referat gbs

23
REFERAT GUILLAIN-BARRE SYNDROME Pembimbing : dr. Thomas Harry Adoe, Sp.A Disusun Oleh : Tiara Rahmawati 030.08.240 KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BEKASI PERIODE 26 AGUSTUS – 2 NOVEMBER 2013

Upload: fitri-anugrah

Post on 26-Nov-2015

78 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

GBS

TRANSCRIPT

REFERAT

GUILLAIN-BARRE SYNDROME

Pembimbing :

dr. Thomas Harry Adoe, Sp.A

Disusun Oleh :

Tiara Rahmawati

030.08.240

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BEKASI

PERIODE 26 AGUSTUS – 2 NOVEMBER 2013

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

BEKASI

BAB I

PENDAHULUAN

Sindroma Guillain Barre adalah penyakit langka dan parah. Sindroma Guillain Barre

mengambil nama dari dua Ilmuwan Perancis, Guillain (baca Gilan) dan Barré (baca Barre),

yang menemukan dua orang prajurit perang di tahun 1916 yang mengidap kelumpuhan

kemudian sembuh setelah menerima perawatan medis. Penyakit ini menjangkiti satu dari

40,000 orang tiap tahunnya.

Penyakit ini terjadi setelah prosedur infeksi akut. Sindroma Gullain Barre mulanya

mempengaruhi sistem saraf perifer. Biasanya penyakit ini adalah bentuk kelumpuhan akut di

daerah tubuh bagian bawah yang bergerak kea rah ekstremitas atas dan wajah. Secara

bertahap pasien kehilangan semua reflex lalu mengalami kelumpuhan tubuh lengkap.

Sindroma Gullain Barre adalah suatu kelainan mengancam kehidupan dan

meemerlukan perawatan yang tepat waktu dan perawatan suportif dengan immunoglobulin

intravena atau plasmaferesis. Sayangnya banyak orang kehilangan nyawa merkea tanpa

perawatan medis yang tepat dan cepat. Disautonomia dan komplikasi paru merupakan alasan

dasar untuk komplikasi kematian fatal lainya.

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Guillain–Barre Syndrome merupakan suatu jenis inflammatory demyelinating

polyneuropathy, yang merupakan peradangan pada nervus zpada kaki, tangan, otot wajah

dan otot pernafasan yang tiba-tiba lemah dari bagian distal, kemudian ke bagian proximal

yang biasanya terjadi setelah suatu febris atau penyakit viral

GBS merupakan suatu kondisi polineuropati akut, di mana terjadi paralisis yang

asenderen (kelumpuhan yang naik dari bawah) atau paralisis Landry (Samekto 2006).

Pada GBS, gejala lemah yang terjadi pada ujung kaki kanan maupun kiri akan lebih

menonjol ketimbang rasa kebal-kebal/kesemutan. Keadaan ini bisa naik ke tubuh bagian

atas sehingga mengakibatkan kelumpuhan layu pada anggota tangan kiri dan kaki,

bahkan sampai syaraf wajah kiri-kanan.

Guillain-Barre Syndrome adalah polineuropati pasca infeksi yang mengakibatkan

demielinasi terutama pada saraf motorik tetapi kadang-kadang juga saraf sensoris.

Sindrom ini mengenai orang dari semua umur dan bukan herediter. Penyakit ini sangat

mirip polineuritis alergik eksperimental pada binatang.

Sindrom adalah gambaran klinis seorang penderita sakit mencakup gejala

(symptom) dan tanda (sign). Gejala sebagai keluhan subyektif yang dikemukakan oleh

penderitanya seperti rasa kesemutan, baal, nyeri, dan lain-lain. Sedangkan tanda adalah

temuan (obyektif) yang didapat dari pemeriksaan fisik. Misal suhu tubuh berupa demam,

tekanan darah, kelumpuhan, dan lain-lain.

.

B. ETIOLOGI

Mikroorganisme penyebab belum pernah ditemukan pada penderita dan bukan

merupakan penyakit yang menular juga tidak diturunkan secara herediter. Penyakit ini

merupakan proses autoimun. Tetapi sekitar setengah dari seluruh kasus terjadi setelah

penyakit infeksi virus atau bakteri seperti dibawah ini :

1) Infeksi virus : Citomegalovirus (CMV), Ebstein Barr Virus (EBV), enterovirus,

2) Human Immunodefficiency Virus (HIV).

