referat gbs

33
REFERAT GUILLAIN BARRE SYNDROME Penyaji Nama :Meyla Rosalita, S.Ked Nim : 70 2008 023 SMF PENYAKIT SARAF RSUD PALEMBANG BARI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG

Upload: didit-agus

Post on 30-Nov-2015

359 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: REFERAT GBS

REFERAT

GUILLAIN BARRE SYNDROME

Penyaji

Nama :Meyla Rosalita, S.Ked

Nim : 70 2008 023

SMF PENYAKIT SARAF RSUD PALEMBANG BARI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG

2012

Page 2: REFERAT GBS

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sindroma Guillain Barre (SGB) adalah penyakit langka dan parah1.

Sindroma Guillain Barre mengambil nama dari dua Ilmuwan Perancis, Guillain

(baca Gilan) dan Barré (baca Barre), yang menemukan dua orang prajurit perang

di tahun 1916 yang mengidap kelumpuhan kemudian sembuh setelah menerima

perawatan medis. Penyakit ini menjangkiti satu dari 40,000 orang tiap tahunnya2.

  Penyakit ini terjadi setelah prosedur infeksi akut. Sindroma Guillain Barre

mulanya mempengaruhi sistem saraf perifer. Biasanya penyakit ini adalah bentuk

kelumpuhan akut di daerah tubuh bagian bawah yang bergerak ke arah

ekstremitas atas dan wajah. Secara bertahap pasien kehilangan semua refleks lalu

mengalami kelumpuhan tubuh lengkap. 

Sindroma Guillain Barre  adalah suatu kelainan mengancam kehidupan

dan memerlukan perawatan yang tepat waktu dan perawatan suportif  dengan

imunoglobulin intravena atau plasmaferesis. Sayangnya banyak orang kehilangan

nyawa mereka tanpa perawatan medis yang tepat dan cepat. Dysautonomia dan

komplikasi paru merupakan alasan dasar untuk komplikasi kematian fatal

lainnya1.

Sepuluh studi melaporkan kejadian pada anak-anak (0-15 tahun), dan

menemukan kejadian tahunan menjadiantara 0,34, dan 1.34/100 000. 

Kebanyakan penelitian menyelidiki populasi di Eropa dan Amerika Utara

dan melaporkan angka kejadian serupa tahunan, yaitu antara 0,84 dan

1.91/100, 000. Rata-rata pertahun 1-3/100.000 populasi dan perempuan lebih

sering terkena daripada laki-laki dengan perbandingan rasio perempuan : laki-laki

= 1,5 : 1 untuk semua usia. Penurunan insiden selama waktu antara tahun 1980-

an dan 1990-an ditemukan . Sampai dengan 70% dari kasus Sindroma

Guillain Barre disebabkan oleh infeksi anteseden3. Inflamasi akut demielinasi

poliradikuloneuropati (AIDP) adalah bentuk paling umum di negara-negara barat

Page 3: REFERAT GBS

dan berkontribusi 85% sampai 90% kasus.  Kondisi ini terjadi pada semua

umur, meskipun jarang pada masa bayi. Usia termuda dan tertua dilaporkan

adalah , masing-masing 2 bulan dan 95 tahun. Usia rata onset adalah sekitar

40 tahun, dengan kemungkinan dominasi laki-laki.

Sindroma Guillain Barre  adalah penyebab paling umum dari acute flaccid

paralysis pada anak-anak. Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN) sering

didapatkan di daerah Jepang dan Cina, terutama pada orang muda. Hal ini terjadi

lebih sering selama musim panas,  sporadis AMAN seluruh dunia mempengaruhi

10% sampai 20% pasien dengan SGB. Miller-Fisher syndrom mempengaruhi

antara 5% dan 10% pasien SGB di negara-negara barat, tetapi lebih umum di Asia

Timur, dengan 25% terjadi di Jepang dan 19% di Taiwan3,4.

Data di Indonesia mengenai gambaran epidemiologi belum banyak.

