referat noise

Upload: yohanes-ivan

Post on 14-Apr-2018

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/30/2019 REFERAT Noise

    1/28

    REFERAT

    GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT BISING

    (NOISE INDUCED HEARING LOSS)

    Pembimbing :

    Dr. ANNA MARIA SUCIATY, Sp.THT

    Disusun oleh:

    Elizabeth Vania V. H

    (030.08.092)

    Kepaniteraan Klinik Ilmu THT

    RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor

    Periode 14 Mei16 Juni 2012

    Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

    Bogor 2012

  • 7/30/2019 REFERAT Noise

    2/28

    1

    BAB I. PENDAHULUAN

    Gangguan pendengaran akibat bising ( noise induced hearing loss / NIHL )

    adalah tuli akibat terpapar oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yangcukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja.(1,2) Tuli akibat

    bising merupakan jenis ketulian sensorineural yang paling sering dijumpai setelah

    presbikusis.(3,4)

    Secara umum bising adalah bunyi yang tidak diinginkan. Bising yang

    intensitasnya 85 desibel ( dB ) atau lebih dapat menyebabkan kerusakan reseptor

    pendengaran Corti pada telinga dalam. Sifat ketuliannya adalah tuli saraf koklea dan

    biasanya terjadi pada kedua telinga. (1,5) Banyak hal yang mempermudah seseorang

    menjadi tuli akibat terpapar bising antara lain intensitas bising yang lebih tinggi,

    berfrekwensi tinggi, lebih lama terpapar bising, kepekaan individu dan faktor lain

    yang dapat menimbulkan ketulian. (1,2)

    Berdasarkan survei "Multi Center Study" di Asia Tenggara, Indonesia

    termasuk 4 negara dengan prevalensi ketulian yang cukup tinggi yaitu 4,6%,

    sedangkan 3 negara lainnya yakni SriLanka (8,8%), Myanmar (8,4%) dan India

    6,3%). Angka prevalensi sebesar 4,6% tergolong cukup tinggi, sehingga dapat

    menimbulkan masalah sosial di tengah masyarakat. Menurut Organisasi Kesehatan

    Dunia (WHO) diperkirakan pada tahun 2000 terdapat 250 juta penduduk dunia

    menderita gangguan pendengaran dan 75 juta - 140 juta diantaranya terdapat di

    AsiaTenggara.

    Bising industri sudah lama merupakan masalah yang sampai sekarang belum

    bisa ditanggulangi secara baik sehingga dapat menjadi ancaman serius bagi

    pendengaran para pekerja, karena dapat menyebabkan kehilangan pendengaran

    yang sifatnya permanen. Sedangkan bagi pihak industri, bising dapat menyebabkan

    kerugian ekonomi karena biaya ganti rugi.(6,7) Oleh karena itu untuk mencegahnya

    diperlukan pengawasan terhadap pabrik dan pemeriksaan terhadap pendengaran

    para pekerja secara berkala.(7)

    Mengingat besarnya masalah tersebut dan pentingnya kesehatan indera

    pendengaran sebagai salah satu faktor penting dalam meningkatkan mutu sumber

    daya manusia, maka diperlukan adanya perhatian yang lebih terhadap masalah

    kesehatan indera pendengaran khususnya tuli akibat pemajanan bising (TAB/NIHL).

  • 7/30/2019 REFERAT Noise

    3/28

    2

    BAB II.

    ANATOMI PENDENGARAN

    II.1. Telinga Luar

    Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran

    timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga

    berbentuk huruf S, denganrangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan

    dua pertiga bagian dalam rangkanyaterdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 3

    cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen

    (modifikasi kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh

    kulit liang telinga. Padaduapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjarserumen.(6-> 8)

    Gambar 2.1 Anatomi Telinga

    Sendi temporomandibularis dan kelenjar parotis terletak di depan terhadap

    liang telingasementara procesus mastoideus terletak dibelakangnya. Saraf fasialis

    meninggalkan foramenstilomastoideus dan berjalam ke lateral menuju prosesus

    stilodeus di posteroinferior liangtelinga, dan berjalan dibawah liang telinga untuk

    memasuki kelenjar parotis.(8 9)

  • 7/30/2019 REFERAT Noise

    4/28

    3

    II.2. Telinga Tengah

    Telinga tengah adalah rongga berisi udara didalam tulang temporalis yang

    terbuka melalui tuba auditorius (eustachius) ke nasofaring dan melalui nasofaring

    keluar. Tuba biasanya tertutup,tetapi selama mengunyah, menelan, dan menguap

    saluran ini terbuka, sehingga tekanan dikedua sisi gendang telinga seimbang.(9 10)

    Gambar 2.2. Membran timpani

    Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas luar yaitu membran timpani,

    batas depanyaitu tuba eustachius, batas bawah yaitu vena jugularis (bulbus jugularis),

    batas belakang yaitu aditus ad antrum, kanalis facialis pars vertikalis. Batas atas yaitu

    tegmen timpani (meningen/otak), dan batas dalam berturut-turut dari atas kebawah

    yaitu kanalis semisirkularis horizontal, kanalis facialis, tingkap lonjong (oval

    window), tingkap bundar (round window) dan promomtorium.

    Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari

    luar kedalam, yaitu maleus, inkus dan stapes. Tulang pendengaran di dalam telinga

    saling berhubungan.Prosesus longus maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat

    pada stapes. Stapes terletak padatingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea.

    Hubungan antar tulang-tulang pendengaranmerupakan persendian. Pada pars flaksida

    terdapat daerah yang disebut atik. Di tempat initerdapat aditus ad antrum, yaitu

    lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrummastoid.(7 11) Tuba

    eustahius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah

    nasofaringdengan telinga tengah.(8 9)

  • 7/30/2019 REFERAT Noise

    5/28

    4

    II.3. Telinga Dalam

    Labirin ( telinga dalam ) mengandung organ pendengaran dan keseimbangan,

    terletak pada pars petrosa os temporal. Labirin terdiri dari labirin bagian tulang dan

    labirin bagian membran.Labirin bagian tulang terdiri dari kanalis semisirkularis,

    vestibulum dan koklea. Labirin bagianmembran terletak didalam labirin bagian

    tulang, dan terdiri dari kanalis semisirkularis, utrikulus,sakulus, sakus dan duktus

    endolimfatikus serta koklea.(10 12)

    Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakulus, utrikulus dan

    kanalissemisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi oleh

    sel-sel rambut. Menutupi sel-sel rambut ini adalah suatu lapisan gelatinosa yang

    ditembus oleh silia, dan pada lapisan ini terdapat pula otolit yang mengandung

    kalsium dan dengan berat jenis yang lebih besar daripada endolimfe. Karena pengaruh

    gravitasi, maka gaya dari otolit akan membengkokkan silia sel-sel rambut dan

    menimbulkan rangsangan pada reseptor.

    Gambar 2.3 , 2.4 Vestibulum , Anatomi Telinga Dalam

    Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus sempit yang juga

    merupakansaluran menuju sakus endolimfatikus. Makula utrikulus terletak pada

    bidang yang tegak lurusterhadap makula sakulus. Ketiga kanalis semisirkularis

    bermuara pada utrikulus. Masing-masingkanalis mempunyai suatu ujung yang

    melebar membentuk ampula dan mengandung sel-selrambut krista. Sel-sel rambut

    menonjol pada suatu kupula gelatinosa. Gerakan endolimfe dalam kanalis

    semisirkularis akan menggerakkan kupula yang selanjutnya akan membengkokkan

    siliasel-sel rambut krista dan merangsang sel rambut reseptor.

