hypertension heart failure

41
REFERAT GAGAL JANTUNG KONGESTIF AKIBAT HIPERTENSI Disusun Oleh : WIDI ASRINING PURI 03008256 Pembimbing : dr. Rina Elfiani, SpJP KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RS MARZOEKI MAHDI BOGOR PERIODE 18 JUNI – 25 AGUSTUS 2012 1

Upload: widipuri

Post on 03-Aug-2015

224 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hypertension Heart Failure

REFERAT

GAGAL JANTUNG KONGESTIF AKIBAT

HIPERTENSI

Disusun Oleh :

WIDI ASRINING PURI

03008256

Pembimbing :

dr. Rina Elfiani, SpJP

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RS MARZOEKI MAHDI BOGOR

PERIODE 18 JUNI – 25 AGUSTUS 2012

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

2012

1

Page 2: Hypertension Heart Failure

BAB I

PENDAHULUAN

Sampai saat ini prevalensi hipertensi masih tetap menjadi masalah karena beberapa

hal, antara lain meningkatnya prevalensi hipertensi, masih banyaknya pasien hipertensi yang

belum mendapat pengobatan maupun yang sudah diobati tetapi tekanan darahnya belum

mencapai target, serta adanya penyakit penyerta dan komplikasi yang dapat meningkatkan

morbiditas dan mortalitas.

Jantung adalah organ yang paling sering menjadi target organ dari komplikasi

hipertensi. Dalam progresifitasnya, hipertensi menjadi salah satu pencetus gagal jantung,

yaitu Gagal Jantung Kongestif atau Congestive Heart Failure (CHF), disamping pencetus

lainnya seperti, infark miokard, diabetes melitus, gangguan katup jantung, hipertrofi ventrikel

kiri, dan kardiomiopati.

Jantung mengalami kegagalan dalam menjalankan fungsinya untuk memenuhi

kebutuhan jaringan tubuh akan oksigen dan nutrisi lain yang terdapat dalam darah akibat

berbagai mekanisme kompensasi yang sudah berlebihan, seperti retensi garam dan air,

meningkatnya retensi perifer, hipertrofi miokard, dilatasi ventrikel, meningkatnya tekanan

atrium, dan meningkatnya kekuatan kontraksi otot jantung.

2

Page 3: Hypertension Heart Failure

BAB II

PEMBAHASAN

I. HIPERTENSI

DEFINISI(2,6,10)

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah secara abnormal sehingga terjadi

gangguan pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh

darah terhambat mencapai jaringan tubuh yang membutuhkan. Kemudian terjadi pengerasan

pembuluh darah akibat dari gangguan tekanan darah yang tidak normal.

Tekanan darah yang meningkat dan terus-menerus dalam beberapa kali pemeriksaan

dapat disebabkan oleh satu atau beberapa faktor resiko. Hipertensi berkaitan dengan tekanan

darah sistolik, diastolik, ataupun keduanya.

Sepanjang hari tekanan darah dapat berubah-ubah tergantung keadaan pasien dan

waktu pengukuran. Ketika sedang melakukan aktifitas fisik seperti berolahraga, tekanan

darah naik. Sebaliknya pada saat istirahat atau tidur, tekanan darah menurun. Jadi sebaikanya

sebelum mendiagnosa seseorang dengan hipertensi, ada baiknya dilakukan pengulangan pada

pemeriksaan tekanan darah.

EPIDEMIOLOGI(11)

Data epidemilogi menunjukkan bahwa dengan semakin meningkatnya populasi usia

lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah. Baik

hipertensi sistolik maupun kombinasi sistlik dan diastolik sering timbul pada lebih dari

separuh orang yang berusia >65 tahun.

Sampai saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar berasal dari negara yang

sudah maju. Data dari The National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES)

menunjukkan bahwa dari tahun 1999-2000, insiden hipertensi pada orang dewasa adalah

sekitar 29-31%, yang berarti terdapat 58-65 juta orang hipertensi di Amerika, dan terjadi

peningkatan 15 juta dari data NHANES III tahun 1988-1991. 95% dari kasus hipertensi

tersebut adalah hipertensi primer.

3

Page 4: Hypertension Heart Failure

KLASIFIKASI(11)

Berdasarkan etiologi, hipertensi dibagi menjadi 2, yaitu :

1. Hipertensi primer/esensial

Merupakan sebagian besar dari kasus hipertensi yang ada, dan tidak diketahui

penyebabnya.

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention,

Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan

darah pada orang dewasa dibagi menjadi :

Klasifikasi Tekanan

Darah

TDS (mmHg) TDD (mmHg)

Normal < 120 dan <80

Prehipertensi 120-139 atau 80-89

Hipertensi derajat 1 140-159 atau 90-99

Hipertensi derajat 2 ≥ 160 atau ≥ 100

Tabel I.1 klasifikasi hipertensi menurut JNC VII 2003

Klasifikasi Tekanan Darah TDS (mmHg) TDD (mmHg)

Optimal < 120 <80

Normal <130 <85

Normal Tinggi 130-139 85-89

Hipertensi derajat 1

(ringan)

140-159 90-99

Hipertensi derajat 2 160-179 100-109

4

Page 5: Hypertension Heart Failure

(sedang)

Hipertensi derajat 3

(berat)

≥180 ≥110

Hipertensi sistolik terisolasi ≥140 <90

Tabel I.2 klasifikasi hipertensi menurut WHO/ISH 2003

Keterangan: TDS=Tekanan Darah Sistolik, TDD=Tekanan Darah Diastolik.

2. Hipertensi sekunder(2)

Terdapat sebab dan patofisiologi yang jelas yang menyebabkan hipertensi ini.

1. Hipertensi sistolik sekunder, penyebabnya antara lain adalah a). Penurunan

kapasitas vaskular, b). Peningkatan curah jantung, seperti pada aorta regurgitasi,

tirotoksikosis, sindrom jantung hiperkinetik, demam, fistula arteriovenous, dan

patent ductus arteriosus.

2. Hipertensi sistolik dan diastolik sekunder dapat disebabkan karena penyakit ginjal,

endokrin, neurogenik, kehamilan, porfiria atau penyakit pembuluh darah lainnya.

