gbs+fix

70
SOCA (Student Oral Case Analysis) “Guillain Barre Syndrome”

Upload: krisna-herdiyanto

Post on 12-Dec-2014

115 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: gbs+fix

SOCA

(Student Oral Case Analysis)

“Guillain Barre Syndrome”

Page 2: gbs+fix

1. ANATOMI SISTEM SARAF PERIFER

Sistem saraf perifer tediri atas:

1. Nervi spinalis

2. Nervi cranialis

3. Susunan saraf otonom

1. Nervi Spinalis

Dari sulcus Postero Lateralis & Antero Lateralis muncul akar rambut saraf yang akan

berkumpul ke lateral sebagai Radix Spinalis à Nn. Spinalis

N. Spinalis keluar melalui Foramina Intervertebrace

Jumlah : 31 pasang

Semua akar rambut berjalan dalam Sputum Sub arachnoid.

Tujuh saraf Cervical I mendapat nama menurut Vert. yang langsung diatas tempat

keluarnya melalui Foramina intervert. misalnya C III à berjalan diantara For. Int II

– III

Saraf Spinal lain diberi nama menurut Vertebra yang terdapat dibawah tempat

keluarnya

Page 3: gbs+fix

Tiap N.Spinalis mempunyai :

Radix Dorsalis à terdiri atas serabut sensorik menuju Reseptor. Radix Dorsalis

somatik & visceral mengandung Gl.Spinalis.

R.Ventralis à serabut Eferen. Badan sel terletak dalam Subs Grisea, terdiri atas

serabut motorik somatik & visceral

Jadi nervi spinalis berfungsi untuk sifat sensoris (rasa suhu + nyeri + rasa ruang) dan

sifat sensoris untuk gerakan.

Distal dari tempat munculnya saraf spinal di columna vertebra saraf ini akan

bercabang :

R. Dorsalis à Otot Intrinsik punggung

R. Ventralis à Saraf Perifer & Plexus

R.CommunicansàTruncus symphaticus

R. Meninges à Meningen & A & V

Ramus ventralis N.spinalis membentuk plexus distal dari tempat munculnya:

Pl.Cervicalis (R.ant. C1–C4) à mensyarafi leher & bagian belakang kepala.

Bersifat sensoris.

Pl.Brachialis (C5 – Th-1) à anggota badan atas

Pl.lumbosacralis: - Pl. Lumbalis (Th12 – L4)

Page 4: gbs+fix

Pl.Sacralis (L4 – S4)

Mempersarafi extremitas Inferior dan perineum.

Di Thoracal tetap teratur segmental sebagai Nervi intercostales bercabang 2 :

- rami lateralis à sensoris

- rami ventralis à sensoris + motoris

-

Sistem Saraf Perifer Membri Superior

1. Plexus cervicalis

Cabang Plexus Cervicalis:

Cabang Profundus = ramus dorsalis à menuju ke otot leher à sifat motoris

1. M. sternocleimomastoideus : C:2-3

2. M. trapezius }

3. M. levator scapulae } C:3-4

4. Mm. scaleni }

5. Mm. prevertebrale (Mm. Rectus & Splenius capitis) à C:1-4

6. Mm. infrahyoidei (ansa cervicalis)àC1-3 + Diaphragma ( nervus phrenicus)

à C3-5 + Rami communicans dengan saraf otak à N. X, XI, & XII + Truncus

sympathecicus

Page 5: gbs+fix

2. Plexus Brachialis

Plexus brachialis mempersarafi lengan: Anyaman rami ventralis nervi spinalis

C5-Th1

• Sifat multi segmental campur sensoris + motoris

• mempersarafi lengan

MS

C5

C6

C7

C8

T1

Medius

Inferior

Lateralis

Medialis

Superior

Nervus :Fasciculus:Truncus:Radix:

N.MusculocutaneusM.Pectoralis lateralis

N.suprascapularis

N.thoracodorsalis

N.AxillarisN.Radialis

Posterior

N.Pectoralis medialisN.Cutaneus brachii medialis

N.Cutaneus antebrachii medialis

N.Ulnaris

N. Medianus

Page 6: gbs+fix
Page 7: gbs+fix
Page 8: gbs+fix
Page 9: gbs+fix
Page 10: gbs+fix
Page 11: gbs+fix
Page 12: gbs+fix

Sistem Saraf Perifer Membri Inferior

1. Plexus lumbalis (cabang ventral T12 à L1-L4)

Rami ventrales plexus lumbalis :

- N. Femoralis

- N. Lumbo-inguinalis

- N. Cutaneous femoralis lateralis

Page 13: gbs+fix

- N. Obturatorius dan N. Obturatorius lateralis

Memberikan 2 cabang utama :

N. Femoralis: ke M .quadriceps femoris dan M. Sartorius

Mempersarafi otot dan kulit tungkai atas.

Kulit sisi ventral tungkai atas berkahir dengan N. Saphenus mepersarafi regio

infra-patellae dan medial kulit tungkai bawah.

N. Obturatorius

Ramus anterior : M. Adductor longus, M. Adductor brevis, M. Gracilis, M.

Pectineus, dan sisi medial tungkai atas dan bawah serta sendi lutut.

Ramus posterior : M. Obturator internus, M. Adductor magnus, M.Adductor

brevis.

Page 14: gbs+fix
Page 15: gbs+fix

2. Plexus sacralis ( L4-S4)

Cabang terbesar :

N. ischiadicus à bercabang menjadi N. peroneus communis dan N. tibialis à

untuk otot sisi dorsal tungkai atas dan bawah + sensibilitas kulit.

3. Persarafan Tungkai

Berasal dari Plexus lumbalis

Dari rami posteriores N. lumbales & sacrales:

- Nervi clunium superiors

- Nervi clunium media

Dari rami ventrales plexus lumbalis:

- N. femoralis

- N. lumbo-inguinalis

- N. cutaneus femoris lateralis

- N. obturatorius & N. obturatorius accesorius

Berasal dari Plexus sacralis:

- N. gluteus superior

- N. Gluteus inferior

- N. cutaneus femoris posterior

- N. Ischiadicus: N. tibialis, N. peroneus communis (bercabang menjadi N.

peroneus superficialis dan N. peroneus profundus).

Page 16: gbs+fix

4. N. Femoralis

• Mempersarafi otot & kulit tungkai atas: M. quadriceps femoris & M. Sartorius

• Kulit sisi ventral tungkai atas. Berakhir sebagai N. saphenus à mempersarafi

Regio infrapatellae dan kulit tungkai bawah sisi medial.

5. N. Lumboinguinal àMempersarafi kulit region subinguinal.

6. N. Cutaneus femoris lateralis à mempersarafi kulit tungkai atas sisi lateral

7. N. Obturatorius (L3-L4)

Ramus anterior: M. adductor longus, M. adductor brevis, M. gracilis, M.

pectineus, dan cabang kulit: sisi medial tungkai atas dan bawah dan sendi lutut.

Ramus posterior: M. obturator internus, M. adductor magnus, M. adductor

brevis.

8. N. Gluteus Superior à mempersarafi: M. Gluteus medius, M. gluteus minimus,

dan M. tensor fasciae latae.

9. à mempersarafi: M. Gluteus maximus, Rami perinealis à cabang kulit perineum

dan scrotum, dan Rami femoralis & suralis à kulit tungkai atas betis dan tumit.

10. N. Ischiadicus (L4-L5 à S1-2-3)

Di Tungkai atas ada komponen:

• N. Tibialis àM. Semitendinosus, M. Semimembranosus, M. biceps femoris

caput longum

• N. Peroneus communisà M. biceps femoris caput breve

11. N. Peroneus communis

Pada tepi medial M. biceps femoris lalu melingkari capitulum fibulae à

becabang:

N. peroneus superficialis à ke M. peroneus longus & brevis

- Mempersarafi m. peroneus longus dan brevis.

- Mempersarafi kulit tungkai bawah sisi anterolateralis

- cabang akhir: N. cutaneus dorsalis pedis medialis dan intermedius à

inervasi kulit dorsum pedis + jari kaki.

N. peroneus profundus à ke otot-otot ventral tungkai bawah:

- M. tibialis anterior

- M. extensor digitorum longus

- M. extensor hallucis longus àMempersarafi kulit pangkal jari antara jari I

& II.

Page 17: gbs+fix

12. Inervasi Kulit Dorsum Pedis

- N. cutaneus dorsalis pedis medialis & intermedius à dari N. peroneus

superficialis.

- N. cutaneus dorsalis pedis lateralis à dari N. suralis.

- N. saphenus à dari kulit kaki sisi medial.

13. N. Tibialis

Mempersarafi otot-otot dorsal tungkai bawah:

- M. tibialis posterior

- M. flexor digitorum longus

- M. flexor hallucis longus

Di plantar pedis berakhir sebagai:

- N. plantaris medialis à kulit 3 ½ jari sisi medial

- N. plantaris lateralis à kulit 1 ½ jari sisi lateral

Page 18: gbs+fix

2. Nervi Cranialis

Semua Nn.cranialis mempunyai hubungan yang erat dengan batang otak, kecuali

N.olfactorius dan N.opticus. Di dalam batang otak terdapt pola susunan Topografi

Nc.cranialis. Nc. yang mempunyai kwalitas yang sama membentuk kolom-kolom

cranio-caudal di dalam batang otak.

Susunan nervi cranialis:

3. Susunan Saraf Otonom

Tidak dikontrol atas kemauan kita secara sadar. Aktivitasnya dimodulasi oleh susunan

saraf pusat yaitu medulla spinalis dan batang otak, hypothalamus & amygdale, cortex

cerebri. Saraf otonom merupakan bagian susunan saraf yang termasuk visceral motoris

( eferen ) umum à mempersarafi otot polos+otot jantung+ kelenjar.

