bahkan terus dilakukan secara

    turun temurun.

    METODE PENULISAN

    Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yang jenisnya adalah

     penelitian kasus bertujuan untuk mempelajari secara intensif unit sosial yang meliputi

    individu, kelompok, lembaga dan masyarakat atau memahami siklus kehidupan suatu

    unit perorangan,keluarga, kelompok, pranata sosial suatu masyarakat.

    Penelitian ini dilakukan pada masyarakat desa Barakati Kecamatan Batudaa

    Kabupaten Gorontalo Provinsi. Gorontalo selama 3 bulan, mulai bulan November 2013

    sampai dengan Bulan Februari 2014. Alasan peneliti mengambil lokasi ini adalah

    karena peneliti sendiri termasuk dalam populasi/masyarakat pada Desa Barakati

    Kecamatan Batudaa Kabupaten Gorontalo. Provinsi. Gorontalo, sehingga dapat

    memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian ini, disamping itu juga dapat

    menghemat waktu dan biaya.

    Data inti atau data primer dalam penelitian ini diperoleh langsung dari responden,

    sehingga keakuratan data dapat dipercaya. Disamping itu peneliti juga mengetahui

    tentang seluk beluk pelaksanaan upacara Dayango pada masyarakat Desa Barakati

    Kecamatan Batudaa Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo.

    Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini berupa data yang diperoleh dari

     beberapa dokumen-dokumen yang berkaitan dengan objek penelitian yang bersifat

    mendukung. Data sekunder yang dimaksud adalah,buku-buku,jurnal dan lainnya yang

     bersifat mendukung penelitian sehingga memberikan data yang akurat dan bukan dari

     beberapa informan maupan data yang di peroleh dari lapangan.

  • 8/17/2019 dayongo

    9/17

    9

    Instrumen yang akan digunakan untuk menjaring data dalam penelitian ini adalah

    observasi, dokumentasi dan wawancara. Teknik observasi ini digunakan untuk

    mengamati secara langsung kegiatan-kegiatan yang sedang dilaksanakan, dimana

     peneliti disamping bertindak sebagai peneliti juga merupakan bagian objek penelitian

    (partisipan). Dokumentasi dalam penelitian ini merupakan cara pengumpulan data yang

    menghasilkan catatan-catatan penting yang berhubungan dengan masalah yang diteliti,

    sehingga akan diperoleh data yang lengkap,sah dan bukan berdasarkan perkiraan.

    Dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan dalam bentuk foto dan rekaman video.

    Dan untuk teknik wawancara yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pertanyaan

    yang secara langsung ditanyakan/ disampaikan kepada responden berkaitan dengan

    indikator penelitian.

    HASIL PENELITIAN

    Pada awal memulai wawancara tentang adanya dayango  kepada narasumber

    ( Sarifudin Halalutu ) adalah sebagai berikut :.bahwa sejarah tradisi Dayango  sudah

    mulai dilaksanakan di Desa Barakati yakni sejak awal tahun 1936 oleh kakek dari

    narasumber yaitu Kalea Halalutu. Menurut narasumber bahwa waktu yang tepat untuk

    menetapkan hari dan bulan pelaksanakan dayango ini adalah tidak sembarangan sebab

    dapat membahayakan masyarakat. Sesuai dengan saran serta pendapat dari para

    narasumber maka pelaksanaan dayango  boleh dilakukan pada bulan ke delapan dilangit

    atau pada bulan rabiulakhir. Dengan demikian maka penelitian ini dilaksanakan pada

    malam jumat yakni tanggal 06 Pebruari 2014.

    Seminggu sebelum pelaksanaan  Dayango,  pelaksana meminta izin secara lisan

    kepada aparat pemerintah Desa Barakati seperti Kepala Desa (Taudaa), Kepala Dusun

    ( podu) maupun kepada Sekertaris Desa ( Julutuli) dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya

    yang dianggap berpengaruh.

    Atas persetujuan aparat Desa Barakati maka ditetapkanlah tempat dan waktu

     pelaksanaannya. Olehnya berdasarkan persetujuan tersebut maka penelitian

     Dayango  ini diadakan didalam rumah serta waktunya adalah pada malam hari. Hal

    yang dipertimbangkan biasanya dalam hal kondisi pasien, biasanya kalau pasien sudah

     parah keluarga akan meminta diadakan di halaman rumah mereka.

  • 8/17/2019 dayongo

    10/17

    10

    Tepat pada hari kamis beberapa kepala keluarga yang hendak melaksanakan

    ritual Dayango disibukkan dengan mempersiapkan kebutuhan yang diperlukan yakni

     berupa telur rebus 31 butir, ayam jantan dan betina, berbagai macam kue khas daerah

    5 (lima) macam seperti cucur, apang bale, wapili, balapis, apang coe, pisang, kelapa

    muda .pelepah pinang muda, bunga poluhungo, selain itu juga ada rempah-rempah

    seperti bawang putih, pala, gorakah, kunyit, kayu manis dan beras disertai dengan 6

    (enam) macam warna kain yakni putih, merah, biru, hijau tua, hijau muda, dan hitam

    yang panjangnya kurang lebih 2 (dua) meter.

