kolestass

41
BAB I PENDAHULUAN Kolestasis didefinisikan sebagai hambatan aliran empedu, dengan manifestasi sebagai conjugated hyperbilirubinemia disertai hambatan bahan-bahan (seperti bilirubin, asam empedu dan kolesterol) dan secara histopatologis terlihat penumpukan empedu di dalam hepatosit dan bilier. Kadar bilirubin direk > 1mg/dl bila bilirubin total kurang dari 5 mg/dL atau > 20% dari kadar bilirubin total apabila kadar bilirubin total lebih dari 5 mg/dL. 1 Akibat penumpukan empedu di sel hati, bayi terlihat ikterik, urin berwarna lebih gelap dan tinja berwarna lebih pucat sampai seperti dempul. Kolestasis harus dipikirkan sebagai salah satu penyebab ikterus pada bayi baru lahir bila ikterus menetap setelah bayi berusia 2 minggu. 2 Penyebab kolestasis pada bayi ini sangat beragam, berupa penyakit atau kelainan fungsional. Diantaranya adalah infeksi, kelainan genetik, kelainan metabolik yang menimbulkan kolestasis intrahepatik yang disebut kolestasis hepatoseluler atau berbagai kelainan yang mempengaruhi saluran bilier ekstrahepatik yang disebut juga kolestasis obstruktif yang dapat berupa kolestasis obstruktif intrahepatik atau kolestsis obstruktif ekstrahepatik. Lebih dari 90% penyebab kolestasis obstruktif adalah atresia bilier yang memerlukan tindakan operasi dini. 3 Kolestasis menunjukan suatu keadaan yang patologis pada hepatobilier, betapapun ringannya ikterus tersebut. Oleh 2

Upload: adhi-wiratma

Post on 11-Nov-2015

26 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

refarat

TRANSCRIPT

BAB I

BAB IPENDAHULUAN

Kolestasis didefinisikan sebagai hambatan aliran empedu, dengan manifestasi sebagai conjugated hyperbilirubinemia disertai hambatan bahan-bahan (seperti bilirubin, asam empedu dan kolesterol) dan secara histopatologis terlihat penumpukan empedu di dalam hepatosit dan bilier. Kadar bilirubin direk > 1mg/dl bila bilirubin total kurang dari 5 mg/dL atau > 20% dari kadar bilirubin total apabila kadar bilirubin total lebih dari 5 mg/dL. 1Akibat penumpukan empedu di sel hati, bayi terlihat ikterik, urin berwarna lebih gelap dan tinja berwarna lebih pucat sampai seperti dempul. Kolestasis harus dipikirkan sebagai salah satu penyebab ikterus pada bayi baru lahir bila ikterus menetap setelah bayi berusia 2 minggu.2Penyebab kolestasis pada bayi ini sangat beragam, berupa penyakit atau kelainan fungsional. Diantaranya adalah infeksi, kelainan genetik, kelainan metabolik yang menimbulkan kolestasis intrahepatik yang disebut kolestasis hepatoseluler atau berbagai kelainan yang mempengaruhi saluran bilier ekstrahepatik yang disebut juga kolestasis obstruktif yang dapat berupa kolestasis obstruktif intrahepatik atau kolestsis obstruktif ekstrahepatik. Lebih dari 90% penyebab kolestasis obstruktif adalah atresia bilier yang memerlukan tindakan operasi dini.3Kolestasis menunjukan suatu keadaan yang patologis pada hepatobilier, betapapun ringannya ikterus tersebut. Oleh karena itu harus dilakukan pemeriksaan intensif sedini mungkin agar dapat mencegah kerusakan hati yang permanen dan progresif. Pada atresia bilier bila intervensi bedah dilakukan kurang dari 8 minggu, angka keberhasilannya adalah 80% sedangkan pembedahan yang dilakukan pada usia lebih dari 12 minggu angka keberhasilanya hanya 20%. Tanpa intervensi bedah, rata-rata usia kematian adalah 12 bulan. Pada saat ini dengan intervensi bedah dini sejumlah 36-56% pasien hidup sampai usia 5 tahun. Bila pasca operasi, aliran empedu hanya mengalami perbaikan parsial, paling tidak anak mendapat kesempatan tumbuh dan berkembang sebaik mungkin sebelum diputuskan perlu tidaknya dilakukan transplantasi hati.4Dari data yang dihimpun bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, sebagian besar kolestasis pada bayi adalah jenis Kolestasis Intrahepatik (KIH), yaitu sebesar 60%. Mayoritas KIH disebabkan oleh infeksi pada masa prenatal. Terdapat kasus KIH akibat infeksi virus yang sembuh dengan sendirinya. Namun jika disebabkan oleh infeksi kuman yang berat (sepsis) maka diperlukan terapi antibiotika yang tepat. Ada pula kasus KIH yang disebabkan oleh gangguan metabolisme yakni metabolisme karbohidrat, protein, lemak atau asam empedu. Sedangkan kasus Kolestasis Ekstrahepatik (KEH) pada bayi-bayi Asia sebagian besar disebabkan oleh atresia bilier, yaitu gangguan pada saluran empedu, dimana saluran itu tidak dapat dipakai mengeluarkan bahan-bahan yang seharusnya dibuang ke tinja. Bisa juga diakibatkan oleh kista saluran empedu yang memicu berbagai komplikasi termasuk pecahnya kista dan kematian.5Penanganan bayi kolestasis merupakan suatu masalah yang cukup kompleks karena penyebabnya sangat bervariasi dan sebagian besar masih belum jelas patogenesisnya. Oleh karena itu tugas klinisi dalam menghadapi kolestasis adalah menegakkan kolestasis sedini mungkin, melakukan evaluasi diagnostik sedini mungkin untuk mengetahui penyebabnya (intra atau ekstrahepatik), intervensi dini untuk mencegah komplikasi.4,5BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Hati dan Empedu

Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar 1.400 garam atau 3% berat badan orang dewasa normal. Hati merupakan organ lunak yang lentur dan tercetak oleh struktur sekitarnya.

Hati sangat penting dalam metabolisme bahan makanan antara lain :1

1. Hati berperan dalam mempertahankan kadar gula darah dengan jalan membentuk dan menyimpan glikogen. Glikogen dibentuk dari glukosa, levulosa, galaktosa dan laktosa. Hati dapat juga merubah asam amino glikogenik dan gliserol menjadi dekstrosa, yang kemudian dirubah menjadi glikogen (glikogenesis). Sedangkan glokogen dapat dirubah oleh hati menjadi glukosa sesuai dengan kebutuhan (glikogenolisis).

2. Tempat sintesis dan oksidasi lemak. Hampir semua lemak dimetabolisir di dalam hati. Zat lemak yang dipadukan dengan lesitin akan membentuk posfolipid yang mudah diangkut dan dalam keadaan siap pakai. Kolesterol dibuat di hati dari asam asetat, sedangkan esternya merupakan gabungan kolesterol dengan asam lemak. Lipoprotein plasma yang mengangkut trigliserida juga dibuat di hati. Hati bersama-sama dengan ginjal memecahkan asam lemak berantai panjang menjadi benda-benda keton. Benda keton ini akan banyak dihasilkan oleh tubuh pada masa kelaparan. Benda keton akan dikeluarkan bersama air kemih.

3. Ureum dibuat di hati dan merupakan deaminasi protein. Zat protein seperti fibrinogen, globulin dan protrombin dibuat di hati.