Penelitian Chandra menyebutkan bahwa insidensi terbanyak di Indonesia adalah

dekade I, II, III (dibawah usia 35 tahun) dengan jumlah penderita laki-laki dan

wanita hampir sama. Sedangkan penelitian di Bandung menyebutkan bahwa

perbandingan laki-laki dan wanita 3 : 1 dengan usia rata-rata 23,5 tahun. Insiden

tertinggi pada bulan April s/d Mei dimana terjadi pergantian musim hujan dan

kemarau.

Beberapa nama disebut oleh beberapa ahli untuk penyakit ini, yaitu

Idiopathic polyneuritis, Acute Febrile Polyneuritis, Infective Polyneuritis, Post

Infectious Polyneuritis, Acute Inflammatory Demyelinating

Polyradiculoneuropathy, Guillain Barre Strohl Syndrome, Landry Ascending

paralysis, dan Landry Guillain Barre Syndrome.

BAB II

Page 4: REFERAT GBS

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Sindrom Guillan Bare adalah suatu polineuropati yang bersifat

ascending dan akut yang sering terjadi setelah 1 sampai 3 minggu setelah

infeksi akut. Menurut Bosch, SGB merupakan suatu sindroma klinis yang

ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan

proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus

kranialis.2

B. ETIOLOGI

Etiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti

penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa

keadaan/penyakit yang mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan

terjadinya SGB, antara lain: Infeksi; Vaksinasi; Pembedahan; Penyakit

sistematik, seperti keganasan, systemic lupus erythematosus, tiroiditis.

penyakit Addison; serta kehamilan atau dalam masa nifas. SGB sering sekali

berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus SGB yang

berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4

minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan

atas atau infeksi gastrointestinal5.

Tabel 1: jenis - jenis infeksi yang berhubungan dengan SGB 4

Page 5: REFERAT GBS

C. PATOGENESIS

Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang

mempresipitasi terjadinya demielinisasi akut pada SGB masih belum

diketahui dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan

saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunologi.

Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang

menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah:

1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler

(cell mediated immunity) terhadap agen infeksious pada saraf

tepi.

2. Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi

3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari

peredaran pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses

demyelinisasi saraf tepi.

Proses demyelinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon

imunitas seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa

sebelumnya, yang paling sering adalah infeksi virus5.

Page 6: REFERAT GBS

Gambar 1 : Patogenesis dan fase klinikal dari SGB8.

Page 7: REFERAT GBS

Gambar 2 : Stadium pada kerusakan saraf perifer pada SGB6

a. Peran imunitas seluler

Dalam sistem kekebalan seluler, sel limposit T memegang peranan

penting disamping peran makrofag. Prekursor sel limposit berasal dari

sumsum tulang (bone marrow) steam cell yang mengalami pendewasaan

sebelum dilepaskan kedalam jaringan limfoid dan peredaran.

Sebelum respon imunitas seluler ini terjadi pada saraf tepi antigen harus

dikenalkan pada limposit T (CD4) melalui makrofag. Makrofag yang telah

menelan (fagositosis) antigen/terangsang oleh virus, allergen atau bahan

imunogen lain akan memproses antigen tersebut oleh penyaji antigen

(antigen presenting cell = APC). Kemudian antigen tersebut akan

dikenalkan pada limposit T (CD4). Setelah itu limposit T tersebut menjadi

aktif karena aktivasi marker dan pelepasan substansi interlekuin (IL2),

gamma interferon serta alfa TNF. Kelarutan E selectin dan adesi molekul

(ICAM) yang dihasilkan oleh aktifasi sel endothelial akan berperan dalam

Patologi

4 stadium pada kerusakan saraf perifer pada GBS, yaitu :Limphosit bermigrasi &

bertransformasi ke dlm serabut saraf, myelin & axon belum rusak.Sel limphosit & sel makrofag >>, mulai terjadi segmental demyelinisasi, axon belum rusak.kerusakan selubung myelin & axon, Terjadi kromatolisis sentral inti sel saraf atropi & denervasi. Kerusakan axon >> proximal, kerusakan irreversible regenerasi sel saraf (-)

Page 8: REFERAT GBS

membuka sawar darah saraf, untuk mengaktifkan sel limfosit T dan

pengambilan makrofag . Makrofag akan mensekresikan protease yang dapat

merusak protein myelin disamping menghasilkan TNF dan komplemen5,6,8.

