gangguan mood
DESCRIPTION
gangguan moodTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan mood adalah suatu kelompok kondisi klinis yang ditandai oleh
hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan berat.
Dua gangguan mood utama adalah gangguan depresif berat dan gangguan bipolar
I. Gangguan depresif berat adalah suatu gangguan yang sering, dengan prevalensi
seumur hidup adalah kira-kira 15%, kemungkinan setinggi 25% pada wanita.
Gangguan bipolar I adalah gangguan yang lebih jarang daripada gangguan depresi
berat, dengan prevalensi seumur hidup adalah 2%. Terdapat prevalensi gangguan
depresif berat yang dua kali lebih besar pada wanita dibandingkan laki-laki.
Alasan adanya perbedaan didalilkan sebgai melibatkan perbedaan hormonal, efek
kelahiran, perbedaan stressor psikososial bagi wanita dan laki-laki, dan model
perilaku tentang keputusasaan yang dipelajari. Berbeda dengan gangguan depresif
berat, gangguan bipolar I mempunyai prevalensi yang sama bagi laki-laki dan
wanita.(1)
Pada umumnya, onset gangguan bipolar I lebih awal daripada onset
gangguan depresif berat. Usia onset untuk gangguan bipolar I seawalnya pada usia
5 atau 6 tahun sampai usia 50 tahun atau lebih, dengan rata-rata usia adalah 30
tahun. Rata-rata usia onset untuk gangguan depresif berat adalah kira-kira 40
tahun; 50% dari semua pasien mempunyai onset antara usia 20 dan 50 tahun.
Selain itu, baik gangguan depresif berat maupun gangguan bipolar I sering teradi
pada orang yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat atau yang
bercerai atau berpisah. (1)
1
BAB II
GANGGUAN MOOD
2.1 Definisi Mood dan Gangguan Mood
Mood adalah suatu emosi yang meresap dan dipertahankan, yang
dialami secara subjektif dan dilaporkan oleh pasien dan terlihat oleh orang
lain. Mood mungkin normal, meninggi, atau terdepresi. Orang normal
mengalami berbagai macam mood dan memiliki ekspresi afektif yang sama
luasnya; mereka merasa mengendalikan, kurang lebih, mood dan afeknya.(1)
Gangguan mood adalah suatu kelompok kondisi klinis yang ditandai
oleh hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya
penderitaan berat. Pasien dengan mood yang meninggi (elevated), yaitu
mania menunjukkan sikap meluap-luap, gagasan yang meloncat-loncat
(flight of ideas), penurunan kebutuhan tidur, peninggian harga diri, dan
gagasan kebesaran. Pasien dengan mood terdepresi, yaitu-depresi merasakan
hilangnya energi dan minat, perasaan bersalah, kesulitan berkonsentrasi,
hilangnya nafsu makan, dan pikiran tentang kematian atau bunuh diri.
Tanda dan gejala lain dari gangguan mood adalah perubahan tingkat
aktivitas, kemampuan kognitif, pembicaraan, dan fungsi vegetatiF (seperti
tidur, nafsu makan, aktivitas seksual, dan irama biologis lainnya).
Perubahan tersebut hampir selalu menyebabkan gangguan fungsi
interpersonal, sosial, dan pekerjaan.(1)
2.2 Sejarah
Penemuan tentang apa yang sekarang dinamakan gangguan mood
dapat ditemukan pada banyak dokumen zaman dahulu. Salah satu
dokumentasi yang penting adalah apa yang disampaikan oleh Emil kraepelin
di tahun 1899, dengan didasarkan pada pengetahuan dari dokter psikiatrik
Jerman dan Perancis sebelumnya, menggambarkan suatu psikosis manik-
depresif yang memiliki sebagian besar kriteria yang digunakan oleh dokter
2
psikiatrik sekarang ini untuk menegakkan diagnosis gangguan bipolar I.
Tidak adanya perjalanan penyakit yang memburuk dan menimbulkan
demensia pada psikosis manik-depresif adalah membedakannya dari
demensia prekoks (yaitu, skizofrenia). Kraepelin juga menggambarkan
suatu depresi yang dimulai setelah menopause pada wanita dan selama masa
dewasa akhir pada laki-laki yang akhirnya dikenal sebagai melankolia
involusional dan sejak itu dipandang sebagai suatu bentuk gangguan mood
dengan onset lanjut.(1)
2.3 Etiologi
Dasar umum untuk gangguan depresif berat tidak diketahui. Banyak
usaha untuk mengenali suatu penyebab biologis atau psikososial untuk
gangguan mood telah dihalangi heterogenitas populasi pasien yang
ditentukan oleh sistem diagnostik yang didasarkan secara klinis yang ada,
termasuk DSM-IV. Faktor penyebab dapat secara buatan dibagi menjadi
faktor biologis, faktor genetika, dan faktor psikososial.
2.3.1 Faktor Biologis
Sejumlah besar penelitian telah melaporkan berbagai kelainan di
dalam metabolit amin biogenik-seperti 5-hydroxyindoleacetic acid (5-
HIAA), homovanillic acid (HVA), dan 3-methoxy-4-
hydroxyphenylglycol (MHPG)- di dalam darah, urine, dan cairan
serebrospinalis pada pasien dengan gangguan mood. Data yang
dilaporkan paling konsisten dengan hipotesis bahwa gangguan mood
adalah berhubungan dengan disregulasi heterogen pada amin
biogenik.(1)
2.3.2 Faktor Genetika
Data genetik dengan kuat menyatakan bahwa suatu faktor
penting di dalam perkembangan gangguan mood adalah genetika.
Tetapi, pola penurunan genetika adalah jelas melalui mekanisme yang
kompleks; bukan saja tidak mungkin menyingkirkan efek psikososial,
tetapi faktor non genetik memungkinkan memainkan peranan kausatif
3
dalam perkembangan gangguan mood sekurangnya pada beberapa
orang.
2.3.3 Faktor Psikososial
Satu pengamatan klinis lama yang telah direplikasi adalah
bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering
mendahului episode pertama gangguan mood daripada episode
selanjutnya. Satu teori yang diajukan untuk menjelaskan pengamatan
tersebut adalah bahwa stres yang menyertai episode pertama
menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan lama. Perubahan
bertahan lama tersebut dapat menyebabkan perubahan keadaan
fungsional berbagai neurotransmiter dan sistem pemberi signal
intraneuronal. Hasil akhirnya dari perubahan tersebut adalah
menyebabkan seseorang berada pada resiko yang lebih tinggi untuk
menderita episode gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya
stresor eksternal.(1)
Tidak ada sifat atau tipe kepribadian tunggal yang secara unik
mempredisposisikan seseorang kepada depresi. Semua manusia
apapun pola kepribadiannya, dapat dan memang menjadi depresi
dalam keadaan yang tepat; tetapi, tipe kepribadian tertentu -dependen-
oral, obsesif-kompulsif, histeris- mungkin berada dalam resiko yang
lebih besar untuk mengalami depresi daripada tipe kepribadian
antisosial, paranoid, dan lainnya yang menggunakan proyeksi dan
mekanisme pertahanan mengeksternalisasikan lainnya.(1)
2.4 Klasifikasi
2.4.1 Klasifikasi menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders IV (DSM-IV)
Pada DSM-IV, gangguan mood diklasifikasikan sebagai berikut (2):
4
Tabel 2.1 Klasifikasi gangguan mood menurut DSM-IV
Gangguan depresif
296.xx
.2x
.3x
300.4
311
Gangguan depresi berat
Episode tunggal
Rekuren
Gangguan distimik
Gangguan depresif yang tak tergolongkan (YTT)
Gangguan bipolar
296.xx
.0x
.40
.4x
.6x
.5x
.7
296.89
301.13
296.80
293.83
296.90
Gangguan bipolar I
Episode manik tunggal
Episode terakhir hipomanik
Episode terakhir manik
Episode terakhir campuran
Episode terakhir terdepresi
Episode terakhir tidak ditentukan
Gangguan bipolar II
Gangguan siklotimik
Gangguan bipolar yang tak tergolongkan (YTT)
Gangguan mood karena kondisi medis umum
Gangguan mood akibat zat
Gangguan mood yang tak tergolongkan (YTT)
2.4.2 Klasifikasi menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa di Indonesia
Tabel 2.2 Klasifikasi menurut PPDGJ III5
F30 Episode manik
F30.0
F30.1
F30.2
Hipomania
Mania tanpa gejala psikotik
Mania dengan gejala psikotik
5
F30.8
F30.9
Episode manik lainnya
Episode manik yang tak tergolongkan (YTT)
F31 Gangguan afektif bipolar
F31.0
F31.1
F31.2
F31.3
.30
.31
F31.4
F31.5
F31.6
F31.7
F31.8
F31.9
Gangguan afektif bipolar, episode kini hipomanik
Gangguan afektif bipolar, episode kini manik
tanpa gejala psikotik
Gangguan afektif bipolar, episode kini manik
dengan gejala psikotik
Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif
ringan atau sedang
Tanpa gejala somatik
Dengan gejala somatik
Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif
berat tanpa gejala psikotik
Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif
berat dengan gejala psikotik
Gangguan afektif bipolar, episode kini campuran
Gangguan afektif bipolar, kini dalam remisi
Gangguan afektif bipolar lainnya
Gangguan afektif bipolar yang tak tergolongkan
(YTT)
F32 Episode depresif
F32.0
.00
.01
F32.1
.10
.11
F32.2
F32.3
Episode depresif ringan
Tanpa gejala somatik
Dengan gejala somatik
Episode depresif sedang
Tanpa gejala somatik
Dengan gejala somatik
Episode depresif berat tanpa gejala psikotik
Episode depresif berat dengan gejala psikotik
6
F32.8
F32.9
Episode depresif lainnya
Episode depresif yang tak tergolongkan (YTT)
F33 Gangguan depresif berulang
F33.0
.00
.01
F33.1
.10
.11
F33.2
F33.3
F33.4
F33.8
F33.9
Gangguan depresif berulang, episode kini ringan
Tanpa gejala somatik
Dengan gejala somatik
Gangguan depresif berulang, episode kini sedang
Tanpa gejala somatik
Dengan gejala somatik
Gangguan depresif berulang, episode kini berat
tanpa gejala psikotik
Gangguan depresif berulang, episode kini berat
dengan gejala psikotik
Gangguan depresif berulang, kini dalam remisi
Gangguan depresif berulang lainnya
Gangguan depresif berulang yang tak
tergolongkan (YTT)
F34 Gangguan suasana perasaan (mood[afektif]) menetap
F34.0
F34.1
F34.8
F34.9
Siklotimia
Distimia
Gangguan suasana perasaan (mood[afektif])
menetap lainnya
Gangguan suasana perasaan (mood[afektif])
menetap yang tak tergolongkan (YTT)
