juranal yuliazra 61111064

10
ZONA KEDOKTERAN – Vol. 03 No. 01 Februari 2015 HUBUNGAN PEMBERIAN TERAPI ANTIRETROVIRAL DENGAN KADAR SERUM GLUTAMIC PYRUVIC TRANSAMINASE (SGPT) PADA PENDERITA INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV) DI RS. BUDI KEMULIAAN KOTA BATAM TAHUN 2014 Yuliazra*, Adi Arianto**, Dahlan Gunawan** *Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Batam, **Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Batam ABSTRAK Terapi antiretroviral (ARV) telah terbukti secara bermakna menurunkan angka kematian dan kesakitan orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Efek samping obat antiretroviral merupakan kejadian yang cukup sering terjadi pada pasien HIV dan umumnya terjadi dalam tiga bulan pertama setelah inisiasi ARV, walaupun efek samping jangka panjang juga kerap didapati sesudahnya. Efek samping yang sudah pernah diteliti antara lain peningkatan enzim transaminase akibat kombinasi ARV berbasis Nevirapine. Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross sectional. Sampel merupakan pasien HIV yang mendapat terapi antiretroviral di RS. Budi Kemuliaan Batam yang diambil secara consecutive sampling agar memenuhi kriteria penelitian sebanyak 50 orang. Penelitian menggunakan data sekunder yaitu data yang berasal dari rekam medis pasien. Data dianalisis dengan uji Chi square (p < 0.05). Frekuensi kejadian hepatotoksisitas akibat terapi ARV adalah 9 dari 47 orang yang menggunakan kombinasi dengan Nevirapine atau (19,2%) dan lebih banyak terjadi pada kelompok usia 17-25 tahun sebanyak 3 orang (33,3%) dan kelompok usia 36-45 tahun sebanyak 3 orang (33,3%) dan jenis kelamin laki-laki sebanyak 7 orang atau (77,8%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan kadar SGPT terjadi hanya pada kelompok kombinasi ARV berbasis Nevirapine yaitu sebanyak 9 orang (100%) dan tidak terdapat peningkatan kadar SGPT pada kelompok kombinasi ARV berbasis Efavirenz atau 0%. Dari hasil uji statistik Chi-square diperoleh nilai p = 0,544 (p > 0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara UNIVERSITAS BATAM

Upload: welky-vernando

Post on 26-Sep-2015

2 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

JURNAL

TRANSCRIPT

ZONA KEDOKTERAN Vol. 03 No. 01 Februari 2015

HUBUNGAN PEMBERIAN TERAPI ANTIRETROVIRAL DENGAN KADAR SERUM GLUTAMIC PYRUVIC TRANSAMINASE (SGPT) PADA PENDERITA INFEKSI HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV) DI RS. BUDI KEMULIAAN KOTA BATAM TAHUN 2014

Yuliazra*, Adi Arianto**, Dahlan Gunawan**

*Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Batam, **Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Batam

ABSTRAK

Terapi antiretroviral (ARV) telah terbukti secara bermakna menurunkan angka kematian dan kesakitan orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Efek samping obat antiretroviral merupakan kejadian yang cukup sering terjadi pada pasien HIV dan umumnya terjadi dalam tiga bulan pertama setelah inisiasi ARV, walaupun efek samping jangka panjang juga kerap didapati sesudahnya. Efek samping yang sudah pernah diteliti antara lain peningkatan enzim transaminase akibat kombinasi ARV berbasis Nevirapine. Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross sectional. Sampel merupakan pasien HIV yang mendapat terapi antiretroviral di RS. Budi Kemuliaan Batam yang diambil secara consecutive sampling agar memenuhi kriteria penelitian sebanyak 50 orang. Penelitian menggunakan data sekunder yaitu data yang berasal dari rekam medis pasien. Data dianalisis dengan uji Chi square (p < 0.05). Frekuensi kejadian hepatotoksisitas akibat terapi ARV adalah 9 dari 47 orang yang menggunakan kombinasi dengan Nevirapine atau (19,2%) dan lebih banyak terjadi pada kelompok usia 17-25 tahun sebanyak 3 orang (33,3%) dan kelompok usia 36-45 tahun sebanyak 3 orang (33,3%) dan jenis kelamin laki-laki sebanyak 7 orang atau (77,8%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peningkatan kadar SGPT terjadi hanya pada kelompok kombinasi ARV berbasis Nevirapine yaitu sebanyak 9 orang (100%) dan tidak terdapat peningkatan kadar SGPT pada kelompok kombinasi ARV berbasis Efavirenz atau 0%. Dari hasil uji statistik Chi-square diperoleh nilai p = 0,544 (p > 0,05) yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara pemberian ARV dengan kadar SGPT. Namun kedua hal ini terbukti secara klinis.