    Koklea Terletak didepan vestibulum menyerupai rumah siput dengan panjang

    3035 mm. Koklea membentuk 2 - 2 kali putaran dengan sumbunya yang

    disebut modiolus yang berisi berkas saraf dan suplai darah dari arteri vertebralis.(8 13

  • 7/30/2019 REFERAT Noise

    6/28

    5

    , 10 14) Aksis dari spiral tersebut dikenal sebagai modiolus, berisi berkas saraf dan

    suplai arteri dari arterivertebralis. Serabut saraf kemudian berjalan menerobos suatu

    lamina tulang yaitu lamina spiralisoseus untuk mencapai sel-sel sensorik organ corti.

    Rongga koklea bertulang dibagi menjadi tiga bagian oleh duktus koklearis yang

    panjangnya 35 mm dan berisi endolimfe.

    Bagian atas adalah skala vestibuli, berisi perilimfe dan dipisahkan dari duktus

    koklearis oleh membrana Reissner yang tipis. Bagian bawah adalah skala timpani

    juga mengandung perilimfe dan dipisahkan dariduktus koklearis oleh lamina spiralis

    oseus dan membrana basilaris. Perilimfe pada kedua skala berhubungan pada apeks

    koklea spiralis tepat setelah ujung buntu duktus koklearis melalui suatucelah yang

    dkenal sebagai helikotrema. Membrana basilaris sempit pada basisnya (nada

    tinggi)dan melebar pada apeks (nada rendah).(8 9)

    Organ corti adalah organ reseptor yang membangkitkan impuls saraf sebagai

    responterhadap getaran membrana basiler. Organ corti terletak pada permukaan serat

    basilar danmembrana basilar. Terdapat dua tipe sel rambut yang merupakan reseptor

    sensorik yangsebenarnya dalam organ corti yaitu baris tunggal sel rambut interna,

    berjumlah sekitar 3500 dandengan diameter berukuran sekitar 12 mikrometer, dan

    tiga sampai empat baris rambut eksterna, berjumlah 12.000 dan mempunyai diameter

    hanya sekitar 8 mikrometer. Basis dan samping selrambut bersinaps dengan jaringan

    akhir saraf koklearis. Sekitar 90 sampai 95 persen ujung-ujung ini berakhir di sel-sel

    rambut bagian dalam, yang memperkuat peran khusus sel ini untuk mendeteksi suara.

    Serat-serat saraf dari ujung-ujung ini mengarah ke ganglion spiralis corti yangterletak

    didalam modiolus (pusat) koklea.(11 15)

    II.4 Vaskularisasi telinga

    Telinga dalam memperoleh pendarahan dari a.auditori interna (a.abirintin) yang

    berasal dari a. serebelli anterior atau langsung dari a.basilaris yang merupakan suatu

    end arteri dan tidak mempunyai pembuluh darah anastomosis. Setelah memasuki

    meatus akustikus internus, arteri ini bercabang tiga, yaitu: (16)

    Arteri vestibularis anterior yang memperdarahi macula utrikuli, sebagian

    macula sakuli, Krista ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral serta

    sebagian dari utrikulus dan sakulus.

    Arteri vestibulokoklearis yang memperdarahi macula sakuli, kanalis

  • 7/30/2019 REFERAT Noise

    7/28

    6

    semisirkularis posterior, bagian inferior utrikulis dan sakulus serta putaran

    berasal dari koklea.

    Arteri kokhlearis yang memasuki mediolus dan menjadi pembuluh-pembuluh

    arteri spiral yang memperdarahi organ korti, skala vestibuli, skala timpanisebelum berakhir pada stria vaskularis.

    Aliran vena pada telinga dalam melalui tiga jalur utama. Vena auditori interna berasal

    dari putaran tengah dan apical koklea. Vena aquaduktus kokhlearis berasal dari

    putaran basiler koklea, sakulus, dan utrikulus dan berakhir pada sinus petrosus

    inferior. Vena aquaduktus vestibularis berasal dari kanalis semisirkularis sampai

    utrikulus. Vena ini mengikuti duktus dan masuk ke sinus sigmoid.

    II.1.5. Persarafan telinga

    N. akustikus bersama n.fasialis masuk ke dalam porus dari meatus akustikus

    internus dan bercabang dua sebagai n.vestibularis dan n.kokhlearis. Pada dasar meatus

    akustikus internus terletak ganglion vestibularis dan pada mediolus terletak ganglion

    spiralis.(16,17)

  • 7/30/2019 REFERAT Noise

    8/28

    7

    BAB III.

    FISIOLOGI PENDENGARAN

    III.1. Fisiologi PendengaranGelombang suara yang memasuki telinga melalui kanalis auditorius

    eksternamenggetarkan membran timpani. Getaran ini akan diteruskan oleh tulang-

    tulang pendengaran (maleus, incus, dan stapes) di rongga telinga tengah yang akan

    mengamplifikasikan getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian

    perbandingan luas membran timpani dan foramen ovale. Tulang-tuang pendengaran

    akan meningkatkan efisiensi dari getaran sebanyak 1,3 kali dan mengamplifikasi

    pendengaran sebanyak 20 kali.(18,19)

    Selanjutnya akan diterima oleh "oval window" dan diteruskan ke rongga

    koklea serta dikeluarkan lagi melalui "round window". Rongga koklea terbagi oleh

    dua sera menjadi tiga ruangan, yaitu skala vestibuli, skala tympanidan skala perilimfe

    dan endolimfe. Antara skala tympani dan skala medial terdapat membran basilaris,

    sel-sel rambut dan serabut afferen dan efferen nervus cochlearis. Getaran suara tadi

    akan menggerakkan membrana basilaris, dimana nada tinggi diterima di bagian basal

    dan nada rendah diterima di bagian apeks. Akibat gerakan membrana basilaris maka

    akan menggerakkan sel-sel rambut sensitif di dalam organ corti.(12 20)

    Pergerakan sel-sel rambut menyebabkan kanal ion terbuka dan terjadi

    pelepasan ion-ion bermuatan listrik dari badan sel sehingga menimbulkan proses

    depolarisasi sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang

    menimbulkan potensial aksi (impuls saraf). Impuls ini kemudian dihantar melalui

    akson atau cabang saraf sel-sel ganglion pada ganglion spiralis telinga dalam. Akson

    dari ganglion spiralis menyatu, membentuk nervus auditorius atau koklearis yang

    kemudia dilanjutkan ke nucleus auditorius sampai ke korteks pendengaran di lobus

    temporalis (area broadman 41).(18,19)

    III.2. Jalur pendengaran sentral

    Terdapat perbedaan pola tranmisi untuk gelombang suara dengan frekuensi

    suara yang berbeda. Setiap gelombang relatif lemah pada permulaan tetapi menjadi

    kuat ketika mencapai bagian membran basilar yang mempunyai keseimbangan

    resonansi frekuensi alami terhadapmasing-masing frekuensi suara. Pada titik ini,

  • 7/30/2019 REFERAT Noise

    9/28

    8

    membran basilar dapat bergetar ke belakang danke depan dengan mudahnya sehingga

    energi dalam gelombang dihamburkan. Akibatnya, gelombang berhenti pada titik ini

    dan gagal berjalan sepanjang membran basilar yang tersisa. Jadi gelombang suara

    frekuensi tinggi hanya berjalan singkat sepanjang membran basilar sebelum

    gelombang mencapai titik resonansinya dan menghilang. Gelombang suara

    frekuensisedang berjalan sekitar setengah perjalanan dan kemudian menghilang. Dan

    akhirnya,gelombang suara frekuensi sangat rendah menjalani seluruh jarak sepanjang

    membran basilar.(11 15)

    Gambar 2.5 Pola Getaran Membran Basiler Untuk Frekuensi Suara Yang Berbeda

    Gambar 2.5 menggambarkan jaras

    pendengaran utama.

