case report kejang demam
DESCRIPTION
caseeTRANSCRIPT
MINI CEX
SEORANG ANAK DENGAN KEJANG DEMAM SIMPLEKS
DAN STATUS GIZI BAIK
Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat Menempuh
Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Anak
di RSUD dr.H.Soewondo, Kendal
Disusun Oleh :
Teguh Pambudi
01.209.6034
Pembimbing :
Dr.Hj. Sri Mulyani, Sp.A, M.Kes
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2014
BAB I
PENYAJIAN KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. A A
Umur : 1 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Perompakan Rt 02 Rw 05 Gemuh, Kendal
Agama : Islam
No. CM : 181282
Bangsal : Dahlia III
Tanggal Masuk : 12 Agustus 2014
Tanggal Keluar : -
IDENTITAS ORANG TUA
Nama Ayah/umur : Tn. S/ 27 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Nama Ibu/umur : Ny. J / 24 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
B. DATA DASAR
1. Anamnesis ( Alloanamnesis)
Alloanamnesis dengan ayah dan ibu penderita pada tanggal 12 Agustus 2014 pukul
14.30 WIB
Keluhan Utama : Kejang
a. Riwayat Penyakit Sekarang :
2 hari anak panas, semakin panas jika malam, menggigil (-), batuk (-), pilek
(-), sesak (-), buang air kecil lancar, jumlah cukup, tidak menangis saat buang
1
air kecil, buang air besar normal tidak mencret. Anak diberi obat penurun
panas, panas turun sebentar kemudian naik lagi.
± 2 jam yang lalu panas tinggi, kejang (+) 1x dirumah kejang terjadi
seluruh tubuh, lama kejang ±3 menit, sebelum kejang anak sadar, selama
kejang anak tidak sadar dan setelah kejang anak sadar, muntah (-), batuk (-),
pilek (-) kemudian anak dibawa ke IGD RSUD dr. H. Soewondo dan mendapat
penanganan dari dokter jaga dan perawat .
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Penderita tidak pernah kejang seperti ini.
Riwayat kejang tanpa panas sebelumnya disangkal.
Riwayat trauma kepala disangkal.
Penyakit yang pernah diderita batuk , pilek dan mencret.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga tidak ada yang sakit seperti ini.
Riwayat kejang tanpa demam di keluarga tidak ada.
Keluarga saat ini tidak ada yang sakit.
d. Riwayat Sosial Ekonomi
Penderita adalah anak pertama. Ayah penderita bekerja sebagai pegawai
swasta sedangkan ibu penderita bekerja sebagai buruh karyawan swasta. Pasien
tinggal bersama ayah, ibu. Penghasilan rata-rata per bulan kedua orang tua Rp.
1.000.000,00. Biaya pengobatan ditanggung sendiri.
Kesan sosial ekonomi : cukup.
e. Riwayat pemeliharaan prenatal :
Pemeriksaan kehamilan : ± 6x selama kehamilan di bidan.
Penyakit kehamilan : Disangkal
Perdarahan selama kehamilan : Disangkal
Obat yang diminum selama kehamilan : vitamin
Imunisasi selama kehamilan : 2x suntik TT
2
f. Riwayat kelahiran
Persalinan : Lahir ditolong bidan
Jenis persalinan : Lahir spontan pervaginam
Usia dalam kandungan : 9 bulan
Berat badan lahir : 2400 gram
Panjang badan : tidak ingat
g. Riwayat Imunisasi
BCG : 1x umur 1 bulan
DPT : 3 x ( 2,4,6) bulan
Polio : 4 x (0,2,4,6) bulan
Hepatitis B : 3x umur (0,1,4) bulan
Campak : 1x umur 8 bulan
Kesan : Imunisasi dasar lengkap tepat bulan
i. Riwayat Gizi
Asi : Diberikan sejak lahir sampai sekarang.
Susu formula : Diberikan susu SGM.
Makanan : Pisang dan bubur sejak umur 9 bulan.
Status Gizi :
Berat Badan : 9 kg
Tinggi badan : 74 cm
Usia : 1 tahun
Status gizi menurut Z-score = nilai real – nilai median
(SD +1/SD-1)
SD +1 jika nilai real > nilai median
SD -1 jika nilai real < nilai median
WAZ (BB/U) = 9 – 10,2 = -1,09 SD (normal)
1,10
HAZ (TB/U) = 74 -76,1 = 0,8 SD (normal)
2,70
3
WHZ (BB/TB) = 9 – 9,6 = 0,75 SD (normal)
0,8
Kesan : Status gizi baik
j. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan anak Pertumbuhan :
Berat badan lahir 2400 gram, panjang badan lahir tidak ingat, berat badan
sekarang 9 kg, panjang badan sekarang 72 cm,.
