implementasi penegak hukum dalam negara yang berdasarkan pancasila

34
IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILA ( Hasil Pengumpulan, penyusunan dan analisis pada berbagai sumber informasi ) MAKALAH ( Diajukan untuk melengkapi salah satu tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila ) Oleh MUAMAD YOGI 41032161121007

Upload: muhamad-yogi

Post on 21-May-2015

5.810 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILA

IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILA

( Hasil Pengumpulan, penyusunan dan analisis pada berbagai sumber informasi )

MAKALAH( Diajukan untuk melengkapi salah satu tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila )

OlehMUAMAD YOGI41032161121007

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA

BANDUNG 2013

Page 2: IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILA

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh ...

.... Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala,

karena berkat rahmat-Nya Saya bisa menyelesaikan tugas Makalah Mata Kuliah

Pendidikan Pancasila yang berjudul Implmentasi Penegakan Hukum Dalam

Negara yang Berdasarkan Pancasila.Makalah ini diajukan guna memenuhi salah

satu tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila.Saya mengucapkan terima kasih

kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat

diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh

karena itu Saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi

kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini memberikan informasi bagi pembaca, mahasisiwa dan

bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan

bagi kita semua.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatuh ...

Bandung, 7 April 2013

Penyusun

Muhamad Yogi

ii

Page 3: IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILA

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... .1

A. Latar Belakang ................................................................................ .1

B. Rumusan Masalah ............................................................................ .2

C. Tujuan .............................................................................................. .2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. .3

A. Kondisi hukum Indonesia ................................................................ .3

B. Inkonsistensi Penegak hukum di indonesia ..................................... .6

C. Akibat dari Inkonistensi Penegak hukum ........................................ .9

D. Prioritas Penegak hukum ................................................................. 12

E. Solusi Permasalahan hukum indonesia ............................................ 13

BAB III PENUTUP .......................................................................................... 16

A. Kesimpulan ...................................................................................... 16

B. Saran ................................................................................................ 16

C. Daftar Pustaka .................................................................................. 17

iii

Page 4: IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILA

BAB IPENDAHULUAN

A Latar Belakang

Institusi dan lembaga kepolisian, kehakiman, kejaksaan, dan pengacara,

merupakan lembaga hukum yang berhubungan erat dengan sistem hukum yang

harus ditata dalam sebuah struktur hukum yang sistemik. Komponen sistem

hukum tersebut jika kita kaitkan dengan kondisi hukum nasional kita saat ini

sepertinya belum merupakan pengejawantahan nilai-nilai Pancasila.

Penciptaan berbagai peraturan perundang-undangan tidak saja membawa

perbaikan tetapi justru membingungkan dan membebani kehidupan masyarakat,

sehingga membuat masyarakat menjadi lebih apatis dan apriori terhadap hukum

itu sendiri. Sementara institusi dan aparatur hukum belum sepenuhnya menyentuh

substansi justice, yang merupakan harapan terakhir masyarakat yang mencari

keadilan. Sementara itu, arus reformasi yang tidak terkendali (keblablasan) telah

menciptakan masyarakat yang beprilaku/berbudaya membabi buta. Kondisi

keterpurukan tersebut telah menjadikan Sistem Hukum kita seakan tidak berfungsi

sebagaimana yang kita harapkan bersama, yakni sebuah sistem hukum yang

mampu dijadikan benteng terakhir para pencari keadilan.

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering terjebak dalam rutinitas

penegakan hukum semata, lupa dengan hal yang lebih penting dari sekedar

penegakan hukum yakni berfungsinya komponen sistem hukum secara optimal.

Dengan semakin meningkatnya dimensi, kuantitas, dan kualitas kejahatan dan

pelanggaran terhadap hukum dan berkembangnya bidang-bidang hukum baru

yang selama ini tidak dikenal, maka sudah sepantasnya kita merenung untuk

kembali mengoreksi sistem hukum kita, seberapa besar nilai-nilai Pancasila yang

merupakan warisan luhur bangsa kita sebagai pedoman dalan Sistem hukum kita

1

Page 5: IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILA

B. Rumusan Masalah

A. Bagamana kondisi hokum di Indonesia ?

B. Mengapa penegak hukum di Indonesia inkonsistensi dalam melaksanakan

fungsi dan tugas nya ?