Kata Kunci: HIV, SGPT, hepatotoksisitas, ARV

PENDAHULUAN

Masalah HIV/ AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak negara diseluruh dunia. Berdasarkan data epidemik WHO didapatkan peningkatan jumlah penderita HIV setiap tahunnya Pada tahun 2013 jumlah kasus baru HIV di Indonesia adalah 29.037 kasus, jauh meningkat jika dibandingkan pada tahun 2006 yang tercatat sejumlah 7.184 kasus.1

Terapi antiretroviral (ARV) telah terbukti secara bermakna menurunkan angka kematian dan kesakitan orang dengan HIV/AIDS (ODHA).2 Efek samping obat antiretroviral merupakan kejadian yang cukup sering terjadi pada pasien HIV dan umumnya terjadi dalam tiga bulan pertama setelah inisiasi ARV, walaupun efek samping jangka panjang juga kerap didapati sesudahnya. Antiretroviral lini pertama yang digunakan di Indonesia adalah kombinasi Zidovudin/ Stavudin (AZT/d4T) dengan Lamivudin (3TC) dan Nevirapine/Efavirenz (NVP/EFV). Efek samping yang sudah pernah diteliti antara lain anemia AZT 20%, hipersensitivitas NVP 27,6%, peningkatan enzim transaminase 20,8% dan neuropati d4T 22%.3 Namun, penelitian yang memantau berbagai efek samping obat tersebut belum banyak dilakukan di Indonesia.

Hepatotoksisitas biasanya terjadi pada 12-16 minggu pertama terapi, terjadi lebih sering pada perempuan, dan dapat parah atau gawat. Beberapa faktor yang diketahui berhubungan dengan peningkatan kerusakan hati karena NVP termasuk: peningkatan serum glutamic pyruvic transaminase (SGPT) atau serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT) pada awal, infeksi bersama dengan hepatitis B atau C serta jumlah CD4 >350 sel/mm3.4

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik yaitu mencari hubungan antara variabel yang satu dengan yang lainnya. Desain penelitian yang dilakukan adalah studi potong lintang (cross sectional). penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Budi Kemuliaan Kota Batam. Data yang digunakan adalah data sekunder diambil dari rekam medis pasien.

Sampel dalam penelitian ini adalah semua pasien HIV rawat jalan yang mendapat terapi ARV di Rumah Sakit Budi Kemuliaan Kota Batam tahun 2014 yang memenuhi kriteria penelitian: pasien baru didiagnosis HIV yang mendapat terapi ARV, pasien HIV yang memiliki hasil pemeriksaan kadar SGPT/SGOT setelah mendapat terapi ARV dan pasien HIV dengan hasil pemeriksaan kadar SGPT/SGOT yang normal sebelum terapi ARV dimulai yang berjumlah sebanyak 50 orang.

Analisis data menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat untuk mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Analisis bivariat adalah analisis yang diduga berhubungan atau berkorelasi. Analisis ini menggunakan uji Chi square bila p = < 0,005 maka penelitian dianggap bermakna.

HASIL PENELITIAN

A. Kombinasi ARV

Tabel 1. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kombinasi ARV

Kombinasi ARV

Jumlah

(n)

Persentase

%

Nevirapine

Efavirenz

47

3

94

6

Total

50

100

Tabel 1 diatas menunjukkan distribusi pasien berdaskan jenis kombinasi ARV yang digunakan didapatkan jumlah terbanyak pada kombinasi dengan Nevirapine yaitu sebanyak 47 orang atau 94% dan kombinasi dengan Efavirenz yaitu sebanyak 3 orang atau 6%.

