pbl19

21
Gagal Jantung Kronik Pendahuluan Jantung adalah salah satu organ penting dalam tubuh manusia. Secara sederhana, ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh jaringan tubuh secara adekuat akibat adanya gangguan structural dan fungsional jantung disebut dengan gagal jantung. Gagal Jantung merupakan sindrom klinis yang kompleks dengan gejala-gejala yang tipikal dari sesak nafas (dispneu) dari mudah lelah (fatigue) yang dihubungkan dengan kerusakan fungsi maupun struktur dari jantung yang menggangu kemampuan ventrikel untuk mengisi dan mengeluarkan darah ke sirkulasi. Gagal jantung umumnya didapatkan pada populasi usia tua, serta pada orang-orang yang selamat dari infrak miokard dengan kerusakan otot jantung persisten. Respon-respon tubuh berupa respon adaptif sekunder tetap mempertahankan fungsi sirkulasi jangka pendek, tetapi kemudian akan menjadi maladaptif dan menjadi gagal jantung kronis. Respon-respon adaptasi pada gagal jantung ini terjadi pada sirkulasi perifer, ginjal maupun otot jantung. Perubahan ini mengakibatkan timbulnya sindrom klinis gagal jantung. Pemahaman bagaimana perubahan ini terjadi menghasilkan pandangan dalam patofisiologi gagal jantung. 1,2 Anamnesis Anamnesis harus mencakup penilaian gaya hiudp seseorang serta pengaruh penyakit jantung terhadap kegiatan sehari-hari bila lebih bertujuan pada perawatan penderita. Riwayat pasien sebaiknya juga mencakup riwayat mengenai keluarga dan 1

Upload: baraa-kerinduantigabelas

Post on 03-Oct-2015

220 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

problem based learning 19.

TRANSCRIPT

Gagal Jantung Kronik

PendahuluanJantung adalah salah satu organ penting dalam tubuh manusia. Secara sederhana, ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh jaringan tubuh secara adekuat akibat adanya gangguan structural dan fungsional jantung disebut dengan gagal jantung. Gagal Jantung merupakan sindrom klinis yang kompleks dengan gejala-gejala yang tipikal dari sesak nafas (dispneu) dari mudah lelah (fatigue) yang dihubungkan dengan kerusakan fungsi maupun struktur dari jantung yang menggangu kemampuan ventrikel untuk mengisi dan mengeluarkan darah ke sirkulasi. Gagal jantung umumnya didapatkan pada populasi usia tua, serta pada orang-orang yang selamat dari infrak miokard dengan kerusakan otot jantung persisten. Respon-respon tubuh berupa respon adaptif sekunder tetap mempertahankan fungsi sirkulasi jangka pendek, tetapi kemudian akan menjadi maladaptif dan menjadi gagal jantung kronis. Respon-respon adaptasi pada gagal jantung ini terjadi pada sirkulasi perifer, ginjal maupun otot jantung. Perubahan ini mengakibatkan timbulnya sindrom klinis gagal jantung. Pemahaman bagaimana perubahan ini terjadi menghasilkan pandangan dalam patofisiologi gagal jantung.1,2Anamnesis Anamnesis harus mencakup penilaian gaya hiudp seseorang serta pengaruh penyakit jantung terhadap kegiatan sehari-hari bila lebih bertujuan pada perawatan penderita. Riwayat pasien sebaiknya juga mencakup riwayat mengenai keluarga dan insidensi penyakit kardiovaskular npada keluarga tingkat pertama (orang tua dan anak). Biasanya dijumpai gejala dan tanda penyakit jantung berikut ini pada saat anamnesis dengan penderita penyakit jantung:a. Angina (nyeri dada) akibat kekurangan oksigen atau iskemia miokardium. Sebagian penderita menyangkal adanya nyeri dada dan menjelaskan rasa kekakuan,rasa penuh, tertekan, atau berat pada dada tanpa rasa nyeri. Angina dapat dijumpai sebagai nyeri yang dijalarkan atau nyeri yang berasal dari mandibula, lengan atas atau pertengahan punggung. Terdapat juga angina silent yang timbul tanpa disertai rasa tidak nyaman, tetapi disertai rasa lemah dan lelah.

