dqwdd
DESCRIPTION
ttrhTRANSCRIPT
![Page 1: dqwdd](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022042517/577c83611a28abe054b4c9e1/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit Demam Berdarah (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)
ialah penyakit demam akut disertai manifestasi perdarahan, trombositopenia, dan
hemokonsentrasi yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. 4,6 Kedua jenis nyamuk ini terdapat
hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari
1000 meter di atas permukaan air laut. 12
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang masih
menimbulkan masalah kesehatan di negara sedang berkembang, khususnya
Indonesia. Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan dari berbagai negara
bervariasi dan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain status umur penduduk,
kepadatan vektor, tingkat penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe virus dengue
dan kondisi meteorologis. 11,15
Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun
1968, akan tetapi konfirmasi virologis baru didapat pada tahun 1970. Sejak itu
penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh
propinsi di Indonesia kecuali Timor-Timur telah terjangkit penyakit ini. Sejak
pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat baik
dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit dan secara sporadis selalu terjadi
KLB setiap tahun. 16
KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) =
35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam
sebesar 10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99
(tahun 2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003).16
Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit,
disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya
pemukiman baru, kurangnya perilaku masyarakat terhadap pembersihan sarang
![Page 2: dqwdd](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022042517/577c83611a28abe054b4c9e1/html5/thumbnails/2.jpg)
nyamuk, terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya
empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun.16
Berbagai upaya pencegahan dan pemberantasan vektor telah dilakukan
Departemen Kesehatan, namun berbagai hal menjadi kendala diantaranya adalah :
kepadatan penduduk dan mobilitas penduduk antar wilayah, tingkat kepadatan
nyamuk Aedes aegypti yang masih tinggi, belum optimalnya upaya pemberantasan
sarang nyamuk dan tingkat kesadaran masyrakat yang masih rendah. 16
Penyakit DBD sering salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau
tipus. Hal ini disebabkan karena infeksi virus dengue yang menyebabkan DBD bisa
bersifat asimtomatik atau tidak jelas gejalanya. Data di bagian anak RSCM
menunjukkan pasien DBD sering menunjukkan gejala batuk, pilek, muntah, mual,
maupun diare. Masalah bisa bertambah karena virus tersebut dapat masuk bersamaan
dengan infeksi penyakit lain seperti flu atau tipus. Oleh karena itu diperlukan kejelian
pemahaman tentang perjalanan penyakit infeksi virus dengue, patofisiologi, dan
ketajaman pengamatan klinis. Dengan pemeriksaan klinis yang baik dan lengkap,
diagnosis DBD serta pemeriksaan penunjang (laboratorium) dapat membantu
terutama bila gejala klinis.16
BAB II
2
![Page 3: dqwdd](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022042517/577c83611a28abe054b4c9e1/html5/thumbnails/3.jpg)
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Demam Berdarah Dengue atau Dengue Haemorragic Fever (DHF) ialah
penyakit demam akut disertai manifestasi perdarahan, trombositopenia, dan
hemokonsentrasi disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. 4,10
2.2 ETIOLOGI
Virus Dengue
Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue dengan tipe DEN-1, DEN-2,
DEN-3, dan DEN-4. Virus tersebut termasuk dalam genus flavivirus (grup
Arbovirus B), famili Flaviviridae, berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitif
terhadap inaktivasi oleh dietileter dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 70 ºC. 1,3,8,16
Di Indonesia virus DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 telah diisolasi dari
darah penderita. Dari hasil surveilans virologis pada DBD di Jakarta, Jogjakarta
dan Surabaya pada tahun 1995-1996, virus dengue tipe 3 berhasil diisolasi
(48,6%), disusul oleh berturut-turut virus dengue tipe 2 (28,6%), virus dengue
tipe 1 (20%) dan virus dengue tipe 4 (2,9%). 4,11,16
Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup
terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe
lain.Viremia berakhir 4-5 hari setelah timbulnya panas 6,7,11,14
Vektor DBD 12
Di Indonesia dikenal 2 jenis nyamuk Aedes sebagai vektor utama dengue yaitu :
1. Aedes aegypti
Paling sering ditemukan
Adalah nyamuk yang hidup di daerah tropis, terutama hidup dan
berkembang biak di dalam rumah yaitu di tempat penampungan air jernih
atau tempat penampungan air disekitar rumah.
3
![Page 4: dqwdd](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022042517/577c83611a28abe054b4c9e1/html5/thumbnails/4.jpg)
Nyamuk bewarna hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian-bagian
badannya terutama pada kakinya.
Biasanya nyamuk dewasa betina menisap darah pada pagi hari (8.00 –
10.00) dan sore hari (15.00-17.00).
Jarak terbang 100 meter
1. Aedes albopictus
Tempat habitatnya di tempat air jernih. Biasanya disekitar rumah atau
pohon-pohon, dimana tertampung air hujan yang besih yaitu pohon
pisang, pandan, kaleng bekas, dll.