PATOGENESIS(2,9,10)

Perangsangan simpatis

Tekanan darah ditentukan oleh curah jantung (volume sekuncup x frekuensi denyut

jantung) dan tahanan perifer total. Peningkatan tekanan darah disebabkan karena curah

jantung meningkat yang terjadi karena peningkatan frekuensi denyut jantung, perangsangan

simpatis (epinefrin dan norepinefrin) dan/atau peningkatan respon terhadap katekolamin

(seperti hormon kortisol atau tiroid).

5

Page 6: Hypertension Heart Failure

Resistensi perifer

Akibat kontraksi otot polos yang berkepanjangan akibat peningkatan kalsium

intraseluler menginduksi perubahan struktural dan penebalan arteri yang dapat dipengaruhi

karena sistem renin-angiotensin-aldosteron.

Sistem renin-angiotensin-aldosteron

Renin merupakan hormon yang disekresi oleh sel-sel juxtaglomerular di ginjal dan

masuk ke dalam darah sebagai respon terhadap penurunan Nacl/volume Cairan Ekstrasel

(CES)/tekanan darah. Peningkatan sekresi renin mengakibatkan peningkatan reabsorbsi Na+

oleh distal tubulus. Cl- selalau mengikuti Na+ secara pasif. Retensi garam ini diikuti oleh

retensi H2O secara osmotis yang membantu pemulihan volume plasma dan tekanan darah.

Setelah disekresikan dalam darah, renin bekerja sebagai enzim untuk mengaktifkan

angiotensinogen (yang disintesis oleh hati) menjadi angiotensin I. Pada saat melewati

sirkulasi paru, angiotensin I diubah oleh angiotensin-converting enzyme (ACE) yang banyak

terdapat di kapiler paru, menjadi angiotensin II. Angiotensin II adalah stimulus utama untuk

hormon aldosteron dari kelenjar adrenal. Salah satu efek aldosteron adalah meningkatkan

reabsorbsi Na+ oleh tubulus distal dan tubulus kolektifus.

Dengan demikian, sistem renin-angiotensin-aldosteron mendorong retensi garam yang

akhirnya menyebabkan retensi H2O dan peningkatan tekanan darah arteri. Melalui

mekanisme umpan-balik negatif, sistem ini menghilangkan faktor-faktor yang memicu

pengeluaran awal renin, yaitu deplesi garam, penurunan volume plasma, dan penurunan

tekanan darah arteri.

Selain merangsang sekresi aldosteron, angiotensin II juga merupakan konstriktor kuat

bagi arteriol, sehingga zat ini secara langsung meningkatkan tekanan darah dengan

meningkatkan retensi perifer total.

MANIFESTASI KLINIS(2)

Kebanyakan pasien hipertensi tidak menunjukkan keluhan atau gejala yang spesifik.

Hanya peningkatan tekanan darah yang dapat ditemukan dari pemeriksaan fisik. Apabila

pasien datang dengan keluhan terhadap hipertensinya, maka ada 3 kemungkinan yang terjadi

pada pasien ini, antara lain 1). Tekanan darah yang terlalu tinggi. Hal ini dapat terjadi pada

6

Page 7: Hypertension Heart Failure

hipertensi berat dan sering menimbulkan keluhan seperti, nyeri kepala yang terlokalisir di

daerah oksipital, dirasakan terutama pada pagi hari ketika bangun tidur dan pasien harus

duduk beberapa lama sebelum akhirnya bisa berdiri, pusing berputar, palpitasi, lemas,

gangguan vaskular, epistaksis, hematuria, penglihatan kabur / gangguan penglihatan, cepat

lelah, pusing, angina pektoris, sesak nafas karena gagal jantung. 2). Penyakit pembuluh darah

karena hipertensi, dan 3). Adanya penyakit yang menyebabkan hipertensi / hipertensi

sekunder.

FAKTOR RESIKO(2,11)

Faktor resiko yang tidak dapat diubah, antara lain : 1). Usia, bertambahnya usia

sebanding dengan meningkatnya tekanan darah karena berkurangnya elastisitas pembuluh

darah. Individu berusia 55 tahun memiliki 90% resiko mengalami hipertensi. Hipertensi pada

pria umumnya terjadi pada usia <55 tahun dan wanita <65 tahun. 2). Jenis kelamin, wanita

cenderung lebih banyak yang terkena hipertensi daripada pria. 3). Ras, di Amerika Serikat ras

kulit hitam memiliki resiko dua kali lebih bersar terkena hiperensi daripada ras kulit putih. 4).

Genetik, adanya riwayat hipertensi dan penyakit kerdiovaskuler dalam keluarga memiliki

kemungkinan terkena hipertensi lebih besar daripada yang tidak.

Faktor yang dapat diubah, antara lain : Konsumsi garam berlebih, merokok, obesitas,

kurang aktivitas fisik, dislipidemia, diabetes melitus, mikroalbuminuria atau perhitungan

LFG <60 ml/menit.

Pasien prehipertensi beresiko mengalami peningkatan tekanan darah menjadi

hipertensi. Mereka yang tekanan darahnya 130-139/80-89 mmHg dalam sepanjang hidupnya

akan memiliki resiko dua kali lebih besar menjadi hipertensi dan mengalami penyakit

kardiovaskular daripada yang tekanan darahnya rendah.

KOMPLIKASI(11)

Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun

tidak langsung. Kerusakan target organ yang umum ditemui adalah :

1. Jantung : Hipertrofi ventrikel kiri, angina pektoris (infark miokard), gagal jantung

2. Otak : Sroke, tansient Ischemic Attack (TIA).

3. Penyakit ginjal kronis7

Page 8: Hypertension Heart Failure

4. Penyakit arteri perifer

5. Retinopati hipertensi

PEMERIKSAAN FISIK(2)

Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan tekanan darah menggunakan

tensimeter, dilakukan dengan benar, dan dilakukan sebanyak 2-3 kali dengan selang waktu

istirahat selama 5 menit. Dalam 2 atau 3 kali pengukuran didapatkan peningkatan tekanan

darah dari normal atau optimalnya.

