keadaan darurat pasien paliatif
TRANSCRIPT
KEADAAN DARURAT
PASIEN PALIATIF
Ns. Muhammad Ardi, S.Kep., M.Kep., Sp.Kep.M.B.
• TIK:
– Menguraikan tentang sindrom lisis tumor
– Menjelaskan hiperurisemia
– Menjelaskan hiponatremia
– Menjelaskan Asidosis Laktat
Tumor lysis syndrome (TLS)
• TLS adalah gangguan metabolisme yang sering ditemukan pada penatalaksanaan berbagai jenis kanker termasuk limfoma, leukemia dan neuroblastoma (Tiu, Mountantonakis, Dunbar, & Schreiber, 2007).
• TLS merupakan sekumpulan gangguan metabolik akibat pelepasan metabolit intraseluler dari sel kanker yang mengalami lisis (NHS, 2012).
• TLS yang tidak ditangani dapat menyebabkan gagal ginjal, aritmia, kejang bahkan kematian (NHS, 2012).
• TLS pertamakali dideskripsikan oleh 2
orang dokter dari Ceko yaitu Berdna &
Polcak (1929). Kemudian Crittenden dan
Ackerman (1977) membuat patologi klinik
pertama pada seorang pasien Ca
gastrointestinal yang mengalami
hiperurisemia, gagal ginjal dan kristal urat
di duktus pengumpul renal saat diautopsi.
Faktor risiko
• TLS sering terjadi pada tumor yang memiliki tingkat proliferasi yang tinggi, sensitif terhadap kemoterapi dan ukuran tumor yang besar.
• Paling sering pada siklus kemoterapi yang pertama dan beberapa hari setelah terapi.
• Pasien dehidrasi, output urine yang jelek, gangguan ginjal dengan hiperurisemia (Lohr, 2008).
Karakteristik TLS
Hiperurisemia
Hiperkalemia
Hiperfosfatemia
Hipokalsemia
Hiperurisemia Hiperurisemia jika asam urat ≥8.0 mg/dl atau meningkat 25% dari nilai normal 3 hari sebelum atau 7 hari setelah kemoterapi awal
Hiperurisemia disebabkan oleh kerusakan asam nukleat sel tumor lebih cepat dibandingkan kemampuan ginjal untuk mengeluarkan asam urat (Lohr, 2008).
Umumnya terjadi 48-72 jam setelah terapi yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi.
Pencegahan: hidrasi adekuat.
Allopurinol 1 sampai 3 hari sebelum kemoterapi, karena tidak merubah asam urat yang sudah terbentuk.
Pencegahan: hidrasi adekuat.
Allopurinol 1 sampai 3 hari sebelum kemoterapi, karena tidak merubah asam urat yang sudah terbentuk.
Jalur utama bersihan asam arat adalah tubulus renal proksimal dimediasi oleh alat pengangkut khusus URAT-1.
Komplikasi: Acute Kidney Injury (AKI) dari nefropati urat.
Rasio asam urat dengan creatinin >1 diperkirakan mengalami asam urat nefropati, <0.6 : AKI.
Hiperkalemia K+ merupakan kation intraseluler yang mengatur sistem Na+-K+ ATPase.
Pengaturan secara normal mempertahankan potensial membran istirahat pada berbagai sel: otot skeletal, saraf dan otot jantung
Hiperkalemia jika kadar kalium >6.0 mEq/L atau meningkat 25% dari nilai normal 3 hari sebelum atau 7 hari setelah kemoterapi awal.
• Hiperkalemia menyebabkan cardiac
aritmia, umumnya terlihat 6-72 jam post-
kemoterapi.
• Jaringan neuromuskuler dan jantung
rentan terhadap perubahan kadar kalium.
• Gejala neuromuskuler termasuk fatigue,
kram otot, anoreksia, parestesia, dan
iritabilitas.
• Pada jaringan jantung tergantung pada derajat
hiperkalemia, perubahan EKG dapat terjadi termasuk T
wave (>5 mm) pada kadar kalium 6-7 mEq/L, QRS
kompleks melebar dan gelombang P lebih kecil jika
kalium serum 7-8 mEq/L. Penyatuan kompleks QRS
dengan gelombang T jika serum kalium 8-9 mEq/L dan
akhirnya disosiasi atrioventrikular, ventrikel takikardia
atau fibrilasi ventrikel dan kematian jika serum kalium >
9 mEq/L.