B. Kadar SGPT

Tabel 2. Distribusi Sampel Berdasarkan Kadar SGPT

SGPT

Jumlah

(n)

Peresntase

%

Normal

Meningkat

41

9

82

18

Total

50

100

Tabel 2 diatas menujukkan bahwa dari 50 orang sampel didapatkan 41 orang atau 82% mempunyai kadar SGPT normal sejak insiasi ARV dan 9 orang atau 18% mengalami peningkatan kadar SGPT dengan berbagai derajat.

C. Derajat Hepatotoksisitas

Tabel 3. Distribusi Sampel Berdasarkan Derajat Peningkatan SGPT

Peningkatan SGPT

Jumlah

(n)

Persentase

%

Normal

41

82

Derajat 1

Derajat 2

Derajat 3

Derajat 4

3

2

3

1

6

4

6

2

Total

50

100

Tabel 3 diatas menjelaskan berbagai derajat peningkatan kadar SGPT pada sampel penelitian yakni 41 orang atau 82% didapatkan dengan kadar SGPT normal, 3 orang atau 6% atau mengalami peningkatan kadar SGPT derajat 1, 2 orang atau 4% mengalami peningkatan kadar SGPT derajat 2, 3 orang atau 6% mengalami peningkatan kadar SGPT derajat 3, dan 1 orang atau 2% mengalami peningkatan kadar SGPT derajat 4 yang potensial mengancam jiwa.

D. Usia

Tabel 4. Distribusi Sampel Berdasarkan Usia

Usia

(tahun)

SGPT

Total

Mening-kat

%

Nor-mal

%

(n)

%

17-25

26-35

36-45

46-55

56-65

3

1

3

1

1

33,3

11,1

33,3

11,1

11,1

3

26

7

4

1

7,3

63,4

17,1

9,8

2,4

6

27

10

5

2

12

54

20

10

4

Total

9

100

41

100

50

100

Berdasarkan tabel 4 diatas kelompok usia dengan peningkatan kadar SGPT terbanyak didapatkan pada kelompok usia remaja akhir 17-25 tahun 3 orang atau 33,3% dan pada kelompok usia dewasa akhir 36-45 tahun 3 orang atau 33,3%, kelompok usia dewasa awal 26-35 tahun sebanyak 1 orang atau 11,1%, , kelompok usia lansia awal 45-55 tahun sebanyak 1 orang atau 11,1%, dan kelompok usia lansia akhir sebanyak 1 orang atau 11,1%.

E. Jenis Kelamin

Tabel 5. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis

Kela-min

SGPT

Total

Mening-kat

%

Nor-mal

%

n

%

Laki-laki

7

77,8

21

51,2

28

56

Perem-puan

2

22,2

20

48,8

22

44

Total

9

100

41

100

50

100

Tabel 5 diatas menunjukkan distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bawhwa proporsi jenis kelamin laki-laki lebih banyak mengalami peningkatan kadar SGPT yaitu sebanyak 7 orang atau 77,8% sedangkan perempuan sebanyak 2 orang atau 22,2%.

F. Hubungan antara Pemberian Terapi ARV terhadap Peningkatan Kadar SGPT

Tabel 6. Analisis Hubungan antara Pemberian Terapi ARV terhadap Peningkatan Kadar SGPT di RS. Budi Kemuliaan Kota Batam tahun 2014

Variabel

Kadar SGPT

Total

p

Kombinasi ARV

Normal

Meningkat

Kombinasi dengan Nevirapine

38

(92,7%)

9

(100%)

47

(94%)

0,544

Kombinasi dengan Efavirenz

3

(7,3%)

0

(0%)

3

(6%)

Total

41

(100%)

9

(100%)

50

(100%)

Tabel 6 diatas menunjukkan bahwa dari 50 sampel, sebanyak 9 orang atau 100% yang mendapatkan terapi ARV dengan kombinasi dengan Nevirapine mengalami peningkatan kadar SGPT. Sedangkan 3 orang sampel atau sampel yang mendapatkan terapi dengan kombinasi Efavirenz yang mengalami peningkatan kadar SGPT adalah 0 orang atau 0%. Dari uji statistik dengan Chi square diperoleh nilai p = 0,544 (p> 0,05) yang artinya dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian terapi antiretroviral dengan kadar SGPT pada pasien HIV di RS. Budi Kemuliaan Kota Batam tahun 2014.