Perkembangan :
- tersenyum : usia 7 bulan
- miring : usia 5 bulan
- tengkurap : usia 5 bulan
- duduk dengan dibantu : usia 11 bulan
- merangkak : usia 9 bulan
- berjalan : usia 1 tahun
Kesan : Perkembangan sesuai umur.
2. Pemeriksaan Fisik
Tanggal 12 Agustus pukul 14.30 WIB (di bangsal Dahlia III)
Status Present :
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 1 tahun
Berat badan : 9 kg
Panjang badan : 72 cm
Tanda vital :
Nadi : 108 x per menit, reguler, isi dan tegangan cukup.
Suhu : 40 ºC / axila
Frekwensi nafas : 52 x per menit
Kesadaran : kompos Mentis
Keadaan umum : Rewel, kejang (-)
Kepala : Mesosephal.
Ubun-ubun besar belum menutup
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut.
4
Mata : Conjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor 3 mm, reflek cahaya +N/+N, reflek kornea +N/+N.
Telinga : ukuran sedang, discharge -/-, tidak nyeri, tidak bengkak.
Hidung : simetris, nafas cuping ( - ), sekret -/-
Mulut : bibir kering ( - ), sianosis ( - ), karies ( - )
Tenggorok :T1-1 Hiperemis-/-, faring hiperemis-/-,
Leher : simetris, tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak ada kaku
kuduk.
Dada :
Inspeksi : Simetris statis dinamis, tidak ada retraksi.
Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri.
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru.
Auskultasi : Suara dasar vesikuler
Suara tambahan: wheezing -/-, ronkhi -/-, hantaran -/-.
Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga IV, linea medioclavikula sinistra,
tidak kuat angkat, tidak melebar.
Perkusi : Redup
Batas atas : ICS II linea parasternal kiri
Pinggang : ICS III linea parasternal kiri
Batas kiri bawah : ICS IV linea midclavicularis kiri
Batas kanan : ICS IV linea sternalis kanan
Auskultasi : Suara jantung I dan II normal, gallop (-), bising (-).
M1>M2, A1<A2, P1<P2
Suara tambahan : (-)
5
Abdomen :
Inspeksi : datar, venektasi tidak ada
Palpasi : supel, lemas, tidak nyeri tekan, turgor cukup, hepar/lien tak
teraba.
Perkusi : tympani, pekak sisi normal, pekak alih
Auskultasi : peristaltik normal.
Ekstremitas : superior inferior
Sianosis - / - - / -
Akral dingin - / - - / -
Oedema - / - - / -
Capillary refill <2” <2”
Reflek fisiologis +N/+N +N/+N
Reflek patologis - / - - / -
Gerak + / + + / +
Tonus N/N N/N
Klonus -/-
Rangsang meningeal :
Defisit neurologis :
Genital : Penis dan skrotum, dalam batas normal
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan darah rutin
Leukosit : 13.900 / mm³
Eritrosit : 4,45 juta / mmk³
Hb : 11,9 g/dl
Ht : 36,7%
Trombosit : 377.000 / mm³
Kesan : Leukositosis
Widal O : ( - )
H : ( - )
PA : ( - )
6
C. DIAGNOSA BANDING
1. Observasi kejang
Intracranial
Infeksi
Meningoensephalitis
Meningitis
Ensephalitis
Non infeksi
Tumor
Trauma
Perdarahan
Ekstracranial
Kejang demam
Kejang Demam Simpeks
Kejang demam Kompleks
Epilepsi
Gangguan metabolik
intoksikasi
3. Status gizi
Status gizi kurang
Status gizi sedang
Status gizi baik
D. Diagnosa sementara
Kejang demam Simpleks
Status gizi baik
7
E. PENATALAKSANAAN
a. Suportif
- O2: Nasal 2L/menit
- Infus RL 1237/51/12 tetes/menit
b. Medikamentosa
Diazepam oral 0,3 mg/Kb setiap 8 jam Apabila kejang Diazepam IV 0,3 –
0,5 mg selama 3-5 menit dengan kecepatan 1-2 mg/menit
- Injeksi Cefotaxim 3 x 300 mg i.v (test dulu)
P.o : Parasetamol syr 3 X ½ cth
c. Edukasi
Pada penderita kejang harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
- pakaian dibuka agar longgar
- posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
- menjaga jalan nafas agar tetap
terbuka dan lega
- menurunkan panas dengan memberi
obat penurun panas dan kompres Hangat serta pemantauan tanda vital.
