proses_keperawatan_xerostomia

10
Proses Keperawatan Xerostomia 1. Pengkajian a. Anamnesa b. Pemeriksaan klinis Pemeriksaan keseluruhan rongga mulut merupakan bagian yang penting dalam penegakan diagnosa. Pada pasien xerostomia akan didapat tanda dan gejala sebagai berikut : (Navazesh M, 2003) mukosanya akan menjadi kering, lengket, atropi, berfisura, berlobul, dan berubah warna serta saliva pasien yang berbusa. Terdapat sedikit atau mungkin tidak ada saliva yang tergenang didasar mulut. Mukosa rongga mulut terlihat kemerahan, dengan daerah dorsal lidah kadang-kadang menjadi atropi. (kemerahan tersebut dapat merupakan erytomatous candidiasis akibat pertumbuhan jamur candida albicans yang berlebihan). c. Pemeriksaan lanjutan Biasanya dilakukan beberapa tes diagnostik untuk mengevaluasi fungsi kelenjar saliva seperti sialometri, mikrobial, serologi, tes histologi (biopsi), dan sialografi. 2. Diagnosa keperawatan a. Perubahan mukosa oral berhubungan dengan penurunan produksi saliva terhadap radiasi ditandai dengan mulut kering, saliva kental, lidah kering pecah, kotor, berfisura b. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan pembengkakan pada kelenjar saliva c. Resti infeksi berhubungan dengan penurunan fungsi saliva yang berperan sebagai higiene mulut. 3. Intervensi a. Perubahan mukosa oral berhubungan dengan penurunan produksi saliva terhadap radiasi ditandai dengan mulut kering, saliva kental, lidah kering pecah, kotor, berfisura Tujuan : mukosa oral kembali normal Kriteria Hasil : menunjukkan penurunan gejala Intervensi/tindakan : Mandiri - Inspeksi rongga oral dan perhatikan perubahan pada saliva R : kerusakan pada kelenjar saliva akan menurunkan produksi saliva, mengakibatkan mulut kering. Penumpukan dan pengaliran saliva dapat terjadi karena penurunan kemampuan menelan atau nyeri tenggorokan dan mulut

Upload: ivyvaniaariany

Post on 20-Dec-2015

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proses_Keperawatan_Xerostomia

Proses Keperawatan Xerostomia1. Pengkajian

a. Anamnesa b. Pemeriksaan klinis

Pemeriksaan keseluruhan rongga mulut merupakan bagian yang penting dalam penegakan diagnosa. Pada pasien xerostomia akan didapat tanda dan gejala sebagai berikut : (Navazesh M, 2003)

mukosanya akan menjadi kering, lengket, atropi, berfisura, berlobul, dan berubah warna serta saliva pasien yang berbusa.

Terdapat sedikit atau mungkin tidak ada saliva yang tergenang didasar mulut. Mukosa rongga mulut terlihat kemerahan, dengan daerah dorsal lidah kadang-kadang

menjadi atropi. (kemerahan tersebut dapat merupakan erytomatous candidiasis akibat pertumbuhan jamur candida albicans yang berlebihan).

c. Pemeriksaan lanjutanBiasanya dilakukan beberapa tes diagnostik untuk mengevaluasi fungsi kelenjar saliva seperti sialometri, mikrobial, serologi, tes histologi (biopsi), dan sialografi.

2. Diagnosa keperawatana. Perubahan mukosa oral berhubungan dengan penurunan produksi saliva terhadap radiasi

ditandai dengan mulut kering, saliva kental, lidah kering pecah, kotor, berfisurab. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan

pembengkakan pada kelenjar salivac. Resti infeksi berhubungan dengan penurunan fungsi saliva yang berperan sebagai higiene

mulut.3. Intervensi

a. Perubahan mukosa oral berhubungan dengan penurunan produksi saliva terhadap radiasi ditandai dengan mulut kering, saliva kental, lidah kering pecah, kotor, berfisuraTujuan : mukosa oral kembali normalKriteria Hasil : menunjukkan penurunan gejalaIntervensi/tindakan : Mandiri - Inspeksi rongga oral dan perhatikan perubahan pada saliva

