postdeath
DESCRIPTION
postdeathTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Kehamilan lewat waktu (KLW) adalah kehamilan yang berlangsung
terus setelah 42 minggu atau lebih, dihitung mulai dari hari pertama haid
terakhir (HPHT). Angka kejadian KLW dari beberapa peneliti sangat
bervariasi, berkisar antara 0,52-15,50% dari kehamilan. Dari beberapa
kepustakaan didapatkan, di Denmark ditemukan KLW 8,1% (dengan HPHT
tak jelas sebesar 26%), Islandia 18,6% (semua HPHT jelas), swedia sebesar
11,6% (dimana HPHT tak jelas dikeluarkan). Levono melaporkan 727 KLW,
dengan rincian: kehamilan 42-43 minggu sebesar 63%, kehamilan 43-44
minggu sebesar 31% dan kehamilan lebih dari 44 minggu sebesar 6%. Di
Indonesia,angka kejadian KLW di Semarang pada tahun 1994-1998 sebesar
6,86%, sedangkan pada tahun 1992-1994 didapatkan 152 KLW (1,14%)
dari 13.278 persalinan. Kemudian pada periode 2008-2009 penelitian yang
diperoleh dari kasus kelahiran lewat waktu di RSUD. Dr. Pirngadi Medan
terdapat 5 kasus (13.5%) bayi yang mengalami asfiksia dan 32 kasus
(86,5%) bayi yang tidak mengalami asfiksia.
Pada kehamilan lewat waktu risiko kematian dan kesakitan perinatal
akan meningkat, risiko kematian pada KLW menjadi 3x lebih tinggi
daripada kehamilan aterm. Pengaruh KLW terhadap janin bermacam-
macam; berat badan terus meningkat, tidak bertambah, kurang dari
semestinya, atau bahkan dapat meninggal dalam kandungan karena
kekurangan nutrisi dan oksigen. Angka kematian janin pada KLW terjadi
30% pada pra-persalinan, 55% pada persalinan dan 15% pada pasca
persalinan.
Kekhawatiran dalam menghadapi kehamilan lewat waktu adalah
meningkatnya resiko kematian dan kesakitan perinatal. Resiko kematian
perinatal kehamilan lewat waktu dapat menjadi 3 kali dibandingkan
kehamilan aterm. Disamping itu ada pula komplikasi yang lebih sering
1
menyertainya seperti letak defleksi, posisi oksiput posterior, distosia bahu,
dan perdarahan postpartum.13
2
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Definisi
Definisi standar yang direkomendasikan secara internasional untuk
kehamilan memanjang, didukung oleh American College of Obstetricians
and Gynecologist (1997), adalah 42 minggu lengkap (294 hari) atau lebih
sejak hari pertama haid terakhir. Frase “42 minggu lengkap” perlu
ditekankan. Kehamilan antara 41 minggu lewat 1 hari sampai 41 minggu
lewat 6 hari, meskipun telah masuk minggu ke 42, belum lengkap 42
minggu sampai habis hari ketujuh. Jadi secara teknis, kehamilan
memanjang dapat dimulai pada hari 294 atau pada hari 295 setelah hari
pertama haid terakhir.5
Kehamilan umumnya berlangsung 40 minggu atau 280 hari dari hari
pertama haid terakhir. Kehamilan yang melewati 294 hari atau 42 minggu
lengkap disebut post term atau kehamilan lewat waktu.13
2.2 Etiologi
Terjadinya kehamilan lewat waktu sampai sekarang belum jelas
diketahui, beberapa teori dicoba untuk menjelaskan terjadinya KLW. Secara
umum, teori-teori tersebut menyatakan KLW terjadi karena adanya
gangguan terhadap timbulnya persalinan. Sedangkan timbulnya persalinan
sendiri sampai sekarang belum jelas diketahui. Diduga ada faktor keturunan
yang berpengaruh terhadap terjadinya KLW.8
Secara garis besar penyebab terjadinya KLW dari beberapa teori
tersebut diatas dapat dirangkum :2,4,8,18,
1. HPHT tidak jelas, terutama pada ibu-ibu yang tidak melakukan
pemeriksaan antenatal yang teratur dan berpendidikan rendah
2. Riwayat KLW sebelumnya, sebesar 15% berisiko untuk mengalami
KLW berulang
3. Penurunan kadar estrogen janin, dapat disebabkan karena :
3
Kurangnya produksi 16-a-hidroksidehidroepiandrosteron sulfat
(prekursor estrogen) janin, yang sering ditemukan pada
anensefalus
Hipoplasia adrenal atau insufisiensi hipofisis janin yang dapat
mengakibatkan penurunan produksi prekursor estriol sintetis
Defisiensi sulfatase plasenta, yang merupakan x-linked inherited
dissease yang bersifat resesif, sehingga pemecahan sulfat dari
dehidroandrosteron sulfat tidak terjadi.
