makalah pcl
DESCRIPTION
MAKALAH PCLTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dankeberhasilannya
dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagaisuatu proses perubahan yang
direncanakan mencakup semua aspek kehidupanmasyarakat. Efektifitas dan keberhasilan
pembangunan terutama ditentukanoleh dua faktor, yaitu sumberdaya manusia, yakni
(orang-orang yang terlibatsejak dari perencanaan samapai pada pelaksanaan) dan
pembiayaan. Diantaradua faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor
manusianya.Indonesia merupakan salah satu negara terkaya di Asia dilihat
darikeanekaragaman kekayaan sumber daya alamnya. Tetapi ironisnya, negaratercinta ini
dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia bukanlahmerupakan sebuah negara
yang kaya malahan termasuk negara yang miskin.Mengapa demikian? Salah satu
penyebabnya adalah rendahnya kualitassumber daya manusianya. Kualitas tersebut
bukan hanya dari segipengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas
moral dankepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari
aparatpenyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi.Korupsi di Indonesia
dewasa ini sudah merupakan patologi social(penyakit social) yang sangat berbahaya
yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Korupsi telahmengakibatkan kerugian materiil keuangan negara yang sangat besar.
Namunyang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan
pengurasankeuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan
anggotalegislatif dengan dalih studi banding, THR, uang pesangon dan lainsebagainya di
luar batas kewajaran. Bentuk perampasan dan pengurasankeuangan negara demikian
terjadi hampir di seluruh wilayah tanah air. Hal itumerupakan cerminan rendahnya
moralitas dan rasa malu, sehingga yang menonjol adalah sikap kerakusan dan aji
mumpung. Persoalannya adalahdapatkah korupsi diberantas? Tidak ada jawaban lain
kalau kita ingin maju,adalah korupsi harus diberantas. Jika kita tidak berhasil
memberantas korupsi,atau paling tidak mengurangi sampai pada titik nadir yang paling
rendahmaka jangan harap Negara ini akan mampu mengejar
ketertinggalannyadibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang maju.
Karenakorupsi membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawanegara ke
jurang kehancuran.
1.2 RUMUSAN MASALAH
2.1.1 Apakah pengertian korupsi?
2.1.2 Apakah sebab-sebab terjadinya korupsi?
2.1.3 Apakah ciri-ciri korupsi?
2.1.4 Apakah macam-macam korupsi?
2.1.5 Bagaimana gambaran umum tentang korupsi di Indonesia ?
2.1.6 Apa saja contoh bentuk penyalahgunaan korupsi?
2.1.7 Apa sajakah dampak negatif tindakan korupsi?
2.1.8 Bagaimana peran pemerintah dalam memberantas korupsi ?
2.1.9 Upaya apa yang dapat ditempuh dalam pemberantasan korupsi ?
1.3 TUJUAN
3.1.1 Mengetahui pengertian korupsi
3.1.2 Mengetahui sebab-sebab terjadinya korupsi
3.1.3 Mengetahui ciri-ciri korupsi
3.1.4 Mengetahui macam-macam korupsi
3.1.5 Mengetahui gambaran umum tentang korupsi di Indonesia
3.1.6 Mengetahui contoh bentuk penyalahgunaan korupsi
3.1.7 Mengetahui dampak negatif dari tindakan korupsi
3.1.8 Mengetahui peran pemerintah dalam memberantas korupsi di Indonesia
3.1.9 Mengetahui upaya apa yang dapat ditempuh dalam pemberantasan korupsi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN KORUPSI
Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk,
rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Korupsi merupakan perbuatan
curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas dengan berbagai macam modus.
Korupsi menurut Huntington (1968) adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang
dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat, dan perilaku menyimpang ini
ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi.
Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang
menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan
kepentingan umum.
Dengan merujuk definisi Huntington diatas, Heddy Shri Ahimsha-Putra (2002)
menyatakan bahwa persoalan korupsi adalah persoalan politik pemaknaan.
