lp.anemia
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ANEMIA
Oleh :
Dhian Cattleya Putri
P.17420111048
PRODI DIII KEPERAWATAN SEMARANG JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG
2012
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ANEMIA
I. Pengertian
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan atau hitung eritrosit lebih rendah
dari normal. Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah Hb dalam 1mm3
darah atau berkurangnya volume sel yang didapatkan (packed red cells volume) dalam
100 ml darah. (Ngastiyah.1997).
Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah normal sel darah merah, kualitas
hemoglobin dan volume packed red blood cells (hematokrit) per 100 ml (Price,
2006:256)
Catatan : Kadar Hb normal menurut WHO :
II. Klasifikasi Menurut Etiologi Anemia
a. Anemia karena produksi eritrosit menurun
1. Kekurangan bahan untuk eritrosit (anemia defisiensi besi, dan
anemia defisiensi asam folat/anemia megaloblastik)
2. Gangguan utilisasai besi (anemia akibat penyakit kronik, anemia
sideroblastik)
3. Kerusakan jaringan sumsum tulang (atrofi dengan penggantian
oleh jaringan lemak ; anemia aplastik, penggantian oleh jaringan
fibrotik/tumor ; anemia leukoeritroblastik/mieloplastik.
4. Fungsi sumsum tulang kurang baik karena tidak diketahui.
(anemia diserotropoetik, anemia pada sindrom mielodisplastik)
b. Kehilangan eritrosit dari tubuh.
1. Anemia pasca perdarahan akut.
1
Kelompok Umur Hemoglobin
Anak 6 bulan – 6 tahun 11
6 tahun – 14 tahun 12
Dewasa Laki – laki 13
Wanita 12
Wanita hamil 11
2. Anemia pasca perdarahan kronik.
c. Peningkatan penghancuran eritrosit dalam tubuh (hemolisis)
1. Faktor ekstrakorpuskuler
Antibodi terhadap eritrosit : (autoantibodi-AIHA,
isoantibodi-HDN)
Hipersplenisme
Pemaparan terhadap bahan kimia
Akibat infeksi
Kerusakan mekanik
2. Faktor intrakorpuskuler
Gangguan membran (hereditary spherocytosis, hereditary
elliptocytosis)
Gangguan enzim (defisiensi piruvat kinase, defisiensi
G6PD)
Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati structursl,
thalasemia)
(Bakta, 2003:15,16)
III. Klasifikasi Menurut Morfologi Anemia
Anemia normositik normokrom : MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg
Sel darah merah memiliki ukuran dan bentuk normal serta mengandung
jumlah hemoglobin dalam batas normal.
1. Anemia pasca perdarahan akut.
2. Anemia aplastik.
3. Anemia hemofilik didapat.
4. Anemia akibat penyakit kronik.
5. Anemia pada gagal ginjal kronik.
6. Anemia pada sindrom mielodisplastik
7. Anemia leukimia akut.
Anemia normokrom makrositik : MCV > 95 fl
Sel darah merah memiliki ukuran yang lebih besar dari pada normal tetapi
kandungan hemoglobin dalam batas normal (MCH meningkat dan MCV
normal).
2
1. Bentuk megaloblasik
a) Anemia defisiensi asam folat
b) Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa.
2. Bentuk non-megaloblastik
a) Anemia pada penyakit hati kronik
b) Anemia pada hipotiroidisme.
c) Anemia pada sindrom mielodisplastik.
Anemia hipokrom mikrositik : MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg
Sel darah merah memiliki ukuran sel yang kecil dan pewarnaan yang
berkurang atau kadar hemoglobin yang kurang (penurunan MCV dan
penurunan MCH)
1. Anemia defisiensi besi.
2. Thalasemia major.
3. Anemia akibat penyakit kronik
4. Anemia sideroblastik
Anemia yang terjadi akibat menurunnya produksi SDM antara lain :
Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi merupakan gejala kronis dengan keadaan hipokromik
(konsentrasi Hb berkurang), mikrositik yang disebabkan oleh suplai besi kurang
dalam tubuh, kurangnya besi berpengaruh dalam pembentukan Hb sehingga
konsentrasinya dalam SDM berkurang, hal ini akan mengakibatkan tidak
adekuatnya pengangkutan oksigen keseluruh jaringan tubuh. Pada keadaan
normal kebutuhan besi orang dewasa adalah 2-4 mg. Pada laki-laki kebutuhan
besi adalah 50mg/kgBB dan pada wanita 35mg/kgBB (Lawrence M tierney,
2003) dan hampir 2/3 terdapat dalam Hb. Absorbsi besi terjadi di lambung,
duodenum dan jejunum bagian atas adanya erosi esofagitis, gaster, ulser
duodenum, kanker dan adenoma kolon akan mempengaruhi absorbsi besi.