b. Patologi

Pada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran

pembengkakan saraf tepi. Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada

saraf tepi. Perubahan pertama berupa edema yang terjadi pada hari ke tiga

atau ke empat, kemudian timbul pembengkakan dan iregularitas selubung

myelin pada hari ke lima, terlihat beberapa limfosit pada hari ke sembilan

dan makrofag pada hari ke sebelas, poliferasi sel schwan pada hari ke

tigabelas. Perubahan pada myelin, akson, dan selubung schwan berjalan

secara progresif, sehingga pada hari ke enam puluh enam, sebagian radiks

dan saraf tepi telah hancur5.

Asbury dkk mengemukakan bahwa perubahan pertama yang terjadi

adalah infiltrasi sel limfosit yang ekstravasasi dari pembuluh darah kecil

pada endo dan epineural. Keadaan ini segera diikuti demyelinisasi

segmental. Bila peradangannya berat akan berkembang menjadi degenerasi

Wallerian. Kerusakan myelin disebabkan makrofag yang menembus

membran basalis dan melepaskan selubung myelin dari sel schwan dan

akson5.

Page 9: REFERAT GBS

Gambar 3: Sistem imunopathologi saraf pada SGB

Page 10: REFERAT GBS

D. KLASIFIKASI

Sindroma Guillain Barre diklasifikasikan sebagai berikut:

Gambar 4: Skema klasifikasi SGB

1. Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy

Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP)

adalah jenis paling umum ditemukan pada SGB, yang juga cocok dengan

gejala asli dari sindrom tersebut. Manifestasi klinis paling sering adalah

kelemahan anggota gerak proksimal dibanding distal. Saraf kranialis yang

Page 11: REFERAT GBS

paling umum terlibat adalah nervus facialis. Penelitian telah menunjukkan

bahwa pada AIDP terdapat infiltrasi limfositik saraf perifer dan

demielinasi segmental makrofag.

2. Acute Motor Axonal Neuropathy

Acute motor axonal neuropathy (AMAN) dilaporkan selama musim

panas SGB epidemik pada tahun 1991 dan 1992 di Cina Utara dan 55%

hingga 65% dari pasien SGB merupakan jenis ini. Jenis ini lebih menonjol

pada kelompok anak-anak, dengan ciri khas degenerasi motor axon.

Klinisnya, ditandai dengan kelemahan yang berkembang cepat dan sering

dikaitkan dengan kegagalan pernapasan, meskipun pasien biasanya

memiliki prognosis yang baik. Sepertiga dari pasien dengan AMAN dapat

hiperrefleks, tetapi mekanisme belum jelas. Disfungsi sistem

penghambatan melalui interneuron spinal dapat meningkatkan rangsangan

neuron motorik.

3. Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy

Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN) adalah penyakit

akut yang berbeda dari AMAN, AMSAN juga mempengaruhi saraf

sensorik dan motorik. Pasien biasanya usia dewasa, dengan karakteristik

atrofi otot. Dan pemulihan lebih buruk dari AMAN.

4. Miller Fisher Syndrome

Miller Fisher Syndrome adalah karakteristik dari triad ataxia,

arefleksia, dan oftalmoplegia. Kelemahan pada ekstremitas, ptosis, facial

palsy, dan bulbar palsy mungkin terjadi pada beberapa pasien. Hampir

semua menunjukkan IgG auto antibodi terhadap ganglioside GQ1b.

Kerusakan imunitas tampak terjadi di daerah paranodal pada saraf

kranialis III, IV, VI, dan dorsal root ganglia.

5. Acute Neuropatic panautonomic

Page 12: REFERAT GBS

Acute Neuropatic panautonomic adalah varian yang paling langka

pada SGB. Kadang-kadang disertai dengan ensefalopati. Hal ini terkait

dengan tingkat kematian tinggi, karena keterlibatan kardiovaskular, dan

terkait disritmia. Gangguan berkeringat, kurangnya pembentukan air mata,

mual, disfaga, sembelit dengan obat pencahar atau bergantian dengan diare

sering terjadi pada kelompok pasien ini. Gejala nonspesifik awal adalah

kelesuan, kelelahan, sakit kepala, dan inisiatif penurunan diikuti dengan

gejala otonom termasuk ortostatik ringan. Gejala yang paling umum saat

onset berhubungan dengan intoleransi ortostatik, serta disfungsi

pencernaan.