b. Dispnea (kesulitan bernapas), akibat meningkatnya usaha bernapas yang terjadi akibat kongesti pembuluh darah paru dan perubahan kemampuan pengemmbangan paru; ortopnea (kesulitan bernapas pada posisi berbaring); dispnea nokturnal paroksismal (dispnea yang terjadi sewaktu tidur) terjadi akibat kegagalan ventrikel kiri dan pulih dengan duduk disisi tempat tidur.

c. Palpitasi (merasakan denyut jantung sendiri), terjadi karena perubahan kecepatan,keteraturan atau kekuatan kontraksi jantung.

d. Edema perifer (pembengkakan akibat penimbunan cairan dalam ruang intertisial), jelas terlihat didaerah yang menggantung akibat pengaruh gravitasi dan didahului oleh bertambahnya berat badan.

e. Sinkop atau kehilangan kesadaran sesaat akibat aliran darah otak yang tidak adekuat.

f. Kelelahan dan kelemahan, akibat curah jantung yang rendah dan perfusi lairan darah perifer yang berkurang.

Faktor pencetus gejala dan faktor yang dapat menanggulanginya harus ditentukan. Angina biasanya terjadi apabila pasien beraktivitas dan berkurang dengan istirahat. Dispnea dihubungkan dengan kegiatan fisik, tetapi perubahan posisi tubuh dan redistribusi cairan tubuh sesuai gravitasi yang mengikutiya dapat mencetuskan dispenia. Ortopnea dapat dikurangi dengan meninggikan dada dengan bantal. 3Pemeriksaan fisik4,5InspeksiSecara umum hal yang berkaitan dengan akibat penyakit jantung harus diamati, misalnya tampak kelelahan karena akibat cardiac output rendah, frekuensi napas meningkat, sesak yang menunjukkan adanya bendungan paru atau edema paru. Sianosis sentral dengan clubbing finger dan kaki berkaitan dengan adanya aliran shunt kanan ke kiri. Begitu juga dengan ada tidak nya edema. Sianosis sentral, yang timbul karena kombinasi gangguan pertukaran gas ekstraksi oksigen lebih besar dan perfusi buruk, harus selalu dicari secara sentral di selaput lendir dan lidah, karena sainosis perifer saja paling sering disebabkan oleh faktor lokal seperti dingin.

Khusus inspeksi pada organ jantung adalah dengan melihat pulsasi di area apeks, trikuspidal, pulmonal, aorta. Sedangkan bentuk dada, gerakan nafas dibicarakan sewaktu melakukan pemeriksaan fisik paru.

Palpasi

Pada kebanyakan kasus gagal jantung, jantung membesar dan biasanya dapat dideteksi secara klinis. Denyut apeks akan berbeser. Hati sering membesar dan sering nyeri tekan kecuali jika sirosis kardiaka disebabkan oleh gagal yang lama. Asites harus dicari jika abdomen tampak membesar, tanda khas adalah pekak di pinggang yang berpindah jika pasien bergerak. Keadaan ini terutama sering terjadi pada perikarditis konstriktif. Kadang-kadang terdapat spelenomegali ringan, baik karena kongesti pasif atau akibat sirosis, tetapi deteksi klinis dapat sulit dilakukan jika asietes juga ada. Edema perifer merupakan tanda utama gagal jantung. Biasanya jelas di tungkai, tetapi dapat terbatas di sakrum jika pasien berbaring di tempat tidur.PerkusiPerkusi biasanya tidak akan terganggu, dan bila ditemukan pekak seperti batu, harus selalu dipikirkan adanya efusi pleura yang dapat terjadi pada gagal jantung. Jika infark paru telah terjadim rub pleura dapat terdengar.Auskultasi

