putu.docx

33
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak lahirnya Undang - Undang Nomor 32 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah da n telah diubah ke mbali dengan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang perda telah telah menyebabkan perubahan yang mendasar dalam tata ke lola pemerintahan di dae rah, baik pemerintahan di tingkat provinsi, kabupaten/ko ta di Indonesia dalam ha l k ewenangan pemerintahan daerah mengurus daerahnya sendiri. Menurut Peraturan Daerah kabupaten Lampung Timur nomor 11 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pasar Modern dan Waralaba bahwa perekonomian disusun berdasarkan asas kekeluargaan dengan tujuan utama terciptanya kesejahteraan bagi seluruh rakyat serta meningkatkan kemampuan dan daya saing antar pelaku ekonomi baik dengan skala modal besar maupun skala modal bahwa dengan pesatnya perkembangan usaha perdagangan eceran modern dalam

Upload: erwin-rommy-irawan

Post on 17-Sep-2015

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangSejak lahirnya Undang-UndangNomor32Tahun1999tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor32Tahun2004tentangPemerintahanDaerahdantelah diubah kembali dengan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang perda telah telah menyebabkan perubahan yang mendasar dalam tata kelolapemerintahandi daerah, baik pemerintahandi tingkatprovinsi, kabupaten/kota di Indonesiadalamhal kewenanganpemerintahandaerah mengurus daerahnya sendiri. Menurut Peraturan Daerah kabupaten Lampung Timur nomor 11 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pasar Modern dan Waralaba bahwa perekonomian disusun berdasarkan asas kekeluargaan dengan tujuan utama terciptanya kesejahteraan bagi seluruh rakyat serta meningkatkan kemampuan dan daya saing antarpelaku ekonomi baik dengan skala modal besar maupun skala modal bahwa dengan pesatnya perkembangan usaha perdagangan eceran modern dalam skala besar, maka diperlukan usaha penataan pasar modern agar tidak merugikan keberadaan pasartradisional bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimanadimaksud, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pasar Modern (Waralaba).

B. Permasalahan1. Apakah Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 11 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pasar Modern dan Waralaba bertentangan dengan peraturan perundang-undangan?2. Apakah Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 11 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pasar Modern dan Waralaba. bertentangan dengan kepentingan umum?3. Apakah Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 11 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pasar Modern dan Waralaba membebani masyarakat (biaya tinggi)?4. Apakah Peraturan Daerah Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 11 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pasar Modern dan Waralaba menghambat investasi di daerah?C. Manfaat1. Mengetahui Apakah Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 11 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pasar Modern dan Waralaba bertentangan dengan peraturan perundang-undangan 2. Mengetahui Apakah Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 11 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pasar Modern dan Waralaba bertentangan dengan kepentingan umum3. Apakah Peraturan Daerah Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 11 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pasar Modern dan Waralaba membebani masyarakat

BAB IIPEMBAHASAN

A. Sinkronisasi dan Harmonisasi Perda dengan Peraturan Perundang-undanganSinkronisasi adalah penyelarasan dan penyelerasian berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan peraturan perundang-undangan yang telah ada dan yang sedang disusun yang mengatur suatu bidang tertentu. Proses sinkronisasi peraturan bertujuan untuk melihat adanya keselarasan antara peraturan yang satu dengan peraturan lainnya. Sinkronisasi dilakukan baik secara vertikal dengan peraturan di atasnya maupun secara horizontal dengan peraturan yang setara.[footnoteRef:1] [1: http://www.penataanruang.net/ta/Lapan04/P2/SinkronisasiUU/Bab4.pdf diakses pada tanggal 8 Desember 2012.]

Maksud dari kegiatan sinkronisasi adalah agar substansi yang diatur dalam produk perundang-undangan tidak tumpang tindih, saling melengkapi (suplementer), saling terkait, dan semakin rendah jenis pengaturannya maka semakin detail dan operasional materi muatannya. Adapun tujuan dari kegiatan sinkronisasi adalah untuk mewujudkan landasan pengaturan suatu bidang tertentu yang dapat memberikan kepastian hukum yang memadai bagi penyelenggaraan bidang tersebut secara efisien dan efektif.[footnoteRef:2] [2: Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-Undangan, dasar-Dasar dan Pembentukannya, Yogyakarta: Kanisius, 1998, hal. 3.]