6. Ensefalitis Batang Otak Bickerstaff’s (BBE)

Tipe ini adalah varian lebih lanjut dari SGB. Hal ini ditandai

dengan onset akut oftalmoplegia, ataksia, gangguan kesadaran,

hiperrefleks atau babinsky sign. Perjalanan penyakit dapat monophasic

atau terutama di otak tengah, pons, dan medula. BEE meskipun presentasi

awal parah biasanya memiliki prognosis baik. MRI memainkan peran

penting dalam diagnosis BEE. Sebagian besar pasien BEE telah dikaitkan

dengan SGB aksonal, dengan indikasi bahwa dua gangguan yang erat

terkait dan membentuk spectrum lanjutan.5

E. Gejala klinis dan kriteria diagnose

1. Kelemahan

Gambaran klinis yang klasik adalah kelemahan yang ascending dan

simetris secara natural. Anggota tubuh bagian bawah biasanya terkena

duluan sebelum tungkai atas. Otot-otot proksimal mungkin terlibat lebih

awal daripada yang lebih distal. Tubuh, bulbar, dan otot pernapasan dapat

terpengaruh juga. Kelemahan otot pernapasan dengan sesak napas

mungkin ditemukan, berkembang secara akut dan berlangsung selama

beberapa hari sampai minggu. Keparahan dapat berkisar dari kelemahan

ringan sampai tetraplegia dengan kegagalan ventilasi.7

Page 13: REFERAT GBS

2. Keterlibatan Syaraf Kranialis

Keterlibatan saraf kranial tampak pada 45-75% pasien dengan SGB. Saraf

kranial III-VII dan IX-XII mungkin akan terpengaruh. Keluhan umum

mungkin termasuk sebagai berikut; wajah droop (bisa menampakkan palsy

Bell), Diplopias, Dysarthria, Disfagia, Ophthalmoplegia, serta gangguan

pada pupil.

Kelemahan wajah dan orofaringeal biasanya muncul setelah tubuh dan

tungkai yang terkena. Varian Miller-Fisher dari SGB adalah unik karena

subtipe ini dimulai dengan defisit saraf kranial.7

3. Perubahan Sensoris

Gejala sensorik biasanya ringan. Dalam kebanyakan kasus, kehilangan

sensori cenderung minimal dan variabel.7

Kebanyakan pasien mengeluh parestesia, mati rasa, atau perubahan

sensorik serupa. Gejala sensorik sering mendahului kelemahan. Parestesia

umumnya dimulai pada jari kaki dan ujung jari, berproses menuju ke atas

tetapi umumnya tidak melebar keluar pergelangan tangan atau pergelangan

kaki. Kehilangan getaran, proprioseptis, sentuhan, dan nyeri distal dapat

hadir.

4. Nyeri

Dalam sebuah studi tentang nyeri pada pasien dengan SGB, 89% pasien

melaporkan nyeri yang disebabkan SGB pada beberapa waktu selama

perjalanannya.

Nyeri paling parah dapat dirasakan pada daerah bahu, punggung, pantat,

dan paha dan dapat terjadi bahkan dengan sedikit gerakan. Rasa sakit ini

sering digambarkan sebagai sakit atau berdenyut.