PEMBAHASAN

A. Gambaran Pemberian Terapi ARV

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 1 didapatkan gambaran pemberian terapi ARV didominasi oleh kelompok kombinasi dengan Nevirapine (AZT + 3TC + NVP / TDF + 3TC + NVP) sebanyak 47 orang atau 94%, dan kelompok kombinasi dengan Efavirenz (AZT+3TC+EFV/ TDF+3TC+EFV) hanya 3 orang atau 6%. Hal ini terjadi karena kombinasi dengan Nevirapine merupakan kombinasi pilihan peratama yang ditetapkan oleh pemerintah untuk pasien yang tidak mempunyai kelainan fungsi hati dan darah.

B. Frekuensi Kejadian Peningkatan Kadar SGPT Akibat ARV

Frekuensi kejadian peningkatan kadar SGPT akibat ARV pada pasien HIV di RS. Budi Kemuliaan Kota Batam tahun 2014 dengan jumlah sampel sebanyak 50 orang didapatkan hasil yaitu 9 orang atau 18% dengan kejadian hepatotoksisitas akibat ARV berdasarkan derajat yaitu 3 orang atau 6% mengalami toksisitas derajat 1, 2 orang atau 4% mengalami hepatotoksisitas derajat 2, 3 orang atau 6% mengalami hepatotoksisitas derajat 3 dan 1 orang atau 2% mengalami hepatotoksisitas derajat 4 yang potensial mengancam jiwa.

Hasil pada penelitian lain yang dilakukan oleh Sanne I et al., (2005) dari 468 sampel didapatkan 66 orang atau 14% mengalami peningkatan kadar SGPT. Penelitian di Ethiopia oleh Wondemagegn et al., (2013) total kejadian peningkatan SGPT sebagai penyebab hepatotosisitas akibat ARV adalah sebanyak 32% dari 269 sampel yang diteliti. Variasi hasil pada penelitian ini dan penelitian sebelumnya mungkin dikarenakan perbedaan karakteristik populasi, definisi hepatotoksisitas yang berbeda, pemantauan dan durasi terapi.

C. Distribusi Frekuensi Menurut Usia dan Jenis Kelamin

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4, didapatkan proporsi usia dengan peningkatan kadar SGPT bervariasi. Pada kelompok usia 17-25 tahun terjadi peningkatan kadar SGPT sebanyak 3 orang atau 33,3%, kelompok usia 36-45 tahun sebanyak 3 orang atau 33,3%, kelompok 26-35 tahun sebanyak 1 orang atau 11,1%, kelompok 46-55 sebanyak 1 orang atau 11,1%, dan usia 56-65 tahun sebanyak 1 orang atau 11,1%.

Hasil penelitian di Afrika oleh Kalyesubula et al., (2011) juga didapatkan hasil yang tidak jauh berbeda bahwa hepatotoksisitas akibat antiretroviral terjadi pada usia rata-rata 33 tahun. Perbedaan usia bukan merupakan faktor penentu peningkatan SGPT.5 Namun hasil peneitian ini dapat dikaitkan dengan prevalensi HIV tertinggi terdapat pada usia produktif dan seksual aktif yaitu usia 20-39 tahun.1

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5 didapatkan proporsi jenis kelamin terbanyak yang mengalami peningkatan kadar SGPT adalah laki-laki sebanyak 7 orang atau 77,8% dan perempuan sebanyak 2 orang atau 22,2%.

