abortus iminems

35
1 BAB 1 PENDAHULUAN Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan dengan criteria usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau janin kurang dari 500 gram. Abortus (keguguran) merupakan salah satu penyebab perdarahan yang terjadi pada kehamilan trimester pertama dan kedua. Perdarahan ini dapat menyebabkan berakhirnya kehamilan ataupun kehamilan terus berlanjut. Secara klinis, 10-15% kehamilan yang terdiagnosis berakhir dengan abortus. 1 Abortus imminens merupakan komplikasi kehamilan tersering dan menyebabkan beban emosional serius, terjadi satu dari lima kasus dan meningkatkan risiko keguguran, kelahiran prematur, bayi berat badan lahir rendah (BBLR), kematian perinatal, perdarahan antepartum, dan ketuban pecah dini (KPD) namun tidak ditemukan kenaikan risiko bayi lahir cacat. Diagnosis abortus imminens ditentukan karena terjadi perdarahan pada awal kehamilan melalui ostium uteri eksternum, disertai nyeri perut sedikit atau tidak sama sekali, serviks tertutup, dan janin masih hidup. Menurut data WHO persentase kemungkinan terjadinya abortus cukup tinggi. Sekitar 15–40% angka kejadian abortus diketahui pada ibu yang sudah dinyatakan positif hamil, dan 60–75% angka abortus terjadi sebelum usia kehamilan mencapai 12 minggu (abortus imminens).

Upload: deninagungwahid-yok

Post on 02-Oct-2015

52 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

gEG

TRANSCRIPT

1

BAB 1PENDAHULUAN

Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan dengan criteria usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau janin kurang dari 500 gram. Abortus (keguguran) merupakan salah satu penyebab perdarahan yang terjadi pada kehamilan trimester pertama dan kedua. Perdarahan ini dapat menyebabkan berakhirnya kehamilan ataupun kehamilan terus berlanjut. Secara klinis, 10-15% kehamilan yang terdiagnosis berakhir dengan abortus.1

Abortus imminens merupakan komplikasi kehamilan tersering dan menyebabkan beban emosional serius, terjadi satu dari lima kasus dan meningkatkan risiko keguguran, kelahiran prematur, bayi berat badan lahir rendah (BBLR), kematian perinatal, perdarahan antepartum, dan ketuban pecah dini (KPD) namun tidak ditemukan kenaikan risiko bayi lahir cacat. Diagnosis abortus imminens ditentukan karena terjadi perdarahan pada awal kehamilan melalui ostium uteri eksternum, disertai nyeri perut sedikit atau tidak sama sekali, serviks tertutup, dan janin masih hidup.

Menurut data WHO persentase kemungkinan terjadinya abortus cukup tinggi. Sekitar 1540% angka kejadian abortus diketahui pada ibu yang sudah dinyatakan positif hamil, dan 6075% angka abortus terjadi sebelum usia kehamilan mencapai 12 minggu (abortus imminens).

Berdasarkan data ibu hamil yang berkunjung yang berjumlah 86 orang yang diperoleh dari RS Ibu dan Anak Banda Aceh menunjukkan bahwa angka kejadian abortus imminens periode Januari 2007 s/d Desember 2010 dilaporkan sebanyak 59 kasus jumlah ibu hamil. Dimana pada Januari s/d Desember 2007 terdapat 23 kasus ibu hamil yang mengalami abortus imminen, Januari s/d Desember 2008 terdapat 9 kasus ibu hamil yang mengalami abortus imminen, Januari s/d Desember 2009 terdapat 16 kasus ibu hamil yang mengalami abortus imminen, dan Januari s/d Desember 2010 terdapat 24 kasus, Januari s/d September 2011 terdapat 21 kasus ibu hamil yang mengalami abortus imminen. Abortus dapat menyebabkan suatu perdarahan yang hebat, dan dapat menimbulkan syok, perforasi, infeksi, dan kerusakan faal ginjal, sehingga dapat mengancam keselamatan ibu. Kematian terhadap ibu dapat terjadi, apabila ibu dengan kasus abortus tidak diberikan pertolongan secara cepat dan tepat. 2BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Abortus merupakan ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandngan. Sebagai batasan pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat badan janin kurang dari 500 gram. 1Abortus Imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus dan tanpa adanya dilatasi serviks.2.3. Etiologi

Penyebab abortus bervariasi dan sering diperdebatkan. Umumnya lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Faktor genetik

2. Kelainan kongenital uterus :

a. Anomali duktus mulleri

b. Septum uterus

c. Uterus bikornis

d. Inkompetensi serviks uterus

e. Mioma uteri

3. Autoimun

a. Mediasi imunitas humoral

b. Mediasi imunitas seluler

4. Defek fase luteala. Faktor endokrin eksternal

b. Antibodi antitiroid hormon

5. Infeksi

6. Hematologik

7. Lingkungan

Usia kehamilan saat terjadi abortus bisa memberi gambaran tentang penyebabnya. Sebagai contoh, Antiphospolipid Syndrom (APS), dan inkompetensi serviks sering terjadi setelah trimester pertama. 3,42.7. Klasifikasi Abortus

Abortus dapat dibagi atas dua golongan, yaitu:

a. Abortus spontan, yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja atau dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis atau medisinalis.

b. Abortus provokatus, yaitu abortus yang disengaja tanpa indikasi medis, baik dengan obat-obatan maupun dengan alat-alat. Abortus provokatus terbagi lagi menjadi :

1. Abortus medisinalis (abortus therapeutica), yaitu abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). Dan perlu mendapatkan persetujuan 2-3 tim dokter ahli.

