eklampsia post partum

Upload: rudi-yanto-ran

Post on 07-Mar-2016

37 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Dokter Muda RudiyantoPembimbing. Dr,dr Mohm. Andalas Sp.OG. RSU Dr Zainoel Abidin FK UNSYIAH

TRANSCRIPT

5

Laporan KasusEKLAMSIA POST PARTUM

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Seniorpada Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular RSUDZA/FK Unsyiah Banda Aceh

Oleh:

RUDIYANTO1407101030314ANDRY KHAIRANI1407101030269DIDYA HAFSAH FITRIANDA

Pembimbing:DR.dr. Moh. Andalas, Sp.OG

BAGIAN/ SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGANFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA RSUD Dr. ZAINOEL ABIDINBANDA ACEH2016

KATA PENGANTARPuji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, penulisan laporan kasus ini telah dapat penulis selesaikan. Selanjutnya shalawat dan salam penulis panjatkan kepangkuan Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.Adapun laporan kasus dengan judul Eklamsia Post Partum ini diajukan sebagai salah satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Unsyiah / BLUD Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr.dr. Moh. Andalas, Sp.OG yang telah bersedia meluangkan waktu membimbing penulis untuk penulisan tugas ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para sahabat dan rekan-rekan yang telah memberikan dorongan moril dan materil sehingga tugas ini dapat selesai pada waktunya.

Banda Aceh, Februari 2016

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTARiiDAFTAR ISIiiiBAB I PENDAHULUAN1BAB II LAPORAN KASUS2BAB III TINJAUAN PUSTAKA 103.1 Definisi 103.2 Epidemiolog103.3 Etiologi dan faktor resiko103.4 Klasifikasi123.5.Patofisiologi123.6.Diagnosis133.7.Pemeriksaan Penunjang143.8.Penatalaksanaaan163.9.Prognosis18BAB IV PEMBAHASAN19BAB V KESIMPULAN22DAFTAR PUSTAKA23

BAB IPENDAHULUAN

Eklampsia ialah kejang pada wanita hamil dengan preeklampsia yang tidak disebabkan oleh penyebab lain. Preeklampsia merupakan suatu kumpulan gejala pada ibu hamil yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah sistolik 140 mmHg dan diastolik 90 mmHg dan proteinuria pada usia kehamilan 20 minggu. Proteinuria ialah ekskresi protein dalam urin yang melebihi 300 mg dalam 24 jam, rasio protein:kreatinin urin 0,3 atau adanya protein sebanyak 30 mg\dL.(1)Eklampsia dan preeklampsia sering terjadi pada ibu muda dan nulipara, obesitas, kehamilan ganda, usia lebih dari 35 tahun dan etnis Afrika-Amerika. Ibu dengan riwayat diabetes melitus, hipertensi dan penyakit ginjal juga memiliki kerentanan terhadap penyakit ini. Eklampsia dan preeklampsia terjadi sekitar 1 dalam 2000 kelahiran. Pada national Vital Statistics Report menyebutkan insidensi di Amerika Serikat pada tahun 1998 sekitar 1:3250 kehamilan. Menurut Royal College of Obstetricians and Gynaecologists dilaporkan sekitar 1:2000.Gangguan hipertensi merupakan komplikasi medis yang paling umum yang dapat terjadi pada kehamilan, mempengaruhi sekitar 5% sampai 10% dari seluruh kehamilan. Gangguan ini bertanggung jawab terhadap sekitar 16% kematian ibu akibat hipertensi dalam kehamilan, dan 30 40% dari kematian perinatal di Indonesia. Tingginya angka kematian yang disebabkan hipertensi dalam kehamilan merupakan masalah di bidang obstetri. Menurut data kesehatan indonesia 2007 angka kematian ibu (AKI) dinilai masih cukup tinggi, sekitar 228/100.000 pada tahun 2007. Penelitian terakhir di Medan oleh Girsang ES (2004) melaporkan angka kejadian preeklamsia berat di RSUP. H. Adam Malik dan RSUD Dr. Pirngadi Medan pada tahun 2000 2003 adalah 5.94%, sedangkan eklamsia 1.07%. Disamping perdarahan dan infeksi, preeklampsia, impending eklampsia serta eklampsia merupakan penyebab kematian maternal dan kematian perinatal yang tinggi terutama di negara berkembang.Eklampsia dibedakan menjadi eklampsia gravidarum (antepartum), eklampsia partuirentum (intrapartum), dan eklampsia puerperale (postpartum), berdasarkan saat timbulnya serangan. Eklampsia banyak terjadi pada trimester terakhir dan semakin meningkat saat mendekati kelahiran. Pada kasus yang jarang, eklampsia terjadi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu. Sekitar 75% kejang eklampsia terjadi sebelum melahirkan, Serta 50% saat 48 jam pertama setelah melahirkan, tetapi kejang juga dapat timbul setelah 6 minggu postpartum.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA2.1 DefinisiEklampsia adalah kejang yang terjadi pada ibu hamil denganpreeklampsia. Pre-eklampsia sendiri merupakan hipertensi bersamaan dengan proteinuria yang terjadi pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu.Gejala hipertensi biasanya muncul lebih dulu dari pada tanda lain. 2.2 EpidemiologiEklampsia dibedakan menjadi eklampsia gravidarum (antepartum),eklampsia partuirentum (intrapartum), dan eklampsia puerperale (postpartum), berdasarkan saat timbulnya serangan. Eklampsia banyak terjadi pada trimester terakhir dan semakin meningkat saat mendekati kelahiran.5,8 Pada kasus yang jarang, eklampsia terjadi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu. Sektar 75% kejang eklampsia terjadi sebelum melahirkan, 50% saat 48 jam pertama setelah melahirkan, tetapi kejang juga dapat timbul setelah 6 minggu postpartum.Preeklamsi merupakan salah satu komplikasi medis yang paling sering dalam kehamilan, diperkirakan mengenai sekitar 5 - 10% dari seluruh kehamilan di dunia dan dilaporkan terdapat sekitar 50.000 sampai 76.000 kematian setiap tahun akibat preeklampsia. Kelainan ini merupakan penyebab dari sekitar 16% kematian ibu di negara maju. Di Amerika Serikat dilaporkan angka kejadian preeklamsi sekitar 5% hingga 8% dari seluruh kehamilan. Angka kejadian preeklamsi di Indonesia bervariasi antara 2,1-8,5%. Untuk angka kejadian di RSUP Sanglah Denpasar, periode 2002-2003 dilaporkan kejadian preeklamsi sebesar 5,83%, pada periode 2004 - 2005 sebesar 6,06% (Sudarmayasa dan Surya, 2006), sementara pada periode 2009-2010, dilaporkan sebesar 7,31%.2.3 Klasifikasi Secara umum, hipertensi pada kehamilan dikategorikan dalam beberapa kategori:a. Hipertensi gestasional; hipertensi yang terjadi pada kehamilan setelah 20 minggu dengan tekanan darah 140/90 mmHg tanpa disertai proteinuria.b. Preeklampsia; hipertensi yang terjadi pada kehamilan setelah 20 minggu dengan tekanan darah 140/90 mmHg dan disertai dengan proteinuria. Preeklampsia dapat dikategorikan menjadi ringan, sedang, berat.c. Eklampsia; Kejang disertai dengan gejala preeklampsia. d. Hipertensi kronis ialah hipertensi yang menetap oleh sebab apapun yang ditemukan pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau hipertensi yang menetap setelah 6 minggu pasca persalinan.e. Preeklampsia superimposed ialah timbulnya preeklampsia pada wanita yang menderita hipertensi kronis.