Namun hasil berbeda ditemukan pada penelitian Sanne I (2013) bahwa toksisitas lebih banyak terjadi pada perempuan sebesar 20,1% dibanding dengan laki-laki sebesar 12,8%. Perbedaan jenis kelamin bukan merupakan faktor penentu peningkatan kadar enzim hati dan ini terjadi karena program dari patogenesis HIV dan metabolisme obat pada manusia umumnya tidak tergantung jenis kelamin.5

D. Hubungan Pemberian Terapi ARV terhadap Peningkatan Kadar SGPT

Penelitian tentang hubungan antara pemberian terapi ARV terhadap kadar SGPT pada pasien HIV di RS. Budi Kemuliaan Kota Batam tahun 2014 tidak terbukti signifikan. Setelah dilakukan analisis data dengan menggunakan uji statistik Chi square tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara kombinasi ARV kelompok Nevirapine dan kelompok Efavirenz dengan peningkatan kadar SGPT (p = 0,544). Walaupun temuan secara klinis didapatkan angka toksisitas antara sampel yang menggunakan kombinasi ARV dengan Efavirenz. Seluruh responden atau 9 orang atau 19,2% yang menggunakan kombinasi ARV dengan Nevirapine mengalami peningkatan kadar SGPT. Hal ini dikarenakan kekuatan penelitian yang kurang akibat subjek yang diteliti lebih kecil dari semestinya.

Namun hasil penelitian berbeda dikemukakan oleh Sanne I (2013) bahwa hepatotoksisitas mempunyai hubungan bermakna dengan kombinasi ARV. Sanne mendapatkan bahwa kejadian hepatotoksisitas lebih beresiko pada kelompok dengan kombinasi ARV berbasis Nevirapine dibandingkan dengan kelompok kombinasi ARV berbasis Efavirenz (p = 0,001).

Hasil penelitian serupa juga didapatkan oleh Sulkowski (2004) bahwa hepatotoksisitas akibat Nevirapine lebih tinggi yaitu 15,6% dibandingkan dengan Efavirenz sebanyak 8%. Toksisitas terkait Nevirapine terjadi akibat reaksi immunoalergik.6 Kerusakan mitokondria dianggap sebagai salah satu mekanisme kerusakan hati dan peningkatan enzim hati.7

Kebanyakan peningkatan enzim yang berhubungan dengan terapi antiretroviral terjadi pada derajat sedang, tidak disertai penyakit kuning, dan biasanya reversibel.8 Satu-satunya terapi hepatotoksisitas akibat antiretroviral adalah penghentian obat-obatan dengan segera dan sering dilakukan penghentian beberapa jenis antiretroviral karena kemungkinan hepatotoksisitas disebabkan oleh lebih dari satu macam jenis antiretroviral. Pemberian senyawa N-acetylcysteine (NAC) sedang dipelajari untuk terapi toksisitas. Dalam kasus toksisitas mitokondria dengan asidosis laktat, beberapa agen seperti vitamin B kompleks, vitamin C dan E, NAC, carnitine, lipoic acid, dan coenzyme Q telah dianjurkan namun tidak ada evaluasi dalam uji klinis terkontrol. Sedangkan pada kasus hepatotoksisitas dimana telah terjadi gagal hati maka transplantasi hati dapat menjadi indikasi.9

Kelemahan dari penelitian ini adalah jumlah sampel sangat sedikit, kurang lengkapnya informasi data dari rekam medis, banyaknya variabel-variabel yang tidak bisa diteliti, seperti riwayat penggunaan alkohol, lama terapi dan riwayat infeksi hepatitis B dan C.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa gambaran kombinasi terapi ARV yang diberikan di RS. Budi Kemuliaan Kota Batam tahun 2014 didominasi oleh kelompok kombinasi dengan Nevirapine ( AZT + 3TC +NVP/ TDF +3TC+NVP) sebanyak 47 orang atau 94%, dan kelompok kombinasi dengan Efavirenz ( AZT + 3TC + EFV / TDF + 3TC + EFV) sebanyak 3 orang atau 6%. Frekuensi kejadian peningkatan kadar SGPT akibat terapi ARV pada pasien HIV yang di RS. Budi Kemuliaan Kota Batam tahun 2014 adalah 9 dari 47 orang atau sebanyak 19,2% dari pasien yang mendapatkan terapi ARV dengan kombinasi dengan Nevirapine.