4. Gangguan pada penurunan progesteron dan peningkatan oksitosin
serta peningkatan reseptor oksitosin. Sedangkan untuk
menimbulkan kontraksi uterus yang kuat, yang paling berperan
adalah prostaglandin
5. Penurunan konsentrasi estrogen pada kasus-kasus kehamilan lewat
waktu, dianggap sebagai hal penting karena estrogen tidak cukup
untuk menstimulasi produksi dan penyimpanan glikofosfolipid
didalam membran janin. Jumlah estrogen yang normal dan terus
meningkat, dengan semakin berlanjutnya kehamilan, membran
janin khususnya menjadi kaya akan dua jenis glikofosfolipid
(fosfatidinilositol dan fasfatidiletanolamin) yang keduanya
mengandung arakidonat pada posisi sn-2. Janin memicu persalinan
melalui mekanisme tertentu yang masih belum dipahami dengan
jelas, sehingga terjadi pemecahan arakidonat dari kedua senyawa
glikofosfolipid ini. Dengan demikian arakidonat tersedia bagi
konversi menjadi prostaglandin E2 dan E2α yang selanjutnya akan
menstimulasi penipisan seviks serta kontraksi ritmik uterus yang
menjadi ciri khas persalinan normal.
6. Karena adanya peran saraf pada proses timbulnya persalinan,
diduga gangguan yang menyebabkan tidak adanya tekanan pada
pleksus Frankenhauser oleh bagian tubuh janin, oleh sebab
apapun, dapat mengakibatkan terjadinya KLW.
4
Menjelang partus terjadi penurunan hormon progesteron,
peningkatan oksitosin serta peningkatan reseptor oksitosin, tetapi yang
paling menentukan adalah terjadinya produksi prostaglandin yang
menyebabkan his yang kuat. Prostaglandin terbukti mempunyai peranan
yang sangat penting dalam kontraksi uterus. Nwosu dan kawan-kawan
menemukan perbedaan dalam rendahnya kadar kortisol pada darah bayi
sehingga disimpulkan kerentanan akan stres merupakan faktor tidak
timbulnya his, selain kurangnya air ketuban dan insufisiensi plasenta.13
2.3 Patofisiologi
Penyebab terjadinya kehamilan lewat waktu, seperti halnya teori
bagaimana terjadinya permulaan persalinan, sampai sekarang belum jelas.
Proses kelahiran baik secara aterm, preterm, ataupun kelahiran terhambat
selama ini baru dipahami sebagai suatu proses yang diperankan oleh
regulasi hormonal dan sistem persyarafan. Secara umum regulasi proses
kelahiran diperankan oleh sekumpulan sistem yang terdiri dari sistem
endokrin, sistem parakrin, sistem autokrin, dan sistem enervasi.
Teori enervasi diduga kuat berhubungan dengan faktor struktural dari
janin, proses tersebut diawali dengan adanya sensasi pada serabut sensoris
pleksus terkait yang memberikan asupan bagi timbulnya reaksi
parasimpatik dari arkus reflek lumbalis. Teori enervasi menempatkan faktor
fisik janin sebagai persyaratan utama dalam proses aktifasi, dinyatakan
tekanan dari janin merupakan inisiator impuls.8
Teori endokrin berperan dalam meregulasi aktifitas kontraktibilitas
dari sel-sel miometrium dengan jalan bertindak selaku molekul signaling
dan first messenger. Sistem endokrin dalam lingkungan mikro uterus,
plasenta mempengaruhi dan dipengaruhi oleh sistem parakrin (mediator
dan sitokin) serta sistem autokrin (sitokin autoregulasi). Dengan demikian
sistem endokrin, parakrin, dan autokrin memiliki hubungan korelasi yang
kuat.