Berdasarkan timbulnya serangan eklamsia, eklamsia dibedakan menjadi 3. Diantaranya adalah sebagai berikut.Eklampsia di bagi menjadi 2 golongan :1.Eklampsia antepartum ialah eklampsia yang terjadi sebelum persalinan (ini paling sering terjadi) kejadian 150 % sampai 60 % serangan terjadi dalam keadaan hamil2.Eklampsia intrapartum ialah eklampsia saat persalinan. Kejadian sekitar 30 % sampai 35 % Saat sedang inpartu Batas dengan eklampsia gravidarum sukar ditentukan terutama saatmulaiinpartu.3.Eklampsia postpartum ialah eklampsia setelah persalinan Kejadian jarang Terjadinya serangan kejang atau koma setelah persalinan berakhi

2.4 PatofisiologiBanyak penelitian aktor risiko, etiologi, atau intervensi yang terbaik untuk preeklamsia sudah dilakukan dansSejumlah teori mengenai mekanisme etiopatofisiologi preeklapmsia telah banyak didiskusikan, namun teori-teori etiologi dan patogenesis tersebut masih belum dapat dibuktikan secara pasti. Karena itulah preeklamsia masih digambarkan sebagai sebuah disease of theories. Dari banyak teori yang telah dikemukakan, tidak ada satu pun teori tersebut yang dianggap mutlak benar. Teori-teori tersebut di antaranya adalah; (1) teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel, (2) teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin, (3) teori kelainan pada vaskularisasi plasenta, (4) teori adaptasi kardiovaskular, (5) teori inflamasi, (6) teori defisiensi gizi, dan (7) teori genetik . Salah satu teori etiologi preeklamsi yang saat ini cukup banyak dianut adalah yaitu teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel. Teori ini mengatakan adanya ketidakseimbangan antara produksi radikal bebas dan sistem pertahanan antioksidan akibat iskemik plasenta, sehingga terjadi stress oksidatif dan peningkatan lipid peroksidasi berperan peranan penting didalamnya. Pada kehamilan normal, setelah terjadi implantasi maka diikuti oleh proses invasi tropoblas pada awal perkembangan plasenta. Invasi tropoblas terjadi melalui dua mekanisme, yaitu invasi sitotropoblas ke dalam endometrium sampaisepertiga miometrium, dan invasi endovaskular ke dalam arteri spiralis. Sel-sel ekstravilous tropoblas yang infiltrasi dinding pembuluh darah akan menggantikan sel-sel endotel dan otot polos dinding arteri, sehingga arteri spiralis akan kehilangan tonusnya, dilatasi dan lumennya menjadi lebih lebar sehingga aliran darah ke plasenta dan janin meningkat. Proses invasi gelombang pertama berlangsung hingga umur kehamilan 10-12 minggu, kemudian disusul dengan invasi tropoblas gelombang kedua pada umur kehamilan 14-16 minggu hingga maksimal umur kehamilan 20 minggu. Proses invasi yang baik akan menjamin aliran darah yang baik menuju plasenta. Pada preeklamsi terjadi kegagalan invasi tropoblas ekstravilus ke dalam lumen arteri spiralis, sehingga aliran darah ke plasenta terganggu dan menyebabkan terjadinya kondisi hipoksia-reoksigenasi tropoblas yang mengakibatkan produksi radikal bebas berlebihan dan penurunan kadar antioksidan sehingga menyebabkan suatu keadaan stress oksidatif. Stress oksidatif dianggap merupakan elemen penting dalam patogenesis preeklamsi yang berujung pada gangguan fungsi endotel dan pada akhirnya menimbulkan sindroma preeklamsi, walaupun peranannya belum sepenuhnya dapat diuraikan.Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel di atas telah didukung oleh banyak peneliti yang menganggap preeklamsi sebagai salah satu penyakit dengan ketidak seimbangan antioksidan/oksidan. Banyak peneliti yang menemukan bahwa preeklamsi merupakan keadaan dengan disfungsi endotel menyeluruh, termasuk perubahan respon vaskular yang kehilangan resistensinya terhadap agen-agen vasokonstriktor seperti norepinephrine dan angiotensin II, berkurangnya produksi prostasiklin endothelial, dan peningkatan produksi fibronektin selular. Semua gambaran preeklamsi di atas dimiliki juga oleh sejumlah kelainan medis (atherosclerosis, diabetes, sepsis, dan cedera iskemikreperfusi) yang bersama-sama diduga penyebab utamanya adalah adanya stress oksidatif. Namun teori patogenesis yang menekankan terjadinya stress oksidatif diatas tidak dengan mudah dibuktikan dan dilakukan intervensi. Beberapa penelitianklinis telah dilakukan dengan memberikan vitamin C dan E sebagai antioksidanpada wanita berisiko menderita preeklamsi, gagal mengurangi insidensi preeklamsi. Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yang dapat bertahan secara independen dan memiliki elektron tidak berpasangan, sifatnya sangat reaktif dandapat mengakibatkan terjadinya reaksi berantai dalam upaya untuk mencari pasangan elektronnya. Radikal bebas merupakan produk yang senantiasa selaludiproduksi dalam tubuh manusia. Dibandingkan dengan keadaan tidak hamil, pada saat kehamilan terdapat peningkatan produksi radikal bebas, dan pada preeklamsi dikatakan produksinya lebih banyak lagi. Ketika produksi radikal bebas meningkat dan melebihi kemampuan sistim pertahanan antioksidan dalamtubuh, maka terjadilah suatu keadaan yang disebut stress oksidatif. Sumber radikal bebas dan stress oksidatif yang terbesar pada kehamilan dipercaya berasal dari stress oksidatif yang terjadi di plasenta, terutama mitokondria plasenta.Pada preeklamsi, remodeling arteri spiralis sangat minimal dan perubahanhanya terjadi pada bagian desidual arteri spiralis dan sebagian besar pembuluh lainnya tetap dalam keadaan vasoreaktif. Bersamaan dengan berkurangnya invasitropoblas ke dalam uterus dan arteri spiralis menyebabkan suplai darah ke plasenta menjadi sangat berkurang. Gangguan plasentasi ini menyebabkan terjadinya hipoksia plasenta. Darah ibu yang memasuki ruang intervilus memilikitekanan dan kecepatan yang tinggi, bersifat sangat pulsatil, menyebabkan