Temuan yang lazim pada pemeriksaan paru adalah ronki basal bilateral, yang dapat lebih menyebar jika gagal jantung berat. Pada pemeriksaan auskultasi kita mendengarkan suara jantung. Pada gagal jantung kronik ini ditemukan suara gallop. Istilah irama gallop menunjukkan irama khas sedikitnya tiga suara yang berhubungan dengan takikardia. Irama ini mungkin disebabkan oleh kombinasi S1, S2, dan S3 yang disebut gallop S3. Alternatif lain irama gallop dapat dihasilkan oleh kombinasi S1, S2, dan S4 yang disebut gallop S4. Dengan bunyi jantung yang cepat S3 dan S4 dapat terjadi secara simultan dan dapat menimbulkan gallop sumasi, tanpa mempedulikan apakah masing-masing bunyi abnormal atau normal, ini terutama terjadi pada gagal jantung hipertensif.Pada pemeriksaan tanda-tanda vital bisa didapatkan abnormalitas denyut yang biasanya merupakan akibat aritmia yang menyertai, terutama fibrilasi atrial (disebabkan oleh peregangan atrial dan dilatasi atau fibrosis dan iskemia). Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung tetapi peningkatan tekanan darah dapat juga terjadi sebagai akibat gagal jantung, mungkin karena gangguan perfusi batang otak. Hipertensi pada gagal jantung seharusnya tidak dianggap sebagai penyebab kecuali jika terdapat tanda kerusakan organ akhir, misalnya retinopati hipertensi atau hipertrofi ventrikel kiri pada EKG atau ekokardiografi yang menentukan secara lebih akurat. Pemeriksaan Penunjang5,6Elektrokardiografi (EKG) adalah salah satu jenis pemeriksaan jantung, yang dihasilkan dari listrik jantung, yang dapat digunakan untuk melihat kemungkinan adanya gangguan jantung. Pemeriksaan EKG mampu merekam aktivitas listrik jantung. Sumbatan koroner pada jantung yang mengalami iskemik menyebabkan gangguan aktivitas listrik jantung yang terdeteksi melalui pemeriksaan EKG. EKG juga dapat merekam berbagai kelainan aktivitas listrik jantung lainnya. Beberapa jenis penyakit yang bisa dideteksi dengan EKG ini diantaranya yaitu penyakit jantung koroner, infark miokard akut, hipertensi.

Echocardiography merupakan pemeriksaan dengan menggunakan ultrasound (gelombang suara). Indikasi penggunaan echocardiography adalah untuk melihat fungsi ventrikel, kelainan jantung kongenital, penyakit jantung katup, kardiomiopati, efusi perikardial, adanya massa (tumor) dan penyakit aorta proksimal. Karena echocardiography dapat menghasilkan gambar dengan inherensi (jumlah potongan) yang tinggi, maka echocardiography dapat digunakan untuk melihat pergerakan struktur pada jantung. Keuntungan dari penggunaan echocardiography ini adalah biaya yang terjangkau, digunakan luas, memberikan informasi yang banyak, tidak invasif, pasien tidak terpapar radiasi dan dapat diaplikasikan pada pasien dengan kondisi kritis (bedside usage) serta hasilnya dapat langsung diketahui. Namun penggunaan echocardiography ini membutuhkan keterampilan dan keterlibatan operator ahli.Pemeriksaan foto toraks dapat mengarah ke kardiomegali, corakan vaskular paru menggambarkan kranialisasi, garis Kerley A/B, Infiltrat prekordial kedua paru, dan efusi pleura. Fungsi EKG untuk melihat penyakit yang mendasari seperti infark Miokard dan aritmia jantung. Pemeriksaan lain seperti pemeriksaan Hb, elektrolit, ekokardiografi, angiografi, fungsi ginjal dilakukan atas indikasi. Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, elektrokardiografi/foto toraks, ekokardiografi doppler dan katerisasi. Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis gagal jantung kongestif. Diagnosis ditegakkan jika didapatkan 2 kriteria mayor dan 1 kriteria minor yang ditemukan bersamaan.