5
Hormon yang berperan dalam proses persalinan adalah Corticotropin
Releasing Hormon (CRH) dan Oxytocin. Kedua hormon tersebut memiliki
mekanisme yang terkait dengan aktifitas derivat asam arakidonat, yaitu
Prostaglandin (PGE2 dan PGH2). Pada keadaan-keadaan kelahiran preterm
derivat asam arakidonat tersebut diper=ngaruhi oleh sitokin inflamasi IL1,
IL6, IL 10 dan TNF-α yang secara akumulatif akan mempengaruhi aktifasi
activin dan menghambat sintesa inhibin.
Pada kelainan preterm yang diduga diakibatkan stres (tekanan
psikologis) didapatkan pengaruh poros hipofise hipothalamus janin melalui
aktifasi neurotransmitter derivat opioid oleh serotonin dan PEA withdrawl.
Pada proses kelahiran yang terhambat tanpa adanya gangguan berupa
hambatan jalan lahir, dapat diidentifikasikan berbagai kemungkinan
penyebabnya antara lain: adanya hambatan enervasi, transduksi enervasi,
transmisi impuls, regulasi CRH, pada aktifasi oksitosin, pada inaktifasi
endometrium B-endorphin, pada inaktifasi derivaat opioid jaringan
gestasional (pre-opiomelanokortin).
Aspek yang sering terlewatkan dalam pengamatan pada proses
kelahiran adalah peran maturitas jaringan janin yang diperankan oleh
pengaturan derivat opioid oleh poros hipofise-hipothalamusnya. Hipotesis
yang berkembang dari suatu penelitian metaanalisis menunjukkan bahwa
janin berperan dalam mempengaruhi regulasi CRH gestasional melalui
aktifitas pre-opiomelanovortin (POMC).6,11
2.4 Masalah perinatal pada kehamilan lewat waktu
1. Sindrome Postmatur
Bayi postmatur menunjukkan gambaran yang unik dan khas.
Gambaran ini berupa kulit yang keriput, mengelupas lebar-lebar, badan
kurus yang menunjukkan pengurasan energi, dan maturitas lanjut karena
bayi tersebut bermata terbuka, tampak luar biasa siaga, tua, dan cemas.
Kulit keriput dapat amat mencolok di telapak tangan dan telapak kaki. Kuku
6
biasanya cukup panjang, banyak bayi postmatur cliffort mati dan banyak
yang sakit berakt akibat asfiksia lahir dan asfiksia mekonium5
Clifford (1954) mengatakan bahwa perubahan kulit pada postmatur
disebabkan oleh hilangnya efek protektif verniks kaseosa. Hipotesis
keduanya yang terus mempengaruhi konsep-konsep kontemporer
mengubungkan sindrome postmaturitas dengan penuaan plasenta. Yang
menarik, Smith dan Barker (1999) baru-baru ini melaporkan bahwa
apoptosis-kematian sel terprogram-plasenta meningkat secraa signifikan
pada gestasi 41 sampai 42 minggu, lengkap dibanding dengan gestasi 36-39
minggu.5
2. Disfungsi Plasenta
Fungsi plasenta mencapai puncaknya pada kehamilan 38 minggu dan
kemudian mulai menurun terutama setelah 42 minggu, hal ini dapat
dibuktikan dengan penurunan kadar estriol dan plasental laktogen.
Rendahnya fungsi plasenta berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat
janin dengan risiko 3x. Akibat dari proses penuaan plasenta maka
pemasokan makanan dan oksigen akan menurun disamping adanya spasme
arteri spiralis. Janin akan mengalami pertumbuhan terhambat dan
penurunan berat; dalam hal ini dapat disebut dengan dismatur. Sirkulasi
uteroplasenter berkurang 50% menjadi sekitar 250 ml/menit. Kematian
janin akibat kehamilan lewat waktu terjadi 30% sebelum persalinan, 55%
saat persalinan, dan 15% post natal. Penyebab utama kematian perinatal
adalah hipoksia dan aspirasi mekonium. Kematian yang dapat dialami oleh
bayi baru lahir adalah suhu yang tak stabil, hipoglikemia, polisitemia, dan
kelainan neurologic.13
Jazayeri dkk (1998) meneliti kadar eritropoeitin plasma tali pusat
pada 124 neonatus tumbuh normal yang dilahirkan dari usia gestasi 37
sampai 43 minggu. Mereka ingin menilai apakah oksigenasi janin
terganggu-yang mungkin disebabkan oleh penuaan plasenta- pada
kehamilan yang berlanjut melampaui waktu seharusnya. Penurunan
tekanan parsial oksigen adalah satu-satunya stimulator eritropoeitin yang
7
dikehtaui. Kadar eritropoeitin plasma tali pusat meningkat secara signifikan
pada kehamilan yang mencapai 41 minggu atau lebih . penulis
menyimpulkan bahwa ada penurunan oksigen janin pada sejumlah
kehamilan postterm.5
Penimbunan kalsium pada plasenta kehamilan lewat waktu dapat,
meningkat sampai 10 gram kalsium dalam tiap 100 gram jaringan plasenta.