vili plasenta terpapar pada konsentrasi oksigen yang berfluktuasi. Keadaan ini diperkirakan dapat menyebabkan cedera tipe Hypoxia-Reoxigenation (H/R), sehingga dihasilkan lebih banyak radikal bebas maka timbul suatu keadaan stressoksidatif. Pada keadaan stress oksidatif, terdapat radikal bebas berlebihan, terutama ROS, dan penurunan kapasitas anti oksidan. Radikal bebas berlebihan inikemudian bereaksi dengan polyunsaturated fatty acids (PUFA) pada membran seldan lipoprotein pada plasma yang membentuk lipid peroksida, melalui proses lipid peroksidasi. Lipid peroksida merupakan komponen yang sangat reaktif dandapat menyebabkan aktivasi leukosit, adhesi platelet, vasokonstriksi, kerusakanpada membran sel endotel, dan dapat merusak seluruh struktur sel endotel. Kerusakan atau gangguan karena lipid peroksidasi pada keadaan stress oksidatifini berperan penting menyebabkan gangguan fungsi endotel. Disfungsi endotel yang terjadi pada preeklamsi akibat terpaparnyamembran sel endotel pada lipid peroksida dalam keadaan stress oksidatif akan mengakibatkan banyak gangguan, seperti : (1) menurunnya produksi prostasiklin synthase yang menyebabkan penurunan produksi prostasiklin(2) aktivasi enzyme cyclooxygenase untuk sintesis tromboksan A2(3) Penurunan dan inaktivasi NO (4) peningkatan endothelin(5) agregasi trombosit pada daerah endotel yang rusak yang juga menghasilkan tromboksan A2(6) Perubahan khas pada kapiler glomerulus berupa glomerular endotheliosis(7) Peningkatan permeabilitas kapiler(8) Peningkatan faktor koagulasi(9) Meningkatkan mitogenisitas dan apoptosis dari sel vaskular (10) Meningkatkan mitogenisitas dan apoptosis dari selvaskular(11) Modifikasi oksidatif pada DNA dan protein; dan (12) Meningkatkan ekspresi dan aktivasi gen yang sensitive terhadap reaksi oksidasi, seperti reseptoruntuk LDL teroksidasi, molekul adhesi, faktor kemotaksis, sitokin peradangan,regulator siklus sel dan matrix metalloproteinase. Keseluruhan dari gangguandisfungsi endotel di atas secara bersama-sama dianggap bertanggung jawabmenyebabkan timbulnya gejala klinis preeklamsia. Stress oksidatif yang terjadi pada plasenta preeklamsi diyakini menyebabkan terjadinya apoptosis sinsitiotropoblas, yang meningkatkan lepasnya fragmen-fragmen mikrovillus ke dalam sirkulasi maternal dan memicu timbulnya reaksi inflamasi. Stress oksidatif juga diperkirakan dapatmengaktivasi leukosit pada saat leukosit tersebut berada di plasenta. Lipid peroksida mengaktivasi leukosit ketika leukosit tersebut bersirkulasi melaluiruangan intervillous. Kemudian leukosit aktif ini akan menginduksi stressoksidatif pada sirkulasi maternal pada tempat yang jauh dari plasenta denganmenempel pada sel endotel dan menyebabkan disfungsi endotel. Beberapa faktor yang dianggap masuk akal memiliki kontribusi lebihlanjut pada stress oksidatif adalah adanya debris atau sel apoptotik yang dapatmenyebabkan stimuli proinflamasi terutama pada keadaan plasenta yangberukuran besar seperti pada kehamilan kembar, atau plasenta yang kecil sebagaiakibat dari degradasi yang meningkat. Leukosit dan makrofag yang diaktivasioleh infeksi atau oleh respons imun ibu yang berlebihan juga mungkinmenambahkan stimuli proinflamasi yang pada akhirnya turut mendukungbertambahnya stress oksidasi.Mekanisme Terjadinya Stress OksidatifPenyebab pasti stress oksidatif pada preeklamsi belum diketahui, tetapididuga kuat berasal dari tidak sempurnanya perubahan arteri spiralis uterus.Kegagalan remodeling pembuluh darah ini mengakibatkan terganggunya perfusiplasenta dan adanya konsentrasi oksigen yang berfluktuasi, sehinggamemungkinkan timbulnya cedera sesuai teori cedera Hypoxia-Reoxigenation (H/R), yang dikenal juga sebagai cedera iskemik-reperfusi (ischemic-reperfusion injury). Efek yang menganggu dari proses H/R adalah dihasilkannya radikalbebas, terutama ROS, dalam jumlah besar. ROS dapat dihasilkan melalui beberapa tempat, tetapi dua prinsip yang sejauh ini menjadi perhatian H/R adalah kebocoranelektron dari rantai respirasi pada mitokondria dan sistim xanthinedehydrogenase/xanthine oxidase (XDH/XO). Dalam keadaan aerobik normal, elektron ditransportasikan oleh enzimrantai respirasi pada membran dalam mitokondria sampai elektron tersebutditeruskan pada molekul oksigen, sehingga membuat gradient proton pada ruangintermembran, yang menyebabkan pembentukan ATP. Apabila enzimmitokondria tidak berfungsi dengan baik, maka dapat terjadi kebocoran sejumlahkecil elektron kepada oksigen sehingga terbentuk radikal superoksida. Selamaperiode hipoksia, hanya terdapat sedikit bahkan tidak ada molekuler oksigen yang tersedia sebagai reseptor akhir, sehingga elektron ditimbun pada rantai respirasi. Akumulasi elektron ini berpotensi menyebabkan peningkatan produksisuperoksida dengan meningkatnya potensi kebocoran elektron dari membranmitokondria. Jika kemudian kadar oksigen kembali pada keadaan normal sebelumfungsi sel menurun terlalu jauh, maka akan terbentuk superoksida secara tiba-tibadalam jumlah besar. Dengan kata lain, superoksida terbentuk karena terdapatoksigen yang banyak untuk menerima elektron yang bocor dari hasil akumulasipada rantai pernapasan.Sumber lain, mungkin lebih utama, dari radikal superoksida menurut teoriH/R adalah melalui perubahan XDH menjadi XO. Biasanya enzim ini dibentuksebagai holoenzim XDH/XO. XDH merubah purin menjadi asam urat melaluireduksi nicotinamide adenine dinucleotide (NAD), sementara XO memetabolismexantin dan hipoxantin menjadi asam urat, menggunakan oksigen sebagai reseptorelektron, yang kemudian menghasilkan radikal superoksida. Dalam keadaam hipoksia dan respon terhadap beberapa sitokin, produksi enzim XDH/XOmeningkat dan konversi enzim menjadi XO juga meningkat. Sementara