Seorang sosiolog Malaysia Syed Hussein Alatas secara implisit menyebutkan tiga
bentuk korupsi yaitu sogokan (bribery), pemerasan (extortion), dan nepotisme.
Alatas mendefinisikan nepotisme sebagai pengangkatan kerabat, teman, atau sekutu
politik untuk menduduki jabatan-jabatan publik, terlepas dari kemampuan yang
dimilikinya dan dampaknya bagi kemaslahatan umum (Alatas 1999:6).
Inti ketiga bentuk korupsi menurut kategori Alatas ini adalah subordinasi kepentingan
umum dibawah tujuan-tujuan pribadi yang mencakup pelanggaran-pelanggaran
norma-norma, tugas, dan kesejahteraan umum, yang dibarengi dengan kerahasiaan,
pengkhianatan, penipuan, dan sikap masa bodoh terhadap akibat yang ditimbulkannya
terhadap masyarakat.
Istilah korupsi dapat pula mengacu pada pemakaian dana pemerintah untuk tujuan
pribadi. Definisi ini tidak hanya menyangkut korupsi moneter yang konvensional, akan
tetapi menyangkut pula korupsi politik dan administratif. Seorang administrator yang
memanfaatkan kedudukannya untuk menguras pembayaran tidak resmi dari para investor
(domestik maupun asing), memakai sumber pemerintah, kedudukan, martabat, status,
atau kewenangannnya yang resmi, untuk keuntungan pribadi dapat pula dikategorikan
melakukan tindak korupsi.
Mengutip Robert Redfield, korupsi dilihat dari pusat budaya, pusat budaya dibagi
menjadi dua, yakni budaya kraton (great culture) dan budaya wong cilik (little culture).
Dikotomi budaya selalu ada, dan dikotomi tersebut lebih banyak dengan subyektifitas
pada budaya besar yang berpusat di kraton. Kraton dianggap sebagai pusat budaya. Bila
terdapat pusat budaya lain di luar kraton, tentu dianggap lebih rendah dari pada budaya
kraton. Meski pada hakikatnya dua budaya tersebut berdiri sendiri-sendiri namun tetap
ada bocoran budaya.
Pengertian korupsi di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,
dijelaskan sebagai berikut.
a. Penyelenggara negara adalah pejabat negara yang melaksanakan fungsi eksekutif,
legislative, dan yudikatif, serta pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya
berkaitan dengan penyelenggara negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
b. Penyelenggara yang bersih adalah penyelenggara negara yang menaati asas-asas
umum penyelenggara negara dan bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme
serta perbuatan tercela lainnya.
c. Asas umum pemerintah negara yang baik adalah asas yang menjunjung tinggi norma
kesusilaan, kepatuhan, dan norma hukum, untuk mewujudkan penyelengara negara
yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
d. Korupsi adalah tindakan pidana yang dilakukan orang yang secara sengaja melawan
hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain suatu
korporasi dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Definisi korupsi yang dipahami umum adalah merugikan negara atau institusi baik
seara langsung atau tidak langsung sekaligus memperkaya diri sendiri.
Sedangkan pengertian korupsi dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (W.J.S.
Poerwadarminta) adalah sebagai perbuatan curang, dapat disuap, dan tidak bermoral.
adapun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi adalah penyelewengan atau
penggelapan uang negara atau perusahaan dan sebagainya untuk kepentingan pribadi
maupun orang lain.sedangkan di dunia internasional pengertian korupsi berdasarkan
Black Law Dictionary yang mempunyai arti bahwa suatu perbuatan yan dilakukan
dengan sebuah maksud untuk mendapatkan beberapa keuntungan yang bertentangan
dengan tugas resmi dan kebenaran-kebenaran lainnya "sesuatu perbuatan dari suatu yang
resmi atau kepercayaan seseorang yang mana dengan melanggar hukum dan penuh
kesalahan memakai sejumlah keuntungan untuk dirinya sendiri atau orang lain yang
bertentangan dengan tugas dan kebenaran-kebenaran lainnya.