Menggigit pada waktu siang hari
Jarak terbang 50 meter
2.3 EPIDEMIOLOGI
Epidemi dengue dilaporkan pertama kali di Batavia oleh David Bylon pada
tahun 1779. Penyakit ini disebut penyakit demam 5 hari yang dikenal dengan knee
trouble atau knokkel koortz. Wabah demam dengue terjadi pada tahun 1871-1873
di Zanzibar kemudian di pantai Arab dan terus menyebar ke Samudera Hindia. 1,5,6,14
Quintoss dkk, pada tahun 1953 melaporkan kasus DBD di Manila pada anak-
anak, kemudian disusul negara-negara lain seperti Thailand dan Vietnam. Pada
dekade enam puluhan penyakit ini mulai menyebar ke negara-negara Asia
Tenggara, antara lain: Singapura, Malaysia, Srilanka dan Indonesia. Penyakit
DBD hingga saat ini terus menyebar luas di negara-negara tropis dan
subtropis.1,5,6,14
Sekitar 2,5 milyar orang (2/5 penduduk dunia) mempunyai resiko untuk
terinfeksi virus dengue. Lebih dari 100 negara tropis dan subtropis pernah
mengalami letusan demam dengue atau demam berdarah dengue, lebih kurang
500.000 kasus setiap tahun dirawat di rumah sakit dengan ribuan orang
diantaranya meninggal dunia. Letusan/wabah penyakit ini mempunyai dampak
kerugian bidang sosial – ekonomi sebagai dampak dari berkurangnya devisa dari
sektor pariwisata. 6
4
![Page 5: dqwdd](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022042517/577c83611a28abe054b4c9e1/html5/thumbnails/5.jpg)
Di Indonesia kasus demam berdarah pertama kali dilaporkan terjadi di
Surabaya dengan jumlah kematian sebanyak 24 orang pada tahun 1968. Tahun-
tahun selanjutnya kasus DBD berfluktuasi jumlahnya setiap tahun dan cenderung
meningkat. Demikian juga wilayah yang terjangkit bertambah luas. 1,6
Pada awal terjadinya wabah di suatu negara, distribusi umur memperlihatkan
jumlah penderita terbanyak dari golongan anak berumur kurang dari 15 tahun (86-
95%). Namun, pada wabah-wabah selanjutnya, jumlah penderita yang
digolongkan usia dewasa muda meningkat. Di Indonesia penderita DBD
terbanyak anak berumur 5-11 tahun. Proporsi penderita yang berumur lebih dari
15 tahun sejak tahun 1984 meningkat. 6
Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan jenis kelamin penderita DBD
tetapi penyebab kematian lebih banyak pada anak perempuan daripada anak laki-
laki. 6
Di Indonesia pengaruh musim terhadap DBD tidak begitu jelas, tetapi secara
garis besar dapat dikemukakan bahwa jumlah penderita meningkat antara bulan
September sampai Februari yang mencapai puncaknya di bulan Januari. Di daerah
urban berpenduduk padat puncak penderita ialah bulan Juni/Juli bertepatan
dengan awal musim kemarau. 6
Kejadian luar biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian
kesakitan/ kematian oleh suatu penyakit menular tertentu yang bermakna secara
epidemiologis, pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Khusus pada DBD,
kriteria KLB-DBD bila terjadi peningkatan dua kali atau lebih jumlah kasus DBD
dalam suatu wilayah, dalam kurun waktu 1 minggu/1 bulan yang sama pada tahun
yang lalu. 6
KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incidence Rate (IR) =
35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam
sebesar 10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu
15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun
2003). 16
Penyebaran DBD di beberapa propinsi di Indonesia dengan jumlah sebagai
berikut : 16
5
![Page 6: dqwdd](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022042517/577c83611a28abe054b4c9e1/html5/thumbnails/6.jpg)
Tahun 1996 : Jumlah kasus 45.548 orang, dengan jumlah kematian sebanyak
1.234 orang
Tahun 1998 : Jumlah kasus 72.133 orang, dengan jumlah kematian sebanyak
1.414 orang ( terjadi ledakan)
Tahun 1999 : Jumlah kasus 21.134 orang
Tahun 2000 : Jumlah kasus 33.443 orang
Tahun 2001 : Jumlah kasus 45.904 orang
Tahun 2002 : Jumlah kasus 40.377 orang
Tahun 2003 : Jumlah kasus 50.131 orang
Tahun 2004 : sampai tanggal 5 maret 2004 jumlah kasus sudah mencapai
26.015 orang, dengan jumlah kematian sebanyak 389 orang.