itu,selama periode hipoksia, substrat hipoxantin dibentuk sebagai hasil daripemecahan ATP. Dengan demikian, akibat dari hipoksia, semakin banyakhipoxantin yang terbentuk dan diubah menjadi asam urat yang menggunakanoksigen sebagai reseptor elektron. Sehingga ketika oksigen sebagai reseptorelektron hadir kembali dalam jumlah yang cukup, maka terjadi produksi superoksida secara cepat dan banyak.Diagnosis dan Gambaran Klinik EklampsiaSeluruh kejang eklampsia didahului dengan preeklampsia. Preeklampsia dibagi menjadi ringan dan berat. Penyakit digolongkan berat bila ada satu ataulebih tanda dibawah ini :1) Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih.2) Proteinuria 5 gr atau lebih dalam 24 jam; 3+ atau 4+ pada pemeriksaan kualitatif.3) Oliguria, diuresis 400 ml atau kurang dalam 24 jam.4) Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah epigastrium.5) Edema paru atau sianosis.Pada umumnya serangan kejang didahului dengan memburuknya preeklampsia dan terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguanpenglihatan, mual keras, nyeri di daerah epigastrium, dan hiperrefleksia.Kejang eklamptik hampir selalu diawali dengan preeklampsia. Bergantung pada saat terjadinya kejang, apakah sebelum, saat terjadi atau setelah persalinan. Hal ini disebut sebagai eklampsia antepartum, intrapartum dan pascapartum. Eklampsia sering terjadi pada trimester ketiga dan semakin sering ketika kehamilan mendekati aterm.Tanpa memandang waktu dari onset kejang, gerakan kejang biasanyadimulai dari daerah mulut sebagai bentuk kejang di daerah wajah. Beberapa saat kemudian seluruh tubuh menjadi kaku karena kontraksi otot yang menyeluruh, fase ini dapat berlangsung 10 sampai 15 detik. Pada saat yang bersamaan rahang akan terbuka dan tertutup dengan keras, demikian juga hal ini akan terjadi pada kelopak mata, otot-otot wajah yang lain dan akhirnya seluruh otot mengalami kontraksi dan relaksasi secara bergantian dalam waktu yang cepat. Keadaan ini kadang-kadang begitu hebatnya sehingga dapat mengakibatkan penderita terlempar dari tempat tidurnya, bila tidak dijaga. Lidah penderita dapat tergigit oleh karena kejang otot-otot rahang. Fase ini dapat berlangsung sampai satu menit, kemudian secara berangsur kontraksi otot menjadi semakin lemah dan jarang dan pada akhirnya penderita tak bergerak.Setelah kejang diafragma menjadi kaku dan pernapasan berhenti. Selama beberapa detik penderita seperti meninggal karena henti napas, namun kemudian penderita bernapas panjang dan dalam, selanjutnya pernapasan kembali normal. Apabila tidak ditangani dengan baik, kejang pertama ini akan diikuti dengan kejang-kejang berikutnya yang bervariasi dari kejang yang ringan sampai kejang yang berkelanjutan yang disebut status epileptikus.Setelah kejang berhenti, penderita mengalami koma selama beberapa saat. Lamanya koma setelah kejang eklampsia bervariasi. Apabila kejang yang terjadi jarang, penderita biasanya segera pulih kesadarannya segera setelah kejang. Namun, pada kasus-kasus yang berat, keadaan koma berlangsung lama, bahkan penderita dapat mengalami kematian tanpa sempat pulih kesadarannya. Pada kasus yang jarang, kejang yang terjadi hanya sekali namun dapat diikuti dengan koma yang lama bahkan kematian.Frekuensi pernapasan biasanya meningkat setelah kejang eklampsia dan dapat mencapai 50 kali per menit. Hal ini dapat menyebabkan hiperkarbia sampai asidosis laktat, tergantung derajat hipoksianya. Pada kasus yang berat ditemukan sianosis. Demam tinggi merupakan keadaan yang jarang terjadi, apabla hal tersebut terjadi maka penyebabnya adalah perdarahan pada susunan saraf pusat.TatalaksanaPrinsip penatalaksanaan pada eklampsia memiliki prinsip sebagain berikut:a. Pengendalian kejang dengan Magnesium Sulfat dalam dosis awal yang dibeerikan intravena. Dosis ini kemudian dilanjutkan dengan infus magnesium sulfat berkesinambungan.b. Pemberian obat antihipertensi intermitten untuk menurunkan tekanan darah saat dianggap terlalu tinggi.c. Menghindari pemberian diuretik kecuali adanya edema paru yang nyata, pembatasan pemberian cairan intravena kecuali terdapat kehilangan cairan banyak dan tidak menggunakan agen hiperosmotik.d. Terminasi kehamilan.Pemberian Magnesium sulfat jalur intravena dapat diberikan dosis awal sebesar 4 hinga 6 gram yang diencerkan dalam 100mL cairan IV dan diberiksan selama 15 hingga 20 menit. Mulai dosis rumatan infus 2 g/jam dalam 100 mL cairan IV dengan kecepatan dosis 1g/jam. Syarat pemberian magnesium sulfat dengan memantau toksisitas, yaitu:a. Periksa refleks tendon dalam secara berkala.b. Tidak terdapat bradipneu dan frekuensi nafas 16 kali permenit.c. Tidak adanya olguria, produksi urin 0,5 ml/kgbb/jam atau 300 mL/24 jam.d. Beberapa ahli mengukur kadar magnesium serum pada jam ke-4 hingga 6 dan menyesuaikan kecepatan infus untuk mempertahankan kadar magnesium antara 4 dan 7 meq/L (4,8 8,4 mg/dL). e. Pemberian magnesium sulfat dihentikan 24 jam postpartum.Terapi Magnesium sulfat intramuskular intermiten dengan:a. Pemberian 4 gram magnesium sulfat sebagi larutan 20% secara intravena dengan kecepatan tidak melebihi 1 gram permenit.b. Lanjutkan dengan 10 gram larutan magnesium 50%, separuhnya disuntikkan profunda di kuadran kanan luar kedua bokong menggunakan jarum ukuran 20 sepanjang 3 inci. (Penambahan 1,0 ml lidokain 2% meminimalkan nyeri). Jika kejang menetap setelah 15 menit, berikan kembali magnesium sulfat dalam larutan 20% dengan dosis hingga 2 gram dan kecepatan tidak melebihi 1g/menit. c. Kemudian tiap 4 jam berikan 5 gram larutan magnesium sulfat 50% yang disuntikan profunda dikuadran kanan luar bokong kanan dan kiri secara bergantian, dengan syarat pemberian sama dengan pemberian intravena.