2.2 SEBAB – SEBAB TERJADINYA KORUPSI
1. Klasik
a) Ketiadaan dan kelemahan pemimpin. Ketidakmampuan pemimpinuntuk
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, merupakan peluangbawahan
melakukan korupsi. Pemimpin yang bodoh tidak mungkinmampu melakukan
kontrol manajemen lembaganya.kelemahanpemimpin ini juga termasuk ke
leadershipan, artinya, seorangpemimpin yang tidak memiliki karisma, akan
mudah dipermainkananak buahnya. Leadership dibutuhkan untuk menumbuhkan
rasa takut,ewuh poakewuhdi kalangan staf untuk melakukan penyimpangan.
b) Kelemahan pengajaran dan etika. Hal ini terkait dengan sistempendidikan dan
substansi pengajaran yang diberikan. Pola pengajaranetika dan moral lebih
ditekankan pada pemahaman teoritis, tanpadisertai dengan bentuk-bentuk
pengimplementasiannya.
c) Kolonialisme dan penjajahan. Penjajah telah menjadikan bangsa inimenjadi
bangsa yang tergantung, lebih memilih pasrah daripadaberusaha dan senantiasa
menempatkan diri sebagai bawahan.Sementara, dalam pengembangan usaha,
mereka lebih cenderungberlindung di balik kekuasaan (penjajah) dengan
melakukan kolusidan nepotisme. Sifat dan kepribadian inilah yang
menyebabkanmunculnya kecenderungan sebagian orang melakukan korupsi.
d) Rendahnya pendidikan. Masalah ini sering pula sebagai penyebabtimbulnya
korupsi. Minimnya ketrampilan, skill, dan kemampuanmembuka peluang usaha
adalah wujud rendahnya pendidikan. Denganberbagai keterbatasan itulah mereka
berupaya mencsri peluang denganmenggunakan kedudukannya untuk
memperoleh keuntungan yangbesar. Yang dimaksud rendahnya pendidikan di sini
adalah komitmenterhadap pendidikan yang dimiliki. Karena pada kenyataannya
koruptor rata-rata memiliki tingkat pendidikan yang memadai,kemampuan, dan
skill.
e) Kemiskinan. Keinginan yang berlebihan tanpa disertai instropeksi diriatas
kemampuan dan modal yang dimiliki mengantarkan seseorangcenderung
melakukan apa saja yang dapat mengangkat derajatnya.Atas keinginannya yang
berlebihan ini, orang akan menggunakankesempatan untuk mengeruk keuntungan
yang sebesar-besarnya.
f) Tidak adanya hukuman yang keras, seperti hukuman mati, seumurhidup atau di
buang ke Pulau Nusakambangan. Hukuman sepertiitulah yang diperlukan untuk
menuntaskan tindak korupsi.
g) Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi.
2. Modern
a) Rendahnya Sumber Daya Manusia.Penyebab korupsi yang tergolong modern
itu sebagai akibatrendahnya sumber daya manusia. Kelemahan SDM ada
empatkomponen, sebagai berikut:
1) Bagian kepala, yakni menyangkut kemampuan seseorangmenguasai
permasalahan yang berkaitan dengan sains dan knowledge.
2) Bagian hati, menyangkut komitmen moral masing-masingkomponen bangsa,
baik dirinya maupun untuk kepentinganbangsa dan negara, kepentingan dunia
usaha, dan kepentinganseluruh umat manusia.komitmen mengandung
tanggung jawabuntuk melakukan sesuatu hanya yang terbaik dan
menguntungkansemua pihak.
3) Aspek skill atau keterampilan, yakni kemampuan seseorangdalam
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.