Penjelasan yang diberikan kepada ibu penderita adalah :
- Menjelaskan bahwa mungkin kejang
masih dapat terjadi pada anak
- -apabila anak panas, segera kompres
dan minumkan obat turun panas, karena panas dapat menyebabkan kejang
berulang.
- -bila anak kejang beri ganjal pada
mulut agar lidah tidak tergigit dan jangan diberikan makanan dan minuman
karena bahaya aspirasi
- Menjelaskan tentang penyakitnya,
pengobatan dan pencegahannya.
- Memberikan makanan yang cukup
baik nilai gizi maupun jumlahnya.
8
- Menganjurkan supaya menjaga
kebersihan diri dan lingkungan untuk mencegah timbulnya penyakit terutama
penyakit infeksi.
E. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Cek elektrolit
2. Gula darah sewaktu
3. Pungsi lumbal
F. PROGNOSA
Qua ad vitam : ad bonam
Qua ad sanam : ad bonam
Qua ad fungsionam : ad bonam
9
BAB IIPEMBAHASAN
A. KEJANG DEMAM
A.1. Definisi
Menurut konsensus penanganan kejang demam, kejang demam adalah
suatu bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di
atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ektrakranium biasanya terjadi
pada anak umur 6 bulan-5 tahun.1
Faktor yang penting pada kejang demam ialah umur, genetik, prenatal dan
perinatal. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, otitis
media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak
selalu timbul pada suhu yang tinggi kadang-kadang demam yang tidak begitu
tinggi sudah dapat menyebabkan kejang. Bila kejang telah terjadi pada demam
yang tidak tinggi, anak mempunyai resiko tinggi untuk berulangnya kejang.2,5
A.2 PatofisiologiPada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan
oksigen akan meningkat 20%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan
dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion K+ maupun Na+ melalui membran sel neuron, dengan akibat terjadinya lepas
muatan listrik yang dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut
”neurotransmitter” dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda. Pada anak dengan ambang
kejang yang rendah kejang telah terjadi pada suhu 38C, sedangkan pada ambang kejang yang tinggi kejang baru terjadi pada
suhu 40C atau lebih. Dapat disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah
sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.3
10
Gangguan membran sel Gangguan keseimbangan ion Gangguan pompa Na - K
Depolarisasi
Potensial aksi
Pelepasan neurotransmiter
Di ujung akson
Reseptor GABA & As.Glutamat
Di pre sinap
Eksitasi > inhibisi
Depolarisasi post sinap Kejang
(Mekanisme terjadinya kejang)
A.3. Manifestasi klinis
Fukuyama membagi kejang demam menjadi 2 golongan yaitu :
1. Kejang demam simpleks
Kejang demam simpleks ialah kejang demam yang berlangsung singkat,
umumnya serangan akan berhenti sendiri dalam waktu kurang dari 10
menit, bangkitan kejang tonik atau tonik-klonik, tanpa gerakan fokal, tidak
berulang dalam waktu 24 jam, tidak ada gangguan atau abnormalitas pasca
kejang. Bila tidak memnuhi kriteria tersebut maka termasuk kejang
demam kompleks. Sebanyak 80-90% diantara seluruh kejang demam
merupakan kejang demam simpleks atau sederhana.8,9
Kejang demam simplek harus memenuhi semua kriteria berikut, yaitu :
11
1. Di keluarga penderita tidak ada riwayat epilepsi
2. Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyebab apapun
3. Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan – 6 tahun
4. Lamanya kejang berlangsung tidak lebih dari 20 menit
5. Kejang tidak bersifat fokal
6. Tidak terdapat gangguan atau abnormalitas pasca kejang
7. Sebelumnya tidak didapatkan abnormalitas neurologis atau abnormalitas
perkembangan
8. Kejang tidak berulang dalam waktu singkat
Bila tidak memenuhi kriteria di atas, maka digolongkan ke dalam kejang demam
komplek.4
2. Kejang demam kompleks
Kejang dengan ciri (salah satu di bawah ini) :
a. Kejang lama > 15 menit
b. Kejang lokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial
c. Berulang atau lebih dari satu kali dalam 24 jam. 10
A.4. Gambaran klinis kejang demam
Kejang demam biasanya terjadi pada hari pertama panas, pada awal
penyakit infeksi yang akut. Kejang demam mungkin terjadi sebelum suhu
mencapai puncak atau setelah suhu mulai kembali menurun. Serangan kejang
biasanya berlangsung singkat, sifat kejang pada umumnya berupa kejang umum,
bilateral, klonik atau tonik – klonik. Sebagian kecil merupakan kejang fokal,
persentasi kejang demam fokal, antara 8% sampai 11%, sisanya merupakan
kejang umum.2,5
Lama kejang bervariasi antara beberapa menit sampai 30 menit. Frekwensi
kejang berkisar antara kurang dari 4 kali setahun sampai dengan lebih dari 2 kali
sehari.
