tutorial heart failure fix

Upload: berny-leonid-sklitinov

Post on 08-Mar-2016

250 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tutorial heart failure

TRANSCRIPT

TUTORIAL JANTUNG

GAGAL JANTUNG

Disusun Oleh

Anies DyaningAstuti (H1A 010 009)Dzaky Ahmada (H1A 010 011)Ida Ayu Kirtiasih (H1A 010 052)Pembimbing: dr. Yusra Pintaningrum, Sp.JP

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

SMF/BAGIAN JANTUNGRUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

2015GAGAL JANTUNG

A. DefinisiMerupakan sindrom klinis gabungan dari kerusakan struktur dan fungsi pengisian atau pengosongan darah di jantung. Tanda kardinal dari manifestasi gagal jantung (GJ) berupa sesak, kelelahan, limitasi aktifitas dan retensi air dimana akan mengakibatkan kongesti pada pulmonal, kongesti pada pembuluh splanik dan edema perifer. Beberapa orang mengalami gangguan aktifitas namun tidak ditemukan adanya retensi air, sehingga lebih cocok dikatan sebagai gagal jantung, bukanlah gagal jantung kongestif. Kegagalan jantung ini bisa berasal dari kegagalan perikardium, miokardium, endokarium, katup jantung atau gangguan pembuluh darah akibat kelainan metabolism namun sebagian besar pasien mengalami gagal jantung kiri. Hal tersebut tidak bisa disamakan dengan kardiomiopati atau pembesaran ventrikel kiri. GJ lebih mengarah pada gangguan fraksi pengosongan. Sehingga tiap pasien dengan demografi, komorbid, prognosis dan respon terapi berdasarkan pada fraksi pengosongan atau ejection fraction (EF) (AHA, 2013). B. Terminologi Gagal jantung kongestif: gagal jantung yang disertai retensi cair dan edema dan sering disebut gagal jantung kronik

Gagal ventrikel kiri: gagal jantung akibat disfungsi ventrikel kiri. Istilah ini sering dipergunakan pada gagal jantung di mana edema paru merupakan gejala yang dominan

Gagal ventrikel kanan: sering disalah gunakan untuk menyatakan gagal ventrikle kiri. Gagal ventrikel kanan yang murni jarang terjadi. Pada umumnya kausa dari gagal ventrikle kanan adalah gagal ventrikel kiri

Gagal biventrikel: gagal kedua ventrikel Gagal jantung akut : serangan cepat dari gejala atau tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa adanya penyakit jantung sebelumnya. Disfungsi jantung dapat berupa disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik. Irama jantung yang abnormal, atau ketidakseimbangan preload dan afterload yang memerlukan pengobatan segera. Gagal jantung akut dapat berupa serangan baru tanpa ada kelainan jantung sebelumnya atau dekompensasi akut dari gagal jantung kronis.

Gagal jantung kronik: sindrom klinik yang kompleks yang disertai keluhan gagal jantung berupa sesak nafas, lelah, baik dalam keadaan istirahat atau aktivitas; edema serta tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat. Gagal jantung high output dan low output: pada umumnya gagal jantung selalu dengan curah jantung menurun, gagal jantung dituntut untuk menyediakan curah jantung untuk metabolisme jaringan yang lebih besar dari normal. Terjadi pada tirotoksikosis, fistula arteriovenosus, beri-beri, dan anemia. Suatu keadaan high output bila kemudian terjadi sindroma gagal jantung, maka sedang dalam keadaan memenuhi kebutuhan metabolisme yang meninggi. Keadaan ini disebut sindroma gagal jantung high output. Gejalanya berupa ektremitas yang hangat, pulsasi nadi masih kuat dan terlihat normal. Gejala ini sangat berbeda dengan low ouput; terjadi penurunan stroke volume dengan penyempitan pembuluh darah gejala yang terlihat ektremitas dingin, pucat, dan ektremitas berwarna biru. Terjadi pada penyakit kardiovaskular (kongenital, katup, rematik, hipertensi, koronari, dan kardiomiopati). Syok kardiogenik: gagal jantung disertai curah jantung yang buruk dan perfusi jaringan kritis

