dayongo
TRANSCRIPT
-
8/17/2019 dayongo
1/17
1
BENTUK DAN PELAKSANAAN UPACARA “DAYANGO”
(Studi Kasus pada Desa Barakati Kecamatan Batudaa )
PENULIS
DIANFLORENZA DJUANDA
Oleh
JURUSAN PENDIDIKAN SENI DRAMA, TARI DAN MUSIK
FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2 0 14
-
8/17/2019 dayongo
2/17
2
-
8/17/2019 dayongo
3/17
3
ABSTRAK
-
8/17/2019 dayongo
4/17
4
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk dan pelaksanaan upacara
Dayango melalui studi kasus pada Desa Barakati Kecamatan Batudaa. Masalah yang
dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk dan pelaksanaan upacara
Dayango. Prosedur pengumpulan data dalam penelitian adalah observasi, dokumentasi
dan wawancara. Tahap tahap penelitian meliputi persiapan, pelaksanaan dan evaluasi.
Hasil penelitian Ritual dayango pada Desa Barakati berawal dari pemujaan animisme
yaitu memanggil roh atau arwah leluhur. Roh-roh yang dipanggil menjadi mediator
dalam menyembuhkan penyakit. Roh-roh bekerja dengan telaten atas bimbingan penari
dayango terhadap pasien yang sudah didudukan atau dibaringkan di tengah pelaksanaan
upacara dan pelaksanaan dayango hanya boleh dilakukan pada bulan ke delapan
dilangit atau tepatnya pada bulan rabiulakhir.
Kata kunci : Dayango, bentuk dan pelaksanaannya.
PENDAHULUAN
Desa Barakati adalah salah satu di Kecamatan Batudaa yang mempunyai ragam
budaya yang unik. Ragam budaya ini masih murni sebagai tradisi yang dianut
masyarakat secara turun-temurun, diantaranya ragam khazanah animisme yang sampai
saat ini masih dipercayai dan dilakukan oleh sebagian masyarakat pada Desa Barakati
khususnya yang ada di pedalaman daerah tersebut adalah Dayango.
Dayango adalah salah satu bentuk diantara beberapa ragam budaya animisme di
Desa Barakati dan pelaksanaan ritual ini adalah sejenis upacara memanggil roh-roh
arwah untuk dijadikan mediator untuk menyembuhkan orang sakit, yang
penyembuhannya dilakukan dengan gerakan-gerakan tarian yang tidak beraturan
Gerakan-gerakan dayango walaupun tidak beraturan namun memperlihatkan
ekspresi dan makna yang jika dikaji secara detail adalah aktualisasi dari gerakan roh-roh
yang bangkit dan masuk dalam raga si penari dayango. Mengapa dayango masih tetap
dilaksanakan oleh sebagian masyarakat khususnya pada Desa Barakati hal ini pada
mulanya berawal dari kepedulian terhadap sesama yang merasa bahwa penderitaan
kerabat keluarga yang sakit adalah bagian dari tanggung jawab masyarakat, maka
-
8/17/2019 dayongo
5/17
5
timbullah kesadaran untuk berusaha menolong serta untuk menyembuhkannya. Usaha
ini tidak lain adalah dengan melakukan ritual dayango.
Pengertian tentang masyarakat yakni adanya sekumpulan orang yang memiliki
kesadaran akan wilayah tertentu, atau kesadaran akan kesamaan tradisi kebudayaan
tertentu yang membedakannya dengan kelompok lain. Jika demikian, kategori
masyarakat bagi sekelompok orang atau populasi sangat relatif, tergantung wilayah dan
ciri ciri apa yang membuatnya merasa satu kelompok.
Menurut William A Haviland (dalam Sundjaya,2008:4) juga menjelaskan bahwa
masyarakat adalah sekelompok orang yang mendiami daerah tertentu dan memiliki
tradisi kebudayaan yang sama.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas maka masyarakat yang ada di Desa Barakati
yang juga merupakan salah satu Desa yang ada di Kecamatan Batudaa mempunyai
ragam budaya yang unik. Ragam budaya ini masih murni sebagai tradisi yang dianut
masyarakat secara turun-temurun, diantaranya ragam khazanah animisme yang sampai
saat ini masih dipercayai dan dilakukan oleh masyarakat Gorontalo khususnya yang ada
di pedalaman pada Desa Barakati yaitu melakukan upacara ritual.