Pada umumnya kejang berhenti sendiri, kemudian anak tidak memberikan
reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak
terbangun dan sadar kembali tanpa kelainan neurologis. Kejang demam kompleks
12
dapat disertai dengan hemiparesis, kemudian dapat pula berkembang menjadi
status epileptikus.
Serangan kejang yang berulang sering terjadi pada anak dengan usia
kurang dari 1 tahun, terdapat kelainan neurologis sebelumnya, kejang berlangsung
lama atau fokal dan yang menunjukkan adanya paralisis Todd yang berlangsung
beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti
oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang berlangsung lama lebih sering
terjadi pada kejang demam pertama. Kejang berulang dalam 24 jam ditemukan
pada 16 % pasien. 2,5
A.5 Faktor Resiko Kejang Demam
Tiga faktor utama dalam etiologi kejang demam : demam, umur dan
predisposisi genetik. 5
a. Demam
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda. Pada anak dengan
ambang kejang yang rendah, kejang sudah terjadi pada suhu 38C sedangkan pada
anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40C atau
lebih. Umumnya kejang timbul pada suhu di atas 39 – 39,5C. Kejang yang timbul
pada suhu rendah misalnya 38,5C mempunyai faktor predisposisi berupa
kelainan di susunan saraf pusat. Pada golongan ini bila terjadi kejang demam yang
berikutnya, makin lama, suhu tubuh pada saat kejang makin rendah. Suatu saat
kejang dapat timbul tanpa didahului oleh demam. Kebanyakan penelitian klinis
mendapatkan suhu tubuh 38,5C per rektum, sedangkan Lumbantobing
mendapatkan suhu per rektum 39C. Beberapa penyakit dan faktor lingkungan
yang memacu kenaikan suhu pada kejang demam antara lain : Otitis media, ISPA,
Gastroenterologi dan demam pasca imunisasi. Beberapa faktor lain diantaranya
toksin dalam infeksi, dehidrasi dan histamin. Peranan histamin pada kejang
demam disebutkan bahwa penurunan histamin pada saat demam ( berperan dalam
inhibisi kejang ) akan menaikkan iritabilitas neuron terhadap peningkatan suhu
sehingga lebih sensitif terhadap kejang. 4,5
b. Umur
13
Kejang demam umumnya dijumpai pada bayi dan anak. Hal ini mungkin
karena tingkat kematangan otak. Perkembangan sel neuron sinaps dan mielinisasi
pada anak belum sempurna, kematangan ( maturasi ) korteks dipengaruhi oleh
mekanisme inhibisi sehingga usia anak lebih peka terhadap rangsang yang
memacu timbulnya kejang. Menurut Lumbantobing dari 297 penderita kejang
demam, 30% terjadi pada usia 6- 12 bulan, 28,6% pada usia 1-2 tahun.5
c. Predisposisi genetik.
Beberapa lokus genetik pada kejang demam sudah diidentifikasi misalnya
FEB1 pada kromosom 8q13-21, FEB2 pada kromoson 19q13,3 ,FEB3 pada
kromosom 2q23-24 , FEB4 pada kromosom 5q14-15 dan FEB5 pada kromosom
6q22-24. Penurunan umumnya secara otosom dominan dengan penetrasi tidak
lengkap. Hal ini dapat menerangkan mengapa kejang demam sering terjadi dalam
satu keluarga.