Sinkronisasi peraturan perundang-undangan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:[footnoteRef:3] [3: Ibid]

a. Sinkronisasi Vertikal Dilakukan dengan melihat apakah suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu bidang tertentu tidak saling bertentangan antara satu dengan yang lain. Di samping harus memperhatikan hierarki peraturan perundang-undangan, sinkronisasi vertikal harus juga diperhatikan kronologis tahun dan nomor penetapan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. b. Sinkronisasi HorizontalDilakukan dengan melihat pada berbagai peraturan perundang-undangan yang sederajat dan mengatur bidang yang sama atau terkait. Sinkronisasi horizontal juga harus dilakukan secara kronologis, sesuai dengan urutan waktu ditetapkannya peraturan perundangan-undangan yang bersangkutan. Secara umum, prosedur sinkronisasi diawali dengan inventarisasi, yaitu suatu kegiatan untuk mengetahui dan memperoleh data dan informasi tentang peraturan perundang-undangan terkait. Selanjutnya dilakukan analisa terhadap substansi.

Harmonisasi idealnya dilakukan pada saat perancangan peraturan perundang-undangan. Pengharmonisasian rancangan undang-undang mencakup 2 (dua) aspek sebagai berikut:[footnoteRef:4] [4: AA. Oka Mahendra, Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan, http://www.djpp.depkumham.go.id/htn-dan-puu/421-harmonisasi-peraturan-perundang-undangan.html diakses tanggal 7 Desember 2012.]

1. Pengharmonisasian materi muatan rancangan undang-undang dengan:a. Pancasila;b. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945/harmonisasi vertikal;c. Undang-undang/harmonisasi horizontal;d. Asas-asas peraturan perundang-undangan:i. Asas pembentukan.ii. Asas materi muatan.iii. Asas-asas lain yang sesuai dengan bidang hukum rancangan undang-undang yang bersangkutan.2. Pengharmonisasian rancangan undang-undang dengan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan yang meliputi:a. Kerangka peraturan perundang-undangan;b. Hal-hal khusus;c. Ragam bahasa;d. Bentuk rancangan peraturan perundang-undang.

Pengharmonisasian dilakukan dengan cara sebagai berikut:[footnoteRef:5] [5: Ibid]

a. Pastikan bahwa rancangan undang-undang mencantumkan nilai-nilai filosofis Pancasila dan pasal-pasal rancangan undang-undang yang bersangkutan tidak bertentangan dengan nilai-nilai tersebut.b. Pastikan bahwa pasal-pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memerintahkan pembentukannya telah dicantumkan dengan benar dan pastikan pula bahwa rancangan undang-undang telah selaras dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan negara menurut Undang-Undang Dasar.c. Gunakan istilah hukum atau pengertian hukum secara konsisten.d. Teliti dengan seksama apakah materi muatan rancangan undang-undang telah serasi/selaras dengan undang-undang lain terkait.e. Pastikan bahwa asas-asas peraturan perundang-undangan baik asas pembentukan, asas materi muatan, maupun asas lain yang berkaitan dengan bidang hukum yang diatur dalam rancangan undang-undang, telah terakomodasikan dengan baik dalam rancangan undang-undang.f. Pastikan bahwa pedoman teknik penyusunan peraturan perundang-undangan telah dipatuhi secara konsisten.g. Pastikan bahwa bahasa yang digunakan dalam merumuskan norma dalam rancangan undang-undang telah sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar serta mengunakan pilihan kata yang tepat, jelas dan pasti.Salah satu cara untuk melihat apakah Perda sinkron dan harmonis atau tidak adalah dengan melihat konsideran menimbang. Konsideran "menimbang" memuat tentang uraian singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang memuat unsur filosofis, sosiologis dan yuridis yang menjadi latar belakang dan alasan pembentukan Peraturan Perundang-undangan tersebut.