Gejala dysesthetic diamati ada dalam sekitar 50% dari pasien selama

perjalanan penyakit mereka. Dysesthesias sering digambarkan sebagai rasa

terbakar, kesemutan, atau sensasi shocklike dan sering lebih umum di

ekstremitas bawah daripada di ekstremitas atas. Dysesthesias dapat

Page 14: REFERAT GBS

bertahan tanpa batas waktu pada 5-10%pasien. Sindrom nyeri lainnya

yang biasa dialami oleh sebagian pasien dengan SGB adalah sebagai

berikut; Myalgic, nyeri visceral, dan rasa sakit yang terkait dengan kondisi

imobilitas (misalnya, tekanan palsi saraf, ulkus dekubitus).7

5. Perubahan otonom

Keterlibatan sistem saraf otonom dengan disfungsi dalam sistem simpatis

dan parasimpatis dapat diamati pada pasien dengan SGB. Perubahan

otonom dapat mencakup sebagai berikut; Takikardia, Bradikardia, Facial

flushing, Hipertensi paroksimal, Hipotensi ortostatik, Anhidrosis dan / atau

diaphoresis

Retensi urin karena gangguan sfingter urin, karena paresis lambung dan

dismotilitas usus dapat ditemukan. Disautonomia lebih sering pada pasien

dengan kelemahan dan kegagalan pernafasan yang parah.7

6. Pernafasan

Empat puluh persen pasien SGB cenderung memiliki kelemahan

pernafasan atau orofaringeal. Keluhan yang khas yang sering ditemukan

adalah sebagai berikut; Dispnea saat aktivitas, Sesak napas, Kesulitan

menelan, Bicara cadel

Kegagalan ventilasi yang memerlukan dukungan pernapasan biasa terjadi

pada hingga sepertiga dari pasien di beberapa waktu selama perjalanan

penyakit mereka.7

Hasil Pemeriksaan

a. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong

diagnosa:

Protein CSS. Meningkat setekah gejala 1 minggu atau terjadi

peningkatan pada LP serial

Jumlah sel CSS < 10 MN/mm3

Varian: - Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu

gejala

Page 15: REFERAT GBS

- Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3

b. Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosa:

Perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus.

Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari normal5.

Diagnosa SGB terutama ditegakkan secara klinis. SBG ditandai dengan

timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks

tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami

demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan

motorik perifer5.

Tabel 1: Gejala klinis SBS

Page 16: REFERAT GBS

F. KRITERIA DIAGNOSTIK

Kelemahan ascenden dan simetris. Anggota gerak bawah terjadi lebih

dulu dari anggota gerak atas. Kelemahan otot proksimal lebih dulu terjadi dari

otot distal, kelemahan otot trunkal ,bulbar dan otot pernafasan juga terjadi5.

Kelemahan terjadi akut dan progresif bisa ringan sampai tetraplegi dan

gangguan nafas. Penyebaran hiporefleksia menjadi gambaran utama, pasien

GBS biasanya berkembang dari kelemahan nervus cranial, seringkali

kelemahan nervus fasial atau faringeal. Kelemahan diaframa sampai nervus

phrenicus sudah biasa. Sepertiga pasien GBS inap membutuhkan ventilator

mekanik karena kelemahan otot respirasi atau orofaringeal.

1. Puncak defisit dicapai 4 minggu

2. Recovery biasanya dimulai 2-4minggu

3. Gangguan sensorik biasanya ringan bisa parasthesi, baal atau sensasi

sejenis

4. Gangguan Nn cranialis: facial drop, diplopia disartria, disfagia (N.

VII, VI, III, V, IX, dan X)

5. Banyak pasien mengeluh nyeri punggung dan tungkai

Menurut Maria Belladonna terdapat beberapa tanda abnormalitas

a. Abnormalitas motorik (kelemahan)

Mengikuti gejala sensorik, khas: mulai dari tungkai, ascenden ke

lengan - 10% dimulai dengan kelemahan lengan - Walaupun jarang,

kelemahan bisa dimulai dari wajah (cervical-pharyngeal-brachial)

Kelemahan wajah terjadi pada setidaknya 50% pasien dan biasanya

bilateral - Refleks: hilang / pada sebagian besar kasus

b. Abnormalitas sensorik

Klasik : parestesi terjadi 1-2 hari sebelum kelemahan, glove &

stocking sensation, simetris, tak jelas batasnya - Nyeri bisa berupa

mialgia otot panggul, nyeri radikuler, manifes sebagai sensasi

terbakar, kesemutan, tersetrum - Ataksia sensorik krn proprioseptif

terganggu - Variasi : parestesi wajah & trunkus

Page 17: REFERAT GBS

c. Disfungsi Otonom

1) Hipertensi - Hipotensi - Sinus takikardi / bradikardi

2) Aritmia jantung - Ileus - Refleks vagal

3) Retensi urine

Gambar 5: fase perjalan klinis

Fase-fase serangan GBS Maria Belladonna

1. Fase Prodromal

Fase sebelum gejala klinis muncul

2. Fase Laten

a. Waktu antara timbul infeksi/ prodromal yang

b. mendahuluinya sampai timbulnya gejala klinis.