Harus dicari juga kelainan-kelainan yang timbul sesuai dengan kerusakan organ

akibat komplikasi hipertensi. Misalnya mencari apakah ada pembesaran jantung yang

ditujukan pada hipertrofi ventrikel kiri dan tanda-tanda gagal jantung. Bunyi S2 yang

meningkat akibat kerasnya penutupan katup aorta. Kadang ditemukan murmur diastolik alibat

regurgitasi aorta. Bunyi S4 (gallop atrial atau presistolik) dapat ditemukan akibat dari

peninggian tekanana trium kiri. Sedangkan bunyi S3 (gallop ventrikel atau protodiastolik)

ditemukan bia tekanan akhir diastolik ventrikel kiri meningkat akibat dari dilatasi ventrikel

kiri. Bila S3 dan S4 ditemukan bersamaan disebut summation gallop. Perlu diperhatikan

apakah ada suara nafas tambahan seperti ronki basah atau ronki kering/mengi. Pemeriksaan

perut ditujukan untuk mencari aneurisma, pembesaran hati, limpa, ginjal, dan asites.

Auskultasi bising sekitar kiri kanan umbilikus (renal artery stenosis). Arteri radialis,

femoralis, dan dorsalis pedis harus diraba. Tekanan darah di betis harus diukur minimal

sekali pada hipertensi umur muda (kurang dari 30 tahun).

DIAGNOSIS(2,11)

Diagnosis hipertensi ditegakkan apabila pada anamnesis terdapat faktor resiko

hipertensi dan pada pemeriksaan didapatkan tekanan darah diatas normal, yaitu bila tekanan

darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg,

Berdasarkan kriteria JNC VII, seseorang dikatakan hipertensi derajat I jika tekanan

darah sistolik 140-159 mmHg atau tekanan darah diastolik 90-99 mmHg dan hipertensi

derajat II juka tekanan darah sistolik ≥160 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥100 mmHg.

Sedangkan jika tekanan darah sistolik 120-139 mmHg atau tekanan darah diastolik 80-89

8

Page 9: Hypertension Heart Failure

mmHg, maka seseorang tersebut memiliki resiko menjadi penderita hipertensi

(prehipertensi).

Apabila berdasarkan kriteria WHO/ISH, seseorang dikatakan hipertensi derajat I jika

tekanan darah sistolik 140-159 mmHg dan tekanan darah diastolik 90-99 mmHg, hipertensi

derajat II jika tekanan darah sistolik 160-179 mmHg dan tekanan darah diastolik 100-109

mmHg, hipertensi derajat III jika tekanan darah sistolik ≥180 mmHg dan tekanan darah

diastolik ≥110 mmHg.

EVALUASI(2,11)

Evaluasi dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Anamnesis meliputi: lama menderita hipertensi dan derajat tekanan darah; indikasi

adanya hipertensi sekunder; faktor resiko seperti riwayat penyakit kardiovaskular pada pasien

dan dalam keluarga, riwayat hiperlipidemia pasien dan keluarga, riwayat diabetes melitus

pasien dan keluarga, kebiasaan merokok, pola makan, kegemukan, aktivitas dan intensitas

olahraga, serta kepribadian pasien itu sendiri; gejala kerusakan organ pada otak, mata,

jantung, ginjal dan arteri perifer; pengobatan antihipertensi sebelumnya; dan faktor pribadi,

keluarga dan lingkungan.

Pemeriksaan fisik meliputi: pengukuran rutin di kamar periksa; pengukuran 24 jam

(Ambulatory Blood Pressure Monitoring/ABPM); pengukuran sendiri oleh pasien; dan

pemeriksaan untuk mengevaluasi adanya kerusakan organ target.

Dapat juga ditambahkan pemeriksaan penunjang, seperti urin untuk protein, darah

dan glukosa; makroskopik urinalisis; hematokrit; kalium serum; kreatinin serum dan/atau

BUN; gula darah puasa; kolesterol total; dan EKG. Selain itu juga ada pemeriksaan yang

dianjurkan, seperti TSH, hitung jenis leukosit, HDL, LDL dan trigliserid, kalsium serum dan

phosphate, foto rontgen thorax, dan ekokardiogram.

9

Page 10: Hypertension Heart Failure

PENATALAKSANAAN(2,8,9,11)

Tujuan pengobatan adalah untuk mengendalikan tekanan darah dengan target tekanan

darah <140/90 mmHg, dan <130/80mmHg untuk individu dengan penyakit penyerta

(diabetes, gagal ginjal, gagal jantung, dan lain-lain). Prinsip penatalaksanaan hipertensi

sendiri ada 2 yaitu mengubah pola hidup menjadi pola hidup yang lebih sehat dan

penggunaan obat-obat antihiperensi.

Nonmedikamentosa

Terapi nonmedikamentosa diindikasikan untuk semua pasien hipertensi dan yang

memiliki faktor resiko menjadi hipertensi. Terapinya meliputi 1). Menghindari stress, 2).

Mengatur diet dengan mengurangi konsumsi garam, rendah kalori, rendah kolesterol serta

lemak untuk mencegah komplikasi aterosklerosis, dan pendekatan DASH (Dietary

Approaches to Stop Hypertension), 3). Olahraga teratur, 4). Menurunkan berat badan (bila

diperlukan), 5). Mengontrol faktor resiko yang ikut berperan dalam perkembangan

aterosklerosis.

Medikamentosa

Diberikan pada pasien hipertensi derajat I, II (JNC 7) dan hipertensi dengan indikasi

penyakit penyerta yang memberatkan (compelling indications) seperti orang yang baru

terdiangnosis hipertensi, gagal jantung, miokard infark, diabetes melitus, stroke, resiko

tinggi penyakit kardiovaskular lain dan gagal ginjal kronis.

Secara umum terdapat tujuh golongan obat antihipertensi, diantaranya adalah diuretik,

ACE inhibitor, agonis reseptor angiotensin, calcium channel blocker, antiadrenergik,

vasodilator, dan antagonis reseptor mineralokortikoid.