4) Fisik atau kesehatan. Ini menyangkut kemanpuan seseorangmengemban
tanggung jawab yang diberikan. Betapa punmemiliki kemampuan dan
komitmen tinggi, tetapi bila tidak ditunjang dengan kesehatan yang prima,
tidak mungkin standardalam mencapai tujuann
b) Struktur Ekonomi Pada masa lalu struktur ekonomi yang terkait dengan
kebijakan ekonomi dan pengembangannya dilakukan secara bertahap, sedangkan
sekarang sudah tidak ada konsep itu lagi. Dihapus tanpa ada
penggantinya,sehingga semuanya tidak karuan, tidak dijamin. Jadi, kita
terlalumemporak-perandakan produk lama yang bagus
Dalam teori yang dikemukakan oleh Jack Bologne atau sering disebut GONE
Theory, bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi meliputi :
Greeds(keserakahan) : berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang secara
potensial ada di dalam diri setiap orang.
Opportunities(kesempatan) : berkaitan dengankeadaan organisasi atau instansi atau
masyarakat yang sedemikian rupa, sehingga terbuka kesempatan bagi seseorang
untuk melakukan kecurangan.
Needs(kebutuhan) : berkaitan dengan faktor-faktor yamg dibutuhkan oleh individu-
individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.
Exposures(pengungkapan) : berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi yang
dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan
kecurangan.
Bahwa faktor-faktor Greeds dan Needs berkaitan dengan individu pelaku (actor)
korupsi, yaitu individu atau kelompok baik dalam organisasi maupun di luar organisasi
yang melakukan korupsi yang merugikan pihak korban. Sedangkan faktor-faktor
Opportunities dan Exposures berkaitan dengan korban perbuatan korupsi (victim) yaitu
organisasi, instansi, masyarakat yang kepentingannya dirugikan.
Menurut Dr.Sarlito W. Sarwono, faktor penyebab seseorang melakukan tindakan
korupsi yaitu faktor dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak, dan
sebagainya) dan faktor rangsangan dari luar (misalnya dorongan dari teman-teman,
kesempatan, kurang kontrol dan sebagainya).
Menurut Komisi IV DPR-RI, terdapat tiga indikasi yang menyebabkan meluasnya
korupsi di Indonesia, yaitu :
1. Pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi.
2. Penyalahgunaan kesempatan untuk memperkaya diri.
3. Penyalahgunaan kekuasaan untuk memperkaya diri.
2.3 CIRI-CIRI KORUPSI
Adapun ciri-ciri korupsi, antara lain:
1. Melibatkan lebih dari satu orang. Setiap perbuatan korupsi tidak mungkin dilakukan
sendiri, pasti melibatkan lebih dari satu orang.Bahkan, pada perkembangannya
acapkali dilakukan secara bersama-sama untuk menyulitkan pengusutan.
2. Serba kerahasiaan. Meski dilakukan bersama-sama, korupsi dilakukandalam koridor
kerahasiaan yang sangat ketat. Masing-masing pihak yangterlibat akan berusaha
semaksimal mungkin menutupi apa yang telahdilakukan.
3. Melibat elemen perizinan dan keuntungan timbal balik. Yang dimaksudelemen
perizinan adalah bidang strategis yang dikuasai oleh negaramenyangkut
pengembangan usaha tertentu. Misalnya izin mendirikanbangunan, izin
perusahaan,dan lain-lain.
4. Selalu berusaha menyembunyikan perbuatan/maksud tertentu dibalik kebenaran.
5. Koruptor menginginkan keputusan-keputusan yang tegas dan memilikipengaruh.
Senantiasa berusaha mempengaruhi pengambil kebijakan agarberpihak padanya.
Mengutamakan kepentingannya dan melindungisegala apa yang diinginkan.
6. Tindakan korupsi mengundang penipuan yang dilakukan oleh badan hukum publik
dan masyarakat umum. Badan hukum yang dimaksudsuatu lembaga yang bergerak
dalam pelayanan publik atau penyediabarang dan jasa kepentingan publik.
7. Setiap tindak korupsi adalah pengkhianatan kepercayaan. Ketikaseseorang berjuang
meraih kedudukan tertentu, dia pasti berjanji akanmelakukan hal yang terbaik untuk
kepentingan semua pihak. Tetapisetelah mendapat kepercayaanm kedudukan tidak
pernah melakukan apayang telah dijanjikan.
8. Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif darikoruptor sendiri.