Distribusi frekuensi kejadian peningkatan kadar SGPT akibat ARV di RS. Budi Kemuliaan Kota Batam tahun 2014 didapatkan banyak terjadi pada kelompok usia 17-25 tahun sebanyak 3 orang atau 33,3% dan kelompok usia 36-45 tahun sebanyak 3 orang atau 33,3% dan jenis kelamin laki-laki sebanyak 7 orang atau 77,8%.

Hasil analisis statistik didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara pemberian terapi ARV tehadap peningkatan kadar SGPT pada pasien HIV yang mendapatkan terapi ARV di RS. Budi Kemuliaan Batam menggunakan uji Chi-square diperoleh nilai (p = 0,544).

DAFTAR PUSTAKA

1. Ditjen PPM & PL Depkes RI (2013). Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia Dilapor s/d Desember 2013.Jakarta:Departemen Kesehatan RI.

2. Palella F, Baker R, Moorman A, Chmiel J, Brooks J, et al (2006). Mortality in The Highly Active Antiretroviral Therapy Era: Changing Causes of Death And Desease in The HIV Outpatient Study. J Acquired Immune Deficiency Syndrome., 43: 27-34.

3. Ramadian , O (2010). Pengaruh Efek Samping Antiretroviral Lini Pertama Terhadap Adherens ODHA di Layanan Terpadu Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, Podiksus HIV/AIDS

4. Murphy, R (2003). Defining the Toxicity Profile of Nevirapine and Other Antiretroviral Drugs. Journal of Acquired Immune Deficiency Syndrome; 34;S15-20.

5. Wondemagegn M, Gidey B, Chernet A,Alem G,Abera B (2013). Hepatotoxicity and associated risk factors in HIV-infected patients receiving antiretroviral therapy at Felege Hiwot Referral Hospital, Bahirdar, Ethiopia. Ethiop J Health Sci.:217-26.

6. Lee WM (2003). Drug-induced hepatotoxicity. N Engl J Med; 349:47485.

7. Havlir DV, Currier JS (2003). Complications of HIV infection and antiretroviral therapy.Top HIV Med.;11:8691.

8. Wit FW, Weverling GJ, Weel J, Jurriaans S, Lange JM (2002). Incidence of and Risk Factors for Severe Hepatotoxicity Associated with Antiretroviral Combination Therapy. J Infect Dis. 1; 186(1): 23-31.

9. Bica I, McGovern B, Dhar R (2001). Increasing Mortality Due to End-stage Liver Disease in Patients with Human immunodeficiency Virus Infection. Clin Infect Dis 2001;32:492-7.

10. Highleyman L (2012). Liver Toxicity Uncommon with Modern Antiretroviral Drugs, but Hugher Risk for HIV/HCV Coinfected.

11. Kalyesubula R, Kagimu M, Opio KC (2011). Hepatotoxicity from FirstLine Antiretroviral Theraphy: an Experience from a Resource Limited Setting. African Health Science. 11(1): 1623.

12. Kathryn M Chu,Andrew M Boulle,Nathan Ford (2010). Nevirapine-Associated Early Hepatotoxicity: Incidence, Risk Factors, and Associated Mortality in a Primary Care ART Programme in South Africa. South African Medical Unit, Mdecins Sans Frontires, Johannesburg, South Africa.

13. Sanne I, Mommeja-Marin H, Hinle J, Bartlett J, Lederman M, Maartens G, et al (2005). Severe Hepatotoxicity Associated With Nevirapine Use in HIV-Infected Subjects. J Infect Dis 2005; 191;825-829.

14. Sulkowski MS (2004). Drug-induced Liver Injury Associated with Antiretroviral Therapy that Includes HIV-1 Protease Inhibitors. Clin Infect Dis; 38:90-97.

15. Wood E, Hogg RS, Yip, Harigan PB (2003). Effect of Medication Adherence on Survival of HIV Patient Who Start HAART When CD4+ cell Count 200-240 cell/L. Ann Intern Med.

16. Hooshyar D, Napravnik S, Miller W, Eron J (2006). Effect of Hepatitis C co-Infection on Discontinuitatum and Modification of Initial HAART in Primary HIV Care. AIDS.

UNIVERSITAS BATAM