3) Infeksi bakteri : Campilobacter Jejuni, Mycoplasma Pneumonie.

4) Pasca pembedahan dan Vaksinasi.

3

50% dari seluruh kasus terjadi sekitar 1-3 minggu setelah terjadi penyakit Infeksi

Saluran Pernapasan Atas (ISPA) dan Infeksi Saluran Pencernaan.

C. EPIDEMIOLOGI

GBS adalah salah satu penyebab dari kelumpuhan akut pada anak-anak yang tinggal

di Negara-negara dengan program imunisasi. Insidensinya 1/100.000 untuk anak-anak

yang berumur kurang dari 16 tahun. Mendekati 800 kasus pada anak-anak per tahun di

Amerika Serikat. GBS tidak mempunyai hubungan dengan ras, ekonomi dan jenis

kelamin.(www. Republika Online.co. id, 3 agustus 2006).

Laki-laki dewasa lebih berisiko terjadi GBS daripada wanita. Pada anak-anak

tidak ada penelitian yang jelas bahwa laki-laki lebih berisiko dibandingkan wanita.

Orang yang berusia lebih dari 40 tahun mempunyai risiko yang lebih besar

dibandingkan orang yang lebih muda. Anak-anak mempunyai risiko lebih rendah dari

orang dewasa, dengan insiden 0,4-1,1 per 100.000 anak-anak. Anak-anak usia kurang

dari 4 tahun kemungkinan risikonya lebih kecil dibandingkan anak usia diatas 4 tahun.

D. PATOGENESIS

Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang

mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum diketahui dengan

pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada

sindroma ini adalah melalui mekanisme imunlogi.

Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan

jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah:

1) Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell mediated

immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi.

2) Adanya auto antibody terhadap sistem saraf tepi

3) Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada

pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi saraf tepi.

4) Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas

seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya,

yang paling sering adalah infeksi virus.

4

Patogenesis dan fase klinikal dari SGB

Lokasi SGB yang menyerang sistem nervus perifer

5

Stadium pada kerusakan saraf perifer pada SGB

Peran imunitas seluler

Dalam sistem kekebalan seluler, sel limposit T memegang peranan penting

disamping peran makrofag. Prekursor sel limposit berasal dari sumsum tulang (bone

marrow) steam cell yang mengalami pendewasaan sebelum dilepaskan kedalam jaringan

limfoid danperedaran. Sebelum respon imunitas seluler ini terjadi pada saraf tepi antigen

harus dikenalkan pada limposit T (CD4) melalui makrofag. Makrofag yang telah menelan

(fagositosis) antigen/terangsang oleh virus, allergen atau bahan imunogen lain akan

memproses antigen tersebut oleh penyaji antigen (antigen presenting cell = APC).

Kemudian antigen tersebut akan dikenalkan pada limposit T (CD4). Setelah itu limposit

T tersebut menjadi aktif karena aktivasi marker dan pelepasan substansi interlekuin (IL2),

gamma interferon serta alfa TNF.

Kelarutan E selectin dan adesi molekul (ICAM) yang dihasilkan oleh aktifasi sel

endothelial akan berperan dalam membuka sawar darah saraf, untuk mengaktifkan sel

limfosit T dan pengambilan makrofag . Makrofag akan mensekresikan protease yang

dapat merusak protein myelin disamping menghasilkan TNF dan komplemen.6,8

6

Patologi

4 stadium pada kerusakan saraf perifer pada GBS, yaitu :Limphosit bermigrasi &

bertransformasi ke dlm serabut saraf, myelin & axon belum rusak.Sel limphosit & sel makrofag >>, mulai terjadi segmental demyelinisasi, axon belum rusak.kerusakan selubung myelin & axon, Terjadi kromatolisis sentral inti sel saraf atropi & denervasi. Kerusakan axon >> proximal, kerusakan irreversible regenerasi sel saraf (-)

E. PATOFISIOLOGI

Pada pemeriksaan mikroskopis saraf perifer memperlihatkan adanya infiltrasi sel

mononuklear di endotel perivaskuler dan adanya demielinasasi multifokal. Kelainan

dapat dijumpai sepanjang saraf tepi mulai akar saraf sampai bagian distal ujung saraf

motorik. Inflamasi yang hebat menyebabkan terjadinya degenerasi aksonal. Mekanisme

dari demielinisasi adalah invasi sel lamina basalis Schwan dan mengelupasnya selaput

mielin normal dari aksonnya. Infiltrat inflamasi sebagian besar terdiri dari class II-

positive monocytes/macrophages dan T-lymphocytes.