Anemia megaloblastik
Anemia yang disebabkan karena rusaknya sintesis DNA yang mengakibatkan
tidak sempurnanya SDM. Keadaan ini disebabkan karena defisiensi vitamin
B12 dan asam folat. Karakteristik SDM ini adalah adanya megaloblas
3
abnormal, prematur dengan fungsi yang tidak normal dan dihancurkan semasa
dalam sumsum tulang sehingga terjadinya eritropoeisis dengan masa hidup
eritrosit yang lebih pendek, yang akan mengakibatkan leucopenia,
trombositopenia.
Anemia defisiensi vitamin B12
Merupakan gangguan autoimun karena tidak adanya faktor intrinsik yang
diproduksi di sel parietal lambung sehingga terjadi gangguan absorbsi vitamin
B12.
Anemia defisiensi asam folat
Kebutuhan folat sangat kecil biasanya terjadi pada orang yang kurang makan
sayuran dan buah-buahan, gangguan pada pencernaan, alkolik dapat
meningkatkan kebutuhan folat, wanita hamil, masa pertumbuhan. Defisiensi
asam folat juga dapat mengakibatkan sindrom malabsorbsi.
Anemia aplastik
Terjadi akibat ketidaksanggupan sumsum tulang untuk membentuk sel-sel darah.
Kegagalan tersebut disebabkan oleh kerusakan primer atau zat yang dapat
merusak sumsum tulang (mielotoksin)
Anemia karena meningkatnya destruksi atau kerusakan SDM dapat terjadi
karena hiperaktifnya RES
Meningkatnya destruksi SDM dan tidak adekuatnya produksi SDM biasanya karena
faktor-faktor:
Kemampuan respon sumsum tulang terhadao penurunan SDM kurang karena
meningkatnya jumlah retikulosit dalam sirkulasi darah
Meningkatnya SDM yang masih muda dalam sumsum tulang dibandingkan yang
matur atau matang.
Ada atau tidaknya hasil destruksi SDM dalam sirkulasi (peningkatan kadar
bilirubin)
Anemia yang terjadi akibat meningkatnya destruksi/kerusakan SDM antara lain:
Anemia hemolitik
4
Anemia hemolitik terjadi akibat peningkatan hemolisis dari eritrosit sehingga
usia SDM lebih pendek yang disebabkan oleh : 5% dari jenis anemia, herediter,
Hb abnormal, membran eritrosit rusak, thalasemia, anemia sel sabit, reaksi
autoimun, toksik, kimia, pengobatan, infeksi, kerusakan fisik.
Anemia sel sabit
Anemia sel sabit adalah anemia hemolitik berat yang ditandai dengan SDM kecil
sabit, dan pembesaran limfa akibat kerusakan molekul Hb.
IV. Etiologi
Faktor penyebab terjadinya anemia antara lain:
Perdarahan hebat 1. Akut (mendadak)
2. Kecelakaan
3. Pembedahan
4. Persalinan
5. Pecah pembuluh darah
Kronik (menahun) 1. Perdarahan hidung
2. Wasir (hemoroid)
3. Ulkus peptikum
4. Kanker atau polip di saluran
pencernaan
5. Tumor ginjal atau kandung
kemih
6. Perdarahan menstruasi yang
sangat banyak
Berkurangnya pembentukan sel darah
merah
1. Kekurangan zat besi
2. Kekurangan vitamin B12
3. Kekurangan asam folat
4. Kekurangan vitamin C
5. Penyakit kronik
Meningkatnya penghancuran sel darah
merah
1. Pembesaran limpa
2. Kerusakan mekanik pada sel darah
merah
3. Reaksi autoimun terhadap sel darah
5
merah
4. Hemoglobinuria nokturnal
paroksismal
5. Sferositosis herediter
6. Elliptositosis herediter
7. Kekurangan G6PD
8. Penyakit sel sabit
9. Penyakit hemoglobin C
10. Penyakit hemoglobin S-C
11. Penyakit hemoglobin E
12. Thalasemia
Kegagalan dan kerusakan sumsum tulang 1. Anemia aplastik
2. Keganasan
3. Osteoporosis
4. Myelo fibrosis (penyakit ginjal kronis
dan defisiensi vitamin D)
V. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan
sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum (misal.berkuranganya
eritropoesis) dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pejanan toksik, invasi tumor, atau
kebnyakan penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui
peradarahan atau hemolisis( destruksi). Pada kasus yang disebut terakhir, masalahnya
dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahahan sel darah merah
normal atau akibat beberapa faktor diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi
sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam
sistem retikuloendotelia, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses
ini bilirubin yang terbentuk dalam fagosit, akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan
destruksi sel darah merah segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma
( konsentrasi normalanya 1 mg/ dl atau kurang ; kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan
ikterik pada sklera)
Apabila sel darah merah mengalami pengancuran dalam sirkulasi, seperti yang
terjadi pada berbagai kelainan hemolitik, maka akan muncul dalam plasma
(hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasma melebihi kapasitas haptoglobin plasma
6
(protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya (mis. Apabila
jumlahnya lebih dari sekitar 100 mg/dl ) hemoglobin akan terdifusi dalam glomerulus
ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria). Jika ada atau tidak adanya hemoglobinemia
atau hemoglobinuria dapat memberikan informasi mengenai lokasi penghancuran sel
darah merah abnormal pada pasien dengan hemolisi dan dapat merupakan petunjuk
untuk mengetahui sifat proses hemolitik tersebut. (Suddart and Brunner, 2001)
VI. Pathway
*terlampir
VII. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita anemia antara lain :
a. Cardiomegaly
b. Congestive heart failure
c. Gastritis
d. Paralysis
e. Paranoid
f. Hallucination and delusion
g. Infeksi genoturia
VIII. Terapi
Tujuan utama dari terapi anemia adalah untuk identifikasi dan perawatan karena
penyebab kehilangan darah,dekstruksi sel darah atau penurunan produksi sel darah
merah.pada pasien yang hipovelemik:
pemberian tambahan oksigen, pemberian cairan intravena.
resusitasi pemberian cairan kristaloid dengan normal salin.
tranfusi kompenen darah sesuai indikasi
(Catherino,2003:416)
Evaluasi Airway, Breathing, Circulation dan segera perlakukan setiap kondisi yang
mengancam jiwa. Kristaloid adalah cairan awal pilihan (Daniel, direvisi tanggal 22
Oktober 2009)
Acute anemia akibat kehilangan darah:
7
a. Pantau pulse oksimetri, pemantau jantung, dan Sphygmomanometer.
b. Berikan glukokortikoid serta agen antiplatelet (aspirin) sesuai indikasi.
c. Berikan 2 botol besar cairan intravena dan berikan 1-2 liter cairan kristaloid dan
juga pantau tanda-tanda dan gejala gagal jantung kongestif iatrogenik pada
pasien.
d. Berikan plasma beku segar (FFP), faktor-faktor koagulasi dan platelet, jika
diindikasikan.
e. Pasien dengan hemofilia harus memiliki sampel terhadap faktor deficiency yang
dikirim untuk pengukuran.
f. Pasien hamil dengan trauma yang ada kecurigaan terhadap adanya Feto-transfer
darah ibu harus diberikan imunoglobulin Rh-(Rhogam) jika mereka Rh negatif.
g. Setelah pasien stabil, mulailah langkah-langkah spesifik untuk mengobati
penyebab pendarahan.
(Daniel, direvisi tanggal 22 Oktober 2009)
Terapi yang diberikan pada pasien dengan anemia dapat berbeda-beda tergantung dari
jenis anemia yang diderita oleh pasien. Berikut ini beberapa terapi yang diberikan pada
pasien sesuai dengan jenis anemia yang diderita:
a. Anemia Deficiensi Besi
Setelah diagnosa ditegakkan maka dibuat rencana pemberian terapi berupa:
Terapi kausal: tergantung pada penyebab anemia itu sendiri, misalnya
pengobatan menoragi, pengobatan hemoroid bila tidak dilakukan terapi
kausal anemia akan kambuh kembali.
Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi di dalam
tubuh. Besi per oral (ferrous sulphat dosis 3x200 mg, ferrous gluconate,
ferrous fumarat, ferrous lactate, ferrous suuccinate). Besi parentral, efek
sampingnya lebih berbahaya besi parentral diindikasikan untuk
intoleransi oral berat, kepatuhan berobat kurang, kolitis ulseratif, dan
perlu peningkatan Hb secara cepat seperti pada ibu hamil dan preoperasi.
(preparat yang tersedia antara iron dextran complex, iron sorbitol citric
acid complex).Pengobatan diberikan sampai 6 bulan setelah kadar
hemoglobin normal untuk cadangan besi tubuh.