    Jaras ini menunjukkan bahwa

    serabut dari ganglion spiralis corti

    memasuki nukleus koklearis dorsalis dan

    ventralis yangterletak pada bagian atas

    medula. Pada titik ini, semua sinaps

    serabut dan neuron berjalanterutama ke

    sisi yang berlawanan dari batang otak dan

    berakhir di nukleus olivarius superior.

    Beberapa serat juga berjalan secara

    ipsilateral ke nukleus olivarius superior,

    jaras pendengarankemudian berjalan ke

    atas melalui lemniskus lateral.

  • 7/30/2019 REFERAT Noise

    10/28

    9

    Beberapa serat berakhir di nukleuslemniskus lateralis. Banyak yang memintas

    nukleus ini dan berjalan ke kolikulus inferior, tempat semua atau hampir semua serat

    ini berakhir. Dari sini, jaras berjalan ke nukleus medial thalamus,tempat semua

    serabut bersinaps. Dan akhirnya, jaras berlanjut melalui radiasio auditorius kekorteks

    auditorius, yang terutama terletak pada girus superior lobus temporalis.(11 15)

    Kerusakan pada duktus koklearis atau nervus koklearis dapat mengakibatkan

    menurunnya kemampuan atau hilangnya pendengaran pada telinga pada sisi yang

    sama. Suatu lesi yang mengenai satu lemniskus lateralis dapat menimbulkan

    penurunan kemampuan pendengaran (tuli parsial) secara bilateral, yang lebih berat

    akibatnya pada telinga kontralateral.(14 21)

  • 7/30/2019 REFERAT Noise

    11/28

    10

    BAB IV. Noise Induced Hearing Loss (NIHL)

    IV.1. Bising

    IV.1.1. Definisi

    Bising adalah suara atau bunyi yang mengganggu atau tidak dikehendaki.

    (1,6)

    Dari definisi ini menunjukkan bahwa sebenarnya bising itu sangat subyektif,

    tergantung dari masing-masing individu, waktu dan tempat terjadinya bising.(6)

    Sedangkan secara audiologi, bising adalah campuran bunyi nada murni dengan

    berbagai frekwensi.(1)

    IV.1.2. Baku Tingkat Kebisingan

    Baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang

    diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak

    menimbulkan gangguankesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Baku tingkat

    kebisingan (Nilai Ambang Batas, NAB) peruntukan kawasan/lingkungan dapat dilihat

    pada tabel dibawah ini.(16 22):

    Penentuan kawasan / lingkungan kebiasaan Tingkat kebisingan (dB)

    Penentuan Kawasan

    1. Perumahan dan pemukiman 55

    2. Perdagangan dan jasa 70

    3. Perkantoran dan perdagangan 65

    4. Ruang terbuka hijau 50

    5. Industri 70

    6. Pemerintahan dan fasilitas umum 60

    7. Rekreasi 70

    8. Khusus:

    - Bandar udara, Stasiun Kereta Api, Pelabuhan

    Laut, Cagar Budaya

    70

    Lingkungan Kegiatan

    1. Rumah Sakit atau sejenisnya 55

    2. Sekolah dan sejenisnya 55

    3. Tempat Ibadah dan sejenisnya 55

    Tabel 2.1 Baku tingkat kebisingan (Nilai Ambang Batas, NAB) peruntukan kawasan /

    lingkungan

  • 7/30/2019 REFERAT Noise

    12/28

    11

    IV.2. Noice Induced Hearing Loss

    IV.2.1. Definisi

    Cacat pendengaran akibat kerja ( occupational deafness / noise induced

    hearing loss ) adalah hilangnya sebagian atau seluruh pendengaran seseorang yang

    bersifat permanen, mengenai satu atau kedua telinga yang terjadi akibat terpapar oleh

    bisingyang cukup keras dan dalam jangka waktu yang cukup lama.(18 23) Dalam

    lingkungan industri, semakin tinggi intensitas kebisingan dan semakin lama waktu

    pemaparan kebisingan yang dialami oleh para pekerja, semakin berat gangguan

    pendengaran yang ditimbulkan pada para pekerja tersebut.(6, 13 24)

    IV.2.2. Epidemiologi

    Berdasarkan survei "Multi Center Study " di Asia Tenggara, Indonesia

    termasuk 4 negara dengan prevalensi ketulian yang cukup tinggi yaitu 4,6%,

    sedangkan 3 negara lainnya yakni SriLanka (8,8%), Myanmar (8,4%) dan India

    6,3%). Angka prevalensi sebesar 4,6% tergolongcukup tinggi, sehingga dapat

    menimbulkan masalah sosial di tengah masyarakat. MenurutOrganisasi Kesehatan

    Dunia (WHO) diperkirakan pada tahun 2000 terdapat 250 juta penduduk dunia

    menderita gangguan pendengaran dan 75 juta - 140 juta diantaranya terdapat di

    AsiaTenggara. Berdasarkan Survei Kesehatan Indera Tahun 1993 - 1996 yang

    dilaksanakan di 8 Provinsi Indonesia menunjukkan prevalensi morbiditas telinga,

    hidung dan tenggorokan (THT).Angka prevalensi tersebut sebesar 38,6%, morbiditas

    telinga 18,5%, gangguan pendengaran16,8% dan ketulian 0,4%.(1)

    Industri yang terutama membawa risiko kehilangan pendengaran antara lain

    pertambangan, pembuatan terowongan, penggalian (peledakan, pengeboran), mesin-

    mesin berat (pencetakan besi, proses penempaan, dll), pekerjaan mengemudikan

    mesin dengan mesin pembakaran yangkuat (pesawat terbang, truk, bajaj, kenderaan

    konstruksi, dll), pekerjaan mesin tekstil dan ujicoba mesin-mesin jet. Pada umumnya

    gangguan pendengaran yang disebabkan bising timbulsetelah bertahun-tahun pajanan.

    Kecepatan kemunduran tergantung pada tingkat bising,komponen impulsif dan

    lamanya pajanan, serta juga pada kepekaan individual yang sifat-sifatnyatetap tidak

    diketahui.(3)

    IV.2.3. Faktor yang Mempengaruhi

    Faktor-faktor yang mempengaruhi pemaparan kebisingan yaitu intensitas

    kebisingan,frekwensi kebisingan, lamanya waktu pemaparan bising, kerentanan

  • 7/30/2019 REFERAT Noise

    13/28

    12

    individu, jenis kelamin, usiadan kelainan di telinga tengah.(10 12, 18 23) Tuli

    sensorineural dapat disebabkan oleh toksin (seperti arsen dan quinine) dan antibiotika

    seperti streptomisin yang dapat merusak koklea.(12 20)

    Intensitas dan waktu paparan bising yang diperkenankan

    Intensitas bising( dB )

    Waktu paparanPer hari dalam jam

    8587,590

    92,595

    100105110

    864321

    Tabel 1. Intensitas bunyi dan waktu paparan yang diperkenankan sesuai denganDepartemen Tenaga Kerja 19941995 ( dikutip dari kepustakaan 2??? )

    IV.2.4. Patogenesis

    Tuli akibat bising mempengaruhi organ Corti di koklea terutama sel-sel

    rambut. Daerahyang pertama terkena adalah sel-sel rambut luar yang menunjukkan

    adanya degenerasi yang meningkat sesuai dengan intensitas dan lama paparan.