BAB IIILAPORAN KASUS3.1. Identitas PasienNama : MuzirahUsia : 37 ThnTanggal Lahir: 13-2-1979Pekerjaan: PetaniAlamat: Aceh BesarNo. CM: 1079876Tanggal Masuk: 2-2-2016Tanggal Pemeriksaan: 3-2-2016Berat Badan: 89 KgTinggi Badan: 158 Cm

3.2. Anamnesis3.2.1Keluhan UtamaPerut mules mules3.2.2Riwayat Penyakit SekarangPasien datang dengan hami G3P2A0 dengan keluhan perut terasa mules. Pasien rujukan dari puskesmas dengan peningkatan tekanan darah,. Pasien hamil 39-40 minggu, pasien tidak ingat HPHT tetapi pasien mengatakan bulan 4-2015 sudah positif hamil saat periksa ke bidan, Pasien mengatakan selama kehamilan hanya 3x ANC. Pasien berada di puskesmas sejak pukul 22.00, pecah ketuban pukul 02.30. saat tiba di IGD pembukaan sebesar 6cm. Keluhan sakit kepala, pandangan kabur dan nyeri pada bagian uluh hati disangkal.3.2.4Riwayat Penyakit DahuluDiabetes melitus dan hipertensi sebelumnya disangkal. Riwayat penyakit jantung dan asma disangkal.