8
Pengobatan lain misalnya: diet, vitamin C dan transfusi darah. Indikasi
pemberian transfusi darah pada anemia kekurangan besi adalah pada
pasien penyakit jantung anermik dengan ancaman payah jantung, anemia
yang sangat simtomatik, dan pada penderita yang memerlukan
peningkatan kadar hemoglobin yang cepat.dan jenis darah yang
diberikan adalah PRC untuk mengurangi bahaya overload. Sebagai
premediasi dapat dipertimbangkan pemberian furosemid intravena.
(Bakta, 2003:36)
b. Anemia Akibat Penyakit Kronis
Dalam terapi anemia akibat penyakit kronik, beberapa hal yang perlu mendapat
perhatian adalah:
Jika penyakit dasar daat diobati dengan baik, anemia akan sembuh
dengan sendirinya.
Anemia tidak memberi respon pada pemberian besi, asam folat, atau
vitamin B12.
Transfusi jarang diperlukan karena derajaat anemia ringan.
Sekarang pemberian eritropoetin terbukti dapat menaikkan hemoglobin,
tetapi harus diberikan terus menerus.
Jika anemia akibat penyakit kronik disertai defisiiensi besi pemberian
preparat besi akan meningkatkan hemoglobin, tetapi kenaikan akan
berhenti setelah hemoglobin mencapai kadar 9-10 g/dl. (Bakta, 2003:41)
c. Anemia Sideroblastik
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan anemia sideroblastik adalah:
Terapi untuk anemia sideroblastik herediter bersifat simtomatik dengan
transfusi darah.
Pemberian vittamin B6 dapat dicoba karena sebagian kecil penderita
responsif terhadap piridoxin. (Bakta, 2003:44)
d. Anemia Megaloblastik
9
Terapi utama anemia defisiensi vitamin B12 dan deficiensi asam folat adalah terapi
ganti dengan vitamin B12 atau asam folat meskipun demikian terapi kausal dengan
perbaikan gizi dan lain-lain tetap harus dilakukan:
Respon terhadap terapi: retikulosit mulai naik hari 2-3 dengan puncak pada
hari 7-8. Hb harus naik 2-3 g/dl tiap 2 minggu. Neuropati biasanya dapat
membaik tetapi kerusakan medula spinalis biasanya irreverrsible. (Bakta,
2003:48)
Untuk deficiensi asam folat, berikan asam folat 5 mg/hari selama 4 bulan.
Untuk deficiensi vitamin B12: hydroxycobalamin intramuskuler 200
mg/hari, atau 1000 mg diberikan tiap minggu selama 7 minggu. Dosis
pemeliharaan 200 mg tiap bulan atau 1000 mg tiap 3 bulan.
e. Anemia Perniciosa
Sama dengan terapi anemia megaloblastik pada umumnya maka terapi utama
untuk anemia pernisiosa adalah:
Terapi ganti (replacement) dengan vitamin B12
Terapi pemeliharaan
Monitor kemungkinan karsinoma gaster. (Bakta, 2003: 49)
f. Anemia Hemolitik
Pengobatan anemia hemolitik sangat tergantung keadaan klinik kasus tersebut serta
penyebab hemolisisnya karena itu sangat bervariasi dari kasus per kasus. Akan
tetapi pada dasarnya terapi anemia hemolitik dapat dibagi menjadi 3 golongan besar,
yaitu:
Terapi gawat darurat
Pada hemolisis intravaskuler, dimana terjadi syok dan gagal ginjal akut
maka harus diambil tindakan darurat untuk mengatasi syok,
mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, sertaa
memperbaiki fungsi ginjal. Jika terjadi anemia berat, pertimbangan
transfusi darah harus dilakukan secara sangat hati-hati, meskipun
dilakukan cross matchng, hemolisis tetap dapat terjadi sehingga
memberatkan fungsi organ lebih lanjut. Akan tetapi jika syok berat telah
teerjadi maka tidak ada pilihan lain selain transfusi.
10
Terapi Kausal
Terapi kausal tentunya menjadi harapan untuk dapat memberikan
kesembuhan total. Tetapi sebagian kasus bersifat idiopatik, atau
disebabkan oleh penyebab herediter-familier yang belum dapat
dikoreksi. Tetapi bagi kasus yang penyebabnya telah jelas maka terapi
kausal dapt dilaksanakan. (Bakta, 2003:69)
Terapi Suportif-Simtomatik
Terapi ini diberikan untuk menek proses hemolisis terutama di limpa.
Pada anemia hemolitik kronik familier-herediter sering diperlukan
transfusi darah teratur untuk mempertahankan kadar hemoglobin.
