lp_contosio_cerebri_patris.doc
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
CONTUSIO CEREBRI
Disusun Oleh :
PATRICIA CANDRA DEWI
P17420213021
III A
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG
PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO
2015
LAPORAN PENDAHULUAN CONTUSIO CEREBRI
A. PENGERTIAN
Contusio Cerebri didefinisikan sebagai gangguan fungsi otak
akibat adanya kerusakan jaringan otak disertai perdarahan yang secara
makroskopis tidak mengganggu jaringan (Corwin, 2000).
Contusio serebral merupakan cedera kepala berat, dimana otak
mengalami memar, dengan kemungkinan adanya daerah hemoragi
(Smeltzer and Bare, 2008).
Kontusio atau memar otak terjadi perdarahan-perdarahan di dalam
jaringan otak tanpa adanya robekan jaringan yang kasat mata, meskipun
neuron-neuron mengalami kerusakan atau terputus (Harsono, 2010)
Jadi, Kontusio serebral merupakan cidera kepala berat, dimana
otak mengalami memar, dengan kemungkinan adanya daerah haemoragi.
B. ETIOLOGI
Penyebab contusio cerebri atau memar otak adalah adanya akselerasi
kepala tiba-tiba yang menimbulkan pergeseran otak dan kompresi yang
merusak akibat dari kecelakaan, jatuh atau trauma akibat persalinan.
C. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi contusio bergantung pada lokasi luasnya kerusakan otak.
Akan terjadi penurunan kesadaran. Apabila kondisi berangsur kembali,
maka tingat kesadaranpun akan berangsur kembali tetapi akan
memberikan gejala sisa, tetapi banyak juga yang mengalami kesadaran
kembali seperti biasanya. Dapat pula terjadi hemiparese. Peningkatan ICP
terjadi bila terjadi
edema serebral.
Gejala lain yang sering muncul :
1. Gangguan kesadaran lebih lama.
2. Kelainan neurologik positip, reflek patologik positip, lumpuh,
konvulsi.
3. Gejala TIK meningkat.
4. Amnesia retrograd lebih nyata.
5. Pasien tidak sadarkan diri
6. Pasien terbaring dan kehilangan gerakkan
7. Denyut nadi lemah
8. Pernafasan dangkal
9. Kulit dingin dan pucat
10. Sering defekasi dan berkemih tanpa di sadari.
11. Hemiparese/Plegi
12. Aphasia disertai gejala mual-muntah
13. Pusing sakit kepala
D. PATOFISIOLOGI
Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di
dalam jaringan otak tanpa adanya robekan jaringan yang kasat mata,
meskipun neuron-neuron mengalami kerusakan atau terputus. Yang
penting untuk terjadinya lesi contusion ialah adanya akselerasi kepala yang
seketika itu juga menimbulkan pergeseran otak serta pengembangan gaya
kompresi yang destruktif. Akselerasi yang kuat berarti pula hiperekstensi
kepala. Oleh karena itu, otak membentang batang otak terlalu kuat,
sehingga menimbulkan blockade reversible terhadap lintasan asendens
retikularis difus. Akibat blockade itu, otak tidak mendapat input aferen dan
karena itu, kesadaran hilang selama blockade reversible berlangsung.
Timbulnya lesi contusio di daerah coup, contrecoup, dan intermediate
menimbulkan gejala deficit neurologik yang bisa berupa refleks babinsky
yang positif dan kelumpuhan UMN. Setelah kesadaran puli kembali, si
penderita biasanya
menunjukkan organic brain syndrome. Lesi akselerasi-deselerasi, gaya
tidak langsung bekerja pada kepala tetapi mengenai bagian tubuh yang
lain, tetapi kepala tetap ikut bergerak akibat adanya perbedaan densitas
antar tulang kepala dengan densitas yang tinggi dan jaringan otot yang
densitas lebih rendah, maka terjadi gaya tidak langsung maka tulang
kepala akan bergerak lebih dulu sedangkan jaringan otak dan isinya tetap
berhenti, pada dasar tengkorak terdapat tonjolan-tonjolan maka akan
terjadi gesekan antara jaringan otak dan tonjolan tulang kepala tersebut
akibatnya terjadi lesi intrakranial berupa hematom subdural, hematom
intra serebral, hematom intravertikal kontra coup kontusio. Akibat gaya
yang dikembangkan oleh mekanisme-mekanisme yang beroperasi pada
trauma kapitis tersebut di atas, autoregulasi pembuluh darah cerebral
terganggu, sehingga terjadi vasoparalitis. Tekanan darah menjadi rendah
dan nadi menjadi lambat, atau menjadi cepat dan lemah. Juga karena pusat
vegetatif terlibat, maka rasa mual, muntah dan gangguan pernafasan bisa
timbul.