Kriteria mayor, yaitu: paroksismal nocturnal dispnea, distensi vena leher, ronki paru, kardiomegali, edema paru akut, gallop S3, peninggian tekanan vena jugularis, refluks hepatojugular; Kriteria minor, yaitu: edema ekstremitas, batuk malam hari, dispnea deffort, hepatomegali, efusi pleura, penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal, takikardia (>120/menit).Epidemiologi Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4% sampai 2% dan meningkat pada usia yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur 74 tahun. Setengah dari populasi pasien gagal jantung akan meninggal dalam empat tahun sejak diagnosis ditegakkan. Bila keadaan gagal jantung berat, lebih dari 50% akan meninggal pada tahun pertama.6EtiologiPenyebab dari gagal jantung antara lain disfungsi miokard, endokard, pericardium, pembuluh darah besar, aritmia, kelainan katup, dan gangguan irama. Di Eropa dan Amerika disfungsi miokard paling sering terjadi akibat penyakit jantung koroner biasanya akibat infark miokard, yang merupakan penyebab paling sering pada usia kurang dari 75 tahun,disusul hipertensi dan diabetes. Sedangkan di Indonesia belum ada data yang pasti, sementara data rumah sakit di Palembang menunjukkan hipertensi sebagai penyebab terbanyak, disusul penyakit jantung koroner dan katup.6PatogenesisKelainan intrinsic pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi volume sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya EDV (end diastolic volume) ventrikel, terjadi peningkatan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri (LVEDP). Derajat peningkata tekanan bergantung pada kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya LVEDP, terjadi pula pemingkatan tekanan atrium kiri (LAP). Peningkatan LAP diteruskan ke dalam pembuluh darah paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru. Apabila tekanan hidrostatik kapiler paru melebihi tekanan onkotik pembuluh darah, akan terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial, menyebabkan edema intertisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadi edema paru. Tekanan arteri paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan vena paru. Serangkaian kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri juga akan terjadi pada jantung kanan yang akhirnya akan menyebabkan edema dan kongesti sistemik.7Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme primer yang dapat dilihat, yaitu meningkatnya aktivitas adrenergic simpatis, meningkatnya beban awal akibat aktivasi system RAA, dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon kompensatorik ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada awal perjalanan gagal jantung, terutama pada saat istirahat. Namun, kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak saat beraktivitas, sehingga dengan berlanjutnya gagal jantung, kompensasi menjadi kurang efektif. Awalnya, repon kompensatorik sirkulasi memiliki efek yang menguntungkan, namun akhirnya mekanisme tersebut dapat menimbulkan gejala, meningkatkan kerja jantung, dan memperburuk derajat gagal jantung.7Manifestasi KlinisDispnea adalah manifestasi gagal jantung yang paling umum. Dispnea disebabkan oleh peningkatan kerja pernafasan akibat kongesti vascular paru yang mengurangi kelenturan paru. Meningkatnya tahanan aliran udara juga dapat menimbulkan dyspnea. Ortopnea atau dyspnea saat berbaring terutama disebabkan oleh redistribusi aliran darah dari bagian-bagian tubuh bawah kea rah sentral. Dispnea nocturnal paroksimal (PND) atau mendadak bangun karena dyspnea dipicu oleh timbulnya edema paru intertisial. PND merupakan manifestasi yang lebih spesifik dari gagal jantung dibandingkan dispena atau ortopnea.7Batuk non produktif juga dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada posisi berbaring. Timbulnya ronki yang disebabkan transudasi cairan paru merupakan ciri khas dari gagal jantung. Hemoptisis dapat disebabkan oleh pendarahan vena bronkial yang terjadi akibat distensi vena. Distensi atrium kiri atau vena pulmonalis dapat menyebabkan kompresi oesofagus dan disfagia.7 Edema perifer terjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang intertisial. Nokturia disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorbsi pada waktu berbaring, dan juga berkurangnya vasokonstriksi ginjal pada waktu istirahat. Gagal jantung yang berlanjut dapat menyebabkan asites atau edema anasarka (edema tubuh generalisata). Semua manifestasi tersebut secara khas diawali dengan bertambahnya berat badan, yang jelas menunjukkan adanya retensi natrium dan air.7Penatalaksanaan6Pendekatan terapi pada gagal jantung dapat berupa saran umum (tanpa obat-obatan), pemakaian obat-obatan, dan pemakaian alat dan tindakan bedah.Penatalaksanaan umum tanpa obat-obatan: Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab, dan bagaimana mengenal serta upaya bila timbul keluhan, dan dasar pengobatan.