C. Apa akibat Inkonsistensi para penegak hukum di Indonesia ?

D. Apa Prioritas dari penegak hukum di indonesia ?

E. Apa solusi Permasalahan hukum di Indonesia ?

C. Tujuan

A. Untuk mengetahui kondisi hukum di Indonesia

B. Untuk mengetahui penyebab Inkonsistensi para penegak hukum dalam

melaksanakan fungsi dan tugasnya

C. Untuk mengetahui dampak dari inkonsistensi para penegak hukum di

Indonesia

D. Untu mengetahuai Prioritas Penegak hukum di Indonesia

E. Untuk mengetahui solusi permasalahan hukum di Indonesia

2

Page 6: IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILA

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kondisi Hukum di Indonesia

Gambaran Umum Kondisi hukum negara Indonesia kita dewasa ini sangat

memperihatinkan. Hukum di perlukan agar kebijakan-kebijakan kenegaraan dan

pemerintahan dapat memperoleh bentuk resmi yang bersifat mengikat dan dapat

di paksakan berlakunya untuk umum. Karena hukum yang baik, kita perlukan

dalam rangka pembuatan kebijakan ( policy making )yang di perlukan dalam

merekayasa, mendinamisasi, dan mendorong serta mengarahkan guna mencapai

tujuan hidup bersama dalam wadah negara kesatuan republik Indonesia, yang

berdasarkan pancasila dan UUD 1945 .

Di samping itu, dalam rangka pelaksanaan kebijakan-kebijakan tersebut

(policy executing ) , hukum juga di fungsikan sebagai sarana pengendali dan

sebagai sumber rujukan yang mengikat dalam menjalankan segala roda

pemerintahan dan kegiatan penyelenggaraan negara. Namun dalam kenyataan

praktik, baik dalam konteks pembuatan kebijakan ( policy making ) maupun

dalam konteks pelaksanaan kebijakan ( policy executing ), masih terlihat adanya

gejala anomi dan anomali yang belum dapat di selesaikan dengan baik selama 12

tahun pasca reformasi ini. Dari segi sistem norma, perubahan-perubahan telah

terjadi di mulai dari norma-norma dasar dalam konstitusi negara yang mengalami

perubahan mendasar. Dari segi materinya, dapat di katakana bahwa UUD 1945

telah mengalami perubahan 300 persen dari isi aslinya sebagaimana di warisi dari

tahun 1945. Sebagai akibat lanjutannya maka keseluruhan sistem norma hukum

sebagaimana tercermin dalam pelbagai peratuaran perundang-undangan harus

pula di ubah dan di perbaharui. Sebenarnya, upaya pembaruan hukum itu sendiri

tentu dapat di katakan sudah berjalan selama 12 tahun trakhir ini. Namun

demikian dapat di katakan bahwa : pertama , perubahan-perubahan tersebut

cenderung di lakukan secara cicilan, sepotong-sepotong tanpa peta jalan (road-

map )yang jelas. Akibatnya, perubahan sistem norma hukum kita selama 12 tahun

masa reformasi ini belum menghasilkan kinerja negara hukum yang kita idealkan.

3

Page 7: IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILA

Kedua, pembentukan berbagai peraturan perundang-undangan baru telah

banyak menghasilkan norma-norma hukum baru yang mengikat untuk umum.

Akan tetapi norma-norma baru itu belum secara cepat terealisasi secara umum

sehingga pelaksanaannya di lapangan banyak mengalami kendala dan kegagalan.

Sebaliknya, norma-norma hukum yang lama, sebagai akibat sudah terbentuknya

norma hukum yang baru, tentu sudah tidak lagi di jadikan rujukan dalam praktik.

Ketiga, di masa reformasi ini banyak sekali lembaga baru yang di bentuk untuk

maksud yang mulia, yaitu agar kebutuhan dan kepentingan masyarakat yang

sudah berubah sebagai masyarakat demokratis dapat lebih efisien dan efektif di

layani oleh fungsi-fungsi kekuasaan negara. Pembentukan lembaga-lembaga baru

itu di lakukan sekaligus dengan mengubah fungsi-fungsi lembaga-lembaga yang

ada sebelumnya. Akan tetapi dalam kenyataan praktik sampai sekarang ternyata

banyak sekali lembaga-lembaga baru yang kinerjanya belum berhasil

menempatkan diri secara tepat dalam sistem kenegaraan baru berdasarkan UUD

1945. Sementara lembaga-lembaga yang lama sudah lumpuh dan tidak lagi

menjalankan fungsinya yang di ambil alih oleh lembaga baru. Akibatnya timbul

gejala tumpang tindih akibat banyaknya lembaga yang menangani satu fungsi

yang sama, sementara di pihak lain banyak fungsi yang tidak ada lembaga yang

menanganinya sama sekali. Karena itu dapat di katakan bahwa sudah 12 tahun

masa reformasi ini , kita menghadapi keadaan anomi dan anomali. Keadaan anomi

mencerminkan keadaan yang seolah-olah ketiadaan norma (a-nomous ),

sedangkan keadaan anomali menegaskan adanya kekacauan structural dan

fungsional dalam hubungan lembaga dan badan-badan penyelengara fungsi

kekuasaan negara. Dalam konteks pembuatan aturan, perhatikanlah bagaimana

kinerja lembaga-lembaga legislasi dan regulasi kita, baik di tingkat pusat maupun

daerah, kinerjanya sebagian besar masih belum profesional dan mengarah kepada

upaya perbaikan sistem hukum secara keseluruhan. Baik DPR, DPD, DPRD.