Forward failure gagal jantung disertai curah jantung yang tidak adekuat dan penurunan perfusi jaringan sering disertai retensi ciaran Backward failure: gagal jantung disertai elevasi tekanan pengisian ventrikel kanan atau ventrikel kiri. Keadaan ini menyebabkan kongesti paru dan jaringan perifer Gagal jantung sistolik : merupakan hasil dari cardiac output yang tidak adekuat atau retensi natrium atau air. Gagal jantung diastolik: gangguan kemampuan ventrikel menerima darah yang bisa disebabkan oleh iskemia akut, relaksasi ventrikel yang lambat atau tidak komplit, hipotropi miokaridum, atau kardiomiopati. Afterload: beban yang harus diatasi serat miokardium saat kontraksi yang ditentukan oleh tekanan darah arteri dan tahanan perifer sistemik Preload: panjang serat miokardium pada saat dimulainya systole, ditentukan oleh tekanan pengisian ventrikel kanan atau kiriC. EpidemiologiDi Amerika risiko penderita GJ 20% dari jumlah penduduk yang berusia 40 tahun. Lebih dari 650.000 kasus baru ditemukan tiap tahunnya yang sudah tidak berubah selama beberapa dekade. Di Indonesia, data mengenai gagal jantung secara nasional masih belum ada. Namun data dari Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menyebutkan bahwa penyakit jantung masih merupakan penyebab utama dari kematian terbanyak pasien di rumah sakit Indonesia. Sebagai gambaran, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tahun 2006 di ruang rawat jalan dan inap didapatkan 3,23% kasus gagal jantung dari total 11,711 pasien (Riskesdas, 2007).D. Faktor Risiko Gagal Jantung

Banyak kondisi atau komorbid yang berhubungan dengan peningkatan risiko GJ. Diantaranya (Joewono, 2003):

Hipertensi Peningkatan level diastolik dan sistolik lebih akan berisiko menjadi GJ. Pengobatan yang lama atau hipertensi terkontrol dapat mengurangi risiko Gagal Jantung. Lebih dari 75% penderita berisiko menjadi Gagal Jantung. Diabetes MellituS

Obesitas dan resistensi insulin menjadi faktor risiko berkembangnya GJ.

Sindrom MetabolikSidrom metabolik ini meliputi lemak abdomen, hipertrigliserida dan rendahnya HDL, hipertensi serta peningkatan gula darah puasa

Penyakit AteroskelrotikGangguan seperti pembuluh koronaria, otak dan perifer sering berkembang menjadi GJ.E. Klasifikasi Gagal Jantung

New York Heart Association membagi klasifikasi Gagal Jantung Kongestif berdasarkan tingkat keparahan dan keterbatasan aktivitas fisik :

Tabel 1. Klasifikasi Gagal Jantung Kongestif

KelasDeskripsi

Kelas I

Tidak ada keterbatasan dalam aktivitas fisik. Aktivitas fisik tidak menyebabkan sesak nafas, kelelahan, atau palpitasi

Kelas II

Sedikit mengalami keterbatasan dalam aktivitas fisik. Merasa nyaman saat beristirahat tetapi saat melakukan aktivitas fisik mulai merasakan sedikit sesak, kelelahan, dan palpitasi

Kelas III

Mengalami keterbatasan dalam aktivitas fisik. Merasa nyaman saat istirahat namun ketika melakukan aktivitas fisik yang sedikit saja sudah merasa sesak, kelelahan, dan palpitasi.

Kelas IV

Tidak bisa melakukan aktivitas fisik. Saat istirahat gejala bisa muncul dan jika melakukan aktivitas fisik maka gejala akan meningkat.

Sumber : European Society of Cardiology (ESC), 2012. Guideline for the Diagnosis

and Treatment of Acute and Chronic heart Failure.

Tabel 2. Perbandingan Klasifikasi Gagal Jantung NYHA dan AHA

Kelas NYHAKelas AHADeskripsi

-ABerisiko untuk gagal jantung tanpa ada kelainan structural ataupun gejala gagal jantung

IBTerdapat kelaianan struktural tanpa adanya tanda dan gejala gagal jantung

ICKelainan struktural jantung dengan adanya gejala

II-

III-

IVDRefraktori gagal jantung yang membutuhkan interfensi khusus

Sumber: Guideline for management of heart failure AHA 2013 Kriteria framingham

Selain kriteria dari NYHA dan AHA, juga bisa digunakan kriteria Famingham, yakni ditemukan 2 kriteria mayor atau satu kriteria mayor ditambah dengan dua kriteria minor.