R : kerusakan pada kelenjar saliva akan menurunkan produksi saliva, mengakibatkan mulut kering. Penumpukan dan pengaliran saliva dapat terjadi karena penurunan kemampuan menelan atau nyeri tenggorokan dan mulut

- Hisapan rongga oral secara perlahan/sering. Biarkan pasien melakukan penghisapan sendiri bila mungkin atau menggunakan kasa untuk mengalirkan sekresiR : saliva mengandung enzim pencernaan yg mungkin bersifat erosif pada jaringan yang terpajan. Karena pengaliran mungkin konstan, pasien dapat meningkatkan kenyamanan sendiri dan meningkatkan higiene oral

- Berikan pelumas pada bibir ; berikan irigasi oral sesuai indikasiR : mengatasi efek kekeringan

- Anjurkan pasien minum sesering mungkinR : dengan sering minum, pasien dapat menjaga kelembapan mulut

- Anjurkan pasien mengunyah permen karet rendah gulaR : pengunyahan sesring mungkin dapat merangsang sekresi saliva

b. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan proses infeksi pada kelenjar saliva ditandai dengan pembengkakan pada kelenjar saliva.Tujuan : nyeri dapat teratasiKriteria hasil : mengidentifikasi intervensi untuk meningkatkan kesehatan mukosa oralIntervensi/tindakan :Mandiri.- Berikan tindakan nyaman dan aktivitas hiburan

Page 2: Proses_Keperawatan_Xerostomia

R : meningkatkan relaksasi dan membantu pasien memfokuskan perhatian pada sesuatu disamping diri sendiri atau ketidaknyamanan.

- Jadwalkan aktivitas perawatan untuk keseimbangan dengan periode tidur/istirahat adekuatR : mencegah kelelahan dan meningkatkan koping terhadap stres/ketidaknyamanan

- Anjurkan penggunaan prilaku manajemen stress, contoh teknik relaksasiR : meningkatkan rasa sehat , dapat menurunkan kebutuhan analgetik

- Tunjukkan pasien bagaimana penyikat bagian dalam mulut, palatum, lidah, dan geligi dengan seringR : menurunkan bakteri dan resiko infeksi lanjut , meningkatkan penyembuhan jaringan dan kenyamanan.

Kolaborasi - Berikan analgetik

R : analgetik obat yang berkhasiat menghilangkan nyeric. Resti infeksi berhubungan dengan penurunan fungsi saliva yang berperan sebagai higiene

mulut.Tujuan : mencegah terjadinya infeksiKriteria hasil : mempertahankan integritas mukosaIntervensi/tindakan :Mandiri - Tunjukkan pasien bagaimana menyikat bagian dalam mulut, palatum, lidah, dan geligi

dengan seringR : menurunkan bakteri dan resiko infeksi lanjut , meningkatkan penyembuhan jaringan dan kenyamanan.

- Berikan irigasi oral, kumur-kumur, dan anjurkan pasien melakukan irigasi sendiriR : memperbaiki kenyamanan , meningkatkan penyembuhan, menurunkan bau mulut

Kolaborasi- Berikan antibiotik

Macam-macam penyakit sistemik yang bermanifestasi di rongga mulut :

Penyakit-penyakit darahAnemiaAnemia defisiensi besi adalah penyakit darah yang paling umum. Manifestasi pada rongga mulut berupa atropik glossitis, mukosa pucat, dan angular cheilitis. Atropik glossitis, hilangnya papila lidah, menyebabkan lidah lunak dan kemerahan yang menyerupai migratori glossitis. Migratori glossitis, dikenal juga dengan sebutan geographic tongue, merupakan suatu kondisi lidah yang tidak diketahui penyebabnya yang mempengaruhi 1-2% populasi. Hal tersebut mengakibatkan lesi kemerahan, non- indurasi, atropik dan dibatasi dengan sedikit peninggian pada lidah, pinggir yang nyata dengan warna yang bermacam-macam dari abu-abu sampai putih. Pada atropik glossitis, area-nya tidak mempunyai batas keratotik putih dan cenderung meningkat ukurannya daripada perubahan posisinya. Pada kasus yang lebih parah, lidah menjadi lunak. Angular cheilitis, terjadi pada sudut bibir, yang disebabkan karena infeksi candida albicans (1) menyebabkan kemerahan dan pecah-pecah, serta rasa ketidaknyamanan. Manifestasi Plummer-Vinson syndrome juga termasuk disfagi akibat ulserasi pharyngoesophageal. Komplikasi-komplikasi rongga mulut muncul bersamaan dengan anemia sickle sel berupa osteomyelitis salmonella mandibular yang tampak sebagai area osteoporosis dan erosi yang diikuti oleh osteosklerosis. Anesthesia atau paresthesia pada nervus mandibular, nekrosis pulpa asymptomatik mungkin juga dapat terjadi (2). Kondisi-kondisi tersebut semakin parah apabila terjadi proliferasi sumsum tulang yang hebat. Deformitas dentofacial yang berhubungan dicirikan secara radiograpfik sebagai area dengan penurunan

