tinea cruris
DESCRIPTION
rdtfluhgfghjkASDFGHqwertyuj sadfghjk ertgyhuj vbnm,TRANSCRIPT
I. Definisi
Dermatofit adalah sekelompok jamur yang memiliki kemampuan molekuler
untuk menempel pada zat keratin dan menggunakannya sebagai sumber nutrisi.
Keratin ditemukan pada stratum korneum di epidermis, rambut dan kuku. Infeksi
superficial oleh dermatofit disebut dermatofitosis, dimana dermatomikosis
merupakan infeksi jamur secara umum.2
Tinea kruris ( disebut juga jock itch, crotch itch, eczema marginatum, gym
itch, hobie itch, ringworm of the groin, tinea inguinalis)2 adalah dermatofitosis umum
yang sering timbul di daerah lipatan paha, daerah pubis, permukaan bagian
kelembaban tubuh sangat tinggi, aktivitas keringat yang berkebihan, maupun berat
badan berlebih.2.4
II. Etiologi
Penyebab tersering dari tinea kruris adalah Trichophyton rubrum,
Trichophyton mentagrophytes, dan Epidermophyton floccosum.1.2.5
PATOGEN PENYEBAB TINEA CRURIS
Dermatophyte Gambaran klinis
Trichophyton
rubrum
• Penyebab tinea cruris paling umum di Amerika
Serikat
• Infeksi cenderung menjadi kronis
• Jamur tidak terlihat pada furnitur, karpet, linen
untuk jangka waktu yang panjang
• Ekstensi sering ke pantat, pinggang dan paha
Epidermophyton
floccosum
Umumnya terkait dengan 'epidemi' dari tinea cruris
PATOGEN PENYEBAB TINEA CRURIS
Dermatophyte Gambaran klinis
seperti yang dapat terjadi di ruang ganti atau asrama
Infeksi akut (jarang kronis)
Arthroconidia yang dapat dilihat dalam (pada furnitur,
karpet, linen) jangka waktu yang lama.
Infeksi jarang melampaui wilayah selangkangan
Causative agent dari 'eksim marginatum' (batasan lesi
yang ditandai dengan beberapa vesikel kecil atau kadang-
kadang vesiculopustul)
T.
mentagrophytes,
in particular var.
mentagrophytes
• Infeksi cenderung lebih parah dan akut, dengan peradangan
intens dan pembentukan pustul
• Cepat menyebar ke batang tubuh dan ekstremitas bawah,
menyebabkan kondisi peradangan yang parah
• Seringkali diperoleh dari bulu binatang
Selain itu obat imunosupresi dianggap dapat meningkatkan risiko infeksi
dermatofit. Dalam satu studi oleh Woodfolk menunjukkan bahwa ada hubungan yang
sangat kuat antara asma dengan infeksi dermatofit terutama yang disebabkan oleh
genus Trichophyton. Studi ini menunjukkan bahwa infeksi Trichophyton dapat
memicu perkembangan asma dan penyakit alergi lainnya atau melalui mekanisme
hipersensitif dan hipersensitivitas lambat. Sedangkan Jones menyebutkan bahwa
paparan antigen jamur dapat merangsang respon inflamasi alergi pada saluran
pernapasan.Dalam studi lain menunjukkan bahwa asma dengan infeksi dermatofit
berkaitan terutama oleh genus Trichophyton, setelah pengobatan dengan obat anti-
jamur oral maka asma akan membaik5
III. Patogenesis
Tinea kruris biasanya timbul akibat perjalanan infeksi dari bagaun tubuh lain.