Padahal dalam keadaan normal pada kehamilan genap bulan rata-rata
sebesar 2,3 gram kalsium dalam tiap 100 gram jaringan plasenta. Kalsifikasi
yang meningkat dapat menyebabkan gawat janin dan kematian janin
intrauterin meningkat sampai 2-4 kali lipat.8
3. Gawat Janin dan Oligrohidramnion
Penurunan volume cairan amnion biasanya terjaid ketika kehamilan
melewati 42 minggu. Mungkin juga pengeluaran mekonium oleh janin
kedalam volume cairan amnion yang sudah berkurang merupakan penyebab
terbentuknya mekonium kental yang terjaid pada sindrom aspirasi
mekonium. Oligohidramnion yang dideteksi dengan menggunakan
ultrasonografi-yang ditetapkan sebagai tidak adanya kantung vertikal cairan
amnion lebih dari 2 cm atau indeks cairan amnion (ICA) 5 cm atau kurang,
dianggap merupakan satu indikasi melakukan pelahiran atau pengawasan
ketat pada janin .5
Alasan-alasan utama meningkatnya risiko pada janin postterm
dijelaskan oleh Leveno dan rekan (1984), mereka melaporkan bahwa gawat
janin intrapartum merupakan konsekuensi kompresi tali pusat yang
menyertai oligohidramnion.5
4. Bayi besar untuk masa kehamilan
Seringkali, untuk pertumbuhan janin postterm yang berlanjut terus
akan menghasilkan bayi besar untuk masa kehamilan, dan dapat terjadi
distosia bahu. Oleh karena itu, harus disiapkan seorang ahli kebidanan yang
berpengalaman dalam menangani komplikasi ini untuk emolong persalinan.
8
2.4 Diagnosis
Dalam penentuan diagnosis kehamilan lewat waktu, seringkali
seorang dokter mengalami kesulitan. Hal ini terutama disebabkan karena
penderita lupa tanggal hari pertama haid terakhirnya, sehingga beberapa
kasus yang dinyatakan sebagai kehamilan lewat waktu merupakan
kesalahan dalam menentukan umur kehamilan.
Untuk memperkecil kesalahan dalam menegakkan diagnosis, maka perlu
dilakukan anamnesis serta pemeriksaan yang teliti, meliputi :
a. Riwayat haid
Penghitungan umur kehamilan menurut rumus Naegele dapat akurat
apabila penderita mempunyai siklus 28 hari, teratur, hari pertama haid
terakhirnya diketahui dengan pasti. Rerata ovulasi terjadi pada harik ke 14
sebelum periode berikutnya. Satu hari perlu ditambahkan pada umur
kehamilan untuk setiap hari kelebihan dari siklus 28 hari dan satu minggu
ditambahkan pada siklus 35 hari. Diagnosis kehamilan lewat waktu akan
diketahui dengan pasti bilamana penderita mengetahui saat ovulasi dengan
pemeriksaan suhu basal badan.2
b. Denyut Jantung Janin
Denyut jantung janin dengan stetoskop Laennec mulai dapat didengar
pada saat umur kehamilan 18-21 minggu. tetapi bila didengarkan dengan
fetalphone Doppler, maka sudah dapat didengar pada umur kehamilan 12
minggu. Sehingga apabila telah lewat 32 minggu sejak dapat didengarnya
denyut jantung janin dengan fetalphone Doppler maka mempunyai
kemungkinan terjadinya kehamilan lewat bulan.6,15
c. Gerak janin
Pada umur kehamilan antara 18-20 minggu wanita hamil akan
merasakan gerakan-gerakan yang berdenyut halus diabdomen, gerakan ini