1. Diuretik, terutama golongan thiazide (seperti hydrochlorthiazide) karena efeknya

cepat untuk diuresis kalium dan menurunkan volume cairan. Penggunaan jangka

panjang dapat menurunkan tahan perifer. Efek samping dari golonga thiazide

adalah hipokalemia, hiperurisemia, hioerkalsemia, toleransi glukosa terganggu,

dan disfungsi erektil. Golongan loop diuretik, seperti furosemid jarang digunakan

karena durasi kerjanya singkat. Tetapi golonga ini efektif digunakan pada pasien

dengan gangguan fungsi ginjal (LFG <30-50 ml/menit/m2), CHF, dan hipertensi

10

Page 11: Hypertension Heart Failure

resisten. Diuretik golongan hemat kalium/penghambat reseptor aldosteron (seperti

spironolakton dan eplerenone), menghambat aktivasi aldosteron di jantung, ginjal

dan pembuluh darah uang dapat memperbaiki cardiac output pada pasien post MI

dan gagal jantung. Spironolakton juga bisa diberikan bersama dengan thiazide

untuk meminimalkan renal potassium loss.

2. ACE-inhibitor, menghambat enzim Angiotensin Converting Enzyme yang

mengubah angiotensi I menjadi angiotensin II, menghambat degradasi vasodilator

kuat (bradykinin), memperbaiki aktivitas sistem saraf adrenergik, efektif untuk

pasien dengan diabetes dan gangguan ginjal, efek samping sedikit, hanya 5-10%

pasien yang mengeluhkan batuk, dapat juga terjadi hiperkalemia pada pasien

insufisiensi ginjal, dan reaksi idiosinkrasi angioedema.

3. Angiotensin Receptor Agonist (ARB), penghambat selektif renin-angiotensin dan

reseptor AT1, yang memiliki efek vasokonstriksi. Efek sampingnya antara lain

angioedema (jarang sekali), hiperkalemia dan gagal ginjak akut.

4. Calcium Channel Blocker (CCB), ada 2 golongan : dihydropyridine dan

nondihydropyridine. Golongan dihydropyridine seperti amlodipin dan nifedipin

dapat mengontrol tekaan darah dengan baik karena secara langsung menyebabkan

relaksasi pembuluh darah arteri. Golongan nondihydropyridine seperti

verampamil dan diltiazem dapat menurunkan tekanan darah dengan cara

vasodilatasi pembuluh darah dan menurunkan kontraktilitas jantung. CCB efektif

diberikan untuk pasien hipertensi dengan aritmia, seperti supraventrikel takikardi

atau fibrilasi atrium. Efek sampingnya adalah bradikardi (terutaman jika diberikan

bersama beta blocker), odem, dan konstipasi.

5. Antiadrenergik : ß adrenergic reseptor blocker (propanolol, bisoprolol, atenolol)

yang memhambat efek simpatetik ke jantung dan efektif menurunkan curah

jantung, dan α adrenergic receptor blocker (prazosin, doxazosin, terazosin) yang

menghambat norepinefrin.

6. Vasodilator (hydralazine dan minoxidil) biasanya tidak digunakan pada terapi

awal dan biasanya digunakan untuk kondisi yang berat.

11

Page 12: Hypertension Heart Failure

Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah tapi target

tekanan darah tidak tercapai, makan selanjutnya adalah meningkatkan dosis obat

tersebut, atau pindah ke antihipertensi lain dengan dosis rendah, atau kombinasi obat

dalam dosis rendah.

Untuk hipertensi dengan compelling indications terapi antihipertensi yang

diberikan disesuaikan dengan penyakit yang menyertai.

Compelling

indicationsDiuretik

Beta-

blocker

ACE

inhARBs CCB

Aldosterone

blockers

Gagal

jantung√ √ √ √ √

Post-MI √ √ √ √

Resiko

tinggi CVD√ √ √ √ √

CKD √ √ √

Stroke √ √ √

Diabetes

mellitus√ √

Baru

terdiagnosis

hipertensi

√ √

Tabel I.3 terapi hipertensi degan compelling indications (diambil dari JNC 7,2003)

II. GAGAL JANTUNG KONGESTIF12

Page 13: Hypertension Heart Failure

DEFINISI(3)

Gagal jantung kongestif (Congestive Heart Failure) merupakan sindrom klinis yang

ditandai dengan adanya bendungan pada sirkulasi, gangguan nafas, rasa lemah dan cepat

lelah, yang disebabkan kelainan struktur dan fungsi jantung yang gagal menjalankan

fungsinya untuk memompa darah yang sesuai dengan kebutuhan jaringan.

EPIDEMIOLOGI(3)

Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4%-2% dan meningkat pada usia lanjut,

dengan rata-rata umur 74 tahun. Prognosis dari gagal jantung akan jelek bila dasar atau

penyebabnya tidak segera diperbaiki.

ETIOLOGI(3)

Gagal jantung dapat ditimbulkan oleh berbagai sebab, yang paling sering adalah

karena adanya kerusakan dari miokard, perikardium, pembuluh darah besar, aritmia, kelainan

katup dan gangguan irama akibat mekanisme kompensasi yang berlebihan.

PATOGENESIS(1,7,10)

Beberapa mekanisme kompensasi alami akan terjadi pada pasien dengan gagal

jantung sebagai respon terhadap turunnya curah jantung serta untuk mempertahankan tekanan

darah cukup untuk mamstika perfusi ke organ juga cukup.

Mekanisme Frank Starling

Menurut hukum Frank Starling, penambahan panjang serat otot menyebabkan

kontraksi menjadi lebih kuat sehingga curah jantung meningkat.

Mekanisme Frank Starling merupakan salah satu mekanisme kompensasi tubuh pada

gagal jantung yaitu mempertahankan volume dan pengisian ventrikel dengan cara menambah

volume darah melalui retensi garam dan air oleh ginjal dan menambah alir balik vena melalui

vasokonstriksi vena dengan maksud mempertahankan curah jantung.

Curah jantung pada pasien gagal jantung mungkin akan normal pada keadaan

istirahat, tetapi mekanisme kompensasi ini tidak akan efektif ketika jantung mengalami

pengisian berlebihan dan serat otot mengalami peregangan berlebihan.

13

Page 14: Hypertension Heart Failure

Hal yang terpenting untuk menentukan konsumsi energi otot jantung adalah dari

ketegangan dinding ventrikel. Pengisian ventrikel yang berlebihan akan menurunkan

ketebalan dinding pembuluh darah dan meningkatkan ketegangan dinding pembuluh darah.