Secara umum orang yang melakukan kegiatan upacara atau ritual ini disebut petugas
agama yang secara khusus bertugas membantu umat atau orang orang tertentu dalammenyalurkan emosi keagamaan dan melaksanakan praktek keagamaan. Dalam Islam
petugas keagamaan yang dimaksud adalah para ulama, guru ngaji, khotib, imam shalat.
Pada agama Nasrani dikenal dengan sebutan pendeta, pastur, paus, cardinal. Sedangkan
dalam agama lokal yang dianut oleh sekelompok kecil masyarakat juga terdapat petugas
agama seperti dukun.
Dalam antropologi dikenal adanya beberapa teori tentang religi, baik yang menyangkut
asal usul terbentuknya religi, symbol-simbol keagamaan, upacara atau ritual keagamaan,
hingga hubungan social antar umat agama. Salah satu teori asal usul religi dikemukakan
oleh R. R. Marett (dalam Sundjaya, 2008 : 42) bahwa religi muncul disebabkan oleh
adanya getaran jiwa atau emosi pada diri manusia manakala menjumpai atau mengalami
kejadian-kejadian luar biasa, seperti mimpi, kematian, atau bencana alam. Emosi atau
getaran jiwa tersebut dapat berupa perasaan takut maupun kagum. Perasaan seperti itu
-
8/17/2019 dayongo
6/17
6
disebut emosi keagamaan karena mampu membawa pikiran manusia kepada keyakinan
adanya kekuatan gaib, tak terlihat, dan tak dapat ditaklukkan di balik kejadian-kejadian
yang dialaminya.
Tokoh antropologi lainnya yang mengutarakan asal usul religi adalah Andrew
Lang (dalam Sundjaya, 2008:45) berpendapat bahwa ketika manusia melihat hal-hal
yang tak bisa dicerna oleh akal mereka, maka dalam dirinya muncul suatu kekuatan jiwa
yang makin kuat. Jadi menurut teori ini kekuatan jiwa semakin kuat ketika aktivitas
pikiran rasionalnya semakin lemah.
Terkait dengan hal-hal tersebut diatas maka Dayango yang juga merupakan
salah satu bentuk diantara beberapa ragam budaya animisme yang ada pada Desa
Barakati , merupakan ritual sejenis upacara memanggil roh-roh arwah untuk dijadikan
mediator untuk menyembuhkan orang sakit, yang penyembuhannya dilakukan dengan
gerakan-gerakan tarian dan teriakan.
Dilihat dari gerakan-gerakannya ritual dayango sepintas mengandung unsur-
unsur estetik budaya seni tari dan musik sebagai iringan(ritmis). Gerakan-gerakan
dayango walaupun tidak beraturan namun memperlihatkan ekspresi dan makna yang
jika dikaji secara detail adalah stilisasi dari gerakan roh-roh yang bangkit dan masuk
dalam raga si penari dayango.
Pelaksanaan upacara dayango berawal dari kepedulian terhadap sesama yang
merasa bahwa penderitaan kerabat keluarga yang sakit adalah bagian dari tanggung
jawab masyarakat, maka mengantarkan kesadaran untuk berusaha menolong untuk
menyembuhkannya. Usaha ini dilakukan dengan ritual dayango, sehingga nampak
bahwa dalam ritual ini mengadung nilai-nilai kebudayaan masyarakat Gorontalo.
Menurut Ipong Niaga dalam studi kasusnya di desa Liyodu (2013:6) bahwa
pelaksanaan Dayango dengan sebutan bakarja (mengerjakan) yang artinya lebih
merujuk pada melakukan aktivitas bersama untuk memohon kesuburan atas seluruh
tanaman, baik tanaman (agrikultur) maupun tanaman liar di hutan dengan meminta
hujan, juga untuk memohon kesehatan bagi manusia dan hewan ternak. Dalam
permohonan ini juga disertai dengan proses pemanggilan (motiyango) roh-roh halus
-
8/17/2019 dayongo
7/17
7
yang disebut latti, yang dipercayai oleh masyarakat memiliki tugas untuk merawat
seluruh alam semesta, memelihara tanaman dan mengusir penyakit yang menyerang
makhluk hidup. Dengan demikian istilah dari motiyango merupakan asal mula istilah
Dayango yakni berupa daya-daya yang berarti suatu perjanjian, sedangkan da artinya
suatu tempat dan motiyango yang artinya memanggil. Maka daya da motiyango dapat
diartikan dengan memanggil sesuatu dengan maksud untuk memenuhi suatu janji di
suatu tempat.