Menurut Hendarto kemungkinan sifat genetik yang diturunkan adalah
menurunkan ambang rangsang pada saat suhu tubuh naik.4
A.6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan, tapi dapat dikerjakan
untuk mengevaluasi sumber infeksi atau mencari penyebab, seperti darah
perifer, elektrolit dan gula darah. Foto x-ray kepala dan neuro pencitraan
seperti Computerized Topografi (CT) atau Magnetic Resonance Imaging
(MRI) jarang dikerjakan, tidak rutin dan atas indikasi.
b. Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis
bakterialis adalah 0,6%-6,7%.
Pada bayi kecil sering manifestasi meningitis tidak jelas secara klinis, oleh
karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:
a. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
b. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
c. Bayi >18 bulan tidak rutin
14
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi
lumbal.
c. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulang kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada
pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan.
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam
yang tidak khas. Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia lebih
dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.
d. Pencitraan
Foto X-ray kepala dan neuropencitraan seperti CT atau MRI jarang sekali
dikerjakan, tidak rutin dan atas indikasi, seperti:
a. kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
b. parese nervus VI
c. papiledema
A.7. Penatalaksanaan dan Terapi
Bagan Penghentian Kejang Demam
15
KEJANG 1. Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB atau Berat Badan <10 kg : 5 mg Berat Badan >10 kg : 10 mg
KEJANG 2. Diazepam IV 0,3-0,5 mg/kgBBDiazepam rektal
(5 menit)
Di Rumah Sakit
KEJANGDiazepam IVKecepatan 0,5-1 mg/menit (3-5 menit)(depresi pernafasan dapat terjadi)
KEJANGFenitoin bolus IV 10-20 mg/kg BBKecepatan 0,5-1mg/KgBB/menit(pastikan ventilasi adekuat)
KEJANGTransfer ke ICU
Dalam penanggulangan kejang demam perlu diperhatikan 4 faktor, yaitu:
menghentikan kejang secepat mungkin, pengobatan penunjang, memberikan
rumatan, dan mencari serta mengobati penyebab. Tindakan pertama adalah
memotong kejang dan mencegah kejang berulang. Untuk memotong kejang, obat
pilihan utama diberikan diazepam rektal dengan dosis:
5 mg untuk anak usia < 3tahun dan 7,5 mg untuk anak > 3tahun, atau
5 mg untuk berat badan < 10 kg dan 10 mg untuk berat badan >10 kg
0,5-0,75 mg/kgBB/kali
Diazepam juga dapat diberikan iv sebanyak 0,3-0,5 mg/kgBB. Diberikan
perlahan-lahan, dengan kecepatan 1-2 mg permenit atau dalam waktu lebih dari 2
16
menit, dengan dosis maksimal 20 mg. Diazepam dapat diberikan 2 kali dengan
jarak 5 menit bila anak masih kejang. Bila 2 kali dengan diazepam rektal masih
kejang dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila
kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis
awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50
mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, yaitu 12
jam setelah dosis awal.10 Pengobatan intermiten terdiri dari pemberian antipiretik
untuk menurunkan panas dan antikonvulsan untuk mencegah kejang.1 Antipiretik
yang digunakan yaitu paracetamol 10 mg/kgBB/kali Dan antikonvulsan yang
digunakan yaitu diazepam oral 0,3-0,5 mg/kg setiap 8 jam atau diazepam rektal
0,5 mg/kg setiap 8 jam pada suhu > 38,5oC.10
Pada pasien ini tidak diberikan diazepam karena pada saat pemberian
terapi pasien tidak sedang kejang. Diberikan Phenobarbital dalam bentuk
Luminal puyer 3x 15 mg dan untuk penurun panas Parasetamol syr 3 x ½ cth.
Pada anak ini tidak diberikan pengobatan rumat karena anak tidak mengalami
kejang berulang.
Kebutuhan cairan pada penderita kejang demam memerlukan koreksi
12,5% setiap kenaikan suhu 1 ْ C. Pada penderita ini kebutuhan cairan 24 jam
adalah 1237 cc. Infus RL 1237/51/12 tetes/menit, selanjutnya diturunkan secara
bertahap sesuai dengan kebutuhan cairan tubuh perhari setelah suhu tubuh turun.
Penderita ini perlu rawat inap agar dapat dilakukan pengawasan dan
pemeriksaan lebih lanjut guna menemukan etiologi dari kejang demam dan
mencegah kejang berulang.