E. PATHWAY
F. KOMPLIKASI
1. Mengalami kesulitan untuk bicara
2. Kerusakan syaraf
3. Mengalami kesulitan untuk belajar
4. Masalah ingatan
5. Masalah komunikasi
6. Kerusakan otak
7. Rentan terhadap infeksi
G. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Keperawatan
a) Menjamin kelancaran jalan nafas dan control vertebra cervicalis
b) Menjaga saluran nafas tetap bersih, bebas dari secret
c) Mempertahankan sirkulasi stabil
d) Melakukan observasi tingkat kesadaran dan tanda tanda vital
e) Menjaga intake cairan elektrolit dan nutrisi jangan sampai terjadi
hiperhidrasi
f) Menjaga kebersihan kulit untuk mencegah terjadinya decubitus
g) Mengelola pemberian obat sesuai program
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a) Dexamethason / kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral,
dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
b) Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi
vasodilatasi
c) Pemberian analgetik
d) Pengobatan anti edema dengan laruitan hipertonis yaitu manitol 20%
glukosa 40% atau gliserol.
e) Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk
infeksi anaerob diberikan metronidazole.
f) Makanan atau cairan infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18
jam pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan
makanan lunak.
g) Pembedahan
(Smeltzer, 2002)
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
I. DATA SISTEM PENGKAJIAN
A. Wawancara
Pengumpulan data pasien baik subyektif atau obyektif pada gangguan
sistem persyarafan sehubungan dengan trauma kepala adalah sebagai
berikut :
1. Identitas pasien meliputi nama, usia, jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal masuk RS, nomor
register, dan diagnosis medis
2. Riwayat kesehatan meliputi: keluhan utama, kapan cidera terjadi,
penyebab cidera, riwayat tak sadar, amnesia, riwayat kesehatan yang
lalu, dan riwayat kesehatan keluarga.
3. Pengkajian fokus menurut Doenges (2006) :
a. Aktifitas dan Istirahat
Gejala merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan,
perubahan kesadaran, letarghi, hemiparesis, quadreplagia, ataksia,
cara berjalan tak tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera
(trauma) ortopedi, kehilangan tonus otot dan spastik otot.
b. Sirkulasi
Gejala: Perubahan tekanan darah (hipertensi), perubahan
frekuensi jantung (bradikardi, takikardi yang diselingi dengan
bradikardi dan distritmia).
c. Integritas Ego
Gejala: Perubahan tingkah laku / kepribadian (demam). Tanda:
Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi
dan impulsif.
d. Eliminasi
Gejala: Inkontinensia kandung kemih.
e. Makanan / Cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami penurunan selera makan.
Tanda: Muntah (mungkin proyektif), gangguan menelan (batuk,
air liur keluar, dan disfagia).
f. Neurosensorik
Gejala: Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar
kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, rasa
baal dan ekstremitas. Perubahan dalam penglihatan seperti
ketajamannya, displopia, kehilangan sebagian lapang pandang,
fotofotobia, gangguan pengecapan dan penciuman. Tanda :
Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental
(orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan
masalah, pengaruh emosi tingkah laku dan emosi). Perubahan
pupil (respon terhadap cahaya, simetri) deviasi pada mata,
ketidakmampuan mengikuti cahaya, kehilangan pengindraan
seperti: pengecapan, penciuman dan pendengaran, wajah tidak
simetris, lemah dan tidak seimbang. Reflek tendon dalam tidak
ada / lemah, apiaksia, hemiparesis, quadreplagia, postur
(dekortikasi deselerasi), kejang, sangat sensitif terhadap sentuhan
dan gerakan, kehilangan sensasi sebagian tubuh dan kesulitan
menentukan posisi tubuh.