Biro-biro hukum pelbagai instansi pemerintahan masih bekerja secara serabutan

dan tanpa arah yang jelas, melainkan hanya berdasarkan kebutuhan dadakan dan

di dasarkan atas pesanan ataupun perintah yang bersifat sesaat dan seperlunya.

Demikian pula di bidang pelaksaan kebijakan (policy executing) , yang

menentukan justru adalah atasan atau pejabat yang berwenang mengambil

4

Page 8: IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILA

keputusan. Sistem birokrasi penerapan hukum kita masih sangat personal, belum

melembaga secara kuat, dan masih sangat tergantung kepada keteladanan

pimpinan.

Contoh Kasus kekacauan hukum Indonesia juga dapat di lihat dari

beberapa contoh kasus berikut ini, dimana dalam proses penegakan hukum (law

enforcement ), aparat penyelidik, penyidik, penuntut, pembela, dan hakim,

pemutus, dan aparatur pemasyarakatan masih bekerja dengan kultur kerja yang

tradisional dan cenderung primitive. Lihatlah bagaimana kasus Bibit dan Chandra

(mantan ketua KPK ) memberi tahu kepada kita semua mengenai kebobrokan

dunia penegakan hukum kita . Dari kasus ini jelas tergambar betapa buruknya cara

kerja lembaga penyidik di negara kita. Sebaliknya, lihat pula terungkapnya kasus

istana dalam penjara yang melibatkan Artalyta Suryani yang menikmati kamar

tidur mewah, yang jelas tidak adil bagi narapidana lain yang tidak berpunya.

Dengan perkataan lain, kita banyak menghadapi masalah mulai dari lembaga

penyidik sampai ke lembaga pemasyarakatan. Mengenai kasus Bibit dan

Chandra , misalnya, telah menyedot perhatian public yang sangat luas selama

berbulan-bulan. Namun, solusi yang di ambil kemudian adalah penghentian

perkaranya oleh kejaksaan atas tekanan public. Solusi demikian juga mencatatkan

preseden yang sangat buruk dalam penegakkan hukum yang tunduk kepada

tekanan politik yang datang dari bawah ( civil society ), maka pada saat yang lain

jangan salahkan jika ada orang yang menilai bahwa aparat yang sama akan tunduk

dan takluk pula pada tekanan politik yang datang dari atas ( state ) ataupun dari

samping (market). Selain itu kasus-kasus besar lainya seperti kasus Bank Century

yang menyeret banyak nama pejabat negara seperti wakil presiden Budiono,

komjen Susno Duadji, dll, yang hingga kini kasusnya masih menggantung dan

belum terselesaikan dengan baik. kemudian kasus Wisma atlet yang melibatkan

Nazarudin ( sekretaris partai Demokrat ), kasus korupsi di DitJen pajak yang

melibatkan Gayus Tambunan, kasus cek pelawat dalam pemilihan deputi senior

Bank Indonesia yang melibatkan Nunun Nurbaeti ( Istri purnawirawan Adang

Drajatun ), merebaknya kasus terorisme dan kriminal di masyarakat, serta kasus

pelanggaran hukum lain yang penanganannya menodai rasa keadilan kita seperti

kasus pencurian sandal jepit oleh anak di bawah umur Aal, kasus ibu Rusminah

5

Page 9: IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILA

dari Sulawesi yang mencuri tiga butir buah kakao, dan lain sebagainya. Dari

semua kasus tersebut kita dapat berkaca bobroknya sistem penegakan hukum di

negara kita. Maka jalan yang tersedia di hadapan kita hanya satu, yaitu kita harus

melangkah ke depan untuk memperbaiki sistem hukum dan peradilan di tanah air

kita sebagaimana mestinya dengan cetak biru dan peta jalan ( road map ) yang

jelas berdasarkan UUD 1945. Beberapa Kasus Inkonsistensi Penegakan Hukum di

Indonesi

B. Inkonsistensi Penegak Hukum Di Indonesia

Kasus-kasus inkonsistensi penegakan hukum di Indonesia terjadi karena

beberapa hal. Penulis mengelompokkannya berdasarkan beberapa alasan yang

banyak ditemui oleh masyarakat awam, baik melalui pengalaman pencari keadilan

itu sendiri, maupun peristiwa lain yang bisa diikuti melalui media cetak dan

elektronik.