secara bertahap akan bertambah intensitasnya. Tanda ini memberikan bukti
yang menyokong diagnosis kehamilan dan merupakan kejadian yang
penting untuk kemajuan kehamilan, bila ditentukan waktunya dengan tepat,
dapat menunjang dalam menetapkan lamanya kehamilan.6
9
d. Pemeriksaan ultrasonografi
Pada umur kehamilan 6 minggu sudah terlihat cincin kehamilan yang
sangat khas, gerakan denyut jantung janin terlihat jelas pada umur
kehamilan 8 minggu. Sampai umur kehamilan 12 minggu panjang puncak
kepala bokong (Crown Rump Lengths / CRL) dlam milimeter, memberikan
ketepatan +- 4 hari dari taksiran persalinan (Bergsjo, 1989). Umur
kehamilan 16-20 minggu dilakukan pengukuran Biparietal Diameter (BPD)
dalam milimeter serta Femur Length (FL) dalam milimeter memberikan
ketepatan +- 7 hari dari taksiran persalinan. Lewat umur kehamilan
tersebut diatas maka ketepatan pemeriksaan USG menurun menjadi 2-3
minggu dari taksiran persalinan. Hal ini perlu dipertimbangkan bilamana
penderita terlambat datang pada pemeriksaan antenatalnya dan USG akan
dipakai untuk menentukan umur kehamilan, atau bila pemeriksaan USG
baru dilakukan pertama pada umur kehamilan lanjut, meskipun untuk
penderita yang telah melakukan pemeriksaan antenatal lebih awal.2,6
Menurut Pernoll (1994) bahwa kehamilan dapat dinyatakan sebagai
kehamilan lewat waktu bila didapatkan 3 atau lebih dari 4 kriteria hasil
pemeriksaan :15
Telah lewat 36 minggu sejak tes kehamilan dinyatakan positif
Telah lewat 32 minggu sejak denyut jantung janin pertama terdengar
dengan siste Doppler
Telah lewat 24 minggu sejak dirasakan gerak janin pertama kali
Telah lewat 22 minggu sejak terdengarnya denyut jantung janin
pertama kali dengan stetoskop Laenec
e. Pemeriksaan radiologis
Pada foto polos abdomen, dapat diperkirakan umur kehamilan dengan
melihat inti penulangan.
Tabel 1. Umur kehamilan dilihat dari inti penulangan.8
Inti Penulangan Umur Kehamilan (Minggu)
10
Kalkaneus
Talus
Femur Distal
Tibia Proksimal
Kuboid
Humerus Proksimal
Korpus Kapitatum
Korpus Hamatum
Kuneiformis ke 3
Femur Proksimal
24-26
26-28
36
38
38-40
38-40
40+
40+
40+
40+
2.5 Penilaian keadaan janin dan penanganan persalinan.
Terpenting dalam menangani kehamilan lewat waktu adalah
menentukan keadaan janin karena setiap keterlambatan akan menimbulkan
resiko kegawatan. Dengan sikap konservatif resiko kematian perinatal
baerkisar dari 0-22%.
Penentuan keadaan janin adalah sebagai berikut:
1) Tes tanpa tekanan (non stress test)
2) Gerakan janin
Gerakan janin dapat ditentukan secara subyektif (normal rata-rata
7kali / 20 menit) atau secara obyektif dengan tokografi (normal
rata-rata 10kali/20menit). Gerakan janin dapat pula ditentukan
dengan pemeriksan ultrasonografi. Dengan menentukan nilai
biofisik maka keadaan janin dapat dipastikan lebih baik.
3) Amnioskopi
Bila ditemukan air ketuban yang banyak dan jernih mungkin
keadaan janin masih baik. Sebaliknya air ketuban sedikit dan
mengandung mekonium akan mengalami resiko 35% asfiksia.