4. Vitamin A, C dan D disimpan di hati. Hati juga mengolah bahan baku vitamin A (provitamin A) menjadi vitamin A. Riboflavin, vitamin E dan K juga disimpan di hati.

5. Hati berfungsi juga sebagai pembentuk darah terutama pada masa neonatus dan hati juga merupakan cadangan penyimpanan zat besi.

6. Hati berfungsi sebagai penawar racun yang membahayakan tubuh serta berupaya agar bahan tersebut dapat dikeluarkan dengan segera.

2.2 Metabolisme Bilirubin

Bilirubin berasal dari pemecahan hemoglobin di sistem retikuloendotelial. Hemoglobin akan dipecah menjadi heme dan globin yang mana. Globin akan digedrasi menjadi asam amino dan akan kembali ke sirkulasi, sedangkan heme akan dioksidasi oleh heme oksigenase menjadi biliverdin, Fe dan karbon monoksida. Kemudian biliverdin akan direduksi menjadi bilirubin indirek / tak terkonjugasi oleh enzim biliverdin reduktase. Semua proses tersebut terjadi di limpa. Bilirubin indirek kemudian dibawa ke hati melalui aliran darah. Karena sifatnya yang tidak larut dalam air maka dibutuhkan ikatan dengan albumin.2Bilirubin ini mempunyai daya larut yang tinggi terhadap lemak dan kecil sekali terhadap air, sehingga pada reaksi van den Bergh, zat ini harus dilarutkan dahulu dalam akselerator seperti methanol atau etanol, oleh karena itu disebut bilirubin indirek. Zat ini sangat toksik terutama untuk otak. Pengikatan dengan albumin merupakan upaya tubuh untuk menyingkirkan bilirubin indirek dari tubuh dengan segera. Daya ikat albumin-bilirubin (kapasitas ikat total) berkisar 3-4 mg/dl. Obat seperti asetil salisilat, tiroksin dan sulfonamid dapat mengadakan kompetisi terhadap ikatan ini. Bilirubin indirek mudah memasuki hepatosit berkat adanya protein akseptor sitoplasmik Y dan Z hepatosit. Proses tersebut dapat dihambat oleh anion organic seperti asam flavasidik, beberapa bahan kolestogarafik.4

Dalam hepatosit bilirubin akan diikat oleh asam glukoronat yang berasal dari asam uridin diposfoglukoronat dengan bantuan enzim glukoronil transferase. Hasil gabungan ini larut dalam air, sehingga disebut bilirubin direk atau bilirubin terikat (conjugated bilirubin). Selain dalam bentuk diglukoronida dapat juga dalam bentu ikatan monglukoronida atau ikatan dengan glukosa, xylosa dan sulfat. Bilirubin konjugasi dikeluarkan melalui proses yang tergantung dari energi ke dalam system bilier. Bilirubin yang diekskresikan ke dalam usus akan dirubah menjadi sterkobilin. Enzim glukoronil transferase diinduksi oleh fenobarbital. Fenobarbital juga menabah protein akseptor Y. Estrogen dan progestin yang berasal dari ibu dan steroid dapat menghambat konjugasi bilirubin dalam hati. Bilirubin direk atau bilirubin konjugasi dikeluarkan melalui membran kanalikuli ke saluran empedu. Proses ini terbatas (rate limiting process). Obat seperti klopromazin dapat memblokade proses ini demikian juga adanya bendungan ekstrahepatal dan kerusakan sel hati. Bila terjadi blokade, maka bilirubin direk akan mengalami regurgitasi sehingga kembali ke dalam plasma.4

Bilirubin direk ditampung dalam kantong empedu yang kemudian dikeluarkan ke dalam saluran pencernaan. Dalam saluran ini bilirubin direk akan direduksi oleh bakteri menjadi urobilinogen. Sebagian urobilinogen akan diserap oleh usus, masuk ke dalam darah dan selanjutnya akan dikeluarkan oleh ginjal bersama air kemih. Bilirubin direk sebagian besar diserap oleh ileum terminal secara aktif, sebagian kecil yang tidak diserap masuk ke dalam kolon, dirusak oleh bakteri usus manjadi bilirubin indirek. Sebagian dari bilirubin ini diserap secara pasif oleh kolon melalui vena porta bilirubin ini memasuki hati dan dikeluarkan lagi ke dalam system bilier (sirkulasi enterohepatik).42.3 Definisi

Kolestasis adalah hambatan aliran empedu dan bahan-bahan yang harus diekskresi hati, yang mengakibatkan terjadinya peningkatan kadar bilirubin direk dan penumpukan garam empedu.1,2,3,4 Dari segi klinis didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat yang diekskresi ke dalam empedu seperti bilirubin, asam empedu, dan kolesterol di dalam darah dan jaringan tubuh. Secara patologi-anatomi kolestasis adalah terdapatnya timbunan trombus empedu pada sel hati dan sistem bilier. Kolestasis bukan merupakan suatu penyakit, melainkan gejala dari berbagai penyakit.42.4 Epidemiologi

Kolestasis pada bayi terjadi pada 1:25000 kelahiran hidup. Insiden hepatitis neonatal 1:5000 kelahiran hidup, atresia bilier 1:10000-1:13000, defisiensi -1 antitripsin 1:20000. Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1, sedang pada hepatitis neonatal, rasionya terbalik. 4

Di Kings College Hospital England antara tahun 1970-1990, atresia bilier 377 (34,7%), hepatitis neonatal 331 (30,5%), -1 antitripsin defisiensi 189 (17,4%), hepatitis lain 94 (8,7%), sindroma Alagille 61 (5,6%), kista duktus koledokus 34 (3,1%).4

Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004 dari 19270 penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan neonatal kolestasis. Neonatal hepatitis 68 (70,8%), atresia bilier 9 (9,4%), kista duktus koledukus 5 (5,2%), kista hati 1 (1,04%), dan sindroma inspissated-bile 1 (1,04%).4

DI Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak, FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar selama periode Januari 1992 - November 1993 tercatat 33 kasus kolestasis, terdiri dari 26 (76,5%) kasus kolestasis intrahepatik dan 8 (23,5%) kasus kolestasis ekstrahepatik. Laki-laki 22 kasus (64,7%) dan perempuan 12 kasus (35,2%). Usia < 3 bulan 28 kasus (82,4%), usia 3-6 bulan 4 kasus (11,8%) dan usia > 6 bulan 2 kasus (5,8%). Usia termuda 9 hari dan tertua 8 bulan.1

2.5 Klasifikasi

Penyebab kolestasis pada bayi sangat bervariasi, tetapi umumnya memberikan manifestasi klinis yang serupa.2 Secara garis besar, kolestasis terbagi atas 2 kelompok2,4 : 1) kolestasis intrahepatal, kelainan terdapat di hepatosit dan elemen duktus bilier intrahepatik, 2) kolestastis ekstrahepatik, obstruksi saluran empedu ekstrahepatik.