1. Tingkat Kekayaan Seseorang

Salah satu keputusan kontroversial yang terjadi pada bulan Februari ini

adalah jatuhnya putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) terhadap

terpidana kasus korupsi proyek pemetaan dan pemotretan areal hutan antara

Departemen Hutan dan PT Mapindo Parama, Mohammad “Bob” Hasan . PN

Jakpus menjatuhkan hukuman dua tahun penjara potong masa tahanan dan

menetapkan terpidana tetap dalam status tahanan rumah. Putusan ini

menimbulkan rasa ketidakadilan masyarakat, karena untuk kasus korupsi yang

merugikan negara puluhan milyar rupiah, Bob Hasan yang sudah berstatus

terpidana hanya dijatuhi hukuman tahanan rumah. Proses pengadilan pun relatif

berjalan dengancepat. Demikian pula yang terjadi dengan kasus Bank Bali, BLBI

(Bantuan Likuiditas Bank Indonesia), kasus Texmaco,dan kasus-kasus korupsi

milyaran rupiah lainnya.

Dibandingkan dengan kasus pencurian kecil, perampokan bersenjata,

korupsi yang merugikan negara “hanya” sekian puluh juta rupiah, putusan kasus

Bob Hasan sama sekali tidak sebanding. Masyarakat dengan mudah melihat

bahwa kekayaanlah yang menyebabkan Bob Hasan lolos dari hukuman penjara.

Kemampuannya menyewa pengacara tangguh dengan tarif mahal yang dapat

6

Page 10: IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILA

mementahkan dakwaan kejaksaan, hanya dimiliki oleh orang-orang dengan

tingkat kekayaan tinggi.

Kita bisa membandingkan dengan kasus Tasiran yang memperjuangkan

tanah garapannya sejak tahun 1985 . Tasiran, seorang petani sederhana, yang

terlibat konflik tanah seluas 1000 meter persegi warisan ayahnya, dijatuhi

hukuman kurungan tiga bulan dengan masa percobaan enam bulan pada tanggal 2

April 1986, karena terbukti mencangkuli tanah

sengketa. Karena mengulang perbuatannya pada masa percobaan, Tasiran kembali

masuk penjara pada bulan Agustus 1986. Sekeluarnya dari penjara, Tasiran

berkelana mencari keadilan dengan mondar-mandir Bojonegoro-Jakarta lebih dari

100 kali dengan mendatangi Mahkamah Agung, Mabes Polri, Kejaksaan Agung,

Mabes Polri, DPR/MPR, Bina Graha, Istana Merdeka, dan sebagainya. Pada tahun

1996 ia kembali memperoleh keputusan yang mengalahkan dirinya.

2. Tingkat Jabatan Seseorang

Kasus Ancolgate berkaitan dengan studi banding ke luar negeri (Australia,

Jepang, dan Afrika Selatan) yang diikuti oleh sekitar 40 orang anggota DPRD

DKI Komisi D. Dalam studi banding tersebut anggota DPRD yang berangkat

memanfaatkan dua sumber keuangan yaitu SPJ anggaran yang diperoleh dari

anggaran DPRD DKI sebesar 5.2 milyar rupiah dan uang saku dari PT

Pembangunan Jaya Ancol sebesar 2,1 milyar rupiah. Dalam kasus ini, sembilan

orang staf Bapedal dan Sekwilda dikenai tindakan administratif, semenara Kepala

Bapedal DKI Bambang Sungkono dan Kepala Dinas Tata Kota DKI Ahmadin

Ahmad tidak dikenai tindakan apapun.

Dalam kasus ini, terlihat penyelesaian masalah dilakukan segera setelah

media cetak dan elektronik menemukan ketidakberesan dalam masalah pendanaan

studi banding tersebut. Penyelesaian secara administratif ini seakan dilakukan

agar dapat mencegah tindakan hukum yang mungkin bisa dilakukan. Rasa

ketidakadilan masyarakat terusik tatkala sanksi ini hanya dikenakan pada pegawai

rendahan. Pihak kejaksaan pun terkesan mengulur-ulur janji untuk

mengusut kasus ini sampai ke pejabat tertinggi di DKI, yaitu Gubernur Sutiyoso,

yang sebagai komisaris PT Pembangunan Jaya Ancol ikut bertanggungjawab.

7

Page 11: IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILA

Sampai makalah ini dibuat, janji untuk menyidik pejabat-pejabat DKI ini belum

terlaksana.

3. Nepotisme

Terdakwa Letda (Inf) Agus Isrok, anak mantan Kepala Staf Angkatan

Darat (KASAD), Jendral (TNI) Subagyo HS, diperinganhukumannya oleh

mahkamah militer dari empat tahun penjara menjadi dua tahun penjara .

Disamping itu, terdakwa juga dikembalikan ke kesatuannya selama dua minggu

sambil menunggu dan berpikir terhadap vonis mahkamah militer tinggi. Putusan

ini terasa tidak adil dibandingkan dengan vonis-vonis kasus narkoba lainnya yang

terjadi di Indonesia yang didasarkan atas pelaksanaan UU Psikotropika.