    Stereosilia pada sel-sel rambut luar menjadi kurang kaku sehingga mengurangi respon

    terhadap stimulasi. Dengan bertambahnyaintensitas dan durasi paparan akan dijumpai

    lebih banyak kerusakan seperti hilangnya stereosilia.Daerah yang pertama kali

    terkena adalah daerah basal. Dengan hilangnya stereosilia, sel-sel rambut mati dan

    digantikan oleh jaringan parut. Semakin tinggi intensitas paparan bunyi, sel-selrambut

    dalam dan sel-sel penunjang juga rusak. Dengan semakin luasnya kerusakan pada sel-

    sel rambut, dapat timbul degenerasi pada saraf yang juga dapat dijumpai di nukleus

    pendengaran pada batang otak.(10 12)

    IV.2.5. Gejala Klinis

    Tuli akibat bising dapat mempengaruhi diskriminasi dalam berbicara

    (speechdiscrimination) dan fungsi sosial. Gangguan pada frekwensi tinggi dapat

    menyebabkan kesulitandalam menerima dan membedakan bunyi konsonan. Bunyi

    dengan nada tinggi, seperti suara bayi menangis atau deringan telepon dapat tidak

    didengar sama sekali. Ketulian biasanya bilateral. Selain itu tinitus merupakan gejala

    yang sering dikeluhkan dan akhirnya dapat menggangguketajaman pendengaran dan

    konsentrasi.(5 25, 10 12) Secara umum gambaran ketulian pada tuli akibat bising

  • 7/30/2019 REFERAT Noise

    14/28

    13

    (noise induced hearing loss)adalah bersifat sensorineural, hampir selalu bilateral,

    jarang menyebabkan tuli derajat sangat berat (profound hearing loss).(10 12, 19 26)

    Perubahan ambang dengar akibat paparan bising tergantung pada frekwensi

    bunyi, intensitas dan lama waktu paparan, dapat berupa: (2 , 13 24)

    1. Adaptasi

    Bila telinga terpapar oleh kebisingan mula-mula telinga akan merasa terganggu oleh

    kebisingan tersebut, tetapi lama-kelamaan telinga tidak merasa terganggu lagi karena

    suara terasa tidak begitu keras seperti pada awal pemaparan.

    2. Peningkatan ambang dengar sementara

    Terjadi kenaikan ambang pendengaran sementara yang secara perlahan- lahan

    akan kembali seperti semula. Keadaan ini berlangsung beberapa menit sampai

    beberapa jam bahkan sampai beberapa minggu setelah pemaparan. Kenaikan ambang

    pendengaran sementara ini mula-mula terjadi pada frekwensi 4000 Hz, tetapi bila

    pemeparan berlangsung lama maka kenaikan nilai ambang pendengaran sementara

    akan menyebar pada frekwensi sekitarnya. Makin tinggi intensitas dan lama waktu

    pemaparan makin besar perubahan nilai ambang pendengarannya. Respon tiap

    individu terhadap kebisingan tidak sama tergantung dari sensitivitas masing-masing

    individu.

    3. Peningkatan ambang dengar menetap

    Kenaikan terjadi setelah seseorang cukup lama terpapar kebisingan, terutama

    terjadi pada frekwensi 4000 Hz. Gangguan ini paling banyak ditemukan dan bersifat

    permanen, tidak dapat disembuhkan . Kenaikan ambang pendengaran yang menetap

    dapat terjadi setelah 3,5 sampai 20 tahun terjadi pemaparan, ada yang mengatakan

    baru setelah 10-15 tahun setelah terjadi pemaparan. Penderita mungkin tidak

    menyadari bahwa pendengarannya telah berkurang dan baru diketahui setelah

    dilakukan pemeriksaan audiogram.

    Hilangnya pendengaran sementara akibat pemaparan bising biasanya sembuh

    setelah istirahat beberapa jam ( 1 2 jam ). Bising dengan intensitas tinggi dalam

    waktu yang cukup lama ( 1015 tahun ) akan menyebabkan robeknya sel-sel rambut

    organ Corti sampai terjadi destruksi total organ Corti.

    Derajat ketulian berkisar antara 40 s/d 75 dB. Apabila paparan bising

    dihentikan, tidak dijumpai lagi penurunan pendengaran yang signifikan, kerusakan

    telinga dalam mula-mula terjadi pada frekwensi 3000, 4000 dan 6000 Hz, dimana

    kerusakan yang paling berat terjadi padaf rekwensi 4000 Hz, dengan paparan bising

  • 7/30/2019 REFERAT Noise

    15/28

    14

    yang konstan, ketulian pada frekwensi 3000, 4000dan 6000 Hz akan mencapai tingkat

    yang maksimal dalam 1015 tahun.

    Selain pengaruh terhadap pendengaran (auditory), bising yang berlebihan

    jugamempunyai pengaruh non auditory seperti pengaruh terhadap komunikasi wicara,

    gangguankonsentrasi, gangguan tidur sampai memicu stress akibat gangguan

    pendengaran yang terjadi.(10 12)

    IV.2.6. Diagnosis

    Gangguan pendengaran yang terjadi akibat bising ini berupa tuli saraf koklea

    dan biasanyamengenai kedua telinga. Pada anamnesis biasanya mula-mula pekerja

    mengalami kesulitan berbicara di lingkungan yang bising, jika berbicara biasanya

    mendekatkan telinga ke orang yang berbicara, berbicara dengan suara menggumam,

    biasanya marah atau merasa keberatan jikaorang berbicara tidak jelas, dan sering

    timbul tinitus. Biasanya pada proses yang berlangsung perlahan-lahan ini, kesulitan

    komunikasi kurang dirasakan oleh pekerja bersangkutan; untuk ituinformasi

    mengenai kendala komunikasi perlu juga ditanyakan pada pekerja lain atau pada

    pihak keluarga.(2 27 ,5 28, 1012)

    Pada pemeriksaan fisik, tidak tampak kelainan anatomis telinga luar sampai

    gendangtelinga. Pemeriksaan telinga, hidung, dan tenggorokan perlu dilakukan secara

    lengkap danseksama untuk menyingkirkan penyebab kelainan organik yang

    menimbulkan gangguan pendengaran seperti infeksi telinga, trauma telinga karena

    agen fisik lainnya, gangguan telingakarena agen toksik dan alergi. Selain itu

    pemeriksaan saraf pusat perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya masalah di

    susunan saraf pusat yang (dapat) mengganggu pendengaran. (3 29)

    Pada pemeriksaan tes penala didapatkan hasil Rinne positip, Weber lateralisasi

    ke telinga yang pendengarannya lebih baik dan Schwabach memendek. Kesan jenis

    ketuliannya adalah tuli sensorineural yang biasanya mengenai kedua telinga. (1,2)