2. Abortus kriminalis, yaitu abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis, dan biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh tenaga tradisional. 2,4Pembagian abortus berdasarkan klinis, adalah sebagai berikut:

1. Abortus Iminens

Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya abortus, ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik di dalam kandungan.

Diagnosis abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan perdarahan pervaginam pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu. Penderita mengeluh mulas sedikit atau tidak ada keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam. Ostium uteri masih tertutup, besarnya uterus masih sesuai dengan usia kehamilan dan tes kehamilan masih positif. Untuk menentukan prognosis dari abortus iminens, dapat dilakukan dengan melihat kadar hormon hCG pada urin dengan melakukan tes urin kehamilan menggunakan urin tanpa pengenceran dan pengenceran 1/10. Bila hasil tes keduanya masih positif maka prognosisnya adalah baik. Pengelolahan penderita ini sangat bergantung pada inform consent yang diberikan. Bila ibu ini masih menghendaki kehamilan tersebut, maka pengelolahan harus maksimal untuk mempertahankan kehamilan ini. Pemeriksaan USG diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan mengetahui keadaan plasenta apakah sudah terjadi pelepasan atau belum. Diperhatikan ukuran biometri janin/kantong gestasi apakah sesuai dengn umur kehamilan berdasarkan HPHT. Denyut jantung janin dan gerak janin diperhatikan juga, disamping ada tidaknya hematoma retroplasenta atau pembukaan kanalis servikalis. Pemeriksaan USG dapat dilakukan baik secara transabdominal maupun transvaginal. Pada USG transabdominal jangan lupa pasien harus tahan kencing terlebih dahulu, untuk mendapatkan acoustic window yang baik agar rincian hasil USG baik.

Penderita diminta untuk melakukan tirah baring sampai perdarahan berhenti. Bisa diberikan spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi, atau diberikan tambahan hormon progesteron atau derivatnya untuk mencegah abortus. Obat-obat ini, walaupun seacar statistik kegunaannya tidak bermakna, tetapi efek psikologis kepada penderita sangat menguntungkan. Penderita boleh dipulangkan, setelah tidak terjadi perdarahan dengan pesan khusus tidak boleh melakukan hubungan seksual dulu, sampai lebih kurang 2 minggu.

2. Abortus InsipiensAbortus yang mengancam yang ditandai dengan serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih di dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.

Penderita akan merasakan mulas karena kontraksi yang kuat dan sering, perdarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan umur kehamilan. Besar uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dengan tes urin kehamilan masih positif. Pada pemeriksaan USG akan ditemukan pembesaran uterus yang masih sesuai dengan umur kehamilan, gerak janin dan denyut jantung janin masih jelas walau mungkin sudah mulai tidak normal, biasanya terlihat penipisan serviks uterus atau pembukaannya. Perhatikan pula ada tidaknya pelepasan plasenta dari dinding uterus.

Perawatan pada penderita ini harus memperhatikan keadaan umum dan perubahan keadaan hemodinamik yang terjadi dan segera dilakukan evakuasi/pengeluaran hasil konsepsi dan disusul dengan kuretase bila perdarahan banyak. Pada umur kehamilan diatas 12 minggu, uterus biasanya sudah melebihi ukuran telur angsa, tindakan evakuasi dan kuretase harus hati-hati, kalau perlu dilakukan evakuasi secara digital, yang keudian disusul dengan tindakan kuretase sekaligus diberikan uretronika. Hal ini dialkuakn untuk mencegah perfotasi pada dinding uterus. Pascatindakan perlu dilakukan perbaikan keadaan umum, pemberian uretronika, dan antibiotik profilaksis.

3. Abotus Inkompletus

Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal. Batasan ini juga masih berfokus pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Sebagian jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus dimana pada pemeriksaan inspekulo, kanalis servikalis masih terbuka, dan teraba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum. Perdarahan biasanya masih terjadi, jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit tergantung pada jaringan yang tersisa, yang menyebakan bagian placental site masih terbuka, sehingga perdarahan berjalan terus. Pasien dapat jatuh kedalam anemia atau syok, sebelum sisa jaringan konsepsi dikeluarkan. Perawaan pasien harus diawali dengan perhatian terhadap keadaan umum dan mengatasi gangguan hemodinamim yang terjadi, untuk kemudian disiapkan tindakan kuretase. Pemeriksaan USG hanya dilakukan bila kitra ragu dengan diagnosis secara klinis. Besar uterus sudah lebih kecil dari umur kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit dikenali, di kavum uteri tampak masa hiperekoik yang bentuknya tidak beraturan.

Bila terjadi perdarahan yang hebat, dianjurkan segera melakukan pengeluaran sisa hasil konsepsi secara manual agar jaringanyang mengganjal kontraksi uterus segera dikeluarkan, kontraksi uterus dapat berlangsung baik dan perdarahan bisa berhenti, selanjutnya dilakukan tindakan kuretase. Tindakan kuretase harus dilakukan secara hati-hati sesuai dengan keadaan umum ibu dan besarnya uterus. Tindakan yang dianjurkan ialah dengan karet vakum, menggunakan kanula dari plastik. Pasca tindakakn pelu diberikan uretronika perenterala ataupun peroral dan antibiotika.

4. Abortus Kompletus

Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.

Semua hasil konsepsi telah dikeluarkan, ostium uteri telah menutup, uterus telah mengecil sehingga perdarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai dengan umur kehamilan, pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan bila pemeriksaan klinis telah memadai pada pemeriksaan tes urin biasanya masih positif sampai 7-10 hari setelah abortus. Perawaytan penderita tidak perlu memerlukan tindakan khusus ataupun pengobatan. Biasanya hanya diberi roboransia atau hematenik bila keadaan pasien memerlukan. Uterotonika tidak perlu diberikan.