Dalam bahasa Gorontalo Dayango berarti menggerakkan badan secara cepat
atau lincah tanpa aturan-aturan yang jelas. Tetapi gerakan tersebut mempunyai makna
yang hakiki yaitu menggerakan sendi-sendi badan. Namun uniknya di Gorontalo kata
“dayango” hanya digunakan untuk ritual menyembuhkan orang sakit seperti dalam
kajian ini.
Memang sering kali manusia dalam memecahkan soal-soal hidupnya dengan akal dan
sistem pengetahuan itu ada batasnya. Makin terbelakang kebudayaan manusia, makin
sempit lingkaran batas akalnya, soal-soal hidup yang tak dapat dipecahkan dengan akal
dipecahkannya dengan magic, ilmu gaib, .sebaliknya relegi adalah segala sistem tingkah
laku manusia untuk mencapai satu maksud dengan cara menyandarkan diri pada
kamauan dan kekuasaan mahluk-mahluk halus seperti roh-roh, dewa-dewa yang
menempati alam.
Maka jelaslah bahwa keberadaan seni ritual dayango lebih menekankan nilai-
nilai estetik pada aspek intuisi dari pada akal. “Rasa” atau “hati” dinilai mampu
menggantikan logika yang serba terbatas menghadapai kebenaran hidup masyarakat di
Desa Barakati. Mereka menempatkan berbagai aspek intuisi sebagai satu dunia yang
berada “di atas” yang bersifat rasional, dan masyarakat pada Desa Barakati sangat
meyakini hal ini, hal tersebut akhirnya membentuk struktur estetik yang melandasi
hidupnya tradisi dan kesenian rakyat yang diminati dan dipercaya masyarakat,
masyarakat Desa Barakati banyak masih mengasumsikan karya seni estetik yang
memiliki makna adalah karya seni estetik yang dapat dipahami oleh mereka dan
melibatkan masyarakat banyak. Hal ini sangat mendiskripsikan “estetika timur” dimana
keindahan yang tidak dibuat-buat dan mengada-ada mendorong manusia untuk bersikap
-
8/17/2019 dayongo
8/17
8
sederhana dan dan harmonis. Kesatuan dengan nada dan musik alam semesta
merupakan rahasia keseimbangan dan ketentraman yang dicerminkan dalam filosofi dan
cara hidup orang timur.
Dengan demikian kebudayaan dapat berubah mengikuti tingkat kemajuan dan
kemunduran dari pola pikir masyarakat. Masyarakat yang terbuka tentunya akan
mempunyai peluang yang besar untuk mengembangkan kebudayaannya. Sedangkan
masyarakat yang masih tradisional merupakan masyarakat yang aktivitasnya dalam
jangka waktu sangat lama tak mengalami perubahan bahkan terus dilakukan secara
turun temurun.
METODE PENULISAN
Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yang jenisnya adalah
penelitian kasus bertujuan untuk mempelajari secara intensif unit sosial yang meliputi
individu, kelompok, lembaga dan masyarakat atau memahami siklus kehidupan suatu
unit perorangan,keluarga, kelompok, pranata sosial suatu masyarakat.
Penelitian ini dilakukan pada masyarakat desa Barakati Kecamatan Batudaa
Kabupaten Gorontalo Provinsi. Gorontalo selama 3 bulan, mulai bulan November 2013
sampai dengan Bulan Februari 2014. Alasan peneliti mengambil lokasi ini adalah
karena peneliti sendiri termasuk dalam populasi/masyarakat pada Desa Barakati
Kecamatan Batudaa Kabupaten Gorontalo. Provinsi. Gorontalo, sehingga dapat
memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian ini, disamping itu juga dapat
menghemat waktu dan biaya.
Data inti atau data primer dalam penelitian ini diperoleh langsung dari responden,
sehingga keakuratan data dapat dipercaya. Disamping itu peneliti juga mengetahui
tentang seluk beluk pelaksanaan upacara Dayango pada masyarakat Desa Barakati
Kecamatan Batudaa Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo.
Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini berupa data yang diperoleh dari
beberapa dokumen-dokumen yang berkaitan dengan objek penelitian yang bersifat
mendukung. Data sekunder yang dimaksud adalah,buku-buku,jurnal dan lainnya yang
bersifat mendukung penelitian sehingga memberikan data yang akurat dan bukan dari
beberapa informan maupan data yang di peroleh dari lapangan.