Peningkatan tegangan dinding pembuluh darah akan meningkatkan kebutuhan oksigen

jantung yang menyebabkan iskemia dan gagal jantung lebih lanjut lagi.

Mekanisme Renin-Angiotensin-Aldosteron

Beberapa kasus hipertensi disebabkan karena aktivitas abnormal dari sistem renin-

angiotensin-aldosteron. Sistem ini berperan dalam menimbulkan retensi cairan dan edema

yang menyertai gagal jantung kongestif. Karena jantung mengalami gangguan, curah jantung

berkurang dan tekanan darah arteri menurun walaupun volume plasma normal atau bahkan

meningkat. Jika penurunan tekanan darah disebabkan oleh kegagalan jantung dan bukan oleh

penurunan beban garam/cairan di tubuh, refleks-refleks untuk menahan garam dan cairan

yang dipicu oleh tekanan darah rendah tersebut menjadi tidak sesuai. Eksresi Na+ sebenarnya

dapat turun hampir mendekati nol, walaupun ingesti dan akumulasi garam terus berlangsung.

Peningkatan CES yang terjadi menyebabkan edema dan memperparah gagal jantung

kongestif karena jantung yang melemah tersebut tidak mampu memompa volume plasma

tambahan.

Faktor Natriuretic Peptide (NP)

Natriuretic Peptide (NP) terdiri dari atrial natriuretic peptide (ANP) dan brain-type

natriuretic peptide (BNP), salah satu neurohormonal yang paling penting dinilai pada gagal

jantung, merupakan hormon yang keluarkan oleh atrium saat atrium atau miokard

berkontraksi kuat terutama saat terjadi peningkatan intake Na+. Ketika dilepaskan, NP

mempengaruhi kerja ginjal dan sirkulasi perifer untuk memenuhi kebutuhan jantung, melalui

peningkatan eksresi Na+ dan air yang juga sekaligus menghambat pelepasan renin dan

aldosteron. Jadi fungsi dari ANP dan BNP ini adalah mengatur jumlah Na+ dan air dalam

darah untuk menjaga homeostasis.

Secara tidak langsung ANP dan BNP berperan pada penurunan tekanan darah dengan

mengurangi beban Na+ sehingga beban cairan tubuh berkurang. Selain itu ANP dan BNP juga

14

Page 15: Hypertension Heart Failure

secara langsung menurunkan tekanan darah dengan mengurangi curah jantung dan

menurunkan resistensi perifer total melalui inhibisi aktivitas saraf simpatis ke jantung dan

pembuluh darah. Pada orang yang kekurangan hormon ANP dan BNP, secara teoritis dapat

menyebabkan hiperensi jangka panjang karena kurangnya sistem penahan Na+ yang akhirnya

berujung pada gagal jantung kongestif.

Remodelling dan hipertrofi ventrikel

Peningkatan tekanan darah akan meningkatkan beban kerja jantung. Dalam hal ini,

jantung akan berkompensasi mempompa lebih kuat untuk dapat menyemprotkan darah.

Ventrikel akan berespon terhadap peningkatan beban hemodinamik yang berlebihan dengan

menjadi hipertrofi. Ketika ventrikel harus mempompa curah jantung yang meningkat dalam

waktu lama, contohnya pada stenosis katup aorta atau hipertensi yang tidak terkontrol,

hipertrofi yang tadinya eksentrik berkembang menjadi hipertrofi konsentrik karena pressure

overload. Dalam kondisi ini, dinding ventrikel menebal dan tanpa disertai pelebaran diameter

ventrikel. Mekanisme kompensasi jantung ini memiliki batas waktu tertentu. Saat beban

hemodinamik semakin besar dan berlangsung terus menerus, seperti pada regurgitasi katup,

maka ventrikel akan mengalami (volume overload) hipertrofi eksentrik, yaitu dilatasi

ventrikel disertai dengan penebalan massa otot sehingga perbandingan antara ketebalan

dinding ventrikel dengan diameter kavitas ventrikel relatif konstan.

Remodelling ventrikel terjadi dengan perubahan bentuknya seperti bola, yang dapat

menyebabkan mitral regurgitasi akibat peningkatan tekanan hemodinamik pada dinding

ventrikel. Pengaktifan sistem neurohumoral dan berbagai sitokin juga dapat mempengaruhi

remodelling ventrikel dan dapat menjadi gagal jantung.

Volume overload menyebabkan hipertrofi ekstrinsik yang disertai penurunan fungsi

sistolik (ejection fraction = EF menurun) dan akhirnya gagal jantung (gagal jantung sistolik).

Sedangkan kelebihan beban tekanan (pressure overload) pada hipertrofi konsentrik,

merupakan penyebab disfungsi diastolik dimana fungsi relaksasi ventrikel kiri menurun dan

dapat terjadi gagal jantung diastolik.

Disfungsi sistolik maupun diastolik pada ventrikel kiri dapat berakhir dengan

Congestive Heart Failure (CHF). Sebagian CHF didasari fungsi sistolik yang menurun (EF

15

Page 16: Hypertension Heart Failure

menurun), sebagian lagi didasari fungsi diastolik menurun dengan EF yangmasih normal.

Apabila menghadapi beban atau stress seperti latihan, takikardia, kenaikan afterload (tekanan

darah arteri) atau preload (alir balik vena), berakibat tekanan ventrikel kiri dan kanan

meningkat dan terjadi udema paru.

Gambar II.1 remodelling dan hipertrofi ventrikel kiri pada gagal jantung

MANIFESTASI KLINIS(1,4)

Keluhan pasien dengan gagal jantung diakibatkan oleh perburukan dari fungsi

jantung itu sendiri, paru, ginjal, hepar, dan organ lain akibat menurunnya curah jantung.