    Ketulian timbul secara bertahap dalam jangka waktu bertahun-tahun, yang

    biasanya terjadi dalam 810 tahun pertama paparan.5 Pemeriksaan audiometri nada

    murni didapatkan tuli sensorineural pada frekwensi tinggi ( umumnya 3000

    6000 Hz ) dan pada frekwensi 4000 Hz sering terdapat takik ( notch ) yang

    patognomonik untuk jenis ketulian ini.(1,2,5)

    Sedangkan pemeriksaan audiologi khusus seperti SISI ( Short Increment

    Sensitivity Index ), ABLB ( Alternate Binaural Loudness Balance ) dan Speech

  • 7/30/2019 REFERAT Noise

    16/28

    15

    Audiometry menunjukkan adanya fenomena rekrutmen ( recruitment ) yang

    khas untuk tuli saraf koklea.(1,2)

    Untuk menegakkan diagnosis klinik dari ketulian yang disebabkan oleh bising

    dan hubungannya dengan pekerja, maka seorang dokter harus mempertimbangkan

    faktor-faktor berikut : (6)

    1. Riwayat timbulnya ketulian dan progresifitasnya.

    2. Riwayat pekerjaan, jenis pekerjaan dan lamanya bekerja.

    3. Riwayat penggunaan proteksi pendengaran.

    4. Meneliti bising di tempat kerja, untuk menentukan intensitas dan durasi bising

    yang menyebabkan ketulian.

    5. Hasil pemeriksaan audiometri sebelum kerja dan berkala selama kerja.

    Pentingnya mengetahui tingkat pendengaran awal para pekerja dengan

    melakukan pemeriksaan audiometri sebelum bekerja adalah bila audiogram

    menunjukkan ketulian, maka dapat diperkirakan berkurangnya pendengaran

    tersebut akibat kebisingan di tempat kerja.

    6. Identifikasi penyebab untuk menyingkirkan penyebab ketulian non industrial

    seperti riwayat penggunaan obat-obat ototoksik atau riwayat penyakit

    sebelumnya.

    IV.2.7. Penatalaksanaan

    Sesuai dengan penyebab ketulian, penderita sebaiknya dipindahkan kerjanya

    dari lingkungan bising. Bila tidak mungkin dipindahkan dapt dipergunakan alat

    pelindung telingaterhadap bising, seperti sumbat telinga (ear plug ), tutup telinga (ear

    muff ) dan pelindung kepala (helmet ).

    Oleh karena itu akibat bising adalah tuli sensorineural yang bersifat menetap,

    bilagangguan pendengaran sudah mengakibatkan kesulitan berkomunikasi dengan

    volume percakapan biasa, dapat dicoba pemsangan alat bantu dengar/ ABD (hearing

    aid ). Apabila pendengaran sudah sedemikian buruk, sehingga dengan memakai ABD

    pun tidak dapat berkomunikasi denga adekuat perlu dilakukan psikoterapiagar dapat

    menerima keadaannya.Latihan pendengaran (auditory training ) agar dapat

    menggunakan sisa pendengara dengan ABDsecara efisien dibantu dengan membaca

    ucapan bibir (lip reading ), mimik dan gerakan anggota badan, serta bahasa isyarat

    untuk dapat berkomunikasi. Di samping itu, oleh karena pasien mendengar suaranya

    sendiri sangat lemah, rehabilitasi suara juga diperlukan agar dapat mengendalikan

  • 7/30/2019 REFERAT Noise

    17/28

    16

    volume, tinggi rendah dan irama percakapan. Pada pasien yang telah mengalamituli

    total bilateral dapat dipertimbangkan untuk pemasangan implan koklea (cochlear

    implant ).(7 11)

    IV.2.8. Prognosis

    Tuli akibat terpapar bising adalah tuli sensorineural koklea yang sifatnya

    menetap, dantidak dapat diobati dengan obat maupun pembedahan.(6 8) Penggunaan

    alat bantu dengar hanya sedikit manfaatnya bagi pasien, bahkan alat tersebut hanya

    memberikan rangsangan vibrotaktildan bukannya perbaikan diskriminasi bicara pada

    pasien tersebut. Untuk sebagian pasiendianjurkan pemakaian implan koklearis.

    Implan koklearis dirancang untuk pasien-pasien dengantuli sensorineural.(7 11)

    IV.2.9. Pencegahan

    Tujuan utama perlindungan terhadap pendengaran adalah untuk mencegah

    terjadinya NIHL yang disebabkan oleh kebisingan di lingkungan kerja. Program ini

    terdiri dari 3 bagian yaitu : (13 24)

    1. Pengukuran pendengaran

    Test pendengaran yang harus dilakukan ada 2 macam, yaitu :

    a. Pengukuran pendengaran sebelum diterima bekerja.

    b. Pengukuran pendengaran secara periodik.

    2. Pengendalian suara bising

    Dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :

    a. Melindungi telinga para pekerja secara langsung dengan menerapkan

    penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) seperti memakai ear muff (tutup telinga ),

    ear plugs ( sumbat telinga ) dan helmet ( pelindung kepala ).

    b. Mengendalikan suara bising dari sumbernya, dapat dilakukan dengan cara :

    - memasang peredam suara

    - menempatkan suara bising ( mesin ) didalam suatu ruangan yang terpisah dari

    pekerja

    3. Analisa bising

    Analisa bising ini dikerjakan dengan jalan menilai intensitas bising,

    frekwensi bising, lama dan distribusi pemaparan serta waktu total pemaparan

    bising. Alat utama dalam pengukuran kebisingan adalah sound level meter .

  • 7/30/2019 REFERAT Noise

    18/28

    17

    IV.3. Sound Level Meter ( SLM ) & Audiometri

    SLM adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kebisingan,

    yang terdiridari mikrofon, amplifier, sirkuit attenuator dan beberapa alat lainnya.

    Alat ini mengukur kebisingan antara 30130 dB dan dari frekwensi 2020.000 Hz.

    SLM dibuat berdasarkanstandar ANSI (American National Standard Institute) tahun

    1977 dan dilengkapi dengan alat pengukur 3 macam frekwensi yaitu A, B dan C yang

    menentukan secara kasar frekwensi bising tersebut.

    Jaringan frekwensi A mendekati frekwensi karakteristik respon telinga untuk

    suara rendahyang kira-kira dibawah 55 dB . Jaringan frekwensi B dimaksudkan

    mendekati reaksi telingauntuk batas antara 5585 dB. Sedangkan jaringan frekwensi

    C berhubungan dengan reaksi telinga untuk batas diatas 85 dB. (10 12)

    Audiometri adalah sebuah alat yang digunakan untuk mengetahui level

    pendengaran seseorang. Dengan bantuan sebuah alat yang disebut dengan audiometer,

    maka derajat ketajaman pendengaran seseorang dapat dinilai. (20 30)

    Alat yang dikenal sebagai audiometer, dikembangkan pada awal 1920-an,

    mencontoh rangkaian oktaf dari skala C seperti pada garputala. Intensitas nada dapat

    dipertahankan padatingkat tertentu, tidak seperti garputala dimana intensitas nada

    segera berkurang setelah dibunyikan. Nada dapat pula diinterupsi sesuai kehendak,

    atau intensitas dapat dilemahkan padainterval tertentu dengan hambatan elektris,

    dengan demikian intensitas bunyi dapat dihitung .Hanya tinggal menambahkan satuan

    intensitas, suatu notasi decibel dan kontunuitas intensitas, dan lahirlah suatu era

    modern audiometri nada murni.(89)

    Gambar 2.7 Audiogram

  • 7/30/2019 REFERAT Noise

    19/28

    18

    Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran pasien pada

    stimulus nada murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda.