Susunan saraf otonom terdiri dari komponen aferens dan eferens, masing-masing

terdapat komponen neuron sensoris dan neuron motoris.

Komponen aferens: berperan pada:

Page 19: gbs+fix

1. Refleks otonom

2. Menyalurkan impuls nyeri visceral

3. Regulasi fungsi visceral

Sedangkan komponen eferens berperan terorganisir dalam 2 sistem yaitu:

Susunan saraf symphatis à Thoracolumbal.

Susunan saraf parasymphatis à Craniosacral.

Perbandingan Saraf Simpatis dan Parasimpatis

S

simpatis

P

parasimpatis

P

pusat di thoracolumbal

P

pusat di craniosacral

n

Neuron postganglioner ada di plexus /

truncus simpaticus

N

neuron postganglioner ada di target organ

R

reaksi umum à menambah kewaspadaan

E

efek local

S

stimulasi metabolism jaringan:

Aktivitas otot polos digestivus dan

urinarius dihentikan sementara.

Kontraksi sphincter >>>

Konstriksi pembuluh darah kulit

Aliran darah ke oto jantung, otot

skeletal dan otak >>

Aliran darah >> cepat

Heart rate >> dan tensi >>

S

stimulasi aktivitas visceral:

Aktivitas organ pencernaan >>

Sekresi saliva dan pencernaan >>

Gaster+ otot polos digestivus:

stimulasi peristaltic + defekasi

Tractus urinarius kontraksi: stimulasi

urinasi >>

Relaksasi sphincter

M

mobilisasi energy tubuh:

A

aktivitas menghemat energy:

Page 20: gbs+fix

Pernafasan >> cepat dan dalam

Jalan pernafasan dilatasi

Kewaspadaan mental >>

Merasa badan hangat+keringat >>

Metabolisme >>

Kebutuhan energy minimal

Metabolism <<

Relaksasi badan+menenangkan

H

heart rate << dan tensi <<

N

neurotransmitter:

Preganglioner: Ach

Postganglioner: adrenalis

N

neurotransmitter

Preganglioner: Ach

Postganglioner: Ach

Perjalanan ransang sensorik dan motorik

Jalur sensorik melaui:

1. kolumna dorsal sistem lemniskus medial yang terbagi menjadi fasciculus gracilis

dan fasciculus cuneatus.

2. Tractus spinocerebral yang terbagi menjadi tractus spinocerebral anterior dan

tractus spinocerebral posterior.

3. Sistem anterolateral yang terbagi menjadi tractus spinothalamicus lateral dan

tractus spinothalamicus anterior.

Pada berkas dalam medulla spinalis ditemukan adanya perjalanan ransang motorik dan

sensorik.

Jalan ransangan sensorik yang terkenal dua traktus yaitu:

1. Traktus spinotalamikus à mengantarkan impuls seperti nyeri, sentuhan kasar dan

perubahan tempratur kulit.d imulai dari receptor dan potensial aksi à medula

spinalis, di medula spinalis menyilang melalui traktus Lissauer, bentuknya pendek

dan melintang ke atas à bergabung dengan collum dorsal neuron à naik ke

thalamus untuk di teruskan ke cortex cerebri bagian gyrus postcentralis.

Page 21: gbs+fix

2. Traktus lemnikus medialis à menghantarkan impuls sentuhan halus, getar dan

propioreceptor. Receptor dan potensial aksi à medula spinalis à medula

oblongata melalui fasiculus gracilis à di medula oblongata menyilang pada

decussation lemnikus. Dari situ akan disebut sebagai jalur lemnikus medial

sampai ke thalamus. Di thalamus akan dilanjutakan ke area sensorik atau gyrus

postcentralis.

Jalur motoris berfungsi menyampaikan pesan-pesan dari otak ke neuron eferen:

1. Tractus corticospinalis, yaitu jalur desendens, badan selnya terutama berasal dari

daerah motoris cortex cerebrum dan akson – akson nya berjalan ke bawah untuk

berakhir di corda spinalis pada badan-badan sel neuron motorik eferen yang

mempersarafi otot-otot rangka. spinalis, di decussatio pyramidum à Medulla

spinalis (tractus corticospinalis lateral dan tractus cortico spinalis anterior) à

Radix medulla spinalis à otot (efektor).

Page 22: gbs+fix

2. FISIOLOGI NEURON

Neuron adalah suatu sel saraf dan merupakan unit anatomis dan fungsional system saraf.

Setiap neuron mempunyai badan sel yang mempunyai satu atau beberapa tonjolan.

Dendrite adalah tonjolan yang menghantarkan informasi menuju badan sel. Tonjolan

tunggal dan panjang menghantarkan informasi keluar dari badan sel disebut Axon.

Dendrite dan axon secara kolektif sering disebut sebagai serabut saraf atau tonjolan saraf.

Kemampuan untuk menerima, menyampaikan, dan meneruskan pesan-pesan neural

disebabkan oleh karena sifat khusus membrane sel neuron yang mudah dirangsang dan

dapat menghantarkan pesan elektrokimia.

Neuron dapat diklasifikasikan menurut bentuknya atas neuron unipolar, bipolar, dan

multipolar.

Neuron unipolar hanya mempunyai satu serabut yang dibagi menjadi satu cabang sentral

yang berfungsi sebagai satu akson dan satu cabang perifer yang berguna sebagai satu

dendrite. Jenis neuron ini merupakan neuron-neuron sensorik saraf perifer (misalnya, sel-

sel ganglion cerebrospinalis).

Neuron bipolar mempunyai dua serabut, satu dendrite dan satu akson. Jenis neuron ini

dijumpai dalam epitel olfaktorius, dalam retina mata, dan dalam telinga dalam.

Neuron multipolar mempunyai beberapa dendrite dan satu akson. Jenis neuron ini

merupakan yang paling sering dijumpai pada system saraf sentral (misalnya, sel-sel

mototris pada cornu anterior dan lateralis medula spinalis, sel-sel ganglion otonom).

Neurotransmitter merupakan zat kimia yang disintesis dalam neuron dan disimpan dalam

gelembung sinaptik pada ujung akson. Zat kimia ini dilepaskan dari ujung akson terminal

dan juga direabsorbsi untuk daur ulang. Neurotransmitter merupakan cara komunikasi

antar neuron melepaskan satu transmitter. Zat-zat kimia ini menyebabkan perubahan

permeabilitas sel neuron, sehingga neuron menjadi lebih kurang dapat menyalurkan

impuls. Diketahui atau diduga menjadi lebih kurang dapat menyalurkan impuls. Diketahui

atau diduga terdapat sekitar tigapuluh macam neurotransmitter, diantaranya adalah

Noreephineprin, Acetylcholin, Dopamin, serotonin, asam Gama-Aminobutirat (GABA)

dan Glisin.

Tempat-tempat dimana neuron mengadakan kontak dengan neuron lain atau dengan organ-

organ efektor disebut sinaps. Sinaps merupakan satu-satunya tempat dimana suatu impuls

dapat lewat dari suatu neuron ke neuron lainnya atau efektor. Ruang antara satu neuron

dengan neuron berikutnya (atau organ efektor) dikenal dengan nama celah sinaptik

(synaptic cleft). Neuron yang menghantarkan impuls saraf menuju ke sinaps disebut

Page 23: gbs+fix

neuron prasinaptik. Neuron yang membawa impuls dari sinaps disebut neuron

postsinaptik.

Impuls Saraf

Komponen listrik dari transmisi saraf menangani transmisi impuls di sepanjang neuron.

Permeabilitas membrane sel neuron terhadap ion natrium dan kalium bervariasi dan

dipengaruhi oleh perubahan kimia serta listrik dalam neuron tersebut (terutama

neurotransmitter dan stimulus organ reseptor). Dalam keadaan istirahat, permeabilitas

membrane sel menciptakan kadar kalium intrasel yang tinggi dan kadar natrium intrasel

yang rendah, bahkan pada kadara natrium extrasel yang tinggi. Impuls listrik timbul oleh

pemisahan muatan akibat perbedaan kadar ion intrasel dan extrasel yang dibatasi

membrane sel.

Secara skematis perjalanan impuls saraf diuraikan sebagai berikut:

1. Keadaan listrik pada membrane istirahat (polarized). Extrasel lebih banyak ion

natrium, sebaliknya intrasel lebih banyak ion kalium. Membrane dalam keadaan

relative impermeable terhadap kedua ion.

2. Jika stimulus cukup kuat, potensial aksi akan dialirkan secara cepat ke sepanjang

membrane sel.

3. Repolarisasi: potensial istirahat kembali terjadi. Ion kalium keluar dari dalam sel dan

permeabilitas membrane berubah kembali. Terjadi pemulihan keadaan negative di

dalam sel dan positif di luar sel.

Potensial aksi yang terjadi atau impuls pada saat terjadi depolarisasi dialirkan ke ujung

saraf dan mencapai ujung akson (akson terminal). Saat potensial aksi mencapai akson

Page 24: gbs+fix

terminal akan dikeluarkanlah neurotransmitter, yang melintasi synaps dan dapat saja

merangsang saraf berikutnya.

Timbulnya Kontraksi Otot

Timbulnya kontraksi otot rangka mulai dengan potensial aksi dalam serabut-serabut otot.

Potensial aksi ini menimbulkan arus listrik yang menyebar ke bagian dalam serabut,

dimana menyebabkan dilepaskannya ion-ion kalsium dari reticulum sarkoplasma.

Selanjutnya ion kalsium menimbulkan peristiwa-peristiwa kimia proses kontraksi.

Perangsangan Serabut Otot Rangka Oleh Saraf

Dalam fungsi tubuh normal, serabut-serabut otot rangka dirangsang oleh serabut-serabut

otot rangka dirangsang oleh serabut-serabut saraf besar bermielin. Serabut-serabut saraf ini

melekat pada serabut-serabut otot rangka dalam hubungan saraf otot (neuromuscular

junction) yang terletak di pertengahan otot. Ketika potensial aksi sampai pada

neuromuscular junction, terjadi depolarisasi dari membrane saraf, menyebabkan

dilepaskan Acetylcholin, kemudian akan terikat pada motor end plate membrane,

menyebabkan terjadinya pelepasan ion kalsium yang menyebabkan terjadinya ikatan aktin-

miosin yang akhirnya menyebabkan kontraksi otot. Oleh karena itu potensial aksi menebar

dari tengah serabut kea rah kedua ujungnya, sehingga kontraksi hampir bersamaan terjadi

di seluruh sarkomer otot.

Potensial Berjenjang dan Potensial Aksi

Sel saraf dan otot diketahui sebagai jaringan yang dapat tereksitasi (excitable tissue)

karena keduanya dapat dengan cepat mengubah permeabilitas membrane sehingga

mengalami perubahan potensial membrane sementara apabila tereksitasi.

Terdapat dua macam perubahan potensial:

1. Potensial berjenjang, yang berfungsi sebagai sinyal jarak dekatyang cepat menghilang

dalam rentang jarak yang pendek dari bagian membrane tempat potensial tersebut

dimulai.

2. Potensial aksi, yaitu sinyal jarak jauh.

Selama depolarisasi membrane ke potensial ambang mencetuskan serangkaian perubahan

permeabilitas akibat perubahan konformasi saluran-saluran gerbang voltase. Perubahan

permeabilitas ini menyebabkan pembalikan potensial membrane secara singkat, dengan

Page 25: gbs+fix

influx Na+ sebagai penyebab fase naik (dari -70 mV ke +30 mV), diikuti oleh efluks K+

selama fase turun (dari puncak kembali ke potensial istirahat). Sebelum kembali ke

istirahat, potensial aksi menimbulkan potensial aksi baru yang identik di daerah

sebelahnya melalui aliran arus, sehingga daerah yang sebelumnya inaktif mencapai

ambang. Siklus yang terus-menerus ini berlanjut sampai potensial aksi menyebar ke

seluruh membrane sel tanpa mengalami penyusutan.

Terdapat dua cara perambatan potensial aksi:

1. Hantaran oleh aliran arus local pada saat serat tidak bermielin, dalam hal ini potensial

aksi menyebar di sepanjang setiap bagian membrane; dan

2. Hantaran saltatorik yang lebih cepat di serat bermielin, yaitu impuls melompati

bagian-bagian saraf yang ditutup oleh insulator myelin. Pompa Na+ - K+ secara

bertahap memulihkan ion-ion yang berpindah selama perambatan potensial aksi ke

lokasi semula untuk mempertahankan gradient konsentrasi.

Bagian membrane yang baru saja dilewati oleh potensial aksi tidak mungkin dirangsang

kembali sampai bagian tersebut terasa pulih dari periode refrakternya. Periode refrakter

memastikan perambatan satu-arah potensial aksi menjauhi tempat pengaktifan semula.

Potensial aksi timbul secara maksimal sebagai respons terhadap rangsangan atau tidak

timbul sama sekali. Variasi kekuatan rangsanagn atau tidak timbul samasekali. Variasi

kekuatan rangsangan tercermin bukan oleh variasi kekuatan (besarnya) potensial aksi

tetapi oleh variasi frekuensinya.

Sinaps dan Integrasi Neuron

Cara utama suatu neuron berinteraksi langsung dengan neuron lain adalah melalui suatu

sinaps. Sebuah potensial aksi di neuron prasinaps mencetuskan pengeluaran suatu

neurotransmitter yang berikatan dengan reseptor di neuron pascasinaps. Pengikatan ini

mengubah sel pasca sinaps melalui salah satu dari dua cara:

1. Respons paling khas adalah terbukanya saluran-saluran gerbang-perantara kimia.

Apabila saluran Na+ dan K+ terbuka, fluks-fluks ion yang terjadi menyebabkan EPSP,

suatu depolarisasi kecil yang membawa sel pascasinaps mendekati ambang. Di pihak

lain kemungkinan bahwa neuron pascasinaps akan mencapai ambang lenyap apabila

timbul IPSP, suatu hiperpolarisasi kecil, akibat terbukanya saluran K+ atau Cl-, atau

keduanya.

2. Pada mekanisme sinaps alternative, suatu system perantara kedua intrasel, misalnya

AMP siklik, diaktifkan oleh pengikatan neurotransmitter-reseptor. AMP siklik dapat

Page 26: gbs+fix

menyebabkan pembukaan saluran atau menimbulkan efek yang lebih lama bertahan

pada sel, termasuk mengubah ekspresi genetic sel. Walaupun terdapat sejumlah

neurotransmitter yang berbeda-beda, setiap sinaps selalu mengeluarkan

neurotransmitter yang sama untuk menimbulkan resposn tertentu apabila berikatan

dengan reseptor tertentu. Respon selesai apabila neurotransmitter dibersihkan dari

celah sinaps oleh cara-cara yang spesifik untuk sinaps tersebut.

Banyak neuron juga mengelarkan neuropeptida berukuran lebih besar dan bekerja lebih

lambat dibandingkan neurotransmitter. Neuropeptida befungsi di bagian-bagian non-sinaps

baik di neuron prasinaps maupun neuron pascasinaps untuk meningkatkan atau menekan

efektivitas sinaps.

Jalur-jalur sinaps yang menghubungkan berbagai neuron sangatlah rumit akibat adanya

convergensi masukan neuron dan divergensi keluarannya.biasanya banyak masukan

prasinaps berkonvenrgensi ke sebuah neuron dan secara bersama-sama mengontrol tingkat

eksitabilitas neuron tersebut. Sebaliknya, neuron ini melakukan divergensi untuk sinaps

dengan dan mempengaruhi eksitabilitas banyak neuron lain. Dengan demikian setiap

neuron memiliki tugas untuk menghitung keluaran ke banyak sel lain dari serangkaian

masukan kompleks yang datang kepadanya. Pada setiap saat, bergantung pada kombinasi

sinyal yang ia terima dari berbagai masukan prasianps, suatu neuron dapat berinteraksi

dengan:

1. Melepaskan potensial aksi di sepanjang akson

2. Tetap berada dalam keadaan istirahat dan tidak meneruskan sinyal

3. Mengalami penurunan tingkat eksitabilitas

Apabila aktivitas dominan berada pada masukan eksitatorik, sel pascasinaps kemungkinan

akan terbawa ke ambang dan mengalami potensial aksi. Hal ini dapat terjadi melalui

penjumlahan temporal (EPSP-EPSP dari sebuah masukan prasinaps yang terus-menerus

datang dalam waktu yang hampir bersamaan sehingga saling memperkuat) atau

penjumlahan spasial (menambahkan EPSP-EPSP yang timbul secara simultan dari bebrapa

masukan prasinaps yang berbeda). Karena axon hillock memiliki ambang terendah,

potensial aksi tercertus di sini. Frekuensi potensial aksi mencerminkan besarnya

penjumlahan EPSP. Apabila masukan inhibitorik yang dominan, potensial pascasinaps

Page 27: gbs+fix

akan dibawa semakin menjauhi ambang. Apabila aktivitas eksitatorik dan inhibitorik ke

neuron pascasinaps seimbang, membrane akan tetap berada dalam keadaan istirahat.

3. HISTOLOGI SISTEM SARAF PERIFER

Sistem saraf tepi, selanjutnya disebut SST, tersusun atas akson-akson yang keluar menuju

organ efektor dan diorganisasikan menjadi saraf. Akson SST pada ummnya termielinasi,

sehingga terlihat berwarna putih.

Saraf-saraf tepi terdiri atas serabut-serabut saraf (akson) yang saling berkumpul bersama,

dan disatukan melalui jaringan penyambung, sehingga menghasilkan kumpulan serabut

saraf, disebut dengan fasikulus. Dalam satu fasikel pada umumnya mengandung

persarafan baik sensorik maupun motorik. Beberapa fasikulus membentuk bundel berkas

serat saraf. Bundel berkas serat saraf ini diikat oleh Epineurium, yakni suatu jaringan ikat

yang padat, tidak beraturan, tersusun mayoritas oleh kolagen dan sel-sel fibroblas.

Epineurium menyelimuti beberapa fasikulus yang bersatu membentuk saraf. Di

epineurium pula bisa ditemukan pembuluh darah. Ketebalan epineurium bervariasi, paling

tebal di daerah dura yang dekat dengan SSP, makin tipis hingga percabangan saraf-saraf

ke arah distal.

Perineurium adalah selaput pembungkus satu fasikulus yang tersusun atas jaringan ikat

padat kolagen yang tersusun secara kosentris, serta sel-sel fibroblas. Di bagian dalam

perineurium terdapat pula lapisan sel-sel epiteloid yang direkatkan melalui zonula

okludens; serta dikelilingi oleh lamina basal yang menjadikan suatu barrier (sawar) materi

bagi fasikulus.

Endoneurium adalah lapisan terdalam yang mengelilingi satu akson. Lapisan ini tersusun

ats jaringan ikat longgar (berupa serat retikuler yang dihasilkan oleh sel Schwann yang

bertanggung jawab untuk akson tersebut), sedikit fibroblas, dan serat kolagen. Di daerah

distal akson, endoneurium hampir tidak ada lagi, hanya menyisakan sedikit serat retikuler

yang menyertai basal lamina sel Schwann.

Page 28: gbs+fix

Klasifikasi Neuron (Secara Struktural)

- Neuron unipolar

- Neuron bipolar

- Neuron multipolar

- Neuron pseudounipolar

Klasifikasi Neuron (Secara panjang pendeknya jaras)

- neuron golgi tipe I : disebut juga tipe Deiter. Tipe ini memiliki banyak dendrit dan

sebuah axon yang panjang yang berakhir membentuk percabangan yang komplek

disebut axon terminal atau telodendron.

Page 29: gbs+fix

- neuron golgi tipe II : neuron ini mempunyai banyak dendrit dan sebuh axon yang

pendek dan berakhir tidak jauh dari badan selnya. Umumnya terdapat pada substansia

grisea dan tidak sampai memasuki daerah substansia alba. Axon terminalnya disebut

juga neuropodia. 

Klasifikasi Neuron (Secara Fungsional)

- Sel saraf motorik

Berfungsi untuk menghantarkan impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat. Ujung akson

saraf berhubungan dengan saraf asosiasi (intemediate).

- Sel saraf sensorik

Berfungsi untuk mengirim impuls dari sistem saraf pusat ke otot atau kelenjar yang

hasilnya berupa suatu respon. Dendritnya pendek dan berhubungan dengan saraf

asosiasi, sedangkan aksonnya sangat panjang.

- Sel saraf intermediate

Disebut juga dengan saraf asosiasi. Sel saraf ini berfungsi untuk menghubungkan sel

saraf motorik dengan sensorik.

Morfologi Neuron

1. Badan sel saraf/soma

Disebut juga perikarion. Terdapat badan Nissl. Badan Nissl ada dalam RER dan

Ribosom yang nampak bergranula dan bersifat basofilik. Ditemukan di kebanyakan

neuro, terutama neuron motorik. Badan Golgi dan Mitokondria tersebar di badan sel.

Fungsinya menyalurkan impuls saraf dan mengendalikan metabolisme seluruh neuron.

Memiliki nukleus berbentuk bulat dan relatif besar, nukleolus tampak jelas. Terdapat

pigmen lipofusin dan pigmen melanin.

2. Dendrit

Merupakan bagian yang menerima banyak sinaps dan sebagai tempat penerimaan

sinyal. Bercabang-cabang sehingga memperluas daerah penerimaan. Spina dendrit

merupakan daerah ujung dendrit yang kebanyakan menerima sinaps. Perpanjangan

sitoplasma yang biasanya berganda dan pendek, berfungsi untuk menghantarkan impuls

ke seluruh tubuh. Permukaan dendrite penuh dengan neuron dendrite untuk

berhubungan dengan neuron lain, Neuro fibrik dan badan nissl memanjang ke dalam

dendrite.

Page 30: gbs+fix

3. Akson

oleh beberapa neuron. Namun ada juga yang tidak memiliki (neuron-neuron yang ada di

SSP). Membran plasma di akson disebut aksolemma dan isinya disebut aksoplasma.

Pada akson bermielin, daerah titik awal muara akson dengan awal mielinisasi disebut

segmen inisial. Segmen ini sebagai tempat berkumpulnya stimulus yang merangsang

atau menghambat, diputuskan terus atau tidak suatu potensial aksi. Aksoplasma

mengandung mitokondria, mikrotubulus, dan mikrofilamen. Tidak ada RER dan

ribosom sehingga bergantung pada badan sel. Makromolekul dan organel disintesis

dalam badan sel dan diangkut secara kontinyu disepanjang akson ke bagian terminalnya

oleh aliran Anterograd. Ada 3 kecepatan dalam aliran Anterograd:

- Lemah / Lambat : Mengangkut protein dan mikrofilamen

- Sedang : Mengangkut mitokondria

- Cepat (100 kali lebih cepat) : mengangkut neurotransmitter.

Kebalikan dari aliran Anterograd yaitu aliran Retrograd (dari akson menuju badan sel),

biasanya mengangkut virus dan toksin.

Fungsi: menyalurkan impuls dari badan sel ke neuron lain

Origo Akson: akson yang beradal dari badan sel pada akson hillock

4. Sel Schwan

Semua akson di dalam sistem saraf perifer di bingkus dengan lapisan schwan. Akson

besar memilikilapusan dalam disebut myelin akson yang tampak berwrna putih disebut

serabut termielinasi. Dalam system saraf perifer sel schwan melingar dalam bentuk jeli.

Mielin berfungsi sebagai insukator listrik dan mempercepat hantaran saraf. Nodis

ranvier merupakan celah diantara sel schwan yang berdekatan.

Page 31: gbs+fix

Jenis Sinapsis

- Axodendritik

Sinaps yang dibentuk antara axon dengan dendrit, merupakan bentuk sinaps yang paling

banyak.

- Axosomatik

Sinaps yang dibentuk antara axon dengan badan sel.

- Dendrodendritik

Sinaps yang dibentuk antara dendrit dengan dendrit

- Axo-axonik

Sinaps yang dibentuk antara axon dengan axon, merupakan bentuk sinaps yang paling

jarang ditemui.

Sususan Saraf Tepi Secara Mikroskopik

- Jaringan saraf tepi / nervus

Terdiri dari serat saraf dan jaringan penyokong antar serat saraf + pembungkusnya.

Serat saraf = akson + selubung saraf.

Serat saraf terbagi menjadi 2, yaitu; serat saraf bermielin (akson + selubung mielin +

selubung schwann) dan serat saraf tak bermielin / remak (akson + selubung schwann).

Mielinisasi di saraf perifer dilakukan oleh sel schwann.

Page 32: gbs+fix

- Ganglion saraf

Terdiri dari Sel ganglion, jaringan penyokong antar serat saraf + pembungkusnya dan

terdapat juga pembuluh darah.

Ganglion terbagi menjadi 2, yaitu; Ganglion spinalis dan ganglion otonom.

Ganglion spinalis memiliki karakteristik sebagai berikut; neuron pseudounipolar,

extramural, serat saraf bermielin, terdapat sel satelit / sel kapsel, terdapat kapsula

jaringan penyokong, serabut sensoris.

Ganglion otonom memiliki karakteristik sebagai berikut; neuron unipolar, intramural,

serat saraf tak bermielin, mengandung sedikit sel satelit / sel kapsul, tidak terdapat

kapsula jaringan penyokong, serabut parasimpatis.

Neuroglia

Neuroglia berfungsi sebagai jaringan penyokong. Mencakup hampir setengah volume

jaringan otak. Neuroglia dapat bereplikasi sepanjang hayat. Di saraf tepi terdapat 2

neuroglia, yaitu; sel schwann dan sel satelit.

Page 33: gbs+fix

Serabut Saraf Tak Bermyelin

Sel Scwhann membentuk selubung processus sel saraf. Serabut Saraf Tak

Bermyelin atau serabut Remak, merupakan serabut kecil yang tak bermyelin atau hanya

diselubungi satu lapisan myelin. Serabut-serabut itu diselubungi oleh invaginasi

memanjang sel Schwann. Tetapi serabut tersebut tidak di dalam sitoplasma, tetapi hanya

dibungkus oleh plasmalemma sel Schwann. Selubung semacam itu disebut selubung

Schwann atau selubung neurolemma. Sel Schwann disebut juga sel neurolemma.

Plasmalemma sel Schwann yang membungkus axis silinder disebut mesaxon.

Fungsi sel Schwann disini yang tepat belum jelas. Tetapi mungkin untuk proses reparasi.

Serabut saraf tak bermyelin berukuran kecil, kecepatan konduksi kecil.

Serabut Saraf Bermyelin

merupakan serabut saraf yang paling besar dan memiliki kecepatan konduksi yang

tertinggi. Fungsi myelin disini sama dengan isolator pada kabel listrik. Oligodendrogliosit

dan sel Schwann bertanggung jawab untuk pembentukan myelin. Meskipun cara dan

produk akhir sedikit berbeda, tetapi hasil akhir menunjukan bahwa serabut saraf dibungkus

selubung myelin.

Axis silinder atau processus sel saraf memiliki axio plasma dan dibatasi oleh membran sel,

disebut axolemma. Ruangan dekat axis slinder terisi dengan selubung myelin. Pada

pengecatan rutin, hilangnya lipida akan mengubah gambaran gulungan membran. Yang

tertinggal hanyalah komponen nonlipida selubung myelin disebut neurokeratin, tampak

sebagai jari-jari roda. Di perifer neurokeratin terdapat sel Schwann. Sel memiliki nukleus

besar, vesikula dengan gumpalan chromatin di perifer. Sitoplasma sel Schwann yang

membatasi myelin disebut neurolemma atau selubung Schwann.

Sebuah sel Schwann tidak menyelubungi seluruh panjang serabut saraf, tetapi sebuah

serabut saraf diselubungi oleh sel-sel Schwann yang bersambung-sambung. Tempat

persambungan ini disebut nodus Ranvier . Nodus ini tampak sebagai bagian yang

menyempit yang tidak memiliki myelin, tetapi processus sel Schwann tetap menyelubungi

axolemma. Axis silinder sendiri tidak pernah terputus di rodus. Gambaran elektron

mikroskopik lebih menjelaskan hubungan antara selubung myelin, axis silinder dan elemen

neuroglia . Selubung myelin terbentuk dari gulungan kontinyu yang dibentuk oleh

processus sitoplasmatik sel neuroglia. Mesaxon internal dibentuk oleh processus sel

Schwann yang berhadapan dengan processus sel saraf. 

Page 34: gbs+fix

Myelinasi

Proses myelinasi serabut saraf dari sistem saraf perifer merupakan akibat dari hubungan

yang erat antara serabut saraf dan sel Schwann. Myelinasi pada serabut saraf sistem saraf

pust terjadi karena adanya hubungan erat antara serabut saraf dan oligodendrogliasit.

Banyak serabut saraf tak bermyelin diselubungi oleh sebuah sel Schwann. Pada proses

myelinasi pada saraf perifer maka sebuah serabut saraf mengisi invaginasi sepanjang sel

Schwann. Suatu penjuluran berbentuk mirip lidah dari sel Schwann membungkus

mengelilingi axis silinder. Selanjutnya sitoplasma dari penjuluran menghilang, sehingga

membran plasma menjadi saling berdekatan. Derajad myelinasi atau tebalnya selubung

myelin tergantung pada banyaknya putaran selama terjadi proses myelinasi. Sebuah sel

Schwann bertanggung jawab pada proses myelinasi serabut saraf antara sebuah nodus

Ranvier dengan berikutnya.

Ada sedikit perbedaan antara proses myelinasi di perifer dan di sentral. Jaringan pengikat

tidak banyak ditemukan di sistim saraf pusat. Serabut saraf bermyelin yang berdekatan

tidak dibatasi dengan lamina basalis. Badan sel oligodendrogliasit dapat membentuk

selubung myelin tetapi berhubungan dengan myelin melalui processus sel. Sebuah

oligodendrogliasit dapat membentuk selubung untuk lebih dari 1 sel saraf, maupun

menyelubungi lebih dari satu daerah internodal.

Sel neuroglia penting untuk memelihara integritas selubung myelin di samping untuk

proses remyelinasi setelah terjadi demyelinasi setelah serangan penyakit atau akibat

kerusakan.

Page 35: gbs+fix

GUILLAIN BARRE SYNDROME

1. Definisi

Sindroma guillain-barre adalah sindroma klinis yang disebabkan oleh proses autoimun

yang mengakibatkan demielinisasi polineuropati akut yang bersifat paralisis asenden yang

mengenai saraf perifer, radiks saraf serta nervus kranialis yang sering terjadi 1 - 3 minggu

setelah infeksi akut.

2. Epidemiologi

Penyakit ini terjadi diseluruh dunia dan Puncak insidensi antara usia 15 - 35 tahun dan

antara 50 - 74 tahun, Jarang mengenai usia kurang dari 2 tahun.  Laki-laki dan wanita sama

jumlahnya. Lebih sering terjadi pada ras kulit putih. Insiden tertinggi pada bulan April s/d

Mei dimana terjadi pergantian musim hujan dan kemarau. Insidensi GBS bervariasi antara

0,6 – 1,9 per 100.000 orang/tahun.

3. Etiologi

Etiologi GBS sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti dan masih menjadi

bahan perdebatan. Teori yang dianut sekarang ialah suatu kelainan imunobiologik, baik

secara primary immune response maupun immune mediated process. Pada umumnya

sindrom ini sering didahului oleh beberapa keadaan/penyakit dan mungkin ada

hubungannya dengan terjadinya GBS, antara lain: infeksi, vaksinasi, pembedahan,

penyakit sistematik (keganasan, systemic lupus erythematosus, tiroiditis, penyakit

Addison), dan kehamilan atau dalam masa nifas.

GBS sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus GBS

yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu

sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi

gastrointestinal.

I

infeksi

d

definite

P

probable

P

possible

V

Virus

C

CMV

E

EBV

H

HIV

V

Varicella-zooster

V

Vaccinia/smallpox

I

Influenza

M

Measles

M

Mumps

Page 36: gbs+fix

R

Rubella

H

Hepatitis

C

Coxsackie

E

Echo

B

Bakteri

C

Campylobacter

J

Jejuni

M

Mycoplasma

P

Pneumonia

T

Typhoid

B

Borrelia B

P

Paratyphoid

B

Brucellosis

C

Chlamydia

L

Legionella

L

Listeria

4. Faktor Resiko

Usia antara 15 – 35 tahun dan antara 50 – 74 tahun

Infeksi gastro intestinal oleh bakteri atau virus

Infeksi saluran pernapasan oleh bakteri atau virus

Pasca vaksinasi, terutama vaksinasi influenza dan meningococus

Pasca pembedahan

Riwayat limfoma dan lupus eritematosus

5. Perjalanan Penyakit

Perjalanan penyakit ini terdiri dari 4 fase :

1. Fase prodormal

Fase sebelum gejala klinis muncul, berlangsung selama kurang lebih 1 – 28 hari dan

rata-rata 9 hari

2. Fase progresif

Fase defisit neurologis mulai muncul, berlangsung selama beberapa hari hingga

mencapai 4 minggu, jarang melebihi 8 minggu. Kelumpuhan yang bertambah berat

hingga maksimal. Jika perburukan melebihi 8 minggu disebut dengan Chronic

Page 37: gbs+fix

Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy (CIPD). Pada fase ini akan

timbul nyeri, kelemahan progresif dan gangguan sensorik; derajat keparahan gejala

bervariasi tergantung seberapa berat serangan pada penderita. Terapi secepatnya akan

mempersingkat transisi menuju fase penyembuhan, dan mengurangi resiko kerusakan

fisik yang permanen. Terapi berfokus pada pengurangan nyeri serta gejala.

3. Fase Plateu

Kelumpuhan telah mencapai batas yang maksimal dan menetap. Merupakan fase yang

singkat, 2 hari hingga lebih dari 3 minggu, jarang melebihi 7 minggu. Pada pasien

biasanya didapati nyeri hebat akibat saraf yang meradang serta kekakuan otot dan

sendi; namun nyeri ini akan hilang begitu proses penyembuhan dimulai.

4. Fase Penyembuhan

Fase perbaikan kelumpuhan motorik dalam beberapa bulan. Dalam fase ini Sistem

imun berhenti memproduksi antibodi yang menghancurkan myelin, dan gejala

berangsur-angsur menghilang, penyembuhan saraf mulai terjadi. Kadang masih

didapati nyeri, yang berasal dari sel-sel saraf yang beregenerasi. Lama fase ini juga

bervariasi, dan dapat muncul relaps.

Page 38: gbs+fix

6. Patofisiologi

Penyakit ini didahului oleh infeksi pernapasan ringan atau infeksi gastro-intestinal,

pembedahan, imunisasi, Penyakit hodgkin atau limfoma lain dan lupus eritematosus.

Infeksi yang paling sering terjadi adalah infeksi Campylobacter jejuni dan CMV. Akibat

yang ditimbulkan dari infeksi atau proses inflamasi tersebut menyebabkan terjadinya

perubahan sel dalam sistem saraf sehingga sistem imun mengenali sel tersebut sebagai sel

asing (molekular mimikri). Sebelum respon imunitas seluler terjadi pada saraf tepi antigen

harus dikenalkan pada limfosit T (CD4) melalui makrofag. Makrofag yang telah

memfagosit antigen akan memproses antigen tersebut oleh antigen presenting cell (APC).

Kemudian antigen tersebut akan dikenali oleh limfosit T. Setelah itu limfosit  T menjadi

tersensitisasi karena aktivasi marker dan pelepasan substansi interlekuin (IL2), IFN-γ serta

TNF-α. Setelah itu, limfosit T yang telah tersensitisasi dan makrofag akan menyerang sel

schwann dan selubung mielin (merusak protein mielin P0, P1, PMP22), hal ini dapat

terjadi karena pada selubung mielin terdapat gangliosid GM1 yang menyerupai dinding

lipopolisakarida dari bakteri Campylobacter pylori sehingga limfosit T menjadi salah

target. Selain itu, limfosit T juga menginduksi limfosit B untuk menghasilkan antibodi

yang menyerang bagian tertentu dari selubung mielin dan pada akhirnya akan

menimbulkan kerusakan pada selubung mielin. Akibatnya adalah cedera pada mielin dari

ringan hingga berat yang mengganggu konduksi impuls (impuls melambat atau

menghilang) dalam saraf perifer yang terserang. Hilangnya atau rusaknya selubung mielin

yang menyelimuti akson disebut dengan demielinisasi yang dapat mengakibatkan

terjadinya flaksid paralisis.

GBS dapat dibedakan berbagai jenis tergantung dari kerusakan yang terjadi. Bila selubung

myelin yang menyelubungi akson rusak atau hancur , transmisi sinyal saraf yang

melaluinya akan terganggu atau melambat, sehingga timbul sensasi abnormal ataupun

kelemahan. Ini adalah tipe demyelinasi; dan prosesnya sendiri dinamai demyelinasi

primer.

Akson merupakan bagian dari sel saraf 1, yang terentang menuju sel saraf 2. Selubung

myelin berbentuk bungkus, yang melapisi sekitar akson dalam beberapa lapis.

Pada tipe aksonal, akson saraf itu sendiri akan rusak dalam proses demyelinasi sekunder;

hal ini terjadi pada pasien dengan fase inflamasi yang berat. Apabila akson ini putus,

sinyal saraf akan diblok, dan tidak dapat ditransmisikan lebih lanjut, sehingga timbul

kelemahan dan paralisis pada area tubuh yang dikontrol oleh saraf tersebut. Tipe ini terjadi

paling sering setelah gejala diare, dan memiliki prognosis yang kurang baik, karena

Page 39: gbs+fix

regenerasi akson membutuhkan waktu yang panjang dibandingkan selubung myelin, yang

sembuh lebih cepat.

Tipe campuran merusak baik akson dan myelin. Paralisis jangka panjang pada penderita

diduga akibat kerusakan permanen baik pada akson serta selubung saraf. Saraf-saraf

perifer dan saraf spinal merupakan lokasi utama demyelinasi, namun, saraf-saraf kranialis

dapat juga ikut terlibat.

Perubahan patologi mengikuti pola yang tetap : infiltarsi limfosit terjadi dalam ruang

perivaskular yang berdekatan dengan saraf tersebut dan menjadi fokus degenerasi mielin.

Sel kornu anterior medulla spinalis dan nukleus motorik saraf kranialis juga dapat terkena

sebagai perluasan inflamasi secara proksimal dari akson saraf perifer

Demielinisasi akson saraf perifer menyebabkan timbulnya gejala positif dan negatif.

Gejala positif adalah nyeri dan paraestesia yang berasal dari aktivitas impuls abnormal

dalam serat saraf sensoris. Gejala negatif adalah kelemahan atau paralisis otot, hilangnya

refleks tendon akibat dari akson motorik dan menurunnya sensasi akibat dari kerusakan

serabut saraf sensorik. Sistem saraf otonom juga dapat terkena dan menimbulkan gejala

seperti; hipotensi postural, sinus takikardia dan tidak ada kemampuan untuk berkeringat.

Bila saraf kranial terlibat, paralisis akan menyerang otot facial, okular dan orofaringeal.

Page 40: gbs+fix

7. Sub-Tipe GBS

Acute Inflamatory Demyelinating Polyneuropathi (AIDP)

Merupakan bentuk yang paling sering ditemukan dan sering di sinonimkan dengan

GBS. AIDP paling sering disebabkan oleh infeksi bakteri dan virus. Disebabkan oleh

respon autoimun yang menyerang sel schwann. Pada umumnya gejala akan membaik

dengan remyelinisasi.

Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN)

Merupakan gangguan motorik murni yang memiliki prevalensi tinggi pada anak-anak.

AMAN pada umumnya ditandai dengan kelemahan simetris dalam waktu yang cepat

dan berlanjut pada kegagalan napas. Hal ini disebabkan oleh karena respon autoimun

yang menyerang aksoplasma saraf perifer. Hampir 70-75% dari pasien seropositif untuk

Campylobacter. Pasien biasanya memiliki titer antibodi yang tinggi untuk Gangliosida

(yaitu; GM1, GD1a, GD1b).

Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)

Penyakit akut yang berbeda dengan AMAN, pada AMSAN saraf dan radiks sensorik

juga terkena. AMSAN sering terjadi pada orang dewasa. AMSAN sering muncul

dengan gejala berupa disfungsi motorik dan sensorik yang berat. Atrofi otot merupakan

karakterisitik dari AMSAN dan pemulihan AMSAN lebih buruk dibanding AMAN dan

sering tidak sempurna.

Miller-Fisher Syndrome (MFS)

Merupakan varian GBS yang paling jarang terjadi dan bermanifestasi sebagai paralisis

desendens, berlawanan dengan GBS yang biasanya terjadi. MFS merupakan sindroma

klinik yang memiliki trias klasik berupa; ataxia, areflexia, opthalmoplegia.

Opthalmoplegi akut merupakan manifestasi klinik yang utama, pasien mungkin juga

mengalami kelemahan ekstremitas yang ringan, ptosis, facial palsy serta bulbar palsy.

Anti-GQ1b antibodi yang menonjol di MFS, dan memiliki spesifisitas yang relatif

tinggi dan sensitivitas untuk penyakit ini. konsentrasi padat dari ganglioside GQ1b

ditemukan dalam nervus oculomotorius, troklearis, dan abducens, yang dapat

menjelaskan hubungan antara anti-GQ1b antibodi dan ophthalmoplegia. Proses

penyembuhan pada umumnya terjadi selama 1 – 3 bulan.

Acute Panautonomic Neuropathy

Merupakan varian GBS yang paling jarang terjadi. Penyakit ini meyerang sistem saraf

otonom simpatis dan parasimpatis. Gejalanya berupa; postural hipotensi yang berat,

retensis vesika urinaria dan gastrointestinal, anhidrosis, penurunan salivasi dan

Page 41: gbs+fix

lakrimasi dan abnormalitas pupil. Sistem cardiovaskular seringkali terlibat dan disritmia

sangat signifikan menyebabkan terjadian kematian. Pemulihan terjadi secara bertahap

dan sering tidak komplit.

Pure sensory GBS

Merupakan penyakit yang ditandai dengan hilangnya fungsi sensorik dengan onset

yang cepat dan arefleksia yang simetris. Pada pungsi lumbal didapatkan disosiasi

sitoalmbumin di dalam CSF. EMG menunjukkan gambaran yang khas berupa proses

demielinisasi yang terjadi di saraf perifer.

8. Keluhan Utama

Keluhan utama penderita adalah prestasi pada ujung-ujung ekstremitas, kelumpuhan

ekstremitas atau keduanya. Kelumpuhan bisa pada kedua ekstremitas bawah saja atau

terjadi serentak pada keempat anggota gerak.

9. Gejala Penyakit

Kelemahan (paralisis)

Manifestasi klinis utama adalah kelemahan otot-otot ekstremitas tipe lower motor

neuron Pada sebagian besar penderita kelemahan dimulai dari kedua ekstremitas bawah

kemudian menyebar secara asenderen ke badan, anggota gerak atas dan saraf kranialis.

Kadang-kadang juga bisa keempat anggota gerak dikenai secara serentak, kemudian

menyebar ke badan dan saraf kranialis. Kelumpuhan otot-otot ini simetris dan diikuti

oleh hiporefleksia atau arefleksia. Biasanya derajat kelumpuhan otot-otot bagian

proksimal lebih berat dari bagian distal, tapi dapat juga sama beratnya, atau bagian

distal lebih berat dari bagian proksimal. Hal yang sama juga terjadi, bila proses

kerusakan selaput myelin terjadi pada tingkat akar saraf thoracal, karena akan terjadi

kelemahan otot-otot pernafasan yakni: otot intercostal. Bahkan bila menyerang tingkat

cervical, diafragma mengalami gangguan juga, akibatnya bahkan semakin rumit, oleh

karena ekspansi dada berkurang. Hal ini berakibat berkurangnya kapasitas vital paru

yang berujung pada kegagalan napas, kemampuan batukpun menurun, sehingga

kemampuan untuk membersihkan saluran pernafasan menjadi berkurang. Hal tersebut

disebabkan terjadinya kerusakan akson motorik.

Gangguan sensibilitas (Parestesia dan Nyeri)

Page 42: gbs+fix

Parestesia biasanya lebih jelas pada bagian distal ekstremitas, bagian wajah juga bisa

dikenai dengan distribusi sirkum-oral. Defisit sensoris objektif biasanya minimal dan

sering dengan distribusi seperti pola kaus kaki dan sarung tangan. Sensibilitas

ekstroseptif lebih sering dikenal dari pada sensibilitas proprioseptif. Rasa nyeri otot

sering ditemui seperti rasa nyeri setelah melakukan suatu aktifitas fisik. Rasa nyeri

sering timbul pada daerah pinggang bawah dan bokong, namun dapat juga terjadi di

daerah paha dan pundak. Parastesia terjadi karena aktivitas impuls abnormal dari saraf

sensoris yang rusak atau terjadi “cross-talk” listrik antara akson yang rusak.

Gangguan saraf kranialis

Saraf kranialis yang paling sering dikenal adalah N.VII. Kelumpuhan otot-otot muka

sering dimulai pada satu sisi (asimetris) tapi kemudian segera menjadi bilateral,

sehingga bisa ditemukan berat antara kedua sisi. Semua saraf kranialis bisa dikenai

kecuali N.I dan N.VIII. Diplopia bisa terjadi akibat terkenanya N.III, N.IV, dan N.VI

Bila N.IX, N.X, dan N.XI terkena akan menyebabkan gangguan berupa sukar menelan,

disfonia dan pada kasus yang berat menyebabkan kegagalan pernafasan karena paralisis

n. laringeus.

Gangguan fungsi otonom

Gangguan fungsi otonom dijumpai pada 25 % penderita GBS dan mencakup saraf

simpatis dan parasimpatis. Apabila kerusakan selaput myelin mencapai tulang belakang

tingkat thoracal (T1-L2), maka akan terjadi juga gangguan saraf otonom simpatik dan

apabila gangguan selaput myelin mencapai nervus vagus (N.X) akan terjadi gangguan

parasimpatik, hal ini karena saraf tepi otonom berakar dari akar saraf yang keluar dari

antara tulang belakang thoracal dan nervus vagus. Gangguan tersebut berupa sinus

takikardi atau lebih jarang sinus bradikardi, muka jadi merah (facial flushing),

hipertensi atau hipotensi yang berfluktuasi, hilangnya keringat atau episodic profuse

diaphoresis. Retensi urin atau inkontinensia urin jarang dijumpai. Gangguan otonom ini

jarang yang menetap lebih dari satu atau dua minggu.

10. Pemerikaan Fisik (Khas)

Pemeriksaan reflex tendon à hiporefleks atau arefleks. Kelumpuhan otot terjadi

secara simetris. Kelumpuhan terjadi karena kerusakan saraf tepi.

Page 43: gbs+fix

Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma

ini adalah melalui mekanisme imunlogi. Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa

merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah:

- didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (celi mediated

immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi.

- adanya autoantibodi terhadap sistem saraf tepi

- didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada

pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi.

Proses demyelinisasi saraf tepi pada GBS dipengaruhi oleh respon imunitas seluler

dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yang paling

sering adalah infeksi virus.

Pemeriksaan saraf sensorik dan motorik à parastesi yang lebih jelas pada bagian

distal ekstremitas. Muka juga bisa dikenai dengan distribusi sirkumoral. Deficit

sensoris objektif biasanya minimal dan sering dengan distribusi seperti Glove-

Stocking Phenomena.

Pemeriksaan masing-masing fungsi saraf kranialis, biasanya ditemukan: kelumpuhan

otot-otot muka akibat kerusakan N.VII, diplopia akibat kerusakan N. III, IV, dan VI ,

gangguan menelan akibat kerusakan N.X, disfoni, kegagalan pernafasan karena

paralisis nervus laringeus.

Pemeriksaan tekanan darah: hipertensi atau hipotensi yang berfluktuasi.

Pemeriksaan mata: papiledem, penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Diduga

karena peninggian kadar protein dalam cairan otot yang menyebabkan penyumbatan

vili arachoidales sehingga absorbs cairan otak berkurang.

11. Pemeriksaan Laboratorium

Gambaran laboratorium yang paling menonjol adalah peningkatan kadar protein di dalam

cairan otak yang mencapai 0,5 mg% ( 100 - 1000 mg/dl) tanpa diikuti peningkatan jumlah

sel (pleiositosis) dalam cairan otak, keadaan ini disebut dengan disosiasi sito-albumin.

Peninggian kadar protein dalam otak ini dimulai pada minggu ke 1 – 2 dari onset penyakit

dan mencapai puncaknya setelah 3 – 6 minggu. Jumlah sel mononuklear (leukosi) < 10

sel/mm3. Protein likuor yang normal tidak menyingkirkan adanya GBS, sebab pada 10 %

kasus protein tetap normal. Pada darah tepi, didapati leukositosis polimorfonuklear sedang

dengan pergeseran ke bentuk yang imatur, limfosit cenderung rendah selama fase awal dan

Page 44: gbs+fix

fase aktif penyakit. Pada fase lanjut, dapat terjadi limfositosis; eosinofilia jarang ditemui.

Laju endap darah dapat meningkat sedikit atau normal, sementara anemia bukanlah salah

satu gejala.Immunoglobulin serum dapat meningkat.

12. Pemeriksaan Penunjang

EKG

- Gelombang T yang mendatar atau terbalik

- Peninggian kompleks QRS

- Deviasi sumbu ke kiri

- Penurunan segmen ST

- Memanjangnya interval QT

- Kelainan ini dapat terjadi pada keadaan tekanan darah normal dan tidak ada

hubungannya dengan derajat kelumpuhan.

Kecepatan Hantar Saraf (KHS)

Manifestasi elektrofisiologis yang khas dari GBS terjadi akibat demyelinasi saraf,

antara lain prolongasi masa laten motorik distal (menandai blok konduksi distal) dan

prolongasi atau absennya respon gelombang F (tanda keterlibatan bagian proksimal

saraf), blok hantar saraf motorik, serta berkurangnya KHS. Pada 90% kasus GBS yang

telah terdiagnosis, KHS kurang dari 60% normal.

EMG

menunjukkan berkurangnya rekruitmen motor unit Dapat pula dijumpai degenerasi

aksonal dengan potensial fibrilasi 2-4 minggu setelah onset gejala, sehingga ampilitudo

CMAP dan SNAP kurang dari normal. Derajat hilangnya aksonal ini telah terbukti

berhubungan dengan tingkat mortalitas yang tinggi serta disabilitas jangka panjang pada

pasien GBS, akibat fase penyembuhan yang lambat dan tidak sempurna. Sekitar 10%

penderita menunjukkan penyembuhan yang tidak sempurna, dengan periode

penyembuhan yang lebih panjang (lebih dari 3 minggu) serta berkurangnya KHS dan

denervasi EMG.

Pemeriksaan patologi anatomi

umumnya didapati pola dan bentuk yang relatif konsisten; yakni adanya infiltrat

limfositik mononuklear perivaskuler serta demyelinasi multifokal. Pada fase lanjut,

infiltrasi sel-sel radang dan demyelinasi ini akan muncul bersama dengan demyelinasi

segmental dan degenerasi wallerian dalam berbagai derajat Saraf perifer dapat terkena

pada semua tingkat, mulai dari akar hingga ujung saraf motorik intramuskuler,

Page 45: gbs+fix

meskipun lesi yang terberat bila terjadi pada ventral root, saraf spinal proksimal, dan

saraf kranial. Infiltrat sel-sel radang (limfosit dan sel mononuclear lainnya) juga

didapati pada pembuluh limfe, hati, limpa, jantung, dan organ lainnya.

13. Gambaran Patologi

Pada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran pembengkakan saraf tepi.

Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada saraf tepi. Perubahan pertama berupa

edema yang terjadi pada hari ke tiga atau ke empat, kemudian timbul pembengkakan dan

iregularitas selubung myelin pada hari ke lima, terlihat beberapa limfosit pada hari ke

sembilan dan makrofag pada hari ke sebelas. poliferasi sel schwan pada hari ke tigabelas.

Perubahan pada myelin, akson, dan selubung schwan berjalan secara progresif, sehingga

pada hari ke enampuluh enam, sebagian radiks dan saraf tepi telah hancur. Asbury dkk

mengemukakan bahwa perubahan pertama yang terjadi adalah infiltrasi sel limfosit yang

ekstravasasi dari pembuluh darah kecil pada endoneural dan epineural. Keadaan ini segera

diikuti demyelinisasi segmental. Bila peradangannya berat akan berkembang menjadi

degenerasi Wallerian. Kerusakan myelin disebabkan makrofag yang menembus membran

basalis dan melepaskan selubung myelin dari sel schwan dan akson.

14. Kriteria Diagnostik

Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah criteria dari National Institute of

Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS), yaitu:

1. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis:

Terjadinya kelemahan yang progresif

Hiporefleksi

2. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB:

a. Ciri-ciri klinis:

Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat, maksimal dalam 4

minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80% dalam 3 minggu, dan

90% dalam 4 minggu.

Relatif simetris

Gejala gangguan sensibilitas ringan

Gejala saraf kranial ± 50% terjadi parese N VII dan sering bilateral. Saraf otak

lain dapat terkena khususnya yang mempersarafi lidah dan otot-otot menelan,

Page 46: gbs+fix

kadang < 5% kasus neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak

lain.

Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti, dapat

memanjang sampai beberapa bulan.

Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural, hipertensi dan

gejala vasomotor.

Tidak ada demam saat onset gejala neurologis

b. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:

Protein CSS. Meningkat setekah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan pada

LP serial.

Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3

Varian:

- Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala

- Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3

c. Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosa:

Perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan

hantar kurang 60% dari normal

15. Diagnosis Banding

Gejala klinis SGB biasanya jelas dan mudah dikenal sesuai dengan criteria diagnostik dari

NINCDS, tetapi pada stadium awal kadang-kadang harus dibedakan dengan keadaan lain,

seperti:

Miastenia gravis akut, tidak muncul sebagai paralisis asendens, meskipun terdapat

ptosis dan kelemahan okulomotor. Otot mandibula penderita GBS tetap kuat,

sedangkan pada miastenia otot mandibula akan melemah setelah beraktivitas; selain

itu tidak didapati defisit sensorik ataupun arefleksia.

Thrombosis arteri basilaris, dibedakan dari GBS dimana pada GBS, pupil masih

reaktif, adanya arefleksia dan abnormalitas gelombang F; sedangkan pada infark

batang otak terdapat hiperefleks serta refleks patologis Babinski.

Paralisis periodik, ditandai oleh paralisis umum mendadak tanpa keterlibatan otot

pernafasan dan hipo atau hiperkalemia.

Page 47: gbs+fix

Botulisme, didapati pada penderita dengan riwayat paparan makanan kaleng yang

terinfeksi. Gejala dimulai dengan diplopia disertai dengan pupil yang non-reaktif pada

fase awal, serta adanya bradikardia; yang jarang terjadi pada pasien GBS.

Tick paralysis, paralisis flasid tanpa keterlibatan otot pernafasan; umumnya terjadi

pada anak-anak dengan didapatinya kutu (tick) yang menempel pada kulit.

Porfiria intermiten akut, terdapat paralisis respiratorik akut dan mendadak, namun

pada pemeriksaan urin didapati porfobilinogen dan peningkatan serum asam

aminolevulinik delta.

Neuropati akibat logam berat; umumnya terjadi pada pekerja industri dengan riwayat

kontak dengan logam berat. Onset gejala lebih lambat daripada GBS.

Cedera medulla spinalis, ditandai oleh paralisis sensorimotor di bawah tingkat lesi dan

paralisis sfingter. Gejala hamper sama yakni pada fase syok spinal, dimana refleks

tendon akan menghilang.

Poliomyelitis, didapati demam pada fase awal, mialgia berat, gejala meningeal, yang

diikuti oleh paralisis flasid asimetrik.

Mielopati servikalis. Pada GBS, terdapat keterlibatan otot wajah dan pernafasan jika

muncul paralisis, defisit sensorik pada tangan atau kaki jarang muncul pada awal

penyakit, serta refleks tendon akan hilang dalam 24 jam pada anggota gerak yang

sangat lemah dalam melawan gaya gravitasi.

DD untuk fase awal GBS: Mielitis akut, Poliomyelitis anterior akut, Porphyria intermitten

akut, Polineuropati post difteri.

16. Penatalaksanaan

Pada sebagian besar penderita dapat sembuh dengan sendirinya. Pengobatan secara umum

bersifat suportif. Selain pengobatan secara umum, ada juga pengobatan yang bersifat

spesifik yang bertujuan untuk mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat

penyembuhan melalui sistem imunitas. Selain terapi yang telah tercantum diatas,

rehabilitasi medik juga diperlukan untuk mengembalikan keadaan dan fungsi tubuh pasien

seperti sebelum sakit. Terapi yang dilakukan secara dini setelah timbulnya onset akan

mempengaruhi prognosis jangka panjang. Pasien yang telah terdiagnosa GBS harus

dirawat dirumah sakit untuk pemantauan secara ketat sampai penyakit mencapai fase

plateu.

Terapi Suportif

Page 48: gbs+fix

Penanganan terapeutik awal bersifat suportif yang terfokus pada dukungan ventilasi,

tekanan darah, fungsi jantung, nutrisi dan pencegahan infeksi.

Pada beberapa literatur dikatakan, bahwa dapat dilakukan pemeriksaan forced vital

capasity (FVC), karena pemeriksaan ini juga dianggap dapat menuntun penyusunan

terapi. Jika FVC kurang dari 20 mL/kg, pasien direkomendasikan untuk dirawat di ICU,

dan bila FVC < 15 mL/kg, pasien dianjurkan untuk diintubasi. Literatur lain

mengatakan bahwa apabila FVC < 18 mL/kg atau saturasi oksigen kurang dari < 70

mmHg maka perlu dipertimbangkan tindakan trakeotomi pada pasien yang telah

mengalami kegagalan napas dalam waktu yang lama dan terutama pada pasien yang

telah menggukan ventilasi mekanik lebih dari 2 minggu.

Pemantaun tekanan darah dan fungsi jantung penting untuk menilai keadaan umum

yang dapat mengancam jiwa. Pemberian obat anti-hipertensi pada pasien dengan sistem

saraf otonom yang tidak stabil harus hati-hati karena perubahan hemodinamik yang

berhubungan dengan disfungsi otonom biasanya hanya sementara.

Pemberian nutrisi secara enteral atau parenteral diperlukan untuk memenuhi gizi pada

pasien yang menggunakan ventilasi mekanik atau pada pasien tanpa bantuan ventilasi

mekanik tetapi mengalami disfagia yang berat.

Pencegahan komplikasi akibat immobilitas juga diperlukan. Heparin berat molekul

rendah dan thromboguard sering digunakan untuk pencegahan terhadap deep vein

thrombosis (DVT) dan emboli pulmonal. Sering merubah posisi tubuh berguna untuk

mencegah terjadinya kontraktur sendi dan ulkus dekubitus

Penggunaan analgesia untuk mengurangi rasa nyeri mungkin diperlukan, yaitu

penggunaan AINS atau acetaminofen. Terapi modalitas seperti TENS (Transcutaneous

Electrical Nerve stimulation) dapat digunakan untuk mengatasi myalgia.

Terapi Spesifik

Pengobatan medikamentosa pada saat ini terutama ditujukan pada imunomodulasi.

Menurut petunjuk guideline dari American Academy of Neurology (AAN), maka

pengobatan GBS yang dimulai secara dini dalam waktu 2 – 4 minggu setelah gejala

pertama timbul, dapat mempercepat waktu penyembuhan. Hanya plasmaferesis (plasma

exchange therapy) dan imunoglobulin intravena (IVIg 7s) yang terbukti efektif. Kedua

modalitas pengobatan ini telah terbukti dapat memperpendek waktu penyembuhan

sampai 50 %. Efektivitas ke 2 regimen pengobatan itu hampir sama dan komparabel.

Plasmaferesis secara historis dan case control studies terbukti menurunkan beratnya

penyakit dan gejala-gejalanya dan memperpendek durasi GBS, namun efeknya biasanya

Page 49: gbs+fix

tidak segera dan tidak dramatis. Plasmaferesis berguna untuk mengeluarkan

autoantibodi, kompleks imun serta konstituen yang bersifat sitotoksik. Plasmaferesis

sebaiknya diberikan secepat mungkin pada penderita GBS yang tidak dapat berjalan

tanpa bantuan. Plasma yang akan diganti dalam 4 – 5 kali plasmaferesis yang dilakukan

dalam jangka waktu 7 – 10 hari seluruhnya adalah kira-kira 200 - 250 cc/kgbb. Harus

dipakai suatu alat dengan pengaliran yang terus-menerus (continuous flow machine),

dan cairan pengganti plasma yang dipakai adalah albumin 5%. plasmaferesis dilakukan

di vena perifer dan bisa juga dilakukan didaerah subklavia. Komplikasi yang bisa

timbul adalah instabilitas otonom, hiperkalsemia dan perdarahan karena faktor

pembekuan ikut dihilangkan.

Imunoglobulin intravena (IVIG 7s) digunakan untuk memperbaiki aspek klinis dan

imunologis dari GBS dan mengurangi produksi autoantibodi dan meningkatkan

pelarutan dan penyingkiran kompleks imun. IVIg menetralisir antibodi mielin yang

bersirkulasi melalui antibodi anti idiotipik dan men- down-regulate sitokinin pro-

inflamatoir termasuk interferon gamma (IFN-γ). Selain itu juga memblok kaskade

komplemen dan mempromosikan terjadinya remielinisasi. Dosis dewasa adalah 0,4

g/kg/hari selama 5 hari atau cara lain dengan pemberian 2g/kg IVIg yang diberikan

sekaligus sebagai dosis tunggal. pemberian dengan pompa infus (infusion pump) dan

bila perlu diulang setelah 4 minggu. Kontraindikasi adalah hipersensitivitas terhadap

regimen ini dan defisiensi IgA dan antibodi anti IgE / IgG. Sebaiknya tidak diberikan

pada wanita hamil. pemberian IVIg dapat meninggikan viskositas serum dan ada

kemungkinan terjadinya kejadian tromboembolik, dan infus tersebut juga meninggikan

risiko terjadinya serangan migren, dan bisa terjadi aseptik meningitis (10%), urtikaria,

pruritus atau petechiae yang bisa terjadi 2-5 hari post-infus sampai 30 hari. Juga ada

peningkatan risiko terjadinya nekrosis renal tubuler pada manula, dan pada penderita

diabetes, juga bila ada penyakit ginjal sebelumnya.

Rehabilitasi Medik

Program rehabilitasi medik bertujuan untuk mengurangi defisit fungsional neurologis

dan mengurangi disabilitas yang ditimbulkan oleh GBS.

Pada fase awal GBS pasien mungkin tidak dapat sepenuhnya berpartipasi dalam

fisioterapi aktif, oleh sebab itu dilakukan fisioterapi pasif berupa ROM exercise (Range

of Motion) yang berguna untuk mencegah terjadinya pemendekan serabut otot dan

kontraktur sendi. Selain itu, pergantian posisi tubuh juga diperlukan untuk mencegah

terjadinya ulkus dekubitus. Fisioterapi aktif yang berguna untuk melatih kekuatan otot

Page 50: gbs+fix

secara aktif dilakukan secara perlahan – lahan. Selama melakukan fisioterapi,

ketidakstabilan hemodinamik dan intensitas latihan harus diperhatikan karena latihan

yang berlebihan dapat meningkatkan kelemahan otot.

Terapi bicara bertujuan untuk melatih berbicara dan meningkatkan kemampuan

mengunyah pada pasien yang mengalami kelemahan orofaringeal yang berat yang

ditandai dengan disarthria dan disphagia.

fisioterapi pasif pada sistem respirasi hanya bisa dilakukan dengan bantuan ventilator

atau manual hyperinflation. Dengan terpenuhinya volume sesuai dengan kapasitas vital

paru, maka pertukaran gas dalam alveoli meningkat dan mampu memenuhi kebutuhan

ventilasi. Dengan demikian bila kekuatan otot intercostal sudah kembali membaik,

rongga dada sudah siap kembali mengembang. Oleh karena tekanan positif yang

diberikan lewat ventilator atau manual hyperinflation bisa memberikan efek samping,

maka latihan aktif harus segera diberikan. Latihan aktif berupa latihan nafas melalui

dada dan perut serta latihan batuk yang berguna untuk mengeluarkan sekresi yang

menumpuk dalam paru dan saluran nafas. Apabila pasien belum mampu batuk, dalam

mengeluarkan sekresi dapat dibantu dengan ventilator atau manual hyperinflation yang

diatur dengan teknik tertentu, di mana panjang ekspirasi diperpendek, sehingga

kecepatan udara yang keluar pada waktu ekspirasi bisa meningkat. Dengan demikian

sekresi saluran nafas bisa dikeluarkan.

Problem sensasi pada pasien SGB yang muncul adalah rasa terbakar, kesemutan, rasa

tebal atau nyeri. Tidak banyak yang bisa dilakukan untuk mengurangi ketidaknyamanan

akibat rasa tebal, rasa terbakar dan rasa kesemutan. Secara teori rasa nyeri bisa

dikurangi dengan pemberian TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation).

17. Komplikasi

Page 51: gbs+fix

18. Prognosis

Prognosis GBS sulit untuk diprediksi karena terdapat variasi outcome yang sangat luas.

Beberapa faktor yang dapat menunjukkan prognosis yang buruk adalah usialanjut, tingkat

keparahan GBS pada awal penyakit, blok konduksi pada pemeriksaan KHS dan penurunan

vital capacity lebih dari 20%.Sistem skoring prognostik (The Erasmus GBS Outcome

Score (EGOS) kini digunakan untuk menilai prognosis. Skor ini terdiri dari GBS disability

score saat 2 minggu setelahmasuk RS, ada atau tidak nya kejadian diare seblumnya, dan

usia saat onset, untuk menentukan kecenderungan untuk dapat berjalan tanpa bantuan 6

bulan setelah GBS. Untuk menghitung EGOS, satu poin diberikan untuk tiap GBS

disability score (yaitu 1 sampai 5). Poin yang ditambahkan ke GBS dissability score adalah

: 1 poin untuk usia di atas 60 tahun, 0.5 poin untuk usia 41-60 tahun dan tidak ada poin

untuk usia 40 tahun atau kurang. Satu poin ditambahkan jika ada riwayat diare. Jika nilai

EGOS sama dengan 3, data menunjukkan bahwa terdapat <5% kemungikanan tidak

berjalan tanpa bantuan saat 6 bulan, jika EGOSbernilai 4, kemungkinannya ~ 7%; jika

nilai EGOS 5 kemungkinannya ~ 25%; jika nilaiEGOS 6 kemungkinannya ~ 55% dan jika

nilai EGOS 7 kemungkinan untuk tidak berjalan tanpa bantuan setelah 6 bulan adalah ~

85%.