    Dari persiapan tersebut diatas maka langkah selanjutnya yang akan dilakukan terkait

    dengan penggunaan serta manfaat dari bahan – bahan yang telah disiapkan diatas

    adalah : 1) Walima, 2) Bulele malohihi, 3) Yilonda, 4) Minuman, 5) Lima macam

    warna kain, 6) Alama, 7) Tabu.

    Ketika persiapan seperti Bulowe yakni ruangan pucuk pinang yang dibungkus dengan

    kain merah dan putih, hulante sebagai tempat sesajian, tambati lo wombua adalah

    ruangan spesial bagi juru kunci atau wombua dayango semua sudah selesai disiapkan

    maka tepat menjelang pukul 21.00 wita pada hari kamis (malam Jumat) prosesi ritual

     Dayango  segera dimulai yang diawali dengan proses menyanyi (mahewumbungo)

    yang diiringi oleh musik gambus. Sedangkan wombua (pemimpin upacara dayango)

    dengan menggunakan 3 (tiga) macam warna kain yakni merah,kuning dan hijau,dimana warna merah diikat dikepala, sedangkan warna kuning dan hijau disilangkan

    didada dan dibelakang.

    Adapun mereka yang terlibat langsung pada upacara Dayango ini adalah

    sebanyak 8 (delapan) orang yang terdiri dari 4 (empat) orang laki-laki dan 4 (empat)

    orang perempuan, serta 1 (satu) orang pemain gambusi.

    Pada acara inti pemimpin  Dayango  membaca mantra disertai dengan membakar

    kemenyan,lalu menciprat-cipratkan air dengan menggunakan pucuk daun poluhungo

    yang direndam di dalam baskom yang berisi air dan rempah-rempah, Kegiatan yang

    dilakukan ini tidak lain adalah untuk memanggil roh leluhur .

  • 8/17/2019 dayongo

    11/17

    11

    Wombua  terus duduk menabur dupa di atas totabu sembari menyanyikan

    mohumbungo  berulang-ulang kali. Lalu empat sampai enam penari menunggu

    kemasukan roh. Wombua mulai lagi mohumbungo.

    Jika terdengar suara teriakan keras maka saat itulah rebana dan gitar gambusi akan

    mulai berbunyi sebagai panggilan sang pemimpin untuk menari bersama.

    Mendengar teriakan maka wombua  bangkit dan menari dengan gerakan– 

    gerakan sebagai berikut : 1) Menggetarkan seluruh badan (posisi penari mengelilingi

     pasien) 2) Menggetarkan seluruh persendian tubuh (posisi penari tidak beraturan)

    3) Gerakan melompat-lompat dengan ujung kaki (posisi penari tidak beraturan)

    4)Gerakan Dayango lebih didominasi oleh gerakan kaki sedangkan tangannya hanya

    sesekali melakukan gerakan.

    Seluruh sendi-sendi tubuh penari terus bergetar, dan mereka terus kerasukan. Mereka

    minta  pinggo lolunggongo  merah atau putih kemudian mereka terus menari dengan

    gerakan mulai melompat lompat. Daun woka ada ditangan kiri dan kanan serta

    diayunkan kian kemari dalam ritme yang kadang beraturan kadang tidak serta terus

    mengikuti petikan gitar gambusi.

    Menjelang pukul 24.00 wita ketika pelaksanaan  Dayango akan diakhiri, maka

    Wombua  akan membacakan mantra didalam ruang kamar/kuil untuk menyuruh para

    latti  segera kembali ketempat asalnya.Saat hal itu dilaksanakan maka tubuh dari

    Wombua akan bergetar disertai teriakan keras. Setelah latti-latti dirasakan sudah pergi,

    maka keadaan sudah kembali normal semuanya, maka Dayango dianggap berakhir dan

    masyarakat kembali kerumahnya masing-masing.

     Namun keesokan harinya yakni hari Jumat pagi yang merupakan hari terakhir

    dilakukan pembacaan doa hal tersebut dilakukan agar supaya tidak ada lagi penyakit.

    Setelah itu mereka yang semalam telah melakukan ritual Dayango bergegas menuju

    sungai dengan membawa yilonda serta bahan sesajen lainnya seperti kain dengan 5

    (lima) macam warna dan bunga polohungo, selanjutnya Wombua membaca mantra-

    mantra dan mencelupkan kain yang berwarna-warna tadi kedalam air, setelah itu

    wombua menyiran air kepada penduduk yang sakit dan mendoakan masyarakat lainnya

  • 8/17/2019 dayongo

    12/17

    12

    dan diakhiri dengan menghanyutkan seluruh sesajen, dan hal ini sebagai pertanda

     bahwa segala penyakit telah dibawah pergi bersama sesajen.

    Setelah kembali dari sungai ,maka Wombua  bersama orang sakit yang telah

    dimandikan disungai tadi menuju dan kembali lagi kerumah tempat acara prosesi

     Dayango dilaksanakan dengan tujuan untuk mengobati kembali agar benar sembuh.