2.5.1 Kolestasis intrahepatal1,2,4a. Saluran Empedu

Digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu: (a) Paucity saluran empedu, dan (b) Disgenesis saluran empedu. Oleh karena secara embriologis saluran empedu intrahepatik (hepatoblas) berbeda asalnya dari saluran empedu ekstrahepatik (foregut) maka kelainan saluran empedu dapat mengenai hanya saluran intrahepatik atau hanya saluran ekstrahepatik saja. Beberapa kelainan intrahepatik seperti ekstasia bilier dan hepatik fibrosis kongenital, tidak mengenai saluran ekstrahepatik. Kelainan yang disebabkan oleh infeksi virus CMV, sklerosing kolangitis, Carolis disease mengenai kedua bagian saluran intra dan ekstra-hepatik. Karena primer tidak menyerang sel hati maka secara umum tidak disertai dengan gangguan fungsi hepatoseluler. Serum transaminase, albumin, faal koagulasi masih dalam batas normal. Serum alkali fosfatase dan GGT akan meningkat. Apabila proses berlanjut terus dan mengenai saluran empedu yang besar dapat timbul ikterus, hepatomegali, hepatosplenomegali, dan tanda-tanda hipertensi portal.

Paucity saluran empedu intrahepatik lebih sering ditemukan pada saat neonatal dibanding disgenesis, dibagi menjadi sindromik dan nonsindromik. Dinamakan paucity apabila didapatkan < 0,5 saluran empedu per portal tract. Contoh dari sindromik adalah sindrom Alagille, suatu kelainan autosomal dominan disebabkan haploinsufisiensi pada gene JAGGED 1. Sindroma ini ditemukan pada tahun 1975 merupakan penyakit multiorgan pada mata (posterior embryotoxin), tulang belakang (butterfly vertebrae), kardiovaskuler (stenosis katup pulmonal), dan muka yang spesifik (triangular facial yaitu frontal yang dominan, mata yang dalam, dan dagu yang sempit). Nonsindromik adalah paucity saluran empedu tanpa disertai gejala organ lain. Kelainan saluran empedu intrahepatik lainnya adalah sklerosing kolangitis neonatal, sindroma hiper IgM, sindroma imunodefisiensi yang menyebabkan kerusakan pada saluran empedu.

b. Kelainan hepatosit

Kelainan primer terjadi pada hepatosit menyebabkan gangguan pembentukan dan aliran empedu. Hepatosit neonatus mempunyai cadangan asam empedu yang sedikit, fungsi transport masih prematur, dan kemampuan sintesa asam empedu yang rendah sehingga mudah terjadi kolestasis. Infeksi merupakan penyebab utama yakni virus, bakteri, dan parasit. Pada sepsis misalnya kolestasis merupakan akibat dari respon hepatosit terhadap sitokin yang dihasilkan pada sepsis.

Hepatitis neonatal adalah suatu deskripsi dari variasi yang luas dari neonatal hepatopati, suatu inflamasi nonspesifik yang disebabkan oleh kelainan genetik, endokrin, metabolik, dan infeksi intra-uterin. Mempunyai gambaran histologis yang serupa yaitu adanya pembentukan multinucleated giant cell dengan gangguan lobuler dan serbukan sel radang, disertai timbunan trombus empedu pada hepatosit dan kanalikuli. Diagnosa hepatitis neonatal sebaiknya tidak dipakai sebagai diagnosa akhir, hanya dipakai apabila penyebab virus, bakteri, parasit, gangguan metabolik tidak dapat ditemukan.

2.5.2 Kolestasis ekstrahepatal1,2,4

Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat. Merupakan kelainan nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan akhirnya pembuntuan saluran empedu ekstrahepatik, diikuti kerusakan saluran empedu intrahepatik. Penyebab utama yang pernah dilaporkan adalah proses imunologis, infeksi virus terutama CMVdan Reo virus tipe 3, asam empedu yang toksik, iskemia dan kelainan genetik. Biasanya penderita terkesan sehat saat lahir dengan berat badan lahir, aktifitas dan minum normal. Ikterus baru terlihat setelah berumur lebih dari 1 minggu. 10-20% penderita disertai kelainan kongenital yang lain seperti asplenia, malrotasi dan gangguan kardiovaskuler. Deteksi dini dari kemungkinan adanya atresia bilier sangat penting sebab efikasi pembedahan hepatik-portoenterostomi (Kasai) akan menurun apabila dilakukan setelah umur 2 bulan. Pada pemeriksaan ultrasound terlihat kandung empedu kecil dan atretik disebabkan adanya proses obliterasi, tidak jelas adanya pelebaran saluran empedu intrahepatik. Gambaran ini tidak spesifik, kandung empedu yang normal mungkin dijumpai pada penderita obstruksi saluran empedu ekstrahepatal sehingga tidak menyingkirkan kemungkinan adanya atresi bilier..Gambaran histopatologis ditemukan adanya portal tract yang edematus dengan proliferasi saluran empedu, kerusakan saluran dan adanya trombus empedu didalam duktuli. Pemeriksaan kolangiogram intraoperatif dilakukan dengan visualisasi langsung untuk mengetahui patensi saluran bilier sebelum dilakukan operasi Kasai.

Tabel 2.1. Etiologi Kolestasis Pada Bayi 1,2

1. Kolestasis Intrahepatik

A. Idiopatik1. Hepatitis neonatal idiopatik

2. Kolestasis intrahepatik persisten, antara lain

a. Displasia intrahepatik (sindrom Alagille)

b. Sindroma Zellwegwr (Sindroma serebrohepatorenal)

c. Intrahepatic bile duct paucity

B. Anatomik

1. Hepatik fibrosis kongenital atau penyakit polikistik infantil (pada hati dan ginjal

2. Penyakit Caroli (pelebaran kistik pada duktus intrahepatik)

C. Kelainan metabolisme

1. Kelainan metabolisme asam amino : tyrosinemia

2. Kelainan metabolisme lipid : penyakit wolman, Nieman-Pick dan penyakit Gaucher

3. Kelainan metabolisme karbohidrat : galaktosemia, fruktosemia, glikogenosis

4. Kelainan metabolisme asam empedu

5. Penyakit metabolik tidak khas, antara lain : defisiensi (1-antitripsin, fibrosis kistik, hipopituitarisme idiopatik, hipotiroidisme.

D. Hepatitis

1. Infeksi (hepatitis pada neonatus) antara lain TORCH, virus hepatitis B, virus hepatitis C, Reovirus tipe 3

2. Toksik : kolestasis akibat nutrisi parenteral, sepsis dengan kemungkinan endotoksemia

E. Genetik atau kromosomal : Trisomi E, sindroma Down, sindroma Donahue (Leprechaunisme)

F. Lain lain : Histiositosis X, renjatan atau hiperperfusi, obstruksi intestinal, sindroma polisplenia, lupus neonatal.

II Kelainan Ekstrahepatik

A. Atresia bilier

B. Hipoplasia bilier, stenosis duktus bilier

C. Perforasi spontan duktus bilier

D. Massa (neoplasma, batu)

E. Inspissated bile syndrome

2.6 Patofisiologi

Pembentukan empedu merupakan fungsi sekresi dari hepar. Sel-sel hepatosit mensekresikan empedu sebanyak 500-1500 ml/hari, dengan komposisi terbanyak (90%) terdiri dari garam empedu, lesitin dan kolesterol, sisanya mengandung sedikit bilirubin, asam lemak dan garam anorganik (10%). Khusus bilirubin merupakan pigmen yang berasal dari buangan atau sisa sel-sel darah merah yang sudah rusak atau mati, yang dalam kondisi normal akan memberikan warna atau pigmen pada feses.3,5