Unsur Filosofis, berisi landasan kewenangan suatu instansi/ lembaga dalam menyusun peraturan (masalah sosial yang ingin diselesaikan dengan peraturan);Unsur Sosiologis, berisi fakta yang ingin diatur (penyebab utama masalah sosial);Unsur Yuridis, memuat pernyataan tentang pentingnya pengaturan (solusi atas permasalahan).

Dalam Perda ini terdapat 3 buah point Menimbang diantaranya yakni : bahwa perekonomian disusun berdasarkan asas kekeluargaan dengan tujuan utama terciptanya kesejahteraan bagi seluruh rakyat serta kemampuan dan daya saing antar pelaku ekonomi baik dengan skala modal besar modal kecil; bahwa dengan pesatnya perkembangan usaha perdagangan eceran modern dalam skala besar, maka diperlukan usaha penataan pasar modern agar tidak merugikan keberadaan pasar tradisional; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada poin 1 dan poin 2, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Pasar Modern (Waralaba); Perda ini sudah jelas merupakan tindak lanjut dari ketentuan UU no.20 tahun 2008 tentang "Usaha Mikro, kecil dan Menengah"- yang bercirikan:(1)Penggunaan/pemanfaatan HKI, utamanya merek;(2)Penggunaan/pemanfaatan Sistem Pemasaran/Distribusi/Penjualanyang baku;(3)Fee yang dibayar oleh salah satu pihak;(4)Adanya perjanjian( waralaba/lisensi ).Peraturan perundang-undangan merupakan aturan tertulis yang dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum. Sedangkan, Peraturan Daerah (Perda) merupakan salah satu jenis peraturan perundang-undangan yang merupakan bagian dari sistem hukum nasional berdasarkan pancasila.

Perda mempunyai kedudukan yang strategis, karena diberikan landasan konstitusional yang jelas sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (6) Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai instrumen kebijakan untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan sebagaimana amanatUUD RI Tahun 1945 dan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. Kemudian, fungsi yang kedua sebagaipenampungkekhususan dan keragaman daerah,serta penyalur aspirasi masyarakat di daerah. Namun,pengaturannya tetap dalamkerangkaNegara Kesatuan Republik Indonesia yangg berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Yang ketiga, berfungsi sebagai alatpembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan daerah.

Fungsi Perda harus tunduk pada ketentuan hierarki peraturan perundang-undangan. Agar tidak terjadi tumpang tindih antara Perda dengan peraturan yang lebih tinggi, perlu memperhatikan aspek penting dalam pembentukan suatu Perda, yaitu aspek kewenangan yang secara tegas dipersyaratkan dalam ketentuan pasal 1 ayat (2)UU No.10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,yakni Perda dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang. Dengan adanya perubahan UU yang mengatur mengenai Hierarki Perundang-undangan maka posisi Perda berada pada urutan ke enam dimana sekarang mengenai hierarki peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia sesuaiPasal 7 ayat (1) UU 12/2011disebutkan:Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;d. Peraturan Pemerintah;e. Peraturan Presiden;f. Peraturan Daerah Provinsi; dang. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.Hierarki pertama adalah Undang-undang. Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk olehDewan Perwakilan Rakyatdengan persetujuan bersamaPresiden.Materi muatan Undang-Undang adalah: Mengatur lebih lanjut ketentuan UUD 1945 yang meliputi:hak-hak asasi manusia, hak dan kewajiban warga negara, pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara, wilayah dan pembagian daerah, kewarganegaraan dan kependudukan, serta keuangan negara. Diperintahkan oleh suatu Undang-Undang Dasar 1945 untuk diatur dengan Undang-Undang.