Disamping itu, proses pengadilan ini juga memperlihatkan eksklusivitas hukum

militer yang diterapkan pada kasus narkoba.Tommy Soeharto, anak mantan

presiden Soeharto, yang dihukum 18 bulan penjara karena kasus manipulasi tukar

giling tanah Bulog di Kelapa Gading dan merugikan negara sebesar 96 milyar

rupiah, sampai saat ini tidak berhasil ditangkap dan dimasukkan ke LP Cipinang

sesuai perintah pengadilan setelah permohonan grasinya ditolak oleh presiden.

Masyarakat melihat bagaimana pihak pengacara, kejaksaan, dan kepolisian

saling berkomentar melalui media cetak dan elektronik, namun sampai saat

makalah ini dibuat Tommy Soeharto masih berkeliaran di udara bebas. Dua kasus

ini mengesankan adanya diskriminasi hukum bagi keluarga bekas pejabat.

4. Tekanan Internasional

Kasus Atambua, Nusa Tenggara Timur, yang terjadi pada tanggal 6

September 2000, yang menewaskan tiga orang staf UNHCR mendapatkan

perhatian internasional dengan cepat. Dimulai dengan keluarnya Resolusi No.

1319 dari Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB), surat dari

Direktur Bank Dunia kepada Presiden Abdurrahman Wahid untuk segera

menyelesaikan permasalahan tersebut, permintaan DK PBB untuk mengirim misi

penyelidik kasus Atambua ke Indonesia, desakan CGI (Consultatif Group on

Indonesia), sampai dengan ancaman embargo oleh Amerika Serikat.

8

Page 12: IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILA

Tekanan internasional ini mengakibatkan cepatnya pemerintah bertindak,

dengan segera melucuti persenjataan milisi Timor Timur dan mengadili beberapa

bekas anggota milisi Timor Leste yang dianggap bertanggung jawab. Apabila

dibandingkan dengan kasus-kasus kekerasan yang terjadi di bagian lain di

Indonesia, misalnya : Ambon, Aceh, Sambas, Sampit, kasus Atambua termasuk

kasus yang mengalami penyelesaian secara cepat dan tanggap dari aparat. Dalam

enam bulan sejak kasus ini terjadi, kekerasan berhasil diatasi, milisi berhasil

dilucuti, dan situasi kembali aman dan normal. Meskipun ada perhatian

internasional dalam kasus-kasus kekerasan lain di Indonesia, namun tekanan yang

terjadi tidak sebesar pada kasus Atambua. Dalam pandangan masyarakat, derajat

tekanan internasional menentukan kecepatan aparat melakukan penegakan hukum

dalam mengatasi kasus kekerasan.

C. Beberapa Akibat Inkonsistensi Penegakan Hukum di Indonesia

Inkonsistensi penegakan hukum di atas berlangsung terus menerus selama

puluhan tahun. Masyarakat sudah terbiasa melihat bagaimana law in action

berbeda dengan law in the book. Masyarakat bersikap apatis bila mereka tidak

tersangkut paut dengan satu masalah yang terjadi. Apabila melihat penodongan di

jalan umum, jarang terjadi masyarakat membantu korban atau melaporkan pelaku

kepada aparat. Namun bila mereka sendiri tersangkut dalam suatu masalah, tidak

jarang mereka memanfaatkan inkonsistensi penegakan hukum ini. Beberapa

contoh kasus berikut ini menunjukkan bagaimana perilaku masyarakat

menyesuaikan diri dengan pola inkonsistensi penegakan hukum di Indonesia.

1. Ketidak percayaan Masyarakat pada Hukum

Masyarakat meyakini bahwa hukum lebih banyak merugikan mereka,dan

sedapat mungkin dihindari. Bila seseorang melanggar peraturan lalu lintas

misalnya, maka sudah jamak dilakukan upaya “damai” dengan petugas polisi

yang bersangkutan agar tidak membawa kasusnya ke pengadilan . Memang dalam

hukum perdata, dikenal pilihan penyelesaian masalah dengan arbitrase atau

mediasi di luar jalur pengadilan untuk menghemat waktu dan biaya. Namun tidak

demikian hal nya dengan hukum pidana yang hanya menyelesaikan masalah

9

Page 13: IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILA

melalui pengadilan. Di Indonesia, bahkan persoalan pidana pun masyarakat

mempunyai pilihan diluar pengadilan. Pendapat umum menempatkan hakim pada

posisi “tertuduh” dalam lemahnya penegakan hukum di Indonesia, namun

demikian peranan pengacara, jaksa penuntut dan polisi sebagai penyidik dalam

hal ini juga penting. Suatu dakwaan yang sangat lemah dan tidak cermat,

didukung dengan argumentasi asal-asalan, yang berasal dari hasil penyelidikan

yang tidak akurat dari pihak kepolisian, tentu saja akan mempersulit hakim dalam

memutuskan suatu perkara. Kelemahan penyidikan dan penyusunan dakwaan ini

kadang bukan disebabkan rendahnya kemampuan aparat maupun ketiadaan sarana

pendukung, tapi lebih banyak disebabkan oleh lemahnya mental aparat itu sendiri.