F38 Gangguan suasana perasaan (mood[afektif]) lainnya
F38.0
.00
F38.1
Gangguan suasana perasaan (mood[afektif])
tunggal lainnya
Episode afektif campuran
Gangguan suasana perasaan (mood[afektif])
berulang lainnya
7
.10
F38.8
Gangguan depresif singkat berulang
Gangguan suasana perasaan (mood[afektif])
lainnya YTT
F39 Gangguan suasana perasaan (mood [afektif]) yang tak
tergolongkan (YTT)
2.5 Gambaran Klinis
2.5.1 Episode Depresi Mayor
Suatu mood depresi dan hilangnya minat atau kesenangan
merupakan gejala utama dari depresi. Pasien mungkin mengatakan
mereka merasa murung, putus asa, dalam kesedihan, atau tidak
berguna. Bagi pasien mood terdepresi seringkali memiliki kualitas
yang terpisah yang membedakannya dengan emosi normal kesedihan
atau duka cita. Pasien seringkali menggambarkan gejala depresi
sebagai suatu rasa nyeri emosional yang menderita sekali. Pasien
terdepresi kadang-kadang mengeluh tidak dapat menangis, suatu
gejala yang menghilang saat mereka membaik.(1)
Kira-kira duapertiga dari semua pasien terdepresi merenungkan
bunuh diri, dan 10 sampai 15 persennya melakukan bunuh diri. Tetapi
pasien terdepresi kadang-kadang tampak tidak menyadari depresinya
dan tidak mengeluh suatu gangguan mood, walaupun mereka
menunjukkan penarikan diri dari keluarga, teman, dan aktivitas yang
sebelumnya menarik diri mereka. Hampir semua pasien terdepresi (97
persen) mengeluh adanya penurunan energi yang menyebabkan
kesulitan dalam menyelesaikan tugas, sekolah dan pekerjaan, dan
penurunan motivasi untuk mengambil proyek baru. Kira-kira 80
persen pasien mengeluh sulit tidur, khususnya terbangun pada dini
hari (yaitu, insomnia terminal) dan sering terbangun pada malam hari,
selama mana mereka mungkin merenungkan masalahnya.(1)
Banyak pasien mengalami penurunan nafsu makan dan
penurunan berat badan. Tetapi beberapa pasien mengalami 8
peningkatan nafsu makan, penambahan berat badan, dan tidur yang
bertambah. Pasien tersebut diklasifikasikan di dalam DSM-IV sebagai
memiliki ciri atipikal dan juga dikenal sebagai memiliki disforia
histeroid. Pada kenyataannya, kecemasan merupakan gejala yang
sering pada depresi, yang mengenai sebanyak 90 persen pasien
depresi. Gejala vegetatif lainnya adalah menstruasi yang tidak normal
dan penutunan minat dan kinerja di dalam aktivitas seksual.(1)
Kecemasan (termasuk serangan panik), penyalahgunaan alkohol,
dan keluhan somatik (seperti konstipasi dan nyeri kepala) seringkali
mempersulit pengobatan depresi. Kira-kira 50 persen dari semua
pasien menggambarkan suatu variasi diurnal dari gejalanya, dengan
suatu peningkatan keparahan di pagi hari dan gejala meringan di
malam hari. Gejala kognitif adalah laporan subjektif yang berupa
ketidakmampuan berkonsentrasi (84 persen pasien di dalam satu
penelitian) dan gangguan dalam berpikir (67 persen pasien pada
penelitian yang lain).(1)
Pada anak-anak dan remaja dapat diperkirakan adanya depresi
yang ditunjukkan dengan sikap fobia sekolah dan menggendong pada
orang tua yang berlebihan. Begitu pula dengan prestasi akademik yang
memburuk, penyalahgunanaan zat, perilaku antisosial, promiskuitas
seksual, membolos, dan melarikan diri juga mungkin merupakan
gejala depresi pada remaja.(1)
Depresi sering terjadi pada orang lanjut usia. Hal ini mungkin
berhubungan dengan status sosioekonomi rendah, kematian pasangan,
penyakit fisik yang menyertai, dan isolasi sosial. (1)
2.5.2 Episode Manik
Suatu mood yang meningkat, meluap-luap, atau lekas marah
merupakan tanda episode manik. Walaupun orang yang tidak terlibat
mungkin tidak mengetahui sifat mood pasien yang tidak biasanya,
mereka yang mengetahui pasien mengenalinya sebagai abnormal.
Selain itu mood mungkin mudah tersinggung, khususnya jika rencana
9
pasien yang sangat ambisius terancam. Sering kali, seorang pasien
menunjukkan suatu perubahan mood yang utama dari euforia awal
pada perjalanan penyakit menjadi lekas marah di kemudian hari. Suatu
kecendrungan menanggalkan pakaian di tempat ramai, berpakaian dan
mengenakan perhiasan dengan warna-warna yang terang dan dengan
kombinasi yang tidak sesuai, dan tidak memperhatikan perincian-
perincian yang kecil (seperti lupa meletakkan gagang telepon pada
tempatnya) juga merupakan gejala gangguan. Sifat impulsif dari
banyak tindakan pasien disertai dengan suatu pendirian keyakinan dan
tujuan. Pasien sering kali terokupasi oleh gagasan agama, politik,
finansial, seksual, atau penyiksaan yang dapat berkembang menjadi
sistem waham yang kompleks. Kadang-kadang pasien manik menjadi
teregresi dan bermain dengan urine dan fesesnya.(1)
Mania pada remaja sering kali salah didiagnosis sebagai
gangguan kepribadian antisosial atau skizofrenia. Gejala mania pada
remaja mungkin berupa psikosis, penyalahgunaan alkohol atau zat
lain, usaha bunuh diri, masalah akademik, pemikiran filosofis, gejala
gangguan obsesif-kompulsif, keluhan somatik multipel, mudah
tersinggung yang nyata yang menyebabkan perkelahian,dan perilaku
antisosial lainnya. (1)
2.5.3 Episode Campuran
Episode campuran ditandai dengan adanya suatu periode waktu
(paling sedikit 1 minggu) yang sesuai dengan kriteria episode manik
dan episode depresi, yang tejadi hampir setiap hari (kriteria A).
gangguan yang terjadi dapat menyebabkan gangguan bermakna pada
fungsi sosial, pekerjaan, bahkan kadang perlu dirawat untuk mencegah
supaya penderita tidak membahayakan dirinya maupun orang lain.
Pada episode ini dapat jua ditemui adanya gambaran psikotik (kriteria
B). gejala yang timbul tidak diakibatkan oleh efek langsung dari
penggunaan zat atau akibat suatu kondisi medis umum (kriteria C).(1)
10
Episode campuran ini lebih sering ditemui pada usia muda dan
usia di atas 60 tahun dengan gangguan bipolar dan lebih sering
terdapat pada pria daripada wanita.(1)
2.5.4 Episode Hipomanik
Episode hipomanik didefinisikan sebagai adanya periode yang
terpisah dari mood yang abnormal dan secara menetap meningkat,
meluap dan lekas marah yang berlangsung selama minimal 4 hari
(kriteria A). Episode mood yang abnormal ini disertai oleh sedikitnya
3 gejala tambahan, yaitu harga diri yang meninggi atau kebesaran
(bukan waham), penurunan kebutuhan tidur, tekanan pada
pembicaraan, flight of ideas, distraktibilitas, peningkatan aktivitas,
keterlibatan berlebiahan pada aktivitas yang berlebihan (kriteria B).
episode dihubungkan dengan suatu perubahan yang jelas pada fungsi
yang tidak karakteristik dari orang tersebut jika tidak ada gejala
(kriteria C). gangguan mood dan perubahan fungsi dapat diamati oleh
orang lain (kriteria D). episode tidak cukup parah untuk
menyebabkan gangguan yang nyata pada fungsi sosial dan pekerjaan,
atau membutuhkan perawatan di rumah sakit dan tidak memiliki ciri
psikotik.(1)
2.6 Pemeriksaaan Status Mental
2.6.1.Episode Depresif
Deskripsi umum
Retardasi psikomotor menyeluruh merupakan gejala yang paling
umum, walaupun agitasi psikomotor juga sering ditemukan,
khususnya pada pasien lanjut usia. Menggenggamkan tangan dan
menarik-narik rambut merupakan gejala agitasi yang paling umum.
Secara klasik, seorang pasien depresi memiliki postur yang
membungkuk, tidak terdapat pergerakan spontan, dan pandangan mata
yang putus asa dan memalingkan pandangan. Pada pemeriksaan fisik,
pasien terdepresi menunjukkan gejala retardasi psikomotor yang jelas
11
yang mungkin tampak serupa dengan pasien skizofrenia katatonik.
Kenyataan tersebut dikenali di dalam DSM-IV dengan
dimasukkannya gejala pemberi sifat (qualifier)”dengan ciri katatonik”
untuk beberapa gangguan mood(1).
Mood, afek, dan perasaan
Depresi merupakan gejala penentu, walaupun kira-kira setengah
pasien menyangkal perasaan depresif dan tidak tampak terdepresi
secara khusus. Pasien tersebut sering kali dibawa keluarganya atau
teman kerjanya karena penarikan sosial dan penurunan aktivitas yang
menyeluruh(1).
Bicara
Banyak pasien terdepresi menunjukkan suatu kecepatan dan
volume bicara yang menurun, berespon terhadap pertanyaan dengan
kata tunggal, dan menunjukkan respon yang melambat terhadap
pertanyaan. Secara sederhana mungkin pemeriksa harus menunggu
dua atau tiga menit untuk mendapatkan suatu respon terhadap suatu
pertanyaan(1).
Gangguan persepsi
Pasien terdepresi dengan waham atau halusinasi dikatakan
menderita episode depresi dengan ciri psikotik. Beberapa klinisi juga
mengatakan istilah “depresi psikotik” untuk pasien terdepresi yang
jelas teregresi –membisu, tidak mandi, berpakaian kotor- bahkan tanpa
adanya waham atau halusinasi. Pasien tersebut kemungkinan lebih
baik digambarkan sebagai memiliki ciri katatonik. Waham dan
halusinasi yang sesuai dengan mood terdepresi dikatakan sesuai mood
(mood congruent). Waham sesuai mood pada seorang pasien
terdepresi adalah waham bersalah, memalukan, tidak berguna,
kemiskinan, kegagalan, kejar, dan penyakit somatik terminal (sebagai
contoh, kanker dan otak yang “membusuk”). Isi waham atau
halusinasi tidak sesuai mood (mood incongruent) adalah tidak sesuai
dengan mood terdepresi. Waham tidak sesuai pada pasien terdepresi
12
adalah tema kebesaran berupa tenaga, pengetahuan, dan harga diri
yang melambung. Halusinasi juga terjadi pada episode depresif berat
dengan ciri psikotik tetapi relatif jarang(1).
Pikiran
Pasien terdepresi biasanya memiliki pandangan negatif tentang
dunia dan dirinya sendiri. Isi pikiran mereka sering kali melibatkan
perenungan tentang kehilangan, bersalah, bunuh diri, dan kematian.