Pada konsideran Mengingat dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur nomor 11 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pasar Modern dan Waralaba ada 15 buah Undang-Undang yang menjadi rujukan dalam Pembentukan Perda ini. Undang-Undang tersebut antara lain: Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999tentang Larangan Praktek Monopoli danPersaingan Usaha Ticlak Sehat (LembaranNegara Republik Indorxsia Tahun 1999Nomor 33, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 3817); Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1999 tentangPembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II WayKanan, Kabupaten Daerah Tingkat II LampungTimur dan Kotaniadya Daerah Tingkat II Metro(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 46,Tambahan Lembaran Ne[',ara Nomor 3825); Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentangPemerintahan Daerah (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2004 Nomor125, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 4437); Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007tentang Penataan Ruang (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,Tambahan Lembaran Negara Rebublik IndonesiaNomor 4725); Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007tentang Perseroan Terbatas (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2007 Nomor106, Tambahan Lembaran Negara RebublikIndonesia Nomor 4739); Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentangUsaha Mikro, Kecil dan Menengah (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor93, Tambahan Lembaran Negara RebublikIndonesia Nomor 4866); Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentangPembentukan Peraturan Perundang-Undangan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran NegaraRebublik Indonesia Nomor 5234); Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antaraPemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi danPemerintahan Daerah Kabupaten/Kota(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4737); Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun2007 tentang Waralaba (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2007 Nomor 90,Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 4742); Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997tentang Kemitraan (Lembaran Negara Tahun1997 Nomor 91, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia 3718); Peraturan Presiden Republik IndonesiaNomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan danPembinaan Pasar Tradisional Pusat Perbelanjaandan Toko Modern; Peraturan Menteri Perdagangan Nomor53/M-DAG/PER/12/2008 tentang PedomanPenataan dan Pembinaan Pasar Tradisional,Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern; Peraturan Menteri Perdagangan Nomor53/M-DAG/PER/8/2012 tentang PenyelenggaraanWaralaba; Peraturan Daerah Kabupaten Lampung TimurNomor 19 Tahun 2007 tentang UrusanPemerintahan yang Menjadi KewenanganPemerintah Daerah (LembaranDaerahKabupaten Lampung Timur Tahun 2007 Nomor19); Peraturan Daerah Kabupaten Lampung TimurNomor 22 Tahun 2007 tentang PembentukanOrganisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah(Lembaran Daerah Kabupaten Lampung TimurTahun 2007 Nomor 22) sebagaimana telahdiubah dua kali terakhir dengan PeraturanDaerah Nomor 14 Tahun 2011 (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor14);

Pada hierarki yang kedua yakni Ketetapan MPR, dalam hal ini tidak ada ketetapan MPR yang menjadi acuan dalam pembentukan Perda Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah. Dengan demikian dapat langsung beralih ke hierarki yang ketiga yakni Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah(disingkatPP) adalah Peraturan Perundang-undangan diIndonesiayang ditetapkan olehPresidenuntuk menjalankanUndang-Undangsebagaimana mestinya. Materi muatan Peraturan Pemerintah adalah materi untukmenjalankanUndang-Undang. Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dinyatakan bahwa Peraturan Pemerintah sebagai aturan "organik" daripada Undang-Undang menurut hierarkinya tidak boleh tumpang tindih atau bertolak belakang. Peraturan Pemerintah ditandatangani oleh Presiden.

Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataandan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan TokoModern merupakan landasan konstitusionil bagi daerah dalammelakukan penataan dan pembinaan bagi pasar tradisional danmodern, sedangkan pedoman teknisnya telah diatur di dalamPeraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 53/MDAG/PER/12/2008. Perkembangan dan Fenomena pasar modern diKabupaten Lampung Timur baik yang berskala minimarket telahmembawa dampak yang begitu nyata bagi masyarakat baik dari sisisosial maupun ekonomi, dan kedepan juga sangat mungkin akanlebih berkembang kearah tumbuhnya hypermarket-hypermarketyang bila tidak di antisipasi akan membawa dampak negatif danmembahayakan bagi eksistensi pelaku ekonomi pemodal kecil sepertiusaha mikro, kecil, menengah dan koperasi. Dengan pertumbuhandan perkembangan pasar modern, maka perlu ditata dan dibina agarpedagang mikro, kecil, menengah dan koperasi serta pasartradisional dapat tumbuh dan berkembang bersama-sama denganpedagang pasar modern seeara serasi, seimbang dan berkeadilanserta j a u h dari praktek-praktek monopoli.Kewenangan yang diberikan Pemerintah pusat kepadapemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan PresidenNomor 112 Tahun 2007 khususnya Bab IV pasal 12, dan PeraturanMenteri Perdagangan Nomor 53/M-DAG/PER/8/2012 tentangPenyelenggaraan Waralaba, adalah kewenangan yang sangatstrategis terutama dalam hal penataan dan pengendalian pasartradisional dan pasar modern juga dalam penyelenggaraan waralaba.Berdasarkan hal tersebut, pembentukan perda penyelenggaraanpasar modern (waralaba) merupakan langkah tepat yang harusdilakukan.Selanjutnya hierarki pada Perda ini dalam konsideran mengingatnya adalah Peraturan Presiden. Peraturan PresidendisingkatPerpresadalahPeraturan Perundang-undanganyang dibuat olehPresiden. Materi muatan Peraturan Presiden adalah materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang atau materi untukmelaksanakan Peraturan Pemerintah.Pada konsideran Mengingat Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2013 tentang Waralaba ada 2 buah Peraturan Presiden yang menjadi rujukan dalam Pembentukan Perda ini. Peraturan Presiden tersebut antara lain:

Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern; Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba;

Selanjutnya hierarki pada Perda ini dalam konsideran mengingatnya adalah Peraturan Menteri. Sebagai salah satu instrumen hukum, keberadaan peraturan menteri masih sangat diperlukan dalam rangka melaksanakan peraturan perundangundangan di atasnya yang secara jelas mendelegasikan. Bagaimana jika pendelegasian tersebut tidak jelas atau sama sekali tidak ada delegasian dari peraturan di atasnya, tetapi menteri memerlukan pengaturan? Kemandirian menteri untuk mengeluarkan suatu peraturan atas dasar suatu kebijakan, bukan atas dasar pemberian kewenangan mengatur (delegasi) dari peraturan di atasnya, dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan selama ini diperbolehkan. Tindakan menteri untuk mengeluarkan peraturan tersebut didasarkan pada tertib penyelenggaraan pemerintahan yang diinginkan dalam rangka mempermudah pelaksanaan administrasi atau kepentingan prosedural lainnya.[footnoteRef:6] [6: http://www.djpp.kemenkumham.go.id/files/jurnal/vol1no2/Sekilas%20Info%20(hal%20119-128).pdf ]

Dalam Penjelasan pasal 7 ayat 4 Jenis Peraturan Perundang-undangan selain dalam ketentuan ini, antara lain, peraturan yang dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, menteri, kepala badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh undang-undang atau pemerintah atas perintah undangundang, dewan perwakilan rakyat daerah provinsi, gubernur, dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota, bupati/walikota, kepala desa atau yang setingkat.

Dengan demikian Jenis Peraturan Menteri telah disebut secara jelas dalam UndangUndang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan .Pada konsideran Mengingat Peraturan Daerah kabupaten Lampung Timur nomor 11 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pasar Modern dan Waralaba ada 4 buah Peraturan Menteri yang menjadi rujukan dalam Pembentukan Perda ini. Peraturan Menteri tersebut antara lain:1. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN RI No. 07/M-DAG/PER/2/2013Tentang Pengembangan Kemitraan Dalam Waralaba Untuk Jenis Usaha Jasa Makanan Dan Minuman2. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN RI No. 60/M-DAG/PER/9/2013Tentang Kewajiban Penggunaan Logo Waralaba3. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN RI No. 68/M-DAG/PER/10/2012Tentang Waralaba Untuk Jenis Usaha Toko Modern4. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN RI No. 53/M-DAG/PER/8/2012Tentang Penyelenggaraan Waralaba5. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN RI No. 31/M-DAG/PER/8/2008Tentang Penyelenggaraan Waralaba