Beberapa kasus menunjukkan aparat memang tidak berniat untuk melanjutkan

perkara yang bersangkutan ke pengadilan atas persetujuan dengan pihak

pengacara dan terdakwa, oleh karena itu dakwaan disusun secara sembarangan

dan sengaja untuk mudah dipatahkan.

Beberapa kasus pengadilan yang memutus bebas terdakwa kasus korupsi

yang menyangkut pengusaha besar dan krooni mantan presiden Soeharto

menunjukkan hal ini. Terdakwa terbukti bebas karena dakwaan yang lemah.

2. Penyelesaian Konflik dengan Kekerasan

Penyelesaian konflik dengan kekerasan terjadi secara sporadis di beberapa

tempat di Indonesia. Suatu persoalan pelanggaran hukum kecil kadang membawa

akibat hukuman yang sangat berat bagi pelakunya yang diterima tanpa melalui

proses pengadilan. Pembakaran dan penganiayaan pencuri sepeda motor,

perampok, penodong yang dilakukan massa beberapa waktu yang lalu merupakan

contoh. Menurut Durkheim masyarakat ini menerapkan hukum yang bersifat

menekan (repressive). Masyarakat menerapkan sanksi tersebut tidak atas

pertimbangan rasional mengenai jumlah

Kerugian obyektif yang menimpa masyarakat itu, melainkan atas dasar

kemarahan kolektif yang muncul karena tindakan yang menyimpang dari pelaku.

Masyarakat ingin memberi pelajaran kepada pelaku dan juga pada memberi

peringatan anggota masyarakat yang lain agar tidak melakukan tindakan

pelanggaran yang sama. Pada beberapa kasus yang lain, masyarakat menggunakan

10

Page 14: IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILA

kelompoknya untuk menyelesaikan konflik yang terjadi. Mulai dari skala “kecil”

seperti kasus Matraman yang melibatkan warga Palmeriam dan Berland, kasus

tawuran pelajar, sampai dengan kasus-kasus besar seperti Ambon, Sambas,

Sampit, dan sebagainya. Pada kasus Sampit, misalnya, konflik antara etnis Dayak

dan Madura yang terjadi karena ketidakadilan ekonomi tidak dibawa dalam jalur

hukum, melainkan diselesaikan melalui tindakan kelompok. Dalam hal ini,

kebenaran menurut hukum tidak dianut sama sekali, masing-masing kelompok

menggunakan norma dan hukumnya dalam menentukan kebenaran serta sanksi

bagi pelaku yang melanggar hukum menurut versinya tersebut. Tidak diperlukan

adanya argumentasi dan pembelaan bagi si terdakwa. Suatu kesalahan yang

berdasarkan keputusan kelompok tertentu, segera divonis menurut aturan

kelompok tersebut.

3. Pemanfaatan Inkonsistensi Penegakan Hukum untuk Kepentingan

Pribadi

Dalam beberapa kasus yang berhasil ditemukan oleh media cetak, terbukti

adanya kasus korupsi dan kolusi yang melibatkan baik polisi, kejaksaan, maupun

hakim dalam suatu perkara. Kasus ini biasanya melibatkan pengacara yang

menjadi perantara antara terdakwa dan aparat penegak hukum. Fungsi pengacara

yang seharusnya berada di kutub memperjuangkan keadilan bagi terdakwa ,

berubah menjadi pencari kebebasan dan keputusan seringan mungkin dengan

segala cara bagi kliennya. Sementara posisi polisi dan jaksa yang seharusnya

berada di kutub yang menjaga adanya kepastian hukum, terbeli oleh kekayaan

terdakwa. Demikian pula hakim yang seharusnya berada ditengah-tengah dua

kutub tersebut, kutub keadilan dan kepastian hukum, bisa jadi condong

membebaskan atau memberikan putusan seringan-ringannya bagi terdakwa

setelah melalui kesepakatan tertentu.

Dengan skenario diatas, lengkaplah sandiwara pengadilan yang seharusnya

mencari kebenaran dan penyelesaian masalah menjadi suatu pertunjukan yang

telah diatur untuk membebaskan terdakwa. Dan karena menyangkut uang, hanya

orang kaya lah yang dapat menikmati keadaan inkonsistensi penegakan hukum

11

Page 15: IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILA

ini. Sementara orang miskin (atau yang relatif lebih miskin) akan putusan

pengadilan yang lebih tinggi.

4. Penggunaan Tekanan Asing dalam Proses Peradilan

Campur tangan asing bagaikan pisau bermata dua. Disatu pihak tekanan

asing dapat membawa berkah bagi pencari keadilan dengan dipercepatnya

penyidikan dan penegakan hukum oleh aparat. Lembaga asing non pemerintah

biasanya aktif melakukan tekanan-tekanan semaam ini, misalnya dalam

pengusutan kasus pembunuhan di Aceh, tragedi Ambon,Sambas, dan sebagainya.