Page 3: Proses_Keperawatan_Xerostomia

densitas dan pola trabekular kasar yang paling mudah dilihat diantara puncak akar gigi dan batas bawah mandibula. Osteosklerosis dapat terjadi bersamaan dengan trombosis dan infarksi.

LeukimiaKomplikasi oral leukimia sering berupa hipertrofi gingiva, petechie, ekimosis, ulkus mucosa dan hemoragik (3). Keluhan yang jarang berupa neuropati nervus mentalis, yang dikenal dengan ”numb chin syndrome” (4). Ulserasi palatum dan nekrosis dapat menjadi pertanda adanya mucormycosis cavum nasalis dan sinus paranasalis (5). Enam belas persen dan 7% anak dengan leukimia akut dilaporkan mengalami gingivitis dan mucositis (6). Infeksi bakterial rongga mulut, yang dapat menjadi sumber septisemia, merupakan hal yang sering dan harus segera dideteksi dan diobati secara agresif. Pengobatan leukimia dengan agen kemoterapi dapat mengakibatkan reaktivasi Herpes Simplex Virus (HSV) yang dapat mengakibatkan terjadinya mukositis. Namun mukositis akibat kemoterapi dapat terjadi tanpa reaktivasi HSV, karena penipisan permukaan mukosa dan/atau supresi sumsum tulang yang mengakibatkan invasi organisme oportunistik pada mukosa 

Multiple Myeloma (MM)Bila MM melibatkan rongga mulut, biasanya berupa manifestasi sekunder pada rahang, terutama mandibula, yang dapat mengakibatkan pembengkakan rahang, nyeri, bebal, gigi goyah, fraktur patologik (7). Punched out lesions pada tengkorak dan rahang merupakan gambaran radiografik yang khas. Insidensi keterlibatan rahang pada MM sekitar 15 % (8). Karena MM mengakibatkan immunosupresi, maka timbul beberapa infeksi seperti oral hairy leukoplakia dan candidiasis (9). Timbunan amyloid pada lidah menyebabkan macroglossia (10).

Penyakit rheumatologikSjogren’s syndrome Pasien Sjogren’s syndrome (SS) sering mengalami xerostomia dan pembengkakan kelenjar parotis (11). SS sering dihubungkan dengan arthritis reumatoid. Pada suatu penelitian (12), 88% pasien dengan SS mengalami abnormalitas aliran ludah pada submandibular/sublingual, dan 55% mengalami abnormalitas aliran kelenjar parotis. Pembengkakan kelenjar parotis atau kelenjar submandibular ditemukan pada 35% pasien SS. Xerostomia dapat dihubungkan dengan fissure tongue, depapilasi dan kemerahan yang terdapat pada lidah, cheilitis, dan candidiasi.   Fungsi menelan dan bicara menjadi sulit karena adanya xerostomia persisten. Parotitis bakterial yang biasanya disertai demam dan discharge purulen dari kelenjar juga dapat terjadi. Hal tersebut meningkatkan karies gigi, terutama pada servik gigi (13). Penting untuk mengenal SS dengan cepat dan merujuk ke dokter gigi karena karies gigi dapat berkembang cepat. Diagnosa sering dipastikan dengan biopsi glandula salivarius labialis minor. Secara histologik, terdapat infiltrat limfosit periduktal.Scleroderma (Sclerosis sistemik progresif) Scleroderma merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan adanya sklerosis difus dari kulit, saluran gastrointestinal, otot jantung, paru-paru dan ginjal. Bibir pasien scleroderma tampak berkerut karena konstriksi mulut, menyebabkan kesulitan membuka mulut. Fungsi stomatognatik termasuk mulut dan rahang juga mengalami kesulitan. Fibrosis esophageal menyebakan hipotensi sphincter esophageal bawah dan gastroesophageal reflux, terjadi pada 75% pasien scleroderma (14). Disfagia dan rasa terbakar termasuk gejalanya. Mukosa mulut tampak pucat dan kaku. Telangietacsias multiple dapat terjadi. Lidah dapat kehilangan mobilitasnya dan menjadi halus seperti rugae palatal yang menjadi datar. Fungsi glandula saliva dapat menurun walaupun tidak separah Sjogren’s syndrome. Ligamen periodontal sering tampak menebal pada gambaran radiografik.