5. Missed Abortion

Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan.

Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apapun kecuali merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila kehamilan di atas 14 minggu sampai 20 minggu penderita justru merasakan rahimnya semakin mengecil dengan tanda-tanda kehamilan sekunder pada payudara mulai menghilang. Pada pemeriksaan tes urin kehamilan biasanya negatif setelah satu minggu dari terhentinya pertumbuhan kehamilan. Pada pemeriksaan USG, akan didapati uterus yang mengecil, kantong gestasi yang mengecil, dan bentuknya tidak beraturan disertai gambaran fetus yang tidak ada tanda-tanda kehidupan. Bila missed abortion berlangsung lebih dari 4 minggu, harus diperhatikan kemungkinan gangguan pembentuka n darah oleh karena hipofibrinogenemia sehingga perlu di periksa koagulasi sebelum tindakan evakuasi dan kuretase.

Pengelolahan missed abortion perlu diutarakan kepada pasien dan keluarganya secara baik, karena resiko tindakan operasi dan kuretase ini dapat menimbulkan komplikasi perdarahan, atau tidak bersihnya evakuasi/kuretase dalam sekali tindakan. Faktor mental penderita perlu diperhatikan, karena umunya penderita merasa gelisah setelah tahu kehamilannya tidak tumbuh atau mati. Pada umur kehamilan kurang dari 12 minggu tindakan evakuasi dapat dilakukan secara langsung degan melakukan dilatasi dan kuretase bila serviks uterus memungkinkan. Bila umur kehamilan di atas 12 minggu atau kurang dari 20 minggu dengan keadaan serviks uterus yang masih kaku, dianjurkan untuk melakukan induksi terlebih dahulu untuk megeluarkan janin atau mematangkan kanalis servikalis. Beberapa cara dapat dilakukan antara lain, dengan pemberian intravena cairan infus oksitosin, dimulai dari dosis 10 unit dalam 500cc dekstrose 5% dengan tetesan 20 gtt/i. Dan dapat diulangi sampai total dosis oksitosin 50 unit dengan tetesan dipertahankan untuk mencegah terjadinya retensi cairan tubuh. Jika tidak berhasil, penderita diistirahatkan satu hari dan kemudian induksi diulangi, maksimal 3 kali. Setelah janin atau hasil konsepsi berhasil keluar dengan induksi ini, dilanjutkan dengan tindakan kuretase sebersih mungkin.

Pada dekade belakangan ini, banyak tulisan yang menggunakan prostaglandin atau sintesisnya untuk melakukan induksi pada missed abortion. Salah satu cara yang banyak disebutkan adalah dengan pemberian mesoprostol secara sublingual, sebanyak 400mg yang dapat diulangi 2 kali dengan jarak 6 jam. Dengan obat ini akan terjadi pengeluaran hasil konsepsi atau terjadi pembukaan ostium serviks, sehingga tindakan evakuasi dan kuretase dapat dikerjakan untuk mengosongkan cavum uteri. Kemungkinan penyulit pada tindakan missed abortion ini lebih besar, megingat jaringan plasenta yang menempel pada dinding uterus biasanya sudah lebih kuat. Apabila terdapat hipofibrinogenemia perlu disiapkan transfusi darah segar atau fibrinogen. Pasca tindakan kalu perlu dilakukan pemberian infus intravena cairan oksitosin dan pemeberian antibiotik.

6. Abortus Habitualis

Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi sebanyak 3 kali atau lebih secara berturut-turut. Penederita abortus habitualis biasanya tidak sulit untuk menjadi hamil kembali. Tetapi kehamilannya berakhir dengan keguguran/abortus secara berturut-turut. Bishop melporkan kejadian abortus habitualis sekitar 0.41% dari seluruh kehamilan.

Penyebab abortus habitualis selain faktor anatomis, banyak yang mengkaitkannya denganreaksi imunologik yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen lymphocyte trophoblast cross reactive (TLX). Bila reaksi terhadap antigen ini rendah atau tidak ada, maka akan terjadi abortus. Kelainan ini dapat diobati dengan transfusi heparinisasi. Akan tetapi dekade terakhir menyebutkan perlunya mencari penyebab abortus ini secara lengkap, sehingga dapat di atasi sesuai dengan penyebabnya.

Salah satu penyebab yang sering dijumpai ialah inkompetensia serviks yaitu keadaan dimana serviks uterus tidak dapat menerima beban untuk tetap bertahan menutup setelah kehamila melewati trimester pertama, dimana ostium serviks akan membuka (inkompeten) tanpa disertai rasa mules/kontraksi rahum dan akhirnya terjadi pengeluaran janin. Kelainan ini sering disebabkan oleh trauma serviks pada kehamilan sebelumnya, misalnya pada tindakan usaha pembukaan serviks yang berlebihan, robekan serviks yang luas sehingga diameter kanalis servikalis melebar.

Diagnosis inkompetensia serviks tidak sulit, dengan anamnesis yang cermat. Dengan pemeriksaan dalam/inspekulo, kita bisa menilai diameter kanalis servikalis, dan didapati selaput ketuban yang menonjol pada saat mulai memasuki trimester kedua. Diameter ini melebihi 8mm. Untuk itu, perawatan penderita inkompetensia serviks dianjurkan periksa kehamilan sedini mungkin. Dan bila dicurigai adanya inkompetensia serviks harus dilakukan tindakan untuk memberikan fiksasi pada serviks, agar dapat menerima beban dengan berkembangnya umur kehamilan. Operai dilakuakan pada umur kehamilan 12-14 minggu dengan cara SHIRODKAR atau McDONALD dengan melingkari kanalis servikalis dengan benang sutera/mersiline yang tebal, dan simpul baru dibuka setelah umur kehamilan aterm dan bayi siap dilahirkan.

