congestif heart failure

24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gagal jantung kongestif (congestive heart failure) adalah sindrom klinis akibat penyakit jantung, ditandai dengan kesulitan bernapas serta retensi natrium dan air yang abnormal, yang sering menyebabkan edema. Kongestif ini dapat terjadi dalam paru atau sirkulasi perifer atau keduanya, bergantung pada apakah gagal jantungnya pada sisi kanan atau menyeluruh. 1 Gagal jantung kongestif merupakan keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada jika disertai dengan peninggian volume diastolik secara abnormal. Gagal jantung kongestif biasanya disertai dengan kergagalan pada jantung kiri dan jantung kanan. 2 2.2 Epidemiologi Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung.Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4% - 2% dan meningkat pada usia yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Prevalensi gagal jantung di Amerika Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan 500 ribu kasus baru per tahunnya. Di Indonesia belum ada angka pasti tentang prevalensi penyakit

Upload: silverius-seantoni-sabella

Post on 02-Feb-2016

40 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

zz

TRANSCRIPT

Page 1: Congestif Heart Failure

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Gagal jantung kongestif (congestive heart failure) adalah sindrom klinis akibat

penyakit jantung, ditandai dengan kesulitan bernapas serta retensi natrium dan air yang

abnormal, yang sering menyebabkan edema. Kongestif ini dapat terjadi dalam paru atau

sirkulasi perifer atau keduanya, bergantung pada apakah gagal jantungnya pada sisi

kanan atau menyeluruh.1

Gagal jantung kongestif merupakan keadaan patofisiologis berupa kelainan

fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi

kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada jika disertai dengan

peninggian volume diastolik secara abnormal. Gagal jantung kongestif biasanya disertai

dengan kergagalan pada jantung kiri dan jantung kanan.2

2.2 Epidemiologi

Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan

merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung.Di Eropa

kejadian gagal jantung berkisar 0,4% - 2% dan meningkat pada usia yang lebih lanjut,

dengan rata-rata umur 74 tahun. Prevalensi gagal jantung di Amerika Serikat mencapai

4,8 juta orang dengan 500 ribu kasus baru per tahunnya. Di Indonesia belum ada angka

pasti tentang prevalensi penyakit gagal jantung, di RS Jantung Harapan Kita, setiap hari

ada sekitar 400-500 pasien berobat jalan dan sekitar 65% adalah pasien gagal jantung.

Meskipun terapi gagal jantung mengalami perkembangan yang pesat, angka kematian

dalam 5-10 tahun tetap tinggi, sekitar 30-40% dari pasien penyakit gagal jantung lanjut

dan 5-10% dari pasien dengan gejala gagal jantung yang ringan.3

Prevalensi gagal jantung di negara berkembang cukup tinggi dan makin

meningkat. Oleh karena itu gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang utama.

Setengah dari pasien yang terdiagnosis gagal jantung masih punya harapan hidup 5

tahun. Penelitian Framingham menunjukkan mortalitas 5 tahun sebesar 62% pada pria

dan 42% wanita.3

Page 2: Congestif Heart Failure

2.3 Etiologi

Gagal jantung adalah komplikasi tersering dan segala jenis penyakit jantung

kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung

meliputi keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, meningkatkan beban akhir,

atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan

beban awal (preload) meliputi regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel; beban akhir

(afterload) meningkat pada keadaan-keadaan seperti stenosis aorta dan hipertensi

sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan

kardiomiopati. 3

Selain ketiga mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung, terdapat

faktor-faktor fisiologis lain yang dapat menyebabkan jantung gagal bekerja sebagai

pompa. Faktor-faktor yang mengganggu pengisian ventrikel (misal, stenosis katup

atrioventrikularis) dapat menyebabkan gagal jantung. Keadaan-keadaan seperti

perikarditis konstriktif dan tamponade jantung mengakibatkan gagal jantung melalui

kombinasi beberapa efek seperti gangguan pada pengisian ventrikel dan ejeksi ventrikel.