2.4 PATOGENESIS
Patogenesis DBD dan DSS masih merupakan masalah yang kontroversi. Dua
teori yang umum dipakai dalam menjelaskan patogenesis pada DBD dan DSS,
yaitu hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection) atau
hipotesis immune enhancement. Hipotesis ini menyatakan bahwa DBD dapat
terjadi bila seseorang setelah terinfeksi dengue pertama kali, mendapat re-infeksi
virus dengue lainnya. Re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik
antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen antibodi
(kompleks virus antibodi) yang tinggi. 1,6
Hipotesis kedua menyatakan bahwa virus dengue secara genetik dapat
berubah sebagai akibat dari tekanan pada seleksi sewaktu virus melakukan
replikasi pada tubuh manusia maupun nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan
genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi dan
viremia, virulensi, dan potensi terjadi wabah. 6
Terdapatnya kompleks virus – antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan
hal-hal sebagai berikut : 1,3,6
1. Aktivitas sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin C3a dan
C5a yang menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan terjadi
6
![Page 7: dqwdd](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022042517/577c83611a28abe054b4c9e1/html5/thumbnails/7.jpg)
perembesan plasma dari ruang intravaskular ke ruang ekstravaskular (plasma
leakage).
2. Agregasi trombosit sehingga jumlah trombosit menurun, apabila kejadian
terus berlanjut akan menyebabkan kelainan fungsi trombosit sebagai akibat
mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tulang
3. Kerusakan sel endotel pembuluh darah yang akan merangsang/mengaktivasi
faktor pembekuan.
Ketiga faktor tersebut diatas dapat menyebabkan :
Peningkatan permeabilitas kapiler sehingga mengakibatkan perembesan
plasma, hipovolemia, dan syok.
Kelainan homeostatis, yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopenia,
dan koagulopati, sehingga mengakibatkan perdarahan hebat.
2.5 PATOFISIOLOGI 1,3
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan
dan gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal
seluruh badan, hiperemia di tenggorok, timbul ruam dan kelainan yang mungkin
terjadi pada sistem retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar getah bening,
hati dan limpa.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan beratnya penyakit dan
membedakan DD dan DBD ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler
karena penglepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin serta aktivasi sistem
kalikrein yang mengakibatkan ekstravasasi cairan intravaskular. Hal ini
menyebabkan berkurangnya volume plasma sehingga terjadi hipotensi,
hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Plasma merembes selama
perjalanan penyakit mulai dari saat permulaan demam dan mencapai puncaknya
pada saat renjatan. Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat
menurun sampai lebih dari 30%. Renjatan hipovolemik yang terjadi akibat
kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi dapat berakibat anoksia jaringan,
asidosis metabolik dan kematian.
7
![Page 8: dqwdd](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022042517/577c83611a28abe054b4c9e1/html5/thumbnails/8.jpg)
Penyebab kematian lainnya adalah perdarahan hebat, yang biasanya timbul
setelah renjatan berlangsung lama dan tidak diatasi. Perdarahan pada DBD
dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan
sistem koagulasi.
2.6 PATOLOGI 1
Pada autopsi pasien DBD ditemukan secara makro dan mikroskopik tanda-
tanda perdarahan di hampir semua organ tubuh seperti kulit, saluran cerna, paru,
subendokardial, septum interventrikular, dan jaringan adrenal.
Hati tampak membesar dengan perlemakan hati yang berhubungan dengan
perdarahan. Nekrosis di daerah sentral atau parasentral lobulus hati, pembesaran
sel-sel kupfer, sel-sel asidofilik dengan vakuola sitoplasma. Kadang terdapat pula
sel neutrofil dan limfosit yang lebih besar dan lebih banyak dari normal di darah
tepi.
Limpa memperlihatkan hiperplasia pulpa merah dengan infiltrasi luas sel
plasma, limfosit dan histiosit. Limfosit dan pusat-pusat germinal dalam badan-
badan malphigi sangat aktif.
Kelenjar adrenal mengalami pengurangan zat lemak, terutama zona
glomerulosa, sel menciut, dan mengecil.
Ginjal menunjukkan dilatasi ruang Bowman dan proliferasi ringan kapiler
gelung-glomerulus dan kelainan degenerasi pada tubulus.
Infeksi Virus Dengue
Tombositopeni
8
![Page 9: dqwdd](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022042517/577c83611a28abe054b4c9e1/html5/thumbnails/9.jpg)
Demam Hepatomegali komplek AgAbAnoreksia komplemenMuntah Manifestasi permeabilitas
Perdarahan vaskular naik I
Dehidrasi kebocoran plasma : Hemokonsentrasi Hipoproteinemia II Efusi plura Asites
Demam dengue Derajat
Hipovolemia
DIC syok III
Perdarahan saluran Anoksia asidosis IV cerna
meninggal
Demam Berdarah Dengue derajat I-II-III-IV
Gambar 2.1.Patofisiologi infeksi dengue 3,6
2.7 GAMBARAN KLINIS 1,3
Infeksi virus dengue memperlihatkan gambaran klinis yang bervariasi, dari
derajat ringan sampai berat. Infeksi dengue yang paling ringan dapat tidak
menimbulkan gejala (silent dengue infection), atau demam tanpa penyebab yang
9
![Page 10: dqwdd](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022042517/577c83611a28abe054b4c9e1/html5/thumbnails/10.jpg)
jelas (undifferentiated febrile illness), diikuti oleh demam dengue (DD), dan
demam berdarah dengue (DBD). Manifestasi klinis DBD dapat berupa demam
akut, perdarahan, serta kecenderungan terjadi renjatan yang dapat berakibat fatal.