Istirahat, olahraga, aktivitas sehari-hari, edukasi aktivitas seksual, serta rehabilitas.

Edukasi pola diet, control asupan garam, air, dan kebiasaan alcohol.

Monitor berat badan, hati-hati dengan kenaikan berat badan yang tiba-tiba.

Mengurangi berat badan pada pasien yang obesitas.

Hentikan kebiasaan merokok.

Pada perjalanan jauh dengan pesawat, ketinggian, udara panas, dan humiditas memerlukan perhatian khusus.

Konseling mengenai obat, baik efek samping, dan menghindari obat-obat tertentu seperti NSAID, antiaritmia klas I, verapamil, diltiazem, dihidropiridin efek cepat, antidepresan trisiklik, steroid.

Pemakaian obat-obatan: ACE inhibitor

ACE inhibitor dianjurkan sebagai obat lini pertama baik dengan atau tanpa keluhan dengan fraksi ejeksi 40-45% untuk meningkatkan survival, memperbaiki symptom, mengurangi kekerapan rawat inap di rumah sakit. Obat ini harus diberikan sebagai terapi awal bila tidak ditemui retensi cairan. Bila disertai retensi cairan harus diberikan bersama diuretic. Penggunaan obat ini harus dititrasi sampai dosis yang dianggap bermanfaat sesuai bukti klinis, bukan berdasarkan perbaikan gejala.

Diuretik

Loop diuretic, tiazid, dan metolazon penting untuk pengobatan simtomatik bila ditemukan beban cairan berlebihan, kongesti paru, dan edema perifer. Penggunaan diuretic tidak menunjukkan bukti dalam memperbaiki survival, dan harus dikombinasi dengan ACE inhibitor atau beta blocker.

Beta blocker

Beta blocker direkomendasikan pada semua gagal ajntung ringan sampai berat yang stabil dengan syarat tidak ditemukan adanya kontraindikasi terhadap beta blocker. Sampai saat ini hanya beberapa beta blocker yang direkomendasikan, yaitu bisoprolol, karvedilol, metoprolol suksinat, dan nebivolol.

Antagonis reseptor aldosterone

Obat ini digunakan sebagai tambahan terhadap ACE inhibitor dan beta blocker pada gagal jantung sesudah infark jantung atau diabetes, dan terbukti menurunkan morbiditas dan mortalitas.

Angiotensin II Receptor Blocker (ARB)ARB masih merupakan alternative bila pasien tidak toleran dengan ACE inhibitor. Efektifitas ARB sama dengan ACE inhibitor. Dapat dipertimbangkan penambahan ARB pada pemakaian ACE inhibitor pada pasien yang simtomatik untuk menurunkan mortalitas.

Glikosida jantung (digitalis)

Digitalis merupakan indikasi pada fibrilasi atrium pada berbagai derajat gagal jantung. Kombinasi digoksin dan beta blocker lebih superior dibandingkan bila dipakai tanpa kombinasi.