Kriteria MayorKriteria minor

distensi vena leher

ortopnea atau paroxysmal nocturnal dyspnea

crackles (10 cm diatas basis pulmo)

kardiomegali pada radigrafi thorax

S3 gallop

CVP 12 mmHg

Ekokardiogram nampak disfungsi ventrikel kiri

edema paru akut edema pergelangan kaki bilateral

batuk malam

dyspnea saat latihan

hepatomegali

efusi pleura

takikardi (120X/menit)

F. Etiologi Beberapa etiologi dari penyakit gagal jantung kongestif ialah(:

a. Penyakit Jantung Koroner

Seseorang dengan penyakit jantung koroner (PJK) rentan untuk menderita penyakit gagal jantung, terutama penyakit jantung koroner dengan hipertrofi ventrikel kiri. Lebih dari 36% pasien dengan penyakit jantung koroner selama 7-8 tahun akan menderita penyakit gagal jantung kongestif. Pada negara maju, sekitar 60-75% pasien penyakit jantung koroner menderita gagal jantung kongestif. Bahkan dua per tiga pasien yang mengalami disfungsi sistolik ventrikel kiri disebabkan oleh Penyakit Jantung Koroner (Joewono, 2003).b. Hipertensi

Peningkatan tekanan darah yang bersifat kronis merupakan komplikasi terjadinya gagal jantung. Berdasarkan studi Framingham dalam Cowie tahun 2008 didapati bahwa 91% pasien gagal jantung memiliki riwayat hipertensi. Studi terbaru Waty tahun 2012 di Rumah Sakit Haji Adam Malik menyebutkan bahwa 66.5% pasien gagal jantung memiliki riwayat hipertensi. Hipertensi menyebabkan gagal jantung kongestif melalui mekanisme disfungsi sistolik dan diastolik dari ventrikel kiri. Hipertrofi ventrikel kiri menjadi predisposisi terjadinya infark miokard, aritmia atrium dan ventrikel yang nantinya akan berujung pada gagal jantung kongestif (Joewono, 2003).c. Cardiomiopathy

Cardiomiopathy merupakan kelainan pada otot jantung yang tidak disebabkan oleh penyakit jantung koroner, hipertensi atau kelainan kongenital. Cardiomiopathy terdiri dari beberapa jenis. Diantaranya ialah dilated cardiomiopathy yang merupakan salah satu penyebab tersering terjadinya gagal jantung kongestif. Dilated cardiomiopathy berupa dilatasi dari ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Dilatasi ini disebabkan oleh hipertrofi sel miokardium dengan peningkatan ukuran dan penambahan jaringan fibrosis (Joewono, 2003).Hipertrophic cardiomiopathy merupakan salah satu jenis cardiomiopathy yang bersifat herediter autosomal dominan. Karakteristik dari jenis ini ialah abnormalitas pada serabut otot miokardium. Tidak hanya miokardium tetapi juga menyebabkan hipertrofi septum. Sehingga terjadi obstruksi aliran darah ke aorta (aortic outflow). Kondisi ini menyebabkan komplians ventrikel kiri yang buruk, peningkatan tekanan diastolik disertai aritmia atrium dan ventrikel (Joewono, 2003).Jenis lain yaitu Restrictive and obliterative cardiomiopathy. Karakteristik dari jenis ini ialah berupa kekakuan ventrikel dan komplians yang buruk, tidak ditemukan adanya pembesaran dari jantung. Kondisi ini berhubungan dengan gangguan relaksasi saat diastolik sehingga pengisian ventrikel berkurang dari normal. Kondisi yang dapat menyebabkan keadaan ini ialah Amiloidosis, Sarcoidosis, Hemokromasitomatosis dan penyakit resktriktif lainnya (Joewono, 2003). d. Kelainan Katup Jantung