g. Nyeri / Kenyamanan
Gejala: Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda
dan biasanya lama. Tanda: Wajah menyeringai, respon menarik
pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa beristirahat
dan merintih).
h. Pernafasan
Tanda: Perubahan pola nafas (apneu yang diselingi oleh
hiperventilasi), nafas berbunyi, stridor, tersedak, ronkhi, mengi
positif (kemungkinan karena aspirasi).
i. Keamanan
Gejala: Trauma karena kecelakaan. Tanda: Fraktur / dislokasi dan
gangguan penglihatan. Kulit: Laserasi, abrasi, perubahan warna
seperti “racoon eye” rasa gatal di sekitar telinga (merupakan tanda
adanya trauma). Adanya aliran cairan (drainase) dari telinga /
hidung. Gangguan kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot
hilang, kekuatan secara umum mengalami paralisis. Demam
gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
j. Interaksi Sosial
Tanda: Afasia motorik / sensorik, bicara tanpa arti, bicara
berulang-ulang.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Lemah, gelisah, cenderung untuk tidur
2. TTV : Suhu, nadi, tensi, RR, GCS
3. Body of system
a) Pernapasan (B1: Breathing)
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama
jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman,
frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau
Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing
(kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan
produksi sputum pada jalan napas.
b) Cardiovaskuler (B2: Bleeding)
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah
bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan
transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan
mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda
peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia,
disritmia).
c) Persyarafan (B3: Brain)
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi
adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran
sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus,
kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan
hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada
nervus cranialis, maka dapat terjadi :
1) Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,
konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah
laku dan memori).
2) Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya,
diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.
3) Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi
pada mata.
4) Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.
5) Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada
nervus vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
6) Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah
jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan
menelan.
d) Eliminasi Urin (B4: Bladder)
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi,
inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.
e) Eliminasi Alvi (B5: Bowel)
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual,
muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan
selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses
eliminasi alvi.
f) Otot, Tulang, Integumen ( B6: Bone)
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese,
paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena
imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau
ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena
rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan
refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus
otot.
C. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Doenges 2000; Price & Wilson 2006)
1. Spinal X ray
Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi
(perdarahan atau ruptur atau fraktur).
2. CT Scan
Memeperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara
pasti.
3. Myelogram
Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari
spinal aracknoid jika dicurigai.
4. MRI (magnetic imaging resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi
serta besar/ luas terjadinya perdarahan otak.
5. Thorax X ray
Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.
6. Pemeriksaan fungsi pernafasan
Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting
diketahui bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan
(medulla oblongata).
7. Analisa Gas Darah
Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.
II. ANALISA DATA
Data yang sudah terkumpul selanjutnya dikelompokkan dan dilakukan
analisa serta sintesa data. Dalam mengelompokkan data dibedakan atas
data subyetkif da data obyektif dan berpedoman pada teori abrham maslow
yang terdiri atas :
1. Kebutuhan dasar / fisiologis
2. Kebutuhan rasa aman
3. Kebutuhan cinta dan kasih sayang
4. Kebutuhan harga diri
5. Kebutuhan aktualisasi diri
Data yang telah dikelompokkan disimpulkan tentang masalah
keperawatan dan kemungkinan penyebab yang dapat dirumuskan
dalam bentuk diagnosa keperawatan meliputi : aktual, potensi, dan
kemungkinan
III. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipoksia dan
edema serebral
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi dan kerusakan
neurovaskuler
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
peningkatan ADH dan aldosteron, retensi cairan dan natrium
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan asam lambung, mual, muntah dan anoreksia
5. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penekanan vaskuler
serebral dan edema otak
6. Resiko infeksi berhubungan dengan perdarahan serebral
7. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan tonus otot dan
penurunan kesadaran
8. Gangguan persepsi sensorik berhubungan dengan penurunan kesadaran
9. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera otak dan
penurunan kesadaran
IV. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipoksia dan
Edema serebral
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan tingkat kesadaran membaik dengan
Kriteria Hasil :
a. Mempertahankan tingkat kesadaran biasa atau perbiakan,
b. Tanda-tanda vital (TTV) kembali normal
c. Tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial (TIK).