Bagian utama dari aliran empedu adalah sirkulasi enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel epetelial dimana permukaan basolateralnya berhubungan dengan darah portal sedang permukaan apikal (kanalikuler) berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan pompa bioaktif memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme dan detoksifikasi intraseluler, mengeluarkan hasil proses tersebut kedalam empedu. Salah satu contoh adalah penanganan dan detoksifikasi dari bilirubin tidak terkonyugasi (bilirubin indirek). Bilirubin tidak terkonyugasi yang larut dalam lemak diambil dari darah oleh transporter pada membran basolateral, dikonyugasi intraseluler oleh enzim UDPGTa yang mengandung P450 menjadi bilirubin terkonyugasi yang larut air dan dikeluarkan ke dalam empedu oleh transporter mrp2. mrp2 merupakan bagian yang bertanggungjawab terhadap aliran bebas asam empedu. Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit ke dalam empedu oleh transporter lain, yaitu pompa aktif asam empedu. Pada keadaan dimana aliran asam empedu menurun, sekresi dari bilirubin terkonyugasi juga terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia terkonyugasi.4

Proses yang terjadi di hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia menimbulkan gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan penurunan aliran empedu dan hiperbilirubinemi terkonyugasi. 3,4Penumpukan bilirubin beserta produk empedu lainnya pada kulit dan mukosa akan menyebabkan warna kulit dan mukosa (seperti sclera mata) menjadi kuning (kuning muda pada tipe metabolik dan kuning kehijauan pada tipe obstruktif) dan terasa gatal, sehingga tidak jarang ditemukan pula bekas luka garukan pada kulit penderita kolestasis. Penumpukan bilirubin di ginjal akan diekskresikan melalui urine sehingga warna kencing penderita kolestasis tampak gelap atau kemerahan seprti air teh. Sedangkan feses penderita tampak berwarna pucat keputihan seperti dempul (disebut dengan steatorrhea) oleh karena pigmen bilirubin yang memberi warna pada feses tidak bisa diekskresikan ke usus halus, feses banyak mengandung lemak dan berbau busuk oleh karena lemak yang berada di dalam makanan/usus halus tidak dapat dicerna oleh bantuan empedu.3,4,5

Kekurangan empedu di dalam usus halus juga menyebabkan terganggunya penyerapan nutrient yang larut dalam lemak, antara lain kalsium serta vitamin A, D, E dan K. Jika terjadi kolestasis yang persisten, maka penderita akan mengalami defisiensi nutrient tersebut di atas, dengan manifestasi klinis berupa osteoporotik pada jaringan tulang (kekurangan kalsium dan vitamin D), mudah terjadi pendarahan akibat terganggunya proses pembekuan darah (kekurangan vitamin K), dan gangguan penglihatan serta kulit menjadi kering bersisik (kekurangan vitamin A dan E).5

Gejala-gejala penyerta yang kadang timbul selain gejala utama di atas antara lain, nyeri perut terutama pada regio hipokondrium kanan, mual dan muntah serta kehilangan nafsu makan, atau demam, tergantung penyebab dan penyakit yang mendasarinya.5

2.7 Manifestasi Klinis

Tanpa memandang etiologinya, gejala klinik utama pada kolestatis neonatal adalah ikterus, tinja akolik, dan urin yang berwarna gelap. Selanjutnya akan muncul manifestasi klinis lainnya, sebagai akibat terganggunya aliran empedu dan bilirubin.2,5

Pada sebagian besar kasus ikterus pada sklera lebih dahulu dijumpai dibandingkan dengan gejala klinis lainnya, kondisi ini bisa terjadi pada level bilirubin terkonjugasi sedikitnya 2 mg/dL. Pada level bilirubin terkonjugasi yang lebih tinggi, urine berwarna gelap dapat dijumpai akibat adanya filtrasi bilirubin ke dalam urin. Cutaneus jaundice tidak akan nampak sebelum level bilirubin mencapai 5 mg/dL atau lebih.6

Pada pasien dengan kolestasis, gejala lain yang sering muncul adalah timbulnya rasa gatal yang hebat akibat peningkatan asam empedu. Pada konsentrasi yang tinggi (5 kali lipat dari reference range), timbunan asam empedu ini akan menyebabkan rasa gatal yang amat mengganggu hingga pasien sulit tidur atau berkonsentrasi. Bayi yang belum bisa menggaruk akan menjadi sangat rewel (iritabel) sebagai respon terhadap gatal yang dirasakan.1,2,6

Pada kronik kolestasis, deposit kolesterol yang disebut xantoma dapat terbentuk pada kulit. Ini merupakan gejala klinis yang menunjukkan telah terjadi kolestasis yang berat. Karena rendahnya aliran empedu pada pasien dengan kolestasis, pasien ini mungkin juga akan mengalami defisiensi pemecahan dan menyerapan lemak. Pasien ini akan menunjukkan hambatan pertumbuhan dan akan mengalami defisiensi vitamin larut lemak dan steatorrhea. 6

2.8 Diagnosis

Kolestasis dapat ditegakkan dengan memeriksa kadar bilirubin direk dan bilirubin total. Apabila bilirubin total 1 mg/dl maka atau bila bilirubin total >5 mg/dl dengan bilirubin direk lebih dari 20% dari bilirubin total maka dapat ditegakkan sebagai kolestasis. Tujuan utama evaluasi bayi dengan kolestasis adalah membedakan antara kolestasis intrahepatik dengan ekstrahepatik sedini mungkin, dan untuk mengetahui sekuelenya. Diagnosis dini obstruksi bilier ekstrahepatik akan meningkatkan keberhasilan operasi. Kolestasis intrahepatik seperti sepsis, galaktosemia atau endrokinopati dapat diatasi dengan medikamentosa. Selain itu kita dapat segera mengatasi komplikasi umum kolestasis seperti koagulopati (hipoprotrombinemia atau defisiensi vitamin K) dan malabsorpsi lemak. 2,42.8.1 Anamnesis 2,4

1. Riwayat keluarga : Bila ada saudara kandung pasien yang menderita kolestasis, maka kemungkinan besar merupakan suatu kelainan genetik metabolik (fibrosis kistik atau defisiensi (l-antitripsin). Atresia bilier jarang mengenai saudara pasien yang lain. Harus diketahui pula ada tidaknya hubungan keluarga antara ayah dan ibu.

2. Riwayat kehamilan dan kelahiran : riwayat obstetri ibu (infeksi TORCH, hepatitis B, dan infeksi lain), berat badan lahir, infeksi intrapartum, morbiditas perinatal, dan riwayat pemberian nutrisi parentera. Bayi atresia bilier biasanya lahir dengan berat badan normal, sedangkan bayi dengan kolestasis intrahepatik biasanya lahir dengan berat badan rendah.