Dari beberapa kasus kelainan katup jantung, yang paling sering menyebabkan gagal jantung kongestif ialah Regurgitasi Mitral. Regurgitasi mitral meningkatkan preload sehingga terjadi peningkatan volume di jantung. Peningkatan volume jantung memaksa jantung untuk berkontraksi lebih kuat agar darah tersebut dapat didistribusi ke seluruh tubuh. Kondisi ini jika berlangsung lama menyebabkan gagal jantung kongestif (Joewono, 2003).e. Aritmia

Artial Fibrilasi secara independen menjadi pencetus gagal jantung tanpa perlu adanya faktor concomitant lainnya seperti PJK atau hipertensi. 31% dari pasien gagal jantung ditemukan gejala awal berupa atrial fibrilasi dan ditemukan 60% pasien gagal jantung memiliki gejala atrial fibrilasi setelah dilakukan pemeriksaan echocardiografi. Aritmia tidak hanya sebagai penyebab gagal jantung tetapi juga memperparah prognosis dengan meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Joewono, 2003).f. Alkohol dan Obat-obatan

Alkohol memiliki efek toksik terhadap jantung yang menyebabkan atrial fibrilasi ataupun gagal jantung akut. Konsumsi alkohol dalam jangka panjang menyebabkan dilated cardiomiopathy. Didapati 2-3% kasus gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh konsumsi alkohol jangka panjang. Sementara itu beberapa obat yang memiliki efek toksik terhadap miokardium diantaranya ialah agen kemoterapi seperti doxorubicin dan zidovudine yang merupakan antiviral (Joewono, 2003).g. Lain-lain

Merokok merupakan faktor resiko yang kuat dan independen untuk menyebabkan penyakit gagal jantung kongestif pada laki-laki sedangkan pada wanita belum ada fakta yang konsisten. Sementara diabetes merupakan faktor independen dalam mortalitas dan kejadian rawat inap ulang pasien gagal jantung kongestif melalui mekanisme perubahan struktur dan fungsi dari miokardium. Selain itu, obesitas menyebabkan peningkatan kolesterol yang meningkatkan resiko penyakit jantung koroner yang merupakan penyebab utama dari gagal jantung kongestif. Berdasarkan studi Framingham disebutkan bahwa diabetes merupakan faktor resiko yang untuk kejadian hipertrofi ventrikel kiri yang berujung pada gagal jantung. G. Patofisiologi Gagal Jantung

MekanismeDasarKelainan intrinsik pada kontrakilitas miokardium yang pada gagal jantung akibat penyakit jantung sistemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi volume sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya EDV (end diastolic volume) ventrikel, terjadi peningkatan LVEDP (left ventricle end diastolic volume). Derajat peningkatan tekanan bergantung pada kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya LVDEP, terjadi pula peningkatan LAP (left atrial pressure) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastole. Peningkatan LAP diteruskan kebelakang, kedalam pembuluh darah paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru. Apabila tekanan hidrostatik kapiler paru melebihi tekanan onkotik pembuluh darah, akan terjadi transudasi cairan kedalam interstitial. Jika kecepatan transudasi cairan melebihi kecepatan drainase limfatik, akan terjadi edema interstitial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes kedalam alveoli dan terjadilah edema paru (price,2005).

Tekanan arteri paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serangkaian kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan yang akhirnya akan menyebabkan edema dan kongestif sistemik (price,2005).

Perkembangan dari edema dan kongestif sistemik atau paru dapat diperberat oleh regurgitasi fungsional dari katup trikuspidalis atau mitralis secara bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi annulus katup atrioventrikularis, atau perubahan orientasi otot papilaris dan kordatendinea akibat dilatasi ruang (price,2005).Respon Kompensatorik

Demi mempertahankan curah jantung akibat gagal jantung, ada tiga respon kompensatorik terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme primer yang dapat dilihat (price,2005):

1. Meningkatnya aktivitas simpatis adrenergik2. Meningkatnya beban awal (pre-load) akibat aktivasi system renin-angiotensin-aldosteron