Bahkan pada thalasemia mayor dipakai teknik supertransfusi atau
hipertransfusi untuk mempertahankan keadaan umum dan pertumbuhan
pasien. Pada anemia hemolitik kronik dianjurkan pemberian asam folat
0,15-0,3 mg/hari untuk mencegah krisis megaloblastik.
IX. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang sering timbul pada penderita anemia antara lain :
a. Manifestasi umum :
Area Manifestasi klinis
Keadaan umum Pucat , penurunan kesadaran,keletihan berat , kelemahan, nyeri kepala, demam,
dipsnea, vertigo, sensitive terhadap dingin, BB turun.
Kulit Jaundice (anemia hemolitik), warna kulit pucat, sianosis, kulit kering, kuku
rapuh, koylonychia, clubbing finger, CRT > 2 detik, elastisitas kulit munurun,
perdarahan kulit atau mukosa (anemia
aplastik)
Mata Penglihatan kabur, jaundice sclera, konjungtiva pucat
Telinga Vertigo, tinnitus
Mulut Mukosa licin dan mengkilat, stomatitis, perdarahan gusi, atrofi papil lidah,
glossitis, lidah merah (anemia deficiency asam folat).
Paru Dipsneu, takipnea, dan orthopnea
Kardiovaskuler Takikardia, lesu, cepat lelah, palpitasi, sesak waktu kerja, angina pectoris dan
bunyi jantung murmur, hipotensi, kardiomegali, gagal jantung
Gastrointestinal Anoreksia, mual muntah, hepatospleenomegali (pada anemia hemolitik)
Muskuloskletal Nyeri pinggang, sendi
11
System persyarafan Sakit kepala, pusing, tinnitus, mata berkunang-kunang, kelemahan otot,
irritable, lesu perasaan dingin pada ekstremitas.
b. Manifestasi khusus :
1. Anemia aplastik
Ptekie, ekimosis, epistaksis, ulserasi oral, infeksi bakteri, demam,
anemis, pucat, lelah, takikardi, ikterus, hepatosplenomegali.
(Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI, 1985)
2. Anemia defisiensi
Konjungtiva pucat (Hb 6-10 gr/dl), telapak tangan pucat (Hb < 8 gr/dl),
iritabilitas, anoreksia, takikardi, murmur sistolik, letargi, tidur meningkat,
kehilangan minat bermain atau aktivitas bermain. Anak tampak lemas,
sering berdebar-debar, lekas lelah, pucat, sakit kepala, anak tak tampak
sakit, tampak pucat pada mukosa bibir, farink,telapak tangan dan dasar
kuku. Jantung agak membesar dan terdengar bising sistolik yang
fungsional.
X. Fokus Pengkajian
a. Pengkajian Riwayat Keperawatan
Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang
perlu dikaji adalah:
1. Aktivitas/istirahat:
Gejala:
Kelelelahan, kelemahan atau malaise umum
Kehilangan produktivitas dan penurunan tolenrasi aktivitas
Kebutuhan tidur dan istirahat lebih banyak
Toleransi terhadap aktivitas rendah.
Tanda :
Takikardia, takipnea, dispnea saat beraktifitas atau istirahat
Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik dengan
sekitarnya.
Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
Ataksia, tubuh tidak tegak.
12
Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain
yang menunjukkan keletihan.
2. Sirkulasi
Gejala :
Riwayat kehilangan darah kronis (mis : perdarahan GI kronis,
menstruasi berat, DB)
Angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan)
Riwayat endokarditis infektif kronis.
Palpitasi (takikardia kompensasi)
Tanda :
TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi
melebar, hipotensi postural.
Takikardia, disritmia : abnormalitas EKG (mis : depresi segmen ST,
dan pendataran atau depresi gelombang T.
Bunyi jantung : murmur sistolik (DB).
Ekstremitas (warna) : pucat pada kulit dan membran mukosa
(konjunctiva, mulut, faring, bibir, dan dasar kuku)
Pengisian kapiler melambat.
Kuku mudah patah dan berbentuk seperti sendok.
Rambut : kering, mudah patah, menipis, tumbuh uban secara
prematur.
3. Integritas Ego
Gejala : Keyakinan budaya/agama mempengaruhi pemilihn pengobatan
(mis, penolakan tindakan transfusi)
Tanda : Depresi.
4. Eliminasi
Gejala :
Riwayat pielonefritis, gagal ginjal.
Flatulen, sindrom mal absorbsi (DB)
Hematemesis, feses dengan darah segar, melena.