7. Abortus Infeksius, Abortus Septik

Abortus infeksius adalah abortus yang disertai dengan infeksi pada alat genitalia. Abortus septik adalah abortus yang disertai dengan penyebar infeksi pada peredaran darah tubuh atau peritoneum. Kejadian ini merupakan salah satu komplikasi tindakan abortus yang paling sering terjadi, apalagi bila dilakukan kurang memperhatikan asepsis dan antisepsis.

Abortus infeksius dan abortus septik perlu segera dilakukan perawatan yang adekuat, karena dapat terjadi infeksi yang lebih luas selain disekitar alat genitalia, juga ke rongga peritoneum, bahkan dapat keseluruh tubuh (sepsis) dan dapat jatuh ke syok septik.

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yang cermat tentang upaya tindakan abortus yang tidak menggunakan peralatan yang asepsis dengan didapat gejala dan panas tinggi, tampak sakit dan lelah, takikardia, perdarahan pervaginam yang berbau, uterus yang membesar dan lembut, serta nyeri tekan, laboratorium didapatkan tanda infeksi dengan leukositosis. Bila sampai terjadi sepsis dan syok, penderita akan tampak lelah, panas tinggi, menggigil, dan penurunan tekanan darah.

Perawatan pasien ini harus mempertimbangkan keseimbangan cairan tubuh dan perlunya pemberian antibotik yang adekuat, sesuai dengan hasil kultur dan sensitivitas kuman yang diambil dari darah dan cairan fluor yang keluar pervaginam. Untuk tahap pertama dapat diberikan penisilin 4 x 1.2 juta unit atau ampisilin 4 x 1 gram ditambah gentamisin 2 x 80mg dan metronidazole 2 x 1 gram, selanjutnya antibiotik diberikan sesuai hasil kultur.

Tindakan kuretase dilakukan bila keadaan tubuh sudah membaik minimal 6 jam setelah antibiotik adekuat diberikan. Jangan lupa pada saat tindakan uterus dilindungi dengan uterotonika.

Antibiotik dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam waktu 2 hari pemberian, tidak memberikan respon harus diganti dengan antibiotik yang lebih sesuai. Apabila ditakutkan terjadi tetanus, perlu ditambah dengan injeksi ATS dan irigasi kanalis vagina/uterus dengan larutan peroksida (H2O2) kalau perlu histerektomi secepatnya.

8. Kehamilan Anembrionik (Blighted Ovum)

Kehamilan anembrionik merupakan kehamilan patologi dimana mudigah atau janin tidak terbentuk sejak awal walaupun kantong gestasi tetap terbentuk. Bila tidak dilakukan tindakan, kehamilan ini akan berkembang terus walaupun tanpa ada janin di dalamnya. Biasanya sampai sekitar 14-16 minggu akan terjadi abortus spontan. Sebelum alat USG ditemukan, kelainan kehamilan ini mungkin banyak dianggap sebagai abortus biasa.

Diagnosis kehamilan anembrionik ditegakkan pada usia kehamilan 7-8 minggu, bila pada pemeriksaan USG didapatkan kantong gestasi tidak berkembang atau pada diameter 2.5cm yang tidak disertai adanya gambaran janin. Maka perlu dilakukan evaluasi USG 2 minggu kemudian. Bila tetap tidak dijumpai bentuk janin dan diamter kantong gestasi sudah mencapai 25mm, maka dapat dinyatakan sebagai kehamilan anembrionik. Tatalaksana kehamilan anembrionik dilakukan terminasi kehamilan dengan dilatasi dan kuretase secara elektif. 1,5,62.4. Patofisiologi

Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi plasenta yang terjadiakibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali proses abortus. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto, meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servicalis. Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi.

Pada kehamilan 8-14 minggu, mekanisme di atas juga terjadi atau diawali dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Plasenta mungkin sudah berada dalam kanalis servikalis atau masih melekat pada cavum uteri. Jenis ini sering menyebabkan perdarahan pervaginam yang banyak. Pada kehamilan minggu ke 14-22, janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehinggga menyebabkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahaan pervaginam yang banyak. Perdarahan umumnya tidak terlalu banyak namun rasa nyeri lebih dominan. 1,22.2. Penyebab Abortus Imminens.

1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, menyebabkan kematian janin atau cacat, penyebabnya antara lain:

Kelainan kromosom, misalnya lain trisomi, poliploidi dan kelainan kromosom seks.

Endometrium kurang sempurna, biasanya terjadi pada ibu hamil saat usia tua, dimana kondisi abnormal uterus dan endokrin atau sindroma ovarium polikistik.

Pengaruh eksternal, misalnya radiasi, virus, obat-obat, dan sebagainya dapat mempengaruhi baik hasil konsepsi maupun lingkungan hidupnya dalam uterus, disebut teratogen.

2. Kelainan plasenta, misalnya endarteritis terjadi dalam vili koriales dan menyebabkan oksigenasi plasenta terganggu, sehingga mengganggu pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini dapat terjadi sejak kehamilan muda misalnya karena hipertensi menahun.

