mk gbs

14
 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom Guillain-barre (SGB atau !e"ara klini! !ering di!ebut Poli #adikulo  Neuro$ati In%lama!i Akut (PNIA. Sindrom Guillain Barre !ering di!ebut &uga acute inflamating demyelinating polyneuropathy atau acute ascending paralysis (AIDP 'ang meru$akan kelainan $ada !ara% $eri%er 'ang ber!i%at $eradangan di luar otak dan medulla !$inal i!. Sind roma Guilla in-Barr e (SGB adala $en' akit neuro logi! autoimun 'ang  &arang ter&adi dimana !i!tem kekebalan tubu menga!ilkan antibodi terada$ !ara% !endiri) !eingga ter&adi keru!akan dari !ara% ter!ebut. Pen'akit ini !ering men'ebabkan kelum$uan 'ang "uku$ !ering di&um$ai $ada u!ia de*a!a muda. SGB ini !eringkali men"ema!kan $enderita dan keluargan'a karena ter&adi $ada u!ia $rodukti%) a$alagi $ada bebera$a keadaan da$at menimbulkan kematian) me!ki$un $ada umumn'a mem$un'ai $rogno!a 'ang baik. +alau$un !indroma ini meru$akan $en'akit 'ang !ebagian be!ar da$at mengalami ke!embuan %ung!ional 'ang !em$urna teta$i tidak &arang ter&adi kematian karena $er&alanan  $en'akitn'a 'ang akut dan melua! ke bagian ata! tubu !eingga menimbulkan kegagalan  $erna%a!an. Untuk itu $enga*a!an 'ang ketat dan $enanganan 'ang baik $ada $enderita SGB !angat di$erlukan untuk mem$erke"il angka kematiann'a dan mengurangi ge&ala !i!a de%i!it neurologi!n'a.

Upload: adecha-dot

Post on 04-Oct-2015

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

fileku

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangSindrom Guillain-barre (SGB) atau secara klinis sering disebut Poli Radikulo Neuropati Inflamasi Akut (PNIA). Sindrom Guillain Barre sering disebut juga acute inflamating demyelinating polyneuropathy atau acute ascending paralysis (AIDP) yang merupakan kelainan pada saraf perifer yang bersifat peradangan di luar otak dan medulla spinalis. Sindroma Guillain-Barre (SGB) adalah penyakit neurologis autoimun yang jarang terjadi dimana sistem kekebalan tubuh menghasilkan antibodi terhadap saraf sendiri, sehingga terjadi kerusakan dari saraf tersebut.Penyakit ini sering menyebabkan kelumpuhan yang cukup sering dijumpai pada usia dewasa muda. SGB ini seringkali mencemaskan penderita dan keluarganya karena terjadi pada usia produktif, apalagi pada beberapa keadaan dapat menimbulkan kematian, meskipun pada umumnya mempunyai prognosa yang baik.Walaupun sindroma ini merupakan penyakit yang sebagian besar dapat mengalami kesembuhan fungsional yang sempurna tetapi tidak jarang terjadi kematian karena perjalanan penyakitnya yang akut dan meluas ke bagian atas tubuh sehingga menimbulkan kegagalan pernafasan. Untuk itu pengawasan yang ketat dan penanganan yang baik pada penderita SGB sangat diperlukan untuk memperkecil angka kematiannya dan mengurangi gejala sisa defisit neurologisnya.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 DefinisiMenurut Bosch, Sindrom Guillan Bare merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis. SGB merupakan polineuropati pasca infeksi yang menyebabkan terjadinya demielinisasi saraf motorik kadang juga mengenai saraf sensorik. SGB adalah polineuropati yang menyeluruh, dapat berlangsung akut atau subakut mungkin terjadi spontan atau sesudah suatu infeksi.

2.2 Epidemiologi Penyakit ini terdapat di seluruh dunia dan dapat menyerang semua umur. Insidensi SGB bervariasi antara 0.6 sampai 1.9 kasus per 100.000 orang pertahun. SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus SGB yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal. Kelainan ini juga dapat menyebabkan kematian pada 3 % pasien yang disebabkan oleh gagal napas dan aritmia. Gejala yang terjadinya biasanya hilang 3 minggu setelah gejala pertama kali timbul. Sekitar 30 % penderita memiliki gejala sisa kelemahan setelah 3 tahun. Sedangkan di Indonesia sendiri belum diketahui angka kejadian penyakit ini secara pasti. Insidens Sindrom ini termasuk jarang kira-kira 1 orang dalam 100.000. SGB jarang terjadi pada anak-anak khususnya selama 2 tahun pertama kehidupan dan setelah umur tersebut frekuensinya cenderung meningkat dan frekuensi puncak pada usia dewasa muda. SGB merupakan sebagai salah satu penyebab kelumpuhan yang utama di negara maju atau berkembang seperti Indonesia. Penyakit ini juga dapat juga terjadi pada usia tua, yang diyakini disebabkan oleh penurunan mekanisme imunosupresor. Perbandingan antara pria dan wanita adalah 1,25 : 1.

2.3 EtiologiEtiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan atau penyakit yang mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB antara lain :1. InfeksiInfeksi yang berhubungan dengan SGBInfeksiDefiniteProbablePossible

VirusCytomegalovirusEbsteinbar virusHIVVaricella zosterVaccine/smallpoxInfluenzaMeaslesMumpsRubella HepatitisCoxsackieEcho

BakteriCampylobacter jejuniMycoplasma pneumoniTyphoidBorrelia BParatyphoidBrucelloisChlamydiaLegionellalisteria

2. Vaksinasi3. Pembedahan4. Penyakit sistematik:a) keganasanb) systemic lupus erythematosusc) tiroiditisd) penyakit Addison5. Kehamilan atau dalam masa nifas

2.4 PatofisiologiTidak ada yang mengetahui dengan pasti bagaimana GBS terjadi dan dapat menyerang sejumlah orang. Para ilmuwan meyakini bahwa sistem imun menyerang tubuhnya sendiri, dan menyebabkan suatu penyakit yang disebut sebagai penyakit autoimun. Umumnya sel-sel imunitas ini menyerang benda asing dan organisme pengganggu namun pada GBS sistem imun mulai menghancurkan selubung myelin yang mengelilingi akson saraf perifer atau bahkan akson itu sendiri. Terdapat sejumlah teori mengenai bagaimana sistem imun ini tiba-tiba menyerang saraf yaitu :1. Virus / bakteri mengubah susunan sel sel saraf sehingga system imun mengenali tubunya sendiri sebagai benda asing.2. Proses infeksi menyebabkan kemampuan system imun mengenali dirinya sendiri menjadi berkurang.3. Respon imun yang menyerang myelin disebabkan karena antigen yang ada memiliki sifat yang sama dengan myelin hal ini menyebabkan system imun menyerang myelin.Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme imunologi. Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah:1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi.2. Adanya auto antibodi terhadap sistem saraf tepi.3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi.Akson adalah suatu perpanjangan sel-sel saraf, berbentuk panjang dan tipis berfungsi sebagai pembawa sinyal saraf. Beberapa akson dikelilingi oleh suatu selubung yang dikenal sebagai myelin, yang mirip dengan kabel listrik yang terbungkus plastik.Selubung myelin bersifat insulatordan melindungi sel-sel saraf. Selubung ini akan meningkatkan baik kecepatan maupun jarak sinyal saraf yang ditransmisikan.Myelin tidak membungkus akson secara utuh, namun terdapat suatu jarak diantaranya, yang dikenal sebagai Nodus Ranvier dimana daerah ini merupakan daerah yang rentan diserang. Transmisi sinyal saraf juga akan diperlambat pada daerah ini, sehingga semakin banyak terdapat nodus ini, transmisi sinyal akan semakin lambat.Pada GBS, terbentuk antibodi atau immunoglobulin (Ig) sebagai reaksi terhadap adanya antigen atau partikel asing dalam tubuh seperti bakteri ataupun virus. Antibodi yang bersirkulasi dalam darah ini akan mencapai myelin serta merusaknya, dengan bantuan sel-sel leukosit sehingga terjadi inflamasi pada saraf. Sel-sel inflamasi ini akan mengeluarkan sekret kimiawi yang akan mempengaruhi sel Schwan, yang seharusnya membentuk materi lemak penghasil myelin. Dengan merusaknya, produksi myelin akan berkurang, sementara pada waktu bersamaan, myelin yang ada telah dirusak oleh antibodi tubuh.Seiring dengan serangan yang berlanjut, jaringan saraf perifer akan hancur secara bertahap. Saraf motorik, sensorik, dan otonom akan diserang. Transmisi sinyal melambat, kemudian akan terblok dan terganggu sehingga mempengaruhi tubuh penderita. Hal ini akan menyebabkan kelemahan otot, kesemutan, kebas, serta kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari, termasuk berjalan.Untungnya fase ini bersifat sementara sehingga apabila sistem imun telah kembali normal, serangan itu akan berhenti dan pasien akan kembali pulih.Seluruh saraf pada tubuh manusia, dengan pengecualian pada otak dan medulla spinalis merupakan bagian dari sistem saraf perifer yaitu terdiri dari saraf kranialis dan saraf spinal. Saraf-saraf perifer mentransmisikan sinyal dari otak dan medulla spinalis, menuju dan dari otot dan organ serta kulit. Pada GBS, terjadi malfungsi pada sistem imunitas sehingga muncul kerusakan sementara pada saraf perifer, dan timbullah gangguan sensorik, kelemahan yang bersifat progresif, ataupun paralisis akut. Karena itulah GBS dikenal sebagai neuropati perifer.

GBS dapat dibedakan berbagai jenis tergantung dari kerusakan yang terjadinya yaitu :1. Tipe demyelinisasiTipe demyelinisasi apabila selubung myelin yang menyelubungi akson rusak atau hancur transmisi sinyal saraf yang melaluinya akan terganggu atau melambat sehingga timbul sensasi abnormal ataupun kelemahan. Proses ini dinamakan demyelinasi primer.2. Tipe aksonalAkson merupakan bagian dari sel saraf 1, yang terentang menuju sel saraf 2. Selubung myelin berbentuk bungkus yang melapisi sekitar akson dalam beberapa lapis.Pada tipe aksonal, akson saraf itu sendiri akan rusak dalam proses demyelinasi sekunder. Hal ini terjadi pada pasien dengan fase inflamasi yang berat. Apabila akson ini putus, sinyal saraf akan diblok dan tidak dapat ditransmisikan lebih lanjut sehingga timbul kelemahan dan paralisis pada area tubuh yang dikontrol oleh saraf tersebut. Tipe ini terjadi paling sering setelah gejala diare dan memiliki prognosis yang kurang baik karena regenerasi akson membutuhkan waktu yang panjang dibandingkan selubung myelin yang sembuh lebih cepat.3. Tipe campuran Pada tipe ini akan terjadi kerusakan pada akson dan myelin. Paralisis jangka panjang pada penderita diduga akibat kerusakan permanen baik pada akson serta selubung saraf. Saraf-saraf perifer dan saraf spinal merupakan lokasi utama demyelinasi, namun saraf-saraf kranialis dapat juga ikut terlibat.2.5 Peran imunitas selulerDalam sistem kekebalan seluler, sel limposit T memegang peranan penting disamping peran makrofag. Prekursor sel limposit berasal dari sumsum tulang (bone marrow) steam cell yang mengalami pendewasaan sebelum dilepaskan kedalam jaringan limfoid dan peredaran darah.Sebelum respon imunitas seluler ini terjadi pada saraf tepi, antigen harus dikenalkan pada limfosit T (CD4) melalui makrofag. Makrofag yang telah menelan (fagositosis) antigen, allergen atau bahan imunogen lain akan memproses antigen tersebut oleh penyaji antigen (antigen presenting cell = APC). Kemudian antigen tersebut akan dikenalkan pada limposit T (CD4). Setelah itu limposit T tersebut menjadi aktif karena aktivasi marker dan pelepasan substansi interlekuin (IL2), gamma interferon serta alfa TNF. Kelarutan E selectin dan adesi molekul (ICAM) yang dihasilkan oleh aktifasi sel endothelial akan berperan dalam membuka sawar darah saraf, untuk mengaktifkan sel limfosit T dan pengambilan makrofag . Makrofag akan mensekresikan protease yang dapat merusak protein myelin disamping menghasilkan TNF dan komplemen.

2.5 Klasifikasi Terdapat enam subtipe sindroma Guillain-Barre, yaitu:1. Radang polineuropati demyelinasi akut (AIDP), yang merupakan jenis GBS yang paling banyak ditemukan, disebabkan oleh respon autoimun yang menyerang membrane sel Schwann.2. Sindroma Miller Fisher (MFS), merupakan varian GBS yang jarang terjadi dan bermanifestasi sebagai paralisis desendens, berlawanan dengan jenis GBS yang biasa terjadi. Umumnya mengenai otot-otot okuler pertama kali dan terdapat trias gejala, yakni oftalmoplegia, ataksia, dan arefleksia. Terdapat antibodi Anti-GQ1b dalam 90% kasus.3. Neuropati aksonal motorik akut (AMAN) atau sindroma paralitik Cina; menyerang nodus motorik Ranvier dan sering terjadi di Cina dan Meksiko. Hal ini disebabkan oleh respon autoimun yang menyerang aksoplasma saraf perifer. Penyakit ini musiman dan penyembuhan dapat berlangsung dengan cepat. Didapati antibodi Anti-GD1a, sementara antibodi Anti-GD3 lebih sering ditemukan pada AMAN.4. Neuropati aksonal sensorimotor akut (AMSAN), mirip dengan AMAN, juga menyerang aksoplasma saraf perifer, namun juga menyerang saraf sensorik dengan kerusakan akson yang berat. Penyembuhan lambat dan sering tidak sempurna.5. Neuropati panautonomik akut, merupakan varian GBS yang paling jarang; dihubungkan dengan angka kematian yang tinggi, akibat keterlibatan kardiovaskular dan disritmia.6. Ensefalitis batang otak Bickerstaffs (BBE), ditandai oleh onset akut oftalmoplegia, ataksia, gangguan kesadaran, hiperefleksia atau refleks Babinski. Perjalanan penyakit dapat monofasik ataupun diikuti fase remisi dan relaps. Lesi luas dan ireguler terutama pada batang otak, seperti pons, midbrain, dan medulla. Meskipun gejalanya berat, namun prognosis BBE cukup baik.2.6 Manifestasi Klinis1. KelemahanGambaran klinis yang klasik adalah kelemahan yang ascending dan simetris secara natural. Anggota tubuh bagian bawah biasanya terkena duluan sebelum tungkai atas. Otot-otot proksimal mungkin terlibat lebih awal daripada yang lebih distal. Tubuh, bulbar, dan otot pernapasan dapat terpengaruh juga. Kelemahan otot pernapasan dengan sesak napas mungkin ditemukan dan berkembang secara akut dan berlangsung selama beberapa hari sampai minggu. Keparahan dapat berkisar dari kelemahan ringan sampai tetraplegia dengan kegagalan ventilasi.

2. Keterlibatan saraf kranialKeterlibatan saraf kranial didapatkan pada 45-75% pasien dengan SGB. Saraf cranial III-VII dan IX-XII mungkin akan terpengaruh. Keluhan umum mungkin seperti wajah droop (bisa menampakkan palsy Bell), diplopias, dysarthria, disfagia, ophthalmoplegia, serta gangguan pada pupil.Kelemahan wajah dan orofaringeal biasanya muncul setelah tubuh dan tungkai yang terkena. Varian Miller-Fisher dari SGB adalah unik karena subtipe ini dimulai dengan defisit saraf kranial.

3. Perubahan SensorikGejala sensorik biasanya ringan. Dalam kebanyakan kasus, kehilangan sensori cenderung minimal dan variabel. Kebanyakan pasien mengeluh parestesia, mati rasa, atau perubahan sensorik serupa. Gejala sensorik sering mendahului kelemahan. Parestesia umumnya dimulai pada jari kaki dan ujung jari, berproses menuju ke atas tetapi umumnya tidak melebar keluar pergelangan tangan atau pergelangan kaki. Kehilangan getaran, proprioseptis, sentuhan, dan nyeri distal dapat hadir.

4. NyeriDalam sebuah studi tentang nyeri pada pasien dengan SGB, 89% pasien melaporkan timbul nyeri selama menderita SGB. Nyeri paling parah dirasakan pada daerah bahu, punggung, pantat, serta paha dan dapat terjadi bahkan dengan sedikit gerakan. Rasa sakit ini sering digambarkan sebagai sakit atau berdenyut.Gejala dysesthetic dijumpai sekitar 50% dari pasien selama perjalanan penyakit mereka. Dysesthesias sering digambarkan sebagai rasa terbakar, kesemutan, atau sensasi shocklike dan sering lebih umum pada ekstremitas bawah daripada di ekstremitas atas. Dysesthesias dapat bertahan tanpa batas waktu pada 5- 10% pasien. Sindrom nyeri lainnya yang biasa dialami oleh sebagian pasien dengan SGB adalah myalgic, nyeri visceral, dan rasa sakit yang terkait dengan kondisi imobilitas (misalnya, tekanan palsi saraf, ulkus dekubitus).

5. Perubahan otonomKeterlibatan sistem saraf otonom dengan disfungsi dalam sistem simpatis dan parasimpatis dapat diamati pada pasien dengan SGB. Perubahan otonom seperti takikardia, bradikardia, facial flushing, hipertensi paroksimal, hipotensi ortostatik, retensi urin karena gangguan sfingter urin, karen paresis lambung dan dismotilitas usus dapat ditemukan.

6. PernapasanEmpat puluh persen pasien SGB cenderung memiliki kelemahan pernafasan atau orofaringeal. Keluhan khas yang sering ditemukan adalah dipsneu saat aktivitas, sesak napas, kesulitan menelan, dan berbicara cadel. Kegagalan ventilasi yang memerlukan dukungan pernapasan biasa terjadi pada hingga sepertiga dari pasien di beberapa waktu selama perjalanan penyakit mereka.

2.7 DiagnosisKriteria diagnosa yang umum dipakai adalah criteria dari National Institute of Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS), yaitu:

1. Ciri-ciri yang perlu untuk diagnosis yaitu terjadinya kelemahan yang progresif dan hiporefleksi2. Ciri-ciri yang secara kuat menyokong diagnosis SGB:a.)Ciri-ciri klinis:1. Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat, maksimal dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2 minggu, 80% dalam 3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu.2. Relatif simetris3. Gejala gangguan sensibilitas ringan4. Gejala saraf kranial 50% terjadi parese N VII dan sering bilateral. Saraf otak lain dapat terkena khususnya yang mempersarafi lidah dan otot-otot menelan, kadang < 5% kasus neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf otak lain5. Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah progresifitas berhenti, dapat memanjang sampai beberapa bulan.6. Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural, hipertensi dan gejala vasomotor.7. Tidak ada demam saat onset gejala neurologis

b. Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:1. Protein CSS. Meningkat setekah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan pada LP serial2. Jumlah sel CSS < 10 MN/mm33. Varian, yaitu tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala, Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3c. Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosis:Perlambatan konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari normal.

Diagnosa SGB terutama ditegakkan secara klinis. SBG ditandai dengan timbulnya suatu kelumpuhan akut yang disertai hilangnya refleks-refleks tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu setelah mengalami demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan gangguan sensorik dan motorik perifer. Fase-fase serangan GBS :1. Fase Prodromal Fase sebelum gejala klinis muncul 2. Fase Laten a. Waktu antara timbul infeksi/ prodromal yang b. mendahuluinya sampai timbulnya gejala klinis. c. Lama : 1 28 hari, rata-rata 9 hari 3. Fase Progresif a. Fase defisit neurologis (+) b. Beberapa hari - 4 mgg, jarang > 8 mgg. c. Dimulai dari onset (mulai tjd kelumpuhan yg d. bertambah berat sampai maksimal e. Perburukan > 8 minggu disebut chronic inflammatory-demyelinating polyradiculoneuropathy (CIDP) 4. Fase Plateau a. Kelumpuhan telah maksimal dan menetap. b. Fase pendek :2 hr, >> 3 mg, jrg > 7 mg 5. Fase Penyembuhan a. Fase perbaikan kelumpuhan motorik b. beberapa bulan 2.8 TerapiPada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan secara umum bersifat simtomik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri, perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan (gejala sisa) cukup tinggi sehingga pengobatan tetap harus diberikan. Tujuan terapi khusus adalah mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat penyembuhan melalui sistem imunitas (imunoterapi).

2.8.1 KortikosteroidKebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.

2.8.2 Plasmaparesis atau Plasma exchange therapy (PE)Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor autoantibodi yang beredar. Pemakain plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Waktu yang paling efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya gejala. Regimen standard terdiri dari 5 sesi ( 40 50 ml / kg BB) dengan saline dan albumine sebagai penggantinya.

2.8.3 Pengobatan imunosupresan:1. Imunoglobulin IVPengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih ringan. Dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari sampai sembuh.2. Obat sitotoksikPemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah 6 merkaptopurin (6-MP), azathioprine dan cyclophosphamide. Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan sakit kepala.

3. Terapi fisik berupa latihan ROM dini untuk mencegah kontraktur dan yang kedua hidroterapi 4. Supportif, berupa profilaksis DVT (heparin s.c) 5. Analgesik Analgesik ringan atau OAINS mungkin dapat digunakan untuk meringankan nyeri ringan, namun tidak untuk nyeri yang sangat,penelitian random control trial mendukung penggunaan gabapentin atau carbamazepine pada ruang ICU pada perawatan SGB fase akut. Analgesik narkotik dapat digunakan untuk nyeri dalam, namun harus melakukan monitor secara hati-hati kepada efek samping denervasi otonomik. Terapi adjuvan dengan tricyclic antidepressant, tramadol, gabapentin, carbamazepine, atau mexilitene dapat ditambahkan untuk penatalaksanaan nyeri neuropatik jangka panjang.

BAB IIILAPORAN KASUS

A. Identitas pasienNama: An. BUsia: 10 tahun BB: 22 kgAlamat: Desa Kedung Putri Paron, Ngawi MRS: 8 agustus 2013

B. Alloanamnesis1. Keluhan umum : Kedua kaki lumpuh, tidak dapat berjalan serta kedua tangan tidak dapat digerakkan

2. Riwayat penyakit sekarang1 HSMRS pada pkl. 07.00 pagi pasien mengeluhkan kedua kaki lumpuh, tidak kuat untuk berdiri dan berjalan. Kemudian An.B dibawa ke dokter desa dan hanya diberikan obat yang diminum 3x1.HMRS tepatnya pukul 00.00 dini hari, An.B tiba-tiba sesak nafas dan tidak dapat berbicara. Pasien langsung dibawa ke RS. W dan di IGD rumah sakit tersebut pasien diambil darahnya untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium. Dari hasil laboratorium didapatkan hasil yang normal. Selanjutnya pukul. 04.00 pasien diperbolehkan pulang dan hanya diberikan obat rawat jalan. Pukul 09.00 An.B kembali sesak dan dibawa lagi ke RS.W dan diambil darah lagi untuk dilakukan pemeriksaan. Pada saat ini pasien dirawat inap dan dokter mengatakan suspek GBS. Selanjutnya pukul. 18.45 :An.B makin sesak dan tidak cukup membantu dengan bantuan oksigen sehingga direncanakan dirujuk ke SOLO ( RS. M, UN dan K) tetapi ventilator penuh dan akhirnya dirujuk ke Soedono.Pukul 21.15 MRS Soedono dengan kondisi sesak, sudah sadar, kedua kaki dapat digerakkan namun tidak dapat diangkat dan di IGD ambil darah dan dipindah ke ICU sampai tanggal 16 Agustus 2013 (8 hari) selanjutnya dipindah ke ruang Melati.

3. Anamnesis sistemSerebrospinal : demam (+) sejak 2 hari yang lalu, pusing (+)Respirasi: batuk (-), sesak (+), pilek (-)Cardiovaskuler : berdebar-debar (-), nyeri dada (-)Digesti: mual (-), muntah (-), BAB normalUrogenital : BAK normalEkstremitas: Kedua kaki lumpuh dan kedua tangan tidak dapat digerakkanIntegumentum: kemerahan (-), bentol-bentol(-), kulit kering (-)

4. Riwayat penyakit dahuluKeluhan serupa (-)Riwayat asma (-)

5. Riwayat penyakit keluargaTidak ada keluarga dengan riwayat keluhan pada pasien saat ini (-)Riwayat asma (-)

6. Riwayat kesehatan lingkunganPasien dan keluarga tinggal di lingkungan yang bersih, pemenuhan pangan tercukupi, pasien aktif di lingkungan sekolah dan jarang sakit

C. Pemeriksaan fisikKU : Sesak (+), lemah, sadar (GCS 456)VS : Suhu : 36 C HR : RR :Usia 10 thn, BB: 22 kg Status Gizi Baik K/L konjungtiva anemis (+) sklera ikterik (-) nafas cuping hidung (+) Thorax : I : retraksi dinding dada (+)P : P :A :

Abdomen:I : dalam batas normalA : bising (-), BU (+)P : tympani 4 kuadran P : nyeri tekan (-), teraba benjolan/massa (-)

Ekstremitas : Kedua tangan dan kaki tidak dapat digerakkan dan diangkat D. Follow up