Keadaan yang mendukung bahwa janin masih baik memungkinkan
untuk mengambil keputusan:
11
Menunda 1 minggu dengan menilai gerakan janin dan tes tanpa
tekanan 3 hari lagi
Melakukan induksi partus
Di FKUI induksi partus dilakukan dengan pemasangan balon kateter
Foley ke dalam kanalis servikalis dan bila setelah 24 jam belum partus
spontan dilakukan infus oksitosin dan amniotomi, cara terakhir ini
mempuinyai keberhasilan 84% partus pervaginam dan hanya 4,6% yang
mengalami asfiksia. Induksi dengan oksitosin dapat dilakukan bila serviks
telah matang dan bila perlu dilakukan amniotomi. Prostaglandin E dapat
pula dipakai untuk mematangkan serviks.13
Gawat janin relatif cukup banyak (14,7%) dan terutama terjadi pada
persalinan sehingga memerlukan pengawasan dengan kardiotokografi.
Sebaiknya seksio sesaria dilakukan bila terdapat deselerasi lambat
berulang, variabilitas yang abnormal (< 5 dpm) pewarnaan mekonium, dan
gerakan janin yang abnormal (<5/20 menit). Tentu saja kelainan obstetri
(berat bayi <4000 g, kelainan posisi, partus >18 jam) perlu diperhatikan
untuk indikasi seksio sesaria.13
2.6 Penatalaksanaan
Penanganan Antepartum
Pada penanganan antepartum, terlebih dahulu perlu ditentukan kepastian
dari umur kehamilannya.
a. Umur kehamilan diketahui
Pada umur kehamilan diketahui ada 2 pilihan cara penanganan antara
lain penanganan aktif dengan melakukan induksi persalinan pada umur
kehamilan 42 minggu dan penanganan konservatif sampai terjadi
persalinan spontan. Beberapa ahli memilih penanganan aktif berdasarkan
atas beberapa pertimbangan antara lain adanya kesulitan dalam
memprediksi dengan tepat janin mana yang berisiko, semakin lama
kehamilan berlangsung akan semakin meningkatkan risiko morbidits dan
mortalitas perinatal serta adanya janin besar dengan segala komplikasinya,
12
penanganan aktif telah terbukti dapat menurunkan morbiditas dan
mortalitas perinatal.12,10
Sedangkan beberapa ahli lainnya memilih penanganan konservatif
berdasarkan atas beberapa pertimbangan antara lain umur kehamilan tidak
selalu diketahui dengan tepat sehingga janin mungkin saja belum matur
sebagaimana yang diperkirakan, sebagian besar janin pada kehamilan lewat
waktu dalam keadaan cukup baik, induksi persalinan tidak selalu berhasil
sehingga persalinan perabdominal dapat meningkat dengan segala
komplikasinya.
Pada penanganan aktif, induksi persalinan dilakukan sejak umur
kehamilan 42 minggu dengan tidak memperhatikan maturitas serviks.
Induksi dilakukan dalam waktu 1-2 hari dan dapat diulang 3 hari
berikutnya. Dengan induksi seperti diatas, sebagian besar kasus dapat
diinsuksi dengan berhasil atau dapat memasuki masa persalinan dalam
waktu 2 hari sesudah diupayakan induksi. Namun bila dalam 3 kali induksi
gagal memicu persalina, maka persalinan dapat diakhiri perabdominal.4
Pada penanganan konservatif, dilakukan pemeriksaan kesejahteraan
janin 1-2 kali seminggu sambil menunggu terjadi persalinan spontan.
Induksi persalinan dilakukan bila serviks sudah matur, dan dilakukan
terminasi segera bila hasil pemeriksaan kesejahteraan janin menunjukkan
adanya kegawatan pada janin.
b. Umur kehamilan tidak diketahui
Penanganan kehamilan lewat waktu dengan umur kehamilan tidak
jelas diketahui biasanya dipilih cara penanganan konservatif, dengan
melakukan pemeriksaan kesejahteraan janin secara serial sambil menunggu
persalinan spontan. Apabila hasil pemeriksaan kesejahteraan janin
menunjukkan adanya tanda-tanda gawat janin, maka segera dilakukan
terminasi kehamilan.4,16 .
13
Maternal-fetal medicine pada tahun 1990 menemukan bahwa hampir
dua pertiga melakukan induksi persalinan pada minggu ke 41 bila serviks
baik. Pengujian janin antepartum dianjurkan pada gestasi 41 minggu kalau
serviksnya tidak baik. Pada minggu ke-42, hampir semua responden
melakukan induksi persalianan kalau serviks baik dan 58% akan
melakukannya sekalipun serviks tidak baik. Sekitar 42% nya mengajukan
pengujian antepartum jika serviks tidak baik pada gestasi 42 minggu.