Masa inkubasi dengue antara 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari.
Pada pasien DBD dapat terjadi gejala perdarahan pada hari ke-3 atau ke-5
berupa petekie, purpura, ekimosis, hematemesis, melena, dan epistaksis. Hati
umumnya membesar dan terdapat nyeri tekan yang tidak sesuai dengan beratnya
penyakit. Pada pasien DSS, gejala renjatan ditandai dengan kulit yang terasa
lembab dan dingin, sianosis perifer yang terutama tampak pada ujung hidung,
jari-jari tangan dan kaki, serta dijumpai penurunan tekanan darah. Renjatan
biasanya terjadi pada waktu demam atau saat demam turun antara hari ke – 3 dan
hari ke – 7 penyakit.
Infeksi virus dengue
Asimtomatik Simtomatik
10
![Page 11: dqwdd](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022042517/577c83611a28abe054b4c9e1/html5/thumbnails/11.jpg)
Demam yang tak Demam dengue Demam berdarahjelas penyebabnya dengue (sindrom virus) (kebocoran plasma)
Tanpa Dengan perdarahan perdarahan
DBD tanpa DBD dengan Syok syok(DSS)
Demam dengue Demam berdarah dengue
Gambar 2.2. Manifestasi infeksi virus dengue
2.8 PEMERIKSAAN LABORATORIUM 1,2
1. Darah
Pada DBD dijumpai trombositopenia dan hemokonsentrasi. Masa pembekuan
dalam batas normal, tetapi masa perdarahan biasanya memanjang. Pada
analisa kuantitatif ditemukan penurunan faktor II, V, VII, IX dan X. Pada
pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia, hiponatremia, serta
hipokloremia, SGOT/SGPT, ureum dan pH darah mungkin meningkat reserve
alkali merendah.
2. Air seni
Mungkin ditemukan albuminuria ringan
3. Sumsum tulang
Pada awal sakit biasanya hiposeluler, kemudian menjadi hiperseluler pada
hari ke-5 dengan gangguan maturasi sedangkan hari ke-10 biasanya sudah
kembali normal untuk semua sistem.
4. Serologi 5,6,7,14
11
![Page 12: dqwdd](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022042517/577c83611a28abe054b4c9e1/html5/thumbnails/12.jpg)
Pada dasarnya, hasil uji serologi dibaca dengan melihat kenaikan titer antibodi
fase konvalesen terhadap titer antibodi fase akut (naik empat kali kelipatan
atau lebih). Ada 6 pemeriksaan serologi yang dianggap sebagai dasar yaitu :
Uji HI ( hemagglutination Inhibition Test = HI test)
Uji ini merupakan uji yang paling sering dipakai secara rutin dan dipakai
sebagai baku emas pada pemeriksaan serologis. Antibodi HI akan lama
berada di dalam darah (>48 tahun), maka uji ini dipergunakan pada studi
epidemiologi.
Antibodi HI biasanya akan timbul pada kadar yang dapat terdeteksi
yaitu titer 10 pada hari ke 5/6 dari perjalanan penyakit, sedang antibodi
konvalesen biasanya akan mencapai titer 640 atau dibawahnya pada
infeksi primer. Pada infeksi sekunder atau tertier akan terjadi reaksi
anamnestik yang cepat dan titer antibodi konvalesen akan naik tinggi pada
hari pertama dari jalannya penyakit mencapai 5210 sampai 10240 atau
bahkan lebih. Adanya titer yang tinggi, 1280 atau lebih pada spesimen
akut, menunjukkan adanya dugaan infeksi baru (recent infection) dan
dianggap sebagai diduga keras infeksi dengue baru. Titer HI yang tinggi
biasanya berlangsung selama 2-3 bulan pada beberapa pasien, tetapi
secara umum titer HI akan mulai menurun pada hari ke 30-40.
Keuntungan : sederhana, mudah, murah, sensitif ,dan ideal untuk
seroepidemiologi
Kerugian : memerlukan spesimen akut dan konvalesen sehingga
menunggu waktu yang lama, tidak spesifik dalam
menentukan serotipe virus.