Diare atau kontipasi.
Penurunan haluaran urin.
13
Tanda :
Distensi abdomen
5. Makanan/cairan
Gejala :
Penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani
rendah/masukan produk sereal tinggi (DB)
Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring)
Mual/muntah, dispepsia, anoreksia.
Adanya penurunan berat badan.
Tanda :
Lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan
vitamin B12)
Membran mukosa kering, pucat.
Turgor kulit : buruk, kering, tampak kisut/ hilang elastisitas (DB)
Stomatitis dan glositis (status defisiensi)
Bibir : selitis (bibir dengan sudut mulut pecah)
6. Neurosensori
Gejala :
Sakit kepala berdenyut, pusing, vertigo, tinitus, ketidakmampuan
berkonsentrasi.
Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata.
Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ; parestesia tangan/kaki
(AP) ;klaudikasi.
Sensasi menjadi dingin.
Tanda :
Peka ransang, gelisah, depresi, cenderung tidur, apatis.
Mental : tidak mampu berespon, respon lambat dan dangkal.
Oftalmik : hemoragis retina (AP)
Epistaksis, perdarahan dari lubang-lubang (aplastik)
Gangguan koordinasi, ataksia : penurunan rasa getar dan posisi, tanda
Romberg positif, paralisis (AP)
7. Higiene
14
Tanda : kurang bertenaga, penampilan tidak rapih.
8. Nyeri/kenyamanan
Gejala :
Nyeri abdomen samar, sakit kepala (DB)
9. Pernapasan
Gejala :
Riwayat TB, abses paru.
Napas pendek pada istirahat dan aktifitas.
Tanda :
Takipnea, ortopnea dan dispnea.
10. Keamanan
Gejala :
Riwayat pekerjaan terpajan bahan kimia, mis : benzen, insektisida,
fenilbutazon, naftalen.
Riwayat terpajan radiasi sebagai pengobatan atau kecelakaan.
Riwayat kanker, terapi kanker
Tidak toleran terhadap dingin atau panas.
Transfusi darah sebelumnya.
Gangguan penglihatan
Penyembuhan luka buruk, sering infeksi.
Tanda :
Demam rendah, menggigigl, berkeringat malam.
Limfadenopati umum
Ptekie, ekimosis (aplastik)
11. Seksualitas
Gejala :
Perubahan aliran menstruasi, mis : menoragia atau amenorea.
Hilang libido
Impotensi
Tanda :
Serviks dan dinding vagina pucat.
15
b. Pengkajian Data Diagnostik
Tes diagnostik yang dilakukan diuraikan pada tabel berikut:
Jenis pemeriksaan Interpretasi hasil
Jumlah darah lengkap (JDL) hemoglobin dam hematokrit menurun
Jumlah eritrosit menurun (AP), menurun berat (aplastik); MCV
(volume korpuskular rerata) dan MCH
(hemoglobin korpuskular rerata) menurun dan
mikrositik dengan eritrosit hipokromik (DB),
peningkatan (AP), pansitopenia (aplastik)
Jumlah retikulosit bervariasi, mis : menurun (AP), meningkat (respon
sumsum tulang terhadap kehilangan
darah/hemolisis)
Pewarnaan SDM mendeteksi perubahan warna dan bentuk
LED peningkatan menunjukkan adanya reaki inflamasi,
mis : peningkatan kerusakan SDM atau penyakit
malignansi
Masa hidup SDM berguna dalam membedakan diagnosa anemia
Tes kerapuhan eritrosit menurun (DB)
SDP jumlah sel total sama dengan SDM (diferensial)
mungkin meningkat (hemolitik) atau menurun
(aplastik
Jumlah trombosit menurun (aplastik), meningkat (DB), nornal atau
tinggi (hemolitik)
Hemoglobin elektroforesis mengidentifikasi tipe struktur hemoglobin.
Bilirubin serum (tak berkonjugasi meningkat (AP,hemolitik)
Folat serum dan vitamin B12 membantu mendiagnosa anamia sehubungan
dengan defisiensi masukan /absorpsi.
Besi serum tak ada (DB), tinggi (hemolitik)
TIBC serum meningkat (DB)
Feritin serum menurun (DB)
Masa perdarahan memanjang (aplastik)
LDH serum mungkin meningkat (AP)
Tes Schilling penurunan ekskresi vitamin B12 urin (AP
Analisa gaster penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak
adanya asam hidroklorik bebas (AP)
Aspirasi sumsum tulang sel mungkin tampak berubah dalam jumlah,
ukuran, dan bentuk, membedakan tipe anemia,
16
mis : peningkatan megaloblas (AP), lemak
sumsum dengan penurunan sel darah (aplastik
Pemeriksaan endoskopik dan radiografik memeriksa sisi perdarahan ; perdarahan GI.