1. Dyspnea On Effort (DOE)

Sesak timbul ketika melakukan aktivitas yang memerlukan tenaga lebih sedangkan

apabila pada orang normal tidak sesak. Pada gagal jantung yang berat, sesak tidak

hanya terjadi saat melakukan aktivitas tetapi juga dapat terjadi saat istirahat. Sesak

paling sering timbul pada pasien dengan peningkatan tekanan vena dan kapiler

pulmonalis akibat adanya cairan di vena maupun arteri pulmonalis. Bendungan akibat

darah dan cairan interstisiel di paru menyebabkan kebutuhan oksien meningkat diikuti

dengan meningkatnya kerja otot-otot pernafasan tetapi oksigen yang masuk tidak

16

Page 17: Hypertension Heart Failure

banyak. Hal ini menyebabkan penurunan curah jantung, sedangkan otot pernafasan

sudah lelah. Akibatnya pernafasan jadi dangkal.

2. Orthopnea

Sesak timbul pada posisi berbaring. Orthopnea terjadi akibat alir balik cairan dari

abdomen dan ekstremitas bawah menuju ke dada ketika posisi berbaring, yang

meningkatkan tekanan kapiler paru-paru. Pasien dengan orthopnea biasanya harus

meninggikan posisi kepala dari badan dengan menyangga kepala menggunakan

beberapa bantal (terutama saat tidur) dan sering terbangun pada malam hari karena

batuk atau sesak nafas bila tidur tanpa bantal atau satu bantal. Pada gagal jantung

yang berat, pasien sama sekali tidak bisa berbaring dan harus tidur dengan posisi

duduk.

3. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND)

Sesak nafas berat dan batuk-batuk yang biasanya terjadi saat malam hari ketika tidur.

Pasien mendadak terbangun setelah beberapa jam tidur dan duduk di tepi tempat tidur.

PND terjadi karena depresi pusat pernafasan saat tidur yang menyebabkan kesukaran

ventilasi dan nafas terutama pada pasien edema paru. Adanya wheezing akibat

bronkospasme dan batuk pada malam hari, maka dinamakan juga asma kardiale.

Edema paru akut merupakan bentuk terberat dari asma kardiale yang ditandai dengan

peningkatan tekanan kapiler paru akibat edema alveoli, nafas dangkal, bercak pada

lapang paru, dan bercak darah pada sputum. Jika tidak ditangani dengan segera, maka

edema paru aku dapat berakibat fatal.

4. Pernafasan Cheyne-Stokes

Terjadi karena berkurangnya sensitivitas pusat pernafasan terhadap tekanan CO2 di

arteri. Terdapat fase apnea yang terjadi ketika tekanan O2 arteri turun dan tekanan

CO2 meningkat. Perubahan pada arteri ini menstimulasi penekanan terhadap pusat

pernafasan yang menyebabkan hiperventilasi dan hipocapnea yang diselingi dengan

fase apnea. Pernafasan Cheyne-Stokes sering erjadi pada pasien dengan aterosklerosis

serebral dan lesi serebral lainnya, waktu sirkulasi yang memanjang dari paru menuju

ke otak yang terjadi pada gagal jantung, juga pada pasien hipertensi dengan penyakit

jantung koroner.

17

Page 18: Hypertension Heart Failure

Pasien gagal jantung kemungkinan mengeluhkan keluhan yang lainnya, seperti

lemas dan cepat lelah; keluhan gastrointestinal, seperti nyeri perut, anoreksia, mual,

muntah, rasa penuh, distensi abdomen; keluhan serebral yaitu pada gagal jantung

berat terutama pada usia lanjut yang biasa disertai arterio sklerosis serebral, terjadi

penurunan fungsi serebral, hipoksemia, penurunan kesadaran, berkurangnya daya

ingat dan konsentrasi, sakit kepala, insomnia dan anxietas; peningkatan atau

penurunan berat badan; nafsu makan yang meningkat atau menurun; nocturia; dan

edema terutama di ekstremitas.

PEMERIKSAAN FISIK(1,3,4)

Pemeriksaan fisik pada gagal jantung meliputi keadaan umum, pemeriksaan tanda

vital, pemeriksaan jantung dan denyutnya, dan menilai organ lain untuk mengetahui efek dari

bendungan, hipoperfusi, atau indikasi adanya penyakit lain yang menyertai.

a. Keadaan umum :

Postur tubuh pasien yang terlalu gemuk atau terlalu kurus

Nafas pendek-pendek, dapat terlihat ketika pasien berbicara, gelisah, batuk

Tampak kesakitan

b. Leher : JVP meningkat (>5+0 mmH2O)

c. Thorax :

Jantung

Inspeksi dan palpasi pada ictus cordis dan perkusi pada batas jantung kiri

untuk mengetahui ada pembesaran jantung atau tidak sebelum ada hasil

foto rontgen thorax atau ekhocardiography.

Holosistemik mumur pada MR (mitral regurgitasi)

Trikuspid regurgitasi (TR) di parasternal kiri

18

Page 19: Hypertension Heart Failure

Aorta stenosis. Pada pasien usia lanjut dengan aorta stenosis yang terjadi

karena kalsifikasi senile pada katup trikuspid dan aorta, suara murmur

“high-pitched sawing” yang terdengar jelas di apex dan sering keliru

dengan MR.

Gallop S3 dan S4

Paru

Redup pada perkusi

Efusi pleura di salah satu atau kedua basal paru (paling sering di paru

kanan)

Ronkhi dan wheezing bila terdapat kebocoran pada kapiler paru

d. Abdomen

Hepatomegali

Asites

e. Ekstremitas

Odem tungkai

PEMERIKSAAN PENUNJANG(3)

1. Elektrokardiogram (EKG)

Pemeriksaan EKG memberikan informasi yang sangat penting, meliputi frekuensi

debar jantung, irama jantun, sistem konduksi dan etiologi gagal jantung. Kelainan

segmen ST, berupa ST segmen elevasi infark miokard (STEMI) atau Non STEMI.

19

Page 20: Hypertension Heart Failure

2. Foto thorax

Harus diperiksa segera untuk mengetaui adanya kelaianan paru dan jantung yang lain

seperti efusi pleura, infiltrat, atau kardiomegali.

3. Analisa gas darah

Untuk menilai oksigenasi (PO2) fungsi respirasi (PCO2) dan keimbangan asalam basa

(pH) dan harus dinilai pada setiap pasien dengan respiratory dissterss berat. Asidosis

merupakan pertanda perfusi jaringan yang buruk atau retensi CO2, dikaitkan dengan

prognose yang buruk

4. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, ureum, creatinin, gula darah, albumin, enzim

hati, enzim jantung, ANP dan BNP harus merupakan pemeriksaan awal pada semua

penderita pasien.