-
8/17/2019 dayongo
9/17
9
Instrumen yang akan digunakan untuk menjaring data dalam penelitian ini adalah
observasi, dokumentasi dan wawancara. Teknik observasi ini digunakan untuk
mengamati secara langsung kegiatan-kegiatan yang sedang dilaksanakan, dimana
peneliti disamping bertindak sebagai peneliti juga merupakan bagian objek penelitian
(partisipan). Dokumentasi dalam penelitian ini merupakan cara pengumpulan data yang
menghasilkan catatan-catatan penting yang berhubungan dengan masalah yang diteliti,
sehingga akan diperoleh data yang lengkap,sah dan bukan berdasarkan perkiraan.
Dokumentasi dalam penelitian ini dilakukan dalam bentuk foto dan rekaman video.
Dan untuk teknik wawancara yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pertanyaan
yang secara langsung ditanyakan/ disampaikan kepada responden berkaitan dengan
indikator penelitian.
HASIL PENELITIAN
Pada awal memulai wawancara tentang adanya dayango kepada narasumber
( Sarifudin Halalutu ) adalah sebagai berikut :.bahwa sejarah tradisi Dayango sudah
mulai dilaksanakan di Desa Barakati yakni sejak awal tahun 1936 oleh kakek dari
narasumber yaitu Kalea Halalutu. Menurut narasumber bahwa waktu yang tepat untuk
menetapkan hari dan bulan pelaksanakan dayango ini adalah tidak sembarangan sebab
dapat membahayakan masyarakat. Sesuai dengan saran serta pendapat dari para
narasumber maka pelaksanaan dayango boleh dilakukan pada bulan ke delapan dilangit
atau pada bulan rabiulakhir. Dengan demikian maka penelitian ini dilaksanakan pada
malam jumat yakni tanggal 06 Pebruari 2014.
Seminggu sebelum pelaksanaan Dayango, pelaksana meminta izin secara lisan
kepada aparat pemerintah Desa Barakati seperti Kepala Desa (Taudaa), Kepala Dusun
( podu) maupun kepada Sekertaris Desa ( Julutuli) dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya
yang dianggap berpengaruh.
Atas persetujuan aparat Desa Barakati maka ditetapkanlah tempat dan waktu
pelaksanaannya. Olehnya berdasarkan persetujuan tersebut maka penelitian
Dayango ini diadakan didalam rumah serta waktunya adalah pada malam hari. Hal
yang dipertimbangkan biasanya dalam hal kondisi pasien, biasanya kalau pasien sudah
parah keluarga akan meminta diadakan di halaman rumah mereka.
-
8/17/2019 dayongo
10/17
10
Tepat pada hari kamis beberapa kepala keluarga yang hendak melaksanakan
ritual Dayango disibukkan dengan mempersiapkan kebutuhan yang diperlukan yakni
berupa telur rebus 31 butir, ayam jantan dan betina, berbagai macam kue khas daerah
5 (lima) macam seperti cucur, apang bale, wapili, balapis, apang coe, pisang, kelapa
muda .pelepah pinang muda, bunga poluhungo, selain itu juga ada rempah-rempah
seperti bawang putih, pala, gorakah, kunyit, kayu manis dan beras disertai dengan 6
(enam) macam warna kain yakni putih, merah, biru, hijau tua, hijau muda, dan hitam
yang panjangnya kurang lebih 2 (dua) meter.
Dari persiapan tersebut diatas maka langkah selanjutnya yang akan dilakukan terkait
dengan penggunaan serta manfaat dari bahan – bahan yang telah disiapkan diatas
adalah : 1) Walima, 2) Bulele malohihi, 3) Yilonda, 4) Minuman, 5) Lima macam
warna kain, 6) Alama, 7) Tabu.
Ketika persiapan seperti Bulowe yakni ruangan pucuk pinang yang dibungkus dengan
kain merah dan putih, hulante sebagai tempat sesajian, tambati lo wombua adalah
ruangan spesial bagi juru kunci atau wombua dayango semua sudah selesai disiapkan
maka tepat menjelang pukul 21.00 wita pada hari kamis (malam Jumat) prosesi ritual
Dayango segera dimulai yang diawali dengan proses menyanyi (mahewumbungo)
yang diiringi oleh musik gambus. Sedangkan wombua (pemimpin upacara dayango)
dengan menggunakan 3 (tiga) macam warna kain yakni merah,kuning dan hijau,dimana warna merah diikat dikepala, sedangkan warna kuning dan hijau disilangkan
didada dan dibelakang.