Pada penderita kejang harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
- pakaian dibuka agar longgar
- posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
- menjaga jalan nafas agar tetap
terbuka dan lega
- memberikan oksigenasi yang
adekuat
17
- menurunkan panas dengan memberi
obat penurun panas dan kompres serta pemantauan tanda vital.
Penjelasan yang diberikan kepada ibu penderita adalah :
- Menjelaskan bahwa mungkin kejang masih dapat terjadi pada anak
- -apabila anak panas, segera kompres dan minumkan obat turun panas,
karena panas dapat menyebabkan kejang berulang.
- -bila anak kejang beri ganjal pada mulut agar lidah tidak tergigit dan
jangan diberikan makanan dan minuman karena bahaya aspirasi
- Menjelaskan tentang penyakitnya, pengobatan dan pencegahannya.
- Memberikan makanan yang cukup baik nilai gizi maupun jumlahnya.
- Menganjurkan supaya menjaga kebersihan diri dan lingkungan untuk
mencegah timbulnya penyakit terutama penyakit infeksi.
Pemberian obat rumatan
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan resiko berulangnya kejang. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat
meskipun dapat menimbulkan hepatitis namun insidennya kecil.
Dosis asam valproat 15-40 mg/kgbb/hari dalam 2-3 dosis, fenobarbital 3-4
mg/kgbb/hari dalam 1-2 dosis.Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang
demam menunjukkan ciri sebagai berikut (salah satu) :
Kejang lama lebih dari 15 menit
Adanya kelainan neurologist yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis,cerebral palsy, retardasi mental, hidrosephalus.
Kejang fokal.
Pengobatan rumat dipertimbangkan bila :
- Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam.
- Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan.
- Kejang demam 4x atau lebih per tahun.
Lama pengobatan rumat
Pengobatan diberikan selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara
bertahap selama 1-2 bulan.10
A.8. Komplikasi
18
Faktor resiko berulangnya kejang demam
Faktor resiko berulangnya kejang demam adalah :
- Riwayat kejang demam dalam keluarga
- Usia kurang dari 15 bulan
- Temperatur yang rendah saat kejang
- Cepat kejang setelah demam.
Bila seluruh faktor diatas ada, kemungkinan berulang 80% sedangkan bila
tidak terdapat faktor tersebut hanya 10%-15% kemungkinan berulang.
Kemungkinan berulang paling besar pada tahun pertama
Faktor resiko terjadinya epilepsi
Faktor resiko lain adalah terjadinya epilepsi dikemudian hari. Fakto resiko
menjadi epilepsi adalah :
- Kelainan neurologist atau perkembangan yang jelas sebelum kejang
demam pertama.
- Kejang domain kompleks.
- Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung.
Masing-masing faktor resiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi
sampai 4%-6% kombinasi dari faktor resiko tersebut meningkatkan kemungkinan
epilepsi menjadi 10%-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah
dengan pemberian obat rumat pada kejang demam. 10
B. Tonsilofaringitis Akut
Radang akut orofaring dapat berupa faringitis akut dan atau tonsillitis akut.
Penyakit ini banyak menyerang anak-anak. Tonsilofaringitis akut terutama
disebabkan oleh virus atau bakteri yang ikut dalam makanan, minuman atau udara
pernafasan.(3,6)
Gejalanya berupa rasa kering, sakit waktu menelan, sakit kepala, batuk, keluar
dahak, demam, lesu dan nafsu makan berkurang. Tanda yang bisa didapatkan
berupa tonsil membesar dan hiperemi, faring hiperemi dan terdapat vaskuler
injeksi, terkadang faring diliputi oleh eksudat. Otitis media bisa merupakan
komplikasi dari peradangan daerah tenggorok ini. Demam pada penderita
19
tonsilofaringitis sendiri bisa menyebabkan kejang demam pada anak yang ambang
kejangnya terlampaui.(3,6)
C. DISKUSI
1. Meningoencephalitis
Menyingkirkan kasus ini pada meningoencephalitis terjadi defisit
neurologist, terdapat kaku kuduk, dan rangsang meningeal (+).
2. Gangguan metabolik
Menyingkirkan kasus ini dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan riwayat
penyakit yang mendukung misalnya sebelum kejang demam tidak
dihahului diare hebat.
3. Intoksikasi
Misal akibat obat konvulsan (Aminofilin, Antihistamin, Kortikosteroid
dll)
Tanda klinis : Terdapat kercunan makanan, obat atau bahan kimia sebelum
kejang.