Selanjutnya adalah Peraturan Daerah yang merupakan peraturan yang setigkat dengan Peraturan Daerah ini. Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk olehDewan Perwakilan Rakyat Daerahdengan persetujuan bersama kepala daerah (gubernur atau bupati/walikota).Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.Peraturan Daerah ini walaupun setingkat tetapi tetap menjadi pertimbangan dan acuan dalam pembentukan Perda Nomor 11 Tahun 2013 tentang Waralaba. Pada konsideran Mengingat Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 11 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pasar Modern dan Waralaba ada 3 buah Peraturan Daerah yang menjadi rujukan dalam Pembentukan Perda ini. Peraturan Daerah tersebut antara lain:1. PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 09 TAHUN 2013 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN PASAR;2. PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PASAR TRADISIONAL;3. PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA DAN PENDAFTARAN KEGIATAN INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

B. Kedudukan Perda sebagai Kebijakan Legislasi Melindungi Kepentingan Umum

UUD NKRI 1945 menunjukan bahwa, Indonesia, merupakan suatu Negara keasatuan (Unitary State), pluralitas kondisi local baik ditinjau dari adat istiadat, kapasitas pemerintahan daerah, suasana demokrasi local, dan latar belakang pembentukan daerah masing-masing mengharuskan ditetapkannya kebajikan desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan. Keputusan politik untuk memberikan otonomi yang lebih luas kepada daerah telah memberikan perubahan yang signifikan terhadap system pemerintahan Indonesia pada umumnya dan khususnya pemerintahadaerah.Kedudukan dan Landasan HukumSesuai asas desentralisasi daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk mengatur urusan pemerintahannya sendiri. Kewenangan daerah mencakup seluruh kewenangan dalam bidang pemerintahan, kecuali bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, dan agama yang diatur dalam ketentuan Pasal 10 ayat (3) UU Nomor 32 Tahun 2004.Urusan wajib yang menjadi kewenangan daerah diatur dalam ketentuan Pasal 13 dan Pasal 14 yang telah diatur lebih lanjut dengan PP No. 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Pemerintah juga telah menetapkan PP No.41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Untuk menjalankan urusan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah tersebut, Pemerintah Daerah memerlukan perangkat peraturan perundangundangan.Pasal 18 ayat (6) UUD 1945 yang menyatakan Pemerintahan Daerah berhak menetapkan Peraturan Daerah dan peraturan-peraturanlain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.Ketentuan Konstitusi tersebut dipertegas dalam UU No.10/2004 yang menyatakan jenis PUU nasional dalam hierarki paling bawah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 7 UU yang selengkapnya berbunyi:Pasal 7(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut:1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;3. Peraturan Pemerintah;4. Peraturan Presiden;5. Peraturan Daerah.(2) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi:1. Peraturan Daerah provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi bersama dengan gubernur;2. Peraturan Daerah kabupaten/kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten/kota bersama bupati/walikota;3. Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan Peraturan Desa/peraturan yang setingkat diatur dengan Perataran Daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.(4) Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.(5) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan adalah sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).Berdasarkan Ketentuan ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), PUU tunduk pada asas hierarki yang diartikan suatu PUU yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan PUU yang lebih tinggi tingkatannya atau derajatnya. Sesuai asas hierarki dimaksud PUU merupakan satu kesatuan sistem yang memiliki ketergantungan, keterkaitan satu dengan yang lain. Untuk itu Perda dilarang bertentangan dengan PUU yang lebih tinggi. Perda harus didasarkan pada Pancasila yang merupakan sumber dari segala sumber hukum negara (Pasal 2 UU No.10/2004), UUD 1945 yang merupakan hukum dasar dalam PUU (Pasal 4 ayat (1) UU No.10/2004, asasasas pembentukan PUU sebagaimana diatur dalam Pasal 5 UU No.10/2004 jo Pasal 137 UU No. 32/2004.Kedudukan Perda juga dapat ditinjau dari aspek kewenangan membentuk Perda. Pasal 1 angka 2 UU No.10/2004 menyatakan bahwa:Peraturan Perundang-ndanganadalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum.Kewenanganpembentukan Peraturan Daerah berada pada Kepala Daerahdan DPRD. Hal ini sesuai UU No.32/2004 Pasal 25 huruf c bahwa Kepala Daerah mempunyai tugas dan wewenangmenetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD dan Pasal 42 ayat (1) huruf a bahwaDPRD mempunyai tugas dan wewenangmembentuk Perda yang di bahas dengan Kepala Daerah untuk mendapatpersetujuan bersama, dan Pasal 136 ayat (1) bahwaPerda ditetapkan oleh Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD.Memperhatikan ketentuan mengenai Perda dimaksud, dapat disimpulkan bahwa Perda mempunyai berbagai fungsi antara lain sebagai instrumen kebijakan di daerah untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 dan UU Pemerintahan Daerah namun Perda tersebut pada dasarnya merupakan peraturan pelaksanaan dari PUU yang lebih tinggi. Selain itu Perda dapat berfungsi sebagai istrumen kebijakan untuk penampung kekhususan dan keragaman daerah serta penyalur aspirasi masyarakat di daerah, namun dalam pengaturannya tetap dalam koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.Dalam rangka harmonisasi, asas hierarki dilaksanakan melalui pembatalan perda oleh Pemerintah apabila bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau bertentangan dengan kepentingan umum. Asas hierarki juga menimbulkan lahirnya hak untuk menguji Perda tersebut baik secara formal (formele toetsingsrecht) maupun material (materiele toetsingsrecht). Hak menguji formal adalah wewenang untuk menilai apakah suatu produk hukum telah dibuat melalui cara-cara (procedure) sebagaimana telah ditentukan/diatur dalam PUU; sedangkan hak menguji material adalah suatu wewenang untuk menyelidiki dan kemudian menilai, apakah suatu produk hukum isinya sesuai dengan PUU yang lebih tinggi derajatnya, serta apakah suatu kekuasaan tertentu (verordenende macht) berhak mengeluarkan suatu peraturan tertentu.[footnoteRef:7] [7: http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/htn-dan-puu/422-harmonisasi-peraturan-daerah-dengan-peraturan-perundang-undangan-lainnya.html]

