bab i pendahuluan a. latar...

28
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan perekonomian dan sektor industri melahirkan beragam produk dan layanan jasa. Di satu sisi konsumen senang karena semakin bervariasi produk konsumsi untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk merebut perhatian konsumen, para produsen berlomba melakukan kegiatan promosi yang menarik. Hadirlah iklan di media massa sebagai media komunikasi pemasaran dari produsen kepada konsumen. Di lain sisi, banjir iklan di media massa membingungkan konsumen dalam memilih suatu produk atau jasa. Iklan merupakan salah satu dari 5 alat bauran komunikasi pemasaran. Selain iklan masih ada sales promotion, personal selling, Public Relations dan direct marketing, namun iklanlah yang paling banyak digunakan untuk promosi produk. Hal ini dapat dilihat dari belanja iklan di Indonesia yang terus meningkat. Dari data Nielsen, belanja iklan tahun 2012 mencapai Rp. 87 trilyun, naik 20% dari tahun sebelumnya. Sebagian besar dialokasikan ke media televisi. Melihat belanja iklan yang besar, tentu saja produsen menaruh harapan besar pada iklan. Namun belakangan, kepercayaan konsumen pada iklan di media konvensional mulai memudar. Berdasarkan riset majalah AdWeek dan biro iklan JWT menguak bahwa sekitar 72% orang mengakui sudah tidak terlalu percaya iklan karena infomasinya bersifat promosi (Kartajaya, 2010: 163). Semakin melemahnya efektivitas iklan di media massa menimbulkan permasalahan baru, yaitu bagaimanakah cara yang efektif untuk menarik perhatian dan mempengaruhi konsumen. Ketika beriklan melalui media massa sudah dirasa tidak efektif lagi, maka produsen harus mencari alternatif lain untuk mempromosikan produknya. Hal tersebut yang mendasari produsen mencari media alternatif untuk memasarkan produk mereka.

Upload: hoangtram

Post on 04-Jul-2018

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan perekonomian dan sektor industri melahirkan beragam produk

dan layanan jasa. Di satu sisi konsumen senang karena semakin bervariasi produk

konsumsi untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk merebut perhatian konsumen, para

produsen berlomba melakukan kegiatan promosi yang menarik. Hadirlah iklan di

media massa sebagai media komunikasi pemasaran dari produsen kepada konsumen.

Di lain sisi, banjir iklan di media massa membingungkan konsumen dalam memilih

suatu produk atau jasa.

Iklan merupakan salah satu dari 5 alat bauran komunikasi pemasaran. Selain

iklan masih ada sales promotion, personal selling, Public Relations dan direct

marketing, namun iklanlah yang paling banyak digunakan untuk promosi produk. Hal

ini dapat dilihat dari belanja iklan di Indonesia yang terus meningkat. Dari data

Nielsen, belanja iklan tahun 2012 mencapai Rp. 87 trilyun, naik 20% dari tahun

sebelumnya. Sebagian besar dialokasikan ke media televisi. Melihat belanja iklan

yang besar, tentu saja produsen menaruh harapan besar pada iklan. Namun

belakangan, kepercayaan konsumen pada iklan di media konvensional mulai

memudar. Berdasarkan riset majalah AdWeek dan biro iklan JWT menguak bahwa

sekitar 72% orang mengakui sudah tidak terlalu percaya iklan karena infomasinya

bersifat promosi (Kartajaya, 2010: 163).

Semakin melemahnya efektivitas iklan di media massa menimbulkan

permasalahan baru, yaitu bagaimanakah cara yang efektif untuk menarik perhatian

dan mempengaruhi konsumen. Ketika beriklan melalui media massa sudah dirasa

tidak efektif lagi, maka produsen harus mencari alternatif lain untuk mempromosikan

produknya. Hal tersebut yang mendasari produsen mencari media alternatif untuk

memasarkan produk mereka.

2

Media untuk kegiatan promosi dapat dikelompokkan dalam tiga jenis, yaitu:

media lini atas (above the line), media lini tengah (through the line) dan media lini

bawah (below the line). Media lini atas (above the line) adalah periklanan yang

menggunakan media primer seperti media elektronik maupun media cetak. Media lini

tengah (through the line) merupakan wilayah abu-abu, dimana promosi above the line

mengandung unsur below the line. Sedangkan media lini bawah (below the line)

adalah alternatif untuk mempromosikan produk.

Pada perkembangannya media above the line minim daya persuasif,

penggunaan alat komunikasi pemasaran yang menggunakan media above the line

kemudian lebih difokuskan untuk menumbuhkan dan meningkatkan brand

awareness. Sementara itu untuk promosi yang lebih persuatif, produsen

menggunakan media below the line. Kedua jenis media komunikasi pemasaran

tersebut saling mendukung sesuai dengan kapasitasnya. Maka produsen tidak dapat

hanya mengandalkan satu media untuk menghasilan promosi yang efektif.

Promosi melalui media below the line sering disebut promosi melalui media

alternatif. Meski demikian media below the line dapat lebih ampuh dibandingkan

media konvensional. Hal tersebut diungkapkan Hermawan Kartajaya. Menurutnya

konsumen sudah tidak mempercayai marketer atau pihak perusahaan, konsumen lebih

mempercayai rekomendasi dari suatu komunitas yang mahir atau berkompeten di

bidangnya. Informasi dalam suatu komunitas dapat bergerak dengan sangat cepat.

Media yang digunakan dalam penyebaran informasi ini adalah melalui mulut ke

mulut (word of mouth) baik secara online maupun offline (Kartajaya, 2010: 276).

Peran komunitas sebagai alat komunikasi pemasaran sering tidak disadari atau

bahkan sering tidak ditindaklanjuti oleh produsen, sehingga komunitas hanya sebagai

fenomena yang muncul dari loyalitas konsumen. Komunitas yang tidak diajak

bergabung dengan perusahaan dapat dengan mudah hilang apabila pengelolaan

organisasi dalam interal komunitas tidak mumpuni.

3

Sementara itu perusahaan yang menyadari potensi keuntungan dari

munculnya komunitas konsumen berlomba membina komunitas agar dapat menjadi

mitra perusahaan untuk mempromosikan merek atau produknya. Menyadari hal

tersebut, perusahaan kini lebih menggiatkan kegiatan promosi yang berbasis

komunitas atau komunitisasi. Program keanggotaan klub atau klub konsumen

merupakan contoh upaya perusahaan membentuk komunitas berbasis merek.

Komunitas yang berafiliasi nantinya lebih dikenal dengan istilah brand community.

Brand community tidak hanya dibentuk oleh perusahaan, namun juga dapat

terbentuk dengan sendirinya atas dasar kebutuhan untuk bertukar pengetahuan dan

berbagi pengalaman mengenai produk dan merek yang mereka gunakan. Sebagai

penggemar suatu merek, komunitas dapat memberikan rekomendasi kepada calon

konsumen lain tentang produk atau merek yang digunakan. Kegiatan tersebut

merupakan salah satu strategi pemasaran yang ampuh, mengingat kini konsumen

ingin terhubung dengan konsumen lain, bukan dengan perusahaan.