Menyingkirkan tidak ada keracunan makanan, obat atau bahan kimia.
4. Kejang demam kompleks
Tanda klinis : kejang lamanya > dari 15 menit kejang lokal/ parsial satu
sisi atau kejang parsial, berulang atau lebih dari 1 satu kali dalam 24 jam.
Meyingkirkan : Kejang lebih dari 1 kali dalam 24 jam dan lebih dari 15
menit.
5. Kejang demam sederhana
Tanda klinis : lama kejang < dari 15 menit, tidak berulana dalam 24 jam,
bersifat umum.
Dalam kasus ini kejang kurang dari 15 menit, dan 1x dalam 24 jam,
bersifat umum.
D. PEMBAHASAN GIZI
20
Penentuan gizi menurut Z-score, sesuai dengan berat badan si anak, dibagi menjadi :
BB/U TB/U BB/TB
≥2 SD Berat badan lebih Tinggi Gemuk
-2 s/d +2SD Normal Normal Normal
-3 s/d -2 SD Berat badan rendah Pendek Kurus
<-3 SD Berat badan sangat
rendah
Sangat pendek Sangat kurus
Pada penderita ini tidak terdapat tanda-tanda kekurangan energi protein dan menurut
NCHS pada kasus ini didapatkan status gizi baik.
BAB III
21
RINGKASAN
Seorang anak laki-laki berumur 1 tahun dibawa orang tuanya ke RSUD Dr. H.
Soewondo Kendal dengan keluhan utama kejang. Dua hari pasien demam tinggi terus
menerus, demam tidak naik turun, tidak menggigil, diberi penurun panas demam turun
tapi kemudian demam naik lagi. 2 jam yang lalu panas tinggi, kejang (+) 2x,dirumah dan
diperjalanan menuju Rumah Sakit lama kejang ± 3 menit, sebelum kejang anak sadar,
selama kejang anak tidak sadar dan setelah kejang anak sadar, muntah (-), batuk (-), pilek
(-), kemudian anak dibawa ke IGD, riwayat kejang sewaktu demam sebelumnya
disangkal, riwayat kejang tanpa demam disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan anak sadar, rewel, tidak kejang. Secara umum
tanda vitalnya masih normal, tidak didapatkan tanda-tanda defisit neurologist.
Pemeriksaan tenggorok didapatkan kesan tonsilofaringitis akut. Konsul THT memberi
kesan tonsilofaringitis akut. Hasil laboratorium darah rutin menunjukkan adanya
leukositosis, dan angka yang lain dalam batas normal. Antropologi gizi menurut WHO-
NCHS menunjukkan status gizi baik.
Penderita didiagnosis sebagai kejang demam simpleks, dan Tonsilopharingitis
akut dengan status gizi baik. Selama perawatan penderita mendapat pengelolaan
keperawatan, medikamentosa, dietetik dan edukasi. Prognosis dari kejang demam
penderita ini adalah ad bonam, namun disarankan pada orang tua penderita untuk tetap
mengawasi adanya kejang berulang apalagi jika anak demam.
DAFTAR PUSTAKA
22
1. Anonym. Pedoman Nasional Penatalaksanaan Kejang Demam, PIT IKA II,
Batam, Juli 2004
2. Soetomenggolo TS et al. Kejang Demam. Buku Ajar Neurologi Anak. Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Jakarta : 1999
3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 1985:847-54, 930-32
4. Lumbantobing SM. Kejang Demam (Febrile Convulsions). Jakarta : Balai
Penerbit FK UI. 1995: 1-45
5. Haslan RHA. Kejang Demam. Dalam : Ilmu Kesehatan Anak Nelson.Vol.3.Edisi
15. Jakarta EGC.1996:2059-60
6. Adams, G.L. Boies. Buku Ajar Penyakit THT . Ed.6. EGC. Jakarta, 1997
7. Daoud A. Febrile convulsion : review and update. Journal of Pediatric Neurology
2004;2(1):9-14
8. ILAE, Commision on epidemiology and prognosis epilepsia 1993 : 34 : 592.8
9. Widodo DP, Kejang demam dalam : pedoman nasional penatalaksanaan kejang
demam 2004 batam PIT IKA III, 14 Juli 2000
10. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Konsensus
Penanganan Kejang Demam, Jakarta, 2005
23