5. Ekokardiografi

Untuk mengevaluasi kelainan struktural dan fungsional dari jantung yang berkaitan

dengan gagal jantung, seperti fungsi sistolik ventrikel kiri dan kanan, fungsi diastolik,

struktur dan fungsi valvular, tekanan pengisian ventrikel, stroke volume,dan tekanan

arteri pulmonalis. Penemuan dengan ekokardiografi bisa langsung menentukan

strategi pengobatan.

DAGNOSIS(1,3)

Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Kriteria Framingham juga dapat digunakan untuk diagnosis gagal jantung kongestif :

Kriteria Mayor Kriteria Minor

Paroksismal nokturnal dispnea (PND) Edema ekstremitas

Distensi vena leher Batuk malam hari

Ronki paru Dyspnea on effort

Kardiomegali Hepatomegali

20

Page 21: Hypertension Heart Failure

Edema paru akut Efusi pleura

Peninggian tekanan vena jugjlaris Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

Gallop S3 Takikardi (>120x/menit)

Refluks hepatojugular

Mayor atau minor :

Penurunan berat badan >4,5 kg dalam 5 hari pengobatan.

**Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.

Tabel II.1 Kriteria Framingham untuk menegakkan diagnosis CHF

Berdasarkan keluhan, terdapat klasifikasi fungsional dari New York Heart

Association (NYHA) (4)

Kelas I : Tidak ada pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik sehari-hari tidak

menyebabkan kelelahan, palpitasi, atau dispnea

Kelas II : Pembatasan ringan pada aktivitas fisik. Merasa enak pada saat istirahat.

Aktivitas fisik sehari-hari menyebabkan kelelahan, palpitasi atau dispnea

Kelas III : pembatasan berat pada aktivitas fisik. Merasa enak saat istirahat. Aktivitas

yang kurang dari aktivitas sehari-hari menimbulkan kelelahan, palpitasi, atau

dispnea

Kelas IV : tidak mampu melakukan aktivitas fisik apapun. Keluhan tetap timbul

walaupun dalam keadaan istirahat.

PENATALAKSANAAN(2,3,5,7)

21

Page 22: Hypertension Heart Failure

Prinsip penatalaksanaan pada gagal jantung adalah untuk mengurangi keluhan juga

mengupayakan pencegahan agar tidak terjadi perubahan disfungsi jantung yang asimptomatik

menjadi gagal jantung yang simptomatik. Selain itu juga untuk menurunkan angka kesakitan

dan diharapkan jangka panjang penurunan angka kematian.

Nonmedikamentosa

Terapi nonmedikamentosa diindikasikan untuk semua pasien hipertensi dan pasien

beresiko menjadi hipertensi. Terapi yang diberikan antara lain adalah 1). Edukasi mengenai

gagal jantung, penyebab, dan bagaimana mengenal serta upaya bila timbul keluhan dan dasar

pengobatan, 2). Istirahat, olahraga teratur mengatur aktivitas sehari-hari jangan sampai

berlebihan, 3). Atur pola diet, kontrol asupan garam, air dan kebiasaan alkohol, 4). Monitor

berat badan, hati-hati dengan kenaikan berat badan yang tiba-tiba, menurunkan berat badan

pada obesitas, 5). Hentikan kebiasaan merokok, 6). Konseling mengenai obat, baik indikasi,

efek samping, dan menghindari obat-obat tertentu.

Medikamentosa

Berdasarkan Guideline for The Diagnosis and Management of Heart Failure in Adult

dari American Heart Association (AHA) tahun 2005, pemberian obat pada pasien gagal

jantung dengan penurunan fungsi sistolik dibagi menjadi empat kelas.

Untuk merekomendasi :

Class I : adanya bukti/kesepakatan umum bahwa tindakan bermanfaat dan efektif

Class II : bukti kontroversi

IIa : adanya bukti bahwa tindakan cenderung bermanfaat

IIb : manfaat dan efektivitas kurang terbukti

Class III : tindakan tidak bermanfaat bahkan berbahaya

Tingkat kepercayaan :

A : data berasal dari uji random multipel, atau metaanalisis

22

Page 23: Hypertension Heart Failure

B : data berasal dari satu uji random klinik

C : konsensus, pendapat para pakar, uji klinik kecil, studi retrospektif atau registrasi

Class I 1. Diuretik, untuk pasien dengan retensi cairan. (tingkat kepercayaan :

C)

2. ACE inhibitor, kecuali ada kontraindikasi. (tingkat kepercayaan: A)

3. Beta-blocker (gunakan 1 dari 3 jenis obat yang ada yaitu bisoprolol,

carvedilol, atau metoprolol suksinat) direkomendasikan untuk

semua pasien yang keadaannya masih stabil. (tingkat kepercayaan:

A)

4. Angiotensin II receptor blockers, diberikan pada pasien yang

intoleran terhadap ACE inhibitor. (tingkat kepercayaan: A)

5. Obat-obat yang diketahui tidak baik bila diberikan pada pasien gagal

jantung harus dihindari, seperti NSAID, kebanyakan obat anti-

aritmia, dan sebagian besar obat calcium channel blocker). (tingkat

kepercayaan: B)

Class IIa 1. Angiotensin II receptor blockers sebagai alternatif ACE inhibitor

sebagai terapi lini pertama pada pasien gagal jantung ringan sampai

sedang. Terutama bila sudah mendapat ARBs. (tingkat kepercayaan:

A)

2. Digitalis dapat diberikan (tingkat kepercayaan: B)

3. Tambahan kombinasi hydralazine dan nitrat diberikan pada pasien

yang sudah mendapat ACE inhibitor dan beta blocker. (tingkat

kepercayaan: B)

Class IIb 1. Kombinasi hydralazine dan nitrat diberikan pada pasien yang

intoleran terhadap ACE inhibitor atau ARB, hipotensi, atau

insufisiensi ginjal. (tingkat kepercayaan : C)

23

Page 24: Hypertension Heart Failure

2. Tambahan ARB diberikan pada pasien dengan gejalan gagal jantung

persisten dan sudah mendapat pengobatan konvensional. (tingkat

kepercayaan: B)

Class III 1. Kombinasi ACE inhibitor, ARBs dan aldosteron agonist secara rutin

tidak dianjurkan. (tingkat kepercayaan : C)

2. Pemberian calcium channel blocker rutin tidak dianjurkan. (tingkat

kepercayaan: A)

Tabel II.2 Guideline Management CHF berdasarkan AHA 2005(5)

1. ACE inhibitor

Dianjurkan sebagai obat lini pertama baik dengan atau tanpa keluhan dengan

fraksi ejeksi 40-45% untuk meningkatkan survival, memperbaiki keluhan, dan

mengurangi kekerapanrawat inap di rumah sakit.