2.8.2 Pemeriksaan fisik

Empat gejala utama yang sering ditemukan pada penderita kolestasis adalah ikterus/jaundice, urine yang berwarna gelap/kemerahan, gatal pada seluruh tubuh dan feses yang berwarna pucat keputihan seperti dempul.5

Gejala-gejala tersebut di atas disebabkan oleh karena pigmen bilirubin yang seharusnya dikeluarkan ke usus halus mengalami sumbatan, yang mengakibatkan bilirubin masuk ke aliran darah sistemik dan terakumulasi pada target organ.5,6

Warna kehijauan bila kadar bilirubin tinggi karena oksidasi bilirubin menjadi biliverdin. Jaringan sklera mengandung banyak elastin yang mempunyai afinitas tinggi terhadap bilirubin, sehingga pemeriksaan sklera lebih sensitif.5,6

Pada kolestasis intrahepatik umumnya bayi tampak sakit berat dan dapat disertai dengan kelainan non hepatik seperti katarak, wajah dismorfik, kalsifikasi intrakranial, stenosis pulmonal, tonus lemah, atau gejala infeksi perinatal lain.2

Pada atresia bilier, ikterus muncul sejak lahir atau tampak jelas pada minggu ke 3-5. Tinja akolik timbul lebih awal daripada timbulnya tinja akolik pada kolestasis intrahepatik.Tetapi pada atresia bilierpun, kadang-kadang ditemukan tinja yang berpigmen. Di lain pihak, kolestasis intrahepatik yang berat juga dapat menyebabkan tinja yang akolik.2

Pada atresia bilier biasanya terdapat hepatomegali dengan konsistensi keras, dapat disertai splenomegali. Dikatakan pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3,5 cm dibawah arkus kota pada garis midklavikula kanan. Pada perabaan hati yang keras, tepi yang tajam dan permukaan noduler diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis. Hati yang teraba pada epigastrium mencerminkan sirosis atau lobus Riedel (pemanjangan lobus kanan yang normal). Nyeri tekan pada palpasi hati diperkirakan adanya distensi kapsul Glisson karena edema. Bila limpa membesar, satu dari beberapa penyebab seperti hipertensi portal, penyakit storage, atau keganasan harus dicurigai. Hepatomegali yang besar tanpa pembesaran organ lain dengan gangguan fungsi hati yang minimal mungkin suatu fibrosis hepar kongenital. Asites menandakan adanya peningkatan tekanan vena portal dan fungsi hati yang memburuk. Pada keadaan lanjut, terjadi sirosis bilier dan bayi akan mengalami gagal tumbuh, defisiensi nutrisi, dan hipertensi porta. Perlu diperiksa adanya penyakit ginjal polikistik. Pada 25% penderita atresia bilier ditemukan malformasi kongenital lainnya seperti polisplenia, malrotasi, penyakit jantung kongenital, dan situs inversus visera. Pada atresia bilier juga dapat ditemukan kelainan duktus pankreatikobilier yang dianggap turut berperan terhadap terjadinya kolestasis.2,4

Alagille mengemukakan 4 keadaan klinis yang dapat menjadi patokan untuk membedakan antara kolestasis ekstrahepatik dan intrahepatik. Dengan kriteria tersebut kolestasis intrahepatik dapat dibedakan dengan kolestasis ekstrahepatik 82% dari 133 penderita. Moyer menambah satu kriteria lagi gambaran histopatologi hati. 1,2,4

Tabel 2.2. Kriteria klinis untuk membedakan intrahepatik dan ekstrahepatik 1,2,4

Data klinis Kolestasis Ekstrahepatik Kolestasis

Intrahepatik Kemaknaan

(P)

Warna tinja selama dirawat

- Pucat

- Kuning 79%

21% 26%

74% 0.001

Berat lahir (gr) 3226 45* 2678 55* 0.001

Usia tinja akolik (hari) 16 1.5* 30 2* 0.001

Gambaran klinis hati

3. Normal

4. Hepatomegali**:

Konsistensi normal

Konsistensi padat

Konsistensi keras 13

12

63

24 47

35

47

6 0.001

Biopsi hati***

Fibrosis porta

Proliferasi duktuler

Trombus empedu intraportal

94%

86%

63% 47%

30%

1%

*MeanSD; **Jumlah pasien; ***Modifikasi Moyer

Kolestasis ekstrahepatik hampir selalu menyebabkan tinja yang akolik, maka sebagai upaya penjaring kasar tahap pertama, dianjurkan untuk melakukan pengumpulan tinja 3 porsi dalam wadah berwarna gelap. Porsi pertama antara jam 06 - 14, porsi kedua jam 14 - 22, dan porsi ketiga jam 22 - 06. Pada saat tinja dikumpulkan, pemberian kolestiramin dihentikan. Bila selama beberapa hari ketiga porsi tinja tetap dempul, maka kemungkinan besar diagnosisnya adalah kolestasis ekstrahepatik. Pada kolestasis intrahepatik, umumnya warna dempul pada pemeriksaan tinja 3 porsi akan berfluktuasi.1,2

2.8.3 Pemeriksaan penunjang2,6,7

Sampai saat ini tidak ada pemeriksaan penunjang yang dapat sepenuhnya diandalkan untuk membedakan antara kolestasis ekstrahepatik dan intrahepatik. Secara garis besar, pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pemeriksaan

1. Laboratorium rutin dan khusus untuk menentukan etiologi dan mengetahui fungsi hati (darah, urin, tinja, dan keringat)

2. Pencitraan, untuk menentukan patensi saluran empedu dan menilai parenkim hati

Biopsi hati, terutama bila pemeriksaan lain belum dapat menunjang diagnosis atresia bilier.

2.9 Pemeriksaan Penunjang

2.9.1 Laboratorium

a. Pemeriksaan rutin :2,6

Pada setiap kasus kolestasis harus dilakukan pemeriksaan kadar komponen bilirubin untuk membedakannya dari hiperbiliruhinemia fisiologis. Selain itu dilakukan pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi hati termasuk transaminase serum (SGOT, SGPT, gamma glutamil transferase), alkali fosfatase, waktu protrombin dan tromboplastin, ureum, kreatinin, elektroforesis protein, bilirubin urin, asam empedu serum, empedu dalam tinja. Kadar bilirubin direk < 4 mg/dl tidak sesuai dengan obstruksi total. Peningkatan kadar SGOT/SGPT >10x dengan peningkatan GGT 10 x< 5 x

SGPT (peningkatan dari N )> 10 x< 5 x

( GT (peningkatan dari N )< 5 x> 5 x

b. Pemeriksaan khusus1,2,7Sebagian ahli menganggap pemeriksaan aspirasi duodenum (DAT) merupakan upaya diagnostik yang cukup sensitif, tetapi sebagian lain menyatakan bahwa pemeriksaan ini tidak lebih baik dari pemeriksaan tinja, 3 porsi. Oleh karena itu, saat ini, DAT tidak terlalu sering dikerjakan. Tetapi ada yang menyatakan bahwa kepekaannya dapat ditingkatkan dengan mengumpulkan cairan duodenum selama 24 jam. Pasien minum seperti biasa dan cairan duodenum diambil setiap jam. Spesimen terakhir diambil setclah pemberian (minyak jagung untuk merangsang kontraksi kandung empedu). Bila setelah 24 jam, tidak diperoleh empedu, maka kemungkinan atresia bilier sebesar 78%. Ahli lain mengkombinasi pemeriksaan DAT dengan pemeriksaan sintigrafi. Pemeriksaan penunjang awal pada kolestasis intrahepatik adalah pemeriksaan serologis TORCH, petanda hepatitis B (bayi dan ibu), serta kadar (l-antitripsin dan fenotipenya. Sedangkan pemeriksaan lainnya dilakukan atas indikasi seperti pemeriksaan hormon tiroid, asam amino serum dan urin, kultur darah dan urin, zat reduktor di urin, galaktosa-l-fosfat uridil transferase. uji klorida keringat, dan pemeriksaan kromosom.