    Secara kasar bahwa pendengaran yang normal grafik berada di atas. Grafiknya terdiri

    atas skala desibel. Suara dipresentasikan dengan earphone (air conduction) dan skull

    vibrator (Bone conduction). Bila terjadi air bone gap maka diindikasikan adanya CHL

    (Conduction hearing Loss). Turunnya nilaiambang pendengaran oleh bone conduction

    menggambarkan SNHL (Sensorineural Hearing Loss).(21 31)

    Pada pemeriksaan audiometri, pasien menggunakan headphone sesuai dengan

    telingayang diperiksa (warna merah untuk telinga kanan dan biru untuk telinga kiri).

    Pemeriksaan dimulai pada frekwensi 1000 Hz, selanjutnya 2000 Hz, 4000 Hz & 8000

    Hz. Kemudiandilanjutkan pemeriksaan pada 1000Hz dan menurun (500 Hz, 250 Hz,

    125 Hz). Pada masing-masing frekuensi pemeriksaan ambang dengar dimulai dengan

    intensitas diatas perkiraan ambang dengarnya, selanjutnya diturunkan sampai pasien

    tidak mendengar stimulus bunyinya (tidak menunjuk jari). Ambang dengar pasien

    adalah intensitas terkecil yang dapat didengar oleh pasien.(22 32) Pemeriksaan

    audiometri dilakukan pada ruangan kedap suara atau jika tidak ada dapatdigunakan

    ruangan yang sunyi.(23 33)

  • 7/30/2019 REFERAT Noise

    20/28

    19

    BAB V.

    KESIMPULAN

    1. Bising dengan frekwensi dan intensitas tertentu dapat menyebabkan ketulianyang berupa tuli saraf dan sifatnya permanen.

    2. Pemeriksaan fisik dan pengujian audiometrik mutlak dibutuhkan untuk setiap

    pekerja yang dilakukan sebelum mulai bekerja dan secara berkala selama

    bekerja dengan tujuan untuk mencegah terjadinya gangguan pendengaran

    akibat bising terutama bising industri.

    3. Oleh karena jenis ketulian akibat terpapar bising adalah tuli saraf koklea yang

    sifatnya menetap dan tidak dapat diobati secara medikamentosa ataupun

    pembedahan, maka yang terpenting dilakukan adalah pencegahan terjadinya

    ketulian.

  • 7/30/2019 REFERAT Noise

    21/28

    20

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Soetirto I. Tuli akibat bising ( Noise induced hearing loss ). Dalam : SoepardiEA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu penyakit THT. Edisi ke-3. Jakarta : Balai

    Penerbit FK UI, 1990. h. 37-9.

    2. Soetirto I, Bashiruddin J. Gangguan pendengaran akibat bising. Disampaikan

    pada Simposium Penyakit THT Akibat Hubungan Kerja & Cacat Akibat

    Kecelakaan Kerja, Jakarta, 2 Juni, 2001.

    3. Stach BA. Clinical audiology an introduction. San Diego : Singular Publishing

    Group Inc, 1998. h.137-41.

    4. Rabinowitz PM.Noise-induced hearing loss.http://www.findarticles.com/

    cf_0/m3225/9_61/62829109/print.jhtml

    5. Heggins II ,J. The effects of industrial noise on hearing. http://hubel.

    sfasu.edu/courseinfo/SL98/hearing.html

    6. Mahdi, Sedjawidada R. Prosedur penetuan persentase ketulian akibat bising

    industri. Disampaikan pada PIT Perhati, Bukit Tinggi, 28-30 Oktober,1993.

    7. Oetomo A, Suyitno S. Studi kasus gangguan pendengaran akibat bising di

    beberapa pabrik di kota Semarang. Disampaikan pada PIT Perhati, Bukit

    Tinggi, 28-30 Oktober,1993.

    8. Soetirto, I.,Hendarmin, H., Bashiruddin, J., 2007.

    Gangguan Pendengaran dan KelainanTelinga dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan

    Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher Edisi VI

    . Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

    9.Adams L, Goerge dkk. 1997.

    Buku Ajar Penyakit THT.

    Jakarta: EGC

    10.Ganong WF. 1983.

    Fisiologi Kedokteran (Review of Medical Physiology) Edisi 10.

    Jakarta:EGC

  • 7/30/2019 REFERAT Noise

    22/28

    21

    11. Bashiruddin, J., Soetirto, I., 2006.

    Gangguan Pendengaran Akibat Bising (Noise Induced Hearing Loss) dalam Buku

    Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan,

    editor Soepardi, E,

    et al.

    12.Edisi VI. Balai Penerbitan FKUI, Jakarta

    Yunita Andrina. 2003.

    Gangguan Pendengaran Akibat Bising

    . Bagian Bedah FakultasKedokteran Umum Universitas Sumatera Utara.

    13. Moore GF, Ogren FP, Yonkers AJ. Anatomy and embryology of the ear.

    Dalam : Lee KJ, Ed. Textbook of otolaryngology and head and neck surgery.

    New York : Elsevier Science Publishing,1989.h.10-20.

    14. Wright A. Anatomy and ultrastructure of the human ear. Dalam : Gleeson M,

    Ed. Scott Browns Basic sciences. 6th Ed. Great Britain : Butterworth-

    Heinemann, 1997.h.1/1/28-49.

    15. Guyton. dkk. 19 .

    Fisiologi Kedokteran

    . Jakarta: EGC

    16. Ellis H. The Special Senses : The Ear. In: Clinical Anatomy, Applied Anatomy

    for Students and Junior Doctor. 6th Ed. Massachussetts. Blackwell Publishing. 2006.

    384-387.

    17. Liston LS, Duvail AJ. Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Telinga. Dalam :

    BOEIS Buku Ajar THT Edisi ke 6. Editor : Effendi H, Santosa K. Jakarta : EGC.

    1997. 27-38.

    18. Soetirto I, Hendamin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran. Dalam : Buku

    Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala dan Leher. Edisi ke 6.

  • 7/30/2019 REFERAT Noise

    23/28

    22

    Editor : Soepardi EA, Iskandar N. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas

    Indonesia. 2007. 10-16.

    19. Sherwood L. Telinga : Pendengaran dan Keseimbangan. Dalam : Fisiolog

    Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi ke 2. Jakarta : EGC. 2006. 176-189.

    20. Japardi Iskandar. 2003.

    Nervus Vestibulocochlearis

    . Bagian Bedah Fakultas KedokteranUmum Universitas Sumatera Utara.

    1.Departemen Kesehatan Republk Indonesia. 2004.

    Indonesia Termasuk 4 Negara Di AsiaTenggara Dengan Prevalensi Ketulian 4,6%.

    Available

    from:http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=700&I

    temid=.