Kira-kira 10 persen dari semua pasien depresi memiliki gejala jelas
gangguan berpikir, biasanya penghambatan pikiran (thought blocking)
dan kemiskinan isi pikiran yang melanda. (1)
Pasien yang paling terdepresi berorientasi terhadap orang,
tempat, dan waktu, walaupun beberapa pasien mungkin tidak memiliki
cukup energi atau minat untuk menjawab pertanyaan tentang hal
tersebut selama suatu wawancara. Kira-kira 50 sampai 70 persen dari
semua pasien terdepresi memiliki suatu gangguan kognitif yang sering
kali dinamakan pseudodemensia depresif. Pasien tersebut sering kali
mengeluh gangguan konsentrasi dan mudah lupa. (1)
Pasien terdepresi dengan ciri psikotik kadang-kadang berpikiran
membunuh orang lain yang terlibat di dalam sistem wahamnya.
Tetapi, pasien terdepresi yang paling parah sering kali tidak memiliki
motivasi atau energi untuk bertindak di dalam cara yang impulsif atau
menyerang. Pasien dengan gangguan depresif berada pada resiko yang
meninggi untuk melakukan bunuh diri saat mereka mulai membaik
dan mendapatkan kembali energi yang diperlukan untuk
merencanakan dan melakukan suatu bunuh diri (bunuh diri
paradoksikal; paradoxical suicide). Biasanya tidak bijaksana secara
klinis untuk memberikan sejumlah besar peresepan antidepresan pada
pasien terdepresi, khususnya obat trisiklik, pada saat dipulangkan dari
rumah sakit(1).
Pertimbangan dan tilikan
13
Tilikan pasien terdepresi terhadap gangguannya sering kali
berlebihan; mereka terlalu menekankan gejalanya, gangguannya dan
masalah hidupnya. Adalah sukar untuk meyakinkan pasien tersebut
bahwa perbaikan adalah dimungkinkan. Kekeliruan yang sering
adalah mempercayai tanpa ditawar-tawar lagi seorang pasien
terdepresi yang menyatakan bahwa percobaan medikasi antidepresan
yang sebelumnya tidak berhasil. Dokter psikiatrik tidak boleh
memandang kekeliruan informasi pasien sebagai yang disengaja,
karena pemberian informasi yang memberikan harapan tidak
dimungkinkan bagi seseorang yang berada dalam keadaan pikiran
terdepresi(1).
2.6.2.Episode manik
Deskripsi umum
Pasien manik sangat bergairah, banyak bicara, kadang-kadang
menggelikan, dan sering hiperaktif. Suatu waktu mereka jelas psikotik
dan terdisorganisasi, memerlukan pengikatan fisik dan penyuntikan
intramuskular obat sedatif(1).
Mood, afek, dan perasaan
Pasien manik biasanya euforik tetapi juga dapat lekas marah,
khususnya jika mania telah ditemukan selama beberapa saat. Mereka
juga memiliki toleransi frustrasi yang rendah, yang dapat
menyebabkan perasaan kemarahan dan permusuhan. Pasien manik
mungkin secara emosi adalah labil, beralih dari tertawa menjadi lekas
marah menjadi depresi di dalam beberapa menit atau jam(1).
Bicara
Pasien manik tidak dapat disela saat mereka bicara, mereka
sering kali rewel dan pengganggu bagi orang-orang sekitarnya. Saat
mania menjadi lebih kuat, pembicaraan menjadi lebih lantang, lebih
cepat, dan sulit untuk dimengerti. Saat keadaan teraktivasi meningkat,
pembicaraan menjadi penuh gurauan, kelucuan, sajak, permainan
kata-kata, dan hal-hal yang tidak relevan. Saat tingkat aktivitas lebih
14
meningkat lagi, asosiasi menjadi longgar. Kemampuan untuk
berkonsentrasi menghilang, menyebabkan gagasan yang meloncat-
loncat (flight of ideas), kata yang campur aduk (word salad), dan
neologisme. Pada kegembiraan manik akut, pembicaraan mungkin
sama sekali inkoheren dan tidak dapat dibedakan dengan pembicaraan
orang skizofrenik. (1)
Gangguan persepsi
Waham ditemukan pada 75 persen dari semua pasien manik.
Waham manik sesuai mood sering kali melibatkan kesehatan,
kemampuan, dan kekuatan yang luar biasa. Waham dan halusinasi
yang aneh tidak sesuai mood juga ditemukan pada mania(1).
Pikiran
Isi pikiran pasien manik termasuk tema kepercayaan diri dan
kebesaran diri. Pasien manik sering kali mudah dialihkan
perhatiannya. Fungsi kognitif keadaan manik ditandai oleh aliran
gagasan yang tidak terkendali dan dipercepat. Secara kasar, orientasi
dan daya ingat adalah intak, walaupun beberapa pasien manik
mungkin sangat euforik sehingga mereka menjawab secara tidak tepat.
Gejala disebut “mania delirium” (delirious mania) oleh Emil
Kraepelin(1).
Kira-kira 75 persen dari semua pasien manik adalah senang
menyerang atau mnegancam. Pasien manik memang berusaha
melakukan bunuh diri atau pembunuhan, tetapi insidensi perilaku
tersebut tidak diketahui. Pasien yang mengancam terutama orang
penting lebih sering menderita gangguan bipolar I daripada
skizofrenia(1).
Pertimbangan dan tilikan
Gangguan pertimbangan merupakan tanda dari pasien manik.
Mereka mungkin melanggar peraturan dengan kartu kredit, aktivitas
seksual, dan finansial, kadang-kadang melibatkan keluarganya di
15
dalam kejatuhan finansial. Pasien manik juga memiliki sedikit tilikan
terhadap gangguan yang dideritanya. (1)
Pasien manik terkenal tidak dapat dipercaya dalam
informasinya. Kebohongan dan penipuan sering ditemukan pada
mania, sering kali menyebabkan klinisi yang tidak berpengalaman
menghadapi pasien manik dengan keremehan yang tidak sesuai(1).
2.7 Gangguan Depresif Mayor
Secara klinis ditandai dengan satu atau lebih episode depresif mayor
tanpa episode manik, episode campuran, atau episode hipomanik.(1,2,3)
Apabila episode manik, hipomanik, atau campuran timbul pada gangguan
depresif mayor, diagnosis berubah menjadi gangguan bipolar. Jika gejala
manik atau hipomanik muncul sebagai akibat langsung dari penggunaan
antidepresan, atau akibat penggunaan obat lannya, diagnosis gangguan
depresif mayor tetap sesuai dengan ganguan mood akibat penggunaan zat
sebagai diagnosis tambahan, dengan gejala manik. Begitupula apabila gejala
manik atau hipomanik muncul akibat suatu kondisi medis umum, diagnosis
gangaun depresif mayor tetap ditegakkan dengan menambahkan diagnosis
gangguan mood akibat kondisi medis umum sebagai tambahan.(2)
2.7.1 Epidemiologi
Gangguan depresif berat adalah suatu gangguan yang sering, dengan
prevalensi seumur hidup adalah kira-kira 15 persen, kemungkinan setinggi
25 persen pada wanita. Insidensi gangguan depresif berat juga lebih tinggi
daripada biasanya pada pasien perawatan primer, yang mendekati 10 persen,
dan pada pasien medis rawat inap, yang mendekati 15 persen. Terdapat
prevalensi gangguan depresif berat yang dua kali lebih besar pada wanita
dibandingkan laki-laki. Alasan adanya perbedaan telah didalilkan sebagai
melibatkan perbedaan hormon, efek kelahiran, perbedaan stressor
psikososial bagi wanita dan bagi laki-laki, dan model perilaku tentang
keputusasaan yang dipelajari. Rata-rata usia onset untuk gangguan depresif
berat adalah kira-kira 40 tahun; 50 persen dari semua pasien mempunyai
16
onset antara usia 20 dan 50 tahun. Gangguan depresif berat juga mungkin
memiliki onset selama masa anak-anak atau pada usia lanjut, walaupun hal
tesebut jarang terjadi.(1) Pada umumnya, gangguan depresif berat terjadi
paling sering pada orang yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang
erat atau yang bercerai atau berpisah. (1,3)
2.7.2 Diagnosis
Karena perasaan sedih dan patah semangat merupakan respon normal
pada manusia, maka sangat penting untuk mampu membedakannya dengan
keadaan yang patologis. Sindrom depresi akan diikuti oleh gejala vegetatif
seperti, penurunan nafsu makan atau insomnia, sehingga menyebabkan
penurunan berat badan, meskipun pada beberapa orang keadaan depresi
akan dilawan dengan makan lebih banyak, atau mereka makan lebih banyak
karena dipaksa oleh orang tua ataupun pasangan sehingga penurunan berat
badan menjadi minimal.(3)
Tabel 2.3 Kriteria Diagnostik untuk Episode Depresif Mayor
Kriteria Diagnostik untuk Episode Depresif Mayor
A. Lima (atau lebih) gejala berikut ditemukan selama periode 2 minggu yang
sama dan menunjukkan suatu perubahan dari fungsi sebelumnya; paling
kurang satu gejala dari salah satu mood terdepresi atau dua kehilangan
minat atau kesenangan.
Catatan: jangan masukkan gejala yang jelas disebabkan oleh kondisi
umum, atau waham atau halusinasi yang tidak sesuai mood.
1. Mood terdepresi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, seperti
yang ditunjukkan baik oleh laporan subyektif (misalnya, perasaan
sedih atau kososng) maupun pengamatan yang dilakukan oleh orang
lain (misalnya, tampak sedih).
Catatan: pada anak-anak dan remaja, dapat berupa mood yang iritabel.
2. Kehilangan minat atau kesenangan yang nyata pada semua atau hampir
semua, aktivitas hampir sepanjang hari, hampir setiap hari (seperti
yang ditunjukkan baik oleh laporan subyektif maupun pengamatan
17
yang dilakukan oleh orang lain).
3. Penurunan berat badan yang bermakna jika tidak melakukan diet atau
penambahan berat badan (misalnya, perubahan berat badan lebih dari
5 persen sebulan), atau penurunan atau peningkatan nafsu makan
hampir setiap hari.
Catatan: pada anak-anak, pertimbangkan kegagalan untuk mencapai
peningkatan berat badan yang diharapkan.
4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari 9dapat diamati
oleh orang lain, bukan hanya perasaan subyektif tentang adanya
kegelisahan atau mnenjadi lamban).
6. Kelelahan atau kehilangan tenaga hampir setiap hari
7. Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan atau
tidak sesuai (yang dapat berupa waham) hampir setiap hari (bukan
hanya menyalahkan diri sendiri atau bersalah karena sakit)
8. Penurunan kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi atau keragu-
raguan, hampir setiap hari (baik oleh laporan subyektif maupun yang
diamati orang lain)
9. Pikiran tentang kematian berulang (tidak hanya ketakutan akan
kematian), ide bunuh diri berulang tanpa suatu rencana yang spesifik,
atau percobaan bunuh diri atau rencana khusus untuk melakukan
bunuh diri.