Sikap dermawan dari koruptor yang acap ditampilkandi hadapan publik adalah bentuk
fungsi ganda yang kontradiktif. Di satupihak sang koruptor menunjukkan perilaku
menyembunyikan tujuanuntuk menyeret semua pihak untuk ikut bertanggung jawab,
di pihak laindia menggunakan perilaku tadi untuk meningkatkan posisi tawarannya.
2.4 MACAM- MACAM KORUPSI
Korupsi telah didefinisikan secara jelas oleh UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20
Tahun 2001 dalam pasal-pasalnya. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, terdapat 33 jenis
tindakan yang dapat dikategorikan sebagai korupsi. 33 tindakan tersebut dikategorikan
ke dalam 7 kelompok yakni :
1. Korupsi yang terkait dengan merugikan keuangan Negara
2. Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap
3. Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan
4. Korupsi yang terkait dengan pemerasan
5. Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang
6. Korupsi yang terkait dengan benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Korupsi yang terkait dengan gratifikasi
Menurut Aditjandra dari definisi tersebut digabungkan dan dapat diturunkan
menjadi dihasilkan tiga macam model korupsi (2002: 22-23) yaitu :
Model korupsi lapis pertama
Berada dalam bentuk suap (bribery), yakni dimana prakarsa datang dari pengusaha
atau warga yang membutuhkan jasa dari birokrat atau petugas pelayanan publik atau
pembatalan kewajiban membayar denda ke kas negara, pemerasan (extortion)
dimana prakarsa untuk meminta balas jasa datang dari birokrat atau petugas pelayan
publik lainnya.
Model korupsi lapis kedua
Jaring-jaring korupsi (cabal) antar birokrat, politisi, aparat penegakan hukum, dan
perusahaan yang mendapatkan kedudukan istimewa. Menurut Aditjandra, pada
korupsi dalam bentuk ini biasanya terdapat ikatan-ikatan yang nepotis antara
beberapa anggota jaring-jaring korupsi, dan lingkupnya bisa mencapai level
nasional.
Model korupsi lapis ketiga
Korupsi dalam model ini berlangsung dalam lingkup internasional dimana
kedudukan aparat penegak hukum dalam model korupsi lapis kedua digantikan oleh
lembaga-lembaga internasional yang mempunyai otoritas di bidang usaha maskapai-
maskapai mancanegara yang produknya terlebih oleh pimpinan rezim yang menjadi
anggota jaring-jaring korupsi internasional korupsi tersebut.
2.5 GAMBARAN UMUM TENTANG KORUPSI DI INDONESIA
Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan
sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui Undang-Undang
Nomor 24 Prp 1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya “Operasi Budhi” dan
Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 228
Tahun 1967 yang dipimpin langsung oleh Jaksa Agung, belum membuahkan hasil nyata.
Pada era Orde Baru, muncul Undang-Undang Nomor3 Tahun 1971 dengan
“Operasi Tertib”yang dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban
(Kopkamtib), namun dengan kemajuan iptek, modus operandi korupsi semakin canggih
dan rumit sehingga Undang-Undang tersebut gagal dilaksanakan. Selanjutnya
dikeluarkan kembali Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudah cukup
banyak dan sistematis. Namun korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997
saat negara mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan, dan kepercayaan yang pada
akhirnya menjadi krisis multidimensi. Gerakan reformasi yang menumbangkan rezim
Orde Baru menuntut antara lain ditegakkannya supremasi hukum dan pemberantasan
Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN). Tuntutan tersebut akhirnya dituangkan di dalam
Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 & Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999
tentang Penye-lenggaraan Negara yang Bersih & Bebas dari KKN.
2.6 BENTUK PENYALAHGUNAAN KORUPSI
Korupsi mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan
nepotisme, juga penyalahgunaan yang menghubungkan sektor swasta dan pemerintahan
seperti penyogokan, pemerasan, campuran tangan, dan penipuan.