    2.Novianto. Ronny. 2007.Audiometri di JIH . Available from:http://www.rs-

    jih.com/jatel/index.php?option=com_content&task=view&id=94&Itemid=85.

    http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=700&Itemidhttp://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=700&Itemidhttp://www.rs-jih.com/jatel/index.php?option=com_content&task=view&id=94&Itemid=85http://www.rs-jih.com/jatel/index.php?option=com_content&task=view&id=94&Itemid=85http://www.rs-jih.com/jatel/index.php?option=com_content&task=view&id=94&Itemid=85http://www.rs-jih.com/jatel/index.php?option=com_content&task=view&id=94&Itemid=85http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=700&Itemidhttp://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=700&Itemidhttp://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=700&Itemid
  • 7/30/2019 REFERAT Noise

    24/28

    23

    3.Sari. Halinda. 2002. Program Perlindungan Pendengaran Pekerja Terhadap

    Kebisingan.Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Studi Keselamatan Dan

    Kesehatan KerjaUniversitas Sumatera Utara.

    4.Smith, Andrew. Stansfeld, Stephen. 1986. Aircraft Noise Exposure, Noise

    Sensitivity, and Everyday Errors. Available from:sagejournalsonline.

    5.Hong OS,Chen SP,Conrad KM, 1998. Noise induced hearing loss among male

    airport workers in Korea. Available

    from:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9526275?ordinalpos=1&itool=EntrezSyst

    em2.PEntrez.Pubmed.Pubmed_ResultsPanel.Pubmed _DiscoveryPanel.Pubmed_Disc

    overy_RA&linkpos=1&log$=relatedarticles&logdbfr om=pubmed.

    6.Soetirto, I.,Hendarmin, H., Bashiruddin, J., 2007.

    Gangguan Pendengaran dan KelainanTelinga dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan

    Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher Edisi VI

    . Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

    7.Bashiruddin, J., Soetirto, I., 2006.

    Gangguan Pendengaran Akibat Bising (Noise Induced Hearing Loss) dalam Buku

    Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan,

    editor Soepardi, E,

    et al.

    Edisi VI. Balai Penerbitan FKUI, Jakarta.

    8.Adams L, Goerge dkk. 1997.

    Buku Ajar Penyakit THT.

    Jakarta: EGC

    9.Ganong WF. 1983.

    Fisiologi Kedokteran (Review of Medical Physiology) Edisi 10.

    Jakarta:EGC

    http://www.american-hearing.org/testing/hearing_test.htmlhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/sites/entrez?Db=pubmed&Cmd=Search&Term=%22Hong%20OS%22%5BAuthor%5D&itool=EntrezSystem2.PEntrez.Pubmed.Pubmed_ResultsPanel.Pubmed_DiscoveryPanel.Pubmed_RVAbstractPlushttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/sites/entrez?Db=pubmed&Cmd=Search&Term=%22Chen%20SP%22%5BAuthor%5D&itool=EntrezSystem2.PEntrez.Pubmed.Pubmed_ResultsPanel.Pubmed_DiscoveryPanel.Pubmed_RVAbstractPlushttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/sites/entrez?Db=pubmed&Cmd=Search&Term=%22Conrad%20KM%22%5BAuthor%5D&itool=EntrezSystem2.PEntrez.Pubmed.Pubmed_ResultsPanel.Pubmed_DiscoveryPanel.Pubmed_RVAbstractPlushttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9526275?ordinalpos=1&itool=EntrezSystem2.PEntrez.Pubmed.Pubmed_ResultsPanel.Pubmed_DiscoveryPanel.Pubmed_Discovery_RA&linkpos=1&log$=relatedarticles&logdbfrom=pubmedhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9526275?ordinalpos=1&itool=EntrezSystem2.PEntrez.Pubmed.Pubmed_ResultsPanel.Pubmed_DiscoveryPanel.Pubmed_Discovery_RA&linkpos=1&log$=relatedarticles&logdbfrom=pubmedhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9526275?ordinalpos=1&itool=EntrezSystem2.PEntrez.Pubmed.Pubmed_ResultsPanel.Pubmed_DiscoveryPanel.Pubmed_Discovery_RA&linkpos=1&log$=relatedarticles&logdbfrom=pubmedhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9526275?ordinalpos=1&itool=EntrezSystem2.PEntrez.Pubmed.Pubmed_ResultsPanel.Pubmed_DiscoveryPanel.Pubmed_Discovery_RA&linkpos=1&log$=relatedarticles&logdbfrom=pubmedhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9526275?ordinalpos=1&itool=EntrezSystem2.PEntrez.Pubmed.Pubmed_ResultsPanel.Pubmed_DiscoveryPanel.Pubmed_Discovery_RA&linkpos=1&log$=relatedarticles&logdbfrom=pubmedhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9526275?ordinalpos=1&itool=EntrezSystem2.PEntrez.Pubmed.Pubmed_ResultsPanel.Pubmed_DiscoveryPanel.Pubmed_Discovery_RA&linkpos=1&log$=relatedarticles&logdbfrom=pubmedhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9526275?ordinalpos=1&itool=EntrezSystem2.PEntrez.Pubmed.Pubmed_ResultsPanel.Pubmed_DiscoveryPanel.Pubmed_Discovery_RA&linkpos=1&log$=relatedarticles&logdbfrom=pubmedhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9526275?ordinalpos=1&itool=EntrezSystem2.PEntrez.Pubmed.Pubmed_ResultsPanel.Pubmed_DiscoveryPanel.Pubmed_Discovery_RA&linkpos=1&log$=relatedarticles&logdbfrom=pubmedhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9526275?ordinalpos=1&itool=EntrezSystem2.PEntrez.Pubmed.Pubmed_ResultsPanel.Pubmed_DiscoveryPanel.Pubmed_Discovery_RA&linkpos=1&log$=relatedarticles&logdbfrom=pubmedhttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/sites/entrez?Db=pubmed&Cmd=Search&Term=%22Conrad%20KM%22%5BAuthor%5D&itool=EntrezSystem2.PEntrez.Pubmed.Pubmed_ResultsPanel.Pubmed_DiscoveryPanel.Pubmed_RVAbstractPlushttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/sites/entrez?Db=pubmed&Cmd=Search&Term=%22Chen%20SP%22%5BAuthor%5D&itool=EntrezSystem2.PEntrez.Pubmed.Pubmed_ResultsPanel.Pubmed_DiscoveryPanel.Pubmed_RVAbstractPlushttp://www.ncbi.nlm.nih.gov/sites/entrez?Db=pubmed&Cmd=Search&Term=%22Hong%20OS%22%5BAuthor%5D&itool=EntrezSystem2.PEntrez.Pubmed.Pubmed_ResultsPanel.Pubmed_DiscoveryPanel.Pubmed_RVAbstractPlushttp://www.american-hearing.org/testing/hearing_test.html
  • 7/30/2019 REFERAT Noise

    25/28

    24

    10.Yunita Andrina. 2003.

    Gangguan Pendengaran Akibat Bising

    . Bagian Bedah FakultasKedokteran Umum Universitas Sumatera Utara.

    11.Guyton. dkk. 19 .

    Fisiologi Kedokteran

    . Jakarta: EGC

    12.Japardi Iskandar. 2003.

    Nervus Vestibulocochlearis

    . Bagian Bedah Fakultas KedokteranUmum Universitas Sumatera Utara.

    13.Eroschenko. P. 2003.

    Atlas Histologi di Fiore Edisi 9

    . Jakarta: EGC

    14.Sukardi. Elias. 1985.

    Neuroanatomi Medika

    . Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia

    15.Susanto, Arif. 2006.

    Kebisingan Serta Pengaruhnya Terhadap Kesehatan Dan Lingkungan.