c. Lama : 1 – 28 hari, rata-rata 9 hari

3. Fase Progresif

a. Fase defisit neurologis (+)

b. Beberapa hari - 4 mgg, jarang > 8 mgg.

c. Dimulai dari onset (mulai tjd kelumpuhan yg

d. bertambah berat sampai maksimal

Page 18: REFERAT GBS

e. Perburukan > 8 minggu disebut› chronic inflammatory-

demyelinating polyradiculoneuropathy (CIDP)

4. Fase Plateau

a. Kelumpuhan telah maksimal dan menetap.

b. Fase pendek :2 hr, >> 3 mg, jrg > 7 mg

5. Fase Penyembuhan

a. Fase perbaikan kelumpuhan motorik

b. beberapa bulan

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. LCS 5

- Disosiasi sitoalbumin

Pada fase akut terjadi peningkatan protein LCS > 0,55 g/l, tanpa

peningkatan dari sel < 10 limposit/mm3 - Hitung jenis pada panel

metabolik tidak begitu bernilai 5 Peningkatan titer dari agent seperti

CMV, EBV, membantu menegakkan etiologi.

a. Antibodi glicolipid

b. Antibodi GMI

2. EMG

a. Gambaran poliradikuloneuropati

b. Test Elektrodiagnostik dilakukan untuk mendukung klinis bahwa

paralisis motorik akut disebabkan oleh neuropati perifer.5

c. Pada EMG kecepatan hantar saraf melambat dan respon F dan H

abnormal. 3

3. Ro: CT atau MRI

Untuk mengeksklusi diagnosis lain seperti mielopati.

H. DIAGNOSIS DIFERENSIAL

Gejala klinis SGB biasanya jelas dan mudah dikenal sesuai dengan kriteria

Page 19: REFERAT GBS

diagnostik dari NINCDS, tetapi pada stadium awal kadang-kadang harus

dibedakan dengan keadaan lain, seperti Mielitis akuta, Poliomyelitis anterior

akuta, Porphyria intermitten akuta, dan Polineuropati post difteri.5

I. KOMPLIKASI

1. Paralisis menetap

2. Gagal nafas

3. Hipotensi

4. Tromboembolisme

5. Pneumonia

6. Aritmia Jantung

7. Ileus

8. Aspirasi

9. Retensi urin

10. Problem psikiatrik

GBS dapat berdampak pada kinerja dan kehidupan pribadi pasien

dalam jangka waktu yang lama, dapat sampai 3 sampai 6 tahun setelah onset

penyakit. Kesembuhan biasanya berlangsung perlahan dan dapat berlangsung

bertahun-tahun. Baik pasien maupun keluarga pasien harus diberitahu tentang

keadaan pasien yang sebenarnya untuk mencegah ekspektasi yang berlebihan

atau pesimistik. Kesembuhan pasien berlangsung selama tahun – tahun

pertama, terutama enam bulan pertama, tetapi pada sebagian besar pasien

dapat sembuh sempurna pada tahun kedua atau setelahnya.5

Kecacatan yang permanen terlihat pada 20% - 30% pasien dewasa

tetapi lebih sedikit pada anak-anak. Disabilitas yang lama pada dewasa lebih

umum pada axonal GBS dan GBS yang berbahaya, misalnya pada pasien

dengan ventilator. 5

Gangguan fungsi otonomik yang serius dan fatal termasuk aritmia dan

hipertensi ekstrim atau hipotensi terjadi kurang lebih 20% dari pasien dengan

Page 20: REFERAT GBS

GBS gangguan lain yang signifikan adalah ileus dinamik, hipontremia, dan

defisiensi dari fungsi mukosa bronchial.