3.2.5 Riwayat Penyakit KeluargaTidak ada keluarga pasien yang memiliki riwayat hipertensi, Diabetes Melitus, dan asma.3.2.6 Riwayat PengobatanPasien tidak ada riwayat pengobatan sebelumnya3.2.7 Riwayat menarche, Perkawinan, Obstetri dan Kontrasepsi1. Riwayat menstruasi: 10 tahun, teratur lamanya 6-7 hari, ganti pembalut sebanyak 3-4 kali, disminore (-).2. Riwayat menikah: 1 kali pada usia 14 tahun, pada tahun 20003. Riwayat obstetric: I. laki-laki, BBL(-) usia 15 tahun, Persalinan Pervaginam didukun kampungII. laki-laki BBL (-) usia 11 tahun persalinan pervaginam di dukun kampongIII. kehamilan saat ini.4. Riwayat kontrasepsi: Suntik KB Per 3 Bulan3.3. Pemeriksaan Fisik3.3.1 Vital SignKesadaran: Compos MentisKeadaan umum: BaikTekanan darah: 200/110 mmHgLaju Nadi: 101 x/menitPernafasan : 22 x/menitSuhuTubuh: 36.70 C3.3.2 Pemeriksaan Fisik1. Kepala dan leher: mata anemis, dan sklera tidak ikterik2. Paru: simetris, stem fremitus kanan=stem fremitus kiri, sonor pada kedua lapangan paru, vesikuler (+/+), ronki (-/-) dan wheezing (-/-).3. Jantung: bunyi jantung I > bunyi jantung II, regular, murmur tidak ada.4. Abdomen: membesar sesuai kehamilan, a. Leopold I : TFU 31 cm (TBJ 3100 gram)b. Leopold II : punggung kanan DJJ 110 dpm HIS 3x/i /10/30c. Leopold III : persentasi kepala d. Leopold IV : Sudah masuk PAP 5. Ekstremitas: tidak ada edema kedua tungkai, pucat ada.6. Genetalia dan anus:- I : v/u tenang.- Io: Tidak dilakukan- Vt: Portio lunak, Axial, tebal 0,5 cm, Pembukaan 6 cm, teraba kepala, selaput ketuban (-) Hodge 3 Pemeriksaan protein urin +3Asasment . G3P2A0 hamil Aterm JPKTH sudah inpartu + PEB

Tatalaksana MgSo4 40% Bolus sebanyak 4 gr = 10 Cc di encerkan kedalam Aquabides 10 cc dalam spuit 20cc inj secara perlahan. 6 Gram Drip dalam 500 ml RL dengan Kecepatan 1gr/jam. Nipedifin 10 mg OralPasien dibawa ke Kamar bersalin untuk dilakukan CTG, 5 menit kemudian pembukaan lengkap, His 4x/10/40. dilakukan pimpinan persalinan kala 2. Dilahirkan bayi laki-laki dengan Berat 2700 gram, Panjang badan 48 cm, dengan apgar scor 5-6. Selanjutnya dilakukan pimpinan persalinanan Kala 3, dengan menyuntikan oksitosisn 10 iu IM, selanjutnya lahir plasenta lengkap dan dilakukan evaluasi apakah terdapat sisa plasenta dan laserasi jalan lahir. Evaluasi persalinan Kala 4, dengan menilai jumlah pendarahan serta mengevaluasi kontraksi dari uterus. Bekas darah pada tubuh pasien di bersihkan dengan larutan disinfektan tingkat tinggi, beberapa saat kemudian pasien kejang.TD. 190/110 mmhg, HR: 115x/I RR:30x/I T:37,8 drajat CelciusAsasment. Eklamsia Post Partum pada P3A0Tatalaksana, Pemberian MgSo4 40% IV 2 Gram BolusKejang Teratasi.3.3.3 Laboratorium