Namun di lain pihak tekanan asing kadang juga memberi mimpi buruk pula bagi

masyarakat. Beberapa perusahaan asing yang terkena kasus pencemaran

lingkungan, gugatan tanah oleh masyarakat adat setempat, serta sengketa

perburuhan, kadang menggunakan negara induknya untuk melakukan pendekatan

dan tekanan terhadap pemerintah Indonesia agar tercapai kesepakatan yang

menguntungkan kepentingan mereka, tanpa membiarkan hukum untuk

menyelesaikannnya secara mandiri. Tekanan tersebut dapat berupa ancaman

embargo, penggagalan penanaman modal, penghentian dukungan politik, dan

sebagainya. Kesemuanya untuk meningkatkan posisi tawar mereka dalam proses

hukum yang sedang atau akan dijalaninya.

D. Prioritas Penegakan Hukum

Inkonsistensi penegakan hukum merupakan masalah penting yang harus

segera ditangani. Masalah hukum ini paling dirasakan oleh masyarakat dan

membawa dampak yang sangat buruk bagi kehidupan bermasyarakat. Persepsi

masyarakat yang buruk mengenai penegakan hukum, menggiring masyarakat

pada pola kehidupan sosial yang tidak mempercayai hukum sebagai sarana

penyelesaian konflik, dan cenderung menyelesaikan konflik dan permasalahan

mereka di luar jalur. Cara ini membawa akibat buruk bagi masyarakat itu sendiri.

Pemanfaatan inkonsistensi penegakan hukum oleh sekelompok orang demi

kepentingannya sendiri, selalu berakibat merugikan pihak yang tidak mempunyai

kemampuan yang setara. Akibatnya rasa ketidakadilan dan ketidakpuasan tumbuh

12

Page 16: IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILA

subur di masyarakat Indone sia.Penegakan hukum yang konsisten harus terus

diupayakan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap hukum di

Indonesia.

Melihat penyebab inkonsistensi penegakan hukum di Indonesia, maka

prioritas perbaikan harus dilakukan pada aparat,baik polisi, jaksa, hakim, maupun

pemerintah (eksekutif) yang ada dalam wilayah peradilan yang bersangkutan.

Tanpa perbaikan kinerja dan moral aparat, maka segala bentuk kolusi, korupsi,

dan nepotisme akan terus berpengaruh dalam proses penegakan hukum di

Indonesia. Selain perbaikan kinerja aparat, materi hukum sendiri juga harus terus

menerus diperbaiki. Kasus tidak adanya perundangan yang dapat menjerat para

terdakwa kasus korupsi, diharapkan tidak akan muncul lagi dengan adanya

undang-undang yang lebih tegas. Selain mengharapkan peran DPR sebagai

lembaga legistatif untuk lebih aktif dalam memperbaiki dan menciptakan

perundang-undang yang lebih sesuai dengan perkembangan jaman, diharapkan

pula peran dan kontrol publik baik melalui perorangan, media massa, maupun

lembaga swadaya masyarakat. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat juga

menjadi faktor kunci dalam penegakan hukum secara konsisten.

E. Solusi Permasalahan hukum di indonesia

Sebagai warga negara yang baik dan sadar hukum serta peduli akan masa

depan sistem penegakkan hukum di Indonesia agar tercipta kehidupan yang aman,

damai dan sejahtera atas dasar rasa keadilan. Maka sepantasnyalah kita dapat

mengusulkan :

1. kiranya sistem peradilan kita di evaluasi dan di adakan perubahan

mendasar agar proses peradilan dan produk putusan pengadilan dapat di

tingkatkan menjadi lebih bermutu dan benar-benar menjadi independensi

peradilan secara benar dan memperbaiki sistem peradilan yang menjamin mutu

putusan seperti dengan menerapkan kebijakan pembatasan perkara di Mahkamah

Agung sambil memperkuat kedudukan dan peranan pengadilan tinggi di setiap

ibukota propinsi.

13

Page 17: IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILA

2. Kemudian di lingkungan peradilan, sebaiknya segera di adakan sistem

kamar dalam penanganan perkara, tidak lagi sistem majelis seperti di peraktikan

selama ini. Dengan sistem kamar itu, perkara-perkara (i) pidana, ( ii) perdata

umum, (iii) bisnis, (iv) agama, (v) tata usaha negara, dan (vi)militer, dapat di

tangani secara professional oleh hakim yang memang menguasai bidang hukum

terkait.