Pembentukan komunitas juga dilakukan oleh PT Astra International-Honda

dan PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing. Kedua perusahaan tersebut

merupakan perusahaan yang relatif gencar membangun komunitas mereka. Hal ini

terbukti dari pesatnya pertumbuhan komunitas dari segi kuantitas. Komunitas motor

Honda maupun Yamaha muncul seiring dengan peluncuran produk baru. Bahkan

proses pembentukan brand community Honda dan Yamaha tidak hanya diprakarsai

oleh perusahaan, konsumen sendiri berinisiatif membentuk komunitas.

Berdasarkan fenomena tersebut, penulis tertarik meneliti penggunaan brand

community sebagai media baru dalam strategi komunikasi pemasaran PT Astra

International-Honda dan PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing. Penelitian ini

berdasarkan pada fenomena maraknya kemunculan komunitas yang melabelkan diri

dan mengkaitkan diri dengan suatu brand.

4

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang menjadi

fokus pada penelitian ini adalah:

“Bagaimana penggunaan brand community sebagai alat komunikasi

pemasaran pada PT Astra International-Honda dan PT Yamaha Indonesia

Mortor Manufacturing?”

C. Objek Penelitian

Pada penelitian ini, penulis akan menyajikan data dua objek, yaitu PT Astra

International-Honda dan PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing region DIY.

Pemilihan objek penelitian berdasarkan pada persaingan penjualan dan brand

community kedua perusahaan tersebut.

D. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang hendak dijawab, maka tujuan dari penelitian ini

adalah untuk mengetahui serta membandingkan penggunaan brand community

sebagai alat komunikasi pemasaran PT Astra International-Honda dan PT Yamaha

Indonesia Motor Manufacturing.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat sebagai berikut:

1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah penelitian

mengenai peran brand community dalam komunikasi pemasaran pada organisasi

bisnis serta menjadi literasi bagi akademisi yang ingin mengkaji lebih lanjut.

2. Bagi organisasi bisnis khususnya PT Astra International-Honda dan PT Yamaha

Indonesia Motor Manufacturing, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

masukan yang bermanfaat dalam pelasanaan brand community yang efektif

5

sebagai media komunikasi pemasaran. Penelitian ini juga diharapkan dapat

sebagai bahan informasi dalam implementasi program brand community dalam

mencapai tujuan perusahaan.

F. Kerangka Pemikiran dan Teori

Pada penelitian ini, penulis ingin membedah bagaimana pemanfaatan

komunitas sebagai alat komunikasi pemasaran dalam praktek yang dilakukan

organisasi yang berorientasi pada profit dengan kerangka pemikiran sebagai berikut:

1. Komunikasi pemasaran

Menyikapi dinamika dunia bisnis produsen memerlukan strategi yang tepat

sesuai dengan perkembangan pasar. Pasar yang terus berubah menuntut produsen

terus berinovasi agar dapat memenangkan persaingan di era pasar bebas ini. Untuk

memenangkan persaingan, dibutuhkan strategi bisnis yang mampu menciptakan

kepuasan bagi para pemegang kepentingan. Strategi bisnis untuk memenangkan

persaingan pasar disebut strategi pemasaran. Berikut berbagai definisi pemasaran

menurut para ahli:

Menurut Kotler dan Keller (2012:27)

Marketing has been defined as an organizational function and a set of

processes for communicating, and delivering value to costumer and for

managing customer relationship in ways that benefit the organization and its

stakeholder.

Menurut Hermawan Kartajaya (2010: 20),

Pemasaran adalah sebuah konsep strategi bisnis dengan tujuan untuk

menciptakan kepuasan yang berkelanjutan kepada tiga stakeholder utama

perusahaan, yaitu pelanggan, karyawan, dan pemegang saham.

Dari definisi tersebut disimpulkan bahwa pemasaran adalah fungsi organisasi

dan seperangkat proses komunikasi untuk memberikan nilai kepada konsumen dan

mengelola hubungan demi menciptakan kepuasan yang berkelanjutan kepada tiga

stakeholder utama perusahaan, yaitu pelanggan, karyawan, dan pemegang saham.

6

Pemasaran pada saat ini telah menjadi sebuah faktor penting dalam dunia

bisnis terutama bagi perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya,

berkembang dan mendapatkan laba, kegiatan pemasaran perusahaan juga harus dapat

memberikan kepuasan pada konsumen jika menginginkan usahanya tetap berjalan.

Pemasaran tidak bersifat statis, namun terus berubah seiring dengan perubahan

lingkungan perusahaan. Perubahan lingkungan perusahaan dapat berupa perubahan

perilaku konsumen, peta persaingan antar perusahaan, dan peraturan yang berlaku.

Segala kegiatan pemasaran perusahaan membutuhkan ilmu komunikasi agar

pesan pemasaran tersampaikan dengan tepat. Dari pemaparan di atas, bahkan

pemasaran didefinisikan sebagai seperangkat proses komunikasi perusahaan.

Komunikasi mendapatkan peran penting pada pemasaran, karena dengan pemilihan

strategi komunikasi yang tepat, maka pesan pemasaran akan lebih efektif

tersampaikan kepada khalayak. Komunikasi dalam kegiatan pemasaran sering disebut

sebagai komunikasi pemasaran. Proses komunikasi pemasaran dapat dijelaskan

melalui model di bawah ini:

Model Komunikasi Pemasaran

Umpan Balik

Sumber: Sutisna, 2002: 270

Sumber Encoding Transmisi

Decoding Tindakan

Perusahaan Advertising

Selling

promotion

Public

Relations

Personal

selling

Direct

selling

Radio, TV,

surat kabar,

majalah,

brosur,

event, word

of mouth,

internet

Respon dan

interpretasi

oleh

penerima

Perilaku

konsumen

7

Pada model di atas, komunikasi pemasaran merupakan suatu proses. Proses

komunikasi mempelajari bagaimana pengirim dan penerima pesan

mengkonstruksikan pesan (encode), menerjemahkan pesan (decode), dan dengan

bagaimana transmiter menggunakan saluran dan media komunikasi. Komunikasi

pemasaran cenderung membahas tahap-tahap dalam proses komunikasi.

Sumber pesan dalam komunikasi pemasaran adalah perusahaan. Perusahaan

menentukan bagaimana pesan disusun agar bisa dipahami dan direspon sesuai dengan

keinginan perusahaan. Tahap selanjutnya adalah encoding. Encoding adalah proses

menerjemahkan tujuan-tujuan komunikasi ke dalam bentuk pesan yang akan dikirim

kepada penerima (konsumen). Pada proses encoding, perusahaan dapat memilih

menggunakan alat komunikasi pemasaran, seperti advertising, Public Relations, atau

direct selling. Pemilihan alat komunikasi dalam proses encoding disesuaikan dengan

pesan komunikasi pemasaran, kondisi pasar, dan karakteristik alat komunikasi

pemasaran. Setelah perusahaan memilih alat komunikasi pemasaran, langkah

selanjutnya adalah transmisi. Proses transmisi merupakan proses penyampaian pesan

melalui media. Pemilihan media komunikasi disesuaikan dengan alat komunikasi

pemasaran. Tahap-tahap tersebut merupakan tahap pemberian stimulus. Misal apabila

ada produk barunya, perusahaan melakukan promosi melalui iklan (advertising).