Vasodilator agents

Tidak ada peran spesifik vasodilator direk pada gagl jantung kronik. Hidrasalazin-isosorbid dinitrat dapat dipakai sebagai tambahan pada keadaan dimana pasien tidak toleran terhadap ARB maupun ACE inhibitor. Nitrat digunakan sebagai tambahan bila ada keluhan angina atau sesak. Pemakaian nitrat dengan dosis sering dapat terjadi toleran (takipilasis), oleh karena itu dianjurkan interval delapan atau 12 jam, atau kombinasi dengan ARB.

Obat inotropic positif

Pemakaian jangka panjang dan berulang tidak dianjurkan karena menignkatkan mortalitas. Pemakaian secara intravena pada kasus berat sering digunakan, namun tidak ada bukti yang bermanfaat, justru lebih sering timbul komplikasi. Fosfodiesterase blocker seperti milirinon dan enoksimon efektif bila digabungkan dengan beta blocker, dan mempunyai efek vasodilatasi perifer dan coroner. Namun disertai juga dengan efek takikaritmia atrial dan ventrikel, dan vasodilatasi berlebih yang dapat menimbulkan hipotensi. Levosimendan merupakan calcium sensitizer baru yang mempunyai efek vasodilatasi namun tidak seperti fosfodiesterase blocker yang menyebabkan hipotensi. Uji klinis menunjukkan efek yang lebih baik dibandingkan dobutamin.

Calcium sensitizer

Pada gagl jantung sistolik, penyekat kalsium tidak direkomendasikan, dan dikontraindikasikan pemakaian kombinasi dengan beta blocker. Felodipin dan amilodipin tidak memberikan efek yang lebih baik untuk survival bila digabung dengan ARB dan diuretic. Data jangka panjang menunjukkan efek netral terhadap survival, sehingga dapat dipertimbangkan sebagai tambahan obat hipertensi bila control tekanan darah sulit dengan pemakaian nitrat atau beta blocker.

Antitrombotik

Pada gagal jantung kronik yang disertai fibrilasi atrium, riwayat fenomena tromboemboli, bukti adanya thrombus yang mobil, pemakaian antikoagulan sangat dianjurkan. Pada gagal jantung kronik dengan PJK dianjurkan pemakaian antiplatelet. Aspirin harus dihindari pada perawatan rumah sakit berulang dengan gagal jantung yang memburuk.

Anti aritmia

Pemakaian selain beta blocker tidak dianjurkan pada gagal jantung kronik kecuali pada fibrilasi atrium dan takikardi ventrikel. Obat anti aritmia klas I tidak dianjurkan pada gagal jantung kronik. Obat anti aritmia klas II (beta blocker) dapat digunakan sendiri atau kombinasi dengan amiodaron. Anti aritmia klas III (amiodaron) efektif untuk aritmia supraventrikel dan ventrikel, tetapi pemakaian amiodaron rutin tidak dianjurkan pada gagal jantung.

Pemakaian alat dan tindakan bedah:

Revaskularisasi, Operasi katup mitral

Aneurismektomi, Kardiomioplasti

External cardiac support

Pacu jantung, resinkronisasi pacu jantung biventrikular Implantable cardioverter defibrillators (ICD) Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial heart

Ultrafiltrasi, hemodialisisPencegahan6Upaya pencegahan gagal jantung harus selalu menjadi objektif primer, terutama pada kelompok resiko tinggi. Obati penyebab potensial dari kerusakan miokard dan factor resiko PJK.

Pengobatan infark jantung segera, serta pencegahan infark ulangan.

Pengobatan hipertensi yang agresif.

Koreksi kelainan kongenital serta penyakit katup jantung.

Memerlukan pembahasan khusus dengan tenaga ahli (dokter).

Bila sudah ada disfungsi miokard, upayakan eliminasi penyebab yang mendasari, selain modulasi progresif dari disfungsi asimtomatik menjadi gagal jantung.