    Kemudian dilanjutkan dengan acara menutub  pahu, dimana kegiatan ini merupakan

    kegiatan yang paling terakhir dari prosesi  Dayango.   Adapun bahan-bahan yang

    disediakan berupa 5 (lima) macam warna beras yakni putih,kuning,hijau,hitam dan

    merah. Selain itu juga dibuat sebuah rumah kecil yang didalam rumah kecil tersebut

     berisi boneka (hilayanga)  satu pasang pria dan wanita dan dalam hilayanga tersebut

    diisi masing-masing 1(satu) butir telur, pinang, sirih beserta daunnya,kunyit. Kemudiansetelah membaca mantra-mantra selanjutnya rumah kecil tadi diletakkan diatas

     bumbungan rumah (  pahu) dan beras yang berwarna warni tadi dibuang oleh Wombua

    keseluruh sudut rumah, hal ini dilakukan agar penghuni rumah terlindungi dari

     penyakit.

    Dayango terus dilakukan sampai akhirnya agama Islam masuk ke Gorontalo.

    Dan sejak Islam masuk hal-hal adat yang tidak sesuai dengan syariat Islam dibatalkan

    atau dibatasi kegiatannya kecuali jika ada izin dari pemerintah, hal inipun juga berlaku

    terhadap masyarakat pada Desa Barakati.

    Olehnya praktek praktek yang sifatnya ritual agama dapat dikatakan bebas dari

     penilaian baik atau buruknya, sebab ritual hanya dapat didefinisikan dan dikaji setelah

    kita mengkaji sistem keyakinannya dengan kata lain praktek-praktek religi akan jelas

    maksud dan tujuannya setelah diketahui konsep-konsep yang mendasarinya.

    KESIMPULAN

    Dengan ritual dayango  di Desa Barakati dapat di asumsikan bahwa

    masyarakat desa tersebut dengan berbagai daya dan upaya menolong seseorang

    yang dalam keadaan sakit berusaha mencari cara solusi dengan meminta

    kekuatan dari yang mereka yakini sebagai pencipta, penolong yang dalam hal ini

    yaitu roh-roh nenek moyang dan roh-roh penguasa alam dapat menghasilkan

  • 8/17/2019 dayongo

    13/17

    13

    keyakinan tradisi yang turun-temurun dilaksanakan dan akhirnya membudaya di

    masyarakat desa Barakati. Dayango merupakan kegiatan ritual masyarakat desa

    Barakati yang tujuannya merupakan permohonan manusia kepada sang pencipta

    untuk dapat mengobati penyakit yang diderita masyarakat dan memohon

    kesuburan seluruh alam semesta. . Dayango  dilaksanakan melalui proses

     pembacaan mantra-mantra, sesajian, ekspresi gerak tari dan nyanyian, iringan

    musik gambus. Seni ritual dayango, termasuk dalam seni tari primitif, yang

    diangkat dari perilaku sosial mayarakat yaitu upaya dalam menyembuhkan dan

    menolong orang sakit. Dalam kandungan estetik sangat mendasar, berbagai

    unsur-unsur keindahan sebenarnya dapat kita kaji dari seni ritual dayango ini.

    dari tata cara ritual dayango dapat diyakini bahwa dayango  adalah induk dari

    seluruh tari yang ada di Gorontalo; hal ini cukup beralasan karena jauh sebelummasyarakat mengenal seni tari secara mendalam, termasuk mengembangkan dan

    menciptakan seni tari yang ada di Gorontalo.

    DAFTAR RUJUKAN

    Buchory Achmad,2010, Budaya, Surakarta; Putra Nugraha

    Brandom, James R, 2003,  Jejak-jejak Seni Pertunjukan di Asia Tenggara, Bandung:

    P4ST

    ChristopelPaino“Dayangodilarangbanjirpundatang”http//www.lenteratimur.com//

    dayango-banjir-pun datang.

    Departemen Pendidikan dan Kebudayaan SULUT, 2003, Adat Istiadat Daerah Sulawesi

    Utara)

    Faruqi.I, 1984, Islam and Culture,(terjemahan Yustiono),Bandung; Mizan

    (Koentjaraningrat, 1990, Sejarah Teori Antropologi II, Jakarta; Universitas Indonesia.)

     Niode, Alim, 2007, Gorontalo Perubahan Nilai-Nilai Budaya dan Pranata Sosial, 

    Jakarta; Pustaka Indonesia

     Niaga,Ipong,2014, Ritual Dayango Studi kasus desa Liyodu, Gorontalo; Universitas

     Negeri Gorontalo

  • 8/17/2019 dayongo

    14/17

    14

    Riyanto,Yatim,2010. Metodologi Penelitian Pendidikan, Surabaya;SIC

    Riandini,Nursanti,2010, Zamrud Khatulistiwa, Jakarta;Media Indonesia

    Sundjaya,2008, Dinamika Kebudayaan, Jakarta;Perca

    Soedarsono, 2010, Seni Pertunjukan Indonesia, Gajah Mada University Press

  • 8/17/2019 dayongo

    15/17

    15

  • 8/17/2019 dayongo

    16/17

    16

  • 8/17/2019 dayongo

    17/17

    17