Dengan demikian jelas sekali bahwa tidak ada satupun mekanisme fisiologik atau

kombinasi berbagai mekanisme yang bertanggungjawab atas terjadinya gagal jantung;

efektivitas jantung sebagai pompa dapat dipengaruhi oleh berbagai gangguan

patofisiologis. Penelitian terbaru menekankan pada peranan TNF dalam perkembangan

gagal jantung. Jantung normal tidak menghasilkan TNF, namun jantung mengalami

kegagalan menghasilkan TNF dalam jumlah banyak. 3

Demikian juga, tidak satupun penjelasan biokimiawi yang diketahui berperan

dalam mekanisme dasar terjadinya gagal jantung. Kelainan yang mengakibatkan

gangguan kontraktilitas miokardium juga tidak diketahui. Diperkirakan penyebabnya

adalah kelainan hantaran kalsium dalam sarkomer, atau dalam sintesis atau fungsi protein

kontraktil. 4

Faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya gagal jantung melalui penekanan

sirkulasi yang mendadak dapat berupa disritmia, infeksi sistemik dan infeksi paru-paru,

serta emboli paru. Disritmia akan mengganggu fungsi mekanis jantung dengan

mengubah rangsangan listrik yang memulai respons mekanis, respons mekanis yang

sinkron dan efektif tidak akan dihasilkan tanpa adanya ritme jantung yang stabil.

Respons tubuh terhadap infeksi akan memaksa jantung untuk memenuhi kebutuhan

metabolisme tubuh yang meningkat. Emboli paru secara mendadak akan meningkatkan

resistensi terhadap ejeksi ventrikel kanan, memicu terjadinya gagal jantung kanan.

Page 3: Congestif Heart Failure

Penanganan gagal jantung yang efektif membutuhkan pengenalan dan penanganan tidak

saja terhadap mekanisme fisiologis penyakit yang mendasari, tetapi juga terhadap faktor-

faktor yang memicu terjadinya gagal jantung.

2.4 Klasifikasi

Gagal jantung dapat diklasifikasikan menurut beberapa faktor. The New York

Heart Association (NYHA) membagi gagal jantung menjadi 4 kelas, berdasarkan

hubungannya dengan gejala dan jumlah atau usaha yang dibutuhkan untuk menimbulkan

gejala, sebagai berikut:

1. Kelas I : Penderita dengan gagal jantung tanpa adanya pembatasan aktivitas fisik,

dimana aktivitas biasa tidak menimbulkan rasa lelah dan sesak napas.

2. Kelas II: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya pembatasan

aktivitas fisik yang ringan, merasa lega jika beristirahat.

3. Kelas III: Penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya pembatasan

aktivitas fisik yang ringan, kegiatan fisik yang lebih ringan dari kegiatan biasa sudah

memberi gejala lelah, sesak napas.

4. Kelas IV: Penderita dengan gagal jantung yang tidak sanggup melakukan kegiatan

apapun tanpa keluhan, gejala sesak napas tetap ada walaupun saat beristirahat. 5

American College of Cardiology/American Heart Association (ACC/AHA) heart

failure guidelines melengkapi klasifikasi NYHA untuk menggambarkan perkembangan

penyakit dan dibagi menjadi 4 stage, yaitu:

1. Stage A pasien beresiko tinggi untuk gagal jantung tetapi tidak memiliki penyakit

jantung struktural atau gejala-gejala dari gagal jantung

2. Stage B pasien memiliki penyakit jantung struktural tetapi tidak memiliki gejala-

gejala dari gagal jantung

3. Stage C pasien memiliki penyakit jantung structural dan memiliki gejala-gejala dari

gagal jantung

4. Stage D pasien memiliki gagal jantung berat yang menuntut intervensi khusus. 6

2.5 Patofisiologi

Gagal jantung merupakan kelainan multisitem dimana terjadi gangguan pada

jantung, otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta perubahan

neurohormonal yang kompleks. Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel

Page 4: Congestif Heart Failure

kiri yang menyebabkan terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan

aktivasi mekanisme kompensasi neurohormonal, sistem Renin–Angiotensin–Aldosteron

(sistem RAA) serta kadar vasopresin dan natriuretik peptide yang bertujuan untuk

memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga.7

Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac

output dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta

vasokonstriksi perifer (peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul berkelanjutan

dapat menyebabkan gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan

dapat menyebabkan terjadinya apoptosis miosit, hipertofi dan nekrosis miokard fokal.7

Stimulasi sistem RAA menyebabkan peningkatan konsentrasi renin, angiotensin

II plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal yang poten

(arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan noradrenalin dari

pusat saraf simpatis, menghambat tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron.

Aldosteron akanmenyebabkan retensi natrium dan air serta meningkatkan sekresi kalium.

Angiotensin II juga memiliki efek pada miosit serta berperan pada disfungsi endotel pada

gagal jantung.6,7

Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama yeng

memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial

Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap peregangan

menyebabkan natriuresis dan vasodilatsi. Pada manusia Brain Natriuretic Peptide (BNO)

juga dihasilkan di jantung, khususnya pada ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. C-

type natriureticpeptide terbatas pada endotel pembuluh darah dan susunan saraf pusat,

efek terhadap natriuresis dan vasodilatasi minimal. Atrial dan brain natriuretic peptide

meningkat sebagai respon terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan bekerja

antagonis terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi ladosteron dan reabsorbsi

natrium di tubulus renal. Karena peningkatan natriuretic peptide pada gagal jantung,

maka banyak penelitian yang menunjukkan perannya sebagai marker diagnostik dan

prognosis, bahkan telah digunakan sebagai terapi pada penderita gagal jantung.2,6

Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya pada

gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga didpatkan pada pemberian

diuretik yang akan menyebabkan hiponatremia.2 Endotelin disekresikan oleh sel endotel

pembuluh darah dan merupakan peptide vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek

vasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal, yang bertanggung jawab atas retensi natrium.

Konsentrasi endotelin-1 plasma akan semakin meningkat sesuai dengan derajat gagal

Page 5: Congestif Heart Failure

jantung. Selain itu juga berhubungan dengan tekanan pulmonary arterycapillary wedge

pressure, perlu perawatan dan kematian. Telah dikembangkan endotelin-1 antagonis

sebagai obat kardioprotektor yang bekerja menghambat terjadinya remodelling vaskular

dan miokardial akibat endotelin.2,6

Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard, dengan

kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri menyebabkan

gangguan pada pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering adalah penyakit

jantung koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofik,

selain penyebab lain seperti infiltrasi pada penyakit jantung amiloid. Walaupun masih

kontroversial, dikatakan 30 – 40 % penderita gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel

yang masih normal. Pada penderita gagal jantung sering ditemukan disfungsi sistolik dan

diastolik yang timbul bersamaan meski dapat timbul sendiri.

Gambar 1. Patofisiologi dan Simptomatologi CHF.

Page 6: Congestif Heart Failure

2.6 Penegakan Diagnosis

Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala dan penilaian

klinis, didukung oleh pemeriksaan penunjang seperti EKG, foto toraks, biomarker, dan

ekokardiografi Doppler.

1. Pasien segera diklasifikasikan apakah disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik dan

karakteristik forward orbackward, left or right heart failure. Kriteria diagnosis gagal

jantung menurut Framingham Heart Study :

a. Kriteria mayor :

1) Paroksismal nokturnal dispneu

2) Ronki paru

3) Edema akut paru

4) Kardiomegali

5) Gallop S3

6) Distensi vena leher

7) Refluks hepatojugular

8) Peningkatan tekanan vena jugularis

b. Kriteria minor :

1) Edema ekstremitas

2) Batuk malam hari

3) Hepatomegali

4) Dispnea d’effort

5) Efusi pleura

6) Takikardi (120x/menit)

7) Kapasitas vital berkurang 1/3 dari normal

Kriteria mayor dan minor : Penurunan berat badan ≥ 4,5 kg dalam 5 hari

pengobatan. Diagnosis gagal jantung ditegakkan dengan dua kriteria mayor atau satu

kriteria mayor dan 2 kriteria minor.

2. Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium Darah

- Pemeriksaan darah lengkap

- Kimia klinik (SGPT, SGOT, ureum, kreatinin, natrium, kalium, klorida,

kolesterol total, LDL, HDL)

Page 7: Congestif Heart Failure

b. Elektrokardiogram

Dalam kasus kardiogenik, elektrokardiogram (EKG) dapat menunjukkan bukti

MI ( Miocardium Infark ) atau iskemia, namun alam kasus noncardiogenic,

EKG biasanya normal.

c. Radiologi

1) Foto thoraks

Fungsi utama pemeriksaan foto thoraks adalah mengetahui ukuran dan

bentuk siluet jantung, serta edema di dasar paru-paru. 9 Pada gagal jantung

hampir selalu ada dilatasi dari satu atau lebih pada ruang-ruang di jantung,

menghasilkan pembesaran pada jantung. Pemeriksaan radiologi

memberikan informasi berguna mengenai ukuran jantung dan bentuknya,

distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta, dan kadang-kadang efusi pleura,

begitu pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat mengidentifikasi

penyebab nonkardiak pada gejala pasien.

2) Computed Tomography

CT scan jantung biasanya tidak diperlukan dalam diagnosis rutin dan

manajemen gagal jantung kongestif. 9 Multichannel CT scan berguna dalam

menggambarkan kelainan bawaan dan katup, namun, ekokardiografi dan

pencitraan resonansi magnetik (MRI) dapat memberikan informasi yang

sama tanpa mengekspos pasien untuk radiasi pengion.9

3) Echocardiografi

Ekokardiografi dua dimensi dianjurkan sebagai bagian awal dari evaluasi

pasien dengan gagal jantung kongestif yang diketahui atau diduga. Fungsi

ventrikel dapat dievaluasi, dan kelainan katup primer dan sekunder dapat

dinilai secara akurat. Ekokardiografi Doppler mungkin memainkan peran

berharga dalam menentukan fungsi diastolik dan dalam menegakkan

diagnosis HF diastolik. 9 Dua dimensi dan Ekokardiografi Doppler dapat

digunakan untuk menentukan kinerja sistolik dan diastolik LV(ventrikel

kiri), cardiac output (fraksi ejeksi), dan tekanan arteri pulmonalis dan

pengisian ventrikel. Echocardiography juga dapat digunakan untuk

mengidentifikasi penyakit katup penting secara klinis.Tingkat kepercayaan

di echocardiography adalah tinggi, dan tingkat temuan positif palsu dan

negatif palsu yang rendah. 9

Page 8: Congestif Heart Failure

2.7 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi penalaksanaan secara

non farmakologis dan secara farmakologis. Penatalaksanaan gagal jantung baik akut

maupun kronik ditujukan untuk mengurangi gejala dan memperbaiki prognosis,

meskipun penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi serta beratnya

kondisi.

1. Non Farmakalogi :

a. Anjuran umum :

1) Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.

2) Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahakan agar dapat dilakukan seperti

biasa. Sesuaikan kemampuan fisik dengan profesi yang masih bisa

dilakukan.

3) Gagal jantung berat harus menghindari penerbangan panjang.

b. Tindakan Umum :

1) Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada gagal jantung ringan dan 1

g pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat

dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.

2) Hentikan rokok

3) Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada yang

lainnya.

4) Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit

atau sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80%

denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan dan sedang).

5) Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.