J. TERAPI

Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan

secara umum bersifat simtomatik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini

dapat sembuh sendiri, perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan

angka kecacatan (gejala sisa) cukup tinggi sehingga pengobatan tetap harus

diberikan. Tujuan terapi khusus adalah mengurangi beratnya penyakit dan

mempercepat penyembuhan melalui sistem imunitas (imunoterapi).6,8

1. Kortikosteroid

Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat

steroid tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.

2. Plasmaparesis

Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk

mengeluarkan faktor autoantibodi yang beredar. Pemakain

plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik, berupa

perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang

lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Pengobatan

dilakukan dengan mengganti 200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14

hari. Plasmaparesis lebih bermanfaat bila diberikan saat awal onset

gejala (minggu pertama).

3. Pengobatan imunosupresan:

a. Imunoglobulin IV

Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih

menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek

samping/komplikasi lebih ringan. Dosis maintenance 0.4 gr/kg

Page 21: REFERAT GBS

BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis maintenance 0.4

gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh.

b. Obat sitotoksik

Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah:

6 merkaptopurin (6-MP)

azathioprine

cyclophosphamid

Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual

dan sakit kepala4,6,8.

K. PROGNOSIS

Pada umumnya, sekitar 3% sampai 5% pasien tidak dapat bertahan dengan

penyakitnya, tetapi pada sebagian kecil penderita dapat bertahan dengan gejala

sisa. 95% terjadi penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila

dengan keadaan antara lain pada pemeriksaan NCV-EMG relatif normal,

mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset, progresifitas

penyakit lambat dan pendek, dan terjadi pada penderita berusia 30-60 tahun. 1,4,5

Faktor yang mempengaruhi buruknya prognostik5:

1. Penurunan hebat amplitudo potensial aksi berbagai otot

2. Umur tua

3. Kebutuhan dukungan ventilator

4. Perjalanan penyakit progresif & berat

Pada umumnya penderita mempunyai prognosa yang baik tetapi

pada sebagian kecil penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala

sisa. 95% terjadi penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan

bila dengan keadaan antara lain:

a. pada pemeriksaan NCV- EMG relatif normal

b. mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset

c. progresifitas penyakit lambat dan pendek

d. pada penderita berusia 30-60 tahun 2

Page 22: REFERAT GBS

BAB III

KESIMPULAN

Guillain Bare Syndrom (GBS) secara khas digambarkan dengan

kelemahan motorik yang progresif dan arefleksia. Mekanisme autoimun

dipercaya bertanggungjawab atas terjadinya sindrom ini. Terapi farmakoterapi

dan terapi fisik, prognosis GBS tergantung pada progresifitas penyakit, derajat

degenerasi aksonal, dan umur pasien.

Page 23: REFERAT GBS

DAFTAR PUSTAKA

1. Evil Science. 2008. Available from : http://www.guillainbarresyndrome.net

2. Erasmus MC. Gullain-Barre Syndrome. Professor Marianne de vissers,

Editor. University Medical Center Rotterdam. Netherlands; 2004

3. Evidence Center. 2011. Available from:

http://bestprice.bmj.com/bestpractice/monograph/176/basics/epidemiology.

html

4. Dr Iskandar J, Guillain Barre Syndrome. Universitas Sumatera Utara ; 2005

5. Seneviratne U MD(SL), MRCP. Guillain-Barre Syndrome:

Clinicopathological Types and Electrophysiological Diagnosis.

Departement of Neurology, National Neuroscience Institute, SGH Campus;

2003.

6. Andary T M, 2011 [26/08/2011]. Available from :

http://emedicine.medscape.com/article/315632-treatment

7. Ropper H A, Brown H R. Adam’s and Victor, Principles of Neurological

8th edition. United States of America; 2005. p.1117-27

Page 24: REFERAT GBS

8. Mayo Clinic staff. 2011 [28/05/2011]. Available from :

http://www.mayoclinic.com/health/guillain-barre

syndrome/DS00413/DSECTION=treatments-and-drugs

9. AIDP ( Guillain Barre Syndrome ). Available from :

http://www.netterimages.com/image/63612.htm