XI. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang mungkin terjadi antara lain :
a. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan berkurangnya kompartemen
seluler yang penting untuk menghantarkan oksigen / zat nutrisi ke sel.
b. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan tidak seimbangnya kebutuhan pemakaian
dan suplai oksigen.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya
selera makan.
d. Potensial infeksi berhubungan dengan resiko meningkatnya susceptibilitas
sekunder terhadap penurunan WBC
e. Potensial injury berhubungan dengan resiko deficit sensori motor.
XII. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
1. Perubahan perfusi
jaringan
berhubungan dengan
berkurangnya
kompartemen seluler
yang penting untuk
menghantarkan
oksigen / zat nutrisi
ke sel.
Perubahan perfusi
jaringan teratasi
setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
2x24 jam.
Dengan kriteria
hasil:
1. Menunjukka
n perfusi
jaringan yang
adekuat, mis :
nadi=80-
100kali/menit
1. Monitor tanda-tanda vital,
pengisian kapiler, wama kulit,
membran mukosa.
Rasional: Memberikan
informasi tentang derajat
perfusi jaringan.
2. Atur pasien pada posisi
semifowler.
Rasional: Meningkatkan
ekspansi paru dan
memaksimalkan
oksigenasi untuk
kebutuhan seluler.
3. Kaji adanya keluhan rasa nyeri
17
Pernapasan 18-
24kali/menit
TD=110-12-/
70-80 mmHg
Suhu 36-37oC,
Kadar Hb=13-
16gr%.
Kadar Ht=40-
54%
Jumlah eritrosit
= 4,50-
6,50juta/mmk
PaO2=80-
100mmHg,
membran
mukosa
berwarna
merah muda.
2. Pengisian
kapiler
( capillary refill
akan kembali
<2 detik).
3. Haluaran urin
adekuat
1ml/kgBB/men
it.
4. Pasien
melaporkan
tidak terdapat
palpitasi,angina
,akral
dada dan palpitasi.
Rasional: Mempengaruhi
jaringan miokardial atau
potensial risiko infark.
4. Observasi adanya keterlambatan
respon verbal, kebingungan,
atau gelisah
Rasional: dapat
mengindikasikan
gangguan fungsi serebral
karena hipoksia.
5. Kaji adanya akral dingin, dan
perubahan suhu lingkungan
hangat sesuai kebutuhan tubuh.
Rasional: vasokonstriksi
menurunkan sirkulasi
perifer.
6. Awasi pemeriksaan
laboratorium, mis : Hb/Ht dan
jumlah SDM.GDA.
Rasional :
mengidentifikasi
defisiensi dan kebutuhan
pengobatan/respons
terhadap terapi
7. Berikan SDM darah lengkap
/packed, produk darah sesuai
indikasi.
Rasional : meningkatkan
jumlah sel pembawa
oksigen, memperbaiki
defisiensi untuk
18
dingin,maupun
disorientasi.
menurunkan resiko
perdarahan.
8. Kolaborasi pemberian oksigen
sesuai kebutuhan.
Rasional: memaksimalkan
transpor oksigen ke
jaringan.
2. Intoleransi aktifitas
berhubungan dengan
tidak seimbangnya
kebutuhan pemakaian
dan suplai oksigen.
Intoleransi
aktivitas dapat
teratasi setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 4x24 jam.
Dengan Kriteria
hasil :
1. Pasien
menunjukkan
penurunan
tanda fisiologis
intoleransi, mis
: nadi= 80-
100kali/menit.
Pernapasan 18-
24kali/menit.T
D = 110-
120/70-80
mmHg.
2. Pasien
melaporkan
tidak terdapat
takipnea/dispne
a selama atau
setelah
aktivitas.
1. Kaji kemampuan pasien dalam
melakukan aktivitas sesuai
dengan kondisi fisik.
Rasional: mempengaruhi
pilihan intervensi
2. Monitor tanda-tanda vital
selama dan setelah melakukan
aktivitas.
Rasional :
manifestasi
kardiopulmonal dari
upaya jantung dan paru
untuk membawa jumlah
oksigen adekuat ke
jaringan.
3. Berikan informasi kepada pasien
atau keluarga untuk berhenti
melakukan aktivitas jika telah
terjadi gejala-gejala peningkatan
denyut jantung, peningkatan
tekanan darah, nafas cepat,
pusing atau kelelahan).