2.9.2 Pencitraan

a. Pemeriksaan ultrasonografi2,6,7

Pemeriksaan dilakukan setelah pasien dipuasakan selama 4 jam. Tidak ditemukannva kandung empcdu, atau kandung empedu yang kecil mendukung diagnosis atresia bilier. Namun demikian, adanya kandung empedu tidak menyingkirkan kemungkinan atresia bilier, yaitu atresia bilier tipe I/distal.Thoeni (1990) mengemukakan bahwa akurasi diagnostik USG 77%, dan dapat ditingkatkan bila pemeriksaan dilakukan dalam tiga fase yaitu pada keadaan puasa, saat minum, dan sesudah minum. Bila pada saat atau sesudah minum, kandung empedu berkontraksi, maka kemungkinan besar (90%), atresia bilier dapat disingkirkan. Selain itu, pemeriksaan ini juga dapat mendeteksi adanya kista duktus koledokus, batu kandung empedu, tumor.

Dengan demikian, pemeriksaan ultrasonografi merupakan prosedur yang sederhana dan noninvasif, yang sedapat mungkin dikerjakan terhadap semua bayi kolestasis.

b. Sintigrafi hati2,6,7

Dalam beberapa tahun terakhir ini, pemeriksaan sintigrafi dengan isotop 99Tc-DISIDA dianggap sebagai baku emas upaya diagnosis dini atresia bilier.

Sebelum pemeriksaan dilakukan, diberikan fenobarbital 5 mg/kg/hari (peroral, dibagi dalam 2 dosis), selama 5 hari. Fenobarbital akan meningkatkan ekskresi isotop sehingga diharapkan akurasi pemeriksaan juga meningkat.

Pada hepatitis, pengambilan isotop oleh hepatosit berlangsung lambat tetapi dengan ekskresinya ke usus normal. Pada atresia bilier, proses pengambilan isotop normal tetapi dalam waktu >6 jam, tidak ditemukan ekskresi ke usus. Dilain pihak, pada kolestasis intrahepatik yang berat juga tidak akan ditemukan ekskresi isotop ke duodenum dan menyebabkan angka positif palsu sebesar 20%.

Untuk meningkatkan sensitifitas dan spesifisitasnya pemeriksaan sintigrafi, dilakukan penghitungan indeks hepatik (penyebaran isotop di hati dan jantung), pada menit ke 10. Indeks hepatik >5, dapat menyingkirkan kemungkinan atresia bilier, sedangkan indeks hepatik 3000 bahkan dapat mencapai > 7000.

c.Pemeriksaan kolangiografi2,6,7

Pemeriksaan ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangiography Pancreatography ) merupakan upaya diagnostik dini yang berguna untuk membedakan antara atresia bilier dengan kolestasis non surgikal (seperti hepatitis neonatal dan sindrom Alagille). Tetapi prosedur ini jarang dilakukan karena memerlukan anestesi umum dengan instrumen yang canggih, dan teknis pelaksanaan yang sulit.

Setelah dilakukan berbagai uji diagnostik, tidak jarang, diagnosis atresia bilier masih tetap meragukan. Dalam hal ini, dapat dilakukan kolangiografi operatif dengan anestesi lokal. Bila terbukti atresia bilier, dilakukan eksplorasi lebih lanjut dengan anestesi umum. Pemeriksaan ini terutama efektif untuk menilai atresia bilier tipe I'.

2.9.3. Biopsi hati2,6,7

Gambaran histopatologis hati dapat membantu menentukan perlu tidaknya laparatorni eksplorasi. Bahkan beberapa penulis beranggapan bahwa ganibaran histopatologis hati merupakan upaya diagnostik atresia bilier yang paling dapat diandalkan. Seorang ahli patologi yang berpengalaman. dapat meningkatkan akurasi diagnosis menjadi 90-95%.

Pada hepatitis neonatal umumnya ditemukan infiltrat inflamasi di lobulus yang disertai dengan nekrosis hepatoseluler, sehingga terlihat gambaran lobuler yang kacau. Selain itu ditemukan sel raksasa, fibrosis porta, dan proliferasi duktus ringan. Gambaran histopatologis yang menunjang diagnosis atresia bilier adalah proliferasi duktus bilier dan sumbatan empedu, fibrosis porta dan edema, tetapi arsitektur lobulernya masih normal. Histopatologis hati pada atresia bilier dapat dibagi menjadi 5 stadium :

I. Stadium I : proliferasi duktus bilier, granula pigmen empedu di hepatosit, dan sumbatan empedu interseluler;

II. Stadium II : daerah porta tampak membulat dan membengkak, disertai dilatasi pembuluh limfe, dan proliferasi duktuler di daerah marginal porta (usia 4-7 minggu).

III. Stadium III : mulai terjadi fibrosis di daerah porta dan periporta disertai dengan meluasnya proliferasi duktuler ke periporta. Infiltrat inflamasi berkurang;

IV. Stadium IV : Terjadi pada usia > 10 minggu. Fibrosis periporta meluas ke parenkim sekitarnya, struktur duktuler berkurang. sedangkan lumen duktus yang masih ada tampak melebar dan tersumbat empedu. Duktus interlobuler mengalami kolangitis fibrosa dengan penyempitan lumen yang tidak beraturan;

V. Stadium V : terjadi pada usia > 12 minggu. Menunjukkan suatu proses progresif sirosis bilier sekunder yang ditandai dengan regenerasi noduler di parenkim dan fibrosis septal perinoduler. Bila gambaran histopatologis hati telah menunjukkan adanya sirosis, maka keadaan ini merupakan indikasi kontra operasi korektir.

Gambaran histologik hati yang mengarah ke atresia bilier mengharuskan intervensi dini Namun, tidak dianjurkan untuk melakukan biopsi pada usia < 6 minggu.

2.10 PenatalaksanaanPenanganan kolestasis mencakup beberapa aspek yang luas. Dari segi gizi masalah utama adalah pemberian makanan yang adekuat untuk menunjang penderita tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin, selain menghindari akibat buruk adanya gangguan metabolisme asam empedu. Pertumbuhan merupakan hal yang sangat penting karena tidak hanya menggambarkan pengobatan yang berhasil, tetapi juga pertumbuhan yang baik diperlukan untuk persiapan pencangkokan hati bila nanti diperlukan. Terjadinya malnutrisi dapat diakibatkan pelbagai faktor. Menurunnya asupan makanan akibat anoreksia, penyakit yang hilang timbul, rasa sakit, asites dan mungkin defisiensi Zn akibat terganggunya aliran empedu, tidak saja dapat mengakibatkan kerusakan hepatosit tetapi juga akan mengganggu penyerapan lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak.8 Dasar pengobatan kolestasis terdiri atas 3 bagian utama,8