BAB IIIPENUTUP

A. Simpulan

Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 11 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pasar Modern dan Waralaba tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 11 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pasar Modern dan Waralaba tidak bertentangan dengan kepentingan umum. Tertera dalam pasal 8 Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 11 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pasar Modern dan Waralaba.Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang pribadi atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh orang lain berdasarkan perjanjian waralaba.Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Timur Nomor 11 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pasar Modern dan Waralaba tidak membebani masyarakat.

B. Rekomendasi/Saran

Masyarakat diharapkan memahami perda nomor 11 tahun 2013 tentang waralaba.Sistem bisnis waralaba yang menarik dan dapat menguntungkanpengusaha lokal maupun asing, maka pemerintah memandang perlu mengaturbisnis tersebut. Untuk menciptakan tertib usaha dengan cara waralaba sertaperlindungan terhadap konsumen, dipandang perlu menetapkan ketentuan tentang waralaba dengan Peraturan Pemerintah. Pada tanggal 23 Juli 2007diundangkanlan Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 tentang Waralabadalam Lembaran Negara No. 90 Tahun 2007. Peraturan Pemerintah ini merupakan peraturan pelaksanaan dari Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Kitab Undang-Undang Hukum Perdata(Burgelijke Wetboek, Staatblads 1847 Nomor 23); Undang-undang PenyaluranPerusahaan 1934; Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 74; TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3611).Untuk meningkatkan peranan dan keikutsertaan masyarakat luas dalamusaha waralaba, perlu adanya peran serta pengusaha kecil dan menengah baiksebagai pemberi waralaba, penerima waralaba maupun sebagai pemasok barangdan atau jasa. Usaha waralaba perlu dikembangkan dalam rangka mendorongpertumbuhan dan pengembangan pemberi waralaba nasional. Setiap pengusahayang menjalankan usaha waralaba wajib mendaftarkan usaha waralabanya itu,sehingga dapat diketahui perkembangan waralaba secara nasional. Untukmelaksanakan pendaftaran tersebut dan bagaimana ketentuannya secara detilmaka dipergunakan aturan berupa Keputusan Menteri

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PASAR MODERN DAN WARALABA

Oleh PUTU ADITYA1212011

FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS LAMPUNGBANDAR LAMPUNG2015