Iklan yang dipilih adalah iklan media massa melalui televisi. Pemilihan televisi

didasarkan pada keunggulan televisi yang dapat menjangkau khalayak luas dan

serentak.

Tahap selanjutnya adalah pemberian respon dari penerima (konsumen). Pada

tahap ini erat kaitannya dengan kesesuaian antara harapan pengirim dengan

tanggapan penerima inilah yang diharapkan terjadi, karena hal ini akan

mempengaruhi perilaku konsumen secara positif. Hal yang tidak diharapkan terjadi

adalah respons negatif atau netral dari konsumen (penerima pesan). Respon negatif

terjadi karena tidak terjadinya keserasian antara harapan pengirim pesan dengan

respons dilakukan oleh penerima. Proses memberikan respons dan interpretasi pesan

8

yang diterima disebut sebagai proses decoding. Proses decoding berarti penerima

pesan memberi interprestasi atas pesan yang diterima.

Proses decoding ini akan dilanjutkan dengan tindakan konsumen sebagai

penerima pesan, jika pesan yang sampai diterima secara positif, maka hal ini akan

memberikan pengaruh positif pada sikap dan perilaku konsumen. Sikap positif

konsumen terhadap suatu produk akan mendorong konsumen untuk melakukan

tindakan pembelian. Sedangkan sikap negatif terhadap produk akan menghalangi

konsumen untuk melakukan tindakan pembelian. Pembentukan sikap positif terhadap

produk juga sangat penting dilakukan oleh perusahaan.

Proses terakhir yaitu umpan balik atas pesan yang dikirimkan. Perusahaan

mengevaluasi apakah pesan yang disampaikan sesuai dengan harapan, Pengukuran

efektifitas pesan adalah tingkat penjualan produk yang ditawarkan ke pasar. Pesan

melalui alat komunikasi disebut berhasil atau efektif jika tingkat penjualan produk

setelah proses penyampaian pesan meningkat. Sebaliknya, pesan yang disampaikan

tidak efektif jika setelah pesan disampaikan penjualan produk tidak meningkat, atau

justru turun. Indikator penjualan ini seharusnya menjadi sinyal awal bagi perusahaan

untuk melakukan penelitian atas pesan yang sampaikan ke konsumen.

Dalam penyampaian proses encoding, terdapat berbagai pilihan alat

komunikasi yang umum. Berdasarkan media yang digunakan, dapat dibagi dalam 3

bentuk, yaitu above the line, through the line, dan below the line. Istilah line yang

berarti garis dalam ATL dan BTL itu berawal dari kategorisasi dalam neraca

keuangan. Kategori pertama berlaku bagi kegiatan pemasaran yang kena komisi biro

iklan. Kategori kedua untuk kegiatan pemasaran non iklan yang tidak kena komisi.

Biayanya dimasukkan dalam biaya operasional dan dikurangi sebelum ditentukan net

profit. Kedua jenis budget tersebut dipisahkan dengan sebuah garis. Yang

mengandung unsur komisi, ditulis di bagian atas neraca, disebut sebagai above the

line (ATL). Sisanya, dijadikan satu di bawah garis, disebut kelompok Below the line

(BTL).

9

Perbedaan pormosi above the line dan below the line

Above the line (ATL) Below the line (BTL)

Target audiens luas Target audiens terbatas

Lebih untuk menjelaskan sebuah

konsep atau ide. Tidak ada

interaksi langsung dengan audiens.

Media atau kegiatannya memberikan

audiens kesempatan untuk merasakan,

menyentuh atau berinteraksi, bahkan

langsung membeli.

TV, Radio, Majalah, koran,

billboard

Event, Sponsorship, Sampling, Point-

of-Sale (POS) materials, Consumer

promotion, Trade promotion, dll

Sumber: disadur dari berbagai sumber

Terdapat wilayah grey area yang mendorong timbulnya istilah baru, yaitu

Through the Line (TTL). Istilah ini secara harfiah berarti cakupan dari ujung satu ke

ujung lainnya. Grey area yang menjadi TTL misalnya ada kegiatan ATL yang

mengandung unsur BTL. Atau sebaliknya, BTL yang mengandung unsur ATL.

Contoh ATL dengan BTL adalah iklan sebuah brand di majalah yang sekaligus

ditempel sample produknya. Sedangkan contoh BTL dengan ATL misalnya kegiatan

event di outlet tertentu yang disebarluaskan lewat iklan radio atau TV.

Setiap alat komunikasi pemasaran memiliki fungsi sesuai dengan keunggulan

dan kelemahan masing-masing. Alat komunikasi pemasaran ATL lebih bersifat

mengenalkan dan meningatkan dengan jangkauan khalayak luas, namun minim daya

persuasifnya. Sedangkan alat komunikasi pemasaran BTL hanya mampu menjangkau

khalayak sempit namun lebih persuasif. Kedua alat komunikasi pemasaran tersebut

saling melengapi agar program komunikasi pemasaran dapat lebih efektif. Namun

dalam prakteknya perusahaan lebih memfokuskan penggunaan alat komunikasi

pemasaran ATL untuk kegiatan branding.

10

2. Brand

Berdasarkan definisi American Marketing Association dalam Mustafa (2013:

9), brand atau merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, atau desain, atau kombinasi

dari beberapa hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau

jasa dari suatu penjual atau sekelompok penjual untuk membedakan mereka dengan

pesaingnya. Dari definisi tersebut, brand tidak hanya berbentuk nama suatu produk,

namun brand dapat juga berupa istilah, tanda, simbol, atau desain dari suatu produk.

Brand dan branding merupakan dua hal yang berbeda. Menurut Baladi dalam

Mustafa (2013: 10) brand merupakan positioning dari suatu produk dalam pikiran

konsumen, sedangkan branding merupakan proses yang bertujuan untuk dapat

memikat dan membuat pelanggan loyal dengan cara mempromosikan nilai, image,

prestise, atau lifestyle dari brand tersebut.

Branding juga dapat dikatakan sebagai suatu bentuk komunikasi yang

digunakan untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan pelanggan. Branding tidak

sama dengan atau tidak terbatas hanya melakukan kegiatan promosi, tetapi branding

harus dipandang sebagai suatu proses yang utuh dan berkesinambungan serta

terintegrasi dengan seluruh kegiatan pemasaran. Menurut Joewono dalam Mustafa

(2013: 11). Terdapat 5 tahapan dalam membangun strategi branding, yaitu:

1. Menentukan target market

2. Brand positioning dan brand personality

3. Brand identity

4. Brand communication messages

5. Brand communication channel

Suatu brand yang telah lahir perlu dilakukan monitoring, pengukuran, dan

evaluasi terhadap kualitas dan efektivias dari suatu brand agar terjadi kesesuaian

antara harapan produsen dengan persepsi konsumen. Dengan adanya evaluasi, maka

nilai dari suatu brand dapat diketahui. Nilai dari suatu brand disebut brand equity.

Jadi brand equity juga disebut sebagai kekuatan suatu brand yang dapat menambah

11

atau mengurangi nilai dari brand itu sendiri. Brand equity dapat ditahui dari respon

konsumen terhadap barang atau jasa yang dijual.