Penyogokan: penyogok dan penerima sogokan
Korupsi memerlukan dua pihak yang korup: pemberi sogokan (penyogok) dan penerima
sogokan. Di beberapa negara, budaya penyogokan mencakup semua aspek hidup sehari-
hari, meniadakan kemungkinan untuk berniaga tanpa terlibat penyogokan.
Sumbangan kampanye dan "uang haram"
Di arena politik, sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi, namun lebih sulit lagi untuk
membuktikan ketidakadaannya. Maka dari itu, sering banyak ada gosip menyangkut
politisi.
Politisi terjebak di posisi lemah karena keperluan mereka untuk meminta sumbangan
keuangan untuk kampanye mereka. Sering mereka terlihat untuk bertindak hanya demi
keuntungan mereka yang telah menyumbangkan uang, yang akhirnya menyebabkan
munculnya tuduhan korupsi politis.
2.7 DAMPAK NEGATIF DARI TINDAKAN KORUPSI
1) Demokrasi
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia
politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good
governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum
dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan
kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan
korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan
masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah,
karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau
dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi
mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan
toleransi.
2) Ekonomi
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas
pelayanan pemerintahan.
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan
ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos
niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi
dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan.
Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan
mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa
ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan
hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga
mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi
dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang
tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan
mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan
upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek
masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan
lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat
keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga
mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan
tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor
keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika,
adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan
penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke
dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang
memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti
Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok),
namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur,
ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dari Universitas Massachussetts
memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-
Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka
sendiri. Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya pembangunan) telah
dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson). Dalam kasus
Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa
pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat
dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan
mereka di luar negeri, di luar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan.
3) Kesejahteraan umum negara
Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga
negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan
pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus
membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan
perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya
mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan
besar kepada kampanye pemilu mereka.
2.8 PERAN PEMERINTAH DALAM MEMBERANTAS KORUPSI DI INDONESIA
Salah satu isu yang paling krusial untuk dipecahkan oleh bangsa dan pemerintah
Indonesia adalah masalah korupsi. Hal ini disebabkan semakin lama tindak pidana
korupsi di Indonesia semakin sulit untuk diatasi. Maraknya korupsi di Indonesia
disinyalir terjadi di semua bidang dan sektor pembangunan. Apalagi setelah
ditetapkannya pelaksanaan otonomi daerah, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diperbaharui dengan Undang-Undang
Nomor 32 tahun 2004, disinyalir korupsi terjadi bukan hanya pada tingkat pusat tetapi
juga pada tingkat daerah dan bahkan menembus ke tingkat pemerintahan yang paling
kecil di daerah.
Pemerintah Indonesia sebenarnya tidak tinggal diam dalam mengatasi praktek-
praktek korupsi. Upaya pemerintah dilaksanakan melalui berbagai kebijakan berupa
peraturan perundang-undangan dari yang tertinggi yaitu Undang-Undang Dasar 1945
sampai dengan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain itu, pemerintah juga membentuk komisi-komisi yang berhubungan langsung
dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi seperti Komisi Pemeriksa
Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Upaya pencegahan praktek korupsi juga dilakukan di lingkungan eksekutif atau
penyelenggara negara, dimana masing-masing instansi memiliki Internal Control Unit
(unit pengawas dan pengendali dalam instansi) yang berupa inspektorat. Fungsi
inspektorat mengawasi dan memeriksa penyelenggaraan kegiatan pembangunan di
instansi masing-masing, terutama pengelolaan keuangan negara, agar kegiatan
pembangunan berjalan secara efektif, efisien dan ekonomis sesuai sasaran. Di samping
pengawasan internal, ada juga pengawasan dan pemeriksaan kegiatan pembangunan
yang dilakukan oleh instansi eksternal yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan
Badan Pengawas Keuangan Pembangunan (BPKP).