Penularan dapat terjadi melali kontak langsung dengan individu yang terinfeksi atau
tidak langsung melalui benda yang mengandung skoama yang terinfeksi, misalnya
handuk, lantai kamar mandi, tempat tidur hotel, dan lain – lain.1.2
Infeksi dermatofit terjadi melalui tiga mekanisme, yang pertama adalah
perleketan ( adherens ). Disposisi antara antospora atau hifa pada permukaan kulit
yang mudah dimasuki kemudian tinggal di stratum korneom, maka hifa harus
berkompetisi dari sinar ultraviolet, enzim spongiosin (diproduksi oleh kreatinosit),
dan asam lemak (diproduksi oleh kelenjar sebasea) yamg bersifat fungistatik. 2
Pada mekanisme kedua, hifa membentuk kolonisasi dengan cabang –
cabangnya dalam jaringan kreatin yang mati. HIfa ini akan memroduksi enzim
keratolitik yang mengadakan fusi atau penetrasi kedalam jaringan epidermis dan
merusak kreatinosit. Dermatofit akan mengahambat produksi dan kerja dari
kreatinosit. Adanya luka atau trauma pada kulit akan mempercepat proses penetrasi.2
Pada mekanisme ketiga adalah respon dari individu dalam hal ini sangat
bergantung pada status imun individu itu sendiri. Pertahanan melawan infeksi yang
menyebabkan ringrow, bergantung pada respon innate dan acquired dimana akhirnya
membutuhkan intervensi dari memori sistem imun. Respon imun type IV, delayed
type hypersensitifity, memegang peranan penting dalam dermatofit. Pada pasien yang
belum pernah mengalami infeksi dermatofit maka hanya timbul reaksi inflamasi yang
minimal, dan tes kulit negatif.2
IV. Gambaran Klinis
Gambaran klinis biasanya adalah lesi kulit dapat berbatas tegas pada daerah
genito-krural saja, atau meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus, dan perut
bagian bawah, atau bagian tubuh lain. Perdangan pada tepi lebih nyata daripada
daerah tengahnya. Efloresensi terdiri atas macam – macam bentuk primer dan
sekunder (polimorf). Bila penyakit ini menahun, dapat berupa bercak hitam disertai
sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat garukan.3
Gambar 1. Skuama dan plak eritomatous yang berbats tegas pada daerah inguinal dan
daerah pubis.2
Tineakruris biasanya terlihat seperti eritema papulovesikel yang bnayak dan
batas tegas, tepinya meninggi biasanya gatal, seperti nyeri dengan maserasi atau
inferksi sekunder tineakruris dengan infeksi E.Floccosum kemungkinan lebih banyak
memperlihatkan bagian tengah yang kosong (central healing) dan sebgaian besar
sering terbatas pada daerah lipatan genitocrural dan tengah atas paha. Infeksi
T.Rubrum sering mengenai daerah pubis, perianal, bokong, dan perut bagian bawah.
Secara khas tidak mempengaruhi daerah genetalia.2
V. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, lokalisasi, gambaran klinis
yang khas dan pemeriksaan penunjang yang ditemukan elemn jamur pada
pemeriksaan kerokan kulit dengan miksroskopik langsung melalui larutan KOH 10 –
20%4 .
Pasien biasanya datang dengan keluhan gatal terutama jika sedang berkeringat
pada daerah intertriginosa dengan gambaran kulit berupa lesi anular yang eritema
yang dimulai dari papul, gatal macula berbatas tegas ataupun berupa plak.
Pinggirannya meninggi dan biasanya terdapat vesikel yang aktif sehingga dapat
melebar sentrifugal sedangkan pada bagian tengahnya terdapat skuama namun dapat
juga bersih, disebut central healing. Lesinya juga dapat anular. Penyakit dapat
bersifat unilateral dan asimetris atau dapat menjadi bilateral dan simetris.4
VI. Diagnosis Banding
Kandidiasis intertriginosa6
Gambar 2. Kandidiasis intergrinosa. Pada lipatan paha, terdapat pustul disekitar plak
eritema yang berskuama.6
Predileksi kandidiasi adalah daerah kulit yang lembab dan maserasi termasuk
intertriginosa. Seperti pada tinea kruris, lokasi genito-krural pun dapat terinfeksi.6
Pada kandidiasi intertrigonsa, tampak kulit maserasi, pruruitus, eritematosa
pada daerah intertriginosa dengan satelit vesikopustul. Pustul ini dapat pecah,
meninggalkan lapisan eritematosa dengan kolaret yang mudah diangkat dari
epidermis yang nekrosis.6
Infeksi oleh Candida albicans hampir menyerupai tinea kruris, namun
biasanya permukaanya lebih lembab, reaksi inflamasi juga melebihi tinea kruris dan
diasosiasikan dengan pustule satelit dan sisik koralet.6
Pada sediaan KOH 10% dan pewarnaan, tampak budding cell berbentuk oval
dengan filamen yang terhubung dari ujung satu ke ujung yang lain (pseudohifa) atau
hifa bersepta. Candida pun dapat tumbuh pada sediaan Saboroud Dextrose Agar yang
telah diberikan anti biotic dalam waktu 2 – 5 hari.6
Eritrasma1
Gambar 3. Eritrasma. Plak eritematosa dengan skuama tepi difus
Pada daerah genitocrural, lesinya tampak seperti plak datar memiliki batas
tegas berwarna merah kecoklatan, dan skuama superficial yang difus, Pada tinekruris,
biasanya memilki tepi skuama yang aktif dengan penyembuhan dari tengah.
Eritrasma sering kali tampak berwarna tembaga dan dengan peneriksaan
menggunakan lampu Wood, yang memberikan floresensi merah koral.7
Psoriasis
Predileksinya terutama pada ekstremitas bagian ekstensor, dengan kulit
kepala, lumbosakral bagian bawah, bokonh dan genetalia. Psoriasis biasanya
mengenai area yang memiliki rambut jadi labia minora tidak terkena.8
Lesi klasik psoriasis adalah plak merah yang berbatas tegas disertai dengan
skuama putih keperakan. Pada region anogenitalia biasanya tidak terdapat skuama.