Menurut Susanto dan Wijanarko (2004: 87-89) yang mengadaptasi teori

Aaker, brand equity dapat dikelompokkan ke dalam 5 kategori:

a) Brand awareness

Brand awareness adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali

atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori

merek tertentu. Brand awareness adalah pengakuan dan pengingatan dari sebuah

merek dan pembedaan dari merek yang lain yang ada di lapangan. Jadi brand

awareness adalah kemampuan konsumen untuk mengingat suatu brand dan yang

menjadikannya berbeda bila dibandingkan dengan brand lainnya.

b) Perceived quality

Perceived quality adalah persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau

keunggulan suatu produk atau jasa berkenaan dengan maksud yang diharapkan.

c) Brand association

Brand association adalah sesuatu yang berkaitan dengan ingatan mengenai

sebuah produk. Asosiasi ini tidak hanya eksis, namun juga memiliki suatu tingkat

kekuatan. Keterikatan pada suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada

banyak pengalaman atau penampakan untuk mengkomunikasikannya.

d) Brand loyalty

Brand loyalty merupakan ukuran kesetiaan seorang pelanggan pada sebuah

merek. Loyalitas memiliki tingkatan sebagaimana dapat dilihat pada gambar di

bawah ini:

1. Tingkat loyalitas yang paling dasar adalah pembeli tidak loyal atau sama

sekali tidak tertarik pada merek-merek apapun yang ditawarkan. Dengan

demikian, merek memainkan peran yang kecil dalam keputusan pembelian.

Pada umumnya, jenis konsumen seperti ini suka berpindah-pindah merek atau

12

disebut tipe konsumen switcher atau price buyer (konsumen lebih

memperhatikan harga di dalam melakukan pembelian).

2. Tingkat kedua adalah para pembeli merasa puas dengan produk yang

digunakan, atau minimal tidak mengalami kekecewaan. Pada dasarnya, tidak

terdapat dimensi ketidakpuasan yang cukup memadai untuk mendorong suatu

perubahan, terutama apabila pergantian ke merek lain memerlukan suatu

tambahan biaya. Para pembeli tipe ini dapat disebut pembeli tipe kebiasaan

(habitual buyer).

3. Tingkat ketiga berisi orang-orang yang puas, namun memikul biaya peralihan

(switching cost), baik dalam waktu, uang atau resiko sehubungan dengan

upaya untuk melakukan pergantian ke merek lain. Kelompok ini biasanya

disebut dengan konsumen loyal yang merasakan adanya suatu pengorbanan

apabila melakukan penggantian ke merek lain. Para pembeli tipe ini disebut

satisfied buyer.

4. Tingkat keempat adalah konsumen benar-benar menyukai merek tersebut.

Pilihan konsumen terhadap suatu merek dilandasi pada suatu asosiasi, seperti

simbol, rangkaian pengalaman dalam menggunakannya, atau kesan kualitas

yang tinggi. Para pembeli pada tingkat ini disebut sahabat merek, karena

terdapat perasaan emosional dalam menyukai merek.

5. Tingkat teratas adalah para pelanggan yang setia. Para pelanggan mempunyai

suatu kebanggaan dalam menemukan atau menjadi pengguna suatu merek.

Merek tersebut sangat penting bagi pelanggan baik dari segi fungsinya,

maupun sebagai ekspresi mengenai siapa pelanggan sebenarnya (commited

buyers).

e) Other proprietary brand assets

Terdapat hal-hal lain yang tidak termasuk dalam 4 kategori diatas tetapi turut

membangun brand equity. Menurut Kim dan Kim, brand equity meliputi 4 hal,

antara lain loyalitas merek, perceived quality, citra merek, dan brand awareness.

13

3. Brand community

Pada era sebelumnya, praktek promosi didominasi oleh iklan di media

konvensional seperti televisi dan radio. Media tersebut mempunyai kelebihan dapat

menjangkau khalayak luas dan seketika. Namun belakangan ini konsumen mulai

tidak percaya pada informasi yang diberikan perusahaan melalui iklan di media

konvensional. Konsumen bahkan menghindar dari bentuk promosi dan pemasaran

melalui berbagai media. Promosi melalui media konvensional juga menelan biaya

promosi yang banyak. Tentu saja biaya promosi itu nantinya akan dibebankan ke

konsumen. Meski kepercayaan konsumen telah menurun dan ber-budget tinggi,

promosi melalui media konvensional masih dibutuhkan untuk brand awareness dan

prestige. Melihat fenomena tersebut, perusahaan membutuhkan pihak-pihak yang

dipercaya konsumen untuk tetap menginformasikan dan mempromosikan produk atau

mereknya kepada konsumen.

Kemunculan komunitas yang beranggotakan konsumen yang loyal pada brand

dapat menjadi alternatif alat promosi. Perusahaan merespon kemunculan komunitas

konsumen dengan berbagai macam kegiatan pemasaran untuk meretensi keberadaan

komunitas konsumen yang sudah terbentuk. Keberadaan komunitas konsumen perlu

mendapatkan perhatian khusus agar dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan.

Apabila menilik lebih lanjut mengenai keberadaan komunitas konsumen

dewasa ini memberikan kontribusi kepada perusahaan. Berikut keuntungan yang

diperoleh perusahaan terhadap keberadaan komunitas:

1. Komunitas konsumen yang puas terhadap performa perusahaan atau merek akan

menjadi komunitas konsumen yang loyal pada brand.

2. Kebersamaan konsumen yang loyal terhadap produk atau merek akan

meningkatkan komitmen konsumen pada brand tersebut.

3. Komunitas dapat digunakan sebagai ajang untuk mengedukasi konsumen.

4. Komunitas dapat menjadi agen word of mouth yang efektif bagi perusahaan.

5. Komunitas konsumen dapat menjadi media feedback.

14

6. Komunitas konsumen dapat dijadikan media untuk kegiatan Corporate (Brand)

Social Responsibility atau Corporate Societal Marketing yang efektif bagi

perusahaan.

Dalam konteks pemasaran Alexander dan Schouten, dalam (Hartono, 2008:

19) mendefinisikan brand community sebagai:

Communities whose primary basic of identification are either brands or

consumption activities, that is, where meaningfulness is negotiated through

the symbolism of the marketplace. A Brand community is a specialized, non

geographically bound community, based on a structured set of social

relationships among admirers of a brand. It is specialized because at its

center is a branded or service

Definisi brand community menurut Alexander dan Schouten menyatakan

bahwa brand community adalah komunitas khusus yang tidak terikat berdasarkan

lokasi (geografis), melainkan komunitas yang terikat berdasarkan suatu hubungan

sosial di antara pengagum suatu merek. Pusat dari komunitas adalah merek tersebut.

Komunitas ini secara khusus berafiliasi dengan brand tertentu, baik itu dari inisiatif

perusahaan maupun brand itu sendiri. Brand community dapat berupa komunitas

online maupun offline. Tidak hanya berdasarkan ketertarikan terhadap suatu brand

atau produk, salah satu syarat penting terbentuknya brand community adalah

komunikasi antar anggota komunitas. Dari komunikasi tersebut akan terbentuk rasa

kepercayaan dan independensi sehingga mengguatkan rasa saling ketertarikan antara

sesama anggota komunitas tersebut.