3. Penyakit ibu, baik yang akut seperti pneumonia, tifus abdominalis, pielonefritis, malaria, dan lain-lain, maupun kronik seperti, anemia berat, keracunan, laparotomi, peritonitis umum, dan penyakit menahun seperti brusellosis, mononukleosis infeksiosa, toksoplasmosis.

4. Kelainan traktus genitalis, misalnya retroversio uteri, mioma uteri, atau kelainan

5. bawaan uterus. Terutama retroversio uteri gravidi inkarserata atau mioma submukosa yang memegang peranan penting. Sebab lain keguguran dalam trimester dua ialah serviks inkompeten yang dapat disebabkan oleh kelemahan bawaan pada serviks, dilatasi serviks berlebihan, konisasi, amputasi, atau robekan serviks yang luas yang tidak dijahit.2.4. Tanda dan Gejala Abortus imminens

Adanya perdarahan pada awal kehamilan melalui ostium uteri eksternum, disertai nyeri perut ringan atau tidak sama sekali. Adanya gejala nyeri perut dan punggung belakang yang semakin hari bertambah buruk dengan atau tanpa kelemahan dan uterus membesar sesuai usia kehamilan.2.5. Diagnosis

Abortus dapat diduga bila seorang wanita dalam masa reproduktif mengeluh tentang perdarahan pervaginam setelah mengalami haid terlambat, sering pula terdapat rasa mulas. Kecurigaan tersebut dapat diperkuat dengan ditentukannya kehamilan muda pada pemeriksaan bimanual dan dengan tes kehamilan secara biologis atau imunologis bila hal itu dikerjakan. Harus diperhatikan macam dan banyaknya perdarahan, pembukaan serviks, dan adanya jaringan dalam kavum uterus dan vagina. 1,3,7Diagnosis abortus imminens

Tanda dan gejala abortus imminens Pemeriksaan dalam: serviks tertutup, perdarahan dapat terlihat dari ostium, tidak ada kelainan pada serviks, tidak terdapat nyeri goyang serviks atau adneksa.

Tes kehamilan positif.

Pemeriksaan USG tampak janin masih hidup

2.6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat menegakkan diagnosis abortus imminens adalah ultrasonografi (USG). Ultrasonografi adalah alat diagnosis utama yang digunakan untuk mendiagnosis jenis-jenis dari abortus, dan penyebab dari diagnosis tersebut. Pemeriksaan USG diperlukan untuk mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan mengetahui keadaan plasenta apakah sudah terjadi pelepasan atau belum.3Pemeriksaan kadar hormon progesterone juga diperlukan untuk kasus abortus. Kadar hormon progesteron relatif stabil padatrimester pertama, sehingga pemeriksaan tunggal dapat digunakan untuk menentukan apakah kehamilan viabel; kadar kurang dari 5 ng/mL menunjukkan prognosis kegagalan kehamilan dengan sensitivitas 60%, sedangkan nilai 20 ng/mL menunjukkan kehamilan yang viabel dengan sensitivitas 100%.3 danPENATALAKSANAAN AKTIF

Efektivitas penatalaksanaan aktif masih dipertanyakan, karena umumnya penyebab abortus imminens adalah kromosom abnormal pada janin.1 Meskipun banyak penelitian menyatakan tidak ada terapi yang efektif untuk abortus imminens,2 penatalaksanaan aktif pada umumnya terdiri atas:

Tirah Baring

Tirah baring merupakan unsur penting dalam pengobatan abortus imminens karena cara inimenyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanik.4 Pada suatu penelitian, 1228 dari 1279 (96%) dokter umum meresepkan istirahat pada perdarahan hebat yang terjadi pada awal kehamilan, meskipun hanya delapan dari mereka yang merasa hal tersebut perlu, dan hanya satu dari tiga orang yang yakin hal tersebut bekerja baik.1 Sebuah penelitian randomised controlled trial (RCT) tentang efek tirah baring pada abortus imminens menyebutkan bahwa 61 wanita hamil yang mengalami perdarahan pada usia kehamilan kurang dari delapan minggu yang viabel, secara acak diberi perlakuan berbeda yaitu injeksi hCG, plasebo atau tirah baring. Persentase terjadinya keguguran dari ketiga perlakuan tersebut masing-masing 30%, 48%, and 75%. Perbedaan signifi kan tampak antara kelompok injeksi hCG dan tirah baring namun perbedaan antara kelompok injeksi hCG dan plasebo atau antara kelompok placebo dan tirah baring tidak signifi kan. Meskipun

pada penelitian tersebut hCG menunjukkan hasil lebih baik dibandingkan tirah baring, namun ada kemungkinan terjadi sindrom hiperstimulasi ovarium, dan mengingat terjadinya abortus imminens dipengaruhi banyak faktor, tidak relevan dengan fungsi luteal, menjadikan hal tersebut sebagai pertimbangan untuk tidak melanjutkan penelitian tentang penggunaan hCG.1

Dalam sebuah penelitian retrospektif pada 226 wanita yang dirawat di RS dengan keluhan akibat kehamilannya dan abortus imminens, 16% dari 146 wanita yang melakukan tirah baring mengalami keguguran, dibandingkan dengan seperlima wanita yang tidak melakukan tirah baring. Sebaliknya, sebuah studi kohort observasional terbaru dari 230 wanita dengan abortus imminens yang direkomendasikan tirah baring menunjukkan bahwa 9,9% mengalami keguguran dan 23,3% baik-baik saja (p=0,03). Lamanya perdarahan vagina, ukuran hematoma dan usia kehamilan saat diagnosis tidak mempengaruhi tingkat terjadinya keguguran. Meskipun tidak ada bukti pasti bahwa istirahat dapat mempengaruhi jalannya kehamilan, membatasi aktivitas selama beberapa hari dapat membantu wanita merasa lebih aman, sehingga memberikan pengaruh emosional.1,2,11 Dosisnya 24-48 jam diikuti dengan tidak melakukan aktivitas berat, namun tidak perlu membatasi aktivitas ringan sehari-hari.4,5,8