Jelasnya, kemungkinan serviks untuk diinduksi berdampak besar pada
penatalaksanaan.4
Tabel 2. Rekomendasi oleh American College of obstetricians and Gynecologist (1997)
untuk evaluasi dan penatalaksanaan kehamilan memanjang.
1
2
3
4
5
6
Surveilans antenatal kehamilan postterm harus dimulai pada
minggu ke-42 sekalipun tidak ada bukti bahwa pemantauan akan
memperbaiki hasil kehamilan
Tidak ada bukti bahwa memulai surveilans antenatal antara
minggu ke 40 dan 42 lengkap dapat memperbaiki hasil akhir
kehamilan
Tidak ada satupun protokol surveilans antenatal untuk memantau
kesejahteraan janinpada kehamilan postterm yang lebih baik dari
protokol lainnya
Tidak diketahui apakah induksi atau penatalaksanaan menunggu
(surveilans antenatal) lebih baik pada pasien postterm dengan
surveillans yang baik
Terdapat cukupbukti bahwa induksi atau penatalaksanaan
menunggu akan memberikan hasil yang baik pada pasien
postterm dengan serviks yang tidak baik
Gel prostaglandin dapat digunakan dengan amanpada kehamilan
postterm untuk memicu perubahan serviks dan menginduksi
persalinan
Digunakan dengan izin dari American College of Obstetrician and Gynecologist
14
(1997)
Bagan 1. Protokol Parkland hospital untuk penatalaksanaan kehamilan memanjang
15
2.7 Komplikasi medis atau obstetris
Bila ada kejadian komplikasi medis atau obstetris lain, umumnya tidak
bijaksana untuk membiarkan kehamilan berlanjut hingga melampaui 42
minggu. Memang, banyak pada kasus seperti ini, diindikasikan pelahiran
dini. Contoh yang sering adalah hipertensi yang diinduksi kehamilan,
riwayat seksio sesarea, dan diabetes. Seringkali, pertumbuhan janin
postterm terus akan menghasilkan bayi besar untuk masa kehamilan, dan
dapat terjadi distosia bahu. Oleh karena itu, harus disiapkan seorang ahli
kebidanan yang berpengalaman dalam menangani komplikasi ini untuk
menolong persalinan.4
16
BAB III
KESIMPULAN
Kehamilan lewat waktu (KLW) adalah kehamilan yang berlangsung
terus setelah 42 minggu atau lebih, dihitung mulai dari hari pertama haid
terakhir (HPHT). Pada kehamilan lewat waktu risiko kematian dan
kesakitan perinatal akan meningkat, risiko kematian pada KLW menjadi 3x
lebih tinggi daripada kehamilan aterm. Pengaruh KLW terhadap janin
bermacam-macam; berat badan terus meningkat, tidak bertambah, kurang
dari semestinya, atau bahkan dapat meninggal dalam kandungan karena
kekurangan nutrisi dan oksigen. Disamping itu ada pula komplikasi yang
lebih sering menyertainya seperti letak defleksi, posisi oksiput posterior,
distosia bahu, dan perdarahan postpartum.
Terjadinya kehamilan lewat waktu sampai sekarang belum jelas
diketahui, beberapa teori dicoba untuk menjelaskan terjadinya KLW. Secara
umum, teori-teori tersebut menyatakan KLW terjadi karena adanya
gangguan terhadap timbulnya persalinan. Sedangkan timbulnya persalinan
sendiri sampai sekarang belum jelas diketahui. Diduga ada faktor keturunan
yang berpengaruh terhadap terjadinya KLW. Masalah perinatal pada
kehamilan lewat waktu beberapa diantaranya adalah sindrome postmatur,
disfungsi plasenta, gawat janin dan oligrohidramnion, bayi besar untuk
masa kehamilan.
Dalam penentuan diagnosis kehamilan lewat waktu, seringkali
seorang dokter mengalami kesulitan. Hal ini terutama disebabkan karena
penderita lupa tanggal hari pertama haid terakhirnya, sehingga beberapa
kasus yang dinyatakan sebagai kehamilan lewat waktu merupakan
kesalahan dalam menentukan umur kehamilan.