Dilihat dari asal mulanya, brand community terbentuk dengan dua cara, yaitu

komunitas yang dibentuk atas kemauan sendiri (by default) dari para anggotanya.

Komunitas ini yang memiliki loyalitas yang tinggi secara emosional terhadap suatu

produk. Mereka akan sangat membanggakan produk bahkan merekomendasikan ke

orang lain yang belum mempunyainya. Terdapat pula komunitas yang dibentuk

perusahaan (by design), biasanya bertujuan untuk dapat menjalin relasi kemitraan

antar kedua belah pihak sehingga sama-sama memperoleh manfaat dari hubungan

relasi tersebut atau untuk keperluan marketing dan promosi.

15

Brand community sebagai suatu organisasi memiliki pengaruh terhadap

anggotanya sendiri. Pengaruh tersebut lebih kuat karena anggotanya mengikat diri

secara sukarela tanpa paksaan pada komunitas tersebut. Komunitas juga dapat

menjadi acuan bagi anggotanya karena adanya ikatan yang dirasakan oleh anggota

dapat membuat mereka saling tergantung satu sama lain dan timbulnya rasa saling

percaya diantara mereka.

Tugas perusahaan adalah memberikan fasilitas kepada komunitas binaannya

serta selalu menegaskan kepada komunitas bahwa tugas mereka adalam membangun

brand. Jika dimanfaatkan dengan benar, brand community dapat menjadi

perpanjangan alat untuk melakukan aktivitas pemasaran. Namun jika brand

community tidak dibina dan demonitoring dengan baik oleh perusahaan hanya akan

menghabiskan anggaran perusahaan.

4. Strategi Communitization

Perusahaan diharapkan dapat membentuk komunitas atau memanfaatkan

komunitas yang telah ada untuk kepentingan pemasaran. Hal ini tentu berbeda dengan

strategi pemasaran STP (segmenting, targeting, positioning) yang sebelumnya

diterapkan sebagai strategi marketing di banyak perusahaan. Pada strategi SPT,

segmentasi1 tidak memperdulikan kedekatan personal antar konsumen. Selain hal itu

masih ada beberapa hal yang berbeda antara segmentasi dengan communitization,

yaitu prosesnya lebih horizontal dan low-budget high-impact (Kartajaya, 2010: 86).

Dalam communitization, perusahaan tidak harus melakukan riset pasar.

Perusahaan hanya perlu melakukan identifikasi komunitas yang sudah ada atau

membentuk komunitas baru. Komunitas ini dapat berupa komunitas online,

komunitas offline, atau gabungan antara keduanya. Hal terpenting dalam menarget

atau membentuk komunitas baru adalah melihat kesamaan interest antar anggotanya.

1 Segmentasi adalah pengelompokan pasar berdasarkan atribut statis dan dinamis. Atribut

statis seperti segmentasi berdasar variabel geografis dan demografis. Atribut dinamis

berdasar psikografis dan behavioral (Kartajaya, 2010: 85).

16

Menurut Kartajaya (2010: 102), sebelum bergabung ke dalam komunitas,

perusahaan perlu mengetahui potensi komunitas. Apabila perusahaan telah

mengetahui potensi komunitas, maka penerapan strategi communitization dapat

berlangsung lebih efektif dan efisien.

Berikut kriteria yang dilihat brand dari sebuah komunitas:

a. Relevance adalah relasi atau kesamaan interest atau values antara perusahaan

dengan komunitas tersebut.

b. Active Level adalah seberapa besar tingkat keaktifan komunitas tersebut. Apakah

dalam komunitas tersebut anggotanya aktif atau hanya daftar nama saja. Kalau

hanya daftar nama saja, maka ini hanya sebuah database.

c. Number of Community adalah berapa banyak jaringan yang dimiliki atau yang

potensial dapat terjadi antara suatu komunitas tersebut.

Setelah melakukan identifikasi dalam sejumlah komunitas, langkah

selanjutnya confirming. Confirming adalah melakukan konfirmasi kepada komunitas

yang akan bergabung. Menurut Hermawan Kartajaya (2010: 101) proses confirming

ini bersifat horizontal yang berbeda dengan targeting karena dalam targeting,

seseorang dapat menjadi target tanpa persetujuan dari mereka sendiri. Dalam

confirming, jika ada yang mau bergabung dengan komunitas, maka komunitas

tersebut mempunyai dua pilihan, yaitu confirm atau ignore. Hal ini menunjukkan

bahwa sebuah komunitas tersebut mempunyai kekuatan yang sama dengan sebuah

perusahaan.

Setelah komunitas mengkonfirmasi keberadaan perusahaan dalam komunitas,

langkah selanjutnya adalah clarifying. Clarifying memperjelas makna karakter

perusahaan terhadap komunitas (Kartajaya, 2010: 105). Sebuah karakter brand harus

dilakukan klarifikasi dalam benak konsumen. Tidak hanya dengan slogan atau

tagline. Clarifying tidak hanya mencoba menanamkan suatu persepsi dalam benak

konsumen, tetapi juga mendukungnya dengan kenyataan atau fakta.

17

Brand perlu memahami karakter dari suatu komunitas yang ingin dijadikan

target communitization. Hal-hal yang perlu dipahami brand pada suatu komunitas

adalah values, identification, dan, personality. Mengetahui values dalam komunitas

penting karena brand tidak perlu masuk ke komunitas yang mempunyai values

berbeda jauh. Setelah memutuskan untuk masuk pada suatu komuitas, brand perlu

mengenali identitas, yaitu tanda pengenal masing-masing komunitas, dan yang

teakhir adalah personaliti dari tiap-tiap komunitas.

a. Crowd combo

Untuk mengoperasionalkan suatu strategi pemasaran dibutuhkan taktik yang

sesuai dengan strategi yang digunakan. Pada strategi segmentasi, taktik yang

digunakan adalah differensifikasi, marketing mix, dan selling. Penelitian ini akan

fokus mengulas hanya salah satu elemen taktik yaitu marketing mix. Marketing mix

adalah unsur kedua dalam taktik yang mengintegrasikan tawaran, logistic, dan

komunikasi perusahaan.

Dalam strategi communitization, marketing mix berubah menjadi crowd

combo (co-creation, currency, communal activation, conversation). Elemen pertama

dari crowd combo adalah co-creation. Dalam co-creation, pelanggan terlibat

langsung secara aktif dalam proses pembuatan produk yang dikonsumsi oleh mereka

sehingga terjadi proses horizontalisasi. Perusahaan hanya berperan sebagai fasilitator

(Kartajaya, 2010: 122).

Dalam co-creation, pelanggan terlibat langsung secara aktif dalam proses

pembuatan produk yang dikonsumsi oleh mereka sehingga terjadi proses

horizontalisasi. Sebuah produk atau co-creation yang telah dibuat tidak punya suatu

nilai yang tetap karena ini tergantung bagaimana orang melakukan apresiasi produk

atau co-creation tersebut.