Abstinensia8,12

Abstinensia sering kali dianjurkan dalam penanganan abortus imminens, karena pada saat berhubungan seksual, oksitoksin disekresi oleh puting atau akibat stimulasi klitoris, selain itu prostaglandin E dalam semen dapat mempercepat pematangan serviks dan meningkatkan kolonisasi mikroorganisme di vagina.12

Progestogen

Progestogen merupakan substansi yang memiliki aktivitas progestasional atau memiliki efek progesteron,13 diresepkan pada 13-40% wanita dengan abortus imminens.1 Progesteron merupakan produk utama korpus luteum dan berperan penting pada persiapan uterus untuk implantasi, mempertahankan serta memelihara kehamilan.1,3 Sekresi progesteron yang tidak adekuat pada awal kehamilan diduga sebagai salah satu penyebab keguguran sehingga suplementasi progesteron sebagai terapi abortus imminens diduga dapat mencegah keguguran, karena fungsinya yang diharapkan dapat menyokong defisiensi korpus luteum gravidarum dan membuat uterus relaksasi. Sebagian besar ahli tidak setuju3,4,8 namun mereka yang setuju menyatakan bahwa harus ditentukan dahulu adanya kekurangan hormon progesteron. Berdasarkan pemikiran bahwa sebagian besar keguguran didahului oleh kematian hasil konsepsi dan kematian ini dapat disebabkan oleh banyak faktor, maka pemberian hormon progesteron memang tidak banyak manfaatnya.4 Meskipun bukti terbatas,1,4 percobaan pada 421 wanita abortus imminens menunjukkan bahwa progestogen efektif diberikan pada penatalaksanaan abortus imminens sebagai upaya mempertahankan kehamilan.3 Salah satu preparat progestogen adalah dydrogesterone, Penelitian dilakukan pada 154 wanita yang mengalami perdarahan vaginal saat usia kehamilan kurang dari 13 minggu. Persentase keberhasilan mempertahankan kehamilan lebih tinggi (95,9%) pada kelompok yang mendapatkan dosis awal dydrogesterone 40 mg dilanjutkan 10 mg dua kali sehari selama satu minggu dibandingkan kelompok yang mendapatkan terapi konservatif 86,3%.14 Meskipun tidak ada bukti kuat tentang manfaatnya namun progestogen disebutkan

dapat menurunkan kontraksi uterus lebih cepat daripada tirah baring,1 terlepas dari kemungkinan bahwa pemakaiannya pada abortus imminens mungkin dapat menyebabkan missed abortion,4 progestogen pada penatalaksanaan abortus imminens tidak terbukti memicu timbulnya hipertensi kehamilan atau perdarahan antepartum yang merupakan efek berbahaya bagi ibu. Selain itu, penggunaan progestogen juga tidak terbukti menimbulkan kelainan kongenital. Sebaiknya dilakukan penelitian dengan jumlah lebih besar untuk memperkuat kesimpulan.3hCG (human chorionic gonadotropin)hCG diproduksi plasenta dan diketahui bermanfaat dalam mempertahankan kehamilan. Karena itu, hCG digunakan pada abortus imminens untuk mempertahankan kehamilan. Namun, hasil tiga penelitian yang melibatkan 312 partisipan menyatakan tidak ada cukup bukti tentang efektivitas penggunaan hCG pada abortus imminens untuk mempertahankan kehamilan. Meskipun tidak terdapat laporan efek samping penggunaan hCG pada ibu dan bayi, diperlukan penelitian lanjutan yang lebih berkualitas tentang pengaruh hCG pada keguguran.7

Antibiotik hanya jika ada tanda infeksi8,15

Penelitian retrospektif pada 23 wanita dengan abortus imminens pada usia awal trimester kehamilan, mendapatkan 15 orang (65%) memiliki fl ora abnormal vagina. Tujuh dari 16 orang mendapatkan amoksisilin ditambah klindamisin dan tiga dari tujuh wanita tersebut mengalami perbaikan, tidak mengalami nyeri abdomen dan perdarahan vaginal tanpa kambuh. Disimpulkan bahwa antibiotik dapat digunakan sebagai terapi dan tidak manimbulkan anomali bayi.15

Relaksan otot uterus

Buphenine hydrochloride merupakan vasodilator yang juga digunakan sebagai relaksan otot uterus, pada penelitian RCT menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan penggunaan plasebo, namun metode penelitian ini tidak jelas, dan tidak ada penelitian lain yang mendukung pemberian tokolisis pada awal terjadinya abortus imminens.1 Cochrane Library menyebutkan tidak ada cukup bukti yang menunjukkan efektivitas penggunaan relaksan otot uterus dalam mencegah abortus imminens.16

Profi laksis Rh (rhesus)

Konsensus menyarankan pemberian imunoglobulin anti-D pada kasus perdarahan setelah 12 minggu kehamilan atau kasus dengan perdarahan gejala berat mendekati 12 minggu.12.8. Komplikasi

Komplikasi yang kemungkinan timbul adalah:

1. Perdarahan akibat luka pada jalan lahir, atonia uteri, sisa jaringan tertinggal, ditesa hemoragik dan lain-lain. Perdarahan dapat timbul segera pasca indakan, dapat pula timbul lama setelah tindakan.