Komplikasi

Komplikasi yang paling sering terjadi pada penderita jantung adalah syok kardiogenik. Syok kardiogenik ini merupakan suatu sindrom klinis kompleks yang mencakup sekelompok keadaan dengan berbagai manifestasi hemodinamik, tetapi petunjuk umum adalah tidak memadainya perfusi jaringan. Pada gagal jantung terjadi syok terkompensasi dimana terjadi usaha untuk menstabilkan sirkulasi guna mencegah kemunduran lebih lanjut. Namun terjadi manifestasi sistemik terjadi keadaan hipoperfusi yang memperburuk hantaran oksigen dan nutrisi serta pembuangan sisa-sisa metabolit pada tingkat jaringan sehingga saat masuk tahap dimana sudah terjadi kerusakan sel yang hebat dan tidak dapat dihindari, pada akhirnya terjadi kematian.8Prognosis

Prognosis gagal jantung bergantung dari faktor risiko yang dimiliki oleh pasien. Fibrilasi atrium yang terjadi pada disfungsi ventrikel kiri karena myocard infark memiliki prognosis yang buruk. Pasien dengan gagal jantung dan fibrilasi atrium biasanya memiliki risiko tinggi mengalami stroke dan tromboemboli. Apabila pada pasien gagal jantung terjadi takikardi ventrikel yang terus menerus, risiko terjadinya aritmia ventrikel dan cardiac death menjadi lebih besar.9Diagnosis BandingGagal Jantung AkutGagal jantung akut (GJA) didefinisikan sebagai serangan cepat/rapid onset atau adanya perubahan pada gejala atau dari gagal jantung (GJ) yang berakibat diperlukannya tindakan atau terapi secara urgent. GJA dapat berupa serangan pertama GJ, atau perburukan dari gagal jantung kronik sebelumnya. pasien dapat memperlihatkan kedaruratan medic seperti edema paru akut. Disfungsi jantung dapat berhubungan dengan atau diakibatkan ischemia jantung, penyakit miocard peninggian dari tekanan pengisian ventrikel atau peninggian dari tahanan sirkulasi sistemik. Dengan demikian berbagai factor kardiovaskuler yang merpakan etiologi dari GJA ini, dan juga bisa beberapa kondisi ikut berinteraksi. Ada banyak kondisi kardiovaskuler yang merupakan kausa dari GJA ini, dan juga factor-faktor yang dapat mencetuskan terjadinya GJA. Gambaran klinis khas dari GJA adalah kongesti paru, walau beberapa pasien lebih banyak memberikan gambaran penurunan cardiac output dan hipoperfusi jaringan lebih mendominasi penampilan klinis. Penyakit kardiovaskular dan non kardiovaskular dapat mencetuskan GJA. Contohnya yang paling sering antara lain.

1. Peninggian afterload pada penderita hipertensi sistemik atau pada penderita ssshipertensi pulmonal

2. Peninggian preload karena volume overload atau retensi air

3. Gagal sirkulasi seperti pada keadaan high output states antara lain pada infeksi, sssanemia atau thyrotoxicosis.

Kondisi lain yang dapat mencetuskan GJA adalah ketidakpatuhan minum obat-obat GJ, atau nasehat-nasehat medic, pemakaian obat seperti NSAIDs, cycl-oxygenare (COX) inhibitor, dan thiazolidinediones. GJ berat juga bisa sebagai akibat dari gagal multiorgan. Simtom gagal jantung bisa juga dicetuskan oleh faktor-faktor non kardiovaskular seperti penyakit paru obsrtuktif, atau adanya penyakit organ lanjut terutama disfungsi renal. Pengobatan inisial yang tepat dan pengobatan jangka panjang yang sesuai sangat diperlukan. Bilamungkin, koreksi kelainan anatomis yang mendasarinya seperti penggantian katup atau revaskularisasi, dapat mencegah episode GJA dan memperbaiki prognose jangka panjang.6Penyakit Ginjal Kronik

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinis dan laboratoris yang terjadi pada semua organ akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik. Sindrom uremia terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, volume overload, neuropati perifer, pruritus, uremic frost, pericarditis, kejang sampai koma.