Sebuah produk atau co-creation yang telah dibuat tidak punya suatu nilai

yang tetap karena ini tergantung bagaimana orang melakukan apresiasi produk atau

18

co-creation tersebut. Pelanggan mempunyai kekuatan untuk menentukan seberapa

besar nilai yang harus dibayarnya untuk sebuah produk atau co-creation. Proses

tersebut disebut currency, karena lebih fleksibel dibandingkan price.

Place atau saluran distribusi berperan mengantarkan produk dari produsen ke

pelanggan. Place berubah menjadi communal activation yang berarti mengaktifkan

sebuah komunitas melalui para pemimpin atau aktivis komunitas trersebut. Para

aktivis inilah yang mampu memasarkan co-creation kepada para anggota komunitas

lainnya. Para aktivis ini sangat memahami anxiety dan desire yang ada dalam

komunitas. Para aktivis terserbut lebih dipercaya oleh pelanggan atau anggota

komunitas lainnya dibandingkan dengan perusahaan. Para aktivis komunitas inilah

yang menjadi kepanjangan tangan perusahaan. Dalam new wave marketing,

perusahaan harus dapat mengikat para aktivis komunitas ini karena suara para aktivis

komunitas inilah yang akan didengarkan oleh anggota komunitas lainnya.

Elemen terakhir dari marketing mix adalah promosi. Promosi ini mempunyai

tiga tujuan, yaitu untuk menginformasikan, membujuk, dan mengingatkan pelanggan.

Promosi bersifat vertikal, yaitu searah, top down, dan one-to many. Promosi sering

digunakan untuk mempertahankan brand awareness, mengingatkan pelanggan

dimana harus membeli produk dan sebagainya. Promosi bersifat vertikal dari

perusahaan ke konsumen, sehingga sudah tidak tepat lagi diterapkan di era horizontal

ini. Promosi berubah menjadi conversation yang bersifat dua arah, peer to peer, dan

many to many (Kartajaya, 2010: 127).

Conversation terjadinya diskusi atau interaksi antara dua pihak yang

berkedudukan yang setara sehingga dapat menimbulkan kebenaran bersama. Dengan

demikian, pelanggan akan lebih dapat menerima kebenaran bersama itu dibandingkan

dengan kebenaran satu pihak saja. Sehingga conversation akan lebih dipercaya

ketimbang promosi karena dalam conversation pelanggan dapat melakukan

klarifikasi hal-hal yang disampaikan oleh perusahaan. Conversation mengandalkan

media word of mouth untuk menyampaikan pesan.

19

Perusahaan menempatkan komunitas konsumen sebagai subjek dan bukan

hanya sekadar objek perlu menjadi perhatian serius para perusahaan, pemilik merek,

atau produsen yang memang ingin memanfaatkan komunitas konsumen sebagai cara

mereka dalam memahami perilaku konsumennya. Keberadaan konsumen adalah

penting untuk terus diperhatikan karena memang pasar inilah yang paling fokus dan

bisa dimaksimalkan secara efektif. Hanya saja tidak mudah memanfaatkan

keberadaan komunitas sebagai mesin yang dapat mendongkrak penjualan perusahaan.

Pendekatan yang lebih soft dan humanis perlu dikedepankan.

Pentingnya pemasar memahami mengapa perlu membentuk konsumen

tentunya akan berpengaruh pada pertanyaan berikutnya yaitu bagaimana kemudian

pemasar membangun hubungan dengan komunitasnya. Dengan memperhatikan wajah

komunitas konsumen yang ada dan juga melihat dinamika pola hubungan yang

selama ini sudah terjadi antara perusahaan dengan komunitas maka perusahaan bisa

mengembangkan objektif strategi mereka dalam mendekati komunitas konsumennya.

Strategi tersebut bisa berorientasi kepada jangka panjang dengan ikut membantu

membangun komunitas yang dikelolanya menjadi lebih mandiri atau jangka pendek

yang lebih menekankan kepada upaya untuk memanfaatkan keberadaan komunitas

untuk kepentingan dan keuntungan sesaat serta tidak ada indikasi komitmen

perusahaan untuk ikut membantu komunitas menjadi komunitas yang sustainable.

b. Word of mouth

Media komunikasi pemasaran yang dipilih dalam komunikasi pemasaran

melalui brand community adalah word of mouth. Anggota brand community

memberikan rekomendasi kepada calon pelanggan lain, sehingga konsumen dalam

komunitas dapat menjadi juru bicara atau papan iklan berjalan yang efektif bagi

perusahaan, seperti yang dikemukakan oleh Yuswohady dalam Basalamah (2010: 79)

bahwa customer is the truly salesman. Konsumen yang puas akan merek yang

digunakannya akan memberitahukan kelebihan-kelebihan merek tersebut kepada

20

orang lain, dan selanjutnya konsumen akan merekomendasikannya kepada orang lain.

Rekomendasi pelanggan merupakan alat promosi dan penjualan yang sangat efektif

dalam mempengaruhi calon konsumen2. Hal ini merupakan salah satu strategi

komunikasi pemasaran dasar yang disebut dengan Word of mouth.

Word of mouth merupakan perbincangan konsumen satu sama lain tentang

pengalaman menggunakan suatu produk dan merekomendasikannya sebagai

pengganti pemasar yang melakukan pembicaraan tersebut. Word of mouth sebagai

media komunikasi memiliki karakeristik sendiri. Untuk menciptakan word of mouth

yang efektif, perlu mendalami word of mouth secara lebih spesifik. Dalam sebuah

word of mouth marketing suatu produk akan mengalami pembicaraan yang berpusat

pada produk tersebut. Produk akan berada pada jalur komunikasi yang ditentukan

oleh konsumen. Word of mouth sendiri menjadi referensi yang membentuk harapan

konsumen. Sernovitz (2009:31) menyebutkan bahwa ada 5 elemen-elemen (Five Ts)

yang dibutuhkan untuk word of mouth agar dapat menyebar yaitu:

1. Talkers, yaitu pembicara dalam hal ini adalah konsumen yang telah

mengkonsumsi produk atau jasa. Calon konsumen terkadang cenderung memilih

atau memutuskan suatu produk tergantung kepada konsumen yang telah

berpengalaman menggunakan produk atau jasa tersebut atau biasa disebut dengan

referral pihak yang merekomendasikan suatu produk atau jasa.

2. Topics, yaitu pesan atau perihal yang membuat mereka berbicara mengenai

produk atau jasa, seperti halnya pelayanan yang diberikan, keunggulan produk,

tentang perusahaan, dan lokasi yang strategis.

3. Tools, setelah mengetahui pesan yang membuat mereka berbicara mengenai suatu

produk atau jasa, dibutuhkan suatu alat untuk membantu agar pesan tersebut dapat

berjalan, seperti website, produk gratis, postcards, brosur, spanduk, melalui iklan

2 Di Amerika, konsumen memilih word of mouth sebagai pendorong pembelian (33%)

berdasarkan penelitian Liz Bigham “word of mouth and experiential marketing”

www.womma.org 17 januari 2014

21

di radio, dan apa saja alat yang dapat membuat orang membicarakan atau

menularkan suatu produk kepada orang lain.