2. Syok akibat refleks vasovagal atau neurogenik. Komplikasi ini dapat menyebabkan kematian yang mendadak. Diagnosis ini ditegakkan bila setelah seluruh pemeriksaan dilakukan tanpa membawa hasil. Harus diingat kemungkinan adanya emboli cairan amnion, sehingga pemeriksaan histologik harus dilakukan dengan teliti.3. Emboli udara dapat terjadi pada teknik penyemprotan cairan kedalam uterus. Hal ini terjadi karena pada waktu penyemprotan, selain cairan gelembung udara juga masuk kedalam uterus, sedangkan pada saat yang sama sistem vena di endometrium dalam keadaan terbuka. Udara dalam jumlah kecil biasanya tidak menyebabkan kematian, sedangkan dalam jumlah 100-700ml dilaporkan sudah dapat sudah dapat mematikan dengan segera.

4. Inhibisi vagus, hampir selalu terjadi pada tindakan abortus, yang dilakukan tanpa anestesi pada ibu dalam keadaan stress, gelisah, dan panik. Hal ini dapat terjadi akibat alat yang digunakan atau suntikan secara mendadak dengan cairan yang terlalu panas atau terlalu dingin.

5. Keracunan obat/zat abortivum, termasuk karena anestesi, antiseptik lokal seperti KmnO4 pekat, AgNO3, K-Klorat, Jodium dan Sublimat dapat mengakibatkan cedera yang hebat atau kematian. Demikian pula obat-obatan seperti kina atau logam berat. Pemeriksaan hitologik dan toksikologik sangat diperlukan untuk menegakkan diagnosis.

6. Infeksi dan sepsis. Komplikasi ini tidak segera timbul pasca tindakan tetapi memerlukan waktu. 32.9. Prognosis

Abortus imminens merupakan salah satu faktor risiko keguguran, kelahiran prematur, BBLR, perdarahan antepartum, KPD dan kematian perinatal.2,3 Namun, tidak ditemukan kenaikan risiko bayi lahir cacat.2 Macam dan lamanya perdarahan menentukan prognosis kehamilan. Prognosis menjadi kurang baik bila perdarahan berlangsung lama, nyeri perut yang disertai pendataran serta pembukaan serviks.4

PENCEGAHAN

1. Vitamin10, diduga mengonsumsi vitamin sebelum atau selama awal kehamilan dapat

mengurangi risiko keguguran, namun dari 28 percobaan yang dilakukan ternyata hal

tersebut tidak terbukti.

2. Antenatal care (ANC), disebut juga prenatal care, merupakan intervensi lengkap pada wanita hamil yang bertujuan untuk mencegah atau mengidentifi kasi dan mengobati kondisi yang mengancam kesehatan fetus/bayi baru lahir dan/atau ibu, dan membantu wanita dalam menghadapi kehamilan dan kelahiran sebagai pengalaman yang menyenangkan. Penelitian observasional menunjukkan bahwa ANC mencegah masalah kesehatan pada ibu dan bayi. Pada suatu penelitian menunjukkan, kurangnya kunjungan rutin ibu hamil dengan risiko rendah tidak meningkatkan risiko komplikasi kehamilan namun hanya menurunkan kepuasan pasien. Perdarahan pada kehamilan disebabkan oleh banyak faktor yang dapat didentifi kasi dari riwayat kehamilan terdahulu melalui konseling dan anamnesis.5 Pada penelitian Herbst, dkk(2003), ibu hamil yang tidak melakukan ANC memiliki risiko dua kali lipat untuk mengalami risiko kelahiran prematur.2.BAB III

LAPORAN KASUSSTATUS PASIENANAMNESIS PRIBADI

Nama: Ny. HSUmur: 36 tahun

Pendidikan: SMA

Pekerjaan: IRT

Agama : Islam

Suku: Batak

Alamat: Dusun XII Gg. Buntu Bandar KalipaTgl. Masuk: 10 Januari 2015 pukul 10.15 WIB

No. MR: 22.64.62ANAMNESIS PENYAKIT

KU: Keluar darah dari kemaluan.Telaah: Os datang ke RS Haji Medan tanggal 10 Januari 2015 pukul 10.15 WIB. Hal ini dialami pasien sejak 2 minggu yang lalu, darah keluar tiba-tiba berupa bercak-bercak, warna kecoklatan, volume 1x ganti pembalut perhari, riwayat keluar gumpalan darah (+), riwayat keluar jaringan (-), riwayat keputihan (+), riwayat campur (+), riwayat campur berdarah (-), riwayat trauma (-), BAB & BAK (+) dalam batas normal.RPT

: Hipertensi : disangkal

Diabetes Melitus : disangkal

Asma : disangkalRPO

: (-)Riwayat Haid:

Menarche: usia 15 tahun

Siklus haid :28 hari

Lama haid :5-6 hari dengan 2-3 kali ganti pembalut

Dismenorhea :(+)

HPHT: ? November 2014TTP: ? Agustus 2015ANC: BidanRiwayat Persalinan: (G2P0A0). Perempuan, aterm, 4200 gr, cara persalinan spontan pervaginam , ditolong oleh bidan, umur sekarang 4 tahun, hidup.