Tabel 2.1 Interprestasi Uji Inhibisi Hemaglutinasi 1,4,6,7
Respon Interval Titer Interprestasi
antibodi S1-S2* konvalesen
- Naik 4 X lipat ≥ hari ke 7 ≤1:1280 Infeksi flavivirus akut,
primer
12
![Page 13: dqwdd](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022042517/577c83611a28abe054b4c9e1/html5/thumbnails/13.jpg)
- Naik 4 X lipat Sembarang ≥1:2560 Infeksi flavivirus akut,
spesimen sekunder
- Naik 4 X lipat < hari 7 ≤1:1280 Infeksi flavivirus akut,
baik primer atau sekunder
- Tidak ada Sembarang >1:2560 Infeksi flavivirus
terakhir, perubahan
spesimen sekunder
- Tidak ada ≥ hari ke 7 ≤1:1280 Bukan dengue
perubahan
- Tidak ada < hari ke 7 ≤1:1280 Tak dapat
perubahan diinterprestasikan
- Tak ada Spesimen ≤1:1280 Tak dapat
perubahan tunggal diinterprestasikan
*S1 = Serum akut S2 = Serum konvalesen
Uji Pengikatan Komplemen (Complement Fixation test = CF test)
Uji ini jarang dipergunakan sebagai uji diagnostik secara rutin.. Antibodi
Pengikat Komplemen (CF antibodi) biasanya timbul setelah antibodi HI
timbul dan sifatnya lebih spesifik pada infeksi primer dan biasanya cepat
menghilang dari darah (2-3 tahun).
Keuntungan : lebih spesifik dan dapat memastikan infeksi dengue pada
pasien dengan spesimen yang diambil pada akhir infeksi.
Kerugian : paling kurang sensitif, cara pemeriksaan agak rumit
prosedurnya dan memerlukan tenaga pemeriksa yang
berpengalaman.
Uji Neutralisasi (Neutralization test = NT)
Uji ini memakai cara yang disebut plaque reduction neutralization test
(PRNT) yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi.
Umumnya antibodi netralisasi timbul bersamaan atau sedikit lebih lambat
dari antibodi HI tetapi lebih cepat dari timbulnya antibodi pengikatan
13
![Page 14: dqwdd](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022042517/577c83611a28abe054b4c9e1/html5/thumbnails/14.jpg)
komplemen. Antibodi netralisasi juga akan bertahan lama di dalam darah
(>48 tahun).
Keuntungan : uji paling sensitif dan spesifik dibanding uji serologi lain.
Kerugian : mahal, cara pemeriksaan rumit dan memerlukan waktu yang
lama sehingga tidak dipakai secara rutin.
Uji IgG Elisa
Uji ini sebanding dengan uji HI namun sedikit lebih sensitif.
Keuntungan : sederhana, mudah dilakukan dan sangat mudah untuk
memeriksa sampel dalam jumlah banyak
Kerugian : sangat tidak spesifik, banyak reaksi silang dengan flavivirus
yang lain, tidak dapat menentukan serotipe
Uji ELISA (IgM captured ELISA = Mac.ELISA)
Uji berdasarkan atas adanya antibodi IgM pada serum penderita yang
ditangkap oleh goat anti human IgM pada suatu permukaan kasar.
Antibodi anti-dengue IgM akan timbul lebih dulu daripada antibodi anti-
dengue IgG, dan biasanya sudah terdeteksi pada hari ke 5. Pada infeksi
primer, titer IgM dapat juga lebih tinggi dibandingkan pada infeksi
sekunder. Pada beberapa infeksi primer IgM dapat bertahan didalam darah
sampai 90 hari setelah infeksi, tetapi biasanya IgM sudah menurun dan
hilang pada hari ke 60.
Keuntungan : sederhana, tidak memerlukan alat canggih, kurang sensitif
dibanding HI tetapi hanya menggunakan spesimen akut saja.
Kerugian : waktu pengambilan spesimen harus tepat, tidak selalu dapat
menentukan secara pasti adanya infeksi baru.
Tabel 2.2 Interprestasi Uji MAC-ELISA 4,7
IgM Interval Rasio IgM Interprestasi
Spesimen I-II terhadap IgG
- Fraksi 2-14 hari tinggi Infeksi
flavivirus akut,
14
![Page 15: dqwdd](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022042517/577c83611a28abe054b4c9e1/html5/thumbnails/15.jpg)
Molar meningkat primer
rendah Infeksi flavivirus akut,
sekunder
- Fraksi molar 2-14 hari tinggi Infeksi flavivirus baru,
meningkat, tetap primer
atau menurun rendah Infeksi flavivirus baru,
sekunder
- Meningkat spesimen tunggal tinggi Infeksi flavivirus baru,
primer
rendah Infeksi flavivirus baru,
kemungkinan sekunder
Uji cepat dalam bentuk kit 6,7
Saat ini beredar uji cepat dalam bentuk kit untuk mendeteksi antibodi
IgM/IgG. Contoh : Dengue rapid dari Panbio, Australia.
Keuntungan : sangat sederhana, tidak membutuhkan peralatan dan
keahlian, serta dapat dibaca dalam beberapa menit.
Kerugian : ketelitian uji ini masih belum banyak diketahui dan perlu
standarisasi.