Page 4: Proses_Keperawatan_Xerostomia

Lupus erythematosus (LE)Lupus erythematosus terbagi menjadi discoid lupus erythematosus (DLE) dan sistemik lupus erythematosus (SLE). Lesi-lesi mulut terjadi pada 25-50% pasien DLE dibandingkan dengan 7-26% pasien SLE (15). Pada DLE, lesi ini biasanya mulai tampak sebagai area keputihan irregular yang kemudian meluas kearah perife. Setelah lesi ini meluas, bagian tengah daerah ini menjadi merah dan menjadi ulcer sedangkan bagian tepi meninggi dan hyperkeratotik. Lesi mulut lichen planus mirip lesi mulut pada DLE baik secara klinis maupun histologi (16). Kriteria histologik yang jelas harus dilakukan untuk membedakan keduanya.Ulserasi mulut dan nasopharyngeal diketahui sebagai manifestasi diagnostik mayor pada SLE oleh American Rheumatism Association Commite on Diagnostic and Therapeutic Criteria. Ulserasi-ulserasi ini biasanya tidak menimbulkan nyeri dan melibatkan palatum(17). Lesi-lesi purpurik seperti ecchymosis dan petechiae juga dapat terjadi. Lebih dari 30% pasien SLE, sering melibatkan glandula saliva, yang mendorong terjadinya Sjogren’s syndrome sekunder dan xerostomia yang parah.          Arthritis RheumatoidSendi Temporomandibular (TMJ) sering terlibat dalam arthritis rheumatoid. Hal ini sering dicirikan dengan erosi pada condylus yang mengakibatkan berkurangnya gerakan mandibula dan disertai nyeri ketika digerakkan. Mulut kering dan pembengkakan kelenjar ludah dapat juga ditemukan pada pasien arthritis rheumatoid (18). Pada pasien-pasien tersebut dapat juga timbul SS sekunder. Fungsi rahang yang menurun penting untuk dilakukan rekonstruksi TMJ segera setelah penyakit utamanya terkontrol. Sendi prosthetik dapat menjadi solusi sementara pada pasien tersebut.

Penyakit OnkologiKanker MetastaseTumor metastase rongga mulut dapat menyerang pada jaringan lunak atau keras. Namun hal ini sangat jarang, hanya sekitar 1% neoplasma maligna rongga mulut. Tumor lebih sering bermetastase ke rahang daripada jaringan lunak rongga mulut. Tumor pada rahang sering terdeteksi bila timbul keluhan bengkak, nyeri, paresthesia, atau setelah menyebar ke jaringan lunak. Secara keseluruhan, tempat tumor primer metastase ke rahang berasal dari payudara, sedangkan paru-paru merupakan tempat tumor primer tersering untuk metastase ke jaringan lunak rongga mulut. Pada laki-laki, paru-paru merupakan tempat primer tersering baik untuk metastase ke rahang dan jaringan lunak rongga mulut. Regio molar mandibula merupakan tempat metastase tersering. Pada 30% kasus, lesi metastase rongga mulut merupakan indikasi pertama adanya malignansi yang tidak terdeteksi dari tubuh (19).