3. Hipertrofi ventrikel

Peningkatan aktivitas adrenergic simpatis

Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respons simpatis kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatis merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergic jantung dan medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah curah jantung. Selain itu juga terjadi vasokonstriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya rendah (missal, kulit dan ginjal) untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak. Venokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan kontraksi sesuai dengan hukum starling (price,2005).Top of FormBottom of FormHukum Frank Starling (price,2005):1. Makin besar isi jantung sewaktu diastol, semakin besar jumlah darah yang dipompakan ke aorta.2. Dalam batas-batas fisiologis, jantung memompakan ke seluruh tubuh darah yang kembali ke Jantung tanpa menyebabkan penumpukan di vena3. Jantung dapat memompakan jumlah darah yang sedikit ataupun jumlah darah yang besar bergantung pada jumlah darah yang mengalir kembali dari venaSeperti yang diharapkan, kadar katekolamin dalam darah akan meningkat pada gagal jantung, terutama selama latihan. Jantung akan semakin bergantung pada katekolamin yang beredar dalam darah untuk mempertahankan kerja ventrikel. Namun pada akhirnya respon miokardium terhadap rangsangan simpatis akan menurun; katekolamin akan berkurang pengaruhnya terhadap kerja ventrikel. Dalam keadaan normal, katekolamin menghasilkan efek inotropic positif pada ventrikel. Berkurangnya respon ventrikel yang gagal terhadap rangsangan katekolamin menyebabkan berkurangnya derajat pergeseran akiba rangsangan ini. Perubahan ini mungkin berkaitan dengan observasi yang menunjukkan bahwa cadangan noreprinefrin pada miokardium menjadi berkurang pada gagal jantung kronis (price,2005).

Peningkatan pre-load melalui aktivasi system Renin-angiotensin-aldosteron (RAA)Aktivasi sistem RAA menyebabkan retensi natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel dan regangan serabut. Peningkatan beban awal ini akan menambah kontraktilitas sesuai dengan hukum starling. Mekanisme pasti mengenai penyebab aktivasi sistem RAA masih belum jelas. Namun, diperkirakan terdapat sejumlah factor seperti rangsangan simpatis adrenergic pada reseptor beta di dalam apparatus juxtaglomerolus, resepon reseptor makula densa terhadap perubahan pelepasan natrium ketubulus distal, dan respon baroreseptor terhadap perubahan volume dan tekanan darah sirkulasi (price, 2005).Apapun mekanisme pastinya, penurunan curah jantung akan memulai serangkaian peristiwa berikut:

1. Penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi glomerulus

2. Pelepasan renin dari apparatus jutaglomerolus

3. Interaksi renin dengan angiotensinogen dalam darah untuk menghasilkan angiotensin I

4. Mengkonversi angiotensin I menjadi angiotensin II

5. Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal

6. Retensi natrium dan air padatubulus distal danduktus kolektivus

Angiotensin II juga menghasilkan efek vasokonstriksi yang meningkatkan tekanan darah. Pada gagal jantung berat, kombinasi antara kongesti vena sistemik dan menurunnya perfusi hati akan mengganggu metabolisme aldosterone di hati, sehingga kadar aldosteron dalam darah meningkat. Kadar ADH akan meningkat pada gagal jantung berat, yang selanjutnya akan meningkatkan absorpsi air pada duktus pengumpul (price,2005).Hipertrofi ventrikelRespon kompensatorik terkahir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium atau bertambahnya tebal dinding. Hipertrofi meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel miokardium; sarkomer dapat bertambah secara paralel atau serial bergantung pada jenis beban hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung. Sebagai contoh, suatu beban tekanan yang ditimbulkan stenosis aorta akan disertai dengan meningkatnya ketebalan jantung tanpa penambahan ukuran ruang dalam. Respon miokardium terhadap beban volume, seperti pada regurgitasi aorta, ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya ketebalan jantung(price,2005).

H. Diagnosis gagal jantung

Keluhan (symptom)

Simptom gagal jantung kiriSymptom backward failure (juwono, 2003)1. Dyspnea : seringtetapi non-spesifik, awalnya terjadi saat exercise

2. Orthopnea : sering dan cukup spesifik. Terdapat pula pada penderita paru

3. Paroxysmal nocturnal dyspnea : sering dan sangat spesifik

4. Edema paru : dekompensasi akut

Symptom forward failure 1. Exertional fatigue : sering tetapi non-spesifik2. Keluhan umum : sering tetapi non-spesifik.