Tabel 2.3. Imunokromatografi cepat/panBio 4
IgM IgG Interprestasi
+ - Infeksi primer
+ + Infeksi sekunder
- + Kemungkinan DBD atau infeksi
sekunder
5. Isolasi virus
Bahan pemeriksaan adalah spesimen darah/serum, plasma atau cairan buffy
coat, dari fase akut jaringan-jaringan baik dari pasien hidup (melalui biopsi),
15
![Page 16: dqwdd](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022042517/577c83611a28abe054b4c9e1/html5/thumbnails/16.jpg)
maupun fase akut jaringan autopsi dari kasus yang meninggal terutama dari
hati, limpa, timus, dan nyamuk yang dikumpulkan di alam.
2.9 PEMERIKSAAN RADIOLOGIS 1,6
Pada foto rontgen dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks
kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai
pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dilakukan
dalam posisi lateral dekubitus kanan. Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi
dengan pemeriksaan USG.
2.10 DIAGNOSIS
Gejala dini infeksi dengue : 6,16
Demam
Sakit kepala
Nyeri otot
Nyeri sendi
Nafsu makan menurun
Mual
Muntah
Indikator fase syok : 3,7,14
Hari sakit ke 4-5
Suhu turun
Nadi cepat tanpa demam
Takanan nadi turun/hipotensi
Leukopenia < 5.000/mm³
Kriteria klinis DBD menurut WHO (1997) : 1,4,10,15
1. Demam akut, yang tetap tinggi selama 2-7 hari, biasanya bifasik
2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut ini :
16
![Page 17: dqwdd](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022042517/577c83611a28abe054b4c9e1/html5/thumbnails/17.jpg)
uji torniquet positif
petekie, ekimosis, atau purpura
perdarahan mukosa, saluran cerna, bekas suntikan, atau tempat lain
hematemesis atau melena
3. Trombositopenia (≤ 100.000/mm³)
4. Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage oleh karena peningkatan
permeabilitas kapiler berikut :
Hematokrit meningkat ≥20% dibanding hematokrit rata-rata pada usia,
jenis kelamin, dan populasi yang sama
Hematokrit turun hingga ≥20% dari hematokrit awal, setelah pemberian
cairan
Terdapat efusi pleura, asites, dan hipoproteinemia
Derajat DBD (WHO 1997) : 1,2,3,4,5,6,7,10,11
Berdasarkan beratnya penyakit, DBD dibagi menjadi 4 derajat :
Derajat I (Ringan)
Demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas: manifestasi perdarahan
hanya berupa uji torniquet positif
Derajat II (sedang)
Derajat I diseratai perdarahan spontan, dapat berupa perdarahan bawah kulit
atau jenis perdarahan lainnya.
Derajat III (berat)
Terdapat kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan nadi cepat dan lemah atau
hipotensi, disertai kulit dingin dan lembab serta gelisah.
Derajat IV
Renjatan yang ditandai dengan tekanan darah tidak terukur dan nadi yang
tidak dapat diraba.
DBD derajat III dan IV digolongkan dalam Dengue Shock Syndrom (DSS)
2.11 DIAGNOSIS BANDING 3,6
1. Adanya demam pada awal penyakit dapat dibandingkan dengan infeksi
bakteri maupun virus, seperti demam tifoid, malaria dan sebagainya.
17
![Page 18: dqwdd](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022042517/577c83611a28abe054b4c9e1/html5/thumbnails/18.jpg)
Pemeriksaan LED dapat dipergunakan untuk membedakan infeksi bakteri
dengan virus. Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi
dapat membedakan antara DBD dengan penyakit lain.
2. Adanya ruam yang akut seperti pada morbili perlu dibedakan dengan DBD
3. Adanya pembesaran hati perlu dibedakan hepatitis akut dan leptospirosis
4. Idiophatic thrombpcytopenic purpurae (ITP)
Pada ITP sulit dibedakan dengan DBD derajat II, oleh karena didapatkan
demam disertai perdarahan di bawah kulit. Pada hari pertama, diagnosis ITP
sulit dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada ITP demam cepat
menghilang, tidak dijumpai hemokonsentrasi, dan pada fase penyembuhan
DBD jumlah trombosit lebih cepat kembali normal dari ITP.
5. Leukemia atau anemia
Pada Leukemia demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan tampak
sangat anemis. Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan
memperjelas diagnosis leukemia.
Pada anemia aplastik tampak sangat anemik, demam timbul karena infeksi
sekunder. Pada pemeriksaan darah ditemukan pansitopenia (leukosit,
hemoglobin dan trombosit menurun). Pada pasien dengan perdarahan hebat,
pemeriksaan foto toraks dan/ atau kadar protein dapat membantu
menegakkan diagnosis, pada DBD ditemukan efusi pleura dan
hipoproteinemia sebagai tanda rembesan plasma.
6. Demam chikugunya (DC)
Pada DC biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan
penularannya mirip influenza. DC mempunyai serangan demam mendadak,
masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam
makulopapular, injeksi konjuntiva dan lebih sering dijumpai nyeri sendi.
Proporsi uji torniquet positif, petekie dan epistaksis hampir sama dengan
DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal dan syok.