Manifestasi awal metastase ke attached gingiva dapat menyerupai satu dari 3 macam lesi hyperplastik reaktif pada gingiva dan harus ditegakkan dengan biopsi. Fibroma ossifikasi perifer biasanya muncul dengan bentuk kecil, berbatas tegas, bermassa padat dengan dasar berbentuk sessile atau pedunculated pada margin gingiva bebas.Lesi merah muda pucat sampai merah diatas dapat menjadi besar dan dapat terjadi pada semua umur (insidensi puncak pada umur 20 th). Tumor pyogenik atau ”pregnancy tumor”  yang mempunyai kecenderungan berdarah, juga dapat terjadi pada attached gingiva. Lesi ini biasanya kecil (diameter kurang dari 1cm), merah, dan berulserasi. Lesi lain yang juga kecil, berbatas tegas, bermassa padat merah gelap, sessile atau pedunculated pada attached gingiva adalah granuloma giant cell perifer (20). Sebagai kesimpulan, penting untuk mengetahui macam-macam tumor yang bermetastase ke rongga mulut.Histiocytosis sel Langerhans (Histiocytosis X)Histiocytosis sel Langerhans (HSL) mewakili spectrum ganguan klinik dari yang sangat agresive dan penyakit mirip leukemia parah pada bayi sampai lesi soliter pada tulang (21). Hilangnya tulang alveolar pada anak-anak dengan eksfoliasi prekok gigi susu harus diduga adanya HSL. HSL dapat juga terjadi pada usia remaja dan dewasa. Dari tulang-tulang rahang, mandibula yang paling sering terlibat. Tanda-tanda yang muncul adalah nyeri, pembengkakan, ulserasi, gigi tanggal (ompong). Gambaran radiografik menunjukkan gigi tampak melayang di udara (floating in air) dikelilingi daerah radiolusen yang luas. Hal ini berkaitan dengan hilangnya tulang alveolar yang cepat. Istilah granuloma eosinofilik tulang

Page 5: Proses_Keperawatan_Xerostomia

(eosinophilic granuloma of bone) digunakan bila lesi soliter ditemukan, namun lesi multipel dapat muncul kemudian (Gbr. 5).