Selain lembaga internal dan eksternal, lembaga swadaya masyarakat (LSM) juga
ikut berperan dalam melakukan pengawasan kegiatan pembangunan, terutama kasus-
kasus korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara negara. Beberapa LSM yang aktif dan
gencar mengawasi dan melaporkan praktek korupsi yang dilakukan penyelenggara
negara antara lain adalah Indonesian Corruption Watch (ICW), Government Watch
(GOWA), dan Masyarakat Tranparansi Indonesia (MTI).
Dilihat dari upaya-upaya pemerintah dalam memberantas praktek korupsi di atas
sepertinya sudah cukup memadai baik dilihat dari segi hukum dan peraturan perundang-
undangan, komisi-komisi, lembaga pemeriksa baikinternal maupun eksternal, bahkan
keterlibatan LSM. Namun, kenyataannya praktek korupsi bukannya berkurang malah
meningkat dari tahun ke tahun.
2.9 UPAYA PENCEGAHAN DAN STRATEGI PEMBERANTASAN KORUPSI
Menurut Baharuddin Lopa, mencegah korupsi tidaklah begitu sulit kalau kita
secara sadar untuk menempatkan kepentingan umum (kepentingan rakyat banyak) di atas
kepentingan pribadi atau golongan. Ini perlu ditekankan sebab betapa pun sempurnanya
peraturan, kalau ada niat untuk melakukan korupsi tetap ada di hati para pihak yang ingin
korup, korupsi tetap akan terjadi karena faktor mental itulah yang sangat menentukan.
Dalam melakukan analisis atas perbuatan korupsi dapat didasarkan pada 3 (tiga)
pendekatan berdasarkan alur proses korupsi yaitu :
Pendekatan pada posisi sebelum perbuatan korupsi terjadi
Pendekatan pada posisi perbuatan korupsi terjadi
Pendekatan pada posisi setelah perbuatan korupsi terjadi.
Dari tiga pendekatan ini dapat diklasifikasikan tiga strategi untuk mencegah dan
memberantas korupsi yang tepat yaitu :
Strategi Preventif
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang
menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus dibuat
upaya preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu
perlu dibuat upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan
upaya ini melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan
mampu mencegah adanya korupsi.
Strategi Deduktif
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar
apabila suatu perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat
diketahui dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga
dapat ditindaklanjuti dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang
harus dibenahi, sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan
yang cukup tepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini
sangat membutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu hukum, ekonomi
maupun ilmu politik dan sosial
Strategi Represif
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk
memberikan sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak
yang terlibat dalam korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan korupsi
sejak dari tahap penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan
perlu dikaji untuk dapat disempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses
penanganan tersebut dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun implementasinya
harus dilakukan secara terintregasi.
Bagi pemerintah banyak pilihan yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang
hendak dilaksanakan. Bahkan dari masyarakat dan para pemerhati / pengamat masalah
korupsi banyak memberikan sumbangan pemikiran dan opini strategi pemberantasan
korupsi secara preventif maupun secara represif antara lain :
1. Konsep “carrot and stick” yaitu konsep pemberantasan korupsi yang sederhana
yang keberhasilannya sudah dibuktikan di Negara RRC dan Singapura. Carrot
adalah pendapatan netto pegawai negeri, TNI dan Polri yang cukup untuk hidup
dengan standar sesuai pendidikan, pengetahuan, kepemimpinan, pangkat dan
martabatnya, sehingga dapat hidup layak bahkan cukup untuk hidup dengan
“gaya” dan “gagah”. Sedangkan Stick adalah bila semua sudah dicukupi dan
masih ada yang berani korupsi, maka hukumannya tidak tanggung-tanggung,
karena tidak ada alasan sedikitpun untuk melakukan korupsi, bilamana perlu
dijatuhi hukuman mati.
2. Gerakan “Masyarakat Anti Korupsi” yaitu pemberantasan korupsi di
Indonesia saat ini perlu adanya tekanan kuat dari masyarakat luas dengan
mengefektifkan gerakan rakyat anti korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan
Muhammadiyah ataupun ormas yang lain perlu bekerjasama dalam upaya
memberantas korupsi, serta kemungkinan dibentuknya koalisi dari partai politik
untuk melawan korupsi. Selama ini pemberantasan korupsi hanya dijadikan
sebagai bahan kampanye untuk mencari dukungan saja tanpa ada realisasinya dari
partai politik yang bersangkutan. Gerakan rakyat ini diperlukan untuk menekan
pemerintah dan sekaligus memberikan dukungan moral agar pemerintah bangkit
memberantas korupsi.