Patofisiologis penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tetapi dalam perkembangan selanjutnya, proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi structural dan fungsional nefron yang masih tersisa sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini menyebabkan terjadinya hiperfiltrasi yang diikuti dengan peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa skelorsis nefron yang masih tersisa. Adanya oeningkatan aktivitas jangka panjang aksis RAA internal ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sclerosis, dan progrsifitas penyakit tersebut. Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah hipertensi, albuminuria, hiperglikemia, dyslipidemia.Gambaran laboratoris penyakit ginjal kronik ditemukan penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar kreatinin serum dan ureum, dan penurunan GFR. Selain itu juga ditemukan kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar Hb, peningkatan kadar asam urat, hiper atau hypokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, dan asidosis metabolic. Dapat juga ditemukan kelainan urinalisis yang meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast, isostenuria.Pada pemeriksaan radiologis dengan USG bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis, kista, massa, dan kalsifikasi.10PPOK

PPOK merupakan suatu kelompok penyakit paru yang disebabkan oleh adanya obstruksi menahun. Faktor predisposisi dari PPOK adalah bronchitis kronik, emfisema, asma, bronkiektasis. Selain itu, PPOK juga dapat disebabkan oleh merokok, polusi lingkungan,dan genetic dimana pria lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan dengan wanita. Gejala klinis PPOK adalah sesak napas 100 %, batuk produktif (80%) dan hemoptisis (15%). PPOK dapat menyebabkan cor pulmonale kronik dan gagal jantung kongestif kanan dimana pada EKG kemudian dapat menunjukkan pembesaran atrium kanan dan hipertrofi ventrikel kanan yang disertai kelainan repolarisasi.Kesimpulan

Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh jaringan tubuh secara adekuat akibat adanya gangguan structural dan fungsional. Gagal jantung dibagi menjadi gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri sesuai dengan keabnormalan fungsi dan strukturnya. Biasanya keadaan gagal jantung kiri diikuti dengan gagal jantung kanan, sehingga jarang ditemukan kasus gagal jantung kanan atau kiri saja. Menurut kepentingan cepatnya penatalaksanaan yang diperlukan, gagal jantung dibagi menjadi gagal jantung akut dan gagal jantung kronis. Gagal jantung akut merupakan serangan cepat yang membutuhkan penanganan segera, sedangkan gagal jantung kronis membutuhkan penanganan yang dapat dilakukan secara bertahap.Daftar Pustaka1. Mann DL, Braunwald E, Kasper DL, et al. (2008). Principles of Internal Medicine (edisi ke-17th ed. Vol 2 page: 1443-1453). McGraw Hill.

2. Fox KF, Cowie MR, Wood PA, et al (2001). Coronary Artery Disease as the cause of incident heart failure in the population (edisi ke-1th ed. page: 228-236). Eur Heart J.

3. Santoso M, Nah YK, Sumadikarya IK. 2010. Pemeriksaan fisik jantung patologis dan elektrokardiografi. Dalam: Buku Panduan Keterampilan Medik: FK UKRIDA. H 4-20.4. Beck ER, Souhamo RL, Hanna MG, Holdright DR. tutorial diagnosis banding. Edisi 4. Jakarta: EGC. 2011. H.14-5

5. Kee, LeFever J. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Ed 6. Jakarta : EGC, 2008. H 129-30; 310-1; 148-51.

6. Ghanie A. Gagal jantung kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (Editors). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 2. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing, 2010. H 1596-1601.7. ODonnell MM, Carleton PF. Disfungsi mekanisme jantung dan bantuan sirkulasi. Dalam: Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Volume 1. Edisi 6. Jakarta: EGC, 2005. H 633-9.8. Corwin J. Elizabeth. Buku saku patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC, 2009. H 224-79. Davis RC, Hobbs FDR, Lip GYH. ABC of heart failure. 2nd ed. London: BMJ Publishing Group; 200. P. 1,14-7.

10. Suwitra K. Penyakit ginjal kronik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (Editors). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 2. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing, 2010. H 1035-6.PAGE 13