2. Farmakologi

Terapi farmakologik terdiri atas panghambat ACE, Antagonis Angiotensin II,

diuretik, Antagonis aldosteron, β-blocker, vasodilator lain, digoksin, obat inotropik

lain, anti-trombotik, dan anti-aritmia.14,15

a. Diuretik. Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling sedikit

diuretik reguler dosis rendah. Permulaan dapat digunakan loop diuretik atau

tiazid. Bila respon tidak cukup baik, dosis diuretik dapat dinaikkan, berikan

Page 9: Congestif Heart Failure

diuretik intravena, atau kombinasi loop diuretik dengan tiazid. Diuretik hemat

kalium, spironolakton, dengan dosis 25-50 mg/hari dapat mengurangi mortalitas

pada pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat (klas fungsional IV)

yang disebabkan gagal jantung sistolik.

b. Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivitas neurohormonal, dan

pada gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian

dimulai dengan dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis

yang efektif.

c. Penyekat Beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE. Pemberian dimulai

dosis kecil, kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan kontrol ketat

sindrom gagal jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada gagal

jantung klas fungsional II dan III. Penyekat Beta yang digunakan carvedilol,

bisoprolol atau metaprolol. Biasa digunakan bersama-sama dengan penghambat

ACE dan diuretik.

d. Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada intoleransi terhadap

ACE ihibitor.

e. Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung disfungsi

sistolik ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial, digunakan

bersama-sama diuretik, ACE inhibitor, beta blocker.

f. Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk pencegahan emboli

serebral pada penderita dengan fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel yang

buruk. Antikoagulan perlu diberikan pada fibrilasi atrial kronis maupun dengan

riwayat emboli, trombosis dan Trancient Ischemic Attacks, trombus intrakardiak

dan aneurisma ventrikel.

g. Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik atau

aritmia ventrikel yang menetap. Antiaritmia klas I harus dihindari kecuali pada

aritmia yang mengancam nyawa. Antiaritmia klas III terutama amiodaron dapat

digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak digunakan untuk terapi aritmia

atrial dan tidak dapat digunakan untuk mencegah kematian mendadak.

h. Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium antagonis untuk

mengobati angina atau hipertensi pada gagal jantung.

Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan (1,5 – 2 l/hari)

dan pembatasan asupan garam dianjurkan pada pasien. Tirah baring jangka pendek

Page 10: Congestif Heart Failure

dapat membantu perbaikan gejala karena mengurangi metabolisme serta

meningkatkan perfusi ginjal. Pemberian heparin subkutan perlu diberikan pada

penderita dengan imobilitas. Pemberian antikoagulan diberikan pada penderita dengan

fibrilasi atrium, gangguan fungsi sistolik berat dengan dilatasi ventrikel. 13

Penderita gagal jantung akut datang dengan gambaran klinis dispneu,

takikardia serta cemas,pada kasus yang lebih berat penderita tampak pucat dan

hipotensi. Adanya trias hipotensi (tekanan darah sistolik < 90 mmHg), oliguria serta

cardiac output yang rendah menunjukkan bahwa penderita dalam kondisi syok

kardiogenik. Gagal jantung akut yang berat serta syok kardiogenik biasanya timbul

pada infark miokard luas, aritmia yang menetap (fibrilasi atrium maupun ventrikel)

atau adanya problem mekanis seperti ruptur otot papilari akut maupun defek septum

ventrikel pasca infark. 13

Gagal jantung akut yang berat merupakan kondisi emergensi dimana

memerlukan penatalaksanaan yang tepat termasuk mengetahui penyebab, perbaikan

hemodinamik, menghilangan kongesti paru, dan perbaikan oksigenasi jaringan.

Menempatkan penderita dengan posisi duduk dengan pemberian oksigen konsentrasi

tinggi dengan masker sebagai tindakan pertama yang dapat dilakukan. Monitoring

gejala serta produksi kencing yang akurat dengan kateterisasi urin serta oksigenasi

jaringan dilakukan di ruangan khusus. Base excess menunjukkan perfusi jaringan,

semakin rendah menunjukkan adanya asidosis laktat akibat metabolisme anerob dan

merupakan prognosa yang buruk. Koreksi hipoperfusi memperbaiki

asidosis,pemberian bikarbonat hanya diberikan pada kasus yang refrakter. 13

Pemberian loop diuretik intravena seperti furosemid akan menyebabkan

venodilatasi yang akan memperbaiki gejala walaupun belum ada diuresis. Loop

diuretik juga meningkatkan produksi prostaglandin vasdilator renal. Efek ini dihambat

oleh prostaglandin inhibitor seperti obat antiflamasi nonsteroid, sehingga harus

dihindari bila memungkinkan. 13

Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting dalam

penatalaksanaan gagal jantung akut berat karena dapat menurunkan kecemasan, nyeri

dan stress, serta menurunkan kebutuhan oksigen. Opiat juga menurunkan preload dan

tekanan pengisian ventrikel serta udem paru. Dosis pemberian 2 – 3 mg intravena dan

dapat diulang sesuai kebutuhan. 13

Pemberian nitrat (sublingual, buccal dan intravenus) mengurangi preload

serta tekanan pengisian ventrikel dan berguna untuk pasien dengan angina serta gagal

Page 11: Congestif Heart Failure

jantung. Pada dosis rendah bertindak sebagai vasodilator vena dan pada dosis yang

lebih tinggi menyebabkan vasodilatasi arteri termasuk arteri koroner. Sehingga dosis

pemberian harus adekuat sehingga terjadi.keseimbangan antara dilatasi vena dan arteri

tanpa mengganggu perfusi jaringan. Kekurangannya adalah teleransi terutama pada

pemberian intravena dosis tinggi, sehingga pemberiannya hanya 16 – 24 jam. 13

Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang diberikan

pada gagal jantung refrakter, diberikan pada pasien gagal jantung yang disertai krisis

hipertensi. Pemberian nitropusside dihindari pada gagal ginjal berat dan gangguan

fungsi hati. Dosis 0,3 – 0,5 μg/kg/menit. 13

Nesiritide adalah peptide natriuretik yang merupakan vasodilator. Nesiritide

adalah BNP rekombinan yang identik dengan yang dihasilkan ventrikel.

Pemberiannya akan memperbaiki hemodinamik dan neurohormonal, dapat

menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis dan menurunkan kadar epinefrin,

aldosteron dan endotelin di plasma. Pemberian intravena menurunkan tekanan

pengisian ventrikel tanpa meningkatkan laju jantung, meningkatkan stroke volume

karena berkurangnya afterload. Dosis pemberiannya adalah bolus 2 μg/kg dalam 1

menit dilanjutkan dengan infus 0,01 μg/kg/menit. 13

Pemberian inotropik dan inodilator ditujukan pada gagal jantung akut yang

disertai hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat inotropik dan / atau vasodilator

digunakan pada penderita gagal jantung akut dengan tekanan darah 85 – 100 mmHg.

Jika tekanan sistolik < 85 mmHg maka inotropik dan/atau vasopressor merupakan

pilihan. Peningkatan tekanan darah yang berlebihan akan dapat meningkatkan

afterload. Tekanan darah dianggap cukup memenuhi perfusi jaringan bila tekanan

arteri rata - rata > 65 mmHg. 13

Pemberian dopamin 2 μg/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi pembuluh

darah splanknik dan ginjal. Pada dosis 2 – 5 μg/kg/mnt akan merangsang reseptor

adrenergik beta sehingga terjadi peningkatan laju dan curah jantung. Pada pemberian

5 – 15 μg/kg/mnt akan merangsang reseptor adrenergik alfa dan beta yang akan

meningkatkan laju jantung serta vasokonstriksi. Pemberian dopamin akan merangsang

reseptor adrenergik 1 dan 2, menyebabkan berkurangnya tahanan vaskular sistemik

(vasodilatasi) dan meningkatnya kontrkatilitas. Dosis umumnya 2 – 3 μg/kg/mnt,

untuk meningkatkan curah jantung diperlukan dosis 2,5 – 15 μg/kg/mnt. Pada pasien

yang telah mendapat terapi penyekat beta, dosis yang dibutuhkan lebih tinggi yaitu 15