Kelainan EndokrinDiabetes Mellitus (DM)Banyak manifestasi rongga mulut pada DM, beberapa diantaranya dapat diketahui sejak awal tahun 1862. Pada umumnya gejala-gejalanya tampak parah, dan sangat progresive pada pasien IDDM (Independent Insulin DM) yang tidak terkontrol dari ada pasien NIDDM yang terkontrol. Penelitian menunjukkan bahwa umur, lama penyakit, dan tingkat kontrol metabolik memegang peranan penting timbulnya manifestasi-manifestasi rongga mulut pasien diabetes daripada jenis diabetes apakah IDDM atau NIDMM (22). Sekitar sepertiga pasien diabetes mempunyai keluhan xerostomia yang mana hal ini berkaitan dengan menurunnya aliran saliva dan meningkatnya glukosa saliva. Kemudian, pembesaran glandula parotis bilateral difus, keras, yang disebut sialadenosis dapat timbul. Proses ini tidak reversibel meskipun metabolisme karbohidrat terkontrol baik. Perubahan pengecapan dan sindrom mulut terbakar juga dilaporkan pada pasien DM tak terkontrol. Xerostomia merupakan faktor predisposisi berkembangnya infeksi rongga mulut. Mukosa yang kering dan rusak lebih mudah timbulnya infeksi oportunistik oleh Candida albican. Candidiasis erytematosus tampak sebagai atropi papila sentral pada papila dorsal lidah dan terdapat pada lebih dari 30% pasien DM. Mucormycosis dan glossitis migratory benigna juga mempunyai angka insidensi yang tinggi pada IDDM di populasi umum (22).Telah ditemukan bahwa terdapat insidensi yang tinggi karies gigi pada pasien dengan DM yang tidak terkontrol. Hal ini dihubungkan dengan tingginya level glukosa saliva dan cairan krevikuler. Penyembuhan luka yang tidak sempurna, xerostomia yang diikuti dengan penimbunan plak dan sisa makanan, kerentanan terhadap infeksi, dan hiperplasi attached gingiva, semua memberi kontribusi meningkatnya insidensi penyakit periodontal pada pasien diabetes (23). HypoparatiroidismePenurunan sekresi hormon paratiroid (PTH) dapat terjadi setelah pengambilan glandula paratiroid, begitu juga destruksi autoimun terhadap glandula paratiroid. Sindrom-sindrom yang jarang, seperti Digeorge Syndrome dan Endocrine-candidiasis syndrome sering dihubungkan dengan keadaan ini. Hipocalcemia terjadi mengikuti turunnya hormon paratiroid (24). Chvostek sign, tanda khas hipokalsemia, dicirikan dengan berkedutnya bibir atas bila nervus facialis diketuk tepat dibawah proccesus zygomaticus. Jika hipoparatiroid timbul di awal kehidupan, selama proses odontogenesis/pertumbuhan gigi, dapat terjadi hipoplasi email dan kegagalan erupsi gigi. Adanya candidiasis oral persisten pada pasien muda menunjukkan mulai terjadinya sindrom endocrine-candidiasis (25). HyperparatiroidismeManifestasi awal hiperparatiroid adalah hilangnya lamina dura di sekitar akar gigi dengan perubahan pola trabecular rahang yang muncul kemudian. Terdapat penurunan densitas trabecular dan kaburnya pola normal yang menghasilkan penampakan ”ground glass” pada gambaran radiografiknya (26). Dengan menetapnya penyakit, lesi tulang lainnya muncul, seperti hiperparatiroid ”brown tumor”. Nama ini berasal dari warna spesimen jaringan yang mencolok, biasanya merah tua-coklat akibat perdarahan dan tumpukan hemosiderin dalam tumor. Gambaran radiografik menunjukkan lesi ini unilokuler atau multiloculer radiolusen yang berbatas tegas yang biasanya merusak mandibula, clavicula, iga, dan pelvis. Lesi ini soliter, namun lebih sering multipel. Lesi yan bertahan lama dapat mengakibatkan ekspansi cortical yang nyata. Secara histologik, lesi ini dicirikan sebagai proliferasi hebat jaringan granulasi vascular yang menjadi latar belakang timbulnya multi-nucleated osteoclast-type giant cells. Hal ini identik dengan lesi lain yang dikenal dengan lesi giant cell sentral pada rahang.HypercortisolismeHypercortisolisme atau Cushing’s syndrome, berasal dari meningkatnya glukokortikoid darah yang terus-menerus. Hal ini juga bisa berkaitan dengan terapi kortikosteroid lain atau produksi berlebih endogen dari glandula adrenal. Horman adrenokorticotropik (ACTH) yang berlebih dari tumor pituitari juga menyebabkan hipercortisolisme dan penyakit Cushing’s. Penumpukan jaringan lemak di area wajah

Page 6: Proses_Keperawatan_Xerostomia

dikenal sebagai ”moon facies”.  Pasien juga  mengalami facial hirsutism yang bervariasi. Fraktur patologis mandibula, maxilla atau tulang alveolar juga dapat terjadi karena trauma benturan ringan akibat osteoporosis. Penyembuhan fraktur, begitu juga penyembuhan tulang alveolar dan jaringan lunak setelah pencabutan gigi menjadi tertunda. HypoadrenocortisismeHypoadrenocortisisme berasal dari kurangnya produksi horman kortikosteroid adrenal karena adanya kerusakan cortex adrenal, kondisi ini dikenal sebagai hypoadrenocortisisme primer atau Addison’s disease. Hal ini biasanya berkaitan dengan autoimmune, juga dapat disebabkan karena infeksi seperti tuberculosis, tumor metastase, amyloidosis, sarcoidosis atau hemochromatosis. Hypoadrenocortisisme sekunder berkembang karena fungsi glandula pituitary yang inadequate. Manifestasi orofacial termasuk A ”bronzing” hyperpigmentasi pada kulit, terutama  pada area yang paling banyak terpapar matahari (sun-exposed area).  Hal ini disebabkan karena meningkatnya kadar beta-lipotropin atau ACTH, yang keduanya dapat menstimulasi melanosit. Perubahan kulit ini didahului oleh melanosis mukosa mulut. Pigmentasi kecoklatan difus atau bercak sering terjadi di mukosa buccal, namun dapat terjadi di dasar mulut, ventral lidah dan bagian lain mukosa mulut.