PemeriksaanTanggalPemeriksaanTanggal

03/2/163/2/2016

Darah Rutin

Hb11,7 g/dlEosinofil1 %

Ht34 %Basofil0%

Leu29,1 x 103/mm3Neutrofil batang0%

Tro188 x 103 U/LNeutrofil segmen76%

Erit4,2 x 106/mm3Limfosit15%

Monosit8%

3.4. Diagnosis KerjaEklamsia Post Partum pada P3A03.5. Tatalaksana1. Tatalaksana Hemodinamik stabil: Observasi KU, TTV, Rencana Terapi: Atasi Kejang: Pemberian MgsO4 40 % Atasi Tekanan Darah : Nifedipin 10 mg evaluasi setiap 20 menit, dapat diuloang sebanyak 4 kali. Jika tensi stabil dilanjutkan dengan Odalat Oros. Konsultasi : Konsultasi ke Divici Neurologi Konsultasi ke Divisi Cardiologi Konsultasi ke Divisi Ilmu Kesehatan Mata 2. Rencana Konsul Penyakit Dalam Konsul saraf Konsul ilmu kesehatan mata Konsul Divisi Feto-Maternal Didapatkan peningkatan SDAU (3,4) dan oligohidramnion.

4. Edukasi Edukasi kondisi ibu dan janin saat ini kepada pasien dan keluarga

3.6. Prognosis Quo ad vitam: dubia ad bonamQuo ad functionam: dubia ad bonamQuo ad Sanactionam: dubia ad bonam

Follow Up

BAB IVANALISA KASUSPasien datang dengan hamil G3P2A0 dengan keluhan perut terasa mules. Pasien rujukan dari puskesmas dengan peningkatan tekanan darah,. Pasien hamil 39-40 minggu, pasien tidak ingat HPHT tetapi pasien mengatakan bulan 4-2015 sudah positif hamil saat periksa ke bidan, Pasien mengatakan selama kehamilan hanya 3x ANC. Pasien berada di puskesmas sejak pukul 22.00, pecah ketuban pukul 02.30. saat tiba di IGD pembukaan sebesar 6cm. Keluhan sakit kepala, pandangan kabur dan nyeri pada bagian uluh hati disangkal.Dari hasil pemeriksaan diperoleh TD 200/110 mmHg disertai dengan Proteinuria +3, menunjukan tanda-tanda Preeklampsia berat, preeklamsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya tekanan darah tinggi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih.Dari anamnesis diperoleh bahwa pasien G3p2A0 dengan IDT terakhir lebih 10 tahun. Studi melibatkan 760.901 wanita di Norwegia, memperlihatkan bahwa wanita multipara dengan jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih memiliki risiko preeklampsia dan eklampsia hampir sama dengan nulipara. Robillard dkk melaporkan bahwa ririko preeklampsia dan eklampsia semakin meningkat sesuai dengan lamanya interval dengan kehamilan pertama. Dari kasus didapatkan bahwa Pasien hanya 3x ANC ke bidan. Penelitian terbaru menyebutkan bahwa eklampsia banyak terjadi pada ibu yang kurang mendapatkan pelayanan ANC yaitu sebesar 6,14% dibandingkan dengan yang mendapatkan ANC sebesar 1,97%. Studi case control di Kendal menunjukkan bahwa penyebab kematian ibu terbesar (51,8%) adalah perdarahan dan eklampsia. Kedua penyebab itu sebenarnya dapat dicegah dengan pelayanan antenatal yang memadai atau pelayanan berkualitas dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan.Dilahirkan bayi dengan berat 2700 gram dan dengan APGAR Scor 5-6 menunjukan adanya Penurunan aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Hal ini mengakibatkan hipovolemia, vasospasme, penurunan perfusi uteroplasenta dan kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta sehingga mortalitas janin meningkat. Dampak preeklampsia pada janin, antara lain: Intrauterine growth restriction (IUGR) atau pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion, prematur, bayi lahir rendah, dan solusio plasent.Keluhan sakit kepala, pandangan kabur dan nyeri pada bagian uluh hati disangkal. Hal ini sesuia dengan penjelasan bahwa terdapat beberapa perubahan klinis yang memberikan peringatan gejala sebelum timbulnya kejang, adalah sakit kepala yang berat dan menetap, perubahan mental sementara, pandangan kabur, fotofobia, iritabilitas, nyeri epigastrik, mual, muntah. Namun, hanya sekitar 50% penderita yang mengalami gejala ini. Persentase gejala sebelum timbulnya kejang eklampsia adalah sakit kepala yang berat dan menetap (50-70%), gangguan penglihatan (20-30%), nyeri epigastrium (20%), mual muntah (10-15%), perubahan mental sementara (5- 10%).Pada Ibu penderita pre-eklamsi berat, timbul konvulsi yang dapat diikuti oleh koma.Menurut saat timbulnya dibagi dalam:1.Eklampsi Gravidarum : 50 %2.Eklampsi Perturien : 40 %3.Eklampsi Perperium : 10 %Angka kejadian eklampsi bervariasi diberbagai negara.Makin maju suatu Negara, tambah tinggi kesadaran masyarakatnya terhadap pentingnya arti antenatal care, tambah rendah angka kejadian eklampsinya.Frekuensi di negara-negara maju 0,05 - 0,1%Frekuensi di negara-negara berkembang 0,3 - 0,7%Gambaran klinis pada pasien dengan eklamsia, biasanya Penderita tidak mengalami aura dan mengalami serangan kejang dengan interval tidak sadar yang bervariasi. Permulaan kejang tonik ditandai dengan gerakan kejang twitching dari otot otot muka khususnya sekitar mulut, beberapa detik disusul kontraksi otot otot tubuh menegang sehingga seluruh tubuh kaku. Pada kondisi ini, wajah penderita mengalami distorsi, bola mata menonjol, kedua lengan fleksi, tangan menggenggam, dan kedua tungkai posisi inverse. Setelah berlangsung selama 15 30 detik, kejang tonik segera disusul kejang klonik. Kejang klonik ditandai terbukanya rahang secara tiba tiba dan tertutup kembali dengan kuat, terbuka dan tertutupnya kelopak mata kemudian diikuti kontraksi intermitten otot otot muka maupun seluruh tubuh. Gejala gejala yang lain yaitu wajah membengkak karena kongesti, bintik bintik perdarahan pada konjungtiva, mulut mengeluarkan liur berbusa disertai bercak bercak darah, dan lidah tergigit akibat kontraksi otot rahang terbuka dan tertutup. Setelah lebih kurang 1 menit, kejang klonik berangsur melemah, diam dan penderita terjadi koma. Setelah kejang berakhir, frekuensi pernapasan meningkat cepat mencapai 50 kali per menit sebagai respon terjadinya hiperkarbia akibat asidemia laktat, asidosis respiratorik, dan hipoksia. Terjadinya demam dengan suhu 39 drajat celcius, merupakan tanda yang sangat buruk akibat manifestasi perdarahan dari sistem saraf pusat.Pasien dikonsulkan kebeberapa divisi, tujuannya untuk melihat beberapa komplikasi yang mungkin terjadi, diantaranya adalah sebagai berikut:1. Paru Edema paru adalah tanda prognostik yang buruk yang menyertai eklampsia. Faktor penyebab atau sumber terjadinya edema adalah : (1) pneumonitis aspirasi setelah inhalasi isi lambung jika terjadi muntah pada saat kejang; (2) kegagalan fungsi jantung yang mungkin sebagai akibat hipertensi akibat berat dan pemberian cairan intravena yang berlebihan.2. Otak Pada preeklampsia, kematian yang tiba-tiba terjadi bersamaan dengan kejang atau segera setelahnya sebagai akibat perdarahan otak yang hebat. Hemipelgia terjadi pada perdarahan otak yang sublethal. Perdarahan otak cenderung terjadi pada wanita usia tua dengan hipertensi kronik. Yang jarang adalah sebagai akibat pecahnya aneurisma arteri atau kelainan vasa 30 otak (acute vascular accident, stroke). Koma atau penurunan kesadaran yang terjadi setelah kejang, atau menyertai preeklampsia yang tanpa kejang adalah sebagai akibat edema otak yang luas. Herniasi batang otak juga dapat menyebabkan kematian. Bila tidak ada perdarahan otak yang menyebabkan koma dan dengan pemberian terapi suportif yang tepat sampai penderita kembali sadar umumnya prognosis pada penderita adalah baik.3. Mata Kebuataan dapat terjadi setelah kejang atau dapat terjadi spontan bersama dengan preeklampsia. Ada dua penyebab kebutaan, yaitu : a. Ablasio retina, yaitu lepasnya retina yang ringan sampai berat. b. Iskemia atau infark pada lobus oksipitalis. Prognosis untuk kembalinya penglihatan yang normal biasanya baik, apakah itu yang disebabkan oleh kelainan retina maupun otak, dan akan kebali normal dalam waktu satu minggu.4. Kardiovaskuler Cardiac arrest, acute decompensatio cordis, spasme vaskular menurun, tahanan pembuluh darah tepi meningkat, indeks kerja ventrikel kiri naik, tekanan vena sentral menurun, tekanan paru menurun.5. Sistem hematologi Plasma daeah menurun, viskositas darah meningkat, hemokonsentrasi, gangguan pembekuan darah, disseminated intravascular coagulation (DIC), sindroma HELLP.

BAB VKESIMPULAN

Eklampsia merupakan kejang yang terjadi pada saat kehamilan tanpa didasari penyaebab lain, eklamsia dibedakan menjadi eklampsia gravidarum (antepartum), eklampsia partuirentum (intrapartum), dan eklampsia puerperale (postpartum), berdasarkan saat timbulnya serangan. Eklampsia banyak terjadi pada trimester terakhir dan semakin meningkat saat mendekati kelahiran. Pada kasus yang jarang, eklampsia terjadi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu. Sekitar 75% kejang eklampsia terjadi sebelum melahirkan, Serta 50% saat 48 jam pertama setelah melahirkan, tetapi kejang juga dapat timbul setelah 6 minggu postpartum.

DAFTAR PUSTAKA