Pemeriksaan secara patologis pada saraf penderita penyakit Guillain Barre

Syndrome (GBS) menunjukan kalau terjadi proses penghancuran selaput myelin pada

saraf tepi. Baik pada pangkalnya (akar saraf) ataupun pada bagian yang lebih ujung

(distal). Pada umumnya yang terserang akar saraf tulang belakang bagian depan

(anterior root nerves of spinal cord), tetapi tidak menutup kemungkinan akar saraf

bagian belakang (posterior root nerves of spinal cord). Uniknya selaput myelin yeng

terserang dimulai dari saraf tepi paling bawah, terus naik ke saraf tepi yang lebih tinggi

(frederiks et all,1996, dan nolte 1999).

Selaput/kantong myelin merupakan bagian daripada saraf yang berguna untuk

membantu hantaran impuls yang melalui suatu nervus. Kantung myelin ini terdiri dari

kompleks protein lipid yang terdiri atas beberapa lapisan membran schwan.

Mekanisme imunopatologik yang mengikuti GBS dan kemudian merusak selaput

myelin yang terdapat pada nervus, hal ini dapat menyebabkan terhambatnya hantaran

impuls yang melalui nervus motorik sehingga terjadi kelumpuhan pada otot yang terkena

dan menjadi hiperestesia/parastesia apabila yang terkena nervus sensorik. Pada GBS

terjadi kelumpuhan yang khas dimana dari bagian distal akral yang kemudian menuju

kebagian proksimal dan diikuti adanya suatu hiperestesia dan parastesia akral. Gangguan

motorik pada GBS diawali dengan kelemahan otot bagian bawah. Mula-mula yang

dirasakan kelemahan (parese), bila berlanjut menjadi lumpuh (plegia). Diawali dari

gangguan berjalan, seperti misalnya kaki terseret hingga tidak bisa berdiri. Perlahan-

lahan kelemahan naik ke otot lebih tinggi, seperti lutut atau paha, sehingga penderita

tidak bisa berdiri. Bila berlanjut kelemahan otot bisa terjadi pada otot di sepanjang tulang

punggung, punggung dan dada, terus hingga ke tangan dan lengan. Kemudian

kelumpuhan ini dapat menjalar sampai ke otot pernafasan, akan terjadi kelemahan dalam

7

bernafas, sehingga penderita merasa sulit bernafas, nafas terasa berat. Hal inilah yang

sering menyebabkan GBS dapat berakibat kematian pada penderitanya, untuk membantu

dibutuhkan ventilator agar penderita dapat bernafas.

F. KLASIFIKASI

1) Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)

Sering muncul cepat dan mengalami paralisis yang berat dengan perbaikan yang

lambat dan buruk. Seperti tipe AMAN yang berhubungan dengan infeksi saluran

cerna C. jejuni. Patologi yang ditemukan adalah degenerasi akson dari serabut saraf

sensorik dan motorik yang berat dengan sedikir demielinisasi.

2) Acute Motor-Axonal Neuropathy (AMAN)

Berhubungan dengan infeksi saluran cerna C jejuni dan titer antibodi gangliosid

meningkat (seperti, GM1, GD1a, GD1b). Penderita tipe ini memiliki gejala klinis

motorik dan secara klinis khas untuk tipe demielinisasi dengan asending dan paralysis

simetris.

AMAN dibedakan dengan hasil studi elektrodiagnostik dimana didapatkan adanya

aksonopati motorik. Pada biopsy menunjukkan degenerasi ‘wallerian like’ tanpa

inflamasi limfositik. Perbaikannya cepat, disabilitas yang dialami penderita selama

lebih kurang 1 tahun.