1. Pengobatan yang memperbaiki aliran empedu

2. Pengobatan nutrisi

3. Pengobatan etiologik

2.10.1 Terapi medikamentosa Terapi medikamentosa bertujuan untuk1,2,8

a. Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam empedu (asam litokolat), dengan memberikan :

i. Fenobarbital 5 mg/kg/hari dibagi dua dosis, peroral.1,2

Banyak peneliti yang mengatakan bahwa fenobarbital dapat merangsang pembentukan enzim dan memperbaiki fungsi Na+-K+ ATP-ase. Enzim ini berguna dalam proses pernasukan garam empedu dari sunusoid ke hepatosit kemudian masuk ke kanalikulus. Fenobarbital mempunyai efek merangsang sitokrom 450 yang akan mengakibatkan hidroksilasi asam empedu. Fenobarbital juga merangsang UDP glukoronil transferase yang akan menyebabkan peningkatan pembentukan glukorinide asam empedu yang mudah larut sehingga pengeluaran zat tersebut melalui empedu dan urin meningkat meskipun hal ini tidak berperan penting sekali. Selain itu fenobarbital berguna mengurangi rasa gatal.1,2,4,8

ii. Kolestiramin 1 g/kg/hari dibagi 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian susu. Kolestiramin memotong siklus enterohepatik asam empedu sekunder.1,2Kolestiramin adalah zat yang dapat menyerap asam empedu dan anion lain di dalam lumen usus yang akan menurunkan pemasukan asam empedu dari usus. Manfaat ini lebih menonjol manakala diberikan setelah makan. Zat ini lebih rentan terhadap asam empedu yang hidrofobik dan toksis dibandingkan dengan asam empedu yang hidrofilik yang kurang bahkan tidak toksis. Anti gatal juga ada pada kolestiramin tapi mekanisme kerjanya tidak jelas oleh karena tidak ada hubungan antara adanya asam empedu di dalam serum maupun di dalam kulit dengan gatal-gatalnya. Kolestiramin biasanya diberikan bersama-sama air buah atau makanan lain. Sebaiknya 2 jam setelah dan sebelum pemberian kolestiramin tidak diberikan obat apapun. Efek samping kolestiramin yaitu bertambahnya steatorea akibat menurunnya asam empedu, kontipasi asidosis metabolik hiperkloremik. Obat ini tidak boleh diberikan kepada penderita atresia bilier dan penderita yang telah mengalami operasi Roux-en Y portoenterostomi, karena akan menyebabkan kolangitis mekanik akibat sumbatan oleh karena adanya penumpukan kolestiramin pada saluran cerna.4,8

b. Melindungi hati dari zat toksik, dengan memberikan

Asam ursodeoksikolat, 3-10 mg/kg/hari, dibagi 3 dosis, peroral.1,2 Asam ursodeoksikholat mempunyai daya ikat kompetitif terhadap asam litokholat yang hepatotoksik.1,2 Asam ursodeoksikolat (AUDK) adalah 7-Beta-epimer kenodioksikolat yang bersifat lebih hidrofilik dan kurang begitu toksis dibandingkan dengan asam empedu lainnya. 8,9 AUDK yang diberikan secara oral menghambat masuknya asam empedu yang lebih toksis melalui ileum terminal. Hal ini akan menyebabkan menurunnya ekskresi asam kolat dan kenodeoksikolat, yang berarti bahwa absorbsi kedua zat itu menurun. Litokolat jauh lebih sulit larut dalam air dibandingkan dengan AUDK, sehingga AUDK lebih cepat memasuki parenkim hati daripada litokolat. Oleh karena itu litokolat akan segera didorong keluar kembali oleh ursodeoksikolat sehingga hati dilindungi dari asam empedu yang toksik.8,9

Ursodeoksikolat mempunyai sifat detergen lemah oleh karena itu dapat merangsang aliran empedu tidak saja ke arah kanalikulus (osmotic choleresis) tetapi juga kehadiran zat itu di dalam sel hati akan memeras air dan elektrolit ke dalam kanalikulus. Itulah sebabnya ursodeoksikolat disebut zat kloretik (chloretic agent).8,9

AUDK adalah asam empedu yang juga mempunyai sifat membantu pencernaan lemak. Pada kolestasis, terjadi penurunan asam empedu, sehingga ursodeoksikolat dapat menggantikan fungsi empedu terutama dalam proses absorpsi lemaak. Enzim-enzim pankreas dan pengosongan kantong empedu dapat dipacu oleh ursodeoksikolat. Upaya ini berfungsi untuk membantu pencernaan agar berjalan lancar, selain itu ursodeoksikolat dapat merangsang pengeluaran bikarbonas sehingga suasana di dalam duodenum menjadi basa yang memungkinkan enzim-enzim pencernaan bekerja optimal. AUDK juga dapat merangsang sekresi bilirubin, yang menyebabkan metbolisme bilirubin berjalan lancar. Oleh karena itu ursodeoksikolat dalam memperbaiki aliran empedu serta membantu pencernaan nutrien dengan baik sehingga proses tumbuh kembang berjalan dengan mulus. 8,9

Selain itu AUDK mungkin mempengaruhi MHC (Major Histocompatibility Complex). Sel hati yang sakit akan mengeluarkan APC (Antigen Presenting Cell) berupa molekul MHC kelas I yang diduga bermanfaat dalam mengundang sel limfosit T sitotoksis untuk menghancurkan sel yang tercemar. Kehadiran antigen MHC kelas I pada permukkan hepatosit dapat membantu menerangkan terjadinya nekrosis pada daerah periportal dan globuler pada penyakit sirosis bilier primer. Ursodeoksikolat dapat menekan ekspresi antigen MHC kelas I pada hepotasit, oleh karena itu target sel untuk sitotoksis juga berkurang sehingga kerusakan jaringan hati dapat dihindari. 8,9c. Mencegah perkembangan menjadi sirosis dengan memberikan

Colchicine (antifibrotik) 0,025 mg/kg/hari peroral1,2,8d. Bila telah terjadi gagal hati akibat sirosis, maka penanganannya sesuai dengan situasi dan kondisi.1,2e. Terapi etiologik kolestasis intrahepatik yang dapat diobati dengan terapi medikamentosa.1,8Mencari penyebab kolestasis memerlukan sarana dan biaya yang tidak kecil, selain itu banyak penyebab kolestasis yang belum diketahui. Penyebab kolestasis dibagi dalam 2 golongan yaitu : golongan pertama yang dapat diobati misalnya tuberkulosis, toksoplasmosis, herpes dan sepsis, selain penyakit metabolisme Cu seperti penyakit Wilson. Adapun yang tidak dapat diobati misalnya hepatitis B, C, defisiensi alfal anti tripsin dan lain-lain.8

Untuk mengobati tuberkulosis hati harus diperhatikan obat-obatan yang tidak hepatotoksis. Sedangkan pengobatan terhadap toksoplasmosis biasanya diberikan spiramisin dengan dosis 50 mg/kg /hari dibagi dalam 3 dosis.8

Untuk penyakit herpes diberikan asiklovir, diberikan dosis 1/2 dosis dewasa/kg/hari untuk anak di bawah 2 tahun.8 Untuk mengatasi sepsis seyogyanya penderita mendapat antibiotika yang adekuat, sedangkan penderita yang menunjukkan test CMV IgG meningkat, IgM yang positif sedang dicoba pemberikan isoprinosin dengan dosis 50 mg/kg/hari.82.10.2 Terapi nutrisiPengobatan nutrisional menjadi hal yang sangat perlu untuk menghindari gejala sisa yang permanen dan memperbaiki kualitas hidup. Yang paling mencolok yaitu gangguan pencernaan lemak serta vitamin-vitamin yang larut di dalamnya sebagai akibat menurunnya produksi asam empedu kreatinin, kadar serum Ca dan P dan juga kadar serum 25 OHD.1,2,8

Oleh karena itu terapi nutrisi bertujuan untuk memungkinkan anak untuk tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin.1 Maka dilakukan :

1. Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglicerides (MCT) untuk mengatasi malabsorbsi lemak,

2. Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak, dengan memberikan tambahan 1,2,8:

a. Vitamin A 10.000 U/hari, dengan zinc 1 mg/kg

b. Vitamin D 5000-8000 lU vitamin D2 atau hidroksikolekalsiferol 3-5ug/kg/hari

c. Vitamin E ((-tocopherol acetate) 150 U/hari

Kekurangan vitamin E akan menyebabkan penyakit neuromuskuler degeneratif yang progresif. vitamin E dan esternya sangat memerlukan asam empedu untuk proses penyerapannya. Pada kolestasis yang mengalami defisiensi vitamin E bersama-sama dengan hiperlipidemia akan menghasilkan kadar vitamin E dalam serum yang normal akibat adanya hiperlipidemia di atas. Vitamin E berguna sebagai anti oksidan terhadap zat yang membahayakan jaringan tubuh.