4. Taking Part yaitu partisipasi perusahaan seperti halnya dalam menanggapi respon

pertanyaan-pertanyaan mengenai produk atau jasa tersebut dari para calon

konsumen dengan menjelaskan secara lebih jelas dan terperinci mengenai produk

atau jasa tersebut, melakukan follow up ke calon konsumen sehingga mereka

melakukan suatu proses pengambilan keputusan.

5. Tracking atau pengawasan akan hasil WOM perusahaan setelah suatu alat tersebut

berguna dalam proses word of mouth dan perusahaan pun cepat tanggap dalam

merespon calon konsumen, perlu pula pengawasan akan word of mouth yang telah

ada tersebut yaitu dengan melihat hasil seperti dalam kotak saran sehingga

terdapat informasi banyaknya word of mouth positif atau word of mouth negatif

dari para konsumen.

G. Kerangka konsep

Pada kerangka pemikiran di atas telah dijelaskan beberapa langkah untuk

mengunakan brand community sebagai alat komunikasi pemasaran. Brand community

pada penelitian ini disebut sebagai alat komunikasi untuk pelaksanaan strategi

pemasaran communitization. Brand community setara dengan alat komunikasi

pemasaran lainnya, seperti advertising, Public Relations, selling promotion, dan

sebagainya. Sementara itu media yang sesuai diterapkan untuk pelaksanaan strategi

pemasaran communitization dengan menggunakan brand community sebagai alat

komunikasi pemasaran adalah word of mouth.

Pada kerangka konsep ini, penulis akan menyajikan langkah-langkah pilihan

yang dianggap paling sesuai untuk menjawab permasalahan pada penelitian ini.

1. Penggabungan brand dengan komunitas

Komunitas mempunyai kebebasan dalam memilih. Mereka dapat menerima

perusahaan sebagai bagian dari komunitas maupun tidak. Apalagi jika mengetahui

22

maksud dari perusahaan bergabung adalah untuk menggunakan komunitas sebagai

alat komunikasi pemasaran yang tentu saja memberi keuntungan pada perusahaan.

Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa brand community terbentuk dari dua cara,

yaitu by default dan by desain. Perusahaan membutuhkan penanganan yang berbeda

untuk bergabung pada brand community sesuai dengan cara terbentuknya. Untuk

brand community yang telah terbentuk dengan sendirinya, perusahaan melakukan

langkah-langkah sebagai berikut:

a. Identifikasi komunitas. Identifikasi komunitas adalah upaya perusahaan memilih

dan memilah komunitas berdasarkan aspek-aspek berikut:

- value, identifikasi, dan personality

- active level

- number of community

b. Konfirmasi. Perusahaan melakukan konfirmasi kepada komunitas yang dianggap

sesuai dengan aspek-aspek dalam identifikasi komunitas. Konfirmasi merupakan

permohonan ijin bergabung atau menjadi bagian komunitas.

Setelah perusahaan melakukan langkah-langkah di atas, maka otoritas

selanjutnya adalah milik komunitas. Komunitas dapat menerima atau menolak

kehadiran perusahaan. Proses ini disebut juga klarifikasi.

Upaya yang dilakukan untuk menyatu dengan komunitas yang dibentuk oleh

perusahaan relatif lebih mudah. Perusahaan men-design komunitas yang identitas,

value, dan personality sesuai dengan keinginan perusahaan. Langah konkritnya

adalah dengan merekrut pihak-pihak yang berkompeten membentuk dan membangun

komunitas sesuai dengan keinginan perusahaan. Pihak inilah yang nantinya membina

dan mengembangkan komunitas sesuai dengan active level yang diharapkan

perusahaan.

23

2. Aktivitas brand community dan perusahaan

Terdapat beberapa upaya untuk memberikan edukasi dan nyatukan visi dan

misi perusahaan dengan brand community agar dapat menjadi alat komunikasi

pemasaran yang mumpuni. Langkah-langkah yang diambil merupakan implementasi

dari sebagaian taktik pemasaran communitization, yaitu co-creation, currency,

communal activation, dan conversation. Pada aktivitas co-creation, brand community

akan menguji performa produk. Brand community mempunyai kemampuan dan minat

khusus pada produk sehingga acapkali sering menemukan keunggulan dan

kekurangan suatu produk di luar prediksi produsen. Keunggulan produk tersebut

nantinya dapat menjadi pesan pemasaran yang dilakukan brand community.

Pada proses currency, brand community mempunyai kekuatan untuk

menentukan seberapa besar nilai yang harus dibayarkan untuk sebuah produk atau co-

creation. Communal activation bukan sekadar placing atau mendistribusikan produk

secara konvensional. Tapi, sebuah merek harus benar-benar hadir di sebuah

komunitas dalam satu area dan bisa memberikan manfaat bagi komunitas di

sekitarnya. Perusahaan bisa mendapatkan apa yang dipikirkan dan dirasakan

konsumen tentang produk melalui communal activation. Dalam communal activation

dapat terjadi conversation, yaitu unsur lain dari taktik communitization. Conversation

akan dibahas sebagai media komunikasi pemasaran brand community.

3. Media komunikasi pemasaran

Media komunikasi pemasaran yang memungkinkan digunakan oleh brand

community adalah word of mouth. Word of mouth sebagai media komunikasi

memiliki karakeristik sendiri. Untuk menciptakan word of mouth yang efektif, perlu

mendalami word of mouth secara lebih spesifik. word of mouth merupakan

perbincangan konsumen satu sama lain tentang pengalaman menggunakan suatu

produk dan merekomendasikannya sebagai pengganti pemasar yang melakukan

pembicaraan tersebut. Dalam sebuah word of mouth suatu produk akan mengalami

24

pembicaraan yang berpusat pada produk tersebut. Word of mouth dapat terjadi pada

online dan offline media.

Word of mouth terdiri atas indikator-indikator talker, topic, tool, taking part,

dan tracking. Talker adalah pihak yang merekomendasikan/pembicara. Topic

menyangkut tema yang didiskusikan antara komunikator dengan penerima pesan.

Topic dapat berupa pesan rasional, pesan emosional dan pesan moral. Tool adalah

segala sesuatu perlengkapan yang dapat membantu perluasan pesan komunikator.

Tool dapat berupa media online maupun offline. Taking part menyangkut keterlibatan

dalam percakapan yang terjadi antara komunikator dengan penerima pesan. Tracking

adalah melakukan pengukuran terhadap apa yang didiskusikan antara komunikator

dengan penerima pesan. Indikator-indikator tersebut yang akan dilakukan perusahaan

untuk menciptakan word of mouth di kalangan brand community.

H. Desain Penelitian

Idetifikasi

Brand community

Aktifitas brand community

dengan perusahaan

Media komunikasi

pemasaran

Brand community

- Co-creation

- Currency

- Communal activation

- Conversation (WOM)

Word of mouth

- Talkers

- Topics

- Tools

- Taking part

- Tracking

Brand Community

- Value, identity, personality

- Active level

- Number of community

25

I. Metodologi

1. Tipe penelitian

Berdasarkan pada konsep penelitian berkarakter komunikasi, sebagaimana

dipaparkan oleh Nunung Prajarto (2004: 18) bahwa upaya pembedaan penelitian

komunikasi dengan penelitian lain adalah fokus kajian penelitian. Fokus penelitian

dari penelitian komunikasi adalah elemen-elemen komunikasi. Pada penelitian ini,

fokus penelitian adalah komunitas yang digunakan sebagai alat baru komunikasi

pemasaran.