3. Gerakan “Pembersihan” yaitu menciptakan semua aparat hukum (Kepolisian,
Kejaksaan, Pengadilan) yang bersih, jujur, disiplin, dan bertanggungjawab serta
memiliki komitmen yang tinggi dan berani melakukan pemberantasan korupsi
tanpa memandang status sosial untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini
dapat dilakukan dengan membenahi sistem organisasi yang ada dengan
menekankan prosedur structure follows strategy yaitu dengan menggambar
struktur organisasi yang sudah ada terlebih dahulu kemudian menempatkan
orang-orang sesuai posisinya masing-masing dalam struktur organisasi tersebut.
4. Gerakan “Moral” yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa korupsi
adalah kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat
manusia. Melalui gerakan moral diharapkan tercipta kondisi lingkungan sosial
masyarakat yang sangat menolak, menentang, dan menghukum perbuatan korupsi
dan akan menerima, mendukung, dan menghargai perilaku anti korupsi. Langkah
ini antara lain dapat dilakukan melalui lembaga pendidikan, sehingga dapat
terjangkau seluruh lapisan masyarakat terutama generasi muda sebagai langlah
yang efektif membangun peradaban bangsa yang bersih dari moral korup.
5. Gerakan “Pengefektifan Birokrasi” yaitu dengan menyusutkan jumlah pegawai
dalam pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan jalan
menempatkan orang yang sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Dan
apabila masih ada pegawai yang melakukan korupsi, dilakukan tindakan tegas
dan keras kepada mereka yang telah terbukti bersalah dan bilamana perlu
dihukum mati karena korupsi adalah kejahatan terbesar bagi kemanusiaan dan
siapa saja yang melakukan korupsi berarti melanggar harkat dan martabat
kehidupan.
BAB III
KESIMPULAN
1. Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang secara langsung
merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi
meliputi dua aspek, yaitu aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan
kedudukannya dan aspek penggunaan uang negara untuk kepentingannya.
2. Adapun penyebab korupsi antara lain, ketiadaan dan kelemahan pemimpin, kelemahan
pengajaran dan etika, kolonialisme dan penjajahan, rendahnyapendidikan, kemiskinan,
tidak adanya hukuman yang keras, kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku
korupsi, rendahnya sumber daya manusia, serta struktur ekonomi.
3. Korupsi mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan
nepotisme, juga penyalahgunaan yang menghubungkan sektor swasta dan pemerintahan
seperti penyogokan, pemerasan, campuran tangan, dan penipuan.
4. Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai bidang diantaranya, bidang demokrasi,
ekonomi, dan kesejahteraan negara.
5. Upaya pemerintah untuk memberantas korupsi antara lain, melalui berbagai kebijakan
berupa peraturan perundang-undangan dari yang tertinggi yaitu Undang-Undang Dasar
1945 sampai dengan Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, membentuk Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) dan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
6. Dapat diklasifikasikan tiga strategi untuk mencegah dan memberantas korupsi yang
tepat yaitu, strategi preventif, strategi deduktif dan strategi represif.
DAFTAR PUSTAKA
Muzadi, H. 2004. MENUJU INDONESIA BARU, Strategi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Malang : Bayumedia Publishing.
Lamintang, PAF dan Samosir, Djisman. 1985. Hukum Pidana Indonesia .Bandung :
Penerbit Sinar Baru.
Saleh, Wantjik. 1978. Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia . Jakarta : GhaliaIndonesia
http://www.stialan.ac.id/artikel%20yogi.pdf
http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi
http://id.shvoong.com/law-and-politics/criminal-law/2246296-pengertian-korupsi-dan-upaya-
pemberantasan/