Vitamin E berguna pada penderita yang berat dan sedang menunggu transplantasi hati, karena zat tersebut akan menghindari prepusi jaringan akibat defisiensi vitamin E.

d. Vitamin K (yang larut dalam air) 2,5 - 5 mg/hari

Ada 3 macam vitamin K yaitu vitamin K1 (Phylloquinone), vitamin K2 (menaquinone) dan vitamin K3 (menadione). Kekurangan vitamin ini dapat dilihat manakala waktu protrombin memanjang melebihi waktu parsial trombpiastin. Pada penderita kolestasis kronik dengan kadar bilirubin yang menetap dan aliran empedu yang buruk perlu dilakukan pengobatan vitamin K dengan dosis 2,5 - 5 mg yang diberikan 2 - 7 kali seminggu. Pemberian ini mutlak harus diberikan manakala penderita akan menjalani operasi.

e. Kalsium dan fosfor, bila dianggap perlu.

2.10.3 Terapi bedah2

Segera setelah diagnosis atresia bilier ditegakkan, dilakukan intenvensi bedah portoenterostomi terhadap atresia bilier yang dapat dikoreksi yaitu tipe I dan II.Di negara maju, dilakukan transplantasi hati terhadap penderita

1. Atresia bilier tipe III

2. Telah mengalami sirosis

3. Kualitas hidup buruk, dengan proses tumbuh-kembang yang sangat terhambat

4. Pasca operasi portoenterostomi yang tidak berhasil memperbaiki aliran asam empedu.

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, tidak mudah untuk menegakkan diagnosis kolestasis pada bayi. Bila semua pemeriksaan yang diperlukan telah dilakukan tetapi diagnosis atresia bilier masih meragukan, maka Fitzgerald (1986), menganjurkan untuk melakukan laparatomi eksplorasi pada keadaan sebagai berikut:

5. Bila feses tetap akolik dengan bilirubin direk > 4 mg/dI atau terus meningkat, meskipun telah diberikan fenobarbital dan dilakukannya uji prednison selama 5 hari

6. GGT meningkat lebih dari 5 kali,

7. Tidak ada defisiensi (l-antitripsin,

8. Pada sintigrafi tidak ditemukan ekskresi ke usus.

2.11 Prognosis

Kolestasis menunjukkan suatu keadaan patologis pada hepatobilier betapapun ringannya ikterus tersebut. Oleh karena itu, harus dilakukan pemeriksaan intensif sedini mungkin agar dapat mencegah terjadinya kerusakan hati yang permanen dan progresif. Prognosis kolestasis intrahepatik tergantung dari penyakit penyebab dan banyaknya kerusakan sel sel hati. Kolestasis yang terjadi oleh karena sepsis, prognosisnya baik. Pada kasus kolestasis ekstrahepatil seperti atresia bilier misalnya, bila intervensi bedah dilakukan pada umur < 8 minggu, angka keberhasilannya adalah 80% sedangkan pembedahan yang dilakukan pada usia > 12 minggu angka keberhasilannya hanya 20%. Tanpa intervensi bedah, rata-rata usia kematian adalah 11 bulan, dan 99% pasien meninggal pada usia 2 tahun. Pada saat ini, dengan intervensi bedah dini sejumlah 36-56% pasien hidup sampai usia 5 tahun. Bila pasca operasi aliran empedu hanya mengalami perbaikan parsial, paling tidak anak mendapat kesempatan untuk tumbuh dan berkembang sebaik mungkin, sebelum diputuskan perlu tidaknya transplantasi hati.1,2,10

Konsentrasi asam empedu intraluminal sedikit

Retensi/Regurgitasi

Asam empedu

Pruritus

Hepatotoksik

Bilirubin

Ikterus

Kolesterol

Xantelasma

Hiperkolesterolemia

Penumpukan trace elements (tembaga dll)

Malabsorpsi

Lemak

Malnutrisi

Retardasi pertumbuhan

Vitamin larut dalam lemak

A : kulit tebal, rabun senja

D : Osteopenia

E : Degenerasi neuromuskuler

K : Hipoprotrombinemia

Diare/steatorea

Penyakit hati progresif (sirosis bilier)

Hipertensi porta

Gagal Hati

Hipersplenisme

Ascites

Perdarahan (varises)

KOLESTASIS

Gambar 2.1. Manifestasi Umum kolestasis1,2,4

Gambar.2.2 Algoritmik diagnosis kolestasis pada bayi, terutama atresia bilier

USG

(Patensi duktus biliaris)

Kolestasis

Anamnesis : Riwayat penyakit dalam keluarga tidak ada, berat lahir normal

Klinis : keadaan umum baik, tidak dismorfik

Tinja 3 porsi : dempul, tidak berfluktuasi

Laboratorium rutin : bilirubin direk > 6 mg/ml, SGOT/SGPT < 10x, GGT > 10x

TIDAK

YA

Kolestasis Intrahepatik?

Infeksi, kelainan metabolisme, genetik

Kolestasis ekstrahepatik?

Pemeriksaan penyaring

Metabolik

Analisis kromosom

Infeksi serologis

Kultur

Petanda hepatitis

Ikuti sampai sembuh

Atresia bilier?

Kolestasis intrahepatik

Lakukan Pemeriksaan dan ikuti sampai sembuh

Scintigrafi

(patensi duktus biliaris?)

(usia > 1 bulan)

Paten

Tidak Paten

Biopsi Hati

Gambaran atresia bilier

TIDAK

YA

TIDAK

YA

Kolestasis Intrahepatik

Sirosis Bilier

Kolestasis Intrahepatik

Lakukan Pemeriksaan dan ikuti sampai sembuh

Gambar 2.3 Algoritmik diagnosis kolestasis intrahepatik

KOLESTASIS INTRAHEPATIK

INFEKSI

METABOLIK

IDIOPATIK

Titer serologis TORCH ibu dan bayi

Petanda hepatitis B, C, ibu dan bayi

Kultur darah

Tes VDRL

1. Kelainan yang diturunkan

- Galaktosemia

Riwayat keluarga

Substansi reduksi di urin

UDPG 1-transferase di eritrosit

- Defisisensi alfa 1 antitripsin

yang rendah atau (-) dengan

fenotif yang mneyokong

- Cystic fibrosis

Riwayat keluarga

Uji keringat

- Kelianan endokrinologi

Atas indikasi

2. Didapat

- Kolestasis akibat nutrisis

parenteral total

Hentikan pemberian TPN

Sindrom hepatitis neonatal

Pastikan dengan biopsi hati perkutaneus

Fibrosis hati kongenital

Pastikan dengan biopsi hati

Kolestasis intrahepatik familial

Kadar kolesterol serum normal atau rendah

Pastikan dengan biopsi hati

5