Psoriasis biasa dikaitkan dengan sisik kolaret atau barisan serpiginosa dari pustule di
daerah sekitar lesi. Terdapat fenomena Kobner dan tanda Auspitz.8
Pada tinea kruris, terutama ketika ada pustule, tepi yang aktif dan ekstensi lesi
sampai ke bokong atau paha, dan tinea pedis atau unguium konkomitan.8
VII. PENATALAKSANAAN
1. Anti jamur topical
Pada umumnya, tinea korporis dan tinea kruris memerlukan terapi sekali sampai dua
kali sehari selama dua minggu. Pengobatan harus tetap dilanjutkan selama paling
kurang seminggu setelah gejala sembuh. Beberapa preparat yang terbaru memerlukan
hanya aplikasi sekali sehari dan jangka waktu penggunaan yang lebih pendek serta
frekuensi relaps lebih jarang.9
Anti jamur harus diaplikasikan sekurang-kurangnya 2 cm di luar lesi. Untuk luka
tertutup pada kulit tidak berambut, preparat topical seperti allyamine, imidazole,
tolnaflate, butonafine, atau ciclopirox terbukti efektif. Kebanyakan preparat anti
jamur diaplikasikan dua kali sehari selama 2 sampai 4 minggu.9
Adapun preparat yang sering digunakan untuk tinea kruris adalah :
a. Imidazole
Indikasi penggunaan imidazole topical yaitu : dermatofitosis seperti tinea
pedis/tinea magnum, tinea kruris, tinea korporis, dan tinea faciei (daerah
wajah yang tidak berjanggut); pityriasis versicolor; kandidiasis
mukokutaneus (kandidiasis oral, perleche); dan dermatitis seboroik.
Preparat sediaan imidazole :
- Ketokonazole 1% dan 2% dalam bentuk krim dan shampoo.
- Ekonazole 1% dalam bentuk krim.
- Oksikonzole 1% dalam bentuk krim dan losion.
- Klotrimazol 2% dalam bentuk krim, losion, bedak, cairan, dan spray.
- Mikonazol 2% dalam bentuk krim, losion, bedak, cairan, dan spray.
- Sertakonazol 2% dalam bentuk krim.
- Sulkonazol !% dalam bentuk krim dan cairan.9
b. Allylamine dan Benzylamine
Indikasi penggunaan Allylamine dan Benzylamine yaitu: dermatofitosis
seperti tinea pedis/tinea manum, tinea kruris, tinea korporis, tinea faciei
(daerah wajah yang tidak berjanggut); dan pityriasis versicolor.9
2. Anti jamur sistemik
Adapun preparat anti jamur yang sering digunakan untuk terapi sistemik untuk tinea
kruris adalah :
a. Griseofulvin
Griseofulvin merupakan obat lini pertama untuk pengobatan infeksi dermatofit
yang resisten terhadap terapi topical pada anak dan bersifat fungistatik.3
Dosis yang digunakan pada Griseofulvin microsize untuk dewasa adalah 0,5-1
gram per hari dan 10-20 mg/kg per hari selama 2-4 minggu.3
b. Imidazole
Itraconazole tersedia dala, bentuk kapsul 100 mg dan sirup 10 mg/ml. dosis pada
anak 3-5 mg/kg setiap hari selama hari selama seminggu. Pada orang dewasa
itraconazole 1 tablet sehari selama 15 hari untuk tinea kruris. Dosis melebihi 200
mg harus diberikan dalam 2 kali minum per hari.9
Fluconazole tersedia dalam tablet 50 mg, 100 mg, dan 200 mg dan suspensi 10
mg/ml dan 40 mg/ml. fluconazole diberikan pada orang dewasa dengan dosis
pemberian 50-100 mg setiap hari atau 150 mg per minggu selama 4-6 minggu
untuk pengobatan tinea kruris.9
c. Allylamine
Terapi tipikal menggunakan terbinafine untuk pengobatan infeksi jamur
superficial yang resisten terhadap pengobatan topical dilakukan selama 2
minggu. Pada orang dewasa terbinafine 250 mg per hari selama 1-2 minggu
efektif untuk tinea kruris. Pada anak, diberikan terbinafine dengan dosis 3-6
mg/kg per hari selama 1-2 minggu.9
VIII. PROGNOSIS
Melakukan kontrol pada tinea pedis dapat mengurangi jumlah kasus tinea kruris.
Pasien yang menderita tinea pedis atau kruris tidak diperbolehkan meminjamkan
handuk dan pakaiannya kepada orang lain, meskipun pakaian tersebut telah dicuci.
Pada iklim tropis, pengaturan pakaian seperti diatas dan pengobatan dini dari tinea
pedis dapat berpengaruh penting.4