Penyakit GinjalUremik Stomatitis Stomatitis Uremia cukup jarang, hanya sering ditemui pada gagal ginjal kronik yang tidak terdiagnosis atau tidak terobati. Kerak atau plak yang nyeri sebagian besar terdistribusi di mukosa bukal, dasar atau dorsal lidah, dan pada dasar rongga mulut. Angka insidensinya telah menurun seiring dengan tersedianya peralatan dialysis di banyak rumah sakit. Mekanisme yang diterima yang melatarbelakangi timbulnya uremik stomatitis yaitu luka pada mukosa dan iritasi kimia akibat senyawa amonia yang terbentuk dari hidrolisis urea oleh urease saliva. Hal ini terjadi bila konsentrasi urea intraoral melebihi 30 mmol/L (27). Diatesis hemoragik yang berasal dari inhibisi agregasi platelet dapat juga berperan dalam terjadinya hemoragik lokal, yang menyebabkan turunnya viabilitas dan vitalitas jaringan yang terkena, yang akhirnya menyebabkan infeksi bakteri.

Ada 2 jenis uremik stomatitis (27), pada tipe I, terdapat eritema lokal atau general di mukosa mulut, dan eksudat pseudomembran tebal abu-abu yang tidak berdarah/ulserasi bila diambil. Gejala lain dapat berupa nyeri, rasa terbakar, xerostomia, halitosis, perdarahan gingiva, dysgeusia, atau infeksi candida. Pada tipe II, dapat terjadi ulserasi bila pseudomembran tersebut diambil. Tipe ini dapat mengindikasikan bentuk stomatitis yang lebih parah, infeksi sekunder, anemia atau gangguan hematologik sistemik yang mendasari ayn disebabkan oleh gagal ginjal. Secara histologik, kedua tipe uremik stomatitis tersebut menunjukkan proses inflamtorik yang berat, dengan infiltrasi berat lekosit pmn dan nekrosis mukosa mulut. Kolonisasi bakteri yan sering ditemukan adalah Fusobacterium, spirochaeta, atau candida.

Penyakit GastrointestinalChron’s DiseasePada tahun 1969, manifestasi oral penyakit Chron’s digambarkan identik dengan yang terjadi di mukosa intestinal. Secara histologi, lesi ini mempunyai gambaran granuloma non-necrotik di submucosa, yang terdiri dari sel raksasa Langerhan multinuklear, sel epiteloid, limfosit, dan sel plasma. Granuloma-granulom ini dapat bervariasi dalam ukuran dan kedalamannya di submukosa, dan insidensinya bervariasi dari 10-99% (28). Kadang-kadang granuloma ini menonjol ke dalam lumen limfatik, suatu keadaan yang disebut ”limfangitis granulomatosa endovasal” (“endovasal granulomatous lymphangitis”) (29).

Secara klinik, pasien tersebut memiliki gejala pembengkakan difus pada satu atau kedua bibir, dengan angular cheilitis, dan ”cobblestone” pada mukosa buccal dengan mukosa yang rigid dan hiperplastik. Dapat juga terjadi nyeri ulserasi pada vestibulum bukal, pembengkakan terlokalisir yang tidak nyeri pada bibir atau wajah, fissure pada garis tengah bibir bawah, dan edema erythematos gingiva (30). Limfonodi servik dapat menjadi keras dan terpalpasi. Tidak ada hubungan waktu yang langsung antara intestinal dan lesi rongga mulut.  Lesi rongga mulut telah terbukti mendahului lesi intestinal selama bertahun-tahun, dan

Page 7: Proses_Keperawatan_Xerostomia

pada beberapa kasus dapat menjadi satu-satunya manifestasi penyakit Chron’s. Lesi rongga mulut hanya dapat berefek dengan steroid sistemik.

Kolitis UlseratifKolitis Ulseratif telah dihubungkan dengan ulserasi oral destruktif akibat dari immunemediated vasculitis (31). Penyakit ini mirip dengan ulser aphtosa, namun lebih jarang dari Chron’s Disease. Pyostomatitis vegetans merupakan manifestasi oral dari colitis ulseratif, berwujud mikroabses intraepitelial multipel tanpa nyeri  dalam garis lurus atau berkelok-kelok di mukosa lidah, soft palatum, ventral lidah. Pyostomatitis gangrenosum merupakan varian lain yang cukup hebat dengan ulser yang besar, destruktif, dan bertahan lama yang menimbulkan jaringan parut yang sangat nyata