    Available from:http://hseclubindonesia.wordpress.com/2006/10/13/kebisingan-serta-

    pengaruhnya-terhadap-kesehatan-dan-lingkungan/.

    16.KepMenLH No.48 Tahun 1996

    17.KepMenNaker No.51 Tahun 1999

    18.Soetjipto Damayanti. 2007.

    Gangguan Pendengaran Akibat Bising /GPAB

    . Available from:http://www.utmb.edu/otoref/Grnds/Hear-Loss-Noise-000110/Hear-

    Loss-Noise.htm.

    http://hseclubindonesia.wordpress.com/2006/10/13/kebisingan-serta-pengaruhnya-terhadap-kesehatan-dan-lingkungan/http://hseclubindonesia.wordpress.com/2006/10/13/kebisingan-serta-pengaruhnya-terhadap-kesehatan-dan-lingkungan/http://hseclubindonesia.wordpress.com/2006/10/13/kebisingan-serta-pengaruhnya-terhadap-kesehatan-dan-lingkungan/http://www.utmb.edu/otoref/Grnds/Hear-Loss-Noise-000110/Hear-Loss-Noise.htmhttp://www.utmb.edu/otoref/Grnds/Hear-Loss-Noise-000110/Hear-Loss-Noise.htmhttp://www.utmb.edu/otoref/Grnds/Hear-Loss-Noise-000110/Hear-Loss-Noise.htmhttp://www.utmb.edu/otoref/Grnds/Hear-Loss-Noise-000110/Hear-Loss-Noise.htmhttp://hseclubindonesia.wordpress.com/2006/10/13/kebisingan-serta-pengaruhnya-terhadap-kesehatan-dan-lingkungan/http://hseclubindonesia.wordpress.com/2006/10/13/kebisingan-serta-pengaruhnya-terhadap-kesehatan-dan-lingkungan/http://hseclubindonesia.wordpress.com/2006/10/13/kebisingan-serta-pengaruhnya-terhadap-kesehatan-dan-lingkungan/
  • 7/30/2019 REFERAT Noise

    26/28

    25

    19.Harger MR,Barbosa-Branco A. 2004.

    Effects on hearing due to the occupational noiseexposure of marble industry workers

    in the Federal District, Brazil.

    Available from:http://www.ncbi.nlm.nih.gov/sites/entrez.

    20.Arifiani, Novi. 2004.

    Pengaruh Kebisingan terhadap Kesehatan Tenaga Kerja.

    Subdepartemen Kedokteran Okupasi, Departemen Ilmu Kedokteran

    KomunitasFakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

    21.Henny Kartika. 2007.

    Audiometri Dasar

    . Available from:http://hennykartika.wordpress.com/2007/03/11/audiometri-dasar/.

    22.Sub. Dep.THT Komunitas. 2008.

    Cara Pengukuran dengan Audiometri

    . Available from:http://www.thtkomunitas.org.

    23.Priyo. Dwi. Dkk. 1985.

    Diagnosis Kekurangan Pendengaran

    . Bagian THT FakultasKedokteran Universitas Diponegoro/RS. Dr. Kariadi,

    Semarang.

    24. buku THT ijo baru ed.6

    KEPUSTAKAAN

    1. Soetirto I. Tuli akibat bising ( Noise induced hearing loss ). Dalam : Soepardi

    EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu penyakit THT. Edisi ke-3. Jakarta : Balai

    Penerbit FK UI, 1990. h. 37-9.

    2. Soetirto I, Bashiruddin J. Gangguan pendengaran akibat bising. Disampaikan

    http://www.ncbi.nlm.nih.gov/sites/entrezhttp://hennykartika.wordpress.com/2007/03/11/audiometri-dasar/http://hennykartika.wordpress.com/2007/03/11/audiometri-dasar/http://www.ncbi.nlm.nih.gov/sites/entrez
  • 7/30/2019 REFERAT Noise

    27/28

    26

    pada Simposium Penyakit THT Akibat Hubungan Kerja & Cacat Akibat

    Kecelakaan Kerja, Jakarta, 2 Juni, 2001.

    3. Stach BA. Clinical audiology an introduction. San Diego : Singular Publishing

    Group Inc, 1998. h.137-41.

    4. Rabinowitz PM.Noise-induced hearing loss.http://www.findarticles.com/

    cf_0/m3225/9_61/62829109/print.jhtml

    5. Heggins II ,J. The effects of industrial noise on hearing. http://hubel.

    sfasu.edu/courseinfo/SL98/hearing.html

    6. Mahdi, Sedjawidada R. Prosedur penetuan persentase ketulian akibat bising

    industri. Disampaikan pada PIT Perhati, Bukit Tinggi, 28-30 Oktober,1993.

    7. Oetomo A, Suyitno S. Studi kasus gangguan pendengaran akibat bising di

    beberapa pabrik di kota Semarang. Disampaikan pada PIT Perhati, Bukit

    Tinggi, 28-30 Oktober,1993.

    8. Moore GF, Ogren FP, Yonkers AJ. Anatomy and embryology of the ear.

    Dalam : Lee KJ, Ed. Textbook of otolaryngology and head and neck surgery.

    New York : Elsevier Science Publishing,1989.h.10-20.

    9. Adenan A. Kumpulan kuliah telinga. Bagian THT FK USU/RS Dr.Pirngadi.

    Medan.

    10. Wright A. Anatomy and ultrastructure of the human ear. Dalam : Gleeson M,

    Ed. Scott Browns Basic sciences. 6th Ed. Great Britain : Butterworth-

    Heinemann, 1997.h.1/1/28-49.

    11. Liston SL, Duvall AJ. Embriologi, anatomi dan fisiologi telinga. Dalam :

    Adams GL, Boies LR, Higler PH, Ed. Buku ajar penyakit THT. Edisi ke-6.

    Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997.h.27-38.

    12. Hadjar E. Gangguan keseimbangan dan kelumpuhan nervus fasial.Dalam :

    Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu penyakit THT. Edisi ke-3.

    Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 1990. h. 75-7.

    13. Oedono RMT. Penatalaksanaan penyakit akibat lingkungan kerja dibidang

    THT. Disampaikan pada PIT Perhati, Batu-Malang, 27-29 Oktober, 1996.

    14. Brookhouser PE, Worthington DW, Kelly WJ. Noise-induced hearing loss.

    http://www.uchsc.edu/sm/pmb/envh/noise.htm

    15. Melnick W. Industrial hearing conservation. Dalam : Katz J, Ed. Handbook of

    clinical audiology. 4th ed. Baltimore : Williams & Wilkins, 1994.h.534-51.

    16. Nasution AK. Pengaruh kebisingan pada pendengaran pandai besi. Skripsi.

  • 7/30/2019 REFERAT Noise

    28/28

    Bagian THT FK USU.1991.

    17. Harnita N. Pengaruh suara bising pada pendengaran karyawan pabrik gula

    Sei Semayang di kabupaten Deli Serdang. Skripsi. Bagian THT FK USU.

    1995.

    18. Dobie RA. Noise induced hearing loss. Dalam : Bailey BJ, Ed. Head and neck

    surgery-otolaryngology. Vol.2. Philadelphia : JB Lippincott Company,

    1993.h.1782-91.

    19. Alberti PW. Noise and the ear. Dalam : Stephens D, Ed. Scott- Browns

    Adult audiology. 6th ed. Great Britain : Butterworth-Heinemann, 1997.h.

    2/11/1-34.