Kausa dari keluhan-keluhan pada gagal jantung kiri (juwono, 2003).Dyspnea

1. Aliran darah ke otot skelet berkurang menyebabkan metabolism anerobik dan asidosis

2. Meningkatnya dorongan ventilasi

3. Meningkatnya kerja mekanik pernapsan (meningkatnya kekakuan paru, meningkatnya tahanan jalannapas)

4. Meningkatnya tekanan atrium kiri

Kelelahan

1. Menurunnya aliran darah ke otot skelet, menyebabkan metabolism anerobik dan asidosis

2. Perubahan pada otot skelet

3. Gangguan elektrolit

4. Depresi

Retensi cairan-edema

1. Menurunnya aliran darah ke ginjal dan tekanan perfusi ginjal

2. Aktivasi system RAA

3. Redistribusi aliran darah intra renal ke nefron yang menahan natrium

4. Meningkatnya aldosterone efek akibat terganggunya pemecahan aldosterone oleh hepar

5. Meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler

Perbedaan gejala dan tanda gagal jantung kanan dan kiri terlihat pada tabel berikut:

Gagal Jantung KiriGagal Jantung Kanan

Left ventricular

S3

S4

Rales paru

Effuse pleura

Cheyne Stoke

Pulsus alternant

Takikardia

Kongesti vena sistemikRight ventricular heave

S3

Bendungan vena jugularis

S2 menguat (bila kausal gagal jantung kanan adalah gagal jantung kiri)

Edema pretibial & pergelangan kaki

Hidrotoraks

Edema pergelangan kaki hepatomegali

Tabel gejala dan tanda gagal jantung

Pemeriksaan fisik (sign)Pemeriksaan fisik adalah salah satu kunci untuk menetapkan diagnosa dan kuantifikasi derajat gagal jantung. Di samping itu dengan pemeriksaan fisik dapat menentukan kausa atau etiologi gagal jantung. Nadi biasanya pengisian kecil, takikardia. Dari pemeriksaan nadi sering dapat diketahui adanya stenosis aorta, regurgitasi aorta, fibrilasi atrium.Tekanan / pulsasi vena jugularis (diamati dengan penderita berbaring 45o) biasanya meninggi kecuali bila penderita sudah mendapatkan diuretika. Dengan pengamatan pulsasi vena jugularis dapat dikenali adanya disfungsi ventrikel kanan, stenosis pulmonalis, regurgitasi tricuspid, dan lain-lain (juwono, 2003).

Impuls apikalis yang dapat dipalpasi dengan penderita berbaring ke sebelah kiri. Impuls ganda (sesuai dengan S4) menunjukkan adanya disfungsi ventrikel kiri bermakna (juwono, 2003).

Auskultasi jantung harus dilakukan dengan bagian bell stetoskop diletakkan pada apeks untuk mencari S3,S4 dan bising mid-diastolik yang menggenderang dari stenosis mitral. Dengan meletakkan bagian diafragma stetoskop pada apeks dan tepi kiri sternum untuk mencari suara-suara jantung dan bising lainnya (juwono, 2003).

Auskultasi paru untuk mencari ronchi sebagai tanda dari edema pulmonum. Efusi paru biasanya bilateral, paling sering pada paru kanan. Edema mula-mula terlihat pada pergelangan kaki atau daerah sacrum (pada penderita berbaring) (juwono, 2003).Pulsus alternans. Nadi teraba teratur dengan kekuatan yang berubah-ubah. Asites dapat timbul pada gagal jantung lanjut (juwono, 2003).

Pemeriksaan EKG

Dapat ditemukan kelainan segmen ST; berupa segmen ST elevasi infark miokard (STEMI) atau non-STEMI. Gelombang Q petanda infark transmural sebelumnya. Adanya hipertropi, bundle branch block, disinkroni elektrikal, interval QT yang panjang, disritmia atau perimiokarditis.

FototoraksDigunakan untuk menilai derajat kongesti paru, dan mengetahui kelainan paru dan jantung yang lain seperti efusi pleura, infiltrate atau kardiomegali.