B. Gejala tidak memenuhi kriteria Episode Campuran
C. Gejala menyebabkan penderitaan secara klinis yang bermakna atau
gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi bidang penting
lainnya.
D. Gejala bukan karena efek fisiologis langsung dari zat (misalnya
penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis umum
(misalnya hipotiroidisme).
E. Gejala tidak lebih baik dijelaskan Berduka, yaitu setelah kehilangan
seorang yang dicintai, gejala menetap lebih lama dari 2 bulan atau ditandai
18
oleh gangguan fungsional yang nyata, preokupasi morbid dengan perasaan
tidak berharga, ide bunuh diri, gejala psikotik, atau retardasi psikomotor.
DSM-IV juga menyebutkan mengenai kriteria diagnostik untuk
episode pertama gangguan depresif berat. Perbedaan antara pasien yang
menderita episode tunggal gangguan depresif berat dan pasien yang
memiliki dua atau lebih episode gangguan depresif berat adalah ditekankan
karena ketidakpastian perjalanan penyakit yang hanya menderita satu
episode. (1,2)
Tabel 2.4 Kriteria Diagnostik Gangguan Depresif Mayor, Episode
Tunggal
Kriteria Diagnostik Gangguan Depresif Mayor, Episode Tunggal
A. Adanya episode depresif Mayor tunggal
B. Episode depresif Mayor tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan
skizoaektif, dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia, gangguan
skizofreniform, gangguan delusional atau gangguan psikotik YTT.
C. Tidak pernah terdapat episode manik, episode campuran, atau episode
hipomanik. Catatan: penyingkiran ini tidak berlaku jika semua episode
mirip manik, mirip campuran, atau mirip hipomanik adalah diakibatkan
oleh zat atau terapi dan karena efek fisiologis langsung dari kondisi medis
umum.
Sebutkan (untuk episode sekarang atau paling akhir):
- Penentu keparahan/psikotik/remisi
- Kronik
- Dengan ciri katatonik
- Dengan ciri melankolik
- Dengan ciri atipikal
- Dengan onset pascapersalinan
Pasien yang mengalami sekurang-kurangnya episode kedua depresi
diklasifikasikan di dalam DSM-IV sebagai menderita gangguan depresif 19
berat, rekuren. Masalah utama di dalam mendiagnosis episode rekuren
gangguan depresif berat adalah memutuskan kriteria apa yang digunakan
untuk menandakan resolusi masing-masing periode. Dua variabel adalah
derajat resolusi gejala dan lamanya resolusi.
Tabel 2.5 Gangguan depresif mayor, rekuren
Gangguan depresif mayor, rekuren
A. Terdapat dua atau lebih episode depresif mayor
Catatan: dipertimbangkan sebagai episode yang terpisah, harus terdapat
suatu interval paling kurang 2 bulan berturut-turut dimana kriteria episode
depresif mayor tidak terpenuhi.
B. Episode depresi mayor tidak lebih baik dijelaskan oleh ganguan
skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan Skizofrenia, Gangguan
Skizofreniform, Gangguan Waham, ata Gangguan Psikotik yang Tak
Ditentukan
C. Tidak pernah terdapat episode manik episode campuran, atau episode
manik
Catatan: penyingkiran ini tidak digunakan jika episode mirip manik, mirip
camputan,atau mirip hipomanik yang diinduksi zat atau pengobatan atau
karena efek fisiologis langsung dari suatu kondisi medis umum.
Jika saat ini memenuhi kriteria suatu episode depresi mayor, sebutkan
status dan/atau gambaran klinis saat ini: Ringan, sedang, berat tanpa ciri
psikotik/berat dengan ciri psikotik, kronik, dengan ciri katatonik, dengan
ciri melankolik, dengan ciri atipikal, dengan onset post partum
Jika saat ini tidak memenuhi kriteria suatu episode depresi mayor,
sebutkan status klinis saat ini dari gangguan depresi mayor atau ciri pada
episode paling akhir: dalam remisi parsial, dalam remisi penuh, kronik,
dengan ciri katatonik, dengan ciri melankolik, dengan ciri atipikal, dengan
onset post partum
DSM-IV mendefinisikan tiga ciri gejala tambahan yang dapat
digunakan untuk menggambarkan pasien dengan berbagai gangguan mood. 20
Dua ciri gejala “cross-sectional” (ciri melankolik dan ciri atipikal) adalah
terbatas pada deskripsi episode depresif. Ciri gejala “cross-sectional” ketiga
(ciri katatonik) dapat diterapkan untuk mendeskripsikan episode depresif
maupun manik(1,2,3).
Tabel 2.6 Kriteria Diagnostik untuk Penentu ciri Melankolik
Kriteria Diagnostik untuk Penentu ciri Melankolik
Sebutkan jika: dengan ciri melankolik (dapat digunakan untuk episode depresif
berat yang terjadi dalam gangguan depresif berat , gangguan bipolar I atau
gangguan bipolar II hanya jika ini merupakan tipe episode manik yang paling
akhir)
A. Salah satu berikut ini, terjadi selama periode yang paling parah dari
episode sekarang
(1) Hilangnya kesenangan dalam semua, atau hampir semua aktivitas
(2) Hilangnya reaktivitas terhadap stimuli yang biasanya menyenangkan
(tidak merasa jauh lebih baik, walaupun sementara, jika terjadi sesuatu
yang baik)
B. Tiga (atau lebih) berikut:
(1) Kualitas mood terdepresi yang jelas (yaitu, mood terdepresi dirasakan
sebagai jelas berbeda dari jenis perasaan yang dialami setelah kematian
seseorang yang dicintai)
(2) Depresi secara teratur memburuk di pagi hari
(3) Terbangun dini hari (sekurangnya 2 jam sebelum waktu terbangun
yang biasanya)
(4) Retardasi atau agitasi psikomotor yang jelas
(5) Anoreksia atau penurunan berat badan yang bermakna
(6) Rasa bersalah yang berlebihan atau tidak sesuai
Tabel 2.7 Kriteria untuk penentu Ciri Atipikal21
Kriteria untuk penentu Ciri Atipikal
Sebutkan jika: dengan ciri atipikal (dapat digunakan jika ciri tersebut menonjol
selama 2 minggu terakhir dari episode depresif berat dalam gangguan depresif
berat atau dalam gangguan bipolar I atau dalam gangguan bipolar II jika episode
depresif berat adalah tipe episode mood yang paling akhir, atau jika ciri tersebut
menonjol selama 2 tahun terakhir gangguan distimik)
A. Reaktivitas mood (yaitu, mood menjadi terang sebagai respon kejadian
positif yang sesungguhnya atau kemungkinan terjadi )
B. Dua (atau lebih) ciri berikut, ditemukan pada sebagian besar waktu,
selama sekurangnya 2 minggu:
(1) Penambahan berat badan yang bermakna atau peningkatan nafsu
makan
(2) Hipersomnia
(3) Paralisis timah (Leaden paralysis) (yaitu, perasaan berat seperti timah
pada lengan atau tungkai)
(4) Pola kepekaan penolakan interpersonal yang berlangsung lama (tidak
terbatas pada episode gangguan mood) yang menyebabkan gangguan
sosial atau pekerjaan yang bermakna.
C. Kriteria tidak memenuhi ciri melankolik atau dengan ciri katatonik selama
episode yang sama.
Tabel 2.8 Kriteria untuk Penentu ciri Katatonik
Kriteria untuk Penentu ciri Katatonik
Sebutkan jika: dengan ciri katatonik (dapat digunakan untuk epidode depresif
berat sekarang atau paling akhir, episode manik, atau episode campuran dalam
gangguan depresif berat, gangguan bipolar I atau gangguan bipolar II)
Gambaran klinis didominasi oleh sekurangnya dua dari berikut:
(1) Imobilitas motorik seperti yang ditunjukkan oleh katalepsi (termasuk
fleksibilitas lilin) atau stupor
(2) Aktivitas motorik yang berlebihan (yang tampaknya tidak bertujuan dan
22
tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
(3) Negativisme yang ekstrim (suatu resistensi yang tampaknya tanpa
motivasi terhadap semua instruksi atau mempertahankan suatu postur yang
kaku yang menentang semua usaha untuk digerakkan) atau mutisme
(4) Gerakan volunter yang aneh seperti yang ditunjukkan oleh posturing
(secara volunter mengambil postur yang tidak sesuai atau aneh), gerakan
stereotipik, mennerisme yang menonjol, atau seringai yang menonjol
(5) Ekolalia atau ekopraksia
2.7.3 Diagnosis Banding
a. Gangguan Medis
Jika suatu kondisi medis nonpsikiatrik menyebabkan suatu
gangguan mood, diagnosis DSM-IV adalah gangguan mood karena
kondisi medis umum. Jika suatu zat menyebabkan gangguan mood,
diagnosis DSM-IV adalah gangguan mood akibat zat.(1,2)
Sebagian besar penyebab organik gangguan depresif dapat
dideteksi dengan riwayat medis yang lengkap, pemeriksaan fisik
dan neurologis yang lengkap, dan tes darah dan urine rutin. Pada
gangguan mood akibat penggunaan zat, aturan penting yang
beralasan adalah bahwa tiap obat yang digunakan pasien depresi
harus dianggap sebagai faktor potensial di dalam hipertensi, sedatif,
hipnotik, antipsikotik, antiepileptik, obat antiparkinson, analgesik,
antibakteri, dan antineoplastik semuanya sering disertai gejala
depresif(1).
b. Kondisi Neurologis
Masalah neurologis yang paling umum bermanifestasi
sebagai gejala depresif adalah penyakit parkinson, penyakit yang
menimbulkan demensia (termasuk demensia tipe Alzheimer),
epilepsi, penyakit serebrovaskuler, dan tumor.gejala depresif sering
kali berespon terhadap obat antidepresan dan terapi
elektrokonvulsif (ECT)(1.3).23
c. Pseudodemensia
Klinisi biasanya dapat membedakan pseudodemensia
gangguan depresif berat dari demensia suatu penyakit, serta
demensia tipe Alzheimer, atas dasar klinis. Gejala kognitif pada
gangguan depresif berat memiliki onset yang tiba-tiba, dan gejala
lain dari gangguan depresif berat, seperti menyalahkan diri sendiri,
sering ditemukan. Pasien terdepresi dengan gangguan kognitif
sering kali mencoba menjawab pertanyaan (“saya tidak tahu”),
sedangkan pasien demensia sering kali berkonfabulasi. Pada pasien
terdepresi, daya ingat belum lama adalah lebih terganggu daripada
daya ingat jauh. Dan pasien terdepresi sering kali dapat dilatih dan
didorong selama wawancara untuk mengingat, suatu kemampuan
yang tidak dimiliki oleh pasien demensia(1.3).