Rasional :
rangsangan / stress
kardiopulmonal
19
3. Pasien
melaporkan
tidak terdapat
kelemahan atau
mengeluh
penurunan
toleransi
aktivitas.
berlebihan / stress dapat
menimbulkan
dekompensasi /
kegagalan.
4. Berikan dukungan kepada
pasien untuk melakukan
kegiatan sehari hari sesuai
dengan kemampuan.
Rasional : membantu
bila perlu, harga diri
ditingkatkan bila pasien
melakukan sendiri.
Perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
kurangnya motivasi
untuk makan.
Perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
dapat teratasi
setelah diberikan
tindakan keperawatn
selama 2x24 jam.
Dengan kriteria
hasil :
1. Menunjukkan
peningkatan
berat badan
atau berat
badan stabil.
2. Tidak
mengalami
tanda mal
nutrisi.
Kadar Hb=13-
16 gr%
Kadar Albumin
=3,4-5,0 gr%
1. Kaji riwayat nutrisi, teermasuk
makanan yang disukai.
Rasional :
mengidentifikasi
defisiensi, menduga
kemungkinan intervensi.
2. Dampingi pasien saat makan,
observasi dan catat masukan
makanan pasien.
Rasional : mengawasi
masukan kalori, atau
kualitas kekurangan
konsumsi makanan.
3. Anjurkan makan sedikit tapi
sering, kolaborasi ahli gizi
tentang pamberian diit yang
tepat.
Rasional : makan sedikit
daoat menurunkan
kelemahan, dan
20
3. Menunjukkan
perilaku,
perubahan pola
hidup untuk
meningkatkan/
mempertahanka
n berat badan
ideal.
meningkatkan
pemasukan juga
mencegah distensi
gaster.
4. Catat adanya nausea dan
vomiting.
Rasional : gejala GI
dapat menunjukkan efek
anemia pada organ.
5. Kaji berat badan setiap hari.
Rasional : mengawasi
penurunan berat badan
atau efektivitas
intervensi nutrisi.
6. Berikan dan bantu higiene mulut
yang baik sebelum dan sesudah
makan, gunakan sikat gigi halus
untuk penyikatan.
Rasional :
meningkatkan nafsu
makan dan pemasukan
oral, menurunkan
pertumbuhan bakteri,
meminimalkan
kemungkinan infeksi.
Teknik perawatan mulut
khusus mungkin
diperlukan bila jaringan
rapuh / luka / perdarahan
dan nyeri berat
7. Pantau pemeriksaan
laboratorium, mis : Hb/Ht,
21
BUN, albumin, besi serum,
asam folat, elektrolit serum.
Rasional : meningkatkan
efektivitas program
pengobatan, termasuk
sumber diit nutrisi yang
dibutuhkan.
LAMPIRAN
Defisiensi B12,
asam folat, besi
Kegagalan
produksi SDM o/
sumsum tulang
Destruksi SDM
berlebih
Perdarahan/
hemofilia
Penurunan SDM
Hb menurun
ANEMIA PK Anemia
Suplai O2 & nutrisi ke
jaringan berkurang
Sesak nafas Pola nafas tidak
efektif
Hipoksia Gastrointestinal Sistem saraf pusat
Gangguan perfusi
jaringan
Penurunan kerja GI Mekanisme anaerob
22
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart. 2004. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi Vol 2. Jakarta : EGC.
Kumar. V. Cotran. R.S., Robbins. S.L., 2007. Buku ajar Patologi. EGC : Jakarta.
Doengoes, M. E. 2004. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC
Price, S.A dan Wilson, L.M. 2005. “Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease
Processes, Sixth Edition”. Alih bahasa Pendit, Hartanto, Wulansari dan
Mahanani. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6. Jakarta:
EGC
Bakta, I Made.2005.Hematologi Klinik Dasar.Jakarta:EGC Catherino jeffrey
M.2003.Emergency medicine handbook USA:Lipipincott Williams
Editor, T. Heather Herdman; Monica Ester. 2010. NANDA:Diagnosis Keperawatan.
Jakarta: EGC
Reaksi antar
saraf berkurang
Peristaltik
menurun
Kerja lambung
menurun
Pusing
Nyeri
Asam
laktat
ATP
berkurang
Kelelahan
Intoleransi
aktivitas
Energi untuk
membentuk
antibodi
berkurang
Makanan
susah dicerna
Konstipasi
Asam
lanbung naik
Mual,
anoreksia
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan
Resiko infeksi
23
24