3) Miller Fisher Syndrome

Variasi dari SGB yang umum dan merupakan 5 % dari semua kasus SGB. Sindroma

ini terdiri dari ataksia, optalmoplegia dan arefleksia. Ataksia terlihat pada gaya jalan

dan pada batang tubuh dan jarang yang meliputi ekstremitas. Motorik biasanya tidak

terkena. Perbaikan sempurna terjadi dalam hitungan minggu atau bulan

4) Chronic Inflammatory Demyelinative Polyneuropathy (CIDP)

CIDP memiliki gambaran klinik seperti AIDP, tetapi perkembangan gejala

neurologinya bersifat kronik. Pada sebagian anak, kelainan motorik lebih dominan

dan kelemahan otot lebih berat pada bagian distal.

5) Acute pandysautonomia

Tanpa sensorik dan motorik merupakan tipe SGB yang jarang terjadi. Disfungsi dari

sistem simpatis dan parasimparis yang berat mengakibatkan terjadinya hipotensi

postural, retensi saluran kemih dan saluran cerna, anhidrosis, penurunan salvias dan

lakrimasi dan abnormalitas dari pupil.

8

G. GEJALA DAN MANIFESTASI KLINIK

1) Kelemahan

Gambaran klinis yang klasik adalah kelemahan yang ascending dan simetris secara

natural. Anggota tubuh bagian bawah biasanya terkena duluan sebelum tungkai atas.

Otot- otot proksimal mungkin terlibat lebih awal daripada yang lebih distal. Tubuh,

bulbar, dan otot pernapasan dapat terpengaruh juga. Kelemahan otot pernapasan

dengan sesak napas mungkin ditemukan, berkembang secara akut dan berlangsung

selama beberapa hari sampai minggu. Keparahan dapat berkisar dari kelemahan

ringan sampai tetraplegia dengan kegagalan ventilasi.

2) Keterlibatan saraf kranial

Keterlibatan saraf kranial tampak pada 45-75% pasien dengan SGB. Saraf kranial III,

VII, dan IX-XII mungkin akan terpengaruh. Keluhan umum mungkin termasuk

sebagai berikut; wajah droop (bisa menampakkan palsy Bell), Diplopias, Dysarthria,

Disfagia, Ophthalmoplegia, serta gangguan pada pupil. Kelemahan wajah dan

orofaringeal biasanya muncul setelah tubuh dan tungkai yang terkena. Varian Miller-

Fisher dari SGB adalah unik karena subtipe ini dimulai dengan defisit saraf kranial.

3) Perubahan Sensorik

Gejala sensorik biasanya ringan. Dalam kebanyakan kasus, kehilangan sensori

cenderung minimal dan variabel. Kebanyakan pasien mengeluh parestesia, mati rasa,

atau perubahan sensorik serupa. Gejala sensorik sering mendahului kelemahan.

Parestesia umumnya dimulai pada jari kaki dan ujung jari, berproses menuju ke atas

tetapi umumnya tidak melebar keluar pergelangan tangan atau pergelangan kaki.

Kehilangan getaran, proprioseptis, sentuhan, dan nyeri distal dapat hadir.

4) Nyeri

Dalam sebuah studi tentang nyeri pada pasien dengan SGB, 89% pasien melaporka

nyeri yang disebabkan SGB pada beberapa waktu selama perjalanannya. Nyeri paling

parah dapat dirasakan pada daerah bahu, punggung, pantat, dan paha dan dapat terjadi

bahkan dengan sedikit gerakan. Rasa sakit ini sering digambarkan sebagai sakit atau

berdenyut.

Gejala dysesthetic diamati ada dalam sekitar 50% dari pasien selama perjalanan

penyakit mereka. Dysesthesias sering digambarkan sebagai rasa terbakar, kesemutan,

atau sensasi shocklike dan sering lebih umum di ekstremitas bawah daripada di

ekstremitas atas. Dysesthesias dapat bertahan tanpa batas waktu pada 5-10%pasien.

9

Sindrom nyeri lainnya yang biasa dialami oleh sebagian pasien dengan SGB adalah

sebagai berikut; Myalgic, nyeri visceral, dan rasa sakit yang terkait dengan kondisi

imobilitas (misalnya, tekanan palsi saraf, ulkus dekubitus).