Adapun mereka yang terlibat langsung pada upacara Dayango ini adalah
sebanyak 8 (delapan) orang yang terdiri dari 4 (empat) orang laki-laki dan 4 (empat)
orang perempuan, serta 1 (satu) orang pemain gambusi.
Pada acara inti pemimpin Dayango membaca mantra disertai dengan membakar
kemenyan,lalu menciprat-cipratkan air dengan menggunakan pucuk daun poluhungo
yang direndam di dalam baskom yang berisi air dan rempah-rempah, Kegiatan yang
dilakukan ini tidak lain adalah untuk memanggil roh leluhur .
-
8/17/2019 dayongo
11/17
11
Wombua terus duduk menabur dupa di atas totabu sembari menyanyikan
mohumbungo berulang-ulang kali. Lalu empat sampai enam penari menunggu
kemasukan roh. Wombua mulai lagi mohumbungo.
Jika terdengar suara teriakan keras maka saat itulah rebana dan gitar gambusi akan
mulai berbunyi sebagai panggilan sang pemimpin untuk menari bersama.
Mendengar teriakan maka wombua bangkit dan menari dengan gerakan–
gerakan sebagai berikut : 1) Menggetarkan seluruh badan (posisi penari mengelilingi
pasien) 2) Menggetarkan seluruh persendian tubuh (posisi penari tidak beraturan)
3) Gerakan melompat-lompat dengan ujung kaki (posisi penari tidak beraturan)
4)Gerakan Dayango lebih didominasi oleh gerakan kaki sedangkan tangannya hanya
sesekali melakukan gerakan.
Seluruh sendi-sendi tubuh penari terus bergetar, dan mereka terus kerasukan. Mereka
minta pinggo lolunggongo merah atau putih kemudian mereka terus menari dengan
gerakan mulai melompat lompat. Daun woka ada ditangan kiri dan kanan serta
diayunkan kian kemari dalam ritme yang kadang beraturan kadang tidak serta terus
mengikuti petikan gitar gambusi.
Menjelang pukul 24.00 wita ketika pelaksanaan Dayango akan diakhiri, maka
Wombua akan membacakan mantra didalam ruang kamar/kuil untuk menyuruh para
latti segera kembali ketempat asalnya.Saat hal itu dilaksanakan maka tubuh dari
Wombua akan bergetar disertai teriakan keras. Setelah latti-latti dirasakan sudah pergi,
maka keadaan sudah kembali normal semuanya, maka Dayango dianggap berakhir dan
masyarakat kembali kerumahnya masing-masing.
Namun keesokan harinya yakni hari Jumat pagi yang merupakan hari terakhir
dilakukan pembacaan doa hal tersebut dilakukan agar supaya tidak ada lagi penyakit.
Setelah itu mereka yang semalam telah melakukan ritual Dayango bergegas menuju
sungai dengan membawa yilonda serta bahan sesajen lainnya seperti kain dengan 5
(lima) macam warna dan bunga polohungo, selanjutnya Wombua membaca mantra-
mantra dan mencelupkan kain yang berwarna-warna tadi kedalam air, setelah itu
wombua menyiran air kepada penduduk yang sakit dan mendoakan masyarakat lainnya
-
8/17/2019 dayongo
12/17
12
dan diakhiri dengan menghanyutkan seluruh sesajen, dan hal ini sebagai pertanda
bahwa segala penyakit telah dibawah pergi bersama sesajen.
Setelah kembali dari sungai ,maka Wombua bersama orang sakit yang telah
dimandikan disungai tadi menuju dan kembali lagi kerumah tempat acara prosesi
Dayango dilaksanakan dengan tujuan untuk mengobati kembali agar benar sembuh.
Kemudian dilanjutkan dengan acara menutub pahu, dimana kegiatan ini merupakan
kegiatan yang paling terakhir dari prosesi Dayango. Adapun bahan-bahan yang
disediakan berupa 5 (lima) macam warna beras yakni putih,kuning,hijau,hitam dan
merah. Selain itu juga dibuat sebuah rumah kecil yang didalam rumah kecil tersebut
berisi boneka (hilayanga) satu pasang pria dan wanita dan dalam hilayanga tersebut
diisi masing-masing 1(satu) butir telur, pinang, sirih beserta daunnya,kunyit. Kemudiansetelah membaca mantra-mantra selanjutnya rumah kecil tadi diletakkan diatas
bumbungan rumah ( pahu) dan beras yang berwarna warni tadi dibuang oleh Wombua
keseluruh sudut rumah, hal ini dilakukan agar penghuni rumah terlindungi dari
penyakit.