• Manajemen hiperkalemia: – Bertujuan untuk menurunkan kadar kalium dalam
darah
– Meningkatkan ekskresi kalium, jika fungsi ginjal normal. Pemberian diuretik seperti furosemid diresepkan.
– Pergerakan kalium dari ECF ke ICF dapat menurunkan kadar kalium sementara dengan infus glukosa dan insulin (100 ml glukosa 10-20% dengan 10-20 IU insulin reguler).
– Setelah kondisi stabil, hindari makanan tinggi kalium (pisang, avocados, kentang).
Hyperfosfatemia dan Hipokalsemia
Hiperfosfatemia jika serum fosfat ≥4.5 mg/dl atau meningkat 25% dari nilai normal dan hipokalsemia jika serum kalsium ≤7.0 mg/dl atau menurun 25% dari normal 3 hari sebelum atau 7 hari setelah kemoterapi awal.
Kedua gagguan elektrolit ini umumnya terjadi dalam 24-48 jam setelah kemoterapi.
Etiologi: peningkatan pelepasan endogen akibat kerusakan, gangguan filtrasi glomerulus akibat nefropati urat/nefrokalsinosis diakibatkan oleh gagal ginjal serta menurunnya kemampuan sel kanker menggunakan fosfat endogen yang tersedia.
Terapi hiperfosfatemia: kalsium karbonat, kalsium asetat dan hemodialisis pada kasus berat.
Terapi hipokalsemia: kalsium glukonat IV.
• Gejala hiperfosfatemia secara tidak
langsung melalui pengaruh pada kalsium.
• Hipokalsemia menimbulkan gejala
neurologis (kram otot, tetani atau kejang),
jantung termasuk asimptomatik, interval
QT memanjang dan kontraktilitas jantung
menurun.
Kriteria TLS menurut Cairo-Bishop berdasarkan
nilai Laboratorium
Kriteria TLS secara klinik:
• Adanya TLS berdasarkan nilai laboratorium + minimal 1
kriteria dibawah:
– Kreatinine ≥ 1.5 x upper limit of normal (ULN).
– Kejang.
– Aritmia.
Penatalaksanaan
• Pantau elektrolit dan fungsi ginjal
• Monitor intake dan output dan penggunaan diuretik jika diperlukan
• Hidrasi
– Cairan IV diberikan 48 jam sebelum kemoterapi. Peningkatan
volume cairan akan menurunkan fosfat ekstraseluler, kalium dan
urat; meningkatkan aliran darah renal, menghasilkan diuresis
150-300 ml/jam dan mencegah pembentukan kristal di tubulus.
• Rasburicase 0.2mg/kg IV 1 kali sehari dalam 50ml NaCl 0.9%
selama 30 minutes, diulang jika diperlukan, biasanya selama 3-5
hari, diberikan pada hari kemoterapi (cytoreductive therapy).
Hiponatremia
• Hiponatremia: kadar serum natrium <135 mEq/L
• Kadar natrium dikategorikan eunatremia (135-
147mEq/L), hiponatremia ringan (134-130
mEq/L), hiponatremia sedang (129-120 mEq/L),
dan hiponatremia berat (<120 mEq/L) (Doshi,
Shah, Lei, Lahoti, & Salahudeen, 2012).
• Hiponatremia pada pasien kanker biasanya disebabkan
oleh syndrome of inappropriate antidiuretic hormon
(SIADH) yang lebih sering terjadi pada small-cell lung
cancer (SCLC) dibanding keganasan lain.
• SIADH dipicu oleh produksi ektopik dari arginin
vasopressin (AVP) oleh tumor atau efek antikanker atau
obat paliatif lain.
• Faktor lain yang dapat menyebabkan hiponatremia
hipovolemik termasuk diare dan muntah oleh
pengobatan kanker.
• Hampir semua penyebab hiponatremia (kecuali
karena gagal ginjal dan polidipsia primer)
ditandai dengan kelebihan ADH, paling sering
disebabkan oleh SIADH (Liamis, Milionis, &
Elisaf, 2008).
• Gejala hiponatremia
– Dari 223 pasien yang dirawat di RS dengan
kadar natrium (98-128 mEq/L), 49% pasien
mengalami malaise, 47% pusing, 35%
muntah, 17% konfusi, 17% were falling, 6%
sakit kepala, 0.9% kejang (Verbalis, 2012).