– 20 μg/kg/mnt. 13

Page 12: Congestif Heart Failure

Phospodiesterase inhibitor menghambat penguraian cyclic-AMP menjadi

AMP sehingga terjadi efek vasodilatasi perifer dan inotropik jantung. Yang sering

digunakan dalam klinik adalah milrinone dan enoximone. Biasanya digunakan untuk

terapi penderia gagal jantung akut dengan hipotensi yang telah mendapat terapi

penyekat beta yang memerlukan inotropik positif. Dosis milrinone intravena 25 μg/kg

bolus 10 – 20 menit kemudian infus 0,375 – 075 μg/kg/mnt. Dosis enoximone 0,25–

0,75 μg/kg bolus kemudian 1,25 – 7,5 μg/kg/mnt. 13

Pemberian vasopressor ditujukan pada penderita gagal jantung akut yang

disertai syok kardiogenik dengan tekanan darah < 70 mmHg. Penderita dengan syok

kardiogenik biasanya dengan tekanan darah < 90 mmHg atau terjadi penurunan

tekanan darah sistolik 30 mmHg selama 30 menit.Obat yang biasa digunakan adalah

epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin diberikan infus kontinyu dengan dosis 0,05 – 0,5

μg/kg/mnt. Norepinefrin diberikan dengan dosis 0,2 – 1 μg/kg/mnt. 13

Penanganan yang lain adalah terapi penyakit penyerta yang menyebabkan

terjadinya gagal jantung akut de novo atau dekompensasi. Yang tersering adalah

penyakit jantung koroner dan sindrom koroner akut. Bila penderita datang dengan

hipertensi emergensi pengobatan bertujuan untuk menurunkan preload dan afterload.

Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat seperti lood diuretik intravena,

nitrat atau nitroprusside intravena maupun natagonis kalsium intravena(nicardipine).

Loop diuretik diberkan pada penderita dengan tanda kelebihan cairan. Terapi nitrat

untuk menurunkan preload dan afterload, meningkatkan aliran darah koroner.

Nicardipine diberikan pada penderita dengan disfungsi diastolik dengan afterload

tinggi. Penderita dengan gagal ginjal,diterapi sesuai penyakit dasar. Aritmia

jantungharus diterapi. 13

Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah Pompa balon intra aorta,

pemasangan pacu jantung, implantable cardioverter defibrilator, ventricular assist

device. Pompa balon intra aorta ditujukan pada penderita gagal jantung berat atau

syok kardiogenik yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan, disertai

regurgitasi mitral atau ruptur septum interventrikel. Pemasangan pacu jantung

bertujuan untuk mempertahankan laju jantung dan mempertahankan sinkronisasi

atrium dan ventrikel, diindikasikan pada penderita dengan bradikardia yang

simtomatik dan blok atrioventrikular derajat tinggi. Implantable cardioverterdevice

bertujuan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel dan takikardia ventrikel. Vascular Assist

Device merupakan pompa mekanis yang mengantikan sebgaian fungsi ventrikel,

Page 13: Congestif Heart Failure

indikasi pada penderita dengan syok kardiogenik yang tidak respon terhadap terapi

terutama inotropik. 13

2.8 Prognosis

Prognosis gagal jantung yang tidak mendapat terapi tidak diketahui. Sedangkan

prognosis pada penderita gagal jantung yang mendapat terapi yaitu: 2

1. Kelas NYHA I : mortalitas 5 tahun 10-20%

2. Kelas NYHA II : mortalitas 5 tahun 10-20%

3. Kelas NYHA III : mortalitas 5 tahun 50-70%

4. Kelas NYHA IV : mortalitas 5 tahun 70-90%

Page 14: Congestif Heart Failure

BAB III

KESIMPULAN

Gagal jantung kongestif merupakan tahap akhir penyakit jantung yang dapat

menyebabkan meningkatnya mortalitas dan morbiditas penderita penyakit jantung.