5) Perubahan otonom

Keterlibatan sistem saraf otonom dengan disfungsi dalam sistem simpatis dan

parasimpatis dapat diamati pada pasien dengan SGB. Perubahan otonom dapat

mencakup sebagai berikut; Takikardia, Bradikardia, Facial flushing, Hipertensi

paroksimal, Hipotensi ortostatik. Retensi urin karena gangguan sfingter urin, karena

paresis lambung dan dismotilitas usus dapat ditemukan.

6) Pernapasan

Empat puluh persen pasien SGB cenderung memiliki kelemahan pernafasan atau

orofaringeal. Keluhan yang khas yang sering ditemukan adalah sebagai berikut;

Dispnea saat aktivitas, Sesak napas, Kesulitan menelan, Bicara cadel. Kegagalan

ventilasi yang memerlukan dukungan pernapasan biasa terjadi pada hingga sepertiga

dari pasien di beberapa waktu selama perjalanan penyakit mereka.

Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:

- Protein CSS meningkat setelah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan pada LP

serial

- jumlah sel CSS < 10 MN/mm3; Varian ( tidak ada peningkatan protein CSS

- setelah 1 minggu gejala dan Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3 ).

Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnose adalah perlambatan konduksi

saraf bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari

normal.

H. DIFERENSIAL DIAGNOSIS

1) Poliomielitis

Pada poliomyelitis ditemukan kelumpuhan disertai demam, tidak ditemukan

gangguan sensorik, kelumpuhan yang tidak simetris, dan Cairan cerebrospinal pada

fase awal tidak normal dan didapatkan peningkatan jumlah sel.

2) Myositis Akut

Pada miositis akut ditemukan kelumpuhan akut biasanya proksimal, didapatkan

kenaikan kadar CK (Creatine Kinase), dan pada Cairan serebrospinal normal.

3) Myastenia gravis

Pada didapatkan infiltrate pada motor end plate, kelumpuhan tidak bersifat ascending)

10

4) CIPD (Chronic Inflammatory Demyelinating Polyradical Neuropathy) didapatkan

progresifitas penyakit lebih lama dan lambat. Juga ditemukan adanya kekambuhan

kelumpuhan atau pada akhir minggu keempat tidak ada perbaikan.

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1) Pemeriksaan LCS

Dari pemeriksaan LCS didapatkan adanya kenaikan kadar protein ( 1 – 1,5 g/dl )

tanpa diikuti kenaikan jumlah sel. Keadaan ini oleh Guillain (1961) disebut sebagai

disosiasi albumin sitologis. Pemeriksaan cairan cerebrospinal pada 48 jam pertama

penyakit tidak memberikan hasil apapun juga. Kenaikan kadar protein biasanya

terjadi pada minggu pertama atau kedua. Kebanyakan pemeriksaan LCS pada pasien

akan menunjukkan jumlah sel yang kurang dari 10/mm3 (albuminocytologic

dissociation).

2) Pemeriksaan EMG

Gambaran EMG pada awal penyakit masih dalam batas normal, kelumpuhan terjadi

pada minggu pertama dan puncaknya pada akhir minggu kedua dan pada akhir

minggu ke tiga mulai menunjukkan adanya perbaikan.

3) Pemeriksaan MRI

Pemeriksaan MRI akan memberikan hasil yang bermakna jika dilakukan kira-kira

pada hari ke-13 setelah timbulnya gejala. MRI akan memperlihatkan gambaran cauda

equine yang bertambah besar.

J. TERAPI

Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan secara umum

bersifat simtomatik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri, perlu

dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan (gejala sisa) cukup

tinggi sehingga pengobatan tetap harus diberikan. Tujuan terapi khusus adalah

mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat penyembuhan melalui sistem imunitas

(imunoterapi).

1) Kortikosteroid

Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak

mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.

11

2) Plasmafaresis

Plasmafaresis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor

autoantibodi yang beredar. Pemakain plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil

yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas

yang lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Pengobatan dilakukan

dengan mengganti 200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14 hari. Plasmaparesis lebih

bermanfaat bila diberikan saat awal onset gejala (minggu pertama).

3) Pengobatan imunosupresan

a) Imunoglobulin IV (IVIg)

Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkan

dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih ringan. Dosis

maintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis

maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh.

b) Obat sitotoksik

Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah:

- 6 merkaptopurin (6-MP)

- Azathioprine

- Cyclophosphamid

Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan sakit kepala.

K. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi adalah gagal napas, aspirasi makanan atau cairan ke

dalam paru, pneumonia, meningkatkan resiko terjadinya infeksi, trombosis vena dalam,

paralisis permanen pada bagian tubuh tertentu, dan kontraktur pada sendi.

L. PROGNOSIS

Pada umumnya penderita mempunyai prognosis yang baik, tetapi pada sebagian

kecil penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa. Prognosis akan lebih baik

apabila usia penderita lebih muda. Penderita SGB dapat sembuh sempurna (75-90%)

atau sembuh dengan gejala sisa berupa dropfoot atau tremor postural (25-36%).

Penyembuhan dapat memakan waktu beberapa minggu sampai beberapa tahun. Kurang

lebih 7% pasien kambuh lagi.

12

BAB III

KESIMPULAN

Guillain Barre syndrome ( GBS ) adalah suatu kelainan sistem kekebalan tubuh

manusia yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya sendiri dengan karakterisasi

berupa kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik yang sifatnya progresif. Kelainan ini

kadang kadang juga menyerang saraf sensoris, otonom,maupun susunan saraf pusat. SGB

merupakan Polineuropati akut, bersifat simetris dan ascenden, yang,biasanya terjadi 1 – 3

minggu dan kadang sampai 8 minggu setelah suatu infeksi akut.

Pada Sindrom ini sering dijumpai adanya kelemahan yang cepat atau bisa terjadi

paralisis dari tungkai atas, tungkai bawah, otot-otot pernafasan dan wajah. Sindrom ini dapat

terjadi pada segala umur dan tidak bersifat herediter dan dikenal sebagai Landry’s Paralisis

ascending. Pertama dideskripsikan oleh Landry, 1859 menyebutnya sebagai suatu penyakit

akut, ascending dan paralysis motorik dengan gagal napas.

Gejala klinis SGB berupa kelemahan, gangguan saraf kranial, perubahan sensorik,

nyeri, perubahan otonom, gangguan pernafasan. Sampai saat ini belum ada pengobatan

spesifik untuk SGB, pengobatan terutama secara simptomatis. Tujuan utama penatalaksanaan

adalah mengurangi gejala, mengobati komplikasi, mempercepat penyembuhan dan

memperbaiki prognosisnya. Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk

terus dilakukan observasi tanda-tanda vital. Penderita dengan gejala berat harus segera di

rawat di rumah sakit untuk memdapatkan bantuan pernafasan, pengobatan dan fisioterapi

Pemeriksaan penunjang untuk Sindroma Guillain-Barre adalah pemeriksaan LCS, EMG

dan MRI. Penyakit ini memiliki prognosis yang baik. Komplikasi yang dapat menyebabkan

kematian adalah gagal nafas dan aritmia.

13

DAFTAR PUSTAKA

1. Evil Science. 2008. Available from http://www.guillainbarresyndrome.net. Accessed

on October 5th 2013.

2. Erasmus MC. Gullain-Barre Syndrome. Professor Marianne de vissers, Editor.

University Medical Center Rotterdam. Netherlands; 2004.

3. Evidence Center. 2011. Available from

http://bestprice.bmj.com/best-practice/monograph/176/basics/epidemiology.html.

Accessed on October 5th 2013.

4. Dr Iskandar J, Guillain Barre Syndrome. Universitas Sumatera Utara ; 2005.

5. Seneviratne U MD(SL), MRCP. Guillain-Barre Syndrome: Clinicopathological Types

and Electrophysiological Diagnosis. Departement of Neurology, National

Neuroscience Institute, SGH Campus; 2003.

6. Andary T M, 2011. Available from http://emedicine.medscape.com/article/315632-

treatment. Accessed on October 5th 2013.

7. Ropper H A, Brown H R. Adam’s and Victor, Principles of Neurological 8th edition.

United States of America; 2005. p.1117-27.

8. Mayo Clinic staff. 2011. Available from http://www.mayoclinic.com/health/guillain-

barre-syndrome/DS00413/DSECTION=treatments-and-drugs. Accessed on October

5th 2013.

9. AIDP ( Guillain Barre Syndrome ). Available from

http://www.netterimages.com/image/63612.htm. Accessed on October 5th 2013.

14