Gangguan mental yang tertulis dalam tabel di bawah ini
adalah yang utama harus dipertimbangkan di dalam diagnosis
banding.
Tabel 2.9 Gangguan Mental yang Sering Memiliki ciri depresif
Gangguan Mental yang Sering Memiliki ciri depresif
Gangguan penyesuaian dengan mood terdepresi
Gangguan penggunaan alkohol
Gangguan kecemasan:
Gangguan kecemasan umum
Gangguan kecemasan-depresif campuran
Gangguan panik
Gangguan stres pascatraumatis
Gangguan obesesif-kompulsif
Gangguan makan:
Anoreksia nervosa
Bulimia nervosa
Gangguan mood
24
Gangguan bipolar I
Gangguan bipolar II
Gangguan siklotimik
Gangguan distimik
Gangguan depresif berat
Gangguan depresif ringan
Gangguan karena kondisi medis umum
Gangguan depresif singkat rekuren
Gangguan mood akibat zat
Skizofrenia
Gangguan skizofreniform
Gangguan somatoform (terutama gangguan somatisasi)
2.7.4 Prognosis
Gangguan depresif berat bukan merupakan gangguan yang ringan.
Keadaan ini cenderung merupakan gangguan kronis, dan pasien cenderung
mengalami relaps. Pasien yang dirawat di rumah sakit untuk episode
pertama gangguan depresif berat memiliki kemungkinan 50 persen untuk
pulih di dalam tahun pertama. Persentasi pasien yang sembuh setelah
perawatan di rumah sakit menurun dengan berjalannya waktu, dan pada
waktu lima tahun pasca perawatan di rumah sakit, 10 sampai 15 persen
pasien tidak pulih. Banyak pasien yang tidak sembuh tetap menderita
gangguan distimik. Rekurensi episode depresif berat juga sering. Kira-kira
25 persen pasien mengalami suatu rekurensi dalam enam bulan pertama
setelah pulang dari rumah sakit, kira-kira 30 sampai 50 persen dalam dua
tahun pertama, dan kira-kira 50 sampai 75 persen dalam lima tahun.
Insidensi relaps adalah jauh lebih rendah daripada angka tersebut pada
pasien yang meneruskan terapi psikofarmakologis profilaksis dan pada
pasien yang hanya mengalami satu atau dua episode depresif. Pada
umumnya, saat pasien mengalami lebih banyak episode depresif, waktu
25
antara episode memendek, dan keparahan masing-masing episode
meningkat(1,4).
Episode ringan, tidak adanya gejala psikotik, dan tinggal di rumah
sakit dalam waktu yang singkat adalah indikator prognostik baik. Indikator
psikososial perjalanan penyakit yang baik adalah riwayat persahabatan yang
erat selama remaja, fungsi keluarga yang stabil, dan fungsi sosial yang
biasanya kokoh selama lima tahun sebelum penyakit. Tanda prognostik baik
tambahan adalah tidak adanya gangguan psikiatrik komorbid, tidak adanya
gangguan kepribadian, tidak lebih dari satu kali perawatan di rumah sakit
sebelumnya untuk gangguan depresif berat, dan usia onset yang lanjut.
Kemungkinana prognosis buruk meningkat oleh adanya penyerta gangguan
distimik, penyalahgunaan alkohol dan zat lain, gejala gangguan kecemasan,
dan riwayat lebih dari satu episode depresif sebelumnya. Laki-laki lebih
mungkin mengalami perjalanan penyakit yang secara kronis mengganggu
dibandingkan wanita(1,2,3,4).
Episode depresif yang tidak diobati berlangsung 6 sampai 13 bulan;
sebagian besar episode yang diobati berlangsung kira-kira 3 bulan.
Menghentikan antidepresan sebelum 3 bulan hampir selalu menyebabkan
kembalinya gejala. Saat perjalanan penyakit berkembang, pasien cenderung
menderita episode depresif yang lebih sering dan berlangsung lama(1,3).
Kira-kira 5 sampai 10 persen pasien dengan diagnosis awal gangguan
depresif berat menderita suatu episode manik 6 sampai 10 tahun setelah
episode depresif awal. Usia rata-rata untuk pergantian tersebut adalah 32
tahun, dan keadaan ini sering terjadi setelah dua sampai empat episode
depresif(1,3).
2.7.5 Terapi
a. Perawatan di rumah Sakit
26
Indikasi jelas untuk perawatan di rumah sakit adalah perlunya
prosedur diagnostik, resiko bunuh diri atau membunuh, dan
penurunan jelas kemampuan pasien dalam mendapatkan makanan
atau tempat berlindung. Riwayat gejala yang berkembang dengan
cepat dan hancurnya sistem pendukung pasien juga merupakan
indikasi untuk perawatan di rumah sakit(1,3).
Depresi ringan atau hipomanik dapat secara aman diobati di
tempat praktik jika dokter memeriksa pasien secara sering. Tanda
klinis gangguan pertimbangan, penurunan berat badan, atau
insomnia harus minimal. Sistem pendukung pasien harus kuat,
tidak terlibat terlalu banyak maupun tidak menjauhi pasien. Pasien
dengan gangguan mood sering kali tidak bisa ke rumah sakit secara
sukarela, sedangkan pasien depresif berat sering kali tidak mampu
mengambil keputusan karena pikiran mereka yang melambat,
pandangan kata yang negatif, dan putus asa. Pasien manik sering
kali tidak memiliki sama sekali tilikan secara lengkap tentang
gangguan mereka sehingga perawatan di rumah sakit tampaknya
sangat menggelikan bagi mereka(1,3).
b. Terapi psikososial
Secara spesifik, beberapa data menyatakan bahwa
farmakoterapi maupun psikoterapi saja tidak efektif, sekurangnya
pada pasien dengan episode depresif berat yang ringan, dan bahwa
penggunaan teratur terapi kombinasi menambah biaya terapi dan
memaparkan pasien dengan efek samping yang tidak diperlukan.
Tiga jenis terapi psikososial jangka pendek –terapi kognitif, terapi
interpersonal, dan terapi perilaku- telah diteliti tentang manfaatnya
di dalam pengobatan gangguan depresif berat. Terapi kognitif
bertujuan menghilangkan episode depresif dan mencegah
rekurennya dengan membantu pasien mengidentifikasi dan uji
kognitif negatif; mengembangkan cara berpikir alternatif, flekibel,
27
dan positif; melatih kembali respon kognitif dan perilaku yang
baru(1,3).
Terapi interpersonal adalah efektif di dalam pengobatan
gangguan depresif berat dan mungkin, tidak mengejutkan, secara
spesifik membantu menjawab masalah interpersonal. Pada terapi
perilaku, dengan memusatkan pada perilaku maladaptif di dalam
terapi, pasien belajar untuk berfungsi di dunia dengan cara tertentu
dimana mereka mendapatkan dorongan positif. Sementara itu,
terapi keluarga dapat dilakukan dengan indikasi jika gangguan
membahayakan perkawinan atau fungsi keluarga pasien atau jika
gangguan mood adalah dikembangkan atau dipertahankan oleh
situasi keluarga(1,3).
c. Farmakoterapi
Pengobatan yang efektif dan spesifik (sebagai contoh, obat
trisiklik) telah tersedia untuk pengobatan gangguan depresif berat
selama 40 tahun.penggunaan farmakoterapi spesifik kira-kira
menggandakan kemungkinan bahwa seorang pasien yang terdepresi
akan pulih dalam satu bulan. Beberapa masalah ada di dalam
pengobatan gangguan depresif berat; beberapa pasien tidak
berespon terhadap pengobatan pertama; semua antidepresan yang
tersedia sekarang ini memerlukan waktu tiga sampai empat minggu
untuk menunjukkan efek terapeutik yang bermakna, walaupun
mungkin dapat mulai menunjukkan efeknya lebih awal; dan,
sampai belum lama ini, semua antidepresan yang tersedia adalah
toksik pada overdosis dan memiliki efek merugikan(1,3).
Tetapi sekarang, diperkenalkannya bupropion dan serotonin-
specific reuptake inhibitors (SSRIs) –sebagai contoh, fluoxetine,
paroxetine (paxil), dan setraline (Zoloft)- memberikan klinisi obat
yang jauh lebih baik ditoleransi daripada obat yang sebelumnya
tetapi sama efektifnya(1,3).
28
Indikasi utama untuk antidepresan adalah episode depresif
berat. Gejala pertama yang membaik adalah pola tidur dan makan
yang terganggu, walaupun mungkin hal tersebut mungkin kurang
benar jika SSRIs digunakan dibandingkan digunakan obat trisiklik.
Agitasi, kecemasan, episode depresif, dan keputusasaan adalah
gejala selanjutnya yang membaik. Gejala sasaran lainnya adalah
energi yang rendah, konsentrasi yang buruk, ketidakberdayaan, dan
penurunan libido. Terapi elektrokonvulsif (ECT) biasanya
digunakan jika (1) pasien tidak responsif terhadap farmakoterapi,
(2) pasien tidak dapat menoleransi farmakoterapi, atau (3) situasi
klinis adalah sangat parah sehingga diperlukan perbaikan cepat
yang terlihat pada ECT(1,3).
2.8 Gangguan Distimik
Gangguan distimik adalah suatu gangguan kronis yang ditandai oleh
adanya mood yang terdepresi (atau mudah marah pada anak-anak dan
remaja) yang berlangsung hampir sepanjang hari dan ditemukan pada
sebagian besar hari. Istilah “distimia” yang berarti humor yang buruk
diperkenalkan pada tahun 1980 dan diganti menjadi “gangguan distimik” di
dalam DSM-IV.(1,2)
2.8.1 Epidemiologi
Gangguan distimik merupakan gangguan yang sering ditemukan di
antara populasi umum, yang mengenai 3 sampai 5 persen dari semua orang
yang mengenai antara setengah dan sepertiga dari semua pasien klinik.
Gangguan distimik adalah lebih sering pada wanita yang berusia kurang dari
64 tahun dibandingkan laki-laki setiap usia. Gangguan distimik juga lebih
sering ditemukan di antara orang yang tidak menikah dan orang muda dan
pada orang dengan penghasilan yang rendah(1,3).
29
2.8.2 Etiologi
Tema utama tentang penyebab gangguan distimik adalah apakah
gangguan ini berhubungan dengan diagnosis psikiatrik lain, termasuk
gangguan depresif berat dan gangguan kepribadian ambang(1,3).
a. Faktor Biologis
Satu hipotesis yang diambil dari data ialah bahwa dasar
biologis untuk gejala gangguan distimik, dan gangguan depresif
berat adalah serupa; tetapi, dasar biologis untuk patofisiologi dasar
untuk kedua gangguan adalah berbeda.
b. Faktor Psikososial
Teori psikodinamika tentang perkembangan gangguan
distimik menyatakan bahwa gangguan disebabkan oleh kesalahan
perkembangan kepribadian dan ego, yang memuncak dalam
kesulitan dalam beradaptasi pada masa remaja dan dewasa muda.
Teori kognitif tentang depresi juga berlaku pada gangguan
distimik; teori ini menyatakan bahwa ketidaksesuaian antara situasi
nyata dan situasi yang dikhayalkan menyebabkan menurunnya
harga diri dan rasa putus asa.
2.8.3 Diagnosis
Kriteria diagnostik memerlukan adanya mood yang terdepresi pada
sebagian besar waktu untuk sekurangnya dua tahun (atau satu tahun untuk
anak-anak dan remaja). Untuk memenuhi kriteria diagnostik, pasien tidak
boleh memiliki gejala yang lebih baik dilaporkan sebagai gangguan depresif
berat. Pasien tidak boleh memiliki episode manik atau hipomanik. DSM-IV
memungkinkan klinisi untuk menentukan apakah onset adalah awal
(sebelum usia 21 tahun) atau akhir ( usia 21 tahun dan lebih) (1,3).
Tabel 2.10 Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Distimik
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Distimik
A. Mood terdepresi untuk sebagian besar hari, lebih banyak hari
dibandingkan tidak, seperti yang ditunjukkan keterangan subjektif atau
pengalaman orang lain, sekurangnya 2 tahun. Catatan: pada anak-anak dan 30
remaja, mood dapat mudah tersinggung dan lama harus sekurangnya 1
tahun.
B. Adanya saat terdepresi dua (atau lebih) berikut:
(1) Nafsu makan yang buruk atau berlebihan
(2) Insomnia atau hipersomnia
(3) Energi lemah atau lelah
(4) Harga diri yang rendah
(5) Konsentrasi buruk atau sulit mengambil keputusan
(6) Perasaan putus asa
C. Selama periode 2 tahun (1 tahun untuk anak-anak atau remaja) gangguan,
orang tidak pernah tanpa gejala dalam kriteria A dan B selama lebih dari 2
bulan suatu waktu.
D. Tidak pernah ada episode depresif berat selama 2 tahun pertama gangguan
(1 tahun untuk anak-anak dan remaja), yaitu gangguan tidak lebih baik
diterangkan oleh gangguan depresif berat kronis, atau gangguan depresif
berat, dalam remisi parsial.
Catatan: mungkin terdapat episode depresif berat sebelumnya asalkan
terdapat remisi lengkap (tidak ada tanda atau gejala bermakna selama 2
bulan) sebelum perkembangan distimik. Di samping itu setelah 2 tahun
awal dari gangguan distimik mungkin terdapat episode gangguan depresif
berat yang menumpang pada kasus tersebut, kedua diagnosis dapat
diberikan jika memnuhi kriteria untuk episode depresif berat.
E. Tidak pernah terdapat episode manik, episode campuran, atau episode
hipomanik, dan tidak pernah memenuhi kriteria untuk gangguan
siklotimik.
F. Gangguan tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan psikotik
kronis, seperti skizofrenia atau gangguan delusional.
G. Gejala tidak merupakan efek fisiologis langsung dari suatu zat atau suatu
kondisi medis umum.
H. Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
31
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
Gangguan distimik merupakan suatu gangguan kronis yang ditandai
bukan saja oleh episode penyakit, tetapi, malahan oleh adanya gejala secara
menetap. Gejalanya serupa dengan gejala gangguan depresif berat, dan
adanya mood terdepresi-ditandai oleh adanya perasaan muram, murung,
kesedihan, atau berkurangnya dan tidak ada minat pada aktivitas pasien
biasanya- adalah pusat dari gangguan. Keparahan gejala depresif dalam
gangguan distimik biasanya lebih kecil daripada gangguan depresif berat,
tetapi tidak adanya episode yang terpisah adalah hal yang paling
mengarahkan pada diagnosis gangguan distimik(1,3).
Pasien dengan gangguan distimik kadang-kadang dapat sarkastik,
nihilistik, memikirkan hal yang sedih, membutuhkan, dan mengeluh.
Mereka dapat juga tegang dan kaku dan menolak intervensi terapeutik,
kendatipun mereka datang secara teratur pada perjanjian. Menurut
definisinya, pasien gangguan distimik tidak memiliki adanya gejala
psikotik(1,3).
Gejala penyerta adalah perubahan nafsu makan dan pola tidur, harga
diri yang rendah, hilangnya energi, retardasi psikomotor, penurunan
dorongan seksual, dan preokupasi obsesif dengan masalah kesehatan.
Pesimisme, keputusasaan, dan ketidakberdayaan dapat menyebabkan pasien
gangguan distimik terlihat sebagai masokistik. Tetapi, jika pesimisme
diarahkan keluar, pasien dapat bersikap kasar terhadap dunia dan mengeluh
bahwa mereka telah diperlakukan buruk oleh sanak saudaranya, anak-anak,
orang tua, teman sejawat, dan oleh sistem.Gangguan di dalam fungsi sosial
kadang-kadang merupakan alasan mengapa pasien dengan gangguan
distimik mencari pengobatan. Pasien dengan gangguan distimik
kemungkinan menggunakan alkohol, stimulan atau marijuana, pemilihan
kemungkinan tergantung terutama pada konteks sosial pasien(1,3).
2.8.4 Diagnosis Banding32
Pada dasarnya serupa dengan gangguan depresif berat. Dua gangguan
khususnya penting untuk dipertimbangkan di dalam diagnosis banding
gangguan distimik –gangguan depresif ringan dan gangguan depresif
singkat rekuren(1,3).
Gangguan depresif ringan ditandai oleh episode gejala depresif yang
kurang parah dibandingkan gejala pada gangguan depresif berat.
Perbedaannya terletak pada sifat episodik, yaitu pada pasien dengan
gangguan depresif ringan memiliki mood yang eutimik, sedangkan pasien
gangguan distimik tidak memiliki periode eutimik(1,3).
Gangguan depresif singkat rekuren berbeda dengan pasien gangguan
distimik pada dua hal; pertama, mereka memiliki gangguan episodik, dan,
kedua, keparahan gejalanya adalah lebih besar(1,3).
2.8.5 Perjalanan Penyakit dan Prognosis
Data yang tersedia menyatakan bahwa hanya 10 sampai 15 persen
pasien gangguan distimik yang berada dalam remisi satu tahun setelah
diagnosis awal. Kira-kira 25 persen dari semua pasien gangguan distimik
tidak pernah mencapai pemulihan yang lengkap.
2.8.6 Terapi
Kombinasi farmakoterapi dan terapi kognitif maupun perilaku
mungkin merupakan pengobatan yang paling efektif untuk gangguan. Data
menyatakan bahwa inhibitor monoamin oksidase (MAOIs) mungkin lebih
bermanfaat dibanding obat trisiklik. Relatif baru diperkenalkannya inhibitor
ambilan kembali spesifik serotonin (SSRIs) yang ditoleransi dengan baik
telah menyebabkan obat sering digunakan oleh pasien dengan gangguan
distimik; laporan pendahuluan menyatakan bahwa SSRI mungkin
merupakan obat terpilih untuk gangguan. Demikian juga laporan awal
menyatakan bahwa bupropion mungkin merupakan pengobatan yang efektif
untuk pasien dengan gangguan distimik. Simpatomimetik, seperti
amfetamin, juga telah digunakan pada pasien tertentu. Perawatan di rumah
sakit biasanya tidak diindikasikan untuk gangguan distimik. Tetapi, adanya
gejala yang parah, inkapasitas sosial atau profesional yang nyata,
33
membutuhkan prosedur diagnostik yang luas, dan gagasan bunuh diri
semuanya merupakan indikasi untuk perawatan di rumah sakit(1,3).
2.9 Gangguan Bipolar I
2.9.1 Epidemiologi
Gangguan bipolar I merupakan gangguan yang lebih jarang dari
gangguan depresif berat, dengan prevalensi seumur hidup adalah 2 persen,
sama dengan angka untuk skizofrenia.(1) Berbeda dengan gangguan depresif
berat, gangguan bipolar I mempunyai prevalensi yang sama bagi laki-laki
dan wanita.(1)
Pada umumnya, onset gangguan bipolar I adalah lebih awal daripada
onset gangguan depresif berat. Usia onset untuk gangguan bipolar I
terentang dari masa anak-anak (paling awal usia 5 atau 6 tahun) sampai 50
tahun atau bahkan lebih lanjut pada kasus yang jarang, dengan rata-rata usia
30 tahun.
Gangguan bipolar I lebih sering pada orang yang bercerai dan hidup
sendirian daripada orang yang menikah. Insidensi gangguan bipolar I yang
lebih tinggi dari biasanya memang ditemukan pada sosioekonomi tinggi,
kemungkinan karena adanya praktik diagnostik yang mengalami bias.
Gangguan ini lebih sering pada orang yang tidak lulus dari perguruan tinggi
daripada lulusan perguruan tinggi, kemungkinan mencerminkan usia onset
yang relatif awal untuk gangguan tersebut(1,3).
2.9.2 Diagnosis
DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV)
telah membuat definisi kriteria Gangguan Bipolar I, yaitu gejala klinis yang
ditandai dengan satu atau lebih episode manik atau episode campuran.
Sering individu juga telah ada riwayat satu atau lebih episode depresi
mayor(1,3).
Tabel 2.11 Kriteria Diagnostik untuk Episode Manik
34
Kriteria Diagnostik untuk Episode Manik
A. Suatu periode yang nyata dari mood yang meningkat, meluap-luap, atau
iritabel yang secra abnormal dan menetap, paling kurang 1 minggu (atau
durasi kapan saja jika membutuhkan perawatan di rumah sakit).
B. Selama periode gangguan mood, tiga (atau lebih) gejala berikut menetap
(empat jika mood hanya iritabel) dan terjadi dalam derajat yang bermakna:
1. Harga diri yang melambung atau kebesaran
2. Penurunan kebutuhan tidur (misalnya, merasa telah beristirahat
setelah tidur hanya 3 jam)
3. Berbicara lebih banyak dari yang biasanya atau tekanan untuk terus
berbicara
4. Loncat gagasan atau pengalaman subyektif bahwa pikirannya
berpacu
5. Distraktibilitas yaitu, prhatian sangat mudah dialihkan pada
stimulus eksternal yang tidak penting atau tidak relevan)
6. Peningkatan aktivitas yang diarahkan oleh tujuan (baik secara
sosial, pada pekerjaan atau sekolah, atau secara seksual atau agitasi
psikomotor
7. Keterlibatan berlebihan pada aktivitas menyenangkan yang
kemungkinan besar mempunyai akibat yang menyakitkan
(misalnya, berbelanja yang tidak terkendali, melakukan hubungan
seksual yang tidak bijaksana, atau investasi bisnis yang bodoh)
C. Gejala tidak memenuhi kriteria episode campuran
D. Gangguan mood cukup parah untuk menyebabkan gangguan yang nyata
pada fungsi pekerjaan atau pada aktivitas sosial atau hubungan dengan
orang lain seoerti yang biasanya, atau membutuhkan perawatan rumah
sakit untuk mncegah bahaya bagi diri sendiri maupun orang lain, atau
terdapat ciri psikotik.
E. Gejala bukan efek fisiologis langsung dari zat atau suatu kondisi medis
umum.
35
DSM IV telah membuat klasifikasi dan kriteria diagnosis untuk
masing-masing klasifikasi.
Tabel 2.12 Kriteria Diagnosis Gangguan Bipolar I, Episode Manik Tunggal
Kriteria Diagnosis Gangguan Bipolar I, Episode Manik Tunggal
A. Terdapat hanya satu Episode Manik dan tidak ada Episode Depresi
Mayor sebelumnya.
Catatan : Rekurensi didefinisikan sebagai suatu perubahan polaritas
dari depresi atau suatu interval paling kurang 2 bulan tanpa gejala
manik.
B. Episode Manik tidak lebih baik dijelaskan oleh Gangguan Skizoafektif
dan tidak bertumpang tindih dengan Skizofrenia, Gangguan
Skizofrenifrom, Gangguan Waham, atau Gangguan Psikotik yang
tidak ditentukan.
Tabel 2.13 Kriteria Diagnosis Gangguan Bipolar I, Episode Paling Akhir
Manik
Kriteria Diagnosis Gangguan Bipolar I, Episode Paling Akhir Manik
A. Saat ini (atau paling akhir) dalam Episode Manik
B. Terdapat paling kurang satu Episode Depresi Mayor, Episode Manik, atau
Episode Campuran sebelumnya.
C. Episode Mood pada kriteria A dan B tidak lebih baik dijelaskan oleh
Gangguan Skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan Skizofrenia,
Gangguan Skizofreniform, Gangguan Waham, atau Gangguan Psikotik
Yang Tidak Ditentukan.
Tabel 2.14 Kriteria Diagnosis Gangguan Bipolar I, Episode Paling Akhir
Campuran
36
Kriteria Diagnosis Gangguan Bipolar I, Episode Paling Akhir
Campuran
A. Saat ini (atau paling akhir) dalam Episode Campuran.
B. Terdapat paling kurang satu Episode Manik, atau Episode Campuran
sebelumnya.
C. Episode Mood pada Kriteria A dan B tidak lebih baik dijelaskan oleh
Gangguan Skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan Skizofrenia,
Gangguan Skizofreniform, Gangguan Waham, atau Gangguan Psikotik
Yang Tidak Ditentukan.
Tabel 2.15 Kriteria Diagnosis Gangguan Bipolar I, Episode Paling
Akhir Depresi
Kriteria Diagnosis Gangguan Bipolar I, Episode Paling Akhir
Depresi
A. Saat ini (atau paling akhir) dalam Episode Depresi Mayor.
B. Terdapat paling kurang satu Episode Manik, atau Episode Campuran
sebelumnya.
C. Episode Mood pada Kriteria A dan B tidak lebih baik dijelaskan oleh
Gangguan Skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan
Skizofrenia, Gangguan Skizofreniform, Gangguan Waham, atau
Gangguan Psikotik Yang Tidak Ditentukan.
Tabel 2.16 Kriteria Diagnosis Gangguan Bipolar I, Episode Paling Akhir
Tidak Ditentukan
Kriteria Diagnosis Gangguan Bipolar I, Episode Paling Akhir
Tidak Ditentukan
A. Kecuali durasi, saat ini (atau paling akhir) memenuhi kriteria untuk
suatu Episode Manik, Hipomanik, Campuran, atau episode Depresi
tunggal.
B. Terdapat paling kurang satu Episode Manik, atau Episode Campuran
37
sebelumnya.
C. Gejala mood menyebabkan penderitaan secara klinis yang bermakna
atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi bidang
penting lainnya.
D. Gejala Mood pada Kriteria A dan B tidak lebih baik dijelaskan oleh
Gangguan Skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan
Skizofrenia, Gangguan Skizofreniform, Gangguan Waham, atau
Gangguan Psikotik Yang Tidak Ditentukan.
E. Gejala mood pada Kriteria A dan B bukan karena efek fisiologis
langsung dari zat (misalnya, penyalahgunaan zat, pengobatan, atau
terapi lainnya) atau suatu kondisi medis umum (misalnya,
hipertiroidisme).
2.9.3 Perjalanan Penyakit
Gangguan bipolar I paling sering dimulai dengan depresi (75% pada
wanita, 67% pada laki-laki) dan gangguan yang rekuren. Sebagian besar
pasien menjalani episode depresif maupun manik walaupun 10-20 persen
hanya mengalami episode manik. Episode manik biasanya memiliki onset
yang cepat (beberapa jam atau beberapa hari), tetapi dapat berkembang
lebih dari satu minggu. Beberapa pasien gangguan bipolar I mengalami
episode yang berulang dengan cepat. Episode manik biasanya mulai dengan
tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, episode
depresi cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan)
meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali pada orang usia lanjut.
Gangguan bipolar I dapat mengenai anak yang sangat muda maupun
lanjut usia, insidensi gangguan bipolar pada anak dan remaja adalah kira-
kira satu persen dan onset awalnya pada usia delapan tahun. Gangguan
bipolar I dengan onset awal tersebut disertai prognosis buruk.
2.9.4 Terapi38
Terapi pada gangguan bipolar ini adalah secara farmakoterapi dan
psikoterapi
a. Farmakoterapi
Medikasi yang diberikan sesuai dengan keadaan episode
bipolar (manik atau depresi). Maka itu, beberapa obat diindikasikan
untuk episode akut manik, terutama antipsikotik, valproat, dan
benzodiazepine(contoh: lorazepam, clonazepam). Pilihan dari obat
tersebut tergantung dari gejala yang ada seperti gejala psikosis,
agitasi, agresif, dan gangguan tidur. Antipsikotik atipikal
digunakan untuk pengobatan mania akut dan untuk menstabilkan
mood. Antidepresi spektrum luas dan ECT (Elecro Convulsive
Therapy) digunakan untuk episode depresi akut (contoh: depresi
mayor).
1. Mood Stabilizing Medications (Medikasi Penstabil Mood)
biasanya merupakan terapi lini pertama. Umumnya, pasien
dengan gangguan bipolar melanjutkan terapi ini selama
beberapa tahun.
(1) Lithium sangat efektif mengontrol gejala mania dan
mencegah rekuren episode mania dan depresi.
(2) Asam valproat atau divalproex (Depakote®), juga sama
efektifnya dengan lithium.
Asam valproat dan antikonvulsan lainnya dapat meningkatkan
risiko pikiran bunuh diri. Pasien yang mengkonsumsi obat
antikonvulsan harus diawasi dan mereka tidak diperbolehkan
mengganti dosis tanpa konsultasi dengan dokternya.
2. Atipikal antipsikotik kadang-kadang diberikan juga.
(1)Olanzapine, jika diberikan bersama dengan antidepresan
dapat meringankan gejala mania yang parah atau psikosis.
Namun beberapa studi menyebutkan bahwa medikasi
olanzapine dapat meningkatkan berat badan dan
meningkatkan risiko diabetes dan penyakit jantung.
39
(2)Aripiprazole
(3)Quetiapine (Seroquel®)
(4)Risperidone (Risperdal®)
3. Antidepresan juga kadang-kadang diberikan untuk mengatasi
gejala depresi pada gangguan bipolar. Baru-baru ini, studi yang
didanai oleh NIMH menunjukkan bahwa penambahan
antidepresan dengan mood stabilizer tidak lebih efektif
dibandingkan dengan hanya memberikan antidepresan.
b. Psikoterapi
Penatalaksanaan pasien dengan gangguan bipolar termasuk
edukasi pasien saat awal dan terus menerus. Edukasi tidak hanya
ditujukan kepada pasien, tetapi juga keluarga mereka. Tidak hanya
untuk mengatasi saat gejala muncul, tetapi juga untuk
meningkatkan kualitas hidup mereka.
1. Terapi kognitif (Cognitive Behavioral Therapy)
Untuk menghilangkan episode depresif dan mencegah
rekurennya dengan membantu pasien mengidentifikasi dan uji
kognitif negatif, mengembangkan cara berfikir alternatif,
fleksibel dan positif, juga melatih kembali respon kognitif dan
pikiran yang baru.
2. Terapi interpersonal
Memusatkan pada satu atau dua masalah interpersonal
pasien yang sedang dialaminya sekarang.
3. Terapi perilaku
Dengan memusatkan pada perilaku mal adaptif di dalam
terapi, pasien belajar untuk berfungsi di dunia dengan cara
tertentu dimana mereka mendapat dorongan positif dari
lingkungan.
4. Terapi berorientasi psikoanalitik
40
Pendekatan psikoanalitik didasarkan pada depresi dan
mania. Tujuannya adalah untuk mendapatkan perubahan pada
struktur atau karakter kepribadian pasien, bukan untuk
hilangkan gejala.
5. Terapi keluarga
Diindikasikan jika gangguan membahayakan perkawinan
atau fungsi keluarga pasien.
c. Terapi Lain
1. ECT (Electro Convulsive Therapy) dapat meringankan
gangguan bipolar yang parah, yang tidak dapat diatasi dengan
terapi lainnya. ECT sangat efektif untuk depresi yang parah,
manik, atau episode campuran, tetapi bukan terapi lini pertama.
2. Medikasi Tidur. Pasien dengan gangguan bipolar biasanya tidur
lebih baik setelah mendapat terapi gangguan bipolar. Tetapi jika
masalah tidur ini tetap ada, dokter dapat meresepkan sedatif atau
obat tidur lainnya.
2.10 Gangguan Bipolar II
Ciri khas yang penting pada gangguan bipolar II secara klinis adalah
ditandai dengan munculnya satu atau lebih episode depresif berat (kriteria
A), yang disertai dengan paling sedikit satu episode hipomanik (kriteria B).
adanya episode manik atau episode campuran menyingkirkan diagnosis
gangguan bipolar II (kriteria C). selain itu gejala mood pada kriteria A dan
B tidak lebih baik untuk dimasukkan ke dalam gangguan skizoafektif, dan
tidak tumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform,gangguan
delusional, atau gangguan psikotik YTT (kriteria D). gejala menyebabkan
gangguan yang nyata pda fungsi sosial, pekerjaan, dan bidang penting
lainnya (kriteria E).(2)
Klinisi telah melaporkan bahwa beberapa pasien gejala utama
tampaknya adalah episode depresif, tetapi perjalanan gangguan diselingi
oleh episode gejala manik ringan (yaitu, episode hipomanik). Gangguan
41
tersebut telah dinamakan gangguan bipolar II (oleh peneliti yang
berpendapat bahwa gangguan berada di dalam spektrum gangguan bipolar)
dan gangguan depresif berat dengan episode hipomanik (oleh peneliti yang
berpendapat bahwa gangguan berada di dalam spektrum gangguan depresif).
Epidemiologi gangguan bipolar II adalah tidak diketahui secara tepat
pada saat ini karena relatif baru dikenalinya gangguan ini. Kriteria
diagnostik untuk gangguan bipolar II menyebutkan keparahan, frekuensi,
dan durasi tertentu untuk gejala hipomanik. Kriteria diagnostik untuk
episode hipomanik dituliskan secara terpisah dari kriteria untuk gangguan
bipolar II.
Gambaran klinis gangguan bipolar II adalah gangguan depresif berat
dikombinasikan dengan gambaran episode hipomanik. Diagnosis
bandingnya termasuk gangguan bipolar I, gangguan depresif berat, dan
gangguan kepribadian ambang.
Pengobatan gangguan bipolar II harus dilakukan secara berhati-hati,
karena pengobatan episode depresif dengan antidepresan sering kali dapat
mencetuskan suatu episode manik.
2.11 Gangguan Siklotimik
Dalam DSM-IV, gangguan siklotimik dibedakan dari gangguan
bipolar II, yang ditandai oleh adanya episode depresif berat dan episode
hipomanik. Seperti gangguan distimik, kategorisasi gangguan siklotimik
dengan gangguan mood menyatakan adanya hubungan, kemungkinan
biologis, dengan gangguan bipolar I(1,3).
2.11.1 Epidemiologi
Pasien dengan gangguan siklotimik mungkin berjumlah 3 sampai 10
persen dari semua pasien psikiatrik rawat jalan. Diperkirakan 10 persen dari
rawat jalan dan 20 persen dari rawat inap gangguan kepribadian ambang
memiliki diagnosis gangguan siklotimik secara bersama-sama. Rasio wanita
terhadap laki-laki dalam gangguan siklotimik adalah kira-kira 3 berbanding
42
2, dan 50 sampai 75 persen dari semua pasien memiliki onset antara usia 15
dan 25 tahun.
2.11.2 Etiologi
Etiologi gangguan siklotimik diperkirakan sama dengan gangguan
distimik, yaitu faktor biologis dan faktor psikososial.
2.11.3 Diagnosis
Kriteria diagnostik gangguan siklotimik menurut DSM-IV
mengharuskan pasien tidak pernah memiliki kriteria untuk suatu episode
depresif berat dan tidak memenuhi kriteria untuk episode manik selama 2
tahun pertama gangguan. Kriteria juga mengharuskan adanya gejala yang
lebih atau kurang konstan selama dua tahun (atau satu tahun untuk anak-
anak dan remaja).
Tabel 2.17 Kriteria diagnostik untuk Gangguan Siklotimik
Kriteria diagnostik untuk Gangguan Siklotimik
A. Selama sekurangnya 2 tahun, adanya banyak episode dengan gejala
hipomanik dan banyak periode dengan gejala depresif yang tidak
memenuhi kriteria untuk episode depresif berat.
B. Selama periode 2 tahun di atas, orang tidak pernah tanpa gejala dalam
kriteria A selama lebih dari 2 bulan.
C. Tidak ada episode depresif berat, episode manik, atau episode campuran
yang ditemukan selama 2 tahun pertama gangguan.
Catatan: setelah 2 tahun pertama dari gangguan siklotimik, mungkin
terdapat episode manik atau campuran yang menumpang atau episode
depresif berat.
D. Gejala dalam kriteria A tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan
skizoafektif dan tidak menumpang pada skizofrenia, gangguan
skizofreniform, gangguan delusional, atau gangguan psikotik yang tidak
ditentukan.
E. Gejala bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat atau suatu
kondisi medis umum.
43
F. Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
2.11.4 Gambaran Klinis
Gejala gangguan siklotimik adalah identik dengan gejala yang
ditemukan pada pada gangguan bipolar I, kecuali biasanya kurang parah.
Tetepi, kadang-kadang gejala mungkin sama dalam keparahannya tetapi
dengan durasi yang lebih singkat daripada yang terlihat pada gangguan
bipolar I. kira-kira setengah dari semua pasien gangguan siklotimik
mengalami depresi sebagai gejala utamanya(1,2,3).
Penyalahgunaan alkohol dan penyalahgunaan zat lain sering
ditemukan pada pasien gangguan siklotimik, yang menggunakan zat untuk
mengobati dirinya sendiri (dengan alkohol, benzodiazepin, dan marijuana)
atau untuk mencapai stimulasi yang lebih tinggi saat mereka dalam keadaan
manik(1,3).
2.11.5 Diagnosis Banding
Jika suatu diagnosis gangguan siklotimik dipertimbangkan, semua
penyebab medis dan berhubungan zat yang mungkin untuk depresi dan
mania harus dipertimbangkan. Gangguan kepribadian ambang, antisosial,
histrionik, dan narsistik juga harus dipertimbangkan di dalam diagnosis
banding.
2.11.6 Perjalanan Penyakit dan Prognosis
Kira-kira sepertiga dari semua pasien gangguan siklotimik
berkembang memiliki gangguan depresif berat, paling sering gangguan
bipolar II(1,3).
Karena sifat gangguan siklotimik yang jangka panjang, pasien
seringkali memerlukan terapi seumur hidup. Terapi keluarga dan kelompok
dapat berupa suportif, edukasional,dan terapeutik untuk pasien dan mereka
yang terlibat di dalam kehidupan pasien(1,3).
44
2.12 Gangguan Mood Lain
Dua diagnosis gangguan mood yang perlu dipertimbangkan di dalam
diagnosis banding tiap pasien dengan gejala gangguan mood adalah
gangguan mood karena kondisi medis umum dan gangguan mood akibat zat.
Mungkin sulit untuk menentukan apakah gejala gangguan mood pada
seseorang pasien dengan kondisi umum adalah (1) sekunder terhadap efek
kondisi medis umum pada otak (diklasifikasikan sebagai gangguan mood
keran kondisi medis umum), (2) sekunder terhadap efek obat pada otak yang
digunakan untuk mengobati kondisi medis umum (diklasifikasikan sebagai
gangguan mood akibat zat), (3) mencerminkan gangguan penyesuaian yang
disebabkan oleh kondisi medis umum (diklasifikasikan sebagai gangguan
penyesuian), atau (4) mencerminkan suatu gangguan mood primer (sebagai
contoh, gangguang depresif berat) (1,3).
2.12.1 Gangguan Mood Akibat Kondisi Medis Umum
Epidemiologi gangguan mood karena kondisi medis umum adalah
tidak diketahui. Tetapi, gangguan kemungkinan sering ditemukan dan
seringkali tidak terdiagnosis. Berbagai gangguan somatik telah dilibatkan
sebagai penyebab gejala gangguan mood, termasuk gangguan endokrin,
khususnya sindrom Cushing, dan gangguan neurologis, seperti tumor otak,
ensefalitis, dan epilepsi(1,3).
Untuk membuat diagnosis, dokter harus menemukan kondisi medis
umum yang mendahului onset gejala gangguan mood. Diagnosis banding
harus termasuk gangguan mood akibat zat, gangguan mood primer, dan
gangguan penyesuaian(1,3).
Penatalaksanaan gangguan termasuk menentukan penyebab dan
mengobati gangguan dasar. Terapi psikofarmakologis mungkin
diindikasikan dan harus mengikuti pedoman yang berlaku untuk pengobatan
depresi atau mania, dengan mengingat kondisi fisik yang menyertai.
Psikoterapi mungkin berguna sebagai pelengkap terapi lain(1,3).
2.12.2 Gangguan Mood Akibat Penggunaan Zat
45
Pada umumnya, klinisi harus mempertimbangkan tiga kemungkinan:
pertama, pasien mungkin menggunakan obat untuk mengobati masalah
medis non psikiatrik. Kedua, pasien mungkin secara tidak sengaja dan
kemungkinan tidak diketahui terpapar dengan zat kimia neurotoksik. Ketiga,
pasien mungkin menggunakan zat untuk tujuan rekreasional atau mungkin
mengalami ketergantungan dengan zat tertentu.
Epidemiologi gangguan mood akibat zat tidak diketahui. Tetapi,
prevalensi kemungkinan adalah tinggi. Medikasi, khususnya anti hipertensi,
kemungkinan merupakan penyebab yang paling sering dari gangguan mood
akibat zat, walaupun berbagai macam obat dapat menyebabkan depresi dan
mania. Obat seperti reserpin dan methyldopa, keduanya adalah obat anti
hipertensi, dapat mencetuskan gangguan depresif, kemungkinan dengan
menurunkan serotonin, seprti yang terjadi pada lebih dari 10 persen dari
semua orang yang menggunakan obat(1,3).
Kriteria diagnostik DSM-IV untuk gangguan mood akibat zat
memungkinkan penentuan (1) zat yang terlibat, (2) apakah onset selama
intoksikasi atau selama putus zat, dan (3) sifat gejala(1,2).
Ciri manik dan depresif akibat zat dapat identik dengan ciri gangguan
bipolar 1 dan gangguan depresif berat. Tetapi gangguan mood akibat zat
dapat menimbulkan gejala yang berat atau ringan dan suatu fluktuasi pada
tingkat kesadaran pasien. Prognosis gangguan mood akibat zat pada
umumnya segera setelah zat dihilangkan dari tubuh, mood kembali normal.
Pengobatan utama untuk gangguan mood akibat zat adalah identifikasi zat
yang terlibat sebagai penyebab. Biasanya menghentikan asupan zat adalah
cukup untuk menghilangkan gejala gangguan mood. Jika gejala tetap ada,
pengobatan dengan obat psikiatrik yang sesuai mungkin diperlukan.
2.12.3 Gangguan Mood Yang Tidak Ditentukan
Jika pasien menunjukkan gejala depresif atau manik atau keduanya
sebagai ciri utama dari gangguannya dan tidak memenuhi kriteria diagnostik
untuk tiap gangguan mood lain atau gangguan mental DSM-IV lain,
termasuk gejala depresif yang tidak ditentukan (NOS) dan gangguan bipolar
46
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan H.I, Sadock B.J, Greb J.A. “ Sinopsis Psikiatri. Ilmu Pengetahuan
Perilaku Psikiatri Klinis, Bina rupa Aksara, Jakarta. 2010.
2. American Pschiatric Associaton, 1994, Diagnostic And Statistical Manual Of
Mental Disordes. 4th edition. Washington D.C.
3. Kaplan H.I, Sadock B.J., 2005, “ Comprehensive Textbook of Psychiatry,
Eight edition”. USA.
4. Stahl, S M. 2008, “Stahl’s Essential Psychopharmacology, third edition”, New
York: Cambridge University Press.
5. Depkes RI, 1993, Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia III, Jakarta: Depkes RI.
48