I. Penatalaksanaan gagal jantung kongestifA. Terapi non farmakologi

a. Diet : Pasien gagal jantung dengan diabetes, dislipidemia atau obesitas harus diberi diet yang sesuai untuk menurunkan gula darah, lipid darah, dan berat badannya. Asupan NaCl harus dibatasi menjadi 2-3 g Na/hari, atau < 2 g/hari untuk gagal jantung sedang sampai berat. Restriksi cairan menjadi 1,5-2 L/hari hanya untuk gagal jantung berat. b. Merokok : Harus dihentikan. c. Aktivitas fisik olahraga yang teratur seperti berjalan atau bersepeda dianjurkan untuk pasien gagal jantung yang stabil (NYHA kelas II-III) dengan intensitas yang nyaman bagi pasien. d. Istirahat : dianjurkan untuk gagal jantung akut atau tidak stabil. e. Bepergian : hindari tempat-tempat tinggi dan tempat-tempat yang sangat panas atau lembabB. Terapi farmakologi

a. Algoritme

Terapi Obat menurut status fungsional pasien

Bagan 1. Terapi obat menurut NYHAJenis dan tempat obatDiuretikSebagian besar pasien gagal jantung akan membutuhkan pemberian kronis suatu diuretik loop untuk mempertahankan euvolemia. Pada pasien yang secara klinis terbukti mengalami retensi cairan, furosemida biasanya dimulai dengan dosis 40 mg sekali atau dua kali sehari dan ditingkatkan sampai dicapai diuresis yang cukup. Abnormalitas elektrolit dan/atau azotemia yang memburuk dapat terjadi sebelum euvolemia tercapai. Hipokalemia dapat diatasi dengan pemberian suplemen kalium atau penambahan diuretic hemat K+ (Laurence. 2008).

KELAS DAN CONTOH:KEUNTUNGANKERUGIAN

THIAZIDES:

Hydrochlorothiazide

Indapamide

Chlorthalidone

Perananannya telah dikembangkan dalam pengobatan hipertensi, khususnya pada orang-tua.Dihubungkan dengan hypomagnes-aemia, hyperuricaemia , hyper-glycemia, atau hyperlipidaemia.

LOOP DIURETICS:

Furosemide

Ethacrynic acid

Bumetamide

Mempunyai efek yang kuat, onset cepatDapat menyebabkan hypokalemia atau hypomagnesaemia dihubung-kan dengan kekurang patuhan pemakaian obat.

POTASSIUM-SPARING DIURETICS:

Spironolactone

Amiloride

Triamterene

Hasil positif terhadap survival tampak pada pemakaian spirono-lactone; menghindari kehilangan potassium dan magnesiumDapat menyebabkan hyperkalemia dan azotemia, khususnya jika pasien juga memakai ACE-inhibitor.

Mekanisme kerja:

Gambar 1. Mekanisme kerja diuretik

Angiotensin-Converting Enzyme InhibitorsACE-Inhibitors sekarang dipakai sebagai dasar (cornerstone) terapi untuk penderita dis-fungsi sistolik, dengan tidak memandang beratnya gejala.Tetapi,dengan pertimbangkan side effects seperti simtomatik hipotensi, perburukan fungsi ginjal, batuk dan angioedema, maka terdapat hambatan pada pemakaiannya baik underprescribing maupun underdosing obat tersebut, khususnya pada orang-orang tua. Pada penelitian klinik menunjukkan bahwa hal yang menimbulkan ketakutan-ketakutan tersebut tidak ditemui, dikarenakan obat tersebut diberikan dengan dosis yang rendah dan dititrasi pelahan sampai mencapai dosis target memberi hasil yang efektif sehingga ACE-inhibitor umumnya dapat ditolerir dengan baik (Katzung, 2002). ACE inhibitor diindikasikan pada semua pasien gagal jantung sistolik, tanpa memandang beratnya simptom.

Awali pengobatan dengan dosis yang rendah dan dititrasi sampai dosis maksimum yang dapat ditoleris dalam 3-4 minggu.

Nasehati pasien yang sedang memakai ACE inhibitor, bahwa mungkin mengalami batuk-batuk; keadaan ini terjadi pada 15% sampai 20% pasien yang memakai ACE inhibitors.

Sebelum mengawali pengobatan dan selama serta setelah titrasi, periksa Natrium ,Kalium dan Creatinine serum.

Waspada terhadap dapat terjadinya first-dose hypotension pada hiponatremia, dosis diuretika yang tinggi, hipotensi (tekanan darah sistolik