Penatalaksanaan
• Tergantung keparahan gejala, waktu onset, dan status
volume ekstraseluler.
• Jika disebabkan SIADH, salin hipertonik diindikasikan
pada fase akut. Retriksi cairan dianjurkan pada
hiponatremia asimtomatik kronik. Terapi farmakologi
mungkin diperlukan jika retriksi cairan tidak cukup
(Castillo, Vincent, & Justice, 2012).
Asidosis Laktat
Major pathways of pyruvate and lactate metabolism. PC, pyruvate carboxylase; PDH, pyruvate dehydrogenase; LDH, lactate dehydrogenase. (sumber: Beek, Meijer & Meinders, 2001).
• Asam laktat dapat dimetabolisme kembali menjadi asam
piruvat. Asam piruvat masuk ke mitokondria atau ke jalur
glukoneogenesis. 90% asam laktat dimetabolisme
menjadi asam piruvat di hati dan 10% dimetabolisme
serta diekskresikan melalui ginjal.
• Metabolisme asam piruvat membutuhkan suplai oksigen
yang normal pada mitokondria serta enzim seperti
pyruvate dehydrogenase saat oksidasi dan pyruvate
carboxylase saat glukoneogenesis (Beek, Meijer &
Meinders, 2001)
• Kadar laktat plasma normal adalah 0.5-1.5 meq/L. Asidosis laktat jika kadar laktat plasma lebih 4-5 meq/L yang dialami pasien tanpa asidosis sistemik.
• Asidosis laktat terjadi ketika kadar oksigen dalam tubuh menurun.
• Penyakit yang dapat menyebabkan asidosis laktat: AIDS, kanker, gagal ginjal, gagal napas dan sepsis (Vorvick, 2010).
Klasifikasi
• Cohn-Wods (1976) mengklasifikasikan
asidosis laktat:
– Tipe A: penurunan perfusi atau oksigenasi
(hipovolemia, gagal jantung, sepsis dan
cardiopulmonary arrest
– Tipe B:
• B1: Penyakit yang mendasari (kadang-kadang
menyebabkan asidosis laktat tipe A).
• B2: pengobatan atau intoksikasi
• B3: Gangguan metabolisme yang dibawa sejak lahir
Klasifikasi Patofisiologi
Hipoksia Non Hipoksia
Shock, anemia berat, cardiac arrest Gangguan ginjal atau hepar
Hipoksia global Disfungsi dehidrogenase pyruvate
Gagal napas Phosforilase oksidatif
Asma berat, COPD, asfiksia Cyanide, salicylates, methanol &
ethylene glycol metabolites, obat
antiretroviral, asam valproic, biguanides,
INH
Hipoperfusi regional Glykolisis aerobik yang cepat
Iskemia mesentrik atau Sepsis, kejang, keganasan
Penatalaksanaan
• Resusitasi cairan untuk memulihkan perfusi jaringan
normal.
• Natrium bikarbonat diberikan untuk meningkatkan pH.
• Perbaikan proses penyakit yang mendasari.
Referensi
• Beek AVD, Meijer PHEM, Meinders AE. (2001). The Netherlands Journal of Medicine. Vol. 58, pp.128–136.
• Castillo JJ, Vincent M, & Justice E. 2012. Diagnosis and management of hyponatremia in cancer patients. http://theoncologist.alphamedpress.org/content/17/6/756.abstract (sitasi 04 Maret 2013).
• Doshi SM, Shah P, Lei X, Lahoti A, & Salahudeen AK. 2012. Hyponatremia in hospitalized cancer patients and its impact on clinical outcomes. Am J Kidney Dis., Vol. 59, No. 2, pp 222-228.
• Liamis G, Milionis H, & Elisaf M. 2008. A review of drug-induced hyponatremia. American Journal of Kidney Diseases, Vol. 52, No. 1, pp 144-153.
• Verbalis JG. 2012. Clinical perspectives in hyponatremia. http://www.paradigmmc.com/pdfs/h0412.pdf. (sitasi 04 Maret 2013).
• Vorvick L. 2010. Lactic acidosis. http://www.diabetesadvocates.info/LearningCenter/DiabetesDrugs/Lactic%20acidosis.pdf (sitasi 04 Maret 2013).
• Guidelines for management of hyperlactatemia in patients on HAART. http://www.kznhealth.gov.za/medicine/lactic2.pdf. (sitasi 05 Maret 2013).