Sangat penting untuk mengetahui gagal jantung secara klinis. Penatalaksanaan meliputi

penanganan non medikamentosa, dan obat - obatan serta dengan menggunakan terapi invasif.

Meskipun pengobatan farmakologis dan operatif yang saat ini tersedia untuk pasien CHF

dapat memperpanjang dan memperbaiki kualitas hidup, prognosis keseluruhan dari pasien

CHF masih tetap buruk. Dikarenakan proporsi pasien usia lanjut diperkirakan akan terus

meningkat dalam dekade mendatang , CHF diperkirakan juga akan menjadi mayor epidemik.

Jadi, untuk pasien-pasien CHF sangat memerlukan pendekatan terapi baru yang dapat

dipergunakan secara individual, yang akan meningkatkan kualitas hidup dan

mengurangi beban ekonomi pada masyarakat.

Dispnea dan fatigue merupakan gejala kardinal CHF, adanya ortopnea,

paroxysmalnocturnal dyspnea dan edema sekitar mata kaki akan lebih menegaskan diagnosa

dugaan gagal jantung. Banyak penderita CHF hanya menunjukkan sedikit tanda-tanda

klinis; pergeseran ictus cordis mungkin merupakan tanda kardiomegali yang paling sering

ditemukan. Semua pasien tersangka gagal jantung harus menjalani pemeriksaan standar yang

terdiri dari: pemeriksaan darah, EKG dan foto thoraks; penderita-penderita yang didiagnosa

klinis sebagai gagal jantung harus menjalani pemeriksaan echocardiogram.

Page 15: Congestif Heart Failure

DAFTAR PUSTAKA

1. Nurdjanah S. Buku ajar ilmu penyakit dalam FK UI. 2006; ed IV

2. Hauser K, Longo B, Jameson F. Harrison’s principle of internal medicine.2005; ed XVI

3. Sugeng, Barita Sitompul dan J. Irawan.Buku ajar kardiologi. jakarta : balai penerbit

fakultas kedokteran universitas indonesia, 2004.hal 7 – 17,115 – 126.

4. Wilson, Sylvia A. Price dan Lorraine M.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2006.hal.633-640.

5. Oemar, Hamed.Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : balai penerbit fakultas kedokteran

universitas indonesia. 2004. hal. 7-12.

6. Kumar, Cotran, Robbins.Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta : EGC, 2007. Vol.

Volume 2.

7. Greenberg, Barry H. Congestuve Heart Failure, Philadephia, USA: Lipincott Williams

& Wilkins 2007 ; hal.167-168.

8. Goroll, Allan H., Primary medicine, office evaluation and management of the adult

patient sixth edition, Philadephia, USA: Lipincott Williams & Wilkins 2009;.hal.275-

287

9. Davis, Russell C. ABC of heart failure second edition, Australia: Blackwell publishing

2006;hal. 10-11.

10. Lee TH. Practice guidelines for heart failure management. In: Dec GW, editors. Heart

failure a comprehensive guide to diagnosis and treatment. New York: Marcel Dekker;

2005.p.449-65.

11. Gillespie ND. The diagnosis and management of chronic heart failure in the older

patient. British Medical Bulletin 2005;75 and 76: 49- 62.

12. Rodeheffer R. Cardiomyopathies in the adult (dilated, hypertrophic, and restrictive). In:

Dec GW, editor. Heart failure a comprehensive guide to diagnosis and treatment. New

York: Marcel Dekker; 2005.p.137-56.

13. Grady KL, Dracus K, Kennedy G, at al. Team management of patients with heart

failure. A statement for healthcare professionals from The Cardiovascular Nursing

Councils of The American Heart Assiciation Circulation 2000