Penanganan kehamilan lewat waktu dengan umur kehamilan tidak
jelas diketahui biasanya dipilih cara penanganan konservatif, dengan
melakukan pemeriksaan kesejahteraan janin secara serial sambil menunggu
persalinan spontan. Apabila hasil pemeriksaan kesejahteraan janin
17
menunjukkan adanya tanda-tanda gawat janin, maka segera dilakukan
terminasi kehamilan.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Bergsjo P, Huang GD, Yu SQ, Gai ZZ, Bakketeig LS. 1989.
Comparison of Induce Versus Non-Induce Labor In Postterm
Pregnancy. A randomized Prospective Study. Acta Obstet Gynecol
Scand
2. Catur, A. Hubungan kehamilan lewat waktu dengan kelahiran
bayi asfiksia pada persalinan normal di rsud. Dr. Pirngadi
medan periode 2008-2009.jurnal kesehatan
onine.medanhevetia.2010
3. Cario, GM. 1984. Concervative Management of Prolonged
Pregnancy Using Fetal Heart Rate Monitoring Only : A
Prospective Study. Br J Obstet Gynecol
4. Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC.
1993. Preterm and Postterm Pregnancy and Fetal Growth
Retardation. In : Williams Obstetrics. Edisi 19. Connecticut :
Prentice-Hall International Inc. Hal 853-89
5. Cunningham. F.G. dkk.Gangguan Hipertensi Dalam Kehamilan
Williams. Edisi 21. Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EEG
Jakarta.2006. Hal 624-656.
6. Caughey, Aaron B.Postterm Pregnancy,Department Chair,
Obstetrics and Gynecology;center for Women's Health, Oregon
Health and Science University.2011.
7. Grubb, DK, Rabello YA, Paul RH. 1992. Postterm Pregnancy : fetal
death rate with antepartum surveillance. Obstet Gynecol
8. Handaria, Diana. 2001. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Kehamilan Lewat Waktu (Thesis). Semarang : Program
Pendidikan Spesialis I Obstetri-Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro.
19
9. Hannah ME, Hannah WJ, Hellmann J, Hewson S, Milner R, Willan A.
1992. Induction of Labor as Compared with Serial Antenatal
Monitoring in Postterm Pregnancy. N Engl J Med
10. Khana,Marahatta R, Tuladhar, Sharma.Comparative study of
post term and term pregnancy in Nepal medical college
teaching hospital (NMCTH).Departement of
Obg/Gyn,NMTCH.Nepal.2009
11. Kishimoto T, Pearse RV 2nd, Lin CR, Rosenfeld MG. 1995. A
Sauvagine/corticotropin-releasing factor receptor expressed in
heart and skeletal muscle. Proc Natl Acad Sci.
12. Leveno KJ, Quirk JG, Cunningham FG, Nelson SD, Ramos SR,
Toofanian A, De Palma RT. 1984. Prolonged Pregnancy: I,
Observations concerning the causes of fetal distress. Am J
Obstet Gynecol
13. Martaadisoebrata. D & Sumapraja, S. Preeklampsia dan
Eklampsia. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka SARWONO
PRAWIROHARDJO. Jakarta. 2002 Hal 341-348.
14. Orth D.1992.Corticotropin-reeasing hormone in humans.Endocr
Rev.
15. Pernoll ML,1994.Postdate. Dalam : Handbook of Obstetrics &
Gynecology 9th ed. New York : McGraw-Hill Inc
16. Queenan JT. 1992. Risk of recurrence of prolonged
pregnancy. Guidelines for the Management of Pregnancy at 41+0 to
42+0 Weeks . Epidemiology Science Centre,University of Aarhus, DK-
8000 Aarhus C, Denmark.2003
17. Scott, James R.Buku saku Obstetri dan Ginekologi.Jakarta:Widya
Medika.2002.
18. Wibowo, B, Wiknjosastro GH. 1991. Kelainan dalam Lamanya
Kehamilan. Dalam : Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadi T,
editor. Ilmu Kebidanan. Edisi ketiga. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. Hal 302-322
20
19. Zlatnik, MG, Copland JA, Ives K, Soloff MS. 2000. Functional
Oxytocin Receptors In Human Endometrial Cell Line. Am J
Obstet Gynecol.
21