Intervensi:
a. Tentukan faktor-faktor yang menyebabkan koma atau penurunan
perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK.
Rasional : Untuk mengetahui penyebab cedera, untuk memantau
tekanan TIK dan atau pembedahan.
b. Pantau status neurologik secara teratur dan bandingkan dengan nilai
standar
Rasional : Untuk mengetahui perubahan nilai GCS, mengkaji adanya
kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK
dan bermanfaat dalam menentukan lokasi.
c. Pantau TTV
Rasional : Ketidakstabilan TTV mempengaruhi tingkat kesadaran.
d. Pertahankan kepala pada posisi tengah atau pada posisi netral
Rasional : Kepala yang miring pada salah satu sisi menekan vena
jugularis dan menghambat aliran darah vena
e. Perhatikan adanya gelisah yang meningkat.
Rasional : Petunjuk nonverbal ini mengidentifikasi adanya
peningkatan TIK atau menandakan adanya nyeri.
f. Kolaborasi pemberian cairan sesuai indikasi.
Rasional : Pembatasan cairan dapat menurunkan edema serebral.
g. Kolaborasi berikan obat sesuai indikasi.
Rasional : Dapat menurunkan komplikasi.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi dan kerusakan
neurovaskuler
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan pola nafas kembali normal dengan
Kriteria Hasil :
a. Mempertahankan pola pernafasan efektif, bebas sanasis, Nafas normal
(16-24 x / mnt),
b. irama regular
c. bunyi nafas normal
d. GDA normal
e. PH darah normal (7,35-7,45).
Intervensi:
a. Pantau frekuensi pernafasan, irama dan kedalaman pernafasan.
Rasional : Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi, pulmonal
atau menandakan lokasi / luasnya keterlibatan otak.
b. Angkat kepala tempat tidur sesuai aturan, posisi miring sesuai indikasi
Rasional : Untuk memudahkan ekspansi paru dan menurunkan adanya
kemungkinan lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas
c. Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15
detik
Rasional : Untuk membersihkan jalan nafas, penghisapan dibutuhkan
jika pasien koma atau dalam keadaan imobilisasi, dan tidak dapat
membersihkan jalan nafas sendiri.
d. Auskultasi bunyi nafas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya
suara tambahan yang tidak normal
Rasional : Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti
atelektasis kongesti atau obstruksi jalan nafas.
e. Kolaborasi pemberian oksigen.
Rasional : Menentukan kecukupan pernafasan, memaksimalkan
oksigen pada darah arteri dan membantu dalam pencegahan hipoksia.
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
peningkatan ADH dan aldosteron, retensi cairan dan natrium
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan
dengan Kriteria Hasil :
a. Asupan intake dan output seimbang
b. tidak terjadi edema dan dehidrasi.
Intervensi:
a. Pantau berat badan (BB)
Rasional : Satu liter retensi sama dengan penambahan satu kg berat
badan.
b. Pantau kecepatan infuse
Rasional : Pemberian berlebihan menimbulkan kelebihan cairan.
c. Pantau input dan output cairan
Rasional : Kelebihan cairan dapat menimbulkan edema.
d. Berikan cairan oral dengan hati-hati
Rasional : Untuk mengatasi edema serebral.
e. Kolaborasi pemberian dieresis
Rasional : Untuk menstabilkan cairan
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan asam lambung, mual, muntah dan anoreksia
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan Kebutuhan akan nutrisi tidak terganggu dengan
Kriteria Hasil :
a. BB meningkat
b. Tidak mengalami tanda-tanda mal nutrisi,
c. Nilai laboratorium dalam batas normal.
Intervensi:
a. Kaji kemampuan klien untuk mengunyah, menelan, batuk dan
mengatasi sekresi.