Harus diberikan terapi awal bila tidak ditemu retensi cairan. Bila ada retensi

cairan, maka harus diberikan bersama diuretik.

Harus segera diberikan bila ditemui tanda dan gejala gagal jantung

Harus dititrasi sampai dosis yang dianggap bermanfaat sesuai dengan bukti

klinis, bukan berdasarkan perbaikan gejala.

2. Loop Diuretika

Thiazide, diberikan pada gagal jantung ringan dan kronis ringan. Kerjanya

mengurangi reabsorbsi Na+ dan Cl- di tubulus distal sehingga air dan garam

juga tidak ikut diserap. Efek sampingnya mengurangi eksresi asam urat

sehingga dapat menyebabkan hiperurisemia, gangguan toleransi glukosa,

bercak di kulit, trombositopenia, dan granulasitopenia.

Metolazone, merupakan derivat dari quinethazine. Kerjanya mirip dengan

thiazide. Digunakan pada gagal jantung dengan gagal ginjal sedang.

Furosemide, Bumetanide, dan Torsemide, menghambat reabsorbsi Na+, K+,

dan Cl- di lengkung henle ascendens

24

Page 25: Hypertension Heart Failure

Diuretik hemat kalium, bekerja pada tubulus distal dan korteks duktus

kolektivus dengan menghambat kerja aldosteron yang kemudian menghambat

pertukaran Na+ dengan K+ dan H+, contohnya spironolakton. Amiloride dan

triamterene memiliki efek yang sama tapi langsung bekerja di tubulus distal

dan duktus kolektivus.

3. Penyekat beta (ß blocker)

Direkomendasi pada semua gagal jantung ringan, sedang dan beratyang stabil

baik karena iskemi atau kardiomiopati nn iskemi dalam pengobatan standar

seperti diuretik atau ACE inhibitor.

Penyekat beta yang digunakan yaitu, bisoprolol, karvedilol, metoprolol

suksinat, dan nebivolol.

4. Agonis reseptor aldosteron

Sebagai tambahan terhadap ACE inhibitor dan ß blocker pada gagal jantung

sesudah infark jantung, atau diabetes, menurunkan morbiditas dan mortalitas.

5. Antagonis penyekat reseptor angiotensin II

Alternatif bila pasien tidak toleran terhadap ACE inhibitor karena

efektivitasnya sama

Dapat dipertimbangkan penambahan penyekat angiotensin II pada pemakaian

ACE inhibitor pada pasien yang simptomatik guna menurunkan mortalitas.

6. Digitalis

Merupakan indikasi pada fibrilasi atrium pada berbagai derajat gagal jantung

Kombinasi digoksin dan ß blocker lebih superior dibandingkan bila dipakai

sendiri-sendiri tanpa kombinasi

7. Hidralazin-isosorbid dinitrat

Dipakasi sebagai tambahan dimana pasien tidak toleran terhadap ACE

inhibitor atau penyekat angiotensin II. Dosis besar hidralazin (300mg) dengan

25

Page 26: Hypertension Heart Failure

kombinasi isosorbid dinitrat 180mg tanpa ACE inhibitor dapat menurunkan

mortalitas.

8. Nitrat

Sebagai tambahan bila ada keluhan angina atau sesak, jangka panjang tidak

terbukti memperbaiki gejala gagal jantung. Dengan demikian dosis yang

sering dapat terjadi toleran, oleh karena itu dianjurkan interval 8 atau 12 jam,

atau kombinasi dengan ACE inhibitor.

9. Nesiritid

Golongan vasodilator baru, identik dengan hormon endogen dari ventrikel,

yang mempunyai efek dilatasi arteri, vena dan koroner, dan menurunkan

preload dan afterload.

10. Obat-obat inotropik

Hanya digunakan pada kasus berat dengan pemberian secara intravena

11. Antiaritmia

Digunakan hanya pada atrial fibrilasi dan ventrikel takikardi

Amiodaron efektif untuk mengatasi supraventrikel dan ventrikel aritmia

12. Antitrombotik

Pada gagal jantung kronik dengan fibrilasi atrium diberikan antikoagulan

Pada gagal jantung kronik dengan penyakit jantung koroner dianjurkan

pemakaian antiplatelet

26

Page 27: Hypertension Heart Failure

Gambar II.2 Terapi gagal jantung berdasarkan stage gagal jantung(5)

27

Page 28: Hypertension Heart Failure

BAB III

KESIMPULAN

Hipertensi merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang paling sering terjadi.

Sering pasien tidak menyadari karena hipertensi tidak menimbulkan keluhan. Keluhan timbul

progresivitas dari hipertensi itu sendiri yang menyebabkan kerusakan pada beberapa organ

target. Organ target yang pertema kali terkena imbasnya adalah jantung. Ketidakmampuan

ventrikel memompa darah untuk memenuhi jaringan tubuh menyebabkan terjadinya

hipertrofi ventrikel kiri tipe konsentrik, kemudian eksentrik. Pada perkembangannya terjadi

stenosis katup yang diikuti regurgitasi. Pada akhirnya akan terjadi gagal jantung. Ketika gagal

jantung terdapat bendungan, maka gagal jantung ini disebut dengan gagal jantung kongestif.

Sebagai upaya pencegahan, pasien dapat memodifikasi faktor resiko hipertensi

maupun gagal jantung. Penggunaan obat yang tepat dan kepatuhan terapi dapat menekan

angka kesakitan.

28