7. Korean haemorragic fever 18
Korean haemorragic fever adalah salah satu tipe berat dari Haemorragic
fever with renal syndrome (HFRS). HFRS disebabkan oleh adanya kontak
18
![Page 19: dqwdd](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022042517/577c83611a28abe054b4c9e1/html5/thumbnails/19.jpg)
sekresi tikus (Apedomus agrarius) yang terinfeksi virus yang termasuk
dalam genus Hantavirus dari famili Bunyaviridae. Gejala khas HFRS adalah
demam, gagal ginjal dan perdarahan. Gejala lainnya yaitu lemas, sakit
kepala, menggigil, nyeri otot, nyeri punggung, nyeri perut, mual dan
muntah.
2.12 KOMPLIKASI 6
Ensefalopati dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang
berkepanjangan karena perdarahan, tetapi dapat pula terjadi pada DBD
tanpa disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia,
atau perdarahan, dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat
ensefalopati DBD bersifat sementara, maka kemungkinan dapat juga
disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak sementara sebagai akibat
dari koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Pada ensefalopati dengue,
kesadaran pasien menurun menjadi apati dan somnolen, dapat disertai atau
tanpa kejang. Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan peningkatan
kadar transaminase (SGOT/SGPT), PT dan APTT memanjang, kadar gula
darah turun, alkalosis pada analisa gas darah, dan hiponatremia (bila
mungkin periksa amoniak darah)
Kelainan ginjal
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat
dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik
hemolitik walaupun jarang. Diuresis merupakan parameter yang penting dan
mudah dikerjakan, untuk mengetahui apakah syok telah teratasi. Pada
keadaan syok berat sering dijumpai acute tubular necrosis, ditandai
penurunan jumlah urin dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin.
2.13 PENATALAKSANAAN 1,4
19
![Page 20: dqwdd](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022042517/577c83611a28abe054b4c9e1/html5/thumbnails/20.jpg)
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi
perembesan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan
perdarahan. Penatalaksanaan DBD tanpa penyulit adalah :
A. Nonfarmakologis
1. Tirah baring
2. Makanan lunak dan bila belum nafsu makan diberi minum 1,5-2 liter/24
jam (susu, air dengan gula, sirop) atau air tawar ditambah garam.
B. Farmakologis
1. Medikamantosa yang bersifat simtomatis
Obat antipiretik atau kompres di kepala, ketiak, dan inguinal dapat
diberikan bila diperlukan. Untuk menurunkan suhu < 39°C, dianjurkan
pemberian antipiretik golongan asetaminofen, eukinin, atau dipiron.
Asetosal/salisilat tidak dianjurkan (indikasi kontra) oleh karena dapat
menyebabkan gastritis, perdarahan atau asidosis.
2. Antibiotik diberikan bila ada infeksi sekunder
3. Cairan intravena (rekomendasi WHO) : 3,6,16
a. Kristaloid
Kristaloid diberikan 500 cc (1 kolf) tiap 4-6 jam. Jenis kristaloid :
- Larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer
laktat (D5/RL)
- Larutan ringer asetat ( RA) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer
asetat (D5/RA)
- Larutan NaCl 0,9 % (Garam Faali= GF) atau dekstrosa 5 % dalam
larutan Faali (D5/GF)
b. Koloid
Koloid diberikan pada DBD derajat III dan IV bila diperlukan. Dosis
10-20ml/kgBB/jam, dengan jumlah maksimal 30 ml/kgBB. Jenis
koloid :
- Dekstran 40
- Plasma
Indikasi tranfusi darah dilakukan pada :1,6
20
![Page 21: dqwdd](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022042517/577c83611a28abe054b4c9e1/html5/thumbnails/21.jpg)
Pasien dengan perdarahan yang membahayakan (hematemesis dan
melena)
Pasien DSS yang pada pemeriksaan berkala, menunjukkan penurunan
kadar Hb dan Ht
Indikasi transfusi trombosit : 18
Perdarahan dengan jumlah trombosit < 100.000/mm3 disertai DIC.
Perdarahan dengan jumlah trombosit <50.000/mm3 tanpa disertai DIC.
Tanpa adanya perdarahan, profilaksis transfusi trombosit diindikasikan
jika jumlah trombosit 10.000 – 20.000/mm3 (10-20ml/kg dari trombosit
atau 0,4u/m2).
Indikasi rawat pasien DBD : 16
Adanya tanda-tanda syok
Sangat lemah sehingga asupan oral tidak dapat mencukupi
Perdarahan
Hitung trombosit ≤ dengan 100.000/mm3 dan atau peningkatan Ht 10-20%
Perburukan ketika penurunan suhu
Nyeri abdominal akut hebat
Tempat tinggal yang jauh dari Rumah Sakit pada fase kritis (berlangsung
24-48 jam) sekitar hari ke-3 sampai dengan hari ke-5 perjalanan penyakit.