Dayango terus dilakukan sampai akhirnya agama Islam masuk ke Gorontalo.
Dan sejak Islam masuk hal-hal adat yang tidak sesuai dengan syariat Islam dibatalkan
atau dibatasi kegiatannya kecuali jika ada izin dari pemerintah, hal inipun juga berlaku
terhadap masyarakat pada Desa Barakati.
Olehnya praktek praktek yang sifatnya ritual agama dapat dikatakan bebas dari
penilaian baik atau buruknya, sebab ritual hanya dapat didefinisikan dan dikaji setelah
kita mengkaji sistem keyakinannya dengan kata lain praktek-praktek religi akan jelas
maksud dan tujuannya setelah diketahui konsep-konsep yang mendasarinya.
KESIMPULAN
Dengan ritual dayango di Desa Barakati dapat di asumsikan bahwa
masyarakat desa tersebut dengan berbagai daya dan upaya menolong seseorang
yang dalam keadaan sakit berusaha mencari cara solusi dengan meminta
kekuatan dari yang mereka yakini sebagai pencipta, penolong yang dalam hal ini
yaitu roh-roh nenek moyang dan roh-roh penguasa alam dapat menghasilkan
-
8/17/2019 dayongo
13/17
13
keyakinan tradisi yang turun-temurun dilaksanakan dan akhirnya membudaya di
masyarakat desa Barakati. Dayango merupakan kegiatan ritual masyarakat desa
Barakati yang tujuannya merupakan permohonan manusia kepada sang pencipta
untuk dapat mengobati penyakit yang diderita masyarakat dan memohon
kesuburan seluruh alam semesta. . Dayango dilaksanakan melalui proses
pembacaan mantra-mantra, sesajian, ekspresi gerak tari dan nyanyian, iringan
musik gambus. Seni ritual dayango, termasuk dalam seni tari primitif, yang
diangkat dari perilaku sosial mayarakat yaitu upaya dalam menyembuhkan dan
menolong orang sakit. Dalam kandungan estetik sangat mendasar, berbagai
unsur-unsur keindahan sebenarnya dapat kita kaji dari seni ritual dayango ini.
dari tata cara ritual dayango dapat diyakini bahwa dayango adalah induk dari
seluruh tari yang ada di Gorontalo; hal ini cukup beralasan karena jauh sebelummasyarakat mengenal seni tari secara mendalam, termasuk mengembangkan dan
menciptakan seni tari yang ada di Gorontalo.
DAFTAR RUJUKAN
Buchory Achmad,2010, Budaya, Surakarta; Putra Nugraha
Brandom, James R, 2003, Jejak-jejak Seni Pertunjukan di Asia Tenggara, Bandung:
P4ST
ChristopelPaino“Dayangodilarangbanjirpundatang”http//www.lenteratimur.com//
dayango-banjir-pun datang.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan SULUT, 2003, Adat Istiadat Daerah Sulawesi
Utara)
Faruqi.I, 1984, Islam and Culture,(terjemahan Yustiono),Bandung; Mizan
(Koentjaraningrat, 1990, Sejarah Teori Antropologi II, Jakarta; Universitas Indonesia.)
Niode, Alim, 2007, Gorontalo Perubahan Nilai-Nilai Budaya dan Pranata Sosial,
Jakarta; Pustaka Indonesia
Niaga,Ipong,2014, Ritual Dayango Studi kasus desa Liyodu, Gorontalo; Universitas
Negeri Gorontalo
-
8/17/2019 dayongo
14/17
14
Riyanto,Yatim,2010. Metodologi Penelitian Pendidikan, Surabaya;SIC
Riandini,Nursanti,2010, Zamrud Khatulistiwa, Jakarta;Media Indonesia
Sundjaya,2008, Dinamika Kebudayaan, Jakarta;Perca
Soedarsono, 2010, Seni Pertunjukan Indonesia, Gajah Mada University Press
-
8/17/2019 dayongo
15/17
15
-
8/17/2019 dayongo
16/17
16
-
8/17/2019 dayongo
17/17
17