Dilihat dari aspek keunikan objek penelitian, maka penelitian ini termasuk

kategori studi kasus. Menurut Yin (2006: 18) studi kasus sebagai inkuri empiris yang

menyelidiki fenomena dalam konteks kehidupan nyata. Pendekataan studi kasus

dalam penelitian ini untuk mempelajari, menerangkan, atau mengimplementasikan

suatu kasus. Penelitian yang membedah mengenai komunitas dalam praktik

komunikasi pemasaran masih relatif sedikit.

Studi ini untuk menyoroti suatu keputusan, mengapa keputusan itu diambil,

bagaimana penerapannya, dan apa hasilnya. Studi kasus dalam penelitian ini

dimaksudkan untuk mempelajari, menerangkan, dan mengimplementasikan mengapa

korporasi menggunakan komunitas sebagai media komunikasi dalam aktivitas

pemasara. Pendekatan studi kasus dipilih dalam penelitian ini karena komunitas

merupakan suatu organisme yang berkembang, sehingga unik untuk diteliti.

Penelitian tentang brand community dalam aktivitas pemasaran banyak dilakukan

pada bidang keilmuan lain.

Yin (2006: 1) menjelaskan, bahwa secara umum studi kasus merupakan

proses yang lebih cocok apabila pertanyaan penelitian seputar how dan why atau

minimnya kesempatan peneliti untuk mengintervensi atau mengontrol peristiwa-

peristiwa yang akan diselidiki. Fokus penelitian pada fenomena masa kini dalam

konteks kehidupan nyata.

26

Jenis studi kasus pada penelitian ini adalah studi kasus jamak, yaitu penelitian

yang menggunakan lebih dari satu kasus. Penggunaan jumlah kasus yang lebih dari

satu dilakukan utuk mendapatkan data yang lebih detail, sehingga deskripsi hasil

penelitian menjadi semakin jelas dan terperinci. Hal ini juga didorong oleh keinginan

untuk mengeneralisasi konsep atau teori yang dihasilkan. Dengan kata lain,

penggunaan jumlah kasus yang banyak dimaksudkan untuk menutupi kelemahan

yang terdapat pada penggunaan kasus tunggal, yang dianggap tidak dapat

digeneralisasikan.

Di dalam penelitian studi kasus jamak, penulis akan menggunakan logika

replikasi sebagai pendekatan di dalam proses analisisnya. Pada proses ini, setiap

kasus mengalami prosedur penelitian yang sama, hingga menghasilkan hasil

penelitiannya masing-masing. Selanjutnya, hasil dari masing-masing penelitian di

perbandingkan, untuk menentukan kesamaan dan perbedaannya. Hasilnya

dipergunakan untuk menjelaskan pertanyaan penelitian pada umumnya dan

khususnya pencapaian atas maksud dan tujuan penelitian.

2. Metode penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah, objek penelitian, serta kerangka

pemikiran pada penelitian ini, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah pendekatan yag bersifat deskriptif (kualitatif). Dengan model pengkajian

deskriptif dalam arti bertujuan untuk mengggambarkan atau memaparkan fenomena

yang diteliti. Metode deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan atau

menggambarkan bagaimana penggunaan brand community sebagai media dalam

komunikasi pemasaran.

3. Teknik pengumpulan data

Menurut Yin (2006: 103) bukti data data studi kasus dapat berasal dari enam

sumber, yatiu: dokumen, rekaman arsip, wawancara, penamatan langsng, obeservasi

27

pertisipan, dan perangkat-perangkat fisik. Pada penelitian ini, data dan informasi

dikumpulkan berupa, deskripsi perusahaan, arsip kegiatan klub motor baik berasal

dari perusahaan maupun dari club motor, pernyataan dari pihak-pihak yang

berkompeten, pemberitaan di media massa, hasil pengamatan langsung di lapangan,

dan data hasil wawancara mendalam dengan menggunakan informan kunci baik itu

formal maupun informal, serta pihak-pihak yang terlibat langsung pada objek

penelitian.

Untuk tokoh kunci yang dijadikan narasumber pada penelitian ini adalah

tokoh yang memegang kewenangan pada divisi marketing promotion khususnya yang

menangani langsung brand community dan pihak-pihak dari komunitas. Tokoh yng

diwawancarai adalah sebagai berikut:

1. Jumanto sebagai Manager Customer Care PT Astra International-Honda HSO-3.

2. Christa Adhi Dharma sebagai Public Relations & Customer Analyst PT Astra

International-Honda HSO-3

3. Hendro Aryono Promotion sebagai PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing

DDS-3 Yogyakarta

4. Muhammad Abdul Rasyid sebagai perwakilan komunitas Paguyuban Motor

Honda Yogyakarta

5. Asep Hedi sebagai perwakilan komunitas salah satu varian motor Honda

6. Hatta Gesmara, Kemal Ahmad dan Dipto Ayudho sebagai perwakilan komunitas

motor Yamaha,

4. Analisis dan interpretasi data

Data atau informasi senantiasa dianalisis setiap saat setelah diperoleh dari

lapangan untuk diintepretsikan relevansinya dengan kebutuhan dan dievaluasi

prospeknya untuk kebutuhan analisis selanjutnya. Data terus diperbaharui

perkembangannya selama penelitian berlangsung sehingga data disajikan sebagai

laporan penelitian.

28

Robert K. Yin (2006: 133) mengatakan bahwa analisis data dari studi kasus

terdiri dari pengujian, pengkategorian, pentabulasian, maupun pengkombinasian

kembali bukti-bukti untuk menunjuk proposisi awal suatu penelitian. Pengujian

dilakukan pada semua data yang sudah terkeumpul agar validasinya tidak diragukan.

Setelah itu data dikelompokkan berdasarkan kategori atau sejenisnya.

Pada penelitian ini untuk mengkorelasikan dengan teori yang telah disusun,

logika yang digunakan adalah membandingkan suatu pola yang didasarkan pada

kenyataan yang ada dengan pola yang diprediksikan atau dengan beberapa prediksi

alternatif. Jika pola tersebut adalah kesamaan hasil maka dapat menguatkan validitas

internal studi kasus.

Analisis yang akan dilakukan dengan cara menyususn data yang terkumpul

berdasarkan kategori dan jenisnya kemudian dipelajari dan dihubungkan satu dengan

lainnya secara menyeluruh dan integral sehingga menghasilkan gambaran umum dari

kasus yang diselidiki. Untuk membatasi analisis, peneliti lebih berkonsentrasi pada

aspek komunikasi pemasaran, yaitu bagaimana proses komunikasi pemasaran

dilakukan melalui komunitas.

5. Unit analisis

Unit analisis yang menjadi fokus penelitian ini adalah membandingkan

bagaimana para aktor dalam korporasi menggunakan brand community sebagai alat

komunikasi pemasaran.

J. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Yogyakarta, pemilihan wilayah Yogyakarta sebagai

lokasi penelitian karena Yogyakarta termasuk wilayah dengan pertumbuhan brand

community yang tinggi.