Umumnya fase ini pasien tidak dapat makan dan minum oleh karena
anoreksia atau muntah
Pasien DBD perlu diobservasi terhadap penemuan dini tanda renjatan : 2,6
Keadaan umum memburuk
Hati makin membesar
Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia
Hematokrit meninggi pada pemeriksaan berkala
Pada pasien dengan renjatan dilakukan : 1,2
21
![Page 22: dqwdd](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022042517/577c83611a28abe054b4c9e1/html5/thumbnails/22.jpg)
1. Pemasangan infus dan dipertahankan selama 12-48 jam setelah renjatan
diatasi.
2. Observasi keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu dan pernapasan tiap
jam, serta Hb dan Ht tiap 4-6 jam pada hari pertama selanjutnya tiap 24
jam.
Pada pasien DSS diberikan cairan intravena yang diberikan dengan
diguyur, seperti NaCl, ringer laktat yang dipertahankan selama 12-48 jam
setelah renjatan teratasi. Bila tak tampak perbaikan dapat diberikan plasma
atau plasma ekspander atau dekstran atau preparat hemasel sejumlah 15-29
ml/kgBB dan dipertahankan selama 12-48 jam setelah renjatan teratasi. Bila
pada pemeriksaan didapatkan penurunan Hb dan Ht maka diberikan tranfusi
darah. Terapi oksigen 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua
pasien syok. 1,2,6
Kriteria untuk memulangkan pasien : 3,6,7,16
Tidak ada demam selama sedikitnya 24 jam tanpa penggunaan terapi
antipiretik
Nafsu makan membaik
Tampak perbaikan secara klinis
Hematokrit stabil
Melewati sedikitnya 2 hari setelah pemulihan dari syok
Tidak ada distress pernapasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asites)
Jumlah trombosit ≥ 50.000/mm³
2.14 PROGNOSIS 1
Mortalitas pada penyakit DBD cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa
di Surabaya, Semarang dan Jakarta menunjukkan bahwa prognosis dan
perjalanan penyakit umumnya lebih ringan daripada anak-anak.
2.15 PENCEGAHAN 14
22
![Page 23: dqwdd](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022042517/577c83611a28abe054b4c9e1/html5/thumbnails/23.jpg)
Sampai saat ini belum ditemukan vaksin yang dapat menangkal virus
dengue dengan berbagai serotipe. Satu-satunya usaha pencegahan atau
pengendalian dengue adalah dengan memerangi nyamuk Aedes aegypti yang
berperan sebagai vektor penularan virus dengue. Pengendalian nyamuk tersebut
dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat yaitu :
1. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain
dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat,
modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan
manusia, dan perbaikan desain rumah. Pencegahan dapat dilakukan dengan
langkah 3 M yaitu:
Menguras bak air sekurang-kurangnya sekali seminggu
Menutup tempat-tempat yang mungkin menjadi tempat berkembang
biak nyamuk
Mengubur barang-barang bekas yang bisa menampung air
2. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik
(ikan adu/ ikan cupang), dan bakteri ( Bt.H-14)
3. Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan :
Pengasapan/ fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion),
berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu
tertentu.
Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan
air seperti: gentong air, vas bunga kolam dan lain-lain.
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara diatas, yang disebut “3 M Plus”, yaitu menutup,
menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti
memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu
pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida,
23
![Page 24: dqwdd](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022042517/577c83611a28abe054b4c9e1/html5/thumbnails/24.jpg)
menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dan
lain-lain sesuai kondisi setempat.
BAB IV
KESIMPULAN
24
![Page 25: dqwdd](https://reader034.vdocuments.pub/reader034/viewer/2022042517/577c83611a28abe054b4c9e1/html5/thumbnails/25.jpg)
1. Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut disertai manifestasi
perdarahan, trombositopenia, dan hemokonsentrasi yang disebabkan oleh
virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus.
2. Penyebab penyakit demam berdarah dengue di Indonesia adalah virus dengue
tipe DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Virus dengue tipe DEN-3
merupakan penyebab demam berdarah dengue terbanyak di Indonesia.
3. Penyakit demam berdarah dengue dapat menyerang semua orang dan dapat
mengakibatkan kematian terutama pada anak, serta sering menimbulkan
kejadian luar biasa atau wabah.
4. Dalam menegakkan diagnosis serta tatalaksana demam berdarah tidaklah
mudah, oleh karena itu perlu dipahami perjalanan penyakit agar dapat tercapai
pengobatan yang tepat dalam rangka mengurangi angka kematian.
5. Pengobatan demam berdarah dengue umumnya bersifat suportif yaitu :
Nonfarmakologis; tirah baring dan diet lunak. Farmakologis : medikamentosa
yang bersifat simtomatis, terapi cairan intravena, dan tranfusi darah jika
diperlukan.
6. Cara yang paling efektif untuk mencegah penyakit DBD adalah
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan “3 M plus” yang melibatkan
seluruh masyarakat.
25