gbs+fix
TRANSCRIPT
SOCA
(Student Oral Case Analysis)
“Guillain Barre Syndrome”
1. ANATOMI SISTEM SARAF PERIFER
Sistem saraf perifer tediri atas:
1. Nervi spinalis
2. Nervi cranialis
3. Susunan saraf otonom
1. Nervi Spinalis
Dari sulcus Postero Lateralis & Antero Lateralis muncul akar rambut saraf yang akan
berkumpul ke lateral sebagai Radix Spinalis à Nn. Spinalis
N. Spinalis keluar melalui Foramina Intervertebrace
Jumlah : 31 pasang
Semua akar rambut berjalan dalam Sputum Sub arachnoid.
Tujuh saraf Cervical I mendapat nama menurut Vert. yang langsung diatas tempat
keluarnya melalui Foramina intervert. misalnya C III à berjalan diantara For. Int II
– III
Saraf Spinal lain diberi nama menurut Vertebra yang terdapat dibawah tempat
keluarnya
Tiap N.Spinalis mempunyai :
Radix Dorsalis à terdiri atas serabut sensorik menuju Reseptor. Radix Dorsalis
somatik & visceral mengandung Gl.Spinalis.
R.Ventralis à serabut Eferen. Badan sel terletak dalam Subs Grisea, terdiri atas
serabut motorik somatik & visceral
Jadi nervi spinalis berfungsi untuk sifat sensoris (rasa suhu + nyeri + rasa ruang) dan
sifat sensoris untuk gerakan.
Distal dari tempat munculnya saraf spinal di columna vertebra saraf ini akan
bercabang :
R. Dorsalis à Otot Intrinsik punggung
R. Ventralis à Saraf Perifer & Plexus
R.CommunicansàTruncus symphaticus
R. Meninges à Meningen & A & V
Ramus ventralis N.spinalis membentuk plexus distal dari tempat munculnya:
Pl.Cervicalis (R.ant. C1–C4) à mensyarafi leher & bagian belakang kepala.
Bersifat sensoris.
Pl.Brachialis (C5 – Th-1) à anggota badan atas
Pl.lumbosacralis: - Pl. Lumbalis (Th12 – L4)
Pl.Sacralis (L4 – S4)
Mempersarafi extremitas Inferior dan perineum.
Di Thoracal tetap teratur segmental sebagai Nervi intercostales bercabang 2 :
- rami lateralis à sensoris
- rami ventralis à sensoris + motoris
-
Sistem Saraf Perifer Membri Superior
1. Plexus cervicalis
Cabang Plexus Cervicalis:
Cabang Profundus = ramus dorsalis à menuju ke otot leher à sifat motoris
1. M. sternocleimomastoideus : C:2-3
2. M. trapezius }
3. M. levator scapulae } C:3-4
4. Mm. scaleni }
5. Mm. prevertebrale (Mm. Rectus & Splenius capitis) à C:1-4
6. Mm. infrahyoidei (ansa cervicalis)àC1-3 + Diaphragma ( nervus phrenicus)
à C3-5 + Rami communicans dengan saraf otak à N. X, XI, & XII + Truncus
sympathecicus
2. Plexus Brachialis
Plexus brachialis mempersarafi lengan: Anyaman rami ventralis nervi spinalis
C5-Th1
• Sifat multi segmental campur sensoris + motoris
• mempersarafi lengan
MS
C5
C6
C7
C8
T1
Medius
Inferior
Lateralis
Medialis
Superior
Nervus :Fasciculus:Truncus:Radix:
N.MusculocutaneusM.Pectoralis lateralis
N.suprascapularis
N.thoracodorsalis
N.AxillarisN.Radialis
Posterior
N.Pectoralis medialisN.Cutaneus brachii medialis
N.Cutaneus antebrachii medialis
N.Ulnaris
N. Medianus
Sistem Saraf Perifer Membri Inferior
1. Plexus lumbalis (cabang ventral T12 à L1-L4)
Rami ventrales plexus lumbalis :
- N. Femoralis
- N. Lumbo-inguinalis
- N. Cutaneous femoralis lateralis
- N. Obturatorius dan N. Obturatorius lateralis
Memberikan 2 cabang utama :
N. Femoralis: ke M .quadriceps femoris dan M. Sartorius
Mempersarafi otot dan kulit tungkai atas.
Kulit sisi ventral tungkai atas berkahir dengan N. Saphenus mepersarafi regio
infra-patellae dan medial kulit tungkai bawah.
N. Obturatorius
Ramus anterior : M. Adductor longus, M. Adductor brevis, M. Gracilis, M.
Pectineus, dan sisi medial tungkai atas dan bawah serta sendi lutut.
Ramus posterior : M. Obturator internus, M. Adductor magnus, M.Adductor
brevis.
2. Plexus sacralis ( L4-S4)
Cabang terbesar :
N. ischiadicus à bercabang menjadi N. peroneus communis dan N. tibialis à
untuk otot sisi dorsal tungkai atas dan bawah + sensibilitas kulit.
3. Persarafan Tungkai
Berasal dari Plexus lumbalis
Dari rami posteriores N. lumbales & sacrales:
- Nervi clunium superiors
- Nervi clunium media
Dari rami ventrales plexus lumbalis:
- N. femoralis
- N. lumbo-inguinalis
- N. cutaneus femoris lateralis
- N. obturatorius & N. obturatorius accesorius
Berasal dari Plexus sacralis:
- N. gluteus superior
- N. Gluteus inferior
- N. cutaneus femoris posterior
- N. Ischiadicus: N. tibialis, N. peroneus communis (bercabang menjadi N.
peroneus superficialis dan N. peroneus profundus).
4. N. Femoralis
• Mempersarafi otot & kulit tungkai atas: M. quadriceps femoris & M. Sartorius
• Kulit sisi ventral tungkai atas. Berakhir sebagai N. saphenus à mempersarafi
Regio infrapatellae dan kulit tungkai bawah sisi medial.
5. N. Lumboinguinal àMempersarafi kulit region subinguinal.
6. N. Cutaneus femoris lateralis à mempersarafi kulit tungkai atas sisi lateral
7. N. Obturatorius (L3-L4)
Ramus anterior: M. adductor longus, M. adductor brevis, M. gracilis, M.
pectineus, dan cabang kulit: sisi medial tungkai atas dan bawah dan sendi lutut.
Ramus posterior: M. obturator internus, M. adductor magnus, M. adductor
brevis.
8. N. Gluteus Superior à mempersarafi: M. Gluteus medius, M. gluteus minimus,
dan M. tensor fasciae latae.
9. à mempersarafi: M. Gluteus maximus, Rami perinealis à cabang kulit perineum
dan scrotum, dan Rami femoralis & suralis à kulit tungkai atas betis dan tumit.
10. N. Ischiadicus (L4-L5 à S1-2-3)
Di Tungkai atas ada komponen:
• N. Tibialis àM. Semitendinosus, M. Semimembranosus, M. biceps femoris
caput longum
• N. Peroneus communisà M. biceps femoris caput breve
11. N. Peroneus communis
Pada tepi medial M. biceps femoris lalu melingkari capitulum fibulae à
becabang:
N. peroneus superficialis à ke M. peroneus longus & brevis
- Mempersarafi m. peroneus longus dan brevis.
- Mempersarafi kulit tungkai bawah sisi anterolateralis
- cabang akhir: N. cutaneus dorsalis pedis medialis dan intermedius à
inervasi kulit dorsum pedis + jari kaki.
N. peroneus profundus à ke otot-otot ventral tungkai bawah:
- M. tibialis anterior
- M. extensor digitorum longus
- M. extensor hallucis longus àMempersarafi kulit pangkal jari antara jari I
& II.
12. Inervasi Kulit Dorsum Pedis
- N. cutaneus dorsalis pedis medialis & intermedius à dari N. peroneus
superficialis.
- N. cutaneus dorsalis pedis lateralis à dari N. suralis.
- N. saphenus à dari kulit kaki sisi medial.
13. N. Tibialis
Mempersarafi otot-otot dorsal tungkai bawah:
- M. tibialis posterior
- M. flexor digitorum longus
- M. flexor hallucis longus
Di plantar pedis berakhir sebagai:
- N. plantaris medialis à kulit 3 ½ jari sisi medial
- N. plantaris lateralis à kulit 1 ½ jari sisi lateral
2. Nervi Cranialis
Semua Nn.cranialis mempunyai hubungan yang erat dengan batang otak, kecuali
N.olfactorius dan N.opticus. Di dalam batang otak terdapt pola susunan Topografi
Nc.cranialis. Nc. yang mempunyai kwalitas yang sama membentuk kolom-kolom
cranio-caudal di dalam batang otak.
Susunan nervi cranialis:
3. Susunan Saraf Otonom
Tidak dikontrol atas kemauan kita secara sadar. Aktivitasnya dimodulasi oleh susunan
saraf pusat yaitu medulla spinalis dan batang otak, hypothalamus & amygdale, cortex
cerebri. Saraf otonom merupakan bagian susunan saraf yang termasuk visceral motoris
( eferen ) umum à mempersarafi otot polos+otot jantung+ kelenjar.
Susunan saraf otonom terdiri dari komponen aferens dan eferens, masing-masing
terdapat komponen neuron sensoris dan neuron motoris.
Komponen aferens: berperan pada:
1. Refleks otonom
2. Menyalurkan impuls nyeri visceral
3. Regulasi fungsi visceral
Sedangkan komponen eferens berperan terorganisir dalam 2 sistem yaitu:
Susunan saraf symphatis à Thoracolumbal.
Susunan saraf parasymphatis à Craniosacral.
Perbandingan Saraf Simpatis dan Parasimpatis
S
simpatis
P
parasimpatis
P
pusat di thoracolumbal
P
pusat di craniosacral
n
Neuron postganglioner ada di plexus /
truncus simpaticus
N
neuron postganglioner ada di target organ
R
reaksi umum à menambah kewaspadaan
E
efek local
S
stimulasi metabolism jaringan:
Aktivitas otot polos digestivus dan
urinarius dihentikan sementara.
Kontraksi sphincter >>>
Konstriksi pembuluh darah kulit
Aliran darah ke oto jantung, otot
skeletal dan otak >>
Aliran darah >> cepat
Heart rate >> dan tensi >>
S
stimulasi aktivitas visceral:
Aktivitas organ pencernaan >>
Sekresi saliva dan pencernaan >>
Gaster+ otot polos digestivus:
stimulasi peristaltic + defekasi
Tractus urinarius kontraksi: stimulasi
urinasi >>
Relaksasi sphincter
M
mobilisasi energy tubuh:
A
aktivitas menghemat energy:
Pernafasan >> cepat dan dalam
Jalan pernafasan dilatasi
Kewaspadaan mental >>
Merasa badan hangat+keringat >>
Metabolisme >>
Kebutuhan energy minimal
Metabolism <<
Relaksasi badan+menenangkan
H
heart rate << dan tensi <<
N
neurotransmitter:
Preganglioner: Ach
Postganglioner: adrenalis
N
neurotransmitter
Preganglioner: Ach
Postganglioner: Ach
Perjalanan ransang sensorik dan motorik
Jalur sensorik melaui:
1. kolumna dorsal sistem lemniskus medial yang terbagi menjadi fasciculus gracilis
dan fasciculus cuneatus.
2. Tractus spinocerebral yang terbagi menjadi tractus spinocerebral anterior dan
tractus spinocerebral posterior.
3. Sistem anterolateral yang terbagi menjadi tractus spinothalamicus lateral dan
tractus spinothalamicus anterior.
Pada berkas dalam medulla spinalis ditemukan adanya perjalanan ransang motorik dan
sensorik.
Jalan ransangan sensorik yang terkenal dua traktus yaitu:
1. Traktus spinotalamikus à mengantarkan impuls seperti nyeri, sentuhan kasar dan
perubahan tempratur kulit.d imulai dari receptor dan potensial aksi à medula
spinalis, di medula spinalis menyilang melalui traktus Lissauer, bentuknya pendek
dan melintang ke atas à bergabung dengan collum dorsal neuron à naik ke
thalamus untuk di teruskan ke cortex cerebri bagian gyrus postcentralis.
2. Traktus lemnikus medialis à menghantarkan impuls sentuhan halus, getar dan
propioreceptor. Receptor dan potensial aksi à medula spinalis à medula
oblongata melalui fasiculus gracilis à di medula oblongata menyilang pada
decussation lemnikus. Dari situ akan disebut sebagai jalur lemnikus medial
sampai ke thalamus. Di thalamus akan dilanjutakan ke area sensorik atau gyrus
postcentralis.
Jalur motoris berfungsi menyampaikan pesan-pesan dari otak ke neuron eferen:
1. Tractus corticospinalis, yaitu jalur desendens, badan selnya terutama berasal dari
daerah motoris cortex cerebrum dan akson – akson nya berjalan ke bawah untuk
berakhir di corda spinalis pada badan-badan sel neuron motorik eferen yang
mempersarafi otot-otot rangka. spinalis, di decussatio pyramidum à Medulla
spinalis (tractus corticospinalis lateral dan tractus cortico spinalis anterior) à
Radix medulla spinalis à otot (efektor).
2. FISIOLOGI NEURON
Neuron adalah suatu sel saraf dan merupakan unit anatomis dan fungsional system saraf.
Setiap neuron mempunyai badan sel yang mempunyai satu atau beberapa tonjolan.
Dendrite adalah tonjolan yang menghantarkan informasi menuju badan sel. Tonjolan
tunggal dan panjang menghantarkan informasi keluar dari badan sel disebut Axon.
Dendrite dan axon secara kolektif sering disebut sebagai serabut saraf atau tonjolan saraf.
Kemampuan untuk menerima, menyampaikan, dan meneruskan pesan-pesan neural
disebabkan oleh karena sifat khusus membrane sel neuron yang mudah dirangsang dan
dapat menghantarkan pesan elektrokimia.
Neuron dapat diklasifikasikan menurut bentuknya atas neuron unipolar, bipolar, dan
multipolar.
Neuron unipolar hanya mempunyai satu serabut yang dibagi menjadi satu cabang sentral
yang berfungsi sebagai satu akson dan satu cabang perifer yang berguna sebagai satu
dendrite. Jenis neuron ini merupakan neuron-neuron sensorik saraf perifer (misalnya, sel-
sel ganglion cerebrospinalis).
Neuron bipolar mempunyai dua serabut, satu dendrite dan satu akson. Jenis neuron ini
dijumpai dalam epitel olfaktorius, dalam retina mata, dan dalam telinga dalam.
Neuron multipolar mempunyai beberapa dendrite dan satu akson. Jenis neuron ini
merupakan yang paling sering dijumpai pada system saraf sentral (misalnya, sel-sel
mototris pada cornu anterior dan lateralis medula spinalis, sel-sel ganglion otonom).
Neurotransmitter merupakan zat kimia yang disintesis dalam neuron dan disimpan dalam
gelembung sinaptik pada ujung akson. Zat kimia ini dilepaskan dari ujung akson terminal
dan juga direabsorbsi untuk daur ulang. Neurotransmitter merupakan cara komunikasi
antar neuron melepaskan satu transmitter. Zat-zat kimia ini menyebabkan perubahan
permeabilitas sel neuron, sehingga neuron menjadi lebih kurang dapat menyalurkan
impuls. Diketahui atau diduga menjadi lebih kurang dapat menyalurkan impuls. Diketahui
atau diduga terdapat sekitar tigapuluh macam neurotransmitter, diantaranya adalah
Noreephineprin, Acetylcholin, Dopamin, serotonin, asam Gama-Aminobutirat (GABA)
dan Glisin.
Tempat-tempat dimana neuron mengadakan kontak dengan neuron lain atau dengan organ-
organ efektor disebut sinaps. Sinaps merupakan satu-satunya tempat dimana suatu impuls
dapat lewat dari suatu neuron ke neuron lainnya atau efektor. Ruang antara satu neuron
dengan neuron berikutnya (atau organ efektor) dikenal dengan nama celah sinaptik
(synaptic cleft). Neuron yang menghantarkan impuls saraf menuju ke sinaps disebut
neuron prasinaptik. Neuron yang membawa impuls dari sinaps disebut neuron
postsinaptik.
Impuls Saraf
Komponen listrik dari transmisi saraf menangani transmisi impuls di sepanjang neuron.
Permeabilitas membrane sel neuron terhadap ion natrium dan kalium bervariasi dan
dipengaruhi oleh perubahan kimia serta listrik dalam neuron tersebut (terutama
neurotransmitter dan stimulus organ reseptor). Dalam keadaan istirahat, permeabilitas
membrane sel menciptakan kadar kalium intrasel yang tinggi dan kadar natrium intrasel
yang rendah, bahkan pada kadara natrium extrasel yang tinggi. Impuls listrik timbul oleh
pemisahan muatan akibat perbedaan kadar ion intrasel dan extrasel yang dibatasi
membrane sel.
Secara skematis perjalanan impuls saraf diuraikan sebagai berikut:
1. Keadaan listrik pada membrane istirahat (polarized). Extrasel lebih banyak ion
natrium, sebaliknya intrasel lebih banyak ion kalium. Membrane dalam keadaan
relative impermeable terhadap kedua ion.
2. Jika stimulus cukup kuat, potensial aksi akan dialirkan secara cepat ke sepanjang
membrane sel.
3. Repolarisasi: potensial istirahat kembali terjadi. Ion kalium keluar dari dalam sel dan
permeabilitas membrane berubah kembali. Terjadi pemulihan keadaan negative di
dalam sel dan positif di luar sel.
Potensial aksi yang terjadi atau impuls pada saat terjadi depolarisasi dialirkan ke ujung
saraf dan mencapai ujung akson (akson terminal). Saat potensial aksi mencapai akson
terminal akan dikeluarkanlah neurotransmitter, yang melintasi synaps dan dapat saja
merangsang saraf berikutnya.
Timbulnya Kontraksi Otot
Timbulnya kontraksi otot rangka mulai dengan potensial aksi dalam serabut-serabut otot.
Potensial aksi ini menimbulkan arus listrik yang menyebar ke bagian dalam serabut,
dimana menyebabkan dilepaskannya ion-ion kalsium dari reticulum sarkoplasma.
Selanjutnya ion kalsium menimbulkan peristiwa-peristiwa kimia proses kontraksi.
Perangsangan Serabut Otot Rangka Oleh Saraf
Dalam fungsi tubuh normal, serabut-serabut otot rangka dirangsang oleh serabut-serabut
otot rangka dirangsang oleh serabut-serabut saraf besar bermielin. Serabut-serabut saraf ini
melekat pada serabut-serabut otot rangka dalam hubungan saraf otot (neuromuscular
junction) yang terletak di pertengahan otot. Ketika potensial aksi sampai pada
neuromuscular junction, terjadi depolarisasi dari membrane saraf, menyebabkan
dilepaskan Acetylcholin, kemudian akan terikat pada motor end plate membrane,
menyebabkan terjadinya pelepasan ion kalsium yang menyebabkan terjadinya ikatan aktin-
miosin yang akhirnya menyebabkan kontraksi otot. Oleh karena itu potensial aksi menebar
dari tengah serabut kea rah kedua ujungnya, sehingga kontraksi hampir bersamaan terjadi
di seluruh sarkomer otot.
Potensial Berjenjang dan Potensial Aksi
Sel saraf dan otot diketahui sebagai jaringan yang dapat tereksitasi (excitable tissue)
karena keduanya dapat dengan cepat mengubah permeabilitas membrane sehingga
mengalami perubahan potensial membrane sementara apabila tereksitasi.
Terdapat dua macam perubahan potensial:
1. Potensial berjenjang, yang berfungsi sebagai sinyal jarak dekatyang cepat menghilang
dalam rentang jarak yang pendek dari bagian membrane tempat potensial tersebut
dimulai.
2. Potensial aksi, yaitu sinyal jarak jauh.
Selama depolarisasi membrane ke potensial ambang mencetuskan serangkaian perubahan
permeabilitas akibat perubahan konformasi saluran-saluran gerbang voltase. Perubahan
permeabilitas ini menyebabkan pembalikan potensial membrane secara singkat, dengan
influx Na+ sebagai penyebab fase naik (dari -70 mV ke +30 mV), diikuti oleh efluks K+
selama fase turun (dari puncak kembali ke potensial istirahat). Sebelum kembali ke
istirahat, potensial aksi menimbulkan potensial aksi baru yang identik di daerah
sebelahnya melalui aliran arus, sehingga daerah yang sebelumnya inaktif mencapai
ambang. Siklus yang terus-menerus ini berlanjut sampai potensial aksi menyebar ke
seluruh membrane sel tanpa mengalami penyusutan.
Terdapat dua cara perambatan potensial aksi:
1. Hantaran oleh aliran arus local pada saat serat tidak bermielin, dalam hal ini potensial
aksi menyebar di sepanjang setiap bagian membrane; dan
2. Hantaran saltatorik yang lebih cepat di serat bermielin, yaitu impuls melompati
bagian-bagian saraf yang ditutup oleh insulator myelin. Pompa Na+ - K+ secara
bertahap memulihkan ion-ion yang berpindah selama perambatan potensial aksi ke
lokasi semula untuk mempertahankan gradient konsentrasi.
Bagian membrane yang baru saja dilewati oleh potensial aksi tidak mungkin dirangsang
kembali sampai bagian tersebut terasa pulih dari periode refrakternya. Periode refrakter
memastikan perambatan satu-arah potensial aksi menjauhi tempat pengaktifan semula.
Potensial aksi timbul secara maksimal sebagai respons terhadap rangsangan atau tidak
timbul sama sekali. Variasi kekuatan rangsanagn atau tidak timbul samasekali. Variasi
kekuatan rangsangan tercermin bukan oleh variasi kekuatan (besarnya) potensial aksi
tetapi oleh variasi frekuensinya.
Sinaps dan Integrasi Neuron
Cara utama suatu neuron berinteraksi langsung dengan neuron lain adalah melalui suatu
sinaps. Sebuah potensial aksi di neuron prasinaps mencetuskan pengeluaran suatu
neurotransmitter yang berikatan dengan reseptor di neuron pascasinaps. Pengikatan ini
mengubah sel pasca sinaps melalui salah satu dari dua cara:
1. Respons paling khas adalah terbukanya saluran-saluran gerbang-perantara kimia.
Apabila saluran Na+ dan K+ terbuka, fluks-fluks ion yang terjadi menyebabkan EPSP,
suatu depolarisasi kecil yang membawa sel pascasinaps mendekati ambang. Di pihak
lain kemungkinan bahwa neuron pascasinaps akan mencapai ambang lenyap apabila
timbul IPSP, suatu hiperpolarisasi kecil, akibat terbukanya saluran K+ atau Cl-, atau
keduanya.
2. Pada mekanisme sinaps alternative, suatu system perantara kedua intrasel, misalnya
AMP siklik, diaktifkan oleh pengikatan neurotransmitter-reseptor. AMP siklik dapat
menyebabkan pembukaan saluran atau menimbulkan efek yang lebih lama bertahan
pada sel, termasuk mengubah ekspresi genetic sel. Walaupun terdapat sejumlah
neurotransmitter yang berbeda-beda, setiap sinaps selalu mengeluarkan
neurotransmitter yang sama untuk menimbulkan resposn tertentu apabila berikatan
dengan reseptor tertentu. Respon selesai apabila neurotransmitter dibersihkan dari
celah sinaps oleh cara-cara yang spesifik untuk sinaps tersebut.
Banyak neuron juga mengelarkan neuropeptida berukuran lebih besar dan bekerja lebih
lambat dibandingkan neurotransmitter. Neuropeptida befungsi di bagian-bagian non-sinaps
baik di neuron prasinaps maupun neuron pascasinaps untuk meningkatkan atau menekan
efektivitas sinaps.
Jalur-jalur sinaps yang menghubungkan berbagai neuron sangatlah rumit akibat adanya
convergensi masukan neuron dan divergensi keluarannya.biasanya banyak masukan
prasinaps berkonvenrgensi ke sebuah neuron dan secara bersama-sama mengontrol tingkat
eksitabilitas neuron tersebut. Sebaliknya, neuron ini melakukan divergensi untuk sinaps
dengan dan mempengaruhi eksitabilitas banyak neuron lain. Dengan demikian setiap
neuron memiliki tugas untuk menghitung keluaran ke banyak sel lain dari serangkaian
masukan kompleks yang datang kepadanya. Pada setiap saat, bergantung pada kombinasi
sinyal yang ia terima dari berbagai masukan prasianps, suatu neuron dapat berinteraksi
dengan:
1. Melepaskan potensial aksi di sepanjang akson
2. Tetap berada dalam keadaan istirahat dan tidak meneruskan sinyal
3. Mengalami penurunan tingkat eksitabilitas
Apabila aktivitas dominan berada pada masukan eksitatorik, sel pascasinaps kemungkinan
akan terbawa ke ambang dan mengalami potensial aksi. Hal ini dapat terjadi melalui
penjumlahan temporal (EPSP-EPSP dari sebuah masukan prasinaps yang terus-menerus
datang dalam waktu yang hampir bersamaan sehingga saling memperkuat) atau
penjumlahan spasial (menambahkan EPSP-EPSP yang timbul secara simultan dari bebrapa
masukan prasinaps yang berbeda). Karena axon hillock memiliki ambang terendah,
potensial aksi tercertus di sini. Frekuensi potensial aksi mencerminkan besarnya
penjumlahan EPSP. Apabila masukan inhibitorik yang dominan, potensial pascasinaps
akan dibawa semakin menjauhi ambang. Apabila aktivitas eksitatorik dan inhibitorik ke
neuron pascasinaps seimbang, membrane akan tetap berada dalam keadaan istirahat.
3. HISTOLOGI SISTEM SARAF PERIFER
Sistem saraf tepi, selanjutnya disebut SST, tersusun atas akson-akson yang keluar menuju
organ efektor dan diorganisasikan menjadi saraf. Akson SST pada ummnya termielinasi,
sehingga terlihat berwarna putih.
Saraf-saraf tepi terdiri atas serabut-serabut saraf (akson) yang saling berkumpul bersama,
dan disatukan melalui jaringan penyambung, sehingga menghasilkan kumpulan serabut
saraf, disebut dengan fasikulus. Dalam satu fasikel pada umumnya mengandung
persarafan baik sensorik maupun motorik. Beberapa fasikulus membentuk bundel berkas
serat saraf. Bundel berkas serat saraf ini diikat oleh Epineurium, yakni suatu jaringan ikat
yang padat, tidak beraturan, tersusun mayoritas oleh kolagen dan sel-sel fibroblas.
Epineurium menyelimuti beberapa fasikulus yang bersatu membentuk saraf. Di
epineurium pula bisa ditemukan pembuluh darah. Ketebalan epineurium bervariasi, paling
tebal di daerah dura yang dekat dengan SSP, makin tipis hingga percabangan saraf-saraf
ke arah distal.
Perineurium adalah selaput pembungkus satu fasikulus yang tersusun atas jaringan ikat
padat kolagen yang tersusun secara kosentris, serta sel-sel fibroblas. Di bagian dalam
perineurium terdapat pula lapisan sel-sel epiteloid yang direkatkan melalui zonula
okludens; serta dikelilingi oleh lamina basal yang menjadikan suatu barrier (sawar) materi
bagi fasikulus.
Endoneurium adalah lapisan terdalam yang mengelilingi satu akson. Lapisan ini tersusun
ats jaringan ikat longgar (berupa serat retikuler yang dihasilkan oleh sel Schwann yang
bertanggung jawab untuk akson tersebut), sedikit fibroblas, dan serat kolagen. Di daerah
distal akson, endoneurium hampir tidak ada lagi, hanya menyisakan sedikit serat retikuler
yang menyertai basal lamina sel Schwann.
Klasifikasi Neuron (Secara Struktural)
- Neuron unipolar
- Neuron bipolar
- Neuron multipolar
- Neuron pseudounipolar
Klasifikasi Neuron (Secara panjang pendeknya jaras)
- neuron golgi tipe I : disebut juga tipe Deiter. Tipe ini memiliki banyak dendrit dan
sebuah axon yang panjang yang berakhir membentuk percabangan yang komplek
disebut axon terminal atau telodendron.
- neuron golgi tipe II : neuron ini mempunyai banyak dendrit dan sebuh axon yang
pendek dan berakhir tidak jauh dari badan selnya. Umumnya terdapat pada substansia
grisea dan tidak sampai memasuki daerah substansia alba. Axon terminalnya disebut
juga neuropodia.
Klasifikasi Neuron (Secara Fungsional)
- Sel saraf motorik
Berfungsi untuk menghantarkan impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat. Ujung akson
saraf berhubungan dengan saraf asosiasi (intemediate).
- Sel saraf sensorik
Berfungsi untuk mengirim impuls dari sistem saraf pusat ke otot atau kelenjar yang
hasilnya berupa suatu respon. Dendritnya pendek dan berhubungan dengan saraf
asosiasi, sedangkan aksonnya sangat panjang.
- Sel saraf intermediate
Disebut juga dengan saraf asosiasi. Sel saraf ini berfungsi untuk menghubungkan sel
saraf motorik dengan sensorik.
Morfologi Neuron
1. Badan sel saraf/soma
Disebut juga perikarion. Terdapat badan Nissl. Badan Nissl ada dalam RER dan
Ribosom yang nampak bergranula dan bersifat basofilik. Ditemukan di kebanyakan
neuro, terutama neuron motorik. Badan Golgi dan Mitokondria tersebar di badan sel.
Fungsinya menyalurkan impuls saraf dan mengendalikan metabolisme seluruh neuron.
Memiliki nukleus berbentuk bulat dan relatif besar, nukleolus tampak jelas. Terdapat
pigmen lipofusin dan pigmen melanin.
2. Dendrit
Merupakan bagian yang menerima banyak sinaps dan sebagai tempat penerimaan
sinyal. Bercabang-cabang sehingga memperluas daerah penerimaan. Spina dendrit
merupakan daerah ujung dendrit yang kebanyakan menerima sinaps. Perpanjangan
sitoplasma yang biasanya berganda dan pendek, berfungsi untuk menghantarkan impuls
ke seluruh tubuh. Permukaan dendrite penuh dengan neuron dendrite untuk
berhubungan dengan neuron lain, Neuro fibrik dan badan nissl memanjang ke dalam
dendrite.
3. Akson
oleh beberapa neuron. Namun ada juga yang tidak memiliki (neuron-neuron yang ada di
SSP). Membran plasma di akson disebut aksolemma dan isinya disebut aksoplasma.
Pada akson bermielin, daerah titik awal muara akson dengan awal mielinisasi disebut
segmen inisial. Segmen ini sebagai tempat berkumpulnya stimulus yang merangsang
atau menghambat, diputuskan terus atau tidak suatu potensial aksi. Aksoplasma
mengandung mitokondria, mikrotubulus, dan mikrofilamen. Tidak ada RER dan
ribosom sehingga bergantung pada badan sel. Makromolekul dan organel disintesis
dalam badan sel dan diangkut secara kontinyu disepanjang akson ke bagian terminalnya
oleh aliran Anterograd. Ada 3 kecepatan dalam aliran Anterograd:
- Lemah / Lambat : Mengangkut protein dan mikrofilamen
- Sedang : Mengangkut mitokondria
- Cepat (100 kali lebih cepat) : mengangkut neurotransmitter.
Kebalikan dari aliran Anterograd yaitu aliran Retrograd (dari akson menuju badan sel),
biasanya mengangkut virus dan toksin.
Fungsi: menyalurkan impuls dari badan sel ke neuron lain
Origo Akson: akson yang beradal dari badan sel pada akson hillock
4. Sel Schwan
Semua akson di dalam sistem saraf perifer di bingkus dengan lapisan schwan. Akson
besar memilikilapusan dalam disebut myelin akson yang tampak berwrna putih disebut
serabut termielinasi. Dalam system saraf perifer sel schwan melingar dalam bentuk jeli.
Mielin berfungsi sebagai insukator listrik dan mempercepat hantaran saraf. Nodis
ranvier merupakan celah diantara sel schwan yang berdekatan.
Jenis Sinapsis
- Axodendritik
Sinaps yang dibentuk antara axon dengan dendrit, merupakan bentuk sinaps yang paling
banyak.
- Axosomatik
Sinaps yang dibentuk antara axon dengan badan sel.
- Dendrodendritik
Sinaps yang dibentuk antara dendrit dengan dendrit
- Axo-axonik
Sinaps yang dibentuk antara axon dengan axon, merupakan bentuk sinaps yang paling
jarang ditemui.
Sususan Saraf Tepi Secara Mikroskopik
- Jaringan saraf tepi / nervus
Terdiri dari serat saraf dan jaringan penyokong antar serat saraf + pembungkusnya.
Serat saraf = akson + selubung saraf.
Serat saraf terbagi menjadi 2, yaitu; serat saraf bermielin (akson + selubung mielin +
selubung schwann) dan serat saraf tak bermielin / remak (akson + selubung schwann).
Mielinisasi di saraf perifer dilakukan oleh sel schwann.
- Ganglion saraf
Terdiri dari Sel ganglion, jaringan penyokong antar serat saraf + pembungkusnya dan
terdapat juga pembuluh darah.
Ganglion terbagi menjadi 2, yaitu; Ganglion spinalis dan ganglion otonom.
Ganglion spinalis memiliki karakteristik sebagai berikut; neuron pseudounipolar,
extramural, serat saraf bermielin, terdapat sel satelit / sel kapsel, terdapat kapsula
jaringan penyokong, serabut sensoris.
Ganglion otonom memiliki karakteristik sebagai berikut; neuron unipolar, intramural,
serat saraf tak bermielin, mengandung sedikit sel satelit / sel kapsul, tidak terdapat
kapsula jaringan penyokong, serabut parasimpatis.
Neuroglia
Neuroglia berfungsi sebagai jaringan penyokong. Mencakup hampir setengah volume
jaringan otak. Neuroglia dapat bereplikasi sepanjang hayat. Di saraf tepi terdapat 2
neuroglia, yaitu; sel schwann dan sel satelit.
Serabut Saraf Tak Bermyelin
Sel Scwhann membentuk selubung processus sel saraf. Serabut Saraf Tak
Bermyelin atau serabut Remak, merupakan serabut kecil yang tak bermyelin atau hanya
diselubungi satu lapisan myelin. Serabut-serabut itu diselubungi oleh invaginasi
memanjang sel Schwann. Tetapi serabut tersebut tidak di dalam sitoplasma, tetapi hanya
dibungkus oleh plasmalemma sel Schwann. Selubung semacam itu disebut selubung
Schwann atau selubung neurolemma. Sel Schwann disebut juga sel neurolemma.
Plasmalemma sel Schwann yang membungkus axis silinder disebut mesaxon.
Fungsi sel Schwann disini yang tepat belum jelas. Tetapi mungkin untuk proses reparasi.
Serabut saraf tak bermyelin berukuran kecil, kecepatan konduksi kecil.
Serabut Saraf Bermyelin
merupakan serabut saraf yang paling besar dan memiliki kecepatan konduksi yang
tertinggi. Fungsi myelin disini sama dengan isolator pada kabel listrik. Oligodendrogliosit
dan sel Schwann bertanggung jawab untuk pembentukan myelin. Meskipun cara dan
produk akhir sedikit berbeda, tetapi hasil akhir menunjukan bahwa serabut saraf dibungkus
selubung myelin.
Axis silinder atau processus sel saraf memiliki axio plasma dan dibatasi oleh membran sel,
disebut axolemma. Ruangan dekat axis slinder terisi dengan selubung myelin. Pada
pengecatan rutin, hilangnya lipida akan mengubah gambaran gulungan membran. Yang
tertinggal hanyalah komponen nonlipida selubung myelin disebut neurokeratin, tampak
sebagai jari-jari roda. Di perifer neurokeratin terdapat sel Schwann. Sel memiliki nukleus
besar, vesikula dengan gumpalan chromatin di perifer. Sitoplasma sel Schwann yang
membatasi myelin disebut neurolemma atau selubung Schwann.
Sebuah sel Schwann tidak menyelubungi seluruh panjang serabut saraf, tetapi sebuah
serabut saraf diselubungi oleh sel-sel Schwann yang bersambung-sambung. Tempat
persambungan ini disebut nodus Ranvier . Nodus ini tampak sebagai bagian yang
menyempit yang tidak memiliki myelin, tetapi processus sel Schwann tetap menyelubungi
axolemma. Axis silinder sendiri tidak pernah terputus di rodus. Gambaran elektron
mikroskopik lebih menjelaskan hubungan antara selubung myelin, axis silinder dan elemen
neuroglia . Selubung myelin terbentuk dari gulungan kontinyu yang dibentuk oleh
processus sitoplasmatik sel neuroglia. Mesaxon internal dibentuk oleh processus sel
Schwann yang berhadapan dengan processus sel saraf.
Myelinasi
Proses myelinasi serabut saraf dari sistem saraf perifer merupakan akibat dari hubungan
yang erat antara serabut saraf dan sel Schwann. Myelinasi pada serabut saraf sistem saraf
pust terjadi karena adanya hubungan erat antara serabut saraf dan oligodendrogliasit.
Banyak serabut saraf tak bermyelin diselubungi oleh sebuah sel Schwann. Pada proses
myelinasi pada saraf perifer maka sebuah serabut saraf mengisi invaginasi sepanjang sel
Schwann. Suatu penjuluran berbentuk mirip lidah dari sel Schwann membungkus
mengelilingi axis silinder. Selanjutnya sitoplasma dari penjuluran menghilang, sehingga
membran plasma menjadi saling berdekatan. Derajad myelinasi atau tebalnya selubung
myelin tergantung pada banyaknya putaran selama terjadi proses myelinasi. Sebuah sel
Schwann bertanggung jawab pada proses myelinasi serabut saraf antara sebuah nodus
Ranvier dengan berikutnya.
Ada sedikit perbedaan antara proses myelinasi di perifer dan di sentral. Jaringan pengikat
tidak banyak ditemukan di sistim saraf pusat. Serabut saraf bermyelin yang berdekatan
tidak dibatasi dengan lamina basalis. Badan sel oligodendrogliasit dapat membentuk
selubung myelin tetapi berhubungan dengan myelin melalui processus sel. Sebuah
oligodendrogliasit dapat membentuk selubung untuk lebih dari 1 sel saraf, maupun
menyelubungi lebih dari satu daerah internodal.
Sel neuroglia penting untuk memelihara integritas selubung myelin di samping untuk
proses remyelinasi setelah terjadi demyelinasi setelah serangan penyakit atau akibat
kerusakan.
GUILLAIN BARRE SYNDROME
1. Definisi
Sindroma guillain-barre adalah sindroma klinis yang disebabkan oleh proses autoimun
yang mengakibatkan demielinisasi polineuropati akut yang bersifat paralisis asenden yang
mengenai saraf perifer, radiks saraf serta nervus kranialis yang sering terjadi 1 - 3 minggu
setelah infeksi akut.
2. Epidemiologi
Penyakit ini terjadi diseluruh dunia dan Puncak insidensi antara usia 15 - 35 tahun dan
antara 50 - 74 tahun, Jarang mengenai usia kurang dari 2 tahun. Laki-laki dan wanita sama
jumlahnya. Lebih sering terjadi pada ras kulit putih. Insiden tertinggi pada bulan April s/d
Mei dimana terjadi pergantian musim hujan dan kemarau. Insidensi GBS bervariasi antara
0,6 – 1,9 per 100.000 orang/tahun.
3. Etiologi
Etiologi GBS sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti dan masih menjadi
bahan perdebatan. Teori yang dianut sekarang ialah suatu kelainan imunobiologik, baik
secara primary immune response maupun immune mediated process. Pada umumnya
sindrom ini sering didahului oleh beberapa keadaan/penyakit dan mungkin ada
hubungannya dengan terjadinya GBS, antara lain: infeksi, vaksinasi, pembedahan,
penyakit sistematik (keganasan, systemic lupus erythematosus, tiroiditis, penyakit
Addison), dan kehamilan atau dalam masa nifas.
GBS sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus GBS
yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu
sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi
gastrointestinal.
I
infeksi
d
definite
P
probable
P
possible
V
Virus
C
CMV
E
EBV
H
HIV
V
Varicella-zooster
V
Vaccinia/smallpox
I
Influenza
M
Measles
M
Mumps
R
Rubella
H
Hepatitis
C
Coxsackie
E
Echo
B
Bakteri
C
Campylobacter
J
Jejuni
M
Mycoplasma
P
Pneumonia
T
Typhoid
B
Borrelia B
P
Paratyphoid
B
Brucellosis
C
Chlamydia
L
Legionella
L
Listeria
4. Faktor Resiko
Usia antara 15 – 35 tahun dan antara 50 – 74 tahun
Infeksi gastro intestinal oleh bakteri atau virus
Infeksi saluran pernapasan oleh bakteri atau virus
Pasca vaksinasi, terutama vaksinasi influenza dan meningococus
Pasca pembedahan
Riwayat limfoma dan lupus eritematosus
5. Perjalanan Penyakit
Perjalanan penyakit ini terdiri dari 4 fase :
1. Fase prodormal
Fase sebelum gejala klinis muncul, berlangsung selama kurang lebih 1 – 28 hari dan
rata-rata 9 hari
2. Fase progresif
Fase defisit neurologis mulai muncul, berlangsung selama beberapa hari hingga
mencapai 4 minggu, jarang melebihi 8 minggu. Kelumpuhan yang bertambah berat
hingga maksimal. Jika perburukan melebihi 8 minggu disebut dengan Chronic
Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy (CIPD). Pada fase ini akan
timbul nyeri, kelemahan progresif dan gangguan sensorik; derajat keparahan gejala
bervariasi tergantung seberapa berat serangan pada penderita. Terapi secepatnya akan
mempersingkat transisi menuju fase penyembuhan, dan mengurangi resiko kerusakan
fisik yang permanen. Terapi berfokus pada pengurangan nyeri serta gejala.
3. Fase Plateu
Kelumpuhan telah mencapai batas yang maksimal dan menetap. Merupakan fase yang
singkat, 2 hari hingga lebih dari 3 minggu, jarang melebihi 7 minggu. Pada pasien
biasanya didapati nyeri hebat akibat saraf yang meradang serta kekakuan otot dan
sendi; namun nyeri ini akan hilang begitu proses penyembuhan dimulai.
4. Fase Penyembuhan
Fase perbaikan kelumpuhan motorik dalam beberapa bulan. Dalam fase ini Sistem
imun berhenti memproduksi antibodi yang menghancurkan myelin, dan gejala
berangsur-angsur menghilang, penyembuhan saraf mulai terjadi. Kadang masih
didapati nyeri, yang berasal dari sel-sel saraf yang beregenerasi. Lama fase ini juga
bervariasi, dan dapat muncul relaps.
6. Patofisiologi
Penyakit ini didahului oleh infeksi pernapasan ringan atau infeksi gastro-intestinal,
pembedahan, imunisasi, Penyakit hodgkin atau limfoma lain dan lupus eritematosus.
Infeksi yang paling sering terjadi adalah infeksi Campylobacter jejuni dan CMV. Akibat
yang ditimbulkan dari infeksi atau proses inflamasi tersebut menyebabkan terjadinya
perubahan sel dalam sistem saraf sehingga sistem imun mengenali sel tersebut sebagai sel
asing (molekular mimikri). Sebelum respon imunitas seluler terjadi pada saraf tepi antigen
harus dikenalkan pada limfosit T (CD4) melalui makrofag. Makrofag yang telah
memfagosit antigen akan memproses antigen tersebut oleh antigen presenting cell (APC).
Kemudian antigen tersebut akan dikenali oleh limfosit T. Setelah itu limfosit T menjadi
tersensitisasi karena aktivasi marker dan pelepasan substansi interlekuin (IL2), IFN-γ serta
TNF-α. Setelah itu, limfosit T yang telah tersensitisasi dan makrofag akan menyerang sel
schwann dan selubung mielin (merusak protein mielin P0, P1, PMP22), hal ini dapat
terjadi karena pada selubung mielin terdapat gangliosid GM1 yang menyerupai dinding
lipopolisakarida dari bakteri Campylobacter pylori sehingga limfosit T menjadi salah
target. Selain itu, limfosit T juga menginduksi limfosit B untuk menghasilkan antibodi
yang menyerang bagian tertentu dari selubung mielin dan pada akhirnya akan
menimbulkan kerusakan pada selubung mielin. Akibatnya adalah cedera pada mielin dari
ringan hingga berat yang mengganggu konduksi impuls (impuls melambat atau
menghilang) dalam saraf perifer yang terserang. Hilangnya atau rusaknya selubung mielin
yang menyelimuti akson disebut dengan demielinisasi yang dapat mengakibatkan
terjadinya flaksid paralisis.
GBS dapat dibedakan berbagai jenis tergantung dari kerusakan yang terjadi. Bila selubung
myelin yang menyelubungi akson rusak atau hancur , transmisi sinyal saraf yang
melaluinya akan terganggu atau melambat, sehingga timbul sensasi abnormal ataupun
kelemahan. Ini adalah tipe demyelinasi; dan prosesnya sendiri dinamai demyelinasi
primer.
Akson merupakan bagian dari sel saraf 1, yang terentang menuju sel saraf 2. Selubung
myelin berbentuk bungkus, yang melapisi sekitar akson dalam beberapa lapis.
Pada tipe aksonal, akson saraf itu sendiri akan rusak dalam proses demyelinasi sekunder;
hal ini terjadi pada pasien dengan fase inflamasi yang berat. Apabila akson ini putus,
sinyal saraf akan diblok, dan tidak dapat ditransmisikan lebih lanjut, sehingga timbul
kelemahan dan paralisis pada area tubuh yang dikontrol oleh saraf tersebut. Tipe ini terjadi
paling sering setelah gejala diare, dan memiliki prognosis yang kurang baik, karena
regenerasi akson membutuhkan waktu yang panjang dibandingkan selubung myelin, yang
sembuh lebih cepat.
Tipe campuran merusak baik akson dan myelin. Paralisis jangka panjang pada penderita
diduga akibat kerusakan permanen baik pada akson serta selubung saraf. Saraf-saraf
perifer dan saraf spinal merupakan lokasi utama demyelinasi, namun, saraf-saraf kranialis
dapat juga ikut terlibat.
Perubahan patologi mengikuti pola yang tetap : infiltarsi limfosit terjadi dalam ruang
perivaskular yang berdekatan dengan saraf tersebut dan menjadi fokus degenerasi mielin.
Sel kornu anterior medulla spinalis dan nukleus motorik saraf kranialis juga dapat terkena
sebagai perluasan inflamasi secara proksimal dari akson saraf perifer
Demielinisasi akson saraf perifer menyebabkan timbulnya gejala positif dan negatif.
Gejala positif adalah nyeri dan paraestesia yang berasal dari aktivitas impuls abnormal
dalam serat saraf sensoris. Gejala negatif adalah kelemahan atau paralisis otot, hilangnya
refleks tendon akibat dari akson motorik dan menurunnya sensasi akibat dari kerusakan
serabut saraf sensorik. Sistem saraf otonom juga dapat terkena dan menimbulkan gejala
seperti; hipotensi postural, sinus takikardia dan tidak ada kemampuan untuk berkeringat.
Bila saraf kranial terlibat, paralisis akan menyerang otot facial, okular dan orofaringeal.
7. Sub-Tipe GBS
Acute Inflamatory Demyelinating Polyneuropathi (AIDP)
Merupakan bentuk yang paling sering ditemukan dan sering di sinonimkan dengan
GBS. AIDP paling sering disebabkan oleh infeksi bakteri dan virus. Disebabkan oleh
respon autoimun yang menyerang sel schwann. Pada umumnya gejala akan membaik
dengan remyelinisasi.
Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN)
Merupakan gangguan motorik murni yang memiliki prevalensi tinggi pada anak-anak.
AMAN pada umumnya ditandai dengan kelemahan simetris dalam waktu yang cepat
dan berlanjut pada kegagalan napas. Hal ini disebabkan oleh karena respon autoimun
yang menyerang aksoplasma saraf perifer. Hampir 70-75% dari pasien seropositif untuk
Campylobacter. Pasien biasanya memiliki titer antibodi yang tinggi untuk Gangliosida
(yaitu; GM1, GD1a, GD1b).
Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)
Penyakit akut yang berbeda dengan AMAN, pada AMSAN saraf dan radiks sensorik
juga terkena. AMSAN sering terjadi pada orang dewasa. AMSAN sering muncul
dengan gejala berupa disfungsi motorik dan sensorik yang berat. Atrofi otot merupakan
karakterisitik dari AMSAN dan pemulihan AMSAN lebih buruk dibanding AMAN dan
sering tidak sempurna.
Miller-Fisher Syndrome (MFS)
Merupakan varian GBS yang paling jarang terjadi dan bermanifestasi sebagai paralisis
desendens, berlawanan dengan GBS yang biasanya terjadi. MFS merupakan sindroma
klinik yang memiliki trias klasik berupa; ataxia, areflexia, opthalmoplegia.
Opthalmoplegi akut merupakan manifestasi klinik yang utama, pasien mungkin juga
mengalami kelemahan ekstremitas yang ringan, ptosis, facial palsy serta bulbar palsy.
Anti-GQ1b antibodi yang menonjol di MFS, dan memiliki spesifisitas yang relatif
tinggi dan sensitivitas untuk penyakit ini. konsentrasi padat dari ganglioside GQ1b
ditemukan dalam nervus oculomotorius, troklearis, dan abducens, yang dapat
menjelaskan hubungan antara anti-GQ1b antibodi dan ophthalmoplegia. Proses
penyembuhan pada umumnya terjadi selama 1 – 3 bulan.
Acute Panautonomic Neuropathy
Merupakan varian GBS yang paling jarang terjadi. Penyakit ini meyerang sistem saraf
otonom simpatis dan parasimpatis. Gejalanya berupa; postural hipotensi yang berat,
retensis vesika urinaria dan gastrointestinal, anhidrosis, penurunan salivasi dan
lakrimasi dan abnormalitas pupil. Sistem cardiovaskular seringkali terlibat dan disritmia
sangat signifikan menyebabkan terjadian kematian. Pemulihan terjadi secara bertahap
dan sering tidak komplit.
Pure sensory GBS
Merupakan penyakit yang ditandai dengan hilangnya fungsi sensorik dengan onset
yang cepat dan arefleksia yang simetris. Pada pungsi lumbal didapatkan disosiasi
sitoalmbumin di dalam CSF. EMG menunjukkan gambaran yang khas berupa proses
demielinisasi yang terjadi di saraf perifer.
8. Keluhan Utama
Keluhan utama penderita adalah prestasi pada ujung-ujung ekstremitas, kelumpuhan
ekstremitas atau keduanya. Kelumpuhan bisa pada kedua ekstremitas bawah saja atau
terjadi serentak pada keempat anggota gerak.
9. Gejala Penyakit
Kelemahan (paralisis)
Manifestasi klinis utama adalah kelemahan otot-otot ekstremitas tipe lower motor
neuron Pada sebagian besar penderita kelemahan dimulai dari kedua ekstremitas bawah
kemudian menyebar secara asenderen ke badan, anggota gerak atas dan saraf kranialis.
Kadang-kadang juga bisa keempat anggota gerak dikenai secara serentak, kemudian
menyebar ke badan dan saraf kranialis. Kelumpuhan otot-otot ini simetris dan diikuti
oleh hiporefleksia atau arefleksia. Biasanya derajat kelumpuhan otot-otot bagian
proksimal lebih berat dari bagian distal, tapi dapat juga sama beratnya, atau bagian
distal lebih berat dari bagian proksimal. Hal yang sama juga terjadi, bila proses
kerusakan selaput myelin terjadi pada tingkat akar saraf thoracal, karena akan terjadi
kelemahan otot-otot pernafasan yakni: otot intercostal. Bahkan bila menyerang tingkat
cervical, diafragma mengalami gangguan juga, akibatnya bahkan semakin rumit, oleh
karena ekspansi dada berkurang. Hal ini berakibat berkurangnya kapasitas vital paru
yang berujung pada kegagalan napas, kemampuan batukpun menurun, sehingga
kemampuan untuk membersihkan saluran pernafasan menjadi berkurang. Hal tersebut
disebabkan terjadinya kerusakan akson motorik.
Gangguan sensibilitas (Parestesia dan Nyeri)
Parestesia biasanya lebih jelas pada bagian distal ekstremitas, bagian wajah juga bisa
dikenai dengan distribusi sirkum-oral. Defisit sensoris objektif biasanya minimal dan
sering dengan distribusi seperti pola kaus kaki dan sarung tangan. Sensibilitas
ekstroseptif lebih sering dikenal dari pada sensibilitas proprioseptif. Rasa nyeri otot
sering ditemui seperti rasa nyeri setelah melakukan suatu aktifitas fisik. Rasa nyeri
sering timbul pada daerah pinggang bawah dan bokong, namun dapat juga terjadi di
daerah paha dan pundak. Parastesia terjadi karena aktivitas impuls abnormal dari saraf
sensoris yang rusak atau terjadi “cross-talk” listrik antara akson yang rusak.
Gangguan saraf kranialis
Saraf kranialis yang paling sering dikenal adalah N.VII. Kelumpuhan otot-otot muka
sering dimulai pada satu sisi (asimetris) tapi kemudian segera menjadi bilateral,
sehingga bisa ditemukan berat antara kedua sisi. Semua saraf kranialis bisa dikenai
kecuali N.I dan N.VIII. Diplopia bisa terjadi akibat terkenanya N.III, N.IV, dan N.VI
Bila N.IX, N.X, dan N.XI terkena akan menyebabkan gangguan berupa sukar menelan,
disfonia dan pada kasus yang berat menyebabkan kegagalan pernafasan karena paralisis
n. laringeus.
Gangguan fungsi otonom
Gangguan fungsi otonom dijumpai pada 25 % penderita GBS dan mencakup saraf
simpatis dan parasimpatis. Apabila kerusakan selaput myelin mencapai tulang belakang
tingkat thoracal (T1-L2), maka akan terjadi juga gangguan saraf otonom simpatik dan
apabila gangguan selaput myelin mencapai nervus vagus (N.X) akan terjadi gangguan
parasimpatik, hal ini karena saraf tepi otonom berakar dari akar saraf yang keluar dari
antara tulang belakang thoracal dan nervus vagus. Gangguan tersebut berupa sinus
takikardi atau lebih jarang sinus bradikardi, muka jadi merah (facial flushing),
hipertensi atau hipotensi yang berfluktuasi, hilangnya keringat atau episodic profuse
diaphoresis. Retensi urin atau inkontinensia urin jarang dijumpai. Gangguan otonom ini
jarang yang menetap lebih dari satu atau dua minggu.
10. Pemerikaan Fisik (Khas)
Pemeriksaan reflex tendon à hiporefleks atau arefleks. Kelumpuhan otot terjadi
secara simetris. Kelumpuhan terjadi karena kerusakan saraf tepi.
Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma
ini adalah melalui mekanisme imunlogi. Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa
merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah:
- didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (celi mediated
immunity) terhadap agen infeksious pada saraf tepi.
- adanya autoantibodi terhadap sistem saraf tepi
- didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada
pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi.
Proses demyelinisasi saraf tepi pada GBS dipengaruhi oleh respon imunitas seluler
dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yang paling
sering adalah infeksi virus.
Pemeriksaan saraf sensorik dan motorik à parastesi yang lebih jelas pada bagian
distal ekstremitas. Muka juga bisa dikenai dengan distribusi sirkumoral. Deficit
sensoris objektif biasanya minimal dan sering dengan distribusi seperti Glove-
Stocking Phenomena.
Pemeriksaan masing-masing fungsi saraf kranialis, biasanya ditemukan: kelumpuhan
otot-otot muka akibat kerusakan N.VII, diplopia akibat kerusakan N. III, IV, dan VI ,
gangguan menelan akibat kerusakan N.X, disfoni, kegagalan pernafasan karena
paralisis nervus laringeus.
Pemeriksaan tekanan darah: hipertensi atau hipotensi yang berfluktuasi.
Pemeriksaan mata: papiledem, penyebabnya belum diketahui dengan pasti. Diduga
karena peninggian kadar protein dalam cairan otot yang menyebabkan penyumbatan
vili arachoidales sehingga absorbs cairan otak berkurang.
11. Pemeriksaan Laboratorium
Gambaran laboratorium yang paling menonjol adalah peningkatan kadar protein di dalam
cairan otak yang mencapai 0,5 mg% ( 100 - 1000 mg/dl) tanpa diikuti peningkatan jumlah
sel (pleiositosis) dalam cairan otak, keadaan ini disebut dengan disosiasi sito-albumin.
Peninggian kadar protein dalam otak ini dimulai pada minggu ke 1 – 2 dari onset penyakit
dan mencapai puncaknya setelah 3 – 6 minggu. Jumlah sel mononuklear (leukosi) < 10
sel/mm3. Protein likuor yang normal tidak menyingkirkan adanya GBS, sebab pada 10 %
kasus protein tetap normal. Pada darah tepi, didapati leukositosis polimorfonuklear sedang
dengan pergeseran ke bentuk yang imatur, limfosit cenderung rendah selama fase awal dan
fase aktif penyakit. Pada fase lanjut, dapat terjadi limfositosis; eosinofilia jarang ditemui.
Laju endap darah dapat meningkat sedikit atau normal, sementara anemia bukanlah salah
satu gejala.Immunoglobulin serum dapat meningkat.
12. Pemeriksaan Penunjang
EKG
- Gelombang T yang mendatar atau terbalik
- Peninggian kompleks QRS
- Deviasi sumbu ke kiri
- Penurunan segmen ST
- Memanjangnya interval QT
- Kelainan ini dapat terjadi pada keadaan tekanan darah normal dan tidak ada
hubungannya dengan derajat kelumpuhan.
Kecepatan Hantar Saraf (KHS)
Manifestasi elektrofisiologis yang khas dari GBS terjadi akibat demyelinasi saraf,
antara lain prolongasi masa laten motorik distal (menandai blok konduksi distal) dan
prolongasi atau absennya respon gelombang F (tanda keterlibatan bagian proksimal
saraf), blok hantar saraf motorik, serta berkurangnya KHS. Pada 90% kasus GBS yang
telah terdiagnosis, KHS kurang dari 60% normal.
EMG
menunjukkan berkurangnya rekruitmen motor unit Dapat pula dijumpai degenerasi
aksonal dengan potensial fibrilasi 2-4 minggu setelah onset gejala, sehingga ampilitudo
CMAP dan SNAP kurang dari normal. Derajat hilangnya aksonal ini telah terbukti
berhubungan dengan tingkat mortalitas yang tinggi serta disabilitas jangka panjang pada
pasien GBS, akibat fase penyembuhan yang lambat dan tidak sempurna. Sekitar 10%
penderita menunjukkan penyembuhan yang tidak sempurna, dengan periode
penyembuhan yang lebih panjang (lebih dari 3 minggu) serta berkurangnya KHS dan
denervasi EMG.
Pemeriksaan patologi anatomi
umumnya didapati pola dan bentuk yang relatif konsisten; yakni adanya infiltrat
limfositik mononuklear perivaskuler serta demyelinasi multifokal. Pada fase lanjut,
infiltrasi sel-sel radang dan demyelinasi ini akan muncul bersama dengan demyelinasi
segmental dan degenerasi wallerian dalam berbagai derajat Saraf perifer dapat terkena
pada semua tingkat, mulai dari akar hingga ujung saraf motorik intramuskuler,
meskipun lesi yang terberat bila terjadi pada ventral root, saraf spinal proksimal, dan
saraf kranial. Infiltrat sel-sel radang (limfosit dan sel mononuclear lainnya) juga
didapati pada pembuluh limfe, hati, limpa, jantung, dan organ lainnya.
13. Gambaran Patologi
Pada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran pembengkakan saraf tepi.
Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada saraf tepi. Perubahan pertama berupa
edema yang terjadi pada hari ke tiga atau ke empat, kemudian timbul pembengkakan dan
iregularitas selubung myelin pada hari ke lima, terlihat beberapa limfosit pada hari ke
sembilan dan makrofag pada hari ke sebelas. poliferasi sel schwan pada hari ke tigabelas.
Perubahan pada myelin, akson, dan selubung schwan berjalan secara progresif, sehingga
pada hari ke enampuluh enam, sebagian radiks dan saraf tepi telah hancur. Asbury dkk
mengemukakan bahwa perubahan pertama yang terjadi adalah infiltrasi sel limfosit yang
ekstravasasi dari pembuluh darah kecil pada endoneural dan epineural. Keadaan ini segera
diikuti demyelinisasi segmental. Bila peradangannya berat akan berkembang menjadi
degenerasi Wallerian. Kerusakan myelin disebabkan makrofag yang menembus membran
basalis dan melepaskan selubung myelin dari sel schwan dan akson.
14. Kriteria Diagnostik
Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah criteria dari National Institute of
Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS), yaitu:
1. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis:
Terjadinya kelemahan yang progresif
Hiporefleksi
2. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB:
a. Ciri-ciri klinis:
Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat, maksimal dalam 4
minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80% dalam 3 minggu, dan
90% dalam 4 minggu.
Relatif simetris
Gejala gangguan sensibilitas ringan
Gejala saraf kranial ± 50% terjadi parese N VII dan sering bilateral. Saraf otak
lain dapat terkena khususnya yang mempersarafi lidah dan otot-otot menelan,
kadang < 5% kasus neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak
lain.
Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti, dapat
memanjang sampai beberapa bulan.
Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural, hipertensi dan
gejala vasomotor.
Tidak ada demam saat onset gejala neurologis
b. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:
Protein CSS. Meningkat setekah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan pada
LP serial.
Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3
Varian:
- Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala
- Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3
c. Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosa:
Perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan
hantar kurang 60% dari normal
15. Diagnosis Banding
Gejala klinis SGB biasanya jelas dan mudah dikenal sesuai dengan criteria diagnostik dari
NINCDS, tetapi pada stadium awal kadang-kadang harus dibedakan dengan keadaan lain,
seperti:
Miastenia gravis akut, tidak muncul sebagai paralisis asendens, meskipun terdapat
ptosis dan kelemahan okulomotor. Otot mandibula penderita GBS tetap kuat,
sedangkan pada miastenia otot mandibula akan melemah setelah beraktivitas; selain
itu tidak didapati defisit sensorik ataupun arefleksia.
Thrombosis arteri basilaris, dibedakan dari GBS dimana pada GBS, pupil masih
reaktif, adanya arefleksia dan abnormalitas gelombang F; sedangkan pada infark
batang otak terdapat hiperefleks serta refleks patologis Babinski.
Paralisis periodik, ditandai oleh paralisis umum mendadak tanpa keterlibatan otot
pernafasan dan hipo atau hiperkalemia.
Botulisme, didapati pada penderita dengan riwayat paparan makanan kaleng yang
terinfeksi. Gejala dimulai dengan diplopia disertai dengan pupil yang non-reaktif pada
fase awal, serta adanya bradikardia; yang jarang terjadi pada pasien GBS.
Tick paralysis, paralisis flasid tanpa keterlibatan otot pernafasan; umumnya terjadi
pada anak-anak dengan didapatinya kutu (tick) yang menempel pada kulit.
Porfiria intermiten akut, terdapat paralisis respiratorik akut dan mendadak, namun
pada pemeriksaan urin didapati porfobilinogen dan peningkatan serum asam
aminolevulinik delta.
Neuropati akibat logam berat; umumnya terjadi pada pekerja industri dengan riwayat
kontak dengan logam berat. Onset gejala lebih lambat daripada GBS.
Cedera medulla spinalis, ditandai oleh paralisis sensorimotor di bawah tingkat lesi dan
paralisis sfingter. Gejala hamper sama yakni pada fase syok spinal, dimana refleks
tendon akan menghilang.
Poliomyelitis, didapati demam pada fase awal, mialgia berat, gejala meningeal, yang
diikuti oleh paralisis flasid asimetrik.
Mielopati servikalis. Pada GBS, terdapat keterlibatan otot wajah dan pernafasan jika
muncul paralisis, defisit sensorik pada tangan atau kaki jarang muncul pada awal
penyakit, serta refleks tendon akan hilang dalam 24 jam pada anggota gerak yang
sangat lemah dalam melawan gaya gravitasi.
DD untuk fase awal GBS: Mielitis akut, Poliomyelitis anterior akut, Porphyria intermitten
akut, Polineuropati post difteri.
16. Penatalaksanaan
Pada sebagian besar penderita dapat sembuh dengan sendirinya. Pengobatan secara umum
bersifat suportif. Selain pengobatan secara umum, ada juga pengobatan yang bersifat
spesifik yang bertujuan untuk mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat
penyembuhan melalui sistem imunitas. Selain terapi yang telah tercantum diatas,
rehabilitasi medik juga diperlukan untuk mengembalikan keadaan dan fungsi tubuh pasien
seperti sebelum sakit. Terapi yang dilakukan secara dini setelah timbulnya onset akan
mempengaruhi prognosis jangka panjang. Pasien yang telah terdiagnosa GBS harus
dirawat dirumah sakit untuk pemantauan secara ketat sampai penyakit mencapai fase
plateu.
Terapi Suportif
Penanganan terapeutik awal bersifat suportif yang terfokus pada dukungan ventilasi,
tekanan darah, fungsi jantung, nutrisi dan pencegahan infeksi.
Pada beberapa literatur dikatakan, bahwa dapat dilakukan pemeriksaan forced vital
capasity (FVC), karena pemeriksaan ini juga dianggap dapat menuntun penyusunan
terapi. Jika FVC kurang dari 20 mL/kg, pasien direkomendasikan untuk dirawat di ICU,
dan bila FVC < 15 mL/kg, pasien dianjurkan untuk diintubasi. Literatur lain
mengatakan bahwa apabila FVC < 18 mL/kg atau saturasi oksigen kurang dari < 70
mmHg maka perlu dipertimbangkan tindakan trakeotomi pada pasien yang telah
mengalami kegagalan napas dalam waktu yang lama dan terutama pada pasien yang
telah menggukan ventilasi mekanik lebih dari 2 minggu.
Pemantaun tekanan darah dan fungsi jantung penting untuk menilai keadaan umum
yang dapat mengancam jiwa. Pemberian obat anti-hipertensi pada pasien dengan sistem
saraf otonom yang tidak stabil harus hati-hati karena perubahan hemodinamik yang
berhubungan dengan disfungsi otonom biasanya hanya sementara.
Pemberian nutrisi secara enteral atau parenteral diperlukan untuk memenuhi gizi pada
pasien yang menggunakan ventilasi mekanik atau pada pasien tanpa bantuan ventilasi
mekanik tetapi mengalami disfagia yang berat.
Pencegahan komplikasi akibat immobilitas juga diperlukan. Heparin berat molekul
rendah dan thromboguard sering digunakan untuk pencegahan terhadap deep vein
thrombosis (DVT) dan emboli pulmonal. Sering merubah posisi tubuh berguna untuk
mencegah terjadinya kontraktur sendi dan ulkus dekubitus
Penggunaan analgesia untuk mengurangi rasa nyeri mungkin diperlukan, yaitu
penggunaan AINS atau acetaminofen. Terapi modalitas seperti TENS (Transcutaneous
Electrical Nerve stimulation) dapat digunakan untuk mengatasi myalgia.
Terapi Spesifik
Pengobatan medikamentosa pada saat ini terutama ditujukan pada imunomodulasi.
Menurut petunjuk guideline dari American Academy of Neurology (AAN), maka
pengobatan GBS yang dimulai secara dini dalam waktu 2 – 4 minggu setelah gejala
pertama timbul, dapat mempercepat waktu penyembuhan. Hanya plasmaferesis (plasma
exchange therapy) dan imunoglobulin intravena (IVIg 7s) yang terbukti efektif. Kedua
modalitas pengobatan ini telah terbukti dapat memperpendek waktu penyembuhan
sampai 50 %. Efektivitas ke 2 regimen pengobatan itu hampir sama dan komparabel.
Plasmaferesis secara historis dan case control studies terbukti menurunkan beratnya
penyakit dan gejala-gejalanya dan memperpendek durasi GBS, namun efeknya biasanya
tidak segera dan tidak dramatis. Plasmaferesis berguna untuk mengeluarkan
autoantibodi, kompleks imun serta konstituen yang bersifat sitotoksik. Plasmaferesis
sebaiknya diberikan secepat mungkin pada penderita GBS yang tidak dapat berjalan
tanpa bantuan. Plasma yang akan diganti dalam 4 – 5 kali plasmaferesis yang dilakukan
dalam jangka waktu 7 – 10 hari seluruhnya adalah kira-kira 200 - 250 cc/kgbb. Harus
dipakai suatu alat dengan pengaliran yang terus-menerus (continuous flow machine),
dan cairan pengganti plasma yang dipakai adalah albumin 5%. plasmaferesis dilakukan
di vena perifer dan bisa juga dilakukan didaerah subklavia. Komplikasi yang bisa
timbul adalah instabilitas otonom, hiperkalsemia dan perdarahan karena faktor
pembekuan ikut dihilangkan.
Imunoglobulin intravena (IVIG 7s) digunakan untuk memperbaiki aspek klinis dan
imunologis dari GBS dan mengurangi produksi autoantibodi dan meningkatkan
pelarutan dan penyingkiran kompleks imun. IVIg menetralisir antibodi mielin yang
bersirkulasi melalui antibodi anti idiotipik dan men- down-regulate sitokinin pro-
inflamatoir termasuk interferon gamma (IFN-γ). Selain itu juga memblok kaskade
komplemen dan mempromosikan terjadinya remielinisasi. Dosis dewasa adalah 0,4
g/kg/hari selama 5 hari atau cara lain dengan pemberian 2g/kg IVIg yang diberikan
sekaligus sebagai dosis tunggal. pemberian dengan pompa infus (infusion pump) dan
bila perlu diulang setelah 4 minggu. Kontraindikasi adalah hipersensitivitas terhadap
regimen ini dan defisiensi IgA dan antibodi anti IgE / IgG. Sebaiknya tidak diberikan
pada wanita hamil. pemberian IVIg dapat meninggikan viskositas serum dan ada
kemungkinan terjadinya kejadian tromboembolik, dan infus tersebut juga meninggikan
risiko terjadinya serangan migren, dan bisa terjadi aseptik meningitis (10%), urtikaria,
pruritus atau petechiae yang bisa terjadi 2-5 hari post-infus sampai 30 hari. Juga ada
peningkatan risiko terjadinya nekrosis renal tubuler pada manula, dan pada penderita
diabetes, juga bila ada penyakit ginjal sebelumnya.
Rehabilitasi Medik
Program rehabilitasi medik bertujuan untuk mengurangi defisit fungsional neurologis
dan mengurangi disabilitas yang ditimbulkan oleh GBS.
Pada fase awal GBS pasien mungkin tidak dapat sepenuhnya berpartipasi dalam
fisioterapi aktif, oleh sebab itu dilakukan fisioterapi pasif berupa ROM exercise (Range
of Motion) yang berguna untuk mencegah terjadinya pemendekan serabut otot dan
kontraktur sendi. Selain itu, pergantian posisi tubuh juga diperlukan untuk mencegah
terjadinya ulkus dekubitus. Fisioterapi aktif yang berguna untuk melatih kekuatan otot
secara aktif dilakukan secara perlahan – lahan. Selama melakukan fisioterapi,
ketidakstabilan hemodinamik dan intensitas latihan harus diperhatikan karena latihan
yang berlebihan dapat meningkatkan kelemahan otot.
Terapi bicara bertujuan untuk melatih berbicara dan meningkatkan kemampuan
mengunyah pada pasien yang mengalami kelemahan orofaringeal yang berat yang
ditandai dengan disarthria dan disphagia.
fisioterapi pasif pada sistem respirasi hanya bisa dilakukan dengan bantuan ventilator
atau manual hyperinflation. Dengan terpenuhinya volume sesuai dengan kapasitas vital
paru, maka pertukaran gas dalam alveoli meningkat dan mampu memenuhi kebutuhan
ventilasi. Dengan demikian bila kekuatan otot intercostal sudah kembali membaik,
rongga dada sudah siap kembali mengembang. Oleh karena tekanan positif yang
diberikan lewat ventilator atau manual hyperinflation bisa memberikan efek samping,
maka latihan aktif harus segera diberikan. Latihan aktif berupa latihan nafas melalui
dada dan perut serta latihan batuk yang berguna untuk mengeluarkan sekresi yang
menumpuk dalam paru dan saluran nafas. Apabila pasien belum mampu batuk, dalam
mengeluarkan sekresi dapat dibantu dengan ventilator atau manual hyperinflation yang
diatur dengan teknik tertentu, di mana panjang ekspirasi diperpendek, sehingga
kecepatan udara yang keluar pada waktu ekspirasi bisa meningkat. Dengan demikian
sekresi saluran nafas bisa dikeluarkan.
Problem sensasi pada pasien SGB yang muncul adalah rasa terbakar, kesemutan, rasa
tebal atau nyeri. Tidak banyak yang bisa dilakukan untuk mengurangi ketidaknyamanan
akibat rasa tebal, rasa terbakar dan rasa kesemutan. Secara teori rasa nyeri bisa
dikurangi dengan pemberian TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation).
17. Komplikasi
18. Prognosis
Prognosis GBS sulit untuk diprediksi karena terdapat variasi outcome yang sangat luas.
Beberapa faktor yang dapat menunjukkan prognosis yang buruk adalah usialanjut, tingkat
keparahan GBS pada awal penyakit, blok konduksi pada pemeriksaan KHS dan penurunan
vital capacity lebih dari 20%.Sistem skoring prognostik (The Erasmus GBS Outcome
Score (EGOS) kini digunakan untuk menilai prognosis. Skor ini terdiri dari GBS disability
score saat 2 minggu setelahmasuk RS, ada atau tidak nya kejadian diare seblumnya, dan
usia saat onset, untuk menentukan kecenderungan untuk dapat berjalan tanpa bantuan 6
bulan setelah GBS. Untuk menghitung EGOS, satu poin diberikan untuk tiap GBS
disability score (yaitu 1 sampai 5). Poin yang ditambahkan ke GBS dissability score adalah
: 1 poin untuk usia di atas 60 tahun, 0.5 poin untuk usia 41-60 tahun dan tidak ada poin
untuk usia 40 tahun atau kurang. Satu poin ditambahkan jika ada riwayat diare. Jika nilai
EGOS sama dengan 3, data menunjukkan bahwa terdapat <5% kemungikanan tidak
berjalan tanpa bantuan saat 6 bulan, jika EGOSbernilai 4, kemungkinannya ~ 7%; jika
nilai EGOS 5 kemungkinannya ~ 25%; jika nilaiEGOS 6 kemungkinannya ~ 55% dan jika
nilai EGOS 7 kemungkinan untuk tidak berjalan tanpa bantuan setelah 6 bulan adalah ~
85%.