Hamil ini ANC: BidanPEMERIKSAAN FISIK

Status Presens

Sensorium: ComposmentisAnemis: (+)

Tekanan darah: 120/70 mmHgIkterik: (-)

Frekuensi nadi: 80 x/ menitSianosis: (-)

Frekuensi nafas: 22 x/ menitDyspnoe: (-)

Suhu: 36,7 0 CEdema: (-)Status Lokalisata

Abdomen: soepel, peristaltic (+)TFU : 2 jari di atas symphisisP/V

: (+)

BAB

: (+) BAK

: (+) Status Generalisata

Kepala

: dalam batas normal

Mata

: anemis -/-, ikterik -/-

Leher

: KGB tidak teraba, TVJ normal

Thorax

: Cor : Bunyi Jantung normal, reguler, bunyi jantung tambahan (-)

Pulmo

: suara pernapasan vesikuler, suara tambahan (-)

Abdomen: distensi (-), peristaltik (+) normal.

Ekstremitas: akral hangat, edema (-).STATUS OBSTETRIInspekulo & VT : pasien menolak

USG TAS :

KK terisi baik

GS (+) intra uterine IUP (4w 5d) Adneksa dalam batas normal

Kesan : Abortus ImminensLABORATORIUM

Hb/Ht/L/T : 8,6/26,2/8.000/267.000

Tes kehamilan (+)

DIAGNOSIS Abotus ImminensRENCANA Dilatasi menggunakan Laminaria

Tindakan kuretase

TERAPI

Lapor supervisor dr. Taufik Mahdi, SP.OG dan anjurannya USG

IVFD RL 20 gtt/i

Asam folat tab 1x1 Premaston tab 2x1LAPORAN KURETASE

Ibu dibaringkan di meja ginekologi dengan posisi litotomi. Dilakukan tindakan aseptic. Dilakukan pengosongan kandung kemih dan vulva toilet

Setelah kantong kencing dikosongkan, ditutup doek steril kecuali lapangan kuretase. Dalam GA tiva dilakukan pemasangan inspekulo atas dan bawah tampak jaringan di OUE Portio dijepit dengan tenakulum arah jam 11, jaringan dibersihkan dilakukan sondase didapati uterus berukuran 10 cm.

Dilakukan tindakan kuretase dengan sendok tumpul mulai dari arah jam 12 searah jarum jam, keluar jaringan 100 cc dan stoll cell sebanyak 50 g.

Evaluasi perdarahan : tidak ada perdarahan aktif.

Tenakulum dilepas.

KU ibu post kuretase stabil.TERAPI

IVFD RL 20 gtt/i Inj. Ceftriaxone 1 g/ 8 jam Inj. Methergin 1 amp/8 jam Asam Mefenamat tab 3 x 500 mgFOLLOW UP TGL

(11-01-2015)(12-01-2015)(13-01-2015)

Status Presens

SensCMCMCM

TD100/70 mmHg100/70 mmHg110/80 mmHg

HR92 x/i72 x/i80 x/i

RR20 x/i20 x/i22 x/i

T36,7 0 C36,8 0 C36 0 C

Status Obstetrikus

TFU Tidak terabaTidak terabaTidak teraba

p/v(+) minimal(+) minimal(+) minimal

Peristaltik(+) Normal(+) Normal(+) kuat

Flatus(-)(+)(+)

BAB (-)(-)(+)

BAK(+) cukup(+) cukup(+) cukup

DietMBMBMB

Terapi IVFD RL 20 ggt/i

Inj. Ceftriaxone 1 g/ 12 jam

Inj. Ranitidine 50 mg/ 12 jam

Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam Cefadroxil tab 3x500 mg

As. Mefenamat tab 2x500 mg

B. Comp tab 2x1

Cefadroxil tab 3x500 mg

As. Mefenamat tab 2x500 mg

B. Comp tab 2x1

KeteranganRencana PBJ13 Januari 2015

BAB IV

KESIMPULAN

Abortus merupakan ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandngan. Sebagai batasan pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat badan janin kurang dari 500 gram.Diagnosis abortus iminens biasanya diawali dengan keluhan perdarahan pervaginam pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu. Penderita mengeluh mulas sedikit atau tidak ada keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam.

Pemeriksaan penunjang yang dapat menegakkan diagnosis abortus imminens adalah USG. USG adalah alat diagnosis utama yang digunakan untuk mendiagnosis jenis-jenis abortus, dan penyebab dari diagnosis tersebut.

Komplikasi yang serius kebanyakan terjadi pada fase abortus yang tidak aman (unsafeabortion) walaupun kadang-kadang dijumpai juga pada abortus spontan. Komplikasi dapat berupa perdarahan, infeksi, syok akibat perdarahan, sepsis.Prognosis keberhasilan kehamilan tergantung dari etiologi abortus sebelumnya.DAFTAR PUSTAKA1. Prawirohardjo Sarwono. Ilmu Kebidanan. Abortus. Edisi IV. Jakarta: FK UI. 20102. Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknijosastro GH. Ilmu Kebidanan. Abortus. Edisi ke-4. Jakarta: PT. Bina Pustaka: 2011.3. Cununingham FG, Giant FN, Leveno KL, dkk. Obstetric Williams. Abortus. Edisi 23. Volume 2. Jakarta: EGC. 20104. Mochtar. Synopsis Obstetri. Abortus dan Kelainan dalam Tua Kehamilan. Edisi 2. Jilid 1. Jakarta: EGC.2002.5. Varney, Kriebs, Gegor. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4. Volume 2. Jakarta: EGC. 2002.6. Fraser DM, Cooper MA, Fletcher G. Myles Textbook for Midwives. Kelainan dalam Lamanya Kehamilan. Edisi 14. EGC. 2009.7. Shiers C. Buku Ajar Bidan. Abnormalitas dalam Kehamilan. Edisi 14. Jakarta: EGC 2009.