3. Demikian pula dengan aparat dan aparatur penyelidikan, penyidikan,

penuntutan, pembelaan, dan pemasyarakatan juga perlu segera di reformasi secara

mendasar. Polisi, sejak berpisah dari TNI tentu harus mengubah wataknya jangan

lagi militeristik. Polisi adalah pengayom masyarakat bukan bermusuhan dengan

rakyat. kejaksaan lembaga penuntut khusus lain, yaitu KPK ( Komisi

Pemberantasan Korupsi ) juga haruslah bertindak profesional sebagai lembaga

penegak keadilan , bukan sekedar merupakan lembaga penegak peraturan.

4. Kemudian yang tidak kalah pentingnya adalah profesi advokat yang

masih jauh dari idealitas profesionalnya sebagai penegak hukum. Apalagi sampai

sekarang persatuan para advokat dalam wadah tunggal masih menghadapi kendala

dan tidak kunjung terselesaikan. Padahal para advokat mengimpikan watak

independensi yang kokoh bagi kedudukan professional mereka. Namun, jika para

advokat justru tidak dapat menyelesaikan sendiri masalah internal mereka. Apa

alasannya untuk mencegah agar fungsi-fungsi negara yang relevan ikut berperan

jikalau kepentingan rakyat dan negara justru menuntut berfungsinya organisasi

tunggal para advokat yang oleh undang-undang advokat telah di kukuhkan

sebagai aparay penegak hukum ?

Selain itu menurunnya kesadaran hukum di masyarakat kita yang

berakibat tingginya angka pelanggaran hukum, juga di sebabkan oleh kurangnya

pemahaman dan pengetahuan mengenai ilmu hukum serta ilmu agama di tengah

masyarakat kita. Untuk itu memasukan ilmu hukum kedalam kurikulum pelajaran

sekolah mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi di rasa perlu agar

generasi muda bisa memahami ilmu hukum sejak dini. Kemudian, menjadikan

pelajaran agama sebagai salah satu pelajaran yang di masukan kedalam Ujian

Nasional (UN) sebagai landasan kelulusan peserta didik juga di nilai perlu agar

para peserta didik tidak hanya menguasai pengetahuan umum juga pemahaman

14

Page 18: IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILA

agama sebagai bekal mereka serta landasan berperikau di masyarakat. Semoga

dengan itu dapat mengurangi angka pelanggaran hukum sehigga kehidupan yang

aman dan damai seperti yang di cita-citakan dapat terwujud. Selain beberapa

solusi tersebut di atas, tentunya masih banyak solusi lainnya yang menjadi tugas

kita bersama untuk menggali dan mewujudkannya.

15

Page 19: IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILA

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kondisi hukum di Indonesia dewasa ini sangat memprihatinkan. Hal ini

tergambar dari penanganan berbagai kasus pelanggaran hukum yang tidak

terselesaikan dengan baik, serta meninggkatnya angka pelanggaran hukum di

akibatkan oleh menurunnya kesadaran masyarakat tentang hukum dan kurangnya

wibawa dan profesionalisme para aparat penegak hukum serta kurangnya

perhatian dan jaminan hukum dari pemerintah.

Sebagai warga negara yang baik, sadar hukum, serta memilki kepedulian

akan kondisi hukum di Indonesia, sepantasnyalah kita dapat mengajukan beragam

solusi untuk memperbaiki kondisi yang sedang terjadi agar sesuai dengan tujuan

dan cita-cita bersama.

B. Saran

Penguasa negara harus bisa memproyeksikan dan men-real-kan(menjadi

kenyataan) sebuah tujuan negara yang termaktub dalam alinea IV UUD NRI

1945. Dengan tidak bertindak sewenang-wenang.

Rakyat juga harus membantu mewujudkannya dengan mematuhi segala

peraturan perundang-undangan yang ada dalam negara indonesia, serta membantu

pemerintah dalam mewujudkannya negara aman. Adil, sejahtera, dan makmur.

Maka dari itu, harus ada kerjasama kesinambungan berkelanjutan antara penguasa

negara dan rakyat dalam membangun negara indonesia ini. Penguasa negara

menyediakan sarana dan prasarana, serta infrastruktur yang memadai. Sehingga

rakyat mempunyai lapangan pekerjaan yang banyak untuk pemenuhan hidupnya.

Serta adanya timbal balik dari rakyat berupa pajak, sebagai devisa negara yang

digunakan untuk pembangunan bangsa sehingga apa yang dicita-citakan negara

dalam pembukaan alinea IV UUD NRI 1945 dapat tercapai.

16

Page 20: IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILA

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Achmad.1999. Pengadilan dan Masyarakat. Ujung Pandang : Hasanudin University PressDoyle, Paul Johnson.1986.Teori Sosiologi Klasik dan Modern Terjemahan Robert M.Z. Lawang. Jakarta : GramediaSoemardi, Dedi.1997.Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta : Ind-Hill Soerjono,Soekanto. 1986. Faktor-Faktor yang mempengaruhi penegakan hukum.Jakarta : Rajawali

17