Rasional : Faktor ini dapat menentukan pemilihan terhadap jenis
makanan.
b. Auskultasi bising usus
Rasional : Fungsi saluran pencernaan biasanya baik pada kasus cedera
kepala.
c. Jaga keamanan saat memberikan makan pada pasien lewat NGT
Rasional : Menurunkan resiko regurgitasi / terjadi aspirasi.
d. Tingkatkan kenyamanan
Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat meningkatkan nafsu
makan.
e. Kolaborasi pemberian makan lewat NGT
Rasional : Makan lewat NGT diperlukan pada awal pemberian.
5. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penekanan vaskuler
serebral dan edema otak
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang dengan
Kriteria Hasil :
a. Nyeri berkurang atau hilang,
b. TTV dalam batas normal.
Intervensi:
a. Kaji karakteristik nyeri (P, Q, R, S, T)
Rasional : Untuk mengetahui letak dan cara mengatasinya.
b. Buat posisi senyaman mungkin
Rasional : Menurunkan tingkat nyeri
c. Pertahankan tirah baring
Rasional : Tirah baring dapat mengurangi pemakaian oksigen jaringan
dan menurunkan resiko meningkatnya TIK.
d. Kurangi stimulus yang dapat merangsang nyeri
Rasional : Stress dapat menyebabkan sakit kepala dan menyebabkan
kejang.
e. Kolaborasi pemberian obat analgetik
Rasional : Menurunkan rasa nyeri.
6. Resiko infeksi berhubungan dengan perdarahan serebral
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan tidak ada tanda-tanda infeksi dengan
Kriteria Hasil :
a. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
b. mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
Intervensi:
a. Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
keperawatan.
Rasional : Untuk menurunkan terjadinya infeksi nasokomial
b. Observasi daerah yang mengalami luka / kerusakan, daerah yang
terpasang alat invasi
Rasional : Deteksi dini terjadinya perkembangan infeksi,
memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan
mencegah komplikasi.
c. Monitor suhu tubuh dan penurunan kesadaran
Rasional : Suhu yang tinggi dapat mengidentifikasi terjadinya infeksi
yang selanjutnya memerlukan tindakan dengan segera.
d. Kolaborasi pemberian obat anti biotic
Rasional : Menurunkan terjadinya infeksi nasokomial
e. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium
Rasional : Untuk mengetahui adanya resiko infeksi melalui hasil
laboratorium darah.
7. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan tonus otot dan
penurunan kesadaran
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan Gangguan mobilitas fisik berkurang dan dapat
mempertahankan posisi yang optimal dengan Kriteria Hasil :
a. Mempertahankan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit.
b. Mendemonstrasikan teknik yang memungkinkan dilakukan aktifitas
Intervensi:
a. Kaji derajat imobilisasi pasien dengan menggunakan skala
ketergantungan (0-4)
Rasional : Untuk mengetahui tingkat imobilisasi pasien.
b. Ubah posisi pasien secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi
Rasional : Perubahan posisi dapat meningkatkan sirkulasi pada seluruh
tubuh.
c. Bantu pasien untuk melakukan latihan rentang gerak
Rasional : Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi / posisi normal
ekstremitas dan menurunkan terjadinya vena yang statis.
d. Sokong kepala dan badan, tangan dan lengan, kaki dan paha ketika
pasien berada pada kursi roda
Rasional : Mempertahankan kenyamanan, keamanan dan postur tubuh
yang normal
e. Tingkatkan kenyamanan
Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat meningkatkan rasa nyaman
pada klien
8. Gangguan persepsi sensorik berhubungan dengan penurunan kesadaran
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan Kesadaran mulai membaik dan fungsi persepsi membaik
dengan Kriteria Hasil :
a. Kesadaran mulai membaik
b. nilai GCS meningkat.
Intervensi:
a. Kaji kesadaran sensorik pasien seperti sentuhan
Rasional : Untuk mengetahui peningkatan kesadaran pasien atau
penurunan sensitivitas untuk berespon.
b. Pantau perubahan orientasi klien
Rasional : Fungsi serebral bagian atas biasanya berpengaruh adanya
gangguan sirkulasi.
c. Catat adanya perubahan spesifik yang terjadi pada pasien.
Rasional : Membantu melokalisasi daerah otak yang mengalami
gangguan dan mengidentifikasi tanda perkembangan terhadap
peningkatan fungsi fisiologis
d. Berikan stimulasi yang bermanfaat bagi klien
Rasional : Untuk menstimulasi pasien koma dengan baik selama
melatih fungsi kognitif.
9. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera otak dan
penurunan kesadaran
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan Kerusakan komunikasi verbal tidak terjadi
dengan Kriteria Hasil :
a. Mengidentifikasi pemahaman tentang masalah komunikasi
b. Pasien dapat menunjukkan komunikasi dengan baik.
Intervensi:
a. Kaji derajat disfungsi
Rasional : Membantu menentukan daerah / derajat kerusakan serebral
yang terjadi dan kesulitan pasien dalam proses komunikasi.
b. Bedakan antara afasia dengan disatria
Rasional : Intervensi yang dipilih tergantung tipe kerusakan.
c. Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana seperti buka mata
Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik.
d. Anjurkan keluarga untuk berkomunikasi dengan pasien
Rasional : Untuk merangsang komunikasi pasien, mengurangi isolasi
social dan meningkatkan penciptaan komunikasi yang efektif.
V. EVALUASI KEPERAWATAN
Dx 1 : Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan hipoksia
dan edema serebral
a. Mempertahankan tingkat kesadaran biasa atau perbiakan (4)
b. Tanda-tanda vital (TTV) kembali normal (4)
c. Tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial (TIK) (4)
Dx 2 : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi dan
kerusakan neurovaskuler
a. Mempertahankan pola pernafasan efektif, bebas sanasis, Nafas normal
(16-24 x / mnt) (4)
b. Irama regular (4)
c. Bunyi nafas normal (4)
d. GDA normal (4)
e. PH darah normal (7,35-7,45) (4)
Dx 3 : Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
peningkatan ADH dan aldosteron, retensi cairan dan natrium
a. Asupan intake dan output seimbang (4)
b. Tidak terjadi edema dan dehidrasi (4)
Dx 4 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan asam lambung, mual, muntah dan anoreksia
a. BB meningkat (4)
b. Tidak mengalami tanda-tanda mal nutrisi (4)
c. Nilai laboratorium dalam batas normal (4)
Dx 5 : Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penekanan
vaskuler serebral dan edema otak
a. Nyeri berkurang atau hilang (4)
b. TTV dalam batas normal. (4)
Dx 6 : Resiko infeksi berhubungan dengan perdarahan serebral
a. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi (4)
b. mencapai penyembuhan luka tepat waktu (4)
Dx 7 : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan tonus otot
dan penurunan kesadaran
a. Mempertahankan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit (4)
b. Mendemonstrasikan teknik yang memungkinkan dilakukan aktifitas (4)
Dx 8 : Gangguan persepsi sensorik berhubungan dengan penurunan
kesadaran
a. Kesadaran mulai membaik (4)
b. nilai GCS meningkat (4)
Dx 9 : Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera otak dan
penurunan kesadaran
a. Mengidentifikasi pemahaman tentang masalah komunikasi (4)
b. Pasien dapat menunjukkan komunikasi dengan baik. (4)
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Alih
bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa.
Jakarta : EGC
Corwin. 2000. Hand Book Of Pathofisiologi. Jakarta : EGC.
Doenges E. M. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta :
EGC.
NANDA. 2005. Nursing Diagnosis: Definition and Classification. Philadelphia:
North American Nursing Diagnosis Association.
Price S. A dan Wilson, Lorraine M. C. 2006. Patofisiologi Clinical Concepts of
Desiase Process. Edisi 6. Vol 2. Alih bahasa Brahm U. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C. dan Brenda G Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Edisi 8 Volume 3. Jakarta : EGC
Smeltzer & Bare. 2008. Medical Surgical Nursing. Brunner & Suddart. Ed. 8.